Kasus – Tn. B
Tutorial 1 part 1
Tutorial 1 part 2
a. Stratus generalis
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital
Td : 130/80 mmHg
Pernapasan :20x/ menit
Nadi : 96x/menit
Suhu : 38ᵒC
Kepala : normocephal, rambut tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva anemis -/- ikterik -/-
THT : normotia, deviasi septum (-), faring hiperemis (-)
Leher : kelenjar tiroid dan KGB tidak terasa membesar
Thorax : jantung-paru dbn, ada pembesaran kelenjar
limfe dan nyeri di aksila kanan.
Abdomen : datar, bising usus (+), normal, nyeri tekan (-)
Ektremitas : akral hangat, edema (-) kuku tidak ada kelainan
b. Pemeriksaan Dermatologis
Lesi di dada kanan dengan efloresensi berupa vesike;-vesikel
berkemlompok berwarna jernih di atas kulit eritema. Beberapa vesikel
sudah menyatu membentuk bula. Lesi bersifat unilateral (tidak melewati
garis tengah).
Tutorial 1 part 3
Tutorial 1 part 4
ia berika terapi :
Edukasi :
A. Definisi
Kulit adalah organ terbesar pada tubuh manusia dengan berat sekitar 5 kg
dan luas 2m2 pada seseorang dengan berat 70 kg (Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin UI)
Adneksa kulit
• Rambut
• Kuku
• Kelenjar sebasea
B. Embriologi Kulit
1) Lapisan superfisial (epidermis) terbentuk dari ectoderm permukaan
Berasal dari mesoderm lempeng lateral dan dermatom dari somit, selama
bulan ke 3 dan 4, selama itu korium membentuk banyak striktur papilar ireguler
(dermis yang menonjol ke epidermis) sebagian papilar ini mengandung kapiler
halus dan ujung saraf sensorik. Jaringan dermis yang lebih dalam (sub korium)
mengandung banyak jaringan lemak. Saat lahir, kulit dilapisi oleh pasta
keputihnan (vernikus kaseosa) yang dibentuk oleh sekresi kelenjar sebasea dan sel
epidermis dan rambut yg mengalam degenerasi. Lapisan ini mengandung
(melindungi) kulit dari efek maserasi cairan ketuban. (embriologi Langman)
C. Fisiologi Kulit
D. Histologi Kulit
1) Epidermis
Stratum basale
Stratum spinosum
Stratum granulosum
Stratum korneum
Sel-sel penyusun epidermis :
Keratinosit (utama)
Melanosit
Sel Merkel
Sel-sel yang berpindah keluar-masuk kulit :
Sel Langerhans
Sel T intraepidermal
a) Stratum Bassale : tersusun dari sel-sel kuboid berbentuk palisade, aktif
bermitosis
Taut Dermo-epidermal
Fungsi utama:
2) Dermis
Dibagi 2 lapisan:
1) Kelenjar Sebasea
3) Kuku
Terletak pd aspek dorsal falang distal di setiap jari tangan dan kaki, kuku
(juga disebut sebagai lempeng kuku) merupakan struktur keras, konveks,
rektanguler, dan tembus pandang, dgn ketebalan kira-kira 0,3 – 0,5 mm,
Kecepatan pertumbuhan kuku 0,1 mm / 24 jam. Kuku mempunyai
beberapa fungsi:
F. Histopatologi Kulit
(-)
4) Hipergranulosis: 4) Proses
penebalan str. Granulosum degeneratif
c/veruka vulgaris
7) Akantolisis: hilangnya
kohesi antar sel2 epidermis,
shg terbentuk celah.
c/pemphigus
A. PengertianVirus
Virus berasal dari bahasa yunani “Venom” yang berarti racun. Virus
adalah parasit mikroskopik yang menginfeksiselorganisme biologis.
Secara umum virus merupakan partikel tersusun atas elemen genetik
(genom) yang mengandung salah satu asam nukleat yaitu asam
deoksiribonukleat (DNA) atau asam ribonukleat (RNA) yang dapat berada
dalam dua kondisi yang berbeda, yaitu secara intraseluler dalam tubuh
inang dan ekstrseluler diluar tubuh inang. Virus memiliki sifat hidup dan
mati. Sifat hidup (seluler) yaitu memiliki asam nukleat namun tidak
keduanya (hanya DNA atau RNA), dapat bereproduksi dengan replikasi
dan hanya dapat dilakukan didalam sel inang (parasit obligat intraseluler).
Sifat mati (aseluler) yaitu dapat di kristalkan dan dicairkan. Struktur
berbeda dengan sel dan tidak melakukan metabolisme sel.
Partikel virus secara keseluruhan ketika berada di luar inang yang terdiri
dari asam nukleat yang dikelilingi oleh protein dikenal dengan nama
virion. Virion tidak melakukan aktivitas biosinteis dan reproduksi. Pada
saat virion memasuki sel inang, baru kemudian akan terjadi proses
reproduksi. Virus ketika memasuki sel inang akan mengambil alih
aktivitas inang untuk menghasilkan komponen-komponen pembentuk
virus.
C. SusunanTubuh
1. Kapsid
Kapsid adalah lapisan pembungkus tubuh virus yang tersusun atas
protein. Kapsid terdiri dari sejumlah kapsomer yang terikar satu
sama lain. Fungsi:
1. Memberi bentuk virus
2. Pelindung dari kondisi lingkungan yang merugikan
3. Mempermudah penempelan pada proses penembusan ke
dalam sel
2. Isi
Terdapat di sebelah dalam kapsid berupa materi
genetik/ molekul pembawa sifat keturunan yaitu
DNA atau RNA. Virus hanya memiliki satu asam
nukleat saja yaitu satu DNA/ satu RNA saja, tidak
kedua-duanya. Asam nukleat sering bergabung
dengan protein disebut nukleoprotein. Virus tanaman/ hewan berisi
RNA/ DNA, virus fage berisi DNA.
3. Kepala
4. Ekor
Serabut ekor adalah bagian yang berupa jarum dan berfungsi untuk
menempelkan tubuh virus pada sel inang. Ekor ini melekat pada
kepala kapsid. Struktur virus ada 2 macam yaitu virus telanjang
dan virus terselubung (bila terdapat selubung luar (envelope) yang
terdiri dari protein dan lipid). Ekor virus terdiri atas tabung
bersumbat yang dilengkapi benang atau serabut. Khusus untuk
virus yang menginfeksi sel eukariotik tidak memiliki ekor.
D. Pengembangbiakan Virus
E. Klasifikasi Virus
1. Picontohrnaviridae
2. Caliciviridae
3. Togaviridae
4. Flaviviridae
5. Rhabdoviridae
6. Filoviridae
7. Paramyxoviridae
8. Orthomyxoviridae
9. Reoviridae
10. Retroviridae
11. Adenoviridae
12. Herpesviridae
13. Hepadnaviridae
1. Bunyaviridae
2. Arenaviridae
3. Contohronaviridae
1. Papovaviridae
2. Parvoviridae
3. Poxviridae
F. Peran Virus
Didalam kehidupan, virus memiliki 2 peran, yaitu peran virus sebagai
mikroorganisme yang menguntungkan, maupun yang merugikan.
Virus yang menguntungkan: Virus berperan penting dalam bidang
rekayasa genetika karena dapat digunakan untuk cloning gen (reproduksi
DNA yang secara genetis identik). Sebagai contoh adalah virus yang
membawa gen untuk mengendalikan pertumbuhan serangga. Virus juga
digunakan untuk terapi gen manusia sehingga diharapkan penyakit genetis,
seperti diabetes dan kanker dapat disembuhkan.
Varicella zoster virus (VZV) adalah virus yang menyebabkan cacar air (chicken pox)
dan herpes zoster (shingles). VZV memiliki klasifikasi taksonomi sebagai berikut:
Order : Herpesvirales
Family : Herpesviridae
Genus : Varicellovirus
Varicella-zoster virus adalah virus yang hanya dapat hidup di manusia dan primata
(simian). Pertikel virus (virion) Varicella zoster memiliki ukuran 180-300 nm berbentuk
spherical. Virus ini memiliki 69 daerah yang mengkodekan gen tertentu sedangkan genom virus
ini berukuran 125 kb (kilo-basa).
Komposisi virion adalah berupa kapsid, selubung virus, dan nukleokapsid yang
berfungsi untuk melindungi inti berisi DNA double stranded genom. Morfologi VZV sendiri
Hampir mirip dengan Herpes simplex virus (HSV) namun tidak dapat memproduksi LAT
(latency-asociated transcripts) yang memiliki peran penting dalam membentuk HSV latency.
DNA virus ini single, linear, dan memiliki molekul double-stranded sepanjang 125.000
nt . Kapsid virus dikelilingi protein tergabung lemah yang dinamakan tegumen yang berperan
penting dalam memulai proses reproduksi virus dalam sel. Setiap tegumen ditutupi envelope
lipid yang tergabung dengan glikoprotein dan terlihat pada exterior virion sepanjang kurang
lebih 8nm.
Nukleokapsid memiliki bentuk ikosahedral, memiliki diameter 100-110 nm, dan terdiri
dari 162 protein hexameric dan pentameric yang dikenal dengan istilah kapsomer. Virus ini
akan mengalami inaktivasi pada suhu 56-60 °C dan menjadi tidak berbahaya apabila bagian
amplop virus ini rusak. Penyebaran virus ini dapat terjadi melalui pernapasan dan melalui
vesikel pada kulit pada penderita.
Definisi Virus
Merupakan makhluk peralihan (hanya bereproduksi) berdiameter 20-300 nm dan hanya dapat
dilihat oleh mikroskop elektron. Hanya dapat hidup dalam sel inang serta memiliki salah satu
asam nukleat saja (DNA atau RNA).
Taksonomi Virus
Family : Herpesviridae
Genus : Varicellovirus
Family : Picornaviridae
Genus : Enterovirus
Struktur Virus
Morfologi Virus
a) Simetri Helix
Asam nukleat yang memanjang dikelilingi oleh molekul-molekul protein
yang tersusun seperti spiral sehingga hanya memiliki satu aksis rotasi. Contoh:
myxovirus dan rhadovirus
b) Simetri Ikosahedral
Bentuk tata ruang dibatasi 20 segitiga sama sisi, memiliki aksis rotasi
berganda. Contoh: porvovirus, papovavirus, adenovirus, herpesvirus.
c) Simetri Kompleks
Klasifikasi Virus
Reproduksi Virus
1. Cara In-vitro
2. Cara In ovo
3. Cara In-vivo
EFLORESENSI KULIT
Definisi
Kelainan kulit yang dapat dilihat dengan mata telanjang (secara obyektif)
Ada 2 macam :
Efloresensi primer
1. Makula
Kelainan kulit yang mengalami perubahan warna yang tidak diserta penojolan kulit dan
tidak ada lekukan pada kulit. Biasanya berdiameter kurang dari 1 cm.
2. Papula
Kelainan kulit dimana terdapat elevasi yang dapat diraba dari kulit yang bervariasi
diameternya yaitu kurang dari 0,5-1 cm. Terjadi karena peradangan yang sebagian besar
terjadi di dermis. Kemudian komponen-komponen peradangan tersebut membentuk
masa yang solid
3. Plaque
kelainan kulit seperti papula dengan permukaan datar dan diameter >1 cm. Plak dapat
terjadi karena perluasan suatu papula, tetapi dapat juga karena gabungan atau konfluensi
dari beberapa papula.
4. Nodule
Kelainan kulit dengan massa padat, teraba dalam, batas jelas, terletak di kutan atau
subkutan, ukuran sampai 1 cm (jika diameter <1 cm disebut nodulus). Bila dalam
keganasan disebut tumor.
Contoh nodule terdapat pada: lipoma, karsinoma sel skuamosa, dermatofibroma,
erythema nodosum,basal sel karsinoma.
5. Nodus
Massa padat, berbentuk bulat atau elips, dengan batas tidak jelas dengan diameter lebih
dari 1 cm.
6. Urtika
Kelainan kulit dengan gambaran penonjolan di atas kulit, sering tidak teratur, ukuran
dan warna bervariasi disebabkan oleh gerakan cairan serosa kedalam dermis tidak
mengandung cairan bebas dalam rongga, serta dapat hilang perlahan-lahan.
Terjadi karena edema atau pembekakan yang dihasilkan oleh kebocoran plasma melalui
dinding pembuluh darah di bagian atas dermis
7. Vesicle/Vesikel
Merupakan lepuh atau gelembung kecil yang dibentuk dengan akumulasi cairan dalam
epidermis, biasanya diisi dengan cairan serosa dan ditemukan pada anak-anak yang
menderita eksema. Ukuran biasanya < 1 cm (diameter). Jika berisi darah disebut vesikel
hemoragik. Terjadi karena plasma yang bocor dari pembuluh darah mengisi ruang epidemis
sehingga terjadi penumpukan cairan.
8. Bulla
Merupakan penonjolan kulit mirip dengan vesikel, berisi cairan yang terbendung oleh
lapisan epidermis dengan diameter lebih dari 1 cm, dan berbentuk gelembung. Jika
vesikel/bula berisi darah disebut vesikel/bula hemaragik . Jika bula berisi nanah disebut
bula purulen.
Contoh bulla terdapat pada penyakit pemfigoid bullosa, pemfigus, luka bakar.
9. Pustule/Pustula
Merupakan vesikel besar (bula) yang mengandung pus. Terjadi karena infeksi bakteri
menyebabkan penumpukan eksudat purulen yang terdiri dari pus, leukosit dan debris.
Biasanya ditemukan pada penyakit pemfigus neonatorum, variola, varisela, psoriasis
pustulosa, folikulitis.
10. Kista
Penonjolan di atas permukaan kulit berupa kantong yang berisi cairan serosa atau padat
atau setengah padat, serta berada dalam jaringan subkutan atau dermis. Terjadi karena
peradangan sehingga komponen-komponen peradangan tersebut membentuk masa yang
semisolid.
1. Sikatriks
Sikatriks/scar adalah jaringan ikat yang menggantikan epidermis dan dermis yang sudah
hilang. Jaringan ikat ini dapat lebih cekung dari kulit sekitarnya (sikatriks atrofi), dapat
lebih menonjol (sikatriks hipertrofi), dan dapat normal (uetrofi/luka sayat). sikatriks tampak
licin, garis kulit dan adneksa hilang.
Terjadi karena proliferasi jaringan fibrosa digantikan oleh jaringan kolagen setelah
terjadinya luka atau ulserasi.
2. Erosi
Erosi adalah kerusakan kulit sampai stratum spinosum. kulit tampak menjadi merah dan keluar
cairan serosa, misalnya pada dermatitis kontakTerjadi karena adanya trauma sehinggga terjadi
pemisahan lapisan epidermis dengan laserasi rupture vesikel atau bula dan nekrosis epidermal.
3. Likenifikasi
Likenifikasi adalah penebalan kulit sehingga garis-garis lipatan kulit tampak lebih jelas.
Terjadi karena perubahan kolagen pada bagian superficial dermis menyebabkan penebalan kulit.
4. Eksoriasi
Eksoriasi adalah kerusakan kulit sampai ujung stratum papilaris sehingga kulit tampak merah
disertai bintik-bintik perdarahan. ditemukan pada dermatitis kontak dan ektima. Terjadi
karena adanya lesi yang gatal sehingga di garuk dan dapat menyebabkan perdarahan.
5. Krusta
Krusta adalah onggokan cairan darah, nanah, kotoran, dan obat yang sudah mengering diatas
permukaan kulit misal impetigo krustosa. Krusta dapat berwarna hitam, merah atau
coklat.Terjadi karena ketika papul, pustule, vesikel bulla mengalami rupture atau pecah cairan
atau bahan-bahan yang terkandung di dalamnya akan mengering.
6. Atrofi
Atrofi adalah pengurangan ukuran sel, organ atau bagian tubuh tertentu. Penurunan
jaringan ikat retikuler dermis sehingga menyebabkan penekanan permukaan kulit yang
reversible.
7. Abses
Abses adalah efloresensi sekunder berupa kantong berisi nanah di dalam jaringan.
misalnya abses Bartholini dan abses banal. Terjadi akumulasi bahan-bahan purulen di
bagian dalam dermis atau jaringan subkutan
Efloresensi Khusus
1. Kanalikuli: Ruam berupa saluran pada Stratum Korneum yg timbul sejajar dengan
permukaan kulit.
2. Milia / Whitehead: Penonjolan warna putih diatas permukaan kulit akibat penyumbatan
Saluran Kelenjar Sebasea.
3. Komedo / Blackhead: Ruam berupa bitnik bitnik hitam akibat proses oksidasi udara
terhadap Kelenjar Sebasea di perumukaan kulit.
4. Eksantema: Ruam serentak dalam waktu singkat dan gak bertahan lama, biasanya didahului
demam.
5. Purpura: Pendarahan di dlm / bawah kulit yg tampak kemerahan & tak hilang pada
penekanan kulit.
SIFAT EFLORESENSI
A. Ukuran
1. Miliar: Segede kepala jarum pentul
2. Lentikular: Segede kacang hijau sampe jagung
3. Numular: Segede koin 100 an
4. Plakat: Lebih gede dari 100 an
B. Gambaran
1. Linear: Garis lurus
2. Sirsinar: Melingkar
3. Arsinar: Bulan Sabit
4. Polisiklis: Menyerupai bunga
5. Korimbiformis: Efloresensi besar yang dikelilingi sama efloresensi kecil
C. Bentuk
1. Impetigo: Lonjong
2. Serpiginosa: Proses menjalar ke satu jurusan diikuti penyembuhan pada daerah yg ditinggal
3. Herpestiformis: Menyerupai dermatitis herpestiformis
4. Konfluen: Beberapa efloresensi bergabung jadi 1 efloresensi
5. Irisformis: Menyerupai iris
D. Lokalisasi / Penyebaran
1. Solitar: 1 Lesi
2. Multiple: Banyak leso
3. Regional: Menyerang 1 regio
4. Diskrit: Lesi” terpisah 1 dengan yang lainnya
5. Simetris: Mengenai kedua belahan badan yg sama
6. Talangiektasia: Pelebaran Pembuluh Darah dibawah kulit
7. Verukosa: Proliferasi non virus seperti Kutil
8. Universalis: Seluruh tubuh
9. Generalisata: Sebagian besar tubuh
10. Unilateral: Separuh badan
11. Bilateral: Menyerang kedua belahan badan
12. Spider Naevi: Jaringan Pembuluh Darah halus yg muncul di permukaan kulit seperti laba”.
Herpes Zoster
Definisi
Herpes zoter atau shingles adalah penyait neurokutan dengan manisfestasi erupsi vesicular
berkelompok dengan dasar eritematosa disertai nyeri radicular unilateral yang umumnya
terbatas dis suatu dermatom.
Epidemiologi
Penyakit herpes zoster terjadi sporadis sepanjang tahun tanpa mengenal musim.
Lebih dari setangah jumlah keseluruhan kasus dilaporkan terjadi pada usia lebih dari 60
tahun dan komplikasi terjadi hampir 50% di usia tua.
Resiko penyakit meningkat dengan adanya keganasan, atau dengan transplantasi
sumsum tulang atau ginjal atau infeksi HIV.
Etiopatogenesis
Imunitas terhadap verisella zoster virus berperan dalam pathogenesis herpes zoster terutama
imunitas selulernya. Mengikuti infeksi primer virus varisella zoster (varisela) partikel virus
dapat tetap tinggal didalam ganglion sensoris saraf spinalis, kranialis atau otonom selama
tahunan. Pada saat respon imun seluler dan titer antibody spesifik terhdap virus varisella zoster
menurun maka partikel virus varisela zoster yang laten tersebut mengalami reaktivasi dan
menimbulkan ruam kulit yang terlokalisata disatu dermatom. Faktor lain seperti radiasi, trauma
fisis, obat-obat tertentu, infeksi lain atau stress dapat dia nggap sebagai pencetus walaupun
belum pasti.
Gejala klinis
Herpes zoster dapat dimulai dengan timbulnya gejala prodromal berupa sensasi abnormal
seperto nyeri otot lokal, nyeri tulang, pegal, paresthesia sepanjang dermatom, gatal, rasa
terbakar dari ringan sampai berat. Gejala prodromal dapat berlangsung beberapa hari (1-10 hari,
rata-rata 2 hari).
Setelah awitan gejala prodromal, timbul erupsi kulit yang biasanya gatal atau nyeri terlokalisata
berupa makula kemerahan. Kemudian berkembang menjadi papul, vesikel jernih berkelompok
selama 3-5 hari. Selanjutnya isi vesikel ini menjadi keruh dan akhirnya menjadi krusta
(berlangsung selama 7-10 hari).
Erupsi kulit mengalami involusi setelah 2-4 minggu. Sebagian besar kasus herpes zoster, erupsi
kulitnya menyembuh secara spontan tanpa gejala sisa. Pada sejumlah kecil pasien, dapat terjadi
komplikasi berupa kelainan mata (10-20% penderita). Bila menyerang di daerah mata, infeksi
sekunder, dan neuropati motorik. Kadang-kadang terjadi meningitis, enselfalitis, atau mielitis.
Komplikasi yang sering terjadi adalah neuralgia pasca herpes (NPH), yaitu nyeri yang masih
menetap di area yang terkena walaupun kelainan kulitnya sudah mengalami resolusi.
Variasi Klinis
Herpes Zoster sine herpete terjadi bila terjadi nyeri segmental yang diikuti dengan erupsi
kulit.
Herpes Zoster abortif bila erupsi kulit hanya berupa eritema dengan atau tanpa vesikel
yang langsung mengalami resolusi sehingga perjalanan penyakitnya berlangusng
singkat.
Herpes zoster aberans bila erupsi kulit melalui garis tengah.
Bila virusnya menyerang nervus fasialis dan nervus auditorius terjadi Ramsay-Hunt yaitu erupsi
kulit timbul di liang telinga luar atau membrane timpani disertai paresis fasialis, gangguan
lakrimasi, ganguan pengecap 2/3 bagian depan lidah; tinitus, vertigo dan tuli. Terjadi herpes
zoster oftalmikus bila virus menyerang cabang pertama nervus trigeminus. Bila mengenai anak
cabang nasosiliaris (timbul vesikel di puncak hidung yang di kenal sebagai tanda Hutchinson)
kemungkinan besar terjadi kelainan mata. Walaupun jarang dapat terjadi keterlibatan organ
dalam.
Diagnosis
A. Anamnesis :
Melakukan anamnesa yang teliti tentang keadaan penderita seperti adanya riwayat
seksual, penularan vertical ibu ke anak, riwayat adanya pemakaian obat ARV, tanda-
tanda konstitusi dan infeksi seperti infeksi akut, sindrom, diare, batuk, penurunan berat
badan, dan riwayat pemakaian obat kemoterapi steroid jangka panjang penyakit.
B. Pemeriksaan fisik :
Adanya predileksi di semua tempat terutama yang paling sering pada region thorax dan
lumbal. Adanya efloresensi vesikel yang berkelompok di daerah kulit eritema dan
bersifat unilateral.
C. Pemeriksaan Penunjang
Tes Tzanck Smear adanya perubahan sitologi sel epitel dimana terlihat multinuclear
giant cell. Identifikasi antigen atau asam nukleat VZV dengan metode PCR.
Komplikasi
A. Komplikasi kutaneus
B. Komplikasi neurologis
C. Komplikasi mata : dapat terjadi keratitis, episclaritis, iritis, papilitis, dan kerusakan saraf
(10-20% penderita)
D. Komplikasi THT
Pencegahan
1. Pemberian vaksinasi dengan pemberian vaksin VZV hidup yang dilemahkan
2. Varisela Zoster immune globin (VZIG) untuk pasien yang beresiko penyakit parah dan
komplikasi, seperti neonates dan pasien yang imunokompremais dan ibu hamil.
Tata Laksana
A. Farmakologi
1. Antivirus
2. Kortikosteroid
Herpes zoster dengan nyeri ringan hingga sedang seringkali dapat diatasi dengan
analgesik non narkotik atau antipiretik seperti paracetamol dan golongan NSAID
(nonsteroidal anti-inflammatory drugs), pengobatan juga dapat dikombinasikan dengan
tramadol. Pada nyeri derajat sedang atau berat, diperlukan pemberian opioid terjadwal
menggunakan oxycodone atau morfin. Apabila nyeri tidak teratasi, dapat digunakan
nortriptilin, pregabalin, atau gabapentin. Namun, peran ketiga obat ini dalam
menurunkan intensitas nyeri akut herpes zoster masih belum didukung bukti ilmiah yang
banyak.Untuk antipiretik sendiri dalam menurunkan panas atau demam bisa digunakan
paracetamol, tromadol, ataupun ibuprofen.
Antibiotik yang bisa digunakan untuk mengobati infeksi serius yang disebabkan
oleh bakteri.Dalam kasus ini, diberikan secara topikal. Umumnya digunakan sebagai
pendukung pemulihan infeksi mata dengan kadar dosis 1% tiga hingga empat kali
sehari.
B. Non-Farmakologi
Patofisiologi
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh virus varisella zoster (virus
DNA). Setelah seseorang terkena infeksi primer dari virus varisella zoster atau setelah
seseorang terkena penyakit cacar air. Virus varisella zoster akan menetap dalam kondisi
dorman pada ganglion posterior susunan saraf tepi dan ganglion kranialis orang tersebut.
Apabila sistem imun orang tersebut rendah atau menurun misalnya karena pertambahan
usia pada pasien usia lanjut atau karena penyakit imunosupresif contohnya penyakit
AIDS, penyakit leukimia, dan penyakit limfoma maka virus varisella zoster tersebut
dapat aktif kembali dan menyebar melalui saraf tepi ke kulit sehingga menimbulkan
penyakit herpes zoster.
Herpes Simpleks
I. Definisi
Infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (virus herpes hominis) tipe I
atau II yang ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan
eritematosa pada daerah dekat mukokutan, sedangkan infeksi dapat berlangsung baik primer
maupun rekurans
II. Etiologi
✢ VHS tipe I dan II merupakan virus herpes hominis yang merupakan virus DNA
berukuran 150-200 nm
✢ Pembagian tipe I dan II berdasarkan karakteristik pertumbuhan pada media kultur,
antigenic marker, dan lokasi klinis.
III. Epidemiologi
✢ Penyakit ini tersebar kosmopolit dan tidak ada kekhususan untuk pria maupun wanita.
✢ Infeksi primer oleh VHS I biasa menyerang anak-anak
✢ Sedangkan VHS II terjadi pada dekade II atau III, dan berhubungan dengan peningkatan
aktivitas seksual.
1. Infeksi Primer
✢ Tempat predileksi VHS I daerah pinggang ke atas terutama mulut dan
hidung, biasa terjadi pada anak-anak. Inokulasi dapat terjadi secara kebetulan,
misalnya kontak kulit pada perawat, dokter, atau pada orang yang sering
menggigit jari (herpetic whit-low)
✢ Infeksi primer VHS II daerah pinggang ke bawah, terutama daerah genital.
Tapi daerah predileksi ini sering kacau karena adanya cara hubungan seksual
oro-genital.
✢ Infeksi primer lebih lama dan lebih berat, kira-kira 3 minggu dan sering
disertai gejala sistemik misalnya demam, malese, anoreksia, dan dapat
ditemukan pembengkakan kelenjar getah bening regional.
✢ Terjadi pembentukan vesikel berkelompok dan eritem di tempat sembab
seropurulen krusta ulserasi sembuh tanpa sikatriks.
✢ Pada orang yang kekurangan antibodi virus herpes simpleks biasanya disertai
infeksi sekunder. Pada wanita ada laporan yang mengatakan bahwa 80%
infeksi VHS pada genitalia eksterna disertai infeksi pada serviks.
2. Fase Laten
✢ Fase ini berarti pada penderita tidak diemukan gejala klinis, tetapi VHS dapat
ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis
3. Infeksi Rekurens
✢ VHS pada ganglion dorsalis dalam keadaan tidak aktif menjadi aktif dengan
mekanisme pacu. Mekanisme pacu dapat berupa trauma fisik (demam, infeksi,
kurang tidur) maupun trauma psikis (gangguan emosional, menstruasi) atau
juga karena makanan/minuman yang merangsang.
✢ Gejala klinis yang timbul lebih ringan daripada infeksi primer dan berlangsung
7-10 hari. Sering disertai gejala prodromal lokal sebelum timbul vesikel seperti
panas, gatal, dan nyeri.
✢ Infeksi recurens dapat timbul di tempat yang sama (loco) atau tempat
lain/tempat sekitarnya (non-loco)
V. Patofisiologis
VHS Tipe I VHS Tipe II
↓ ↓
Kontak Langsung Hubungan Seksual
↓
Infeksi Primer
↓ ↓
Reaksi Inflamasi Menyebar melalui akson
↓ ↓
Mediator Kimiawi Dorman di ganglion dorsalis
↓ ↓
↓ ↓ ↓ Fase Latent
Histamin Prostaglandin Leukotrin ↓
↓ ↓ ↓ Mekanisme pemicu
Vasodilatasi Nyeri Permeabilitas Vaskular ↑ (gangguan fisik atau psikis)
↓ ↓ ↓
Aliran darah↑ Ekstravasasi Reaktivasi VHS
↓ ↓ ↓ ↓
Eritema Kalor Edema Infeksi rekurens
↓ ↓
Rasa Panas Vesikel
↓
Krusta
↓
Ulserasi dangkal
↓
Sembuh tanpa sikatriks
VARISELA
1. Definisi
Varisela merupakan infeksi akut yang disebabkan oleh varicella-zoster virus
(VZV) yang menyerang kulit dan mukosa, manifestasi klinis yang didahului gejala
konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh.
2. Predileksi
Ruam biasanya dimulai dari muka dan kulit kepala, lalu menyebar dengan cepat
ke bagian torso (batang tubuh) dan ekstremitas.
3. Epidemiologi
Varisela tersebar kosmpolit, 90% menyerang anak-anak, 2% menyerang orang
dewasa, dan sisanya menyerang kelompok tertentu. Di daerah Eropa dan Amerika
Selatan yang belum mengalami vaksinasi, lebih dari 90% anak-anak di bawah 10 tahun
menderita varisela dan kurang dari 5% yang menderita varisela adalah anak-anak yang
berumur di atas 15 tahun.
Di negara tropis dan subtropis, angka penderita varisela tinggi dan yang lebih
rentan terserang adalah orang-orang dewasa. Sedangkan di negara-negara yang beriklim
sedang, penderita varisela lebih sedikit.
Varisela penularannya sangat tinggi. Telah dilaporkan bahwa 87% dari saudara
kandung yang tinggal serumah terserang, begitu juga 70% pasien di rumah sakit tertular
penyakit varisela.
4. Etiopatogenesis
Penyebab varisela adalah varicella-zoster virus (VZV) yang merupakan anggota
famili herpes virus, berbentuk bulat, berdiameter 150-200 nm, DNA terletak di antara
nukleokapsid, dan dikelilingi oleh selaput membrane luar dengan sedikitnya terdapat
tiga tonjolan glikoprotein mayor. Glikoprotein ini yang merupakan target imunitas
humoral dan seluler.
VZV masuk ke dalam tubuh melalui mukosa saluran pernapasan atas dan
orofaring. Virus bermultiplikasi di pintu masuk (port d’entry) lalu menyebar melalui
pembuluh darah dan limfe, mengakibatkan viremia primer.
Sel T yang terinfeksi akan membawa virus ke sistem retikuloendotelial yang
merupakan tempat utama replikasi virus selama sisa masa inkubasi dan ke kulit yang
merupakan tempat di mana sistem imun bawaan (innate immune system) menunda
replikasi VZV dan pembentukan ruam. Infeksi saat inkubasi sebagian mengandung
pertahanan imun bawaan (interferon, NK Cells, dll.) dan mengembangkan respon imun
spesifik terhadap VZV. Pada kebanyakan individu, replikasi virus lama kelamaan akan
memberatkan pertahanan imun spesifik terhadap VZV sehingga sekitar 2 minggu setelah
infeksi, viremia sekunder timbul serta gejala dan lesi yang terkait terjadi. Lesi kulit yang
terjadi muncul seperti successive crops (berturut-turut) mencermikan siklus viremia
yang pada inang normal dibatasi atau dihentikan setelah 3 hari oleh respon imun VZV
spesifik. Virus beredar di leukosit mononuklear, teruatama di limfosit. Selain itu,
bahkan pada penyakit varisela yang tidak rumit, viremia sekunder mengakibatkan
infeksi subklinis banyak organ selain kuilt.
Respon imun inang yang efektif menghentikan viremia dan membatasi
perkembangan lesi varisela di kulit dan organ lain. Kekebalan tubuh terhadap VZV
melindungi diri dari varisela. Orang dengan antibody serum yang terdeteksi akibat
infeksi VZV tipe liar biasanya tidak menjadi sakit setelah paparan eksogen. Imunitas
yang dimediasi sel terhadap VZV juga berkembang selama varisela, bertahan selama
bertahun-tahun dan melindungi diri dari infeksi yang parah.
5. Gejala Klinis
Gejala klinis dimulai dengan gejala prodromal, yakni demam yang tidak terlalu
tinggi, malese dan nyeri kepala. Pada anak-anak yang sangat muda, gejala prodromal
termasuk jarang. Gejala prodromal lebih sering terjadi pada orang dewasa dan anak-
anak yang berumur 9 tahun ke atas. Setelah itu disusul dengan timbulnya erupsi kulit
berupa papul eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel.
Ciri yang mencolok dari lesi varisela adalah perkembangannya yang cepat, lebih dari 12
jam dari makula menjadi papula, vesikula, pustula, dan krusta. Vesikel dari verisela
biasanya berdiameter 2-3 mm.
Vesikula yang baru terbentuk berdinding tipis dan dikelilingi oleh area eritema
yang tidak teratur yang membuat vesikel seperti tetesan embun. Cairan vesikuler segera
menjadi keruh dengan masuknya sel-sel inflamasi yang mengubah vesikel menjadi
pustula. Kemudian dimulai dari tengah lesi mengering dan menjadi umbilicated dan
kemudian menjadi krusta. Krusta jatuh secara spontan dalam 1-3 minggu, meninggalkan
depresi merah muda dangkal yang secara bertahap menghilang. Jaringan parut jarang
terjadi kecuali lesi trauma dengan pasien atau superinfeksi dengan bakteri. Lesi
penyembuhan dapat meninggalkan tempat hipopigmentasi yang bertahan selama
berminggu-minggu hingga berbulan-bulan.
Vesikel juga berkembang di selaput lender mulut, hidung, faring, laring, trakea,
salurang pencernaan, saluran kemih, dan vagina. Jika terdapat infeksi sekunder terdapat
pembesaran kelenjar getah bening regional. Penyakit ini biasanya disertai rasa gatal.
Komplikasi pada anak-anak umumnya jarang timbul dan lebih sering pada orang
dewasa berupa ensefailitis, keratitis, konjungtivitis, otitis, arteritis dan kelainan darah.
6. Pemeriksaan Penunjang
Dapat dilakukan percobaan Tzanck dengan cara membuat sediaan hapus yang
diwarnai dengan Giemsa. Bahan diambil dari kerokand asar vesikel dan akan didapati
sel datia berinti banyak. Namun, hasil ini tidak spesifik untuk varisela. Selain itu, dapat
juga dilakukan pemeriksaan vesikel dengan PCR guna membuktikan DNA VZV.
7. Diagnosis Banding
Varisela biasanya dapat didiagnosis berdasarkan penampilan dan evolusi
ruamnya, terutama ketika ada riwayat pajanan 2-3 minggu sebelumnya. Herpes zoster
sering disalahartikan sebagai varisela ketika ada penyebaran luas VZV dari area kecil
herpes zoster yang tidak nyeri atau dari ganglion sensoris yang terkena dampak tanpa
adanya erupsi dematomal yang jelas. Diagnosis banding yang tersisa dari ruam varisela
tercantum dalam kotak di bawah ini. Karakter, distribusi, dan evolusi lesi, Bersama
dengan riwayat epidemiologi yang cermat, biasanya membedakan penyakit ini dari
varisela. Ketika ada keraguan, maka clinical impression harus menerima konfirmasi dari
laboratorium.
8. Tata Laksana
Pengobatan bersifat simtomatik dengan antipiretik dan analgesic, untuk
mengjilangkan rasa gatal dapat diberikan sedatif, atau antihistamin yang mempunyai
efek sedative. Antipiretik antara lain parasetamol, hindari salsilat atau aspirin karena
dapat menimbulkan sindrom Reye.
Terapi local ditujukan mencegah agar vesikel tidak pecah terlalu dini, karena itu
diberikan bedak yang ditambah denganzat anti gatal. Jika timbul infeksi sekunder dapat
diberikan antibiotic oral atau salap. Dapat pula diberikan obat-obat antivirus.
Indikasi pemberian antivirus adalah bila sebelumnya telah ada anggota keluarga
serumah yang menderita varisela atau pada pasien imunokompremais. Pemberian dosis
adalah sebagai berikut:
KASUS 2
Tinea Versikolor
Disusun oleh Kelompok Tutorial A3:
Kasus – Ny.S
Tutorial 2 Part 1
Seorang ibu buruh cuci, Ny.S 30 Tahun, datang ke Puskesmas Limo, Cinere dengan keluhan
gatal di punggung sejak satu bulan. Keluhan semakin bertambah terutama jika berkeringat. Ia
melihat melalui cermin di punggungnya ada bercak putih kemerahan yang jumlahnya cukup
banya. Pasien mempunyai kebiasaan berganti pakaian sekali sehari dan menggunakan handuk
bersama anggota keluarga lainnya.Pasien belum pernah ke dokter.Ada anggota keluarga yang
mempunyai keluhan yang sama.Pasien tidak mempunyai riawayat alergi.
B.Status Dermatologis
Pemeriksaan Penunjang
Hb : 12g/dl
Ht : 45%
Leukosit : 6000/micro l
Diff Count / Hitung Jenis Lukosit : 0/3/4/59/28/6
C.Pemeriksaan KOH :
Pemeriksaan mikroskopik preparat KOH 10% dari kerokan kulit lesi : tampak kelompok
kelompok hifa pendek tebal 3-8 micro, dikelilingi spora berkelompok berukuran 1-2 micro
( spaghetti and meatballs )
Jamur adalah mikroorganisme yang termasuk golongan eukariotik dan tidak termasuk
golongan tumbuhan, bisa berbentuk sel atau benang bercabang dan berdinding sel yang
sebagian besar terdiri dari kitin dan glukan, sebagian kecil selulosan atau kitosan, mempunyai 1
protoplasma yang mengandung satu atau lebih inti, tidak berkrolofil, berkembang biak secara
aseksual, seksual atau keduanya.
Ilmu yang mempelejari jamur disebut mikologi. Mikologi kedokteran adalah ilmu yang
mempelajari tentang jamur serta penyakit yang ditimbulkannya. Penyakit yang disebabkan oleh
jamur disebut mikosis. Mikosis yang mengenai permukaan badan yaitu kulit, rambut, kuku,
disebut mikosis superfisialis.
B. Sifat Umum
Tidak dapat membuat makanannya sendiri dan makanan diambil dari mahluk lain
(tumbuhan, hewan, serangga dll ) berupa zat organik sebagai Sumber energi è Jamur
bersifat HETEROTROF
Jamur memiliki enzim hidrolase yang dapat memecah Zat organik menjadi zat
anorganik dan zat tersebut diserap sebagai makanannya
Proses pengambilan zat organik dapat menimbulkan kerusakan pada benda, makanan,
tumbuhan,hewan dan manusia è Jamur bersifat saprofit/saproba,patogen dan oportunis.
Jamur akan tumbuh dengan cepat pada tempat yang terdapat sumber karbohidrat dan
nitrogen
1. Sumber karbohidrat
5. Suhu
C. Morfologi Jamur
Kapang, yg terdiri atas sel-sel memanjang dan bercabang yang di sebut hifa, hifa ada
yang bersekat dan tidak bersekat. Bila khamir membentuk tunas yang memanjang dan
membentuk tunas lagi di ujungnya secara terus menerus maka akan terbentuk hifa semu.
Hifa dapat bersifat vegetatif mengambil makanan untuk pertumbuhan/reproduktif
(membentuk spora), atau udara. Anyaman hifa disebut miselium
Spora dapat dibentuk scr seksual/aseksual . Spora
aseksual disebut talospora, yaitu spora yang langsung
dibentuk dr hifa reproduktif:
Spora seksual :
Contoh: Basidiobolus
3. Askospora : spora
yang dibentuk didalam
4. Basidospora: spora yang dibentuk pada basidium sebagai hasil fusi 2 jenis hifa
Contoh: Jamur tingkat tinggi: Jamur merang, jamur kuping, kancing dll.
Berdasarkan sifat koloni, hifa dan spora yang dibentuk kapang atau khamir, jamur dibagi
beberapa kelas:
1. Actinomycetes
2. Myxomicetes
3. Chytriomycetes
4. Zygomycetes
5. Ascmycetes
6. Basidiomycetes
7. Fungi imperfecti
D. Dermatomikosis
Kelainan kulit akibat jamur atau dermatomikosis digolongkan menjadi 2 kelompok yakni
Mikosis superfisial adalah infeksi jamur yang mengenai jaringan mati pada kulit, kuku,
dan rambut, tidak terjadi inflamasi/bisa inflamasi ringan. Contohnya pada PV.
Mikosis subkutan adalah kelainan akibat jamur yang melibatkan jaringan di bawah kulit.
-Kesimpulan Case 2 basic science : Jadi Malassezia spp. Ini adalah flora normal di kulit
yang bersifat saprofit (atau komensal artinnya berdiam diri tetapi tidak bersifat patogen). Ini
adalah jamur yang bersifat dimorfik (hidup di dua fase), kondisi komensal nya adalah ketika
jamur di fase khamir (ragi) lalu membentuk miselia (oportunis a.k.a patogen) kapan dia
berhasil menyerang dan jadi patogen? Ketika tubuh kita itu ada di kondisi
imunokompremais dan faktor predisposisi yang mendukung (sesuai di kasus). Malassezia
spp. Akan lebih mampu memperbanyak diri dan berkembang dari fase yang komensal (ragi)
ke fase oportunis (miselia) karena faktor-faktor tersebut lalu akan menimbulkan manifestasi
klinis berupa lesi ataupun keluhan gatal karena antigen telah menimbulkan respon imun
pada tubuh.
CLINICAL SCIENCE
Tinea versikolor
A. Definisi
Tinea versiokolor adalah infeksi jamur superfisial yang ditandai dengan adanya makula
pada kulit, skuama halus, dan disertai rasa gatal. (Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2,
2002, EGC)
B. Etiologi
Tinea Versikolor disebabkan oleh organisme normal pada kulit berupa jamur
lipofilik yang dahulu disebut sebagai Pityrosporum orbiculare dan Pityrosporum ovale,
tetapi saat ini telah diklasifikasikan dalam satu genus Malassezia. Awalnya dianggap
hanya satu spesies, yakni M. furfur, namun analisis genetik menunjukkan berbagai
spesies yang berbeda dan dengan teknik molekular saat ini telah diketahui 14 spesies
yaitu M. furfur, M. sympoidalis, M. globosa, M. obtusa, M. restricta, M. slooffiae, M.
dermatis, M. japonica, M. yamotoensis, M. caprae, M. nana, M. equine, M cuniculi, dan
M. pachydermatis.
Malassezia spp. merupakan ragi saprofitik, dimorfik yang hidup komensal pada
kulit terutama di daerah badan, kepala, dan leher yang cenderung banyak mengandung
lemak. Beberapa studi, menunjukkan spesies utama yang berhubungan dengan PV
adalah M. furfur, M. sympoidalis, dan M. globosa dengan perbedaan urutan spesies
predominan, yang tampaknya dipengaruhi lokasi geografis dan metode isolasi. Studi di
Indonesia melaporkan identifikasi dan isolasi Malassezia spp. dari PV di negara tropis
dengan M. furfur sebagai spesies terbanyak, diikuti dengan M. sympoidalis, dan M.
globosa dan tidak terdapat predisposisi usia, jenis kelamin, maupun lokasi anatomi lesi
untuk spesies tertentu.
PV terjadi karena bentuk ragi yang saprofit pada kulit berkembang menjadi
bentuk miselium parasitik dan menimbulkan gejala klinis. Faktor - faktor yang
mempengaruhi proses tersebut antara lain lingkungan, kadar CO2 yang meningkat pada
kondisi oklusif, sebum pada dewasa muda, hiperhidrosis, penggunaan kortikosteroid
sistemik, penyakit Cushing, kondisi imunosupresif, dan malnutrisi.
C. Predisposisi
Prevalensi PV di seluruh dunia mencapai 50% pada daerah panas, lembab dan hanya
1,1% pada daerah beriklim dingin dan merupakan dermatomikosis terbanyak kedua di antara
dermatofitosis lain di Indonesia. 2,3 Lingkungan yang hangat dan lembab diperkirakan menjadi
salah satu faktor pencetus. Indonesia terletak pada garis ekuator dengan temperatur
sepanjang tahun sekitar 30°C dan kelembaban 70%. PV lebih banyak dijumpai pada kelompok
usia dewasa muda baik laki-laki maupun perempuan. Pada laki-laki terbanyak dijumpai pada
usia 21-25 tahun, sedangkan pada perempuan terbanyak dijumpai pada usia 26-30 tahun. Di
daerah tropis, laki-laki cenderung lebih banyak menderita PV dibandingkan dengan
perempuan, yang dikaitkan dengan jenis pekerjaan.
E. Gejala Klinis
o Makula di daerah punggung, leher, intertriginosa, pubis, wajah
o Makula hiperpigmentasi (ragi menginduksi pelebaran melanosom pada melanosit
basal)
o Makula hipopigmentasi (fungsi melanosit terganggu oleh asam azelaic yang diproduksi
oleh jamur
o Batas jelas (diskret)
o Bentuk lesi tidak teratur perlahan-lahan menjadi teratur
o Gatal ringan
F. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang
Gambaran klinis PV umumnya berupa makula atau patch warna putih, merah atau
kecoklatan yang tidak gatal, terkadang rasa gatal terutama saat berkeringat. Penggunaan
terminologi versikolor sangat sesuai untuk penyakit ini karena warna skuama bervariasi dari
putih kekuningan, kemerahan, hingga coklat. Pigmentasi lesi yang muncul bervariasi
bergantung dari warna pigmen normal pasien, paparan sinar matahari, dan derajat keparahan
penyakit.
Pada orang kulit putih, lesi berwarna lebih gelap dibandingkan dengan kulit normal tetapi
tidak menjadi tan pada pajanan matahari; sementara pada orang-orang berkulit gelap, lesi
cenderung lebih putih atau hipopigmentasi. Pada lesi awal biasanya akan muncul area
hipopigmentasi sedangkan pada lesi yang lebih lama akan muncul area hiperpigmentasi, kedua
hal ini dapat muncul pada satu pasien. Lesi awal berupa makula atau patch berbatas tegas,
tertutup skuama halus yang terkadang tidak tampak jelas.
Untuk menunjukkan adanya skuama pada lesi yang kering dapat digores dengan ujung
kuku sehingga batas lesi akan tampak lebih jelas (finger nail sign) atau dengan menggunakan
kaca objek, scalpel, atau ujung kuku (coup d’ongle of Besnier).
Pada penyakit yang telah lanjut lesi akan menjadi bercak luas, berkonfluens atau tersebar.
Bentuk lesi bervariasi dan dapat ditemukan lesi seperti bentuk papuler ataupun perifolikuler.
Pemeriksaan ini memperlihatkan kelompokan sel ragi bulat berdinding tebal dengan
miselium kasar dan sering terputus-putus(meatball and spaghetti)
Langkah pertama yaitu membersihkan kulit dengan kapas alkohol 70%, kemudian lesi
dikerok dengan scalpel dan diapuskan ke preparat. Setelah itu diberi pewarna tinta Parker
biru hitam 1-2 tetes. Dipanaskan sebentar lalu ditutup dengan object glass dan diamati di
mikroskop.
Dari hasil pengamatan ditemukan hifa pendek, bercabang, terpotong-potong, lurus
atau bengok, dengan spora berkelompok.
Lampu Wood menghasilkan sinar ultraviolet 360nm yang dapat digunakan untuk
mengamati efloresensi penyakit kulit dan rambut. Dengan lampu ini, pigmen fluoresen dan
perbedaan pigmentasi melanin dapat divisualisasikan
Cara Menggunakan:
1. Kulit yang mengalami lesi harus dibersihkan dahulu sebersih mungkin
2. Jarak lampu Wood dengan lesi 10-15 cm
3. Amati eflorsesensi pada lesi
4. Hasil pengamatan pada Tinea versikolor adalah kuning keemasan
G. Diagnosis Banding
o Ptiriasis rosea
o Ptiriasis alba
o Eritrasma
o Dermatitis seboroik
o Sifilis stadium II
o Vitiligo
o Psoriasis vulgaris
(Madani A, 2000)
H. Tatalaksana
o Farmakologi
-Topikal
Bentuk Makular:
- Topikal lain:
- Sistemik
Ketokonazol 200 mg/hari, 7-10 hari atau dosis tunggal 400 mg
Itrakonazol 200 mg/hari, 5-7 hari (untuk yang tidak responsif thd obat
lain)
Anti histamin Cetirizine 4 mg untuk menghilagi rasa gatal
o Non-Farmakologi
Mengedukasi pasien pentingnya akan hygienitas seperti mandi 2 kali sehari, mengganti
pakaian yang kotor, basah, lembap, tidak saling bertukar handuk atau baju kotor
Mengobati anggota keluarga lain apabila memiliki infeksi jamur ini juga
Menurunkan BB bagi pasien obesitas
Kontrol setelah 1 minggu pengobatan
PATOFISIOLOGI
PV disebabkan oleh organisme normal pada kulit berupa jamur lipofilik yang dahulu
disebut sebagai Pityrosporum orbiculare dan Pityrosporum ovale, tetapi saat ini telah
diklasifikasikan dalam satu genus Malassezia. Awalnya dianggap hanya satu spesies, yakni M.
furfur, namun analisis genetik menunjukkan berbagai spesies yang berbeda dan dengan teknik
molekular saat ini telah diketahui 14 spesies yaitu M. furfur, M. sympoidalis, M. globosa, M.
obtusa, M. restricta, M. slooffiae, M. dermatis, M. japonica, M. yamotoensis, M. caprae, M.
nana, M. equine, M cuniculi, dan M. pachydermatis.1,5 Malassezia spp. merupakan ragi
saprofitik, dimorfik yang hidup komensal pada kulit terutama di daerah badan, kepala, dan leher
yang cenderung banyak mengandung lemak. Beberapa studi, menunjukkan spesies utama yang
berhubungan dengan PV adalah M. furfur, M. sympoidalis, dan M. globosa dengan perbedaan
urutan spesies predominan, yang tampaknya dipengaruhi lokasi geografis dan metode isolasi. 3
Studi di Indonesia melaporkan identifikasi dan isolasi Malassezia spp. dari PV di negara tropis
dengan M. furfur sebagai spesies terbanyak, diikuti dengan M. sympoidalis, dan M. globosa dan
tidak terdapat predisposisi usia, jenis kelamin, maupun lokasi anatomi lesi untuk spesies
tertentu.
PV terjadi karena bentuk ragi yang saprofit pada kulit berkembang menjadi bentuk
miselium parasitik dan menimbulkan gejala klinis. Faktor - faktor yang mempengaruhi proses
tersebut antara lain lingkungan, kadar CO2 yang meningkat pada kondisi oklusif, sebum pada
dewasa muda, hiperhidrosis, penggunaan kortikosteroid sistemik, penyakit Cushing, kondisi
imunosupresif, dan malnutrisi.1,2 Kehamilan serta penggunaan kontrasepsi oral juga dianggap
memudahkan terjadinya PV. Faktor genetik yang poligenik mungkin berpengaruh terhadap
kerentanan terhadap PV, dan hal tersebut cenderung mempengaruhi awitan yang lebih muda
pada pasien laki-laki, dan tingkat rekurensi yang tinggi pada pengobatan, serta durasi penyakit
yang lebih lama. 3 Sejauh ini belum diketahui gen yang berperan pada kerentanan terhadap PV.
Meskipun penyebab dianggap berasal dari organisme yang normal di kulit, diduga ada
kemungkinan transmisi dari individu lain. 1 Belum ada penjelasan mengenai gatal yang muncul
pada lesi, akan tetapi terdapat hipotesis bahwa lingkungan yang lembab dan basah
meningkatkan virulensi jamur sehingga muncul rasa gatal segera setelah paparan sinar matahari,
berkeringat, maupun mandi.6 Crowson dan Magro, menjelaskan bahwa pada varian PV bentuk
atrofi tidak dijumpai infiltrat eosinofil di dermis sehingga dapat ditafsirkan bahwa proses
imunitas lebih didominasi oleh limfosit Th-1 dan ditandai oleh aktivasi histiosit dan
peningkatan peran sitokin interferon-γ (IFN-γ). Aktivasi histiosit juga akan meningkatkan
produksi elastase sehingga mungkin dapat menjelaskan terjadinya elastolisis pada kasus PV
yang disertai atrofi lesi. Faktor lain pada respon imun yang diperantai oleh Th-1 adalah
peningkatan produksi TNF-α yang akan mengakibatkan apoptosis keratinosit dan rete ridge
epidermis menjadi datar. Malassezia juga mempengaruhi produksi sitokin proinflamasi oleh sel
mononuklear. Pada populasi Malassezia yang rendah, produksi IL-1β dan TNF-α cenderung
terpacu, sementara jika populasi tinggi produksi sitokin tersebut akan terhambat. TNF-α akan
menekan melanogenesis melalui hambatan jalur NF-kB dengan menekan aktivitas promoter
tirosinase. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa pada kasus PV dengan lesi hipopigmentasi
umumnya organisme hanya dijumpai di bagian superfisial stratum korneum.
Jamur ini mampu menghalangi sinar matahari dan mengganggu proses penggelapan
kulit. Lesi hipopigmentasi yang terjadi diduga adanya peran asam azeleat, suatu asam
dikarboksilat metabolit Malassezia spp. yang bersifat menghambat tirosinase dalam alur
produksi melanin. Ukuran melanosom yang lebih kecil dan hanya sedikit termelanisasi
diproduksi, tetapi tidak ditransfer ke keratinosit dengan baik, hal ini terjadi pada orang dengan
kulit lebih gelap. 11 Hipopigmentasi akan menetap beberapa bulan bahkan tahun dan menjadi
lebih jelas pada musim panas dikarenakan kulit normal sekitar menjadi lebih gelap karena
paparan sinar matahari. Selain itu Malassezia spp. menghasilkan sejumlah senyawa indol,
metabolit tryptophan-dependent yang diduga mengakibatkan hipopigmentasi tanpa gejala
inflamasi yang merupakan gambaran klinis PV pada umumnya. Senyawa indol tersebut ada
yang mempengaruhi melanogenesis dan ada yang mampu menyebabkan downregulation proses
inflamasi, antara lain.
Ø Pitriacitrin yang mengabsorbsi sinar UV, sehingga berperan sebagai tabir surya. Penemuan
dominasi M. furfur pada daerah tropis dapat dijelaskan oleh adanya pityriacitrin, sebuah
senyawa indol yang diproduksi oleh M. furfur. Pityriacitrin memiliki kemampuan untuk
melindungi jamur terhadap paparan ultraviolet, sehingga menyebabkan M. furfur lebih resisten
terhadap sinar matahari.4
Ø Indirubin dan indolo[3,2-b] carbazole, yang menghambat maturasi sel dendritik dan
kemampuannya mempresentasikan antigen.
Mayser et al., menyatakan bahwa M. furfur menunjukkan sejumlah besar produksi pigmen
indol dan fluorochromes saat ditumbuhkan dengan tryptophan (Trp) sebagai sumber nitrogen,
yang dapat menjelaskan berbagai gejala klinis dari PV.9 Pada tanaman patogen Ustilayo
maydis, yang mewakili filogenetik dari Malassezia spp. akhir-akhir ini menunjukkan jalur
biosintetik dari produksi pigmen Trp adalah berdasarkan aktivitas suatu enzim yaitu
transaminase 1 (TAM 1).7,12 Trp aminotransferase mengubah Trp menjadi indolepyruvate (IP).
Lebih jauh lagi ditemukan bahwa pigmen indol dapat berkembang secara spontan dari IP dan
Trp tanpa melalui kerja enzim tambahan. Sintesis dari produksi pigmen dari Trp dikatalisa dari
biosintetik tunggal yaitu aktivitas TAM 1.Hal ini menunjukkan bawa penggunaan spontan dari
metabolit produk mampu mengkonstitusi salah satu jalur penting dalam patofisiologi PV.8 Pada
lesi hiperpigmentasi tampak peningkatan ukuran melanosom serta penebalan stratum
korneum.13 Diduga faktor inflamasi sebagai stimulus melanositosis serta organisme penyebab
dalam jumlah besar turut berperan pada terjadinya hiperpigmentasi.1,14 Pada studi in vitro
terdapat indikasi bahwa Malassezia spp. dapat memproduksi pigmen serupa melanin, tetapi
secara in vivo pada lesi hiperpigmentasi hal ini belum terbukti. 14 2.1.3.2 Proses Repigmentasi
Beberapa penelitian menunjukkan peran dari metabolit Malassezia yang memiliki efek toksik
pada melanosit, yaitu asam dikarboksilat dan lipoperoksidase.15 Pada pemeriksaan
ultrastruktural ditemukan pula kerusakan berat dari melanosit, bervariasi mulai melanosom
hingga gangguan degenerasi mitokondria. Salah satu asam dikarboksilat yang diproduksi M.
furfur adalah asam azeleat yang mungkin menyebabkan efek sitotoksik. Kerusakan dari
melanosit ini mungkin dapat menjelaskan mengapa repigmentasi membutuhkan waktu yang
lama dari bulan hingga tahun. Penelitian lain menunjukkan fakta bahwa skuama dari PV
menghambat repigmentasi. Area sekitar PV setelah terapi akan tetap hipopigmentasi untuk
periode waktu tertentu.
FARMAKOLOGI
1. ANTIJAMUR
Infeksi Jamur dapat berupa istemik dan topikal (dermatofit dan mukokutan). Beberapa
antijamur (Imidazol, triazol, dan antibiotik polien) bisa untuk kedua infeksi tsb. Ada juga infeksi
jamur topikal yang diobati dg sistemik maupun topikal.
1.1 Amfoterisin B
Amfoterisin A dan B merupakan hasil fermentasi Streptomyces nodosus. Amfoterisin A
tidak digunakan untuk kepentingan klinis. Sifat kimianya yaitu : tidak larut air, polien
amfoterik (polien : mempunyai banyak ikatan rangkap), amfifatik, tidak tahan suhu diatas
37ºC, dan merupakan basa amfoter lemah.
Amfoterisin B kurang diserap di saluran cerna sehingga pemberian oral hanya efektif
untuk jamur di lumen saluran dan tidak bisa untuk sistemik, sehingga untuk efek sistemik
harus diberikan secara intravena (agar larut air dibuat dengan suspensi koloid amfoterisin B
dan natrium desoksikola).
Sifat antijamur amfoterisin B adalah selektif (memanfaatkan perbedaan komposisi
lemak membran sel jamur dan manusia). Sterol membran sel jamur adalah ergosterol,
sedangkan manusia adalah kolesterol. Cara kerjanya adalah dengan membentuk pori
amfifatik diantara ergosterol, dimana bagian dalam pori bersifat hidrofilik dan bagian luar
bersifat lipofilik. Hal ini menyebabkan bocornya ion dan berakhir dengan kematian sel.
Aktivitas antijamur amfoterisin B dan obat-obatan lain dapat dijelaskan oleh gambar
berikut :
Obat ini sebagian berikatan dengan sterol membran sel manusia sehingga dapat
bersifat toksik. Resistensi amfoterisin B dapat terjadi jika pengikatan ke ergosterol
terganggu. Merupakan antijamur berspektrum luas. Biasanya digunakan sebagai
terapi awal untuk infeksi jamur, lalu diganti dengan salah satu dari golongan Azol
utk terapi kronik/mencegah kambuh.
Infus amfoterisin B sering menimbulkan kulit panas, demam, menggigil, kejang
otot, dan nyeri kepala. Reaksi dapat dikurangi dengan memperlambat infus /
mengurangi dosis. Bisa juga dengan pemberian antipiretik, antihistamin, dan
kortikosteroid. Biasanya, dokter memberi dosis uji 1 mg secara intravena untuk
menilai keparahan reaksi.
Aktivitas antijamur obat azol terjadi karena reduksi sintesis ergosterol oleh
inhibisi enzim-enzim sitokrom P450 jamur. Toksisitas selektif karena afinitas
terhadap enzim sitokrom P450 jamur lebih besar daripada manusia. Azol relative non
toksik. Reaksi samping yang terjadi pada umumnya gangguan pencernaan ringan.
1.2.1 Ketokonazole
Ketokonazole merupakan turunan imidazol sintetik dg struktur mirip mikonazol dan
klotrimazol. Dapat digunakan oral dan topikal, bersifat liofilik dan larut dalam air dalam pH
asam.
Penyerapan lewat sal. cerna berkurang pada pH tinggi atau bersama antasida. Dalam
plasma, ketokonazole 84% terikat bersama albumin, 15% terikat eritrosit, dan 1% bebas.
Sebagian besar mengalami metabolisme lintas pertama. Sebagian besar ketokonazole
diekskresikan bersama cairan empedu ke lumen usus, sebagian kecil bersama urine.
Jika diberi bersama obat yang menginduksi enzim mikrosom hati (rifampisin, isoniazid,
fenitoin) dapat menyebabkan kadar ketokanazol menurun. Sebaliknya, ketokanazol dapat
meningkatkan kadar obat yang dimetabolisme enzim CYP 34A sitokrom P450 (siklosporin,
warfarin, midazolam).
Efek toksik ketokonazol lebih ringan daripada amfoterisin B Efek samping paling sering
adalah mual dan muntah. Selain itu dapat terjadi ginekomastia pada pria dan haid tidak teratur
pada 10% wanita. Karena efek penghambatan ketokonazol terhadap biosintesis steroid melalui
inhibisi enzim yang terkait sitokrom P450. Obat ini jangan diberi pada wanita hamil, percobaan
pada tikus dosis 80 mg/kgBB per hari menyebabkan cacat pada jari fetus hewan coba. Dan
hindari juga pemberian pada ibu menyusui karena obat ini diekskresikan melalui ASI.
Sebenarnya dibandingkan itokonazol, ketokonazol kurang selektif untuk P450 jamur, tapi
tetap dipakai karena lebih murah.
Sediaan : tablet 200 mg ; krim 2%, shampoo 2%. Dosis : Dewasa (1x200-400 mg/hari) ;
anak-anak (3,3-6,6 mg/kgBB/hari)
2. CETRIZINE
Cetirizine merupakan salah satu jenis antihistamin (AH 1). Histamin bekerja dengan
menduduki reseptor tertentu yang terdapat pada permukaan membran. Dewasa ini didapatkan
3 jenis reseptor histamin H1, H2, dan H3.
Cetirizine adalah antagonis Reseptor H1 generasi ke 2. Antagonis H1 dibedakan
menjadi obat generasi pertama dan kedua. Keduanya dibedakan oleh efek sedatif yang relative
kuat pada generasi pertama; generasi kedua kurang sedatif, karena distribusinya yang lebih
sedikit di SSP. Berikut merupakan penggolongan antihistamin :
Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diabsorpsi dengan baik. Efeknya
timbul 15-30 menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam. Tempat utama
biotransformasi AH1 adalah hati, ada juga di paru-paru dan ginjal. AH1 diekskresi
melalui urin setelah 24 jam.
Indikasi : AH1 berguna untuk pengobatan simtomatik berbagai penyakit alergi.
Farmakodinamik : Antagonis H1 mengurangi atau menghambat kerja histamin
secara reversibel dan kompetitif mengikat reseptor H1.
Dosis : 10 mg per hari untuk dewasa.
Efek samping yang paling umum adalah sedasi, efek samping lain ialah vertigo,
tinnitus, lelah, insomnia, mulut kering, hipotensi, dan sakit kepala.
DIAGNOSIS BANDING
1. Tinea Kapitis
2. Tinea Barbae
3. Tinea Fasialis
4. Tinea Korporis
5. Tinea Manus
6. Tinea Unguium
7. Tinea Kruris
8. Tinea Pedis
9. Pityriasis Vesikolor
10. Kandidosis Mukokutan Ringan
11. Pedikulosis Kapitis
12. Pedikulosis Pubis
13. Skabies
14. Insect Bites
Tinea Kapitis
Definisi :
Etiologi :
Epidemiologi:
Umumnya anak SD
Penyebaran melalu kontak langsung dengan binatang peliharaan cth. Anjing dan kucing
Gejala:
Efloresensi:
◎ 1. Gray patch ring Worm: papula-papula miliar sekitarmuara rambut, rambut mudah putus,
meninggalkanalopesia yang berwarna coklat.
◎ 2. Black dot ring Worm: infeksi jamur dalam rambut atau di luar rambut , rambut putustepat
pada permukaan kulit, meninggalkan makulacoklat berbintik-hitam, dan warna rambut
sekitarnyamenjadi suram.
◎ 3. Kerion: pada kulit kepala tampak bisul-bisul kecildengan skuamasi akibat radang lokal,
rambut putus danmudah dicabut.
◎ 4. Tinea favosa: bintik-bintik berwarna merah kuning ditutupi oleh krusta yang berbentuk
cawan . Berbau busuk .rambut putus putus dan mudah dicabut.
Pemeriksaan:
◎ Wood: Jika disinari oleh Wood Lamp fluoresensi nya akan berwarna Kehijauan
◎ Pembiakan pada media Agar sabouaroud
◎ Pemeriksaan dengan cairan KOH 10% ditemukan Spora atau Hifa Misselium
Tatalaksana:
◎ Sistemik: Griseofulvin 10-25 mg/ke BB; dewasa 500 mg/hari. Ketokonazol 5-10mg/kg BB;
dewasa 200 mg/hari selama 7-14hari.
◎ Topikal: Mencuci kepala dan rambut dengan shampoo desinfektan antimikotik seperti larutan
asam salisilat, asam benzoat, dan sulfur presipitatum. Obatobat derivat imidazol 1-2% dalam
krim atau larutan dapat menyembuhkan demikian pula ketokonazol krim atau larutan 2%
Tinea Barbae
Definisi :
Bentuk infeksi jamur dermatofita, di daerah dagu jenggot yang menyerang kulit dan folikel rambut
Etiologi :
Epidemiologi:
Gejala:
Biasanya penderita mengeluh gatal dan nyeri di daerah yang terkena penyakit disertai bintik kemerahan
Efloresensi:
Pemeriksaan:
Tatalaksana:
Tinea Fasialis
Definisi :
Etiologi :
Epidemiologi:
Pada anak dan wanita, infeksi terlihat di setiap permukaan wajah termasuk dagu dan bibir bagian atas
Penyebaran melalu kontak langsung dengan binatang atau kontak langsung dgn keluarga yg kena
penyakit nya juga
Gejala:
Biasanya penderita mengeluh gatal dan rasa seperti terbakar dan diperparah jika terpapar sinar matahari
Efloresensi
Pemeriksaan:
◎ Wood: Jika disinari oleh Wood Lamp fluoresensi nya akan berwarna Kehijauan pucat
◎ Pembiakan pada media Agar sabouaroud
◎ Pemeriksaan dengan cairan KOH 20% ditemukan Spora atau Hifa Misselium
Tatalaksana:
Definisi
Tinea kruris adalah mikosis superfisial atau disebut juga Eczema marginatum, Dobie itch,
Jockey itch, Ringworm of the groin. yang termasuk golongan dermatofitosis pada lipat paha,
daerah perineum, dan sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat
merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup .
Epidemiologi
Di indonesia, dermatofitosis merupakan 52% dari seluruh dermatomikosis dan tinea kruris dan
Etiologi
Trichophyton rubrum (T. Rubrum) merupakan penyebab utama, diikuti oleh Trichophyton
mentagrophytes dan Epidermophyton floccosum (E. Floccosum).
Faktor Risiko
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi jamur ini adalah iklim panas, lembab,
higiene sanitasi, pakaian serba nilon, pengeluaran keringat yang berlebihan, trauma kulit, dan
lingkungan. Maserasi dan oklusif pada regio kruris memberikan kontribusi terhadap kondisi
kelembaban sehingga menyebabkan perkembangan infeksi jamur. Tinea kruris sangat menular
dan epidemik minor dapat terjadi pada lingkungan sekolah dan komunitas semacam yang lain.
Tinea kruris umumnya terjadi akibat infeksi dermatofitosis yang lain pada individu yang sama
melalui kontak langsung dengan penderita misalnya berjabat tangan, tidur ersama, dan
hubungan seksual. Tetapi bisa juga melalui kontak tidak langsung. melalui benda yang
terkontaminasi,”pakaian, handuk, sprei, bantal dan lain-lain”. Obesitas, penggunaan antibiotika,
kortikosteroid serta obat-obat imunosupresan lain juga merupakan faktor predisposisi terjadinya
penyakit jamur.
Gambaran Klinis
Penderita merasa gatal dan kelainan lesi berupa plakat berbatas tegas terdiri atas bermacam-
macam efloresensi kulit (polimorfik).Bentuk lesi yang beraneka ragam ini dapat berupa sedikit
hiperpigmentasi dan skuamasi menahun.Kelainan yang dilihat dalam klinik merupakan lesi
bulat atau lonjong, berbatas tegas, terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel
dan papul di tepi lesi. Kelainan kulit juga dapat dilihat secara polisiklik, karena beberapa lesi
kulit yang menjadi satu. Lesi dapat meluas dan memberikan gambaran yang tidak khas terutama
pada pasien imunodefisiensi.
Diagonosis
Pemeriksaan mikologi ditemukan elemen jamur pada pemeriksaan kerokan kulit dengan
mikroskopik langsung memakai larutan KOH 10-20%.Pemeriksaan KOH paling mudah
diperoleh dengan pengambilan sampel dari batas lesi. Hasil pemeriksaan mikroskopis KOH 10
30
% yang positif, yaitu adanya elemen jamur berupa hifa yang bercabang dan atau artrospora.
Pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan jamur di perlukan bahan klinis, yang dapat berupa
kerokan kulit, rambut, dan kuku.
Diagnosis Banding
a. Dermatitis seboroik
Dermatitis kronik yang terjadi pada daerah yang mempunyai banyak kelenajar sebasea.
Seperti pada muka, kepala, dada. Efloresensi : Plakat eritematosa dengan skuama
berwarna kekuningan berminyak dengan batas tegas
b. Psoriasis
Merupakan penyakit kulit yang bersidat kronik,residif, dan tidak infeksius. Efloresensi :
plakat eritematosa berbatas tegas ditutupi skuama tebal, berlapis- lapis dan berwarna
putih mengkilat. Terdapat tiga fenomena, yaitu bila digores dengan benda tumpul
menunjukan tanda tetesan lilin. Kemudian bila skuama dikelupas satu demi satu sampai
dasarnya akan tampak bintik-bintik perdarahan, dikenal dengan nama Auspits sign.
Adanya fenomena koebner / atau reaksi isomorfik yaitu timbul lesi-lesi yang sama
c. Ptiriasisrosea
Merupakan peradangan kulit akut berupa lesi papuloskuamosa pada badan, lengan atas
bagian proksimal dan paha atas. Efloresensi : papul / plak eritematosa berbebntuk oval
dengan skuama collarette (skuama halus di pinggir). Lesi pertama ( Mother patch/Herald
patch) berupa bercak yang besar, soliter, ovale dan anular berdiameter dua sampai enam
cm. Lesi tersusun sesuai lipatan kulit sehingga memberikan gambaran menyerupai
pohon cemara (Christmas tree)
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tinea kruris dapat dibedakan menjadi dua yaitu higienis sanitasi dan terapi farmakologi.
Melalui higienis sanitasi, tinea kruris dapat dihindari dengan mencegah faktor risiko seperti celana
dalam yang digunakan, hendaknya dapat menyerap keringat dan diganti setiap hari. Selangkangan atau
daerah lipat paha harus bersih dan kering. Hindari memakai celana sempit dan ketat, terutama yang
digunakan dalam waktu yang lama agar daerah selangkangan atau lipat paha tetap kering dan tidak
lembab adalah salah satu faktor yang mencegah terjadinya infeksi pada tinea kruris.
Masa sekarang, Dermatofitisis pada umumnya dapat diatasi dengan pemberian griseofulvin yang bersifat
fungistatik. Bagan dosis pengobatan griseofulvin berbeda-beda. Secara umum, griseofulvin dalam
bentuk fineparticle dapat di berikan denggan dosis 0,5-1 g badan. Lama pengobatan tergantung dari
lokasi penyakit dan keadaan imunitas penderita. Efek samping griseofulvin jarang di jumpai, yang
merupakan keluhan utama ialah sefalgia yang di dapati pada 15% penderita. Efek samping yang lain
dapat berupa gangguan traktus digestifus ialah nausea, vomitus, dan diare.
(a) Topikal : salep atau krim antimikotik. Lokasi lokasi ini sangat peka , jadi konsentrasi obat harus
lebih rendah dibandingkan lokasi lain, misalnya asam salisilat,asam benzoat, sulfur dan sebagainya.
(b) Sistemik : diberikan jika lesi meluas dan kronik ; griseofulvin 500-1.000 mg selama 2-3 minggu
atau ketokonazole100 mg/hari selama 1 bulan.
Tinea Pedis
Definisi
Tinea pedis (sering disebut Athlete’s foot, Ringworm of the foot, kutu air) adalah infeksi jamur
superfisial yang termasuk golongan dematofitosis pada daerah tumit, telapak kaki, dan sela-sela
jari kaki. Infeksinya dapat menyebar ke daerah lain termasuk kuku yang bisa menjadi sumber
infeksi ke daerah lainnya.
Epidemiologi
Etiologi
Klasifikasi
1. Tipe Interdigitalis
Kelainan berupa maserasi (karena daerah ini lembab), ada di sela jari IV dan V. Aspek
klinis maserasi berupa kulit putih dan rapuh.
2. Moccasin Foot
Pada seluruh kaki terlihat kulit menebal dan bersisik, eritema ringan dan terlihat di
bagian tepi lesi, bersifat kronik dan sering resisten terhadap pengobatan, dibagian tepi
lesi kadang ditemukan vesikel dan papul.
Diagnosis
Pemeriksaan Fisik:
Tinea pedis (kaki atlet) biasanya melibatkan kulit di antara jari-jari kaki, tetapi dapat menyebar ke
telapak kaki, sisi, dan dorsum kaki yang terlibat. Bentuk akut muncul dengan eritema dan maserasi di
antara jari-jari kaki, kadang disertai dengan vesikel yang nyeri.
Pemeriksaan Penunjang:
Pemeriksaan mikologi ditemukan elemen jamur pada pemeriksaan kerokan kulit memakai larutan KOH
10-20%.
Penatalaksanaan
Definisi :
Skabies adalah penyakit kulit akibat investasi dan sensitisasi oleh tungau Sarcoptes scabei. Skabies tidak
membahayakan bagi manusia. Adanya rasa gatal pada malam hari merupakan gejala utama yang
mengganggu aktivitas dan produktivitas (Siregar, 2005). Penyakit ini menular dari manusia ke manusia
melalui kontak langsung dengan kulit dan melalui tempat tidur serta pakaian. Skabies umumnya terjadi
pada penduduk dengan ekonomi menengah ke bawah yang kurang menjaga kebersihan diri atau higiene
yang buruk (Sungkar, 1995).
Etiologi
Penyebab penyakit skabies yaitu sebagai akibat infestasi tungau yang dinamakan Acarus
scabieiatau pada manusia disebut Sarcoptes scabiei varian hominis. Sarcoptes scabiei termasuk
filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Acarina, super famili Sarcoptes (Djuanda, 2010).
Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, tungau jantan akan mati, kadang-
kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh yang betina.
Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum. Bentuk betina
yang telah dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya (Handoko, 2009).
Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3-4 hari, kemudian larva meninggalkan
terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva berubah menjadi nimfa yang
akan menjadi parasit dewasa. Stadium dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang merupakan
kaki depan dan 2 pasang lainnya kaki belakang. Siklus hidup dari telur sampai menjadi dewasa
berlangsung satu bulan. Sarcoptes scabiei betina terdapat cambuk pada pasangan kaki ke-3 dan
ke-4. Sedangkan pada yang jantan bulu cambuk tersebut hanya dijumpai pada pasangan kaki
ke-3 saja. Tungau skabies betina membuat liang di dalam epidermis dan meletakkan telur-
telurnya di dalam liang yang ditinggalkannya, sedangkan tungau skabies jantan hanya
mempunyai satu tugas dalam kehidupannya yaitu kawin dengan tungau betina, dan setelah
melaksanakan tugasnya masing-masing mereka akan mati (Graham-Brown dan Burns, 2005).
Telur yang dihasilkan skabies betina ditularkan melalui kontak fisik yang erat, misalnya melalui
pakaian dalam, handuk, sprei, dan tempat tidur. Skabies dapat hidup di luar kulit hanya 2 -3 hari dan
pada suhu kamar 21°C dengan kelembaban relative 40-80%. Penyebaran terjadi dari satu orang ke orang
lain melalui kontak langsung atau dua orang yang menggunakan tempat tidur yang sama. Penyebaran
biasa terjadi di tempat-tempat yang padat populasi atau di rumah-rumah yang dihuni oleh banyak orang
(Harahap M., 2000).
Patofisiologi
Kelainan kulit yang disebabkan tidak hanya dari tungau scabies, akan tetapi juga oleh
penderita sendiri akibat garukan. Saat terjadi kontak kulit yang kuat yang menyebabkan lesi
timbul di pergelangan tangan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap secret dan
eksret tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan
kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, dan urtika. Dengan garukan
dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang terjadi
dapat lebih luas dari lokasi tungau. Infestasi dimulai saat tungau betina telah dibuahi tiba-tiba di
permukaan kulit. Tungau dan produk-produknya menyebabkan iritan yang akan merangsang
system imun tubuh untuk mengerahkan komponen-komponennya (Habif, 2003).
Dalam beberapa hari pertama, antibodi dan sel sistem imun spesifik lainnya belum
memberikan respon. Namun, terjadi perlawanan dari tubuh oleh sistem imun non spesifik yang
disebut inflamasi. Tanda terjadinya inflamasi ini antara lain timbulnya kemerahan pada kulit,
panas, nyeri, dan bengkak. Hal ini disebabkan karena peningkatan persediaan darah ke tempat
inflamasi yang terjadi atas pengaruh amin vasoaktif seperti histamine, triptamin dan mediator
lainnya yang berasal dri sel mastosit. Mediator-mediator inflamasi itu juga menyebabkan rasa
gatal di kulit. Molekul-molekul seperti prostaglandin dan kinin juga ikut meningkatkan
permeabilitas dan mengalirkan plasma dan protein plasma melintasi endotel yang menimbulkan
kemerahan dan panas. Faktor kemotaktik yang diproduksi seperti C5a, histamine, leukotrien
akan menarik fagosit. Peningkatan permeabilitas vaskuler memudahkan neutrofil dan monosit
memasuki jaringan tersebut. Neutrofil datang terlebih dahulu untuk menghancurkan/
menyingkirkan antigen. Meskipun biasanya berhasil, tetapi beberapa sel akan mati dan
mengeluarkan isinya yang juga akan merusak jaringan sehingga menimbulkan proses inflamasi.
Sel mononuklear datang untuk menyingkirkan debris dan merangsang penyembuhan
(Baratawidjaja, 2007).
Bila proses inflamasi yang diperankan oleh pertahanan non spesifik belum dapat mengatasi
infestasi tungau dan produknya tersebut, maka imunitas spesifik akan terangsang. Mekanisme
pertahanan spesifik adalah mekanisme pertahanan yang diperankan oleh sel limfosit, dengan atau tanpa
bantuan komponen sistem imun lainnya seperti sel makrofag dan komplemen. Selanjutnya akan terjadi
antibody-dependent cellular mediated cytotoxicity (ADCC). Lisis antigen dapat terjadi karena aktivasi
komplemen yang berikatan dengan bagian Fc antibodi (Kresno, 2007).
Lokalisasi
Sela jari tangan, pergelangan tangan, ketiak, sekitar pusat, paha bagian dalam, genitalia pria, dan
bokong.
Cara Penularan
Terapi Farmakologi
Topikal
1. Permethrin 5% (Krim/Lotion)
Regimen: Dioleskan secara merata pada permukaan kulit. Bilas setelah 24 jam lalu
oleskan kembali. Digunakan secara terus menerus selama 24 jam selama 2-3 hari.
Efek samping: Iritasi kulit, sensasi terbakar, konjungtivitis, dan reaksi post-scabies eczematous.
Regimen: Dioleskan secara merata pada permukaan kulit. Bilas setelah 24 jam lalu oleskan
kembali. Digunakan secara terus menerus selama 24 jam selama 3 hari.
Regimen:
Skabies klasik: Dioleskan secara merata pada permukaan kulit. Bilas setelah 24 jam lalu oleskan
kembali. Digunakan secara terus menerus selama 24 jam selama 5-7 hari.
Kontraidikasi: hindari pemakaian jangka lama pada wanita hamil dan infant
Regimen:
Lindane digunakan untuk sekali pemakaian. Dioleskan secara merata pada permukaan kulit.
Lama pemakaian selama 6-8 jam, kemudian dibersihkan dan oleskan kembali.
Kontraidikasi: Ibu hamil & menyusui, bayi, anak <10 tahun, penderita gangguan kejang. Hindari
pemakaian setelah mandi air panas untuk mencegah berkurangnya penyerapan perkutan
Sistemik
1. Ivermectin
Regimen:
Kontraidikasi: Bukan untuk anak-anak di bawah 5 tahun atau dengan berat badan kurang dari 15
kg, hindari pada wanita hamil dan menyusui
Efek samping: Penggunaan dengan obat lain yang memperkuat aktivitas GABA dapat
menyebabkan aktivitas tambahan (valproat, barbiturat, benzodiazepin)
Terapi lain:
Rasa gatal biasanya berlangsung sekitar satu sampai dua minggu, harus dievaluasi jika berkepanjangan.
Pengobatannya meliputi:
1. Antihistamin: chlorpheniramine, hydroxyzine, diphenhydramine, Dexachlorpheniramine.
Antihistamin sedative harus digunakan dengan hati-hati pada anak kurang dari 2 tahun.
2. Kortikosteroid: steroid oral topical (0,5 mg/kg tergantung pada tingkat keparahannya).
3. Emolien: aplikasi emolien biasa untuk kulit kering dan eczematous.
1. Agen anti inflamasi topikal; misalnya kortikosteroid topical durasi pendek 2 minggu.
2. Krim Crotamiton dua kali sehari selama 7 sampai 14 hari.
Non-Farmakologi
1. Mencuci bersih (dry cleaned) atau merebusdengan air panas handuk, seprai maupun baju
penderita skabies (yg dipakai dalam 5 hari terakhir), kemudian menjemurnya hingga kering
(washed and dried in hot cycle).
2. Menghilangkan faktor predisposisi, antara lain dengan penyluhanmengenai higiene perorangan
dan lingkungan.
3. Menghindari pemakaian baju, handuk, seprai secara bersama-sama.
4. Mengobati seluruh anggota keluarga, atau masyarakat yang terinfeksiuntuk memutuskan
rantai penularan. Hewan peliharaan tidak perlu diobati karena kutu skabies tidak hidup disana.
5. Pasien yang masih bersekolah disarankan istirahat terlebih dahulu selama beberapa hari agar
meminimalisir terjadinya penularan.
6. Edukasi pasien dan keluarga mengenai faktor risko penyebab dan pentingnya higenitas.
Penderita selalu mengeluh gatal, terutama pada malam hari. Kelainan kulit mula- mula berupa
papula, vesikel. Akibat garukan timbul infeksi sekunder sehingga terjadi pustula.
Efloresensi
Papula dan vesikel miliar sampai lentikular disertai ekskoriasi (scratch mark). Jika terjadi infeksi
sekunder tampak pustula lentikular.
Lesi yang khas adalah terowongan (kanalikulus) miliar, tampak berasal dari salah satu papula atau
vesikel, panjang kira-kira 1 cm, berwarna putih abu-abu. Akhir/ujung kanalikuli adalah tempat
persembunyian dan bertelur Sarcoptes scabiei betina.
Diagnosis Banding
1. Prurigo: biasanya berupa papula-papula yang gatal; predileksi pada bagian ekstensor
ekstremitas.
2. Gigitan serangga: biasanya jelas timbul sesudah ada gigitan, efloresensinya urtikaria papular.
3. S. lolikutitis: nyeri, efloresensi berupa pustula miliar dikelilingi daerah yang eritema.
Penunjang Diagnosis
1. Cari mula-mula terowongan, kemudian pada ujung yang terlihat papul atau vesikel dicongkel
dengan jarum dan diletakkan di atas sebuah objek, lalu ditutup dengan kaca penutup dan
dilihat dengan mikroskop cahaya.
2. Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung di atas selembar kertas putih dan dilihat
dengan kaca pembesar.
3. Buat biopsi irisan. Caranya: lesi dijepit dengan 2 jari kemudian dibuat irisan tipis dengan pisau
dan diperiksa dengan mikroskop cahaya.
4. Dengan biopsi eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan hematoksilin eosin (H.E.).
Insect bite
Definisi :
Insect bite adalah kelainan akibat gigitan atau tusukan serangga yang disebabkan reaksi terhadap toksin
atau alergen yang dikeluarkan artropoda penyerang. Penyakit ini bisa terjadi pada semua umur dan
frekuensi pada wanita dan pria sama saja. Diperkebunan atau daerah perswaahan sering individunya .
Etiologi
Berupa eritema morbiliformis atau bula yang dikelilingi eritema dan iskemia, kemudian terjadi nekrosis
luas dan gangren. Kadang-kadang berupa pustula miliar sampai lentikular menyeluruh atau pada
sebagian tubuh.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang tuk diagnostik adalah pemeriksaan darah untuk melihat eosinofil dan juga tes
tusuk atau goresan bahan/zat alergen tersangka. Pada gambaran histopatologi dapat ditemukan edema
antar sel-sel epidermis, spongiosis, serta sebukan sel polimorfonuklear (pmn). Pada dermis ditemukan
pelebaran ujung pembuluh darah dan sebukan sel radang akut.
Penatalaksanaan
Pengobatan dan penanganan dilakukan berdasar reaksi individu terhadap toksin serangga, yaitu apakah
personal yang diserang memberikan reaksi sistemik atau hanya lokal. Jika memberikan reaksi sistemik,
seperti syok, maka diberikan adrenalin 1% dan corticosteroid sistemik diberikan jika penderita tak
tertolong dengan antihistamin atau adrenalin. Di sini menggunakan corticosteroid lokal seperti
hidrocortisone 2% sebagai antiinflamasi, asetamizol 10 mg sebagai antihistamin untuk menaggulangi
reaksi alergi dan as. salycyl 2% sebagai antipruritus. Dan sarannya untuk tidak menggaruk bagian yang
sakit, karena bisa mnyebabkan infeksi skunder.
Diagnosis Banding
GAMBARA N
TIDAK KHAS TIDAK KHAS
HISTOPAT OLOGI
1. Onikodistro fi
Candida Albicans2.
DIAGNOSI S
Onikodistro fi akibat 1. morbus Hansen 2. pitiriasis
BANDING
trauma3. psoriasis rosea 3. neurodermatitis
pada kuku sirkumskripta
UMUM :
meningkatk an
kebersihan penderita UMUM : - menigktakan
kebersihan badan
KHUSUS:
- Hindari pakaian yg tidak
SISTEMI K: -
Griseofulvi n : dosis menyerap keringat
anak 15-20
KHUSUS:
mg/hari/kg BB,
TALAK dewasa 500-1000 SISTEMIK : -Antihistamin-
mg/hari selama 2-4 Griseofulvin : anak-anak : 15-
minggu 20 mg/kgBB/hari, dewasa:
500-1000 mg/hari-
- Itrakonazol
Itrakonazol 100mg/hari
2x100mg/h ari slma
selama 2 minggu -
3-6 bulan
Ketokonazol 100 mg/hari
TOPIKAL selama 3minggu
: -salep
whitefield I,II -
kompres asam
salisilat 5%, asam
benzoate 10% dam
resolsinol 5%
Definisi
Pedikulosis pubis adalah infeksi rambut di daerah pubis dan sekitarnya oleh. pthirus pubis
Epidemiologi
Penyakit ini menyerang orang dewasa dan dapat digolongkan dalam infeksi menular seksual
(IMS) serta dapat pula menyerang jenggot dan kumis. Infeksi ni juga dapat terjadi pada anak-
anak, yaitu di alis atau bulu mata (misalnya blefaritis) dan pada tepi batas rambut kepala.
Etilogi
kutu ini juga mempunyai 2 jenis kelamin, yang betina lebih besar daripada yang jantan, panjang
sama dengan lebar ialah 1-2 mm.
Patogenesis
kelainan kulit yang timbul disebabkan oleh garukan kulit untuk menghilangkan rasa gatal. Gatal
tersebut timbul karena pengaruh air liur dan ekskreta dari kutu yang masuk ke dalam kulit
waktu menghisap darah.
Gejala Klinis
Gejala yang terutama adalah gatal di daerah pubis dan sekitarnya. Gatal ini dapat meluas sampai
daerah abdomen dan dada, dijumpai bercak-bercak yang berwarna abu-abu atau kebiruan yang
disebut dengan macula serule. Kutu ini dapat dilihat dengan mata biasa dan sulit untuk
dilepaskan, karena kepala kutu masuk kedalam muara folikel rambut.
Gejala patignomonik lainnya adalah balck dot, artinya adanya bercak-bercak hitam yang
tampak jelas pada celana dalam berwarna putih dan yang dilihat oleh penderita pada waktu
bangun tidur. Bercak hitam ini merupaka krusta berasal dari darah yang sering salah intepretasi
sebagai hematuria. Kdang kadang terjadi infeksi sekunder dengan pembesaran kelenjar getah
bening regional.
Diagnosis
Pengobatan
Pengobatan sama dengan pengobatan pedikulosis korporis, yakni menggunakan krim gameksan
1% atau emulsi benzyl benzoate 25% yang dioleskan dan didiamkan selama 24 jam. Ika belum
sembuh, pengobatan diulangi 4 hari kemudian.
Sebaliknya rambut genital di cukur. Pakaian dalam dicuci dengan air panas atau disetrika. Mitra
seksual harus pula diperiksa dan jika perlu diobati.
Prognosis
Baik.
PEDIKULOSIS KAPITIS
Definisi
Pedikulus kapitis adalah penyakit kulit kepala akibat infestasi ektoparasit obligat spesies
pedikulus humanus var. capitis yang termasuk family pediculidae. Parasite ini termasuk parasite
yang menghisap araha dan menghabiskan seluruh siklus hidupnya dimanusia
Epidemiologi
Penyakit ini sering menyerang anak-anak terutama berusia 3-11 tahun. Penyakit ini lebih sering
menyerang anak perempuan dikarenakan memiliki rambut yang panjang dan sering memakai
aksesoris rambut. Kodisi higiene yang tidak baik sperti jarang membersihkan rambut juga
merupakan penyebab terkena penyakit ini. Penyakit ini menyerang semua ras dan semua
tingkatan sosial, namun status ekonomi yang rendah lebih banyak yang terkena penyakit ini.
Cara penularanya dapat langsung (rambut ke rambut) atau melalui perantara seperti topi, bantal,
kasur, sisir dan kerudung.
Etiopatogenesis
Pediculus humanus var capitis memiliki tubuh yang pipih dorsoventral, memiliki tipe mulut
tusuk hisap untuk menghisap darah manusia, badanya bersegmen-segmen, memiliki 3 pasang
kaki dan berwarna kuning kecoklatan atau outih ke abu-abuan. Tungau ini tidak memiliki sayap,
oleh karena itu parasite ini tidak bisa terbang dan penjalaran infeksi harus dari benda atau
rambut yang saling menempel. Tungau memiliki cakar di kaki untuk bergantung di rambut.
Bentuk dewasa betina lebih besar daripada jantan. Telur berbentuk oval/bulat lonjong dengan
panjang seitar 0,8 mm. berwarna putih sampai kuning kecoklatan. Telur diletakkan di sepanjang
rambut dan mengikuti tumbuhnya rambut, yang berarti makin keujung terdapat telur yang lebih
matang.
Tungau adalah ektoparasit obligat yang mengahbiskan seluruh siklus hiduonya yaitu telur,
larva, nimfa dan dewasa di rambut dan kulit kepala manusia. Penelitian sebelumnya
menyatakan bahwa tungau ini hanya dapat bertahan hidup selama 1-2 hari jika tidak berada di
rambut atau kulit kepala manusia, lebih dari 95% orang yang terinfeksi penyakit terdapat tungau
dewasa.
Kelainan kulit yang timbul disebabkan oleh gigitan tungau dan garukan untuk menghilangkan
rasa gatal. Gatal timbul karena pengaruh air liur dan ekskresi tungau yang ikut masuk kedalam
kulit kepala ketika tungau sedang menghisap darah.
Gambaran Klinis
Gejala utama dari manisfestasi tungau kepala ialah rasa gatal, namun sebagian orang
asimtomatik dan dapat sebagian karier. Masa inkubasi sebelum terjadi gejalan sekitar 4-6
minggu. Tungau dan telur paling banyak terdapat di daerah oksipital kulit dan retroaulikuler.
Tungau dewasa ditemukan di kulit kepala berwarna kuning kecoklatan sampai putih keabu-
abuan, tetapi dapat berwarna lebih gelap pada orang yang berambut gelap. Telur berada di
rambut dan berwarna kuning kecoklatan atau putih, tetapi dapat berubah menjadi hitam gelap
bisa embryo didalamnya mati.
Gigitan tungau dapat menghasilkan kelainan kulit berupa eritema, macula, dan papula, tetapi
pemeriksaan seringnya hanya menemukan eritema dan ekskroriasi saja. Ada beberapa individu
yang mengeluh dan menujukan tanda demam serta perbesaran kelenjar limfa setempat.
Garukan pada kulit kepala dapat menyebabkan terjadinya erosi, ekskoriasi dan infeksi sekunder
berupa pus dan kruta. Keadaan ini disebut plica polonica yang dapat ditumbuhi jamur. Tungau
kepala adalah penyebab utama penyakit piodema sekunder di kulit kepala di seluruh dunia.
Diagnosis
Diagnosis pasti pada penyakit pediculosis capitis adalah menemukan Pediculus humanus
var. capitis dewasa, nimfa, dan telur di kulit dan rambut kepala. Telur (nits) sangat mudah
dilihat dan merupakan marker yang paling efisien dalam mendiagnosis penyakit tersebut.
Penemuan tungau dewasa merupakan tanda bahwa sedang mengalami infeksi aktif, tetapi
tungau dewasa sangat sulit ditemukan karena dapat bergerak sekitar 6-30 cm per menit dan
bersifat menghindari cahaya. Sisir tungau dapat membantu menemukan tungau dewasa
maupun nimfa dan merupakan metode yang lebih efektif daripada inspeksi visual.10
Gambar 6. Penggunaan sisir tungau untuk membantu diagnosis
pediculosis
capitis. Sumber : Skinsight
Tungau dewasa meletakkan telur di rambut kurang dari 5mm dari kulit kepala, maka seiring
bertumbuhnya rambut kepala, telur yang semakin matang akan terletak lebih jauh dari pangkal
rambut. Telur yang kecil akan sulit dilihat, oleh karena itu pemeriksa memerlukan kaca
pembesar. Telur-telur terletak terutama di daerah oksipital kulit kepala dan retroaurikular.
Ditemukannya telur bukanlah tanda adanya infeksi aktif, tetapi apabila ditemukan 0,7 cm dari
kulit kepala dapat merupakan tanda diagnostik infeksi tungau.
Warna dari telur yang baru dikeluarkan adalah kuning kecoklatan. Telur yang sudah lama
berwarna putih dan jernih. Untuk membantu diagnosis, dapat menggunakan pemeriksaan
lampu wood. Telur dan tungau akan memberikan fluoresensi warna kuning-hijau.
Sangat penting untuk dapat membedakan apakah telur tersebut kosong atau tidak. Adanya
telur yang kosong pada seluruh pemeriksaan memberikan gambaran positif palsu adanya
infeksi aktif tungau
Pengobatan
Pengobatan sama dengan pengobatan pedikulosis korporis, yakni menggunakan krim gameksan
1% atau emulsi benzyl benzoate 25% yang dioleskan dan didiamkan selama 24 jam. Ika belum
sembuh, pengobatan diulangi 4 hari kemudian.
Sebaliknya rambut genital di cukur. Pakaian dalam dicuci dengan air panas atau disetrika. Mitra
seksual harus pula diperiksa dan jika perlu diobati.
Prognosis
Dubia ad Bonam
REFERENSI
Kimdu RV and Garg A. Yeast Infection: Candidiasis, tinea (pityriasis) versicolor, and Malassezia
(pityrosporum) folliculitis. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ and
Wolff K, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8 th ed. New York: McGraw-Hill;
2012. p. 2298-311.
Katzung, B.G., Masters, S.B. dan Trevor, A.J., 2014, Farmakologi Dasar & Klinik, Vol.2, Edisi 12,
Editor Bahasa Indonesia Ricky Soeharsono et al., Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Goodman & Gilman, 2012, Dasar Farmakologi Terapi, Edisi 10, Editor Joel. G. Hardman & Lee E.
Limbird, Konsultan Editor Alfred Goodman Gilman, Diterjemahkan oleh Tim Alih Bahasa Sekolah
Farmasi ITB, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
MAKALAH KASUS TUTORIAL BLOK DMS
KASUS 3
Dermatitis Seboroik
Kulit
Definisi kulit
Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang terletak paling luar yang melindungi tubuh dari
pengaruh lingkungan hidup manusia dan merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas
ukurannya, yaitu kira-kira 15% dari berat tubuh dan luas kulit orang dewasa 1,5 m2. Kulit
sangat kompleks, elastis, dan sensitive, serta sangat bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks,
ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh serta memiliki variasi mengenai lembut, tipis, dan
tebalnya. Rata-rata tebal kulit 1-2 mm. Paling tebal (6 mm) terdapat di telapak tangan dan kaki
dan paling tipis (0,5 mm) terdapat di penis. Kulit merupakan organ yang vital dan esensial serta
merupakan cermin kesehatan dan kehidupan.
Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama, yaitu:
Epidermis
Lapisan epidermis terdiri atas:
1. Keratinocytes
Subtansi terbanyak dari sel-sel epidermis, karena keratinocytes selalu mengelupas pada
permukaaan epidermis, maka harus selalu digunakan. Pergantian dilakukan oleh aktivitas
mitosis dari lapisan basal (di malam hari). Selama perjalanannya ke luar (menuju
permukaan. Keratinocyes berdeferensiasi menjadi keratin filamen dalam sitoplasma. Proses
dari basal sampai korneum selama 20-30 hari. Karena proses cytomorhose dari
keratinocytes yang bergerak dari basal ke korneum, lima lapisan dapat diidentifikasi. Yaitu
basal, spimosum, granulosum, losidum dan kornium.
2. Melanocytes
Didapat dari ujung saraf, memproduksi pigment melanin yang memberikan warna coklat
pada kulit. Bentuknya silindris, bulat dan panjang. Mengandung tirosinase yang dihasilkan
oleh REG, kemudian tirosinase tersebut diolah oleh Aparatus Golgi menjadi oval granules
(melanosomes). Ketika asam amino tirosin berpindah ke dalam melanosomes, melanosomes
berubah menjadi melanin. Enzim tirosinase yang diaktifkan oleh sinar ultra violet.
Kemudian melanin meninggalkan badan melanicytes dan menuju ke sitoplasma dari sel-sel
dalam lapisan stratum spinosum. Dan pada akhirnya pigmen melanin didegradasi oleh
keratinocytes.
3. Merkel Cells
Banyak terdapat pada daerah kulit yang sedikit rambut (fingertips, oral mucosa, daerah
dasar folikel rambut). Menyebar di lapisan stratum basal yang banyak mengandung
keratinocytes.
4. Langerhans Cells
Disebut juga dendritic cells karena sering bekerja di daerah lapisan stratum spinosum.
Merupakan sel yang mengandung antibodi. Banyaknya 2% – 4 % dari keseluruhan sel
epidermis. Selain itu, juga banyak terdapat di bagian dermis pada lubang mulut, esophagus,
dan vagina. Fungsi dari langerhans cells adalah untuk responisasi terhadap imun karena
mempunyai antibodi.
Dermis
Lapisan dermis adalah lapisan dibawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis.
Terdiri dari lapisan elastis dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut.
Secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yakni:
1. Pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis dan berisi ujung serabut saraf
dan pembuluh darah.
2. Pars retikulaare, yaitu bagian di bawahnya yang menonjol ke arah subkutan. Bagian
ini terdiri atas serabut-serabut penunjang seperti serabut kolagen, elastin, dan retikulin.
Lapisan ini mengandung pembuluh darah, saraf, rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar
sebasea.
Lapisan subkutis
Lapisan ini merupakan lanjutan dermis, tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan
subkutis. Terdiri dari jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak
merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah.
Jaringan subkutan mengandung syaraf, pembuluh darah dan limfe, kantung rambut, dan di
lapisan atas jaringan subkutan terdapat kelenjar keringat. Fungsi jaringan subkutan adalah
penyekat panas, bantalan terhadap trauma, dan tempat penumpukan energi.
Fungsi kulit
1. Fungsi proteksi
Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisik atau mekanik (tarikan,
gesekan, dan tekanan), gangguan kimia ( zat-zat kimia yang iritan), dan gagguan bersifat
panas (radiasi, sinar ultraviolet), dan gangguan infeksi luar.
2. Fungsi absorpsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat tetapi cairan yang
mudah menguap lebih mudah diserap, begitupun yang larut lemak. Permeabilitas kulis
terhadap O2, CO 2, dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi
respirasi. Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi,
kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum.
3. Fungsi ekskresi
Kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau sisa metabolisme
dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan amonia.
4. Fungsi persepsi
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis sehingga kulit
mampu mengenali rangsangan yang diberikan. Rangsangan panas diperankan oleh
badan ruffini di dermis dan subkutis, rangsangan dingin diperankan oleh badan krause
yang terletak di dermis, rangsangan rabaan diperankan oleh badan meissner yang
terletak di papila dermis, dan rangsangan tekanan diperankan oleh badan paccini di
epidermis.
5. Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi)
Kulit melakukan fungsi ini dengan cara mengekskresikan keringat dan mengerutkan
(otot berkontraksi) pembuluh darah kulit. Di waktu suhu dingin, peredaran darah di kulit
berkurang guna mempertahankan suhu badan. Pada waktu suhu panas, peredaran darah
di kulit meningkat dan terjadi penguapan keringat dari kelenjar keringat sehingga suhu
tubuh dapat dijaga tidak terlalu panas.
Sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak di lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi
saraf. Jumlah melanosit dan jumlah serta besarnya butiran pigmen (melanosomes)
menentukan warna kulit ras maupun individu.
7. Fungsi kreatinisasi
Fungsi ini memberi perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologik.
Hipersensitivitas
A. Definisi
Reaksi hipersensitivitas adalah reaksi imun yang menimbulkan cedera jaringan (abas). Pada
keadaan normal, reaksi membasmi organisme penyebab infeksi terkendali dan mencapai keseimbangan
pada reaksi yang menyebabkan jejas pada jaringan, ketika reaksi tersebut cukup tidak terkendali dan
tidak tepat sasaran pada jaringan maka reaksi tersebut bukan malah memberikan manfaat tetapi dapat
menjadi penyebab penyakit. (patologi robbins). Penyebab reaksi hipersensitivitas antaralain adalah:
B. Macam-Macam Hipersensitivitas
b) Pajanan Ulang Antigen (Fase Elisitasi) (Aktivasi sel mast dan pelepasan mediator) :
Penyebab utama reaksi hipersensitivitas seluler adalah autoimunitas dan respons yang
berlebihan atau berlangsung terus terhadap antigen lingkungan.
Kerusakan disebabkan oleh inflamsi yang dicetuskan oleh sitokin yang dihasilkan oleh
sel T CD4+ atau oleh pembunuhan sel inang oleh CTLs CD8+
Mekanisme:
o Sel Dendritik (Langerhans) menyajikan antigen di permukaannya dalam bentuk
MHC II dan memicu sel T CD4+, lalu antigen dikenali.
o Sel T CD4+ juga menghasilkan protein permukaan CD 28 dan berikatan dengan
protein permukaan B7 pada sel Langerhans.
o Ikatan protein akan melepaskan IL-12 yang akan memicu diferensiasi sel T
CD4+ menjadi Th1. Th1 naif berdiferensiasi menjadi Th1 efektor yang akan
melepaskan IL-2, IL-2 akan memicu proliferasi sel Th1 lebih banyak
o Th1 juga melepaskan IFNgamma yang akan mengaktivasi makrofag dan
menghasilkan sel Th1 lebih banyak, Makrofag juga melepaskan mediator pro-
inflamasi (TNF IL-1, IL-6) yang akan menyebabkan kebocoran endothelial, dan
memicu sel imun lebih banyak, atau meyebabkan edema, dan kerusakan jaringan
akibat pelepasan enzim lisosom dan ROS.
o Th1 bisa juga berdiferensiasi menjadi Th17 yang akan menimbulkan respon sel
dendritic untuk melepaskan IL-6 dan TGFbeta, dan Th17 melepaskan IL-17
untuk merekrut neutrophil.
o Kerusakan jaringan juga bisa disebabkan karena Sel T sitotoksik (CTLs CD8+)
yang akan merusak sel secara langsung. CTLs CD8+ akan berikatan dengan
MHC I (menyajikan antigen dari intrasel) yang ada dipermukaan sel target.
CTLs CD8+ melepaskan perforin (membentuk celah pada membrane sel) dan
granzyme yang akan menginduksi apoptosis
a. Kelenjar keringat (Sudorifera)
Kelenjar keringat ini mensekresi cairan jernih, yaitu keringat yang mengandung 95-97 persen
air dan mengandung beberapa mineral, seperti garam, sodium klorida, granula minyak, glusida
dan sampingan dari metabolism seluler. Kelenjar keringat ini terdapat di seluruh kulit, mulai
dari telapak tangan dan telapak kaki sampai ke kulit kepala. Jumlahnya di seluruh badan sekitar
dua juta dan menghasilkan 14 liter keringat dalam waktu 24 jam pada orang dewasa.
Hanya terdapat di daerah ketiak, puting susu, pusar, daerah kelamin dan daerah sekitar dubur
(anogenital) menghasilkan cairan yang agak kental, berwarna keputih-putihan serta berbau
khas pada setiap orang. Sel kelenjar ini mudah rusak dan sifatnya alkali sehingga dapat
menimbulkan bau. Muaranya berdekatan dengan muara kelenjar sebasea pada
saluran folikel rambut. Kelenjar keringat apokrin jumlahnya tidak terlalu banyak dan hanya
sedikit cairan yang disekresikan dari kelenjar ini. Kelenjar apokrin mulai aktif setelah usia akil
baligh dan aktivitas kelenjar ini dipengaruhi oleh hormon.
Kelenjar palit terletak pada bagian atas kulit jangat berdekatan dengan kandung rambut terdiri
dari gelembung-gelembung kecil yang bermuara ke dalam kandung rambut
(folikel). Folikel rambut mengeluarkan lemak yang meminyaki kulit dan menjaga kelunakan
rambut. Kelenjar palit membentuk sebum atau urap kulit. Terkecuali pada telapak tangan dan
telapak kaki, kelenjar palit terdapat di semua bagian tubuh terutama pada bagian muka.
Pada umumnya, satu batang rambut hanya mempunyai satu kelenjar palit atau kelenjar sebasea
yang bermuara pada saluran folikel rambut. Pada kulit kepala, kelenjar palit atau kelenjar
sebasea menghasilkan minyak untuk melumasi rambut dan kulit kepala. Pada kebotakan orang
dewasa, ditemukan bahwa kelenjar palit atau kelenjar sebasea membesar sedangkan folikel
rambut mengecil. Pada kulit badan termasuk pada bagian wajah, jika produksi minyak dari
kelenjar palit atau kelenjar sebasea berlebihan, maka kulit akan lebih berminyak sehingga
memudahkan timbulnya jerawat.
Dermatitis Seboroik
Definisi
Epidemiologi
Prevalensi dermatitis seboroik secara umum 3-5% pada populasi umum. Lesi ditemui
pada kelompok remaja, dengan ketombe sebagai bentuk yang lebih sering dijumpai. Pada
kelompok HIV, angka kejadian dermatitis seroboik lebih tinggi dibandingkan dengan populasi
umum. Sebanyak 36% pasien HIV mengalami dermatitis seboroik. Umumnya diawali sejak
usia pubertas, dan memuncak pada umur 40 tahun. Dalam usia lanjut dapat dijumpai bentuk
ringan, sedangkan pada bayi dapat terlihat lesi berupa kerak kulit kepala (cradle cap) jenis
kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan.
Etiopatogenesis
Meningkatnya lapisan sebum pada kulit, kualitas sebum, respons imunologis terhadap
pityrosporum, degradasi sebum dapat mengiritasi kulit sehingga terjadi mekanisme eksema.
Jumlah ragi genus malassezia meningkat di dalam epidermis yang terkelupas pada ketombe
ataupun dermatitis seboroik. Diduga hal terjadi akibat lingkungan yang mendukung. Telah
banyak bukti yang mengaitkan titer antibody terhadap malassezia. Pasien dengan ketombe
menunjukkan peningkatan titer malassezia serta mengalami perubahan imunitas selular.
Kelenjar sebasea aktif pada sat bayi di lahirkan, namun dengan menurunkan androgen ibu,
kelenjar ini menjadi tidak aktif selama 9-12 tahun.
Gambaran klinis
Lokasi yang terkena seringkali di daerah kulit kepala berambut: wajah: alis, lipat
nasolabial. Side bum: telinga dan liang telinga: bagian atas-tengah dada dan punggung, lipat
gluteus, inguinal, genital ketiak, sangat jarang menjadi luas. Dapat ditemukan skuama kuning
berminyak, eksematosa ringan, kadang kala disertai rasa gatal yang menyengat. Ketombe
merupakan tanda awal manifestasi dermatitis seroboik. Dapat dijumpai kemerahan perifolikular
yang pada tahap lanjut menjadi plak eritematosa berkonfluensi, bahkan dapat membentuk
rangkaian plak di sepanjang batas rambut frontal dan disebut sebagai korona seboroika.
Pada fase kronis dapat dijumpai kerontokan rambut. Lesi dapat juga dijumpai pada
aderah retroaulikular. Bila terjadi di liang telinga, lesi berupa otitis ekstrema atau di kelopak
mata sebagai blefaritis. Bentuk varian di tubuh yang dapat dijumpai pitiriasis (mirip pitiriasis
rosea) atau anular. Pada keadaan parah dermatitis seboroik dapat berkembang menjadi
eritderma. Obat-obatan memicu dermatitis seboroik antara lain: buspiron, klorpromazin,
simetidine, etionamid, fluorourasil, gold,griseofulvin, haloperidol, interferon alfa, litium,
metoksalen, metildopa, fenotiazine, psoralen.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan morfologi khas lesi eksema dengan skuama kuning
berminyak di area predileksi. Pada kasus yang sulit perlu permeriksaan hispatologi.
Diagnosis banding
1. Psoriasis : skuama lebih tebal berlapis transparan seperti mika, lebih dominan di daerah
ekstensor.
2. Dermatitis atopic dewasa: terdapat kecenderungan stigma atopi
3. Dermatitis kontak iritan : riwayat ontak, misalnya dengan sabun pencuci wajah atau
bahan iritan lainnya untuk perawatan wajah (tretinoin, asam glikolat, asam alfa hidroksi)
4. Dermatofitosis : perlu pemeriksaan skraping kulit dengan KOH
5. Rosasea: perlu anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lebih teliti
1. Farmakologi
Terapi konvensional untuk dermatitis seboroik dewasa pada kulit kepala dengan
steroid topikal atau inhibitor calcineuron. Terapi tersebut pemberiannya dapat berupa
shampo seperti fluocinolon (Synalar), solusio steroid topikal, losio yang dioleskan pada
kulit kepala atau krim pada kulit.Kortikosteroid merupakan hormon steroid yang
dihasilkan oleh korteks adrenal yang pembuatan bahan sintetik analognya telah
berkembang dengan pesat. Efek utama penggunaan kortikosteroid secara topikal pada
epidermis dan dermis ialah efek vasokonstriksi, efek anti inflamasi, dan efek antimitosis.
Adanya efek vasokonstriksi akan mengakibatkan berkurangnya eritema. Adanya efek
anti inflamasi yang terutama terhadap leukosit akan efektif terhadap berbagai
dermatoses yang didasari oleh proses inflamasi seperti dermatitis. Sedangkan adanya
efek antimitosis terjadi karena kortikosteroid bersifat menghambat sintesis DNA
berbagai jenis sel
Terapi dermatitis seboroik pada dewasa umumnya menggunakan steroid topikal
satu atau dua kali sehari, sering diberikan sebagai tambahan ke shampo. Steroid topikal
potensi rendah efektif untuk terapi dermatitis seboroik pada bayi terletak di daerah
lipatan atau dewasa pada persisten recalcitrant seborrheic dermatitis. Topikal azole dapat
dikombinasikan dengan regimen desonide (dosis tunggal perhari selama dua minggu)3.
Akan tetapi penggunaan kortikosteroid topikal ini memiliki efek samping pada kulit
dimana dapat terjadi atrofi, teleangiectasi dan dermatitis perioral.
Topikal inhibitor calcineurin (misalnya oinment tacrolimus (Protopix), krim
pimecrolimus (Elidel)) memiliki efek fungisidal dan anti inflamasi tanpa resiko atropi
kutaneus. Inhibittor calcineurin juga baik untuk terapi dimana wajah dan telinga terlibat,
tetapi efeknya baru bisa dilihat setelah pemberian tiap hari selama seminggu.
Keratolitik
Terapi lain untuk dermatitis seboroik dengan menggunakan keratolitik.
Keratolitik yang secara luas dipakai untuk dermatitis seboroik adalah tar, asam salisiklik
dan shampo zinc pyrithion. Zinc pyrithion memliki efek keratolitik non spesifik dan anti
fungi, dapat diberikan dua atau tiga kali per minggu. Pasien sebaiknya membiarkan
rambutnya dengan shampo tersebut selama lima menit agar shampo mencapai kulit
kepala. Pasien dapat menggunakannya juga untuk tempat lain yang terkena seperti
wajah.
Anti fungi
Sebagian besar anti jamur menyerang Malassezia yang berkaitan dengan
dermatitis seboroik. Dosis satu kali sehari gel ketokonazol (Nizoral) dalam dua minggu,
satu kali sehari regimen desonide (Desowan) dapat berguna untuk dermatitis seboroik
pada wajah. Shampo yang mengandung selenium sulfide (Selsun) atau azole dapat
dipakai. Shampo tersebut dapat diberikan dua sampai tiga kali seminggu. Ketokonazole
(krim atau gel foaming) dan terbinfin (Lamisil) oral dapat berguna. Anti jamur topikal
lainnya seperti ciclopirox (Loprox) dan flukonazole (Diflucan) mempunyai efek anti
inflamasi juga.
Anti jamur (selenium sulfide, pytrithion zinc, azola, sodium sulfasetamid dan
topical terbinafin) dapat menurunkan kolonisasi oleh ragi lipopilik.
Pengobatan Alternatif
Terapi alami menjadi semakin popular. Tea tree oil (Melaleuca oil) merupakan
minyak essensial dari seak belukar Australia. Terapi ini efektif dan ditoleransi dengan
baik jika digunakan setiap hari sebagai shampo 5%3.
2. Non-Farmakologi
SEBOPSORIASIS
Definisi
Sebopsoriasis merupakan gabungan dari psoriasis dan dermatitis seboroik, skuama yang
biasanya kering menjadi agak lunak dan berlokasi pada tempat seboroik (kel.sebasea). Psoriasis
adalah suatu penyakit peradangan kulit, bersifat kronik residif, khas ditandai adanya bagian
kulit yang menebal, eritematus, dan berbatas tegas. Bagian atasnya tertutup skuama putih
seperti perak, sering terdapat pada daerah tubuh yang sering terkena trauma kulit, yaitu kepala,
bagian ekstensor dari ekstremitas, dan region sakralis. Luas kelainan kulit sangat bervariasi dari
lesi yang lokalisata dan terpisah sampai tersebar mengenai seluruh kulit.
Etiologi
Penyebab psoriasis belum diketahui secara pasti. Penyakit ini tidak menular, dan diduga
memiliki dasar penyebab penyakit autoimun, yaitu sistem kekebalan yang menyerang sel-sel
kulit yang sehat. Saat terserang sel yang semestinya melawan infeksi, sel-sel kulit
menggandakan diri dengan cepat sehingga menyebabkan penebalan kulit. Belum diketahui
kenapa sistem kekebalan tubuh bisa mengalami kinerja yang keliru, tapi para pakar menduga
ada pengaruh dari lingkungan dan gen.
Epidemiologi
Psoriaris sering ditemukan mengenai pada pada satu sampai tiga juta orang di Amerika Serikat.
Penyakit paling sering timbul pada orang muda berusia kurang dari 20 tahun, tetapi dapat terjadi
pada semua golongan umur. Pria dan wanita terkena dalam jumlah yang sama. Sekitar 30%
pasien mempunyai riwayat keluarga Psoriaris. Epidemiologi penyakit ini dapat ditemukan
diseluruh dunia dengan angka kesakitan yang berbeda dari satu tempat ke tempat yang lain.
Pada bangsa yang berkulit hitam seperti di Afrika jarang ditemukan. Sedangkan di Indonesia
belum didapatkan data angka insidensi yang jelas untuk penyakit ini.
Efloresensi
Penyakit ini tampak sebagai plak tebal eritema dan papula – papula yang tertutup oleh sisik
yang seperti perak. Plak ini biasanya terdapat di kepala, lutut dan siku. Psoriasis merupakan
penyakit yang diturunkan, meskipun cara penurunan penyakit ini belum dimengerti sepenuhnya.
Riwayat keluarga dapat ditemukan pada 66% pasien psoriasis.
Histopatologi
Menurut teori sebopsoriasis adalah kelainan kulit yang bersifat kronik dengan karakteristik
berupa plak eritematosa berbatas tegas, skuama kasar, berlapis, dan berwarna putih keperakan
yang berbatas pada daerah seboroik dan bila dilakukan pemeriksaan histopatologi
ditemukan parakeratosis dan akantosis.
Berdasarkan teori sebopsoriasis predileksinya sama dengan dermatitis seboroik yaitu pada
daerah seboroik (gland. Sebasea). Tetapi dermatitis seboroik berbeda karena skuamanya
berminyak kekuningan, sedangkan sebopsoriasis skuama putih kering, dalam pemeriksaan
sebopsoriasis dapat ditemui fenomena tetesan lilin dan fenomena auspitz.
Tata Laksana
Farmakologi
Loratadin 1x10mg
Desoximethason 0,25% krim
Ketokonazole 2% krim
Sistemik :
Kortikosteroid : Predinsolon 40-60 mg / hari
Obat sitotoksik (metotreksat) dengan dosis
1) setiap hari, 2,2-5 mg/hari selama 14 hari, selanjutnya dengan dosis bertahan 1-2
mg / hari
Nonfarmakologi
A. Definisi
Dermatitis numularis (DN) atau nama lainnya eksim numular, eksim diskoid,
ataucneurodermatitis numular adalah peradangan kulit yang bersifat kronis, ditandai
dengan lesi berbentuk mata uang (koin) atau agak lonjong, berbatas tegas, dengan
efloresensi berupa papulkovesikel yang biasanya mudah pecah sehingga membasah
(oozing).
B. Epidemiologi
Lebih sering ditemukan pada ornag dewasa.
Jarang ditemukan pada bayi dan anak.
Lebih sering pada iklim panas.
Usia umumnya 50-65 tahun, wanita 15-25 tahun.
C. Etiopatogenesis
Patogenesis DN belum diketahui secara pasti, berbagai faktor diduga turut
berperan dalam kelainan ini.
Pada pasien usia lanjut dengan DN didapatkan kelembaban kulit yang menurun.
Peranan allergen lingkungan, misalnya tungau debu rumah dan Candida albicans, juga
telah diteliti. DN dilaporkan terjadi pada pasien yang mendapat terapi isotretinoin dan
emas. DN generalisata pernah ditemukan pada pasien hepatitis C yang mendapat
pengobatan kombinasi interferon-α 2b dan ribavin. Tambalan gigi yang berasal dari
merkuri pernah dilaporkan sebagai penyebab DN. Defisiensi nutrisi, dermatitis kontak
alergi dan iritan, serta konflik emosional juga diduga menjadi penyebab kelainan ini.
D. Gambaran Klinis
Penderita DN umunya mengeluh sangat gatal yang bervariasi dari ringan sampai
berat. Lesi akut berupa plak eritematosa berbentuk koin dengan batas tegas yang
terbentuk dari papul dan papulvesikel yang berkonfluens. Vesikel lalu pecah dan terjadi
eksudat berbentuk pinpoint. Selanjutnya eksudat mongering dan menjadi krusta
kekuningan. Dalam 1-2 minggu lesi memasuki fase kronik berupa plak dengan skuama
dan likenifikasi.
Distribusi lesi yang klasik adalah pada aspek ekstensor ekstremitas. Pada
perempuan, ekstremitas atas termasuk punggung tangan lebih sering terkena. Selain itu
kelainan dapat pula ditemukan di badan.
E. Pemeriksaan Penunjang
a. Histopatologi
Pada lesi akut, ditemukan spongiosis, vesikel intraepidermal, serta sebukan sel
radang limfosit dan makrofag di sekitar pembuluh darah.
Pada lesi sub-akut, ditemukan parakeratosis, scale-crust, hiperplasi epidermal,
dan spongiosis epidermis.
Pada lesi kronik ditemukan hiperkeratosis dan akantosis.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Tes temple dapat berguna bagi kasus kronik yang rekalsitran terhadap terapi. Tes ini
berguna untuk menyingkirkan kemungkinan adanya dermatitis kontak. Hasil tes
temple yang dilakukan positif terhadap colophony, nitrofurazon, neomisin sulfat, dan
nikel sulfat. Kadar IgE dalam darah dilaporkan normal.
F. Diagnosis Banding
Dermatitis kontak alergi, dermatitis atopik, neurodermatitis sirkumsripta,
dermatitis stasis, psoriasis, impetigo, dan dermatomikosis.
G. Komplikasi
Komplikasi DN adalah infeksi sekunder oleh bakteri.
H. Tata Laksana
a. Farmakologi
Antihistamin sebagai sedatif dan mengurangi gatal.
Kortikosteroid sistemik maupun topikal.
Antibiotik seperti eritromisin, tetrasiklin 20-40 mg/kgBB selama 7-14 hari, atau
amoksilin 4 x 500 mg/hari selama 7-10 hari.
b. Non-farmakologi
Menghindari penggunaan sabun yang berlebihan
Menghindari penggunaan bahan kain yang menyebabkan iritasi
Menjaga higienitas tubuh
Bila kulit kering beri pelembab atau emoliens.
I. Prognosis
Kelainan ini biasnya menetap selama berbulan-bulan, bersifat kronik, dan timbul
kembali pada tempat yang sama.
Dermatitis Atopik
Definisi
Dermatitis yang timbul pada individu dengan riwayat atopi pada dirinya sendiri
ataupun keluarganya, yaitu riwayat asma bronkial, rhinitis alergi, dan reaksi alergi pada
serbuk tanaman.
Etiologi
Epidemiologi
Bayi (2 bulan – 2 tahun), Anak (3-10 tahun), Dewasa (13-30 tahun). Lebih banyak pada
wanita.
Daerah yang panas, Panas dan lembab memudahkan timbunya penyakit, Genetik,
Lingkungan yang kurang mendukung (seperti lingkungan yang banyak
mengandung sensitizer, iritan, serta yang mengganggu emosi lebih mudah
menimbulkan penyakit.
Predileksi
· Bayi : eritema berbatas tegas, papula/vesikel miliar disertai erosi dan eksudasi serta
krusta
Gambaran Histopatologik
Tidak khas
Diagnosis
Dermatografisme putih, untuk melihat perubahan dari rangsangan goresan terhadap kulit.
Percobaan asetilkolin, akan menimbulkan vasokonstriksi kulit yang tampak sebagai garis
pucat selama satu jam.
Diagnosis Banding
Dermatitis kontak (dengan tipe bayi): biasanya lokalisasi sesuai dengan tempat kontaktan,
lesi berupa papula miliar dan erosi.
Patofisiologi dan patogenesis dermatitis atopik (DA) merupakan gabungan dari serangkaian
interaksi rumit antara kerentanan genetik yang menyebabkan sawar epidermis yang cacat atau
tidak sempurna, kelainan pada sistem imun, dan respon imun yang meningkat terhadap
alergen dan antigen mikrobial.
Disfungsi dari sawar epidermis (skin barrier) merupakan faktor patogen utama terjadinya
DA. Pada pasien DA dapat ditemukan mutasi atau defek dari gen FLG yang akan meyandi
Protein (pro)-filaggrin yang merupakan protein penting pada sawar epidermis.
Defek genetik dari FLG (Filaggrin gene) akan mengganggu epidermis dan menyebabkan
kontak antara sel imun di dermis dengan antigen dari lingkungan eksternal. Proses ini akan
mengarah pada rasa gatal yang kuat, garukan, dan inflamasi. Proses menggaruk dapat
menyebabkan gangguan dan inflamasi pada pembatas kulit epidermal, yang dideskripsikan
sebagai itchscracth cycle. Kerusakan pembatas kulit menyebabkan migrasi dari antigen-
presenting cells yang teraktivasi ke dalam kelenjar getah bening dan migrasi dari sel T naif
menjadi sel T helper 2 (Th2). Peningkatan sitokin Th2 bersamaan dengan Tumor Necrosis
Factor α (TNF-α) dan IFN-γ menyebabkan kerusakan pembatas kulit lebih lanjut dengan cara
menginduksi apoptosis keratinosit, merusak fungsi tight junction dan meningkatkan respon
Th2 dengan cara meningkatkan ekspresi thymic stromal lymphopoetin (TSLP) dari sel
epithelial.
Selain daripada faktor genetik yang menyebabkan proses di atas, pada DA dapat terjadi defek
respon imun bawaan (innate immunity) yang menyebabkan pasien DA lebih rentan terhadap
infeksi virus dan bakteri. Pada fase awal, respon sel T didominasi oleh Th2, namun
selanjutnya terjadi pergeseran dominasi menjadi respon Th1 yang akan mengakibatkan
pelepasan sitokin dan kemokin pro inflamasi, yaitu interleukin (IL) 4, IL 5, dan TNF yang
merangsang produksi IgE dan respon inflamasi sistemik. Serangkaian kejadian tersebut akan
menimbulkan tanda dan gejala dari DA seperti pruritus.
Penatalaksanaan
Non farmako :
Farmako : Sistemik
Topikal
Prognosis
Baik
TINEA KAPITIS
A. PENDAHULUAN
Infeksi jamur dapat superfisial, subkutan dan sistemik, tergantung pada
karateristik dari host. Dermatofita merupakan kelompok jamur yang terkait secara
taksonomi. Kemampuan mereka untuk membentuk lampiran molekul keratin dan
menggunakannya sebagai sumber nutrisi memungkinkan mereka untuk berkoloni pada
jaringan keratin, masuk kedalam stratum korneum dari epidermis, rambut, kuku dan
jaringan pada hewan. Infeksi superfisial yang disebabkan oleh dematofit yang disebut
dermatofitosis, dimana dermatimicosis mengacu pada infeksi jamur.
Banyak cara untuk mengklasifikasikan jamur superfisial, tergantung habitat dan
pola infeksi. Organisme geofilik berasal dari tanah dan hanya sesekali menyerang
manusia, biasanya memalui kontak langsung dengan tanah.
Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit kepala yang disebabkan oleh jamur
dermatofit. Tinea kapitis biasanya terjadi terutama pada anak – anak, meskipun ada juga
kasus pada orang dewasa yang biasanya terinfeksi Trichophyton tonsurans. Tinea kapitis
juga dapat dilihat pada orang dewasa sengan AIDS.
Tipe Tinea Kapitis:
B. EPIDEMOLOGI
Insiden penyakit ini sepertinya meningkat di Amerika utara dan Eropa. Di Negara
seperti Ethopia, dimana akses perawatan medis yang sulit tingkat infeksi telah mencapai
lebih dari 25%. Pathogen yang dominan bervariasi sesuai lokasi geografis. Di Amerika
utara dan Inggris jamur antropolitik seperti Trichophiton tonsurans ditemukan pada 90%
kasus. Jamur zoofilik seperti Microsporum canis ditemukan di Eropa, terutama di
Mediterania dan Eropa tengah.
Terdapat beberapa kelompok orang yang memiliki resiko yang tinggi untuk menderita Tinea Kapitis yaitu anak-anak prapubertas, wanita
dengan perubahan hormon yang drastic, pasien immunocompromised dan orang dengan status social ekonomi yang rendah.
C. ETIOLOGI
Dermatofit ectothrix biasanya menginfeksi pada perifolikuler stratum korneum,
menyebar keseluruh dan kedalam batang rambut dari pertenganahan sampai akhir rambut
sebelum turun ke folikel untuk menembus folikel rambut dan diangkut keatas pada
permukaannya. Dan biasanya disebabkan spesies dermatofita seperti golongan
Trichopiton dan Microsporum.
D. GAMBARAN KLINIS
Gambaran tinea kapitis tergantung dari etiologinya.
1. Grey patch ringworm
Merupakan tinea kapitis yang biasanya disebabkan oleh genus Microsporum
dan sering ditemukan pada anak-anak. Penyakit mulai dengan papul merah yang
kecil disekitar rambut. Papul ini melebar dan membentuk bercak, yang menjadi pusat
dan bersisik. Keluhan penderita adalah rasa gatal. Warna rambut menjadi abu – abu
dan tidak berkilat lagi. Rambut mulai patah dan terlepas dari akarnya, sehingga
mudah dicabut dengan pinset tanpa rasa nyeri. Semua rambut di daerah tersebut
terserang oleh jamur, sehingga dapat terbentuk alopesia setempat. Tempat – tempat
ini terlihat sebagai grey patch.
2. Kerion
Adalah reaksi peradangan yang berat pada tinea kapitis, berupa pembengkakan
yang menyerupai sarang lebah dengan sebukan sel radang yang padat disekitarnya.
Bila penyebabnya Microsporum canis dan Microsporum gypseum, pembentukan
kerion ini lehih sering dilihat. Agak kurang bila penyebabnya Tricophyton tonsurans,
dan sedikit sekali bila penyebabnya adalah Tricophyton violaceum. Kelainan ini
dapat menimbulkan jaringan parut dan berakibat alopesia yang menetap. Jaringan
parut yang menonjol kadang – kadang dapat terbentuk.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan lesi yang melibatkan kulit kepala atau jenggot dengan
menggunakan lampu wood mungkin memperlihatkan gambaran pteridin dari
pathogen tertentu. Jika demikian, rambut dengan flouresensi tersebut harus diperiksa
lebih jauh. Perlu diketahui bahwa organisme ektotrik seperti Microsporum canis dan
Microsporum audouinii akan tampak flouresensi pada pemeriksaan lampu wood,
sedangkan organisme endotrik, Tricophyton tonsurans tidak tampak flouresensi.
Flouresensi positif terinfeksi oleh Microsporum audouinii, Microsporum canis,
Microsporum femgineum, Microsporum distorturn, dan Trichopiton schoenleinii.
Pada ruangan yang gelap kulit dibawah lampu ini berflouresensi agak biru. Ketombe
umumnya cerah putih kebiruan. Rambut yang terinfeksi berflouresensi hijau terang
atau kuning kehijauan.
Pada pemeriksaan mikroskopi, rambut harus dicabut tidak di potong melihat di
mikroskop dengan pemeriksaan KOH 10 – 20%.
- Pemeriksaan Kultur
Spesiasi jamur didasarkan pada karakteristik mikroskopik, makroskopik
danmetabolisme organisme. Saboraud dextrose agar (SDA) adalah media isolasi
yang paling umum digunakan dan sebagai basis untuk gambaran yang paling
morfologi. Namun kontaminasi saprobes tumbuh pesat pada media ini.
G. DIAGNOSA BANDING
1. Dermatitis Seboroik
Dermatitis seboroik dipakai untuk segolongan kelainan kulit yang didasari oleh
faktor konstitusi dan bertempat predileksi di tempat-tempat seboroik. Kelainan kulit
terdiri dari eritema dan skuama yang berminyak dan agak kekuningan.
2. Folikulitis
Radang folikel rambut yang disebabkan Staphilococcus aureus. Kelainan
berupa papul dan pustule yang eritematosa dan ditengahnya terdapat rambut,
biasanya multiple.
3. Dermatitis atopik
Keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal, yang umumnya
sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan
peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita.
Kelainan kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan
likenifikasi, distribusinya di daerah lipatan.
H. PENATALAKSANAAN
Anti jamur sistemik dan topical memiliki beberapa khasiat melawan dermatopit.
Infeksi yang melibatkan rambut dan kulit memerlukan antijamur oral untuk menembus
dermatofit yang menembus folikel rambur. Pengobatan standar tinea kapitis di amerika
serikat masih menggunakan grisofulvin, triazole oral (itrakonazole, flukonazol) dan
terbinafin merupakan antijamur yang aman, efektif dan memiliki keuntungan karena
durasi pengobatan yang lebih pendek.1
Pengobatan topical
- Selenium sulfide
- Iodine
- Ketoconazole
Pengobatan sistemik
- Grisofulvin 20-25mg/kg/hr/8minggu
- Fluconazole 6 mg/kg/hr/20hr
- Itraconazole 3-5mg/kg/hr/4-6minggu
- Terbinafine 3-6mg/kg/hr/2-4minggu
KASUS 4
LUKA BAKAR
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas dan suhu tinggi atau suhu yang sangat rendah. Secara terminologi, luka bakar
diambil dari Bahasa Yunani yaitu Combustio adalah suatu bentuk kerusakan dan atau kehilangan jaringan
disebabkan kontak dengan sumber yang memiliki suhu sangat tinggi.
1. Berdasarkan penyebab
2. Berdasarkan kedalaman dan kerusakan jaringan
Kerusakan jaringan karena api lebih berat dibanding air panas; kerusakan jaringan disebabkan bahan
koloid lebih berat daripada air panas.
Luka bakar akibat listrik memiliki kekhususan. Kerusakan jaringan tubuh disebabkan beberapa hal,
diantaranya :
a) Aliran listrik (arus bolak-balik, alternating current / AC) merupakan energi dalam jumlah
besar yang menimbulkan panas. Berasal dari sumber listrik, melalui bagian tubuh yang
kontak dengan sumber listrik (disebut ‘luka masuk’) dialirkan melalui bagian tubuh yang
memiliki resistensi paling rendah (yaitu cairan, darah/pembuluh darah) dan serabut saraf;
melalui bagian tubuh yang kontak dengan bumi (ground). Luka di bagian tubuh yang
kontak dengan bumi disebut ‘luka keluar’. Aliran listrik dalam tubuh menyebabkan
kerusakan akibat panas yang ditimbulkan resistensi jaringan.
b) Loncatan energi yang ditimbulkan oleh udara, yang berubah menjadi api (sumber panas).
Ledakan. Selain menimbulkan luka bakar, ledakan juga menyebabkan kerusakan organ
dalaman akibat daya ledak (eksplosif).
Berdasarkan penyebabnya, luka bakar dibedakan atas beberapa jenis, antara lain:
o Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan lapisan yang lebih dalam.
o Apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea,
mengalami kerusakan
o Tidak dijumapi bula
o Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat, kering, letaknya lebih rendah
dibandingkan kulit sekitar akibat koagulasi (denaturasi) protein pada lapis
epidermis dan dermis (dikenal dengan sebutan eskar)
o Secara teoritis tidak dijumpai rasa nyeri, bahkan hilang sensasi karena ujung-
ujung serabut saraf sensorik mengalami kerusakan/kematian.
o Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan baik dari
dasar luka, tepi luka, maupun apendises kulit.
i. Dewasa, dihitung menggunakan rumus Sembilan (rule of nine oleh Wallace), yang
didasari atas perhitungan kelipatan 9,1% adalah telapak tangan penderita.
ii. Anak-anak, dihitung menggunakan tabel lund and bowder yang mengacu pada ukuran
bagian tubuh terbesar penderita yaitu kepala.
Ada tiga metode yang umum digunakan dari perkiraan luas daerah luka bakar, dan masing-masing
metode memiliki peran dalam keadaan yang berbeda. Eritema tidak boleh disertakan ketika menghitung
luas daeran yang terbakar. Adapun metode tersebut, yaitu
Metode ini sangat baik, dan umumnnya dipakai dalam memperkirakan persentase luas permukaan luka
bakar (total body surface area - TBSA). Cara perkiraan sangat cepat untuk perkiraan luka bakar sedang
sampai berat pada orang dewasa. Wallace membagi tubuh atas bagian-bagian 9% atau kelipatan dari 9
yang dikenal dengan rule of nine atau rule of Wallace. Luas kepala dan leher, dada, punggung, pinggang
dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri, paha
kanan, paha kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki
kiri masing-masing 9%. Sisanya 1% adalah daerah genitalia.
Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif
permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan
kaki lebih kecil. Karena perbandingan luas permukaan bagian
tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi, dan rumus
10-15-20 untuk anak.
Metode ini jika digunakan dengan benar merupakan metode paling akurat. Metode ini mengkompensasi
variasi tubuh bentuk dengan usia sehingga dapat memberikan penilaian yang daerah luka bakar yang
akurat pada anak-anak.
Apabila tidak tersedia tabel tersebut, perkiraan luas permukaan tubuh pada anak dapat menggunakan
‘Rumus 9’ dan disesuaikan dengan usia:
Pada anak di bawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai 14%. Torso dan lengan persentasenya
sama dengan dewasa.
Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0.5% untuk tiap tungkai dan turunkan persentasi kepala
sebesar 1% hingga tercapai nilai dewasa.
Kulit berpigmen biasanya sulit untuk dinilai, dan dalam kasus seperti ini mungkin perlu untuk
menyingkirkan semua lapisan epidermis longgar untuk menghitung ukuran luka bakar.
Sangatlah penting untuk menilai semua bagian tubuh yang terkena luka bakar. Selama penilaian,
lingkungan harus tetap hangat. Tutup permukaan yang terpapar luka bakar ini berguna untuk mencegah
kehilangan panas dan mengurangi resiko infeksi. Penutupan luka bakar juga sangat perlu sebab dengan
adanya aliran udara di atas permukaan luka bakar akan memperberat nyeri.
Pada pasien ini dalam mengitung luas permukaan luka bakar sebagai dasar resusitasi cairan digunakan
Rumus 9 (Wallace rule of nine). Hal ini dikarenakan metode ini sangat baik, dan umumnnya banyak
digunakan oleh praklinisi. Selain itu cara perkiraannya juga sangat cepat untuk memperkirakan luas luka
bakar pada pasien dengan luka bakar sedang sampai berat pada orang dewasa.
PERHITUNGAN CAIRAN TUBUH PADA LUKA BAKAR
Pasien luka bakar sudah dapat dipastikan mengalami dehridrasi. Resusitasi cairan pada pasien luka
bakar harus segera dilakukan. Jika didapatkan tanda-tanda syok pada pasien, harus segera dilakukan
resusitasi cairan. Pada kasus luka bakar, resusitasi cairan diberikan dengan cairan RL (Ringer Lactate)
melalui jalur intravena (IV).
1. Rumus Baxter
Formula Baxter :
4 cc/24jam x BB x %LB
Cara pemberian :
– 8 jam pertama 50% (sejak kejadian LB)
– 16 jam kedua 50%
2. Rumus Konsensus
Lart RL ( lart saline seimbang lainnya)
Besar Cairan = 2-4 ml x kg BB x % luas luka bakar.
3. Cara Evans
1. Koloid: 1 ml x kg BB x % luas luka bakar.
2. Elektrolit (salin): 1 ml x kg BB x % luas luka bakar.
3. Glukosa (5% dalam air): 2000 ml untuk kehilangan insensibel.
Hari 1 : separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh sisanya dalam 16 jam
berikutnya.
Hari 2 : Separauh dari cairan elektrolit dan koloid yang diberikan pada hari sebelumnya,
seluruh penggantian cairan insensibel. Maksimum 10.000 ml selama 24 jam. Luka bakar
derajat dua dan tiga yang melebihi 50% luas permuakaan tubuh dihitung berdasarkan
50% luas permukaan tubuh.
4. Brooke-Army
1. Koloid: 0,5 ml x kg BB x % luas luka bakar
2. Elektrolit (lart RL) : 1,5 ML X kg BB x % luas luka bakar
3. Glukosa (5% dalam air) : 2000 ml untuk kehilangan insensibel.
Hari 1 : Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh sisanya dalam 16 jam
berikutnya.
Hari 2 : Separuh dari cairan koloid, separuh elektrolit, seluruh penggantian cairan
insensibel. Luka bakar derajat dua dan tiga yang melebihi 50% luas permukaan tubuh
dihitung berdasarkan 50% luas permukaan tubuh.
Tn.C, 40 tahun mengalami luka bakar sebesar 18% 1 jam yang lalu. Diketahui BB Tn.C
adalah 80 kg. Berapa besar cairan yang dibutuhkan Tn.C ?
Jawaban :
Rumus Baxter :
4 cc x 80 kg x 18 = 5.760 cc
Artinya pasien membutuhkan 5,76 liter per 24 jam.
Pada 8 jam pertama : 1/2 x 5760 = 2880 ml/8 jam
Pada 16 jam kedua : 1/2 x 5760 = 2880 ml/16 jam
Tetesan infus : jika 20 tetesan/ml
8 jam pertama :
Jumlah tetesan : 2880x20/8x60 = 120 tetes/menit
16 jam pertama :
Jumlah tetesan : 2880x20/16x60 = 160 tetes/menit
Resusitasi cairan itu bertujuan untuk mengembalikan perfusi jaringan supaya tidak edema yang
disebabkan perpindahan cairan dari vaskuler ke kompartemen ekstraseluler.
Cairan Kristaloid : komposisi cairan mirip CES, waktu paruh di intravaskuler sekitar 20-30 menit.
Kristaloid akan akan lebih banyak menyebar ke ruangan intertisial dibandingkan dengan koloid
(baik dipilih untuk resusitasi)
Cairan koloid : cairan pengganti plasma, ada zat yg memiliki berat molekul tinggi dengan
aktivitas osmotik yang menyebabkan bertahan agak lama 3-6 jam di intravaskuler. Digunakan
untuk resusitasi cairan secara cepat pada syok hipovolemik/hemoragik/kehilangan banyak protein
(hipoalbumenia) Co. Dextran, albumin 5%
Terapi Cairan
Formula yang umum dipakai dalam memulai resusitasi cairan kristaloid (Parkland/Baxter Formula) yaitu
3-4 ml/kgBB/%TBSA dalam 24 jam pertama
RA lebih baik daripada RL karena bisa memperbaiki asidosis neonatus (Onizuka dkk,1999)
Pemberian RA tidak mendorong terjadinya pembengkakan sel (Hahn dan Drobin)
Formula 4 ml/kgBB/%TBSA diberkan pada pasien dengan trauma inhalasi, full thickness injury,
trauma multiple, trauma listrik, dan pasien yang terlambat di resusitasi.
Resusitasi cairan kristaloid : Penggunaan yang cukup populer yaitu RL yang mengandung 130
meq/L sodium.
Rumus maintenance anak (Post Resusitasi fase akut 24 jam pertama) : 100 ml/kg pada 10 kg
pertama berat badan + 50 ml/kg untuk setiap kenaikan kg diatas 10 kg & <20 kgBB + 20 ml/kg
untuk kenaikan setiap 20kgBB
Rumus maintenance dewasa(Post Resusitasi fase akut 24 jam pertama : (1500 x TBSA) +
((25+LB)xTBSA))
A. Farmakologi
1. Pemberian Oksigen 4L/menit dengan nasal canule
Aliran oksigen menggunakan nasal canule adalah sekitar 1-6L/menit dengan
konsterasi oksigen 24-44%.
Indikasi: untuk pasien yang membutuhkan terapi oksigen jangka pendek
dengan konsentrasi rendah-sedang
Kontraindikasi: fraktur tengkorak kepala, trauma maksilofasial dan obstruksi
nasal
2. Perawatan Luka
Merawat luka dengan Normal saline dan menutup luka dengan kasa steril. Normal
saline merupakan campuran garam dan air, maka dari itu bersifat isotonic. Peberian
kasa steril adalah untuk menutup luka untuk mencegah infeksi mikroorganisme.
• Bahan kimia melepaskan pakaian yang terkontaminasi secepatmungkin dan melakukan irigasi
pada daerah terpapar
• Arus listrik sumber arus listrik harus dimatikan terlebih dahulu dan pasien dipindahkan dari
sumber menggunakan bahan yang non-konduktif
• Api memadamkan sumber luka bakar dengan menggulungkan pasien ke tanah kemudian
diberikan air / busa pemadam
• Air mendidih dialiri air / diberikan es batu (pendingin)
Survei Primer
• Survei primer adalah penilaian cepat dari pasien untuk menentukan pertolongan segera
Ventilasi yang baik bergantung pada fungsi paru, dinding dada, dan diafragma disebabkan jalan
pernapasan baik dan lancar belum pasti ventilasi baik
A Alert
V respon to Vocal stimulation
P respon only to Paintful stimulation
U Unresponsive
5. Exposure/Enviromental control
Pada tahap ini semua pakaian pasien dibuka. Untuk mencegah terjadinya hipotermia pasien diberikan
selimut
Perilaku sekunder :
- Melibatkan pemeriksaan dari ujung kepala hingga ujung kaki untuk memastikan tidak ada luka
- Jika memungkinkan mencari AMPLE history
Determinan kritis :
3. Resusitasi cairan
4. Pengeluaran urin
- Balutan harus memiliki daya serap yang tinggi dan diganti setiap 8 – 24 jam
• Debridement
- Usaha untuk menghilangkan jaringan mati dan jaringan yang sangat terkontaminasi dengan
mempertahankan secara maksimal struktur anatomi yang penting
- Jaringan mati menghalangi penyembuhan luka, infeksi daerah luka, infeksi sistemik, sepsis,
amputasi, dan kematian
• Skin grafting
- Tindakan memindahkan sebagian kulit / seluruh tebal kulit dari suatu tempat ke tempat yang lain secara
bebas dan untuk menjamin kehidupan jaringan tsb yang bergantung pada pertumbuhan pembuluh darah
kapiler yang baru di jaringan penerima (resipien)
MAKALAH KASUS TUTORIAL BLOK DMS
KASUS 5
FRAKTUR
Anatomi
Klasifikasi
Komponen
Sel
Matriks
Anorganik Organik
Kristal kalsium hidroksiapatit Serat Kolagen tipe 1
(kalsium dan fosfor) Substansi dasar:
Kalsium fosfat Proteoglikan: kondroitin
sulfat & keratan sulfat
Glikoprotein: osteonektin,
osteokalsin, osteopontin,
sialoprotein
Osifikasi
Osifikasi Endokondral
Osifikasi melewati tahap tulang rawan (kartilago) dan terjadi pada tulang panjang
seperti femur dan humerus
Histologi
Osteon / Sistem havers : satu unit fungsional tulang keras
Kanalis havers : saluran berisi pembuluh darah dan saraf
Lakuna : ruang berisi osteosit di antara lamella
Lamela :lempeng tulang yang tersusun konsentris
mengelilingi lakuna
Kanalikuli : bagian sitoplasma memanjang dari osteosit untuk
difusi nutrisi ke osteon
Kanalis volkman : saluran penghubung kanalis havers
Fisiologi
BASIC SCIENCE : Anatomi Articulatio Genu
Sendi ini dibentuk dari sendi engsel antara os femur dengan os tibia dan os femur dengan patella.
Ada 3 articulatio yang menyusun genus :
3. Articulation patellofemoralis
• Sel tipe A : sel fagosit à makrofag yg memfagosit debri pada ruang sendi
• Sel tipe B : mirip fibroblas à sekresi cairan sendi yg mengandung asam hyaluron,
lubricin (glikoprotein) dan filtrat plasma
• Cairan sendi berf/ memberi nutrisi pada cartilago & untuk lubrikasi sendi
FRAKTUR
Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa.
Etiologi
Menurut Apley, A.Graham, alih bahasa Edi Nugroho Fraktur dapat terjadi akibat
1. Trauma
Disebabkan kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan. Dapat berupa
pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran atau penarikan.
a. Trauma langsung
Tulang dapat patah pada tempat yang terkena, jaringan lunak rusak.
2. Kelelahan/Tekanan
Akibat dari tekanan yang berulang-ulang sehingga dapat menyebabkan retak yang terjadi
pada tulang.
3. Patologik
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh
tumor atau tulang yang sudah rapuh atau lemah seperti osteoporosis.
Determinan Fraktur
A. Faktor Manusia
1. Umur
Pada kelompok umur muda lebih banyak melakukan aktivitas yang berat daripada
kelompok umur tua. Aktivitas yang banyak akan cenderung mengalami kelelahan tulang dan
jika ada trauma benturan atau kekerasan tulang bisa saja mengalami fraktur.
Insidens kecelakaan yang menyebabkan fraktur lebih banyak pada kelompok umur muda
pada waktu berolahraga, kecelakaan lalu lintas, atau jatuh dari ketinggian.
2. Jenis Kelamin
Laki – laki pada umumnya lebih banyak mengalami kecelakaan yang menyebabkan
fraktur karna pada umumnya laki – laki lebih aktif dan lebih banyak melakukan aktivitas
daripada perempuan. Misalnya aktivitas di luar rumah untuk bekerja sehingga mempunyai
risiko lebih tinggi mengalami cedera.
3.Aktivitas Olahraga
Aktivitas yang berat dengan gerakan yang cepat pula dapat menjadi risiko penyebab
cedera pada otot dan tulang. Daya tekan pada saat berolah raga seperti hentakan, loncatan atau
benturan dapat menyebabkan cedera dan jika hentakan atau benturan yang timbul cukup besar
maka dapat mengarah pada fraktur.
3. Massa Tulang
Massa tulang yang rendah akan cenderung mengalami fraktur daripada tulang yang padat.
Pada masa dewasa kemampuan mempertahankan massa tulang menjadi berkurang seiring
menurunnya fungsi organ tubuh. Pengurangan massa tulang terlihat jelas pada wanita yang
menopause.
B. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan yang mempengaruhi terjadinya fraktur dapat berupa kondisi jalan
raya, permukaan jalan yang tidak rata atau berlubang, lantai yang licin dapat menyebabkan
kecelakaan fraktur akibat terjatuh.
Manifestasi Klinis
Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme
otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang intuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
Hilangnya fungsi tubuh
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara
tidak alamiah(gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen
pada fraktur lengan atau tungkai menyebabakan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas
yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak
dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritas tulang tempat
melekatnya otot.
Pemendekan Ekstremitas
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot
yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
Krepitus
Saat ekstremitas diperiksa dengan palpasi, teraba adanya derik tulang(krepitus) yang teraba
akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus dapat menyebabkan kerusakan
jaringan lunak yang lebih berat.
Pembengkakan dan perubahan warna
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah
cedera
Klasifikasi fraktur
1. Klasifikasi etiologis
Fraktur traumatic
Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah
secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan
kerusakan pada kulit di atasnya.
Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan,
misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
Fraktur patologis
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma
minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan
berikut :
1) Tumor Tulang ( Jinak atau Ganas ) : pertumbuhan jaringan baru yang
tidak terkendali dan progresif.
2) Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut
atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan
sakit nyeri.
3) Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin
D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan
kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau
fosfat yang rendah.
Fraktur stress
Kerusakan tulang karena kelemahan yang terjadi sesudah berulang-ulang ada
tekanan berlebihan yang tidak lazim, karena itu terjaidnya trauma yang terus
menerus pada tempat tertentu.
2. Klasifikasi klinis
Fraktur tertutup
Biasa diesbut “fraktur simple” karena tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar.
Fraktur terbuka
Terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan di kulit. Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat (menurut R. Gustillo),
yaitu:
1) Derajat 1
Luka <1 cm
Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau kominutif ringan
Kontaminasi minimal
2) Derajat 2
Laserasi >1 cm
Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/ avulsi
Fraktur kominutif sedang
Kontaminasi sedang
3) Derajat 3
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur
kulit, otot, dan neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi.
Fraktur terbuka derajat III terbagi atas:
3. Klasifikasi radiologis
Lokalisasi
Diafisial
Metafisial
Intra-artikuler
Fraktur dengan dislokasi
Konfigurasi
Fraktur transversal
Faktur oblik
Fraktur spiral
Fraktur Z
Fraktur segmental
Fraktur komunitif, fraktur lebih dari dua fragmen
Fraktur baji biasanya pada vertebra karena trauma kompresi
Fraktur avulsi, fragmen kecil tertarik oleh otot atau tendo misalnya fraktur
epikondilus humeri, fraktur patela
Fraktur depresi, karena trauma langsung misalnya pada tulang tengkorak
Fraktur impaksi
Fraktur pecah (burst) dimana terjadi fragmen kecil yang berpisah pada fraktur
vertebra, patela, talus, kalkaneus
Fraktur epifisis
Menurut ekstensi
Fraktur total
Fraktur tidak total (fraktur crack)
Fraktur buckle atau torus
Fraktur garis rambut
Fraktur green stick
Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya
Tidak bergeser (undisplaced)
Bergeser (displaced)
Bergeser dapat terjadi dalam 6 cara :
a)Bersampingan
b)Angulasi
c)Rotasi
d)Distraksi
e)Over-riding
f)Impaksi
Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki
kerusakan – kerusakan yang dialaminya.
Proses penyembuhan fraktur beragam sesuai dengan jenis tulang yang mengalami frakur tsb dan
jumlah gerakan di tempat fraktur.
Penyembuhan dari fraktur sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor lokal dan faktor sistemik.
Faktor lokal:
Lokasi fraktur
Jenis tulang yang mengalami fraktur.
Reposisi anatomis dan immobilasi yang stabil.
Adanya kontak antar fragmen.
Ada tidaknya infeksi.
Tingkatan dari fraktur.
Faktor sistemik :
Keadaan umum pasien
Umur
Malnutrisi
Penyakit sistemik.
Dalam istilah-istilah histologi klasik, penyembuhan fraktur telah dibagi atas penyembuhan
fraktur primer dan fraktur sekunder.
Fraktur Primer
Terjadi internal remodelling yang meliputi upaya langsung oleh korteks untuk membangun
kembali dirinya ketika kontinuitas terganggu.
Tidak ada hubungan dengan pembentukan kalus. Terjadi internal remodelling dari haversian
system dan penyatuan tepi fragmen fraktur dari tulang yang patah.
Remodeling haversian aktif terlihat pada sekitar minggu ke-4 fiksasi.
Fraktur yang terjadi tidak menyebabkan perubahan posisi pada tulang dan juga tidak menimbulkan
luka pada jaringan lunak.
Fraktur Sekunder
Terjadi meliputi respon dalam periostium dan jaringan-jaringan lunak eksternal.
Proses penyembuhan fraktur ini secara garis besar dibedakan atas 5 fase, yakni:
1. fase hematom (inflamasi)
2. fase proliferasi,
3. fase kalus,
4. fase osifikasi dan
5. remodelling.
(Buckley, R.,2004, Buckwater J. A., et al,2000).
a) FASE HEMATOMA (INFLAMASI)
o Terjadi perdarahan dalam jaringan yang cidera dan pembentukan
hematoma di tempat patah tulang. Periosteum.
o Periosteum terdorong dan robek akibat tekanan ekstravasasi
darah ke jar. lunak
o Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya
pasokan darah terjadi hipoksia dan inflamasi yang menginduksi
ekpresi gen dan mempromosikan pembelahan sel dan migrasi
menuju tempat fraktur untuk memulai penyembuhan.
o Waktu terjadinya proses ini dimulai saat fraktur terjadi sampai 2 – 3 minggu.
b) FASE PROLIFERASI
o Hematoma yang membeku perlahan-lahan diabsorbsi dan
terbentuklah:
benang-benang fibrin untuk revaskularisasi
invasi fibroblast dan osteoblast (berkembang dari osteosit,
sel endotel, dan sel periosteum) menghasilkan kolagen
dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan
tulang.
o Dari periosteum, tampak pertumbuhan melingkar. kalus eksterna belum mengandung tulang
o Pada fase ini berakhir pada minggu ke 4 – 8 pasca fraktur.
c) FASE KALUS
o Mulai terbentuk jaringan tulang kondrosit (jaringan tulang
rawan).
o Massa sel yang tebal, dengan pulau-pulau tulang yang
imatur dan kartilago, membentuk kalus atau bebat pada
permukaan periosteal dan endosteal.
o Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan
fibrous, tulang rawan, dan tulang serat matur.
o Regulasi dari pembentukan kalus selama masa perbaikan fraktur dimediasi oleh ekspresi dari
faktor-faktor pertumbuhan. : Transforming Growth Factor-Beta1 (TGF-B1)
Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF)
o Terjadi pada minggu 8-9 pasca fraktur, selama 2- 3 minggu.
d) FASE KONSOLIDASI
o Dengan aktifitas osteoklast dan osteoblast yang terus menerus
tulang yang immature (woven bone) mature (lamellar bone).
o Keadaan tulang lebih kuat osteoklast dapat menembus jaringan debris pada daerah fraktur dan
diikuti osteoblast yang akan mengisi celah di antara fragmen dengan tulang yang baru.
o Proses 3 minggu- 8 bulan, hingga tulang sudah cukup kuat untuk menerima beban yang normal.
e) REMODELLING
o Fraktur telah dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat
(dengan bentuk yang berbeda dengan tulang normal.)
o Berbulan- bulan terjadi proses pembentukan dan penyerapan
tulang yang terus menerus
Lamella yang tebal akan terbentuk pada sisi dengan tekanan yang tinggi.
Rongga medulla akan terbentuk kembali dan diameter tulang kembali pada ukuran
semula.
o Akhirnya tulang akan kembali mendekati bentuk semulanya, terutama pada anak-anak.
o Pada keadaan ini tulang telah sembuh secara klinis dan radiologi dalam 6- 12 bulan
Waktu Peyembuhan Fraktur
Komplikasi Awal
1. Kerusakan Arteri
Ditandai dengan tidak adanya nadi, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin
pada ekstrimitas, dsb
2. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
3. Avaskuler Nekrosis (AVN)
4. Shock
2. Delayed union
Fraktur telat sembuh setelah selang waktu 3- 5 bulan; 3 bulan (ekstrimitas atas) dam 5 bulan
(ekstrimitas bawah).
3. Nonunion
Fraktur tidak menyembuh antara 6 – 8 bulan dan tidak didapatkan konsolidasi didapat
pseudoarthrosis (sendi palsu).
• Etiologi :
1) Kurang vaskularisasi
2) Reduksi tidak adekuat
3) Imobilisasi tidak adekuat dan waktu tidak cukup
4) Infeksi
5) Fiksasi interna tidak sempurna
6) Jarak antar fragmen terlalu jauh
7) Delayed union tidak diobati
8) Pengobatan salah atau tidak sama sekali
Patofisiologi
Penatalaksanaan
Prinsip Pengobatan (4R)
◦ Recognition
◦ Reduction (reduksi fraktur apabila perlu)
◦ Retention (imobilisasi fraktur)
◦ Rehabilitation
• Recognition
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis, pemeriksan klinis dan
radiologis.
Pada awal pengobatan perlu diperhatikan:
◦ Lokalisasi fraktur
◦ Bentuk fraktur
◦ Menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan
◦ Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan
• Reduction
Reduksi fraktur yang berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan posisi anatomis
normal.
Metode untuk reduksi adalah dengan reduksi tertutup dan reduksi terbuka. Metode tertentu yang
dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap sama.
• Retention
◦ Setelah fraktur direduksi -> fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi
dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan.
◦ Tujuan: mempertahankan reduksi di tempatnya sampai terjadi penyembuhan.
◦ Metode untuk imobilisasi dibantu dengan:
1. Alat-alat eksternal berupa bebat, brace, case, pen dalam plester, fiksator eksterna, traksi, balutan,
dan
2. Alat-alat internal berupa nail, lempeng, sekrup, kawat, batang
Rehabilitation
◦ Mengembalikan aktivitas fungsional semaksimal mungkin
◦ Tujuannya untuk mempertahankan dan memperbaiki fungsi dan mempertahankan reduksi dan
imobilisasi
TERAPI KONSERVATIF
Metode konservatif yaitu menggunakan immobilisasi untuk kondisi fraktur yang stabil.
Indikasi imobilisasi:
1. Untuk mencegah displacement/angulasi fragmen
2. Untuk mencegah pergerakan
3. Untuk mengurangi nyeri
Mitella
Mitella adalah suatu teknik immobilisasi ekstremitas atas menggunakan balutan berbentuk segitiga yang
berukuran 50-100 cm yang terbuat dari cotton
Tujuan pemasangan mitella:
1. Untuk menggimmobilisasi lengan atas.
2. Untuk memberikan efek elevasi pada ekstremitas atas.
3. Untuk memberikan efek anti gravitasi pada cedera sendi bahu.
Prosedur :
1. Mempersiapkan alat balutan dengan ukuran yang tepat sesuai ekstremitas yang akan dipasang
mitella.
2. Harus melakukan proteksi diri sebelum melakukan pembalutan.
3. Melakukan pemeriksaan neurovaskuler distal.
4. Memposisikan ekstremitas atas pada posisi adduksi dan rotasi interna sendi bahu, fleksi 90
derajat sendi siku.
5. Lakukan pemasangan mitella dengan sisi runcing ke arah sendi siku, dan dua sisi runcing lainnya
diikatkan ke samping leher.
6. Bagian akral diusahakan tidak tertutup mitella.
7. Periksa kembali neurovaskuler distal.
Bandage (Pembalutan)
Balutan adalah suatu tindakan membatasi gerakan tungkai menggunakan bahan yang terbuat dari kain.
Balutan akan memberikan efek immobilisasi parsial pada tungkai.
Tujuan:
• Mengurangi atau mencegah pembengkakan pada tungkai cedera
• Menghentikan perdarahan
• Memegang alat untuk mengimmobilisasi tungkai seperti bidai.
Prosedur
1. Mempersiapkan alat balutan dengan ukuran yang tepat sesuai tungkai yang akan dibalut.
2. Harus melakukan proteksi diri sebelum melakukan pembalutan.
3. Melakukan pemeriksaan neurovaskuler distal.
4. Melakukan stabilitas manual pada tungkai yang mengalami cidera pada posisi yang
diinginkan.
5. Jika diperlukan melakukan padding pada tulang-tulang yang menonjol, untuk mencegah
terjadinya ulkus dekubitus.
6. Pastikan ujung balutan terfiksasi dengan baik.
7. Periksa kembali keadaan neurovaskeler distal
Teknik pembalutan ada 4:
a. Circular turn -> overlapping penuh pada setiap putaran balutan
b. Spiral turn -> overlapping setengah lebar balutan pada setiap putaran, yang dipasang
secara asending dari distal ke proksimal ekstremitas -> pergelangan tangan
c. Spiral reverse turn -> selalu dibalikkan arah putarannya balutan pada setiap setengah
putaran -> tungkai bawah
d. Spica turn (figure of eight) -> teknik balutan ascending dan descending pada setiap
putaran -> selalu overlapping dan menyilang dari proksimal ke distal sehingga
membentuk sudut.
Fiksasi Gips
◦ Gips digunakan sebagai alat fiksasi pada patah tulang.
◦ Tujuan pemakaian gips adalah melindungi dan menstabilkan struktur anatomi tulang yang patah.
◦ Terdapat 2 jenis gips:
A. Gips Fiberglass
B. Gips Plester (Plester of paris)
Traksi (mengangkat/menarik)
Traksi merupakan salah satu pengobatan konservatif yang mudah dilakukan oleh setiap dokter dan
bermanfaat dalam mereduksi suatu fraktur atau kelainan-kelainan lain seperti spasme otot. Secara umum
traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada ekstermitas pasien.
Traksi digunakan untuk :
Meminimalkan spasme otot
Untuk mereduksi
Mensejajarkan
Mengimobilisasi fraktur
Mengurangi deformitas
Traksi Kulit
Traksi kulit digunakan untuk mengontrol spasme kulit dan memberikan imobilisasi. Digunakan dalam
waktu 4 minggu dan beban < 5 kg.
Traksi Skeletal
Traksi tulang diterapkan melalui fiksasi langsung ke tulang -> balanced traction. Dilakukan untuk
menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal / penjepit melalui tulang / jaringan metal
Traksi Buck
Traksi Buck adalah bentuk traksi kulit di mana tarikan diberikan pada satu bidang bila hanya imobilisasi
parsial atau temporer yang diinginkan.
Traksi Russel
Traksi Russel dapat digunakan pada fraktur plato tibia, menyokong lutut yang fleksi pada penggantung
dan memberikan gaya tarik horizontal melalui pita traksi balutan elastis ke tungkai bawah.
3) Analgetik
Tramadol drip 200mg dalam 500cc RL
MK : berikatan dengan reseptor spesifik SSP, menginhibisi norepinefrin dan serotonin
Indikasi: nyeri akut dan kronik, dan pasca bedah
ESO : pusing, mual muntah, priritis, lelah, konstipasi
KI : Pasien dengan ketergantungan opium,penggunaan bersamaan dengan obat SSP lain
4) Ondansentron 3 x 4mg IV
MK : Hambat serotonin 5-hidroksitriptamin di saluran cerna, CTZ, dan di otak
Indikasi : Penurunan asam lambung
ESO : Konstipasi, perut kembung,pusing, ngantuk
REFERENSI
Martini, Frederic. 2012. Fundamentals of Anatomy & Physiology. 9th ed. San Fransisco : Pearson
Education, Inc.
Tortora, Gerrard J. 2014. Principles of Anatomy & Physiology. 14th ed. USA : John Wiley &
Sons, Inc.
Mescher, Anthony L. 2009. Histologi Dasar Junqueira. Ed. 12. Jakarta : EGC
Jurnal Unlam; Rinaldi Aditya Asrizal;Medical Faculty of Lampung University (Closed Fracture)
KASUS 6
OSTEOARTHRITIS
A. Definisi
Tulang adalah jaringan ikat khusus yang terdiri dari matriks tulang dan sel-sel
tulang yang terdiri dari osteoblas, osteosit, dan osteoklas.
B. Fungsi
1. Support
Sistem skeletal sebagai strucrutal support (pendukung struktural) untuk tubuh.
Tulang juga sebagai tempat melekatnya otot, jaringan lunak, dan organ lain, serta
memberi bentuk tubuh.
4. Proteksi
Tulang berfungsi untuk melindungi organ vital dan lunak.
5. Sebagai tuas
Untuk memperbesar daya pergerakan.
D. Penyusun Tulang
1. Matriks Tulang
⊡ Komponen Anorganik :
- Kalsium fosfat,
- Kristal kalsium hidroksiapatit, dan
- Ion-ion seperti bikarbonat, sodium, magnesium, dan flourida.
- Memberikan kekuatan tekan
⊡ Komponen Organik :
- Serat kolagen tipe I,
- Proteoglikan (kondroitin sulfat),
- Glikoprotein (osteonektin, osteokalsin)
- Memberikan kekuatan tarik
2. Sel Tulang
a. Osteoblas
Berasal dari sel punca mesenkim
Osteoblas aktif berlokasi pada permukaan matriks tulang, membentuk
selapis sel kuboid.
Osteoblas memproduksi komponen organik matriks tulang, termasuk serat
kolagen tipe I, proteoglikan, dan glikoprotein.
Osteoblas yang dikelilingi oleh matriks yang disekresikan sendiri akan
berdiferensiasi menjadi osteosit
b. Osteosit
Sel tulang dewasa
Sel yang terdapat di rongga-rongga (lakuna) di antara lapisan (lamela)
matriks tulang, dengan cabang sitoplasma dalam kanalikuli kecil yang meluas
ke dalam matriks.
Sel utama pada tulang yang melakukan pertukaran nutrisi dengan darah.
Osteosit tidak dapat membelah, dalam satu lakuna hanya ada satu osteosit.
c. Osteoblas
Sel raksasa yang merupakan fusi dari monosit
Multinuklear
Osteoklas melepaskan enzim lisosom dan asam yang akan mencerna protein
dan mineral pada matriks tulang à osteolisis atau resorpsi tulang.
Membran plasma osteoklas yang menempel dengan matriks tulang à ruffled
zone
d. Osteoprogenitor
Sel punca tulang uang belum terspesialisasi
Berasal dari jaringan mesenkim
Satu-satunya sel tulang yang mengalami pembelahan
Mengalami perkembangan menjadi osteoblas
F. Klasifikasi Tulang
Secara histologis, tulang diklasifikasikan menjadi 2, yaitu tulang kompak dan
tulang spongiosa. 80% bagian tulang terdiri dari tulang kompakta dan 20% nya adalah
tulang spongiosa.
a. Tulang Kompakta
Tulang kompak tersusun dari osteon yang tersusun parallel. Osteon adalah unit
fungsional terkecil dari tulang.
b. Tulang Spongiosa
Tulang spongiosa tersusun dari trabecular-trabekular yang membentuk ruang
dimana ruang-ruang ini akan digunakan untuk tempat sumsum tulang. Tulang
spongiosa dilapisi oleh endosteum, dimana pada endosteum terdapat osteoblas dan
osteoklas. Pada trabekular terdapat lubang-lubang yang disebut muara kanalikuli.
G. Osifikasi
Osifikasi adalah proses penulangan. Ada 2 jenis osifikasi, yaitu osifikasi
intramembranosa dan osifikasi endokondral. Osifikasi intramembranosa adalah proses
kebanayakan tulang pipih mulai terbentuk. Dimana sel mesenkim berdiferensiasi
menjadi osteoblas yang mensekresian matriks tulang, membentuk jaringan spikula dan
trabekula. Jaringan ikat vaskular pada celah-celahnya akan berubah menjadi sumsum
tulang. Osifikasi ini biasa disebut juga osifikasi dermal karena terjadi di lapisan dalam
dermis. Sedangkan osifikasi endokondral umunya terjadi pada tulang-tulang panjang.
Dimana matriks tulang rawan yang sudah ada dikikis dan diinvasi oleh osteoblas.
REFERENSI
a. Pertumbuhan interstisial
Di bagian dalam tulang rawan yang berkembang, sel-selnya untuk waktu
tertentu, masih dapat membelah. Setalah telofase, sekresi matriksnya
membentuk sekat yang makin tebal di antara sel-sel anak sehingga mereka
menempati lacuna terpisah. Sel-sel ini, pada gilirannya, kemudian membelah,
menghasilkan kelompok empat kondrosit dalam lacuna bersebelahan.
Pengembangan tulang rawan melalui pembentukan sel-sel dan matriks baru
dari dalam disebut pertumbuhan insterstisial dan menerangkan terdapatnya
pasangan dan kelompok empat atau lebih lacuna dalam tulang rawan
dewasa. Setiap kelompok dikatakn isogen karena merupakan turunan dari
satu konrosit yang mengalmi beberapa kali pembelahan sebelum berhenti.
Matriks tepat mengelilingi setiap kelompok sel isogen terpulas lebih gelap.
Halo lebih basofilik ini disebut sebagai matriks territorial dan daerah kurang
basofilik lain diantara kelompok-kelompok sel disebut matriks
interteritorium.
Pada tulang rawan epifisis tulang panjang yang tumbuh, pertumbuhan
insterstisial tetap ada dan pembelahan sel dalam orientasi tetap ada dan
pembelahan sel dalam orientasi tetap menghasilkan lacuna tersusun dalam
kolom memanjang parallel terhadap sumbu panjang tulang. Sel-sel pada
ujung metafisis kolom ini berdegenerasi dan lakunanya dimasuki tulang yang
makin maju.
b. Pertumbuhan Aposisional
Cara lain pertumbuhan tulang rawan ialah dengan meletakkan lebih banyak
matriks pada permukaannya. Mekanisme pertumbuhan ini disebut sebagai
pertumbuhan aposisional. Mekanisme pertumbuhan ini bergantung pada
permukaan kondroblas penghasil matriks baru pada permukaan tulang
rawan.
Mesenkim yang mengelilingi tulang rawan memadat membentuk
perikondrium. Sel-sel pada aspek dalamnya, disebut sebagai lapis
kondrogeniknya, berproliferasi, berkembang menjadi kondrosit, dan
menghasilkan matriks di sekitarnya, sehingga terkurung di dalam tulang
rawan. Penambahan sel dan matriks baru pada permukaan ini disebut
pertembuhan aposisional, kesanggupan perikondrium membentuk tulang
rawan berlanjut sampai ke pasca-lahir dan membantu pertumbuhan
diameter model tulang rawan dari tulang panjang.
Matriks tulang rawan pada dasarnya merupakan gel amorf berpegas dengan
susunan molekul khusus. Del ini terutama terdiri atas proteoglikan, selain sedikit protein
dan glikoprotein. Di dalam gel tersebar serat kolagen halus yang dibentuk oleh kolagen
tipe II. Protein utama dalam matriks tulang rawan ialah kolagen tipe II dan protein
penghubung. Kondronektin merupakan glikoprotein yang dihasilkan kondroblas dan
yang memperkuat perlekatan sel ini dan kondrosit pada kolagen tulang rawan. Protein
matriks lain disebut kondrokalsin diduga berperan dalam pengapuran tulang rawan
hialin.
Pada kebanyakan kasus, yang matriks tulang rawanya telah diendapi garam
demikian, kondrosit yang terbenam di situ akan diganti oleh jaringan tulang. Jaringan
tulang memiliki susunan kanalikuli yang unik, yang memungkinkan matriksnya
mengalami pengapuran tanpa menganggu nutrisi sel-sel didalamnya.
4. Jenis – Jenis Tulang Rawan
Tulang rawan tidak terdapat pembuluh darah intrinsic, saraf, dan pembuluh limfe.
Bahan makanan, oksigen dan buangan sel harus merembes melalui matriks secara difusi
dari perikondrium. Avaskularitas mengakibatkan lambatnya proses metabolism pada tulang
rawan dewasa dan juga perlambatan atau penghambatan respons terhadap kerusakan atau
cedera.
Trauma yang menyebab cedera pada tulang rawan akan diperbaiki oleh
perinkondrium. Sel-sel perokondrium cenderung untuk mengisi kekosongan atau defek dan
sel-sle kondrogenik dalam periokondrium akan berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi
kondroblas yang menghasilkan matriks baru.
Tulang rawan dipengaruhi oleh adanya defisiensi protein, mineral dan vitamin.
Sebagia contoh, dibutuhkan vitamin A,C, D, kalsium dan fosfor dalam kadar yang baik untuk
perkembangan normal tulang rawan. Hormon perangsang pertumbuhan dan hormon-
hormon yang lain juga memengaruhi perkembangan tulang rawan.
Definisi Sendi
Sendi adalah tempat dua elemen kerangka bergabung bersama (Gray Dasar-Dasar
Anatomi, 2013). Secara umum dibagi 2 garis besar, yaitu Sendi Synovialis dan Sendi Fibrosa-
Kartilago (Compacta). Sendi juga dapat diklasifikasikan berdasarkan fungsi, gerakan, struktur,
dan bentuknya.
Klasifikasi Sendi
Berdasarkan Fungsi
Sinarthroses
Sendi yang tidak dapat digerakan dimana 2 tulang dihubungkan dengan kuat oleh
jaringan fibrosa. Contoh tulang tengkorak.
Amfiarthroses
Sendi yang dapat sedikit digerakkan pada permukaan tulang yang terhubung oleh
ligamen atau kartilago. Contoh intercostae dengan os. Manubrium sterni.
Diarthroses
Sendi yang dapat dengan bebas digerakan pada beragam bentuk (sendi Synovialis).
Contoh art. Ginglymus, art. Trochoidea, art. Sellaris, dan lain-lain.
Berdasarkan Struktur
Fibrous
a. Sutura
Hanya terdapat pada tulang tengkorak yang dihubungkan oleh ligamentum suturale.
Contohnya sutura serrata, sutura squamosa, sutura harmoniana
b. Gomphosis
Hanya terdapat pada sambungan gigi dengan tulang berdekatan. Berbentuk Bony Socket
dimana sabut-sabut jaringan kolagen di dalam ligamentum periodontale berada di antara akar
gigi
c. Syndesmosis
Cartilaginous
a. Synchondrosis
Terjadi dimana 2 pusat osifikasi yang berkembang dipisahkan oleh selapis tulang rawan
dan menjadi osifikasi lengkap. Contohnya antara caput dan corpus os. Tibia dan os. Fibula
b. Symphisis
Terjadi dimana 2 tulang dihubungkan tulang rawan. Contohnya diskus intervertabralis
dan symphisis pubis
Synovialis
Adalah hubungan antara komponen tulang kerangka dimana elemen-elemen yang
terlibat dipisahkan oleh cavitas articularis/ruang sendi yang sempit
Membrana synovialis
Melekat pada tepi permukaan sendi yang saling berhadapan di antara tulang rawan dan
tulang dan menutupi cavitas articularis. Banyak mengandung pembuluh darah dan
memproduksi cairna synovialis. Kantung tertutup di luar sendi membentuk bursae synovialis
yang membungkus tendo.
Membrana fibrosum
Dibentuk oleh jaringan ikat padat dan mengelilingi serta menstabilkan sendi. Bagiannya
dapat menebal untuk membentuk ligamentum.
Bantalan Lemak
Terjadi antara membrana synovialis dan capsula dan bergerak ke dalam dan keluar
daerah sebagai perubahan kontur sendi selama pergerakan
Tendo
Berdasarkan Gerakan
Berdasarkan Bentuk
Plana/meluncur
Gerakan meluncur, e.g. acromioclavicularis
Ginglymus/engsel
Gerakan mengelilingi transversal satu sumbu, fleksi dan ekstensi, e.g. Art. Cubiti
(humeroulnaris)
Trochoidea/poros
Gerakan rotasi (menglilingi batang tulang secara longitudinal) e.g. Art. Atlanto-
axialis mediana
Bicondylaris
Gerakan paling banyak pada satu sumbu dengan rotasi terbatas mengelilingi
sumbu kedua, terdiri dari 2 condylus cembung dengan permukaan datar/cekung. E.g.
Art.genus
Condylaris (ellipsoidea)
Gerakan mengelilingi 2 sumbu yang saling tegak lurus, memungkinkan fleksi,
ekstensi, abdukis, adduksi, circumduksi (terbatas) e.g. Art.carpi
Sellaris/plana
Gerakan mengelilingi 2 sumbu yang saling tegak lurus. Memungkinkan fleksi,
ekstensi, abduksi, adduksi, circumduksi. E.g. Art. Carpometacarpalis pollicis
Spheroidea/ Ball and Socket
Gerakan multiaxial (seluruh arah) e.g. Art.coxae
CLINICAL SCIENCE ORTEOARTHRITIS (OA)
i. Definisi
Osteoarthritis adalah suatu penyakit yang disebabkan adanya proses degenerasi sendi
synovial yang ditandai dengan menipis, rusak, atau hilangnya tulang rawan articular.
ii. Etiologi
1. Usia
2. Gender
Tulang rawan articular dapat rusak karena trauma atau gangguan inflamasi
sebelumnya. Enzim yang dikeluarkan oleh sel synovial dan leukosit menyebabkan
terkikisnya proteoglikan dari matriks, dan IL-1 yang dihasilkan synovial menekan
sintesis proteoglikan.
iii. Epidemiologi
iv. Klasifikasi
I. OA Primer
II. OA Sekunder
– Grade 0: normal
– Grade 1: sendi normal, terdapat sedikit osteofit
– Grade 2: osteofit pada dua tempat dengan sklerosis subkondral, celah sendi
normal, terdapat kista subkondral
– Grade 3: osteofit moderat, terdapat deformitas pada garis tulang, terdapat
penyempitan celah sendi
– Grade 4: terdapat banyak osteofit, tidak ada celah sendi, terdapat kista
subkondral dan sklerosis
– Nyeri: Nyeri pada sendi berasal dari inflamasi pada sinovium, tekanan pada
sumsum tulang, fraktur daerah subkondral, tekanan saraf akibat osteofit,
distensi, instabilnya kapsul sendi, serta spasme pada otot atau ligamen. Nyeri
terjadi ketika melakukan aktifitas berat. Pada tahap yang lebih parah hanya
dengan aktifitas minimal sudah dapat membuat perasaan sakit, hal ini bisa
berkurang dengan istirahat.
– Kekakuan sendi: kekakuan pada sendi sering dikeluhkan ketika pagi hari ketika
setelah duduk yang terlalu lama atau setelah bangun pagi.
– Krepitasi: sensasi suara gemeratak yang sering ditemukan pada tulang sendi
rawan.
– Pembengkakan pada tulang biasa ditemukan terutama pada tangan sebagai
nodus Heberden (karena adanya keterlibatan sendi Distal Interphalangeal (DIP))
atau nodus Bouchard (karena adanya keterlibatan sendi Proximal Phalangeal
(PIP)). Pembengkakan pada tulang dapat menyebabkan penurunan kemampuan
pergerakan sendi yang progresif.
– Deformitas sendi: pasien seringkali menunjukkan sendinya perlahan-lahan
mengalami pembesaran, biasanya terjadi pada sendi tangan atau lutut (Davey,
2006).
vii. Pemeriksaan
– Tentukan BMI
– Perhatikan gaya berjalan/pincang
– Kelemahan/atrofi otot
– Tanda-tanda inflamasi/efusi sendi
– Lingkup gerak sendi (ROM)
– Nyeri saat pergerakan atau nyeri di akhir gerakan.
– Krepitus
– Deformitas/bentuk sendi berubah
– Gangguan fungsi/keterbatasan gerak sendi
– Nyeri tekan pada sendi dan periarticular
– Penonjolan tulang (Nodul Bouchard’s dan Heberden’s)
– Pembengkakan jaringan lunak
– Instabilitas sendi
Pada pemeriksaan fisik dari osteoartritis dapat ditemukan tanda-tanda
berupa hambatan gerak. Perubahan ini seringkali sudah ada meskipun pada OA
yang masih dini (secara radiologis). Biasanya bertambah berat dengan beratnya
penyakit, sampai sendi hanya bisa digoyangkan dan menjadi kontraktur.
Gejala lainnya ialah krepitasi. Gejala ini lebih berarti untuk pemeriksaan
klinis lutut OA. Gejala ini timbul karena gesekan kedua permukaan tulang sendi
pada saat sendi digerakkan atau secara pasif di manipulasi. Pada perabaan dapat
dirasakan pembengkakan sendi. Pembengkakan pada pasien OA dapat timbul
karena efusi pada sendi yang biasanya tidak banyak (<100cc). Sebab lain adalah
karena adanya osteofit, yang dapat mengubah permukaan sendi.
Nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata dan warna
kemerahan mungkin dijumpai pada OA karena adanya sinovitis. Biasanya tanda-
tanda ini tak menonjol dan timbul belakangan, seringkali dijumpai di lutut,
pergelangan kaki dan sendi-sendi kecil tangan dan kaki.
Otot-otot sekitar sendi yang atrofi dapat terjadi karena tidak digunakan
atau karena hambatan reflek dari kontraksi otot.
b. Pemeriksaan Penunjang
Gambaran Radiologi
a) Plain radiography
Diagnosis dapat dilakukan menggunakan metode plain radiography ini karena metode
ini merupakan metode yang cost–effective dan hasilnya dapat diperoleh dalam waktu
yang singkat. Metode radiografi ini dapat menggambarkan terjadinya hilangnya sendi,
atau terdapatnya ruang, serta tulang subchondral sclerosis dan formasi kista.
b) Bone Scanning
Metode ini mungkin membantu dalam diagnosis awal osteoarthritis tangan. Selain itu,
metode ini juga dapat membantu membedakan osteoarthritis dari osteomyelitis dan
metastase tulang (Lozada, 2013).
c) Arthrocentesis
viii. Prognosis
Prognosis pasien dengan osteoarthritis primer bervariasi dan terkait dengan sendi yang
terlibat. Pasien dengan osteoarthritis sekunder, prognosisnya terkait dengan faktor penyebab
terjadinya osteoarthritis. Umumnya baik. Sebagian besar nyeri dapat diatasi dengan obat-obat
konservatif. Hanya kasus-kasus berat yang memerlukan pembedahan, yaitu apabila pengobatan
dengan menggunakan obat tidak rasional pada pasien
Mengontrol nyeri
Memperbaiki fungsi sendi yang terserang
Menghambat progresifitas penyakit
Edukasi Pasien
Non-farmakologis
Sangat Direkomendasikan Direkomendasikan pada Waktu- Tidak Direkomendasikan
waktu Tertentu
Olahraga senam aerobik Berpartisipasi dalam program Yoga, olahraga high impact
manajemen diri (naik tangga, dll)
Berenang Menerima terapi manual dengan Berdiri terlalu lama
latihan yang diawasi
Menurunkan berat badan Menerima intervensi psikososial Menerima terapi manual saja
untuk individu yang BB
berlebih
Menggunakan medially directed Memakai penyangga lutut
patellar taping
Menggunakan medially wedges
insoles pada OA kompartemen
lateral
Menggunakan laterally wedges
subtalar strapped insoles pada
OA kompartemen medial
Menerima alat bantu jalan sesuai
kebutuhan
Farmakologis
1. Sistemik
a. Analgetik
Asetaminofen / Parasetamol
Tidak termasuk NSAID karena tidak mengurangi inflamasi
Merupakan obat pertama yang direkomendasikan oleh dokter karena relatif aman,
efektif untuk mengurangi rasa sakit, dan dapat ditoleransi dengan baik terutama
pada pasien tua.
Dosis = 4 gram/hari
Opioid à illegal drugs
Opioid are generally convinced as powerful pain-relieving subtances that are used
for the pain of cancer or osteoarthtritis
Example =
Codeine‐containing Tylenol® (1, 2, 3, and 4)
Hydromorphone (Dilaudid)
Oxycodone (Percocet, Percodan)
Morphine
They can be taken in a pill form, as an injection, or as a patch placed on the painful
area.
Non Steroid Anti Inflammatory Drug (NSAID)
NSAID adalah obat non-steroid anti-inflamasi yang umum digunakan untuk
mengobati gangguan muskuloskeletal. Terutama digunakan untuk meringankan
gejala berikut:
Nyeri: Rasa sakit yang disebabkan oleh peregangan otot, keseleo, sakit
kepala, migrain, dan dismenore (nyeri kram saat menstruasi).
Demam: NSAID juga dapat mengurangi suhu tubuh.
Peradangan: NSAID sering digunakan untuk meredakan peradangan dalam
kondisi seperti rheumatoid arthritis dan osteoarthritis.
NSAID untuk osteoarthtritis:
Natrium Diklofenak
o Dosis: 50 mg 2x/hari
o Bersifat inhibitor non selektif COX
o Penghambat COX sehingga pembentukan prostaglandin terhambat à
mediator-mediator penyebab inflamasi seperti demam, nyeri, dll. tidak
terinduksi
Meloxicam
o Dosis: 7.5 mg 2x/hari selama 5 hari
o Dapat menyebabkan ulserasi gastric
o Jika dikombinasikan dengan diklofenak dan misoprostol (obat tukak
lambung/gastritis) bisa mengurangi efek ulserasi gastritic, tapi bisa
menyebabkan diare
o Fungsinya sama seperti natrium diklofenak yaitu untuk menghambat
pembentukan prostaglandin
Cara kerja NSAID:
NSAID bekerja dengan cara menghambat jalur siklooksigenase (COX) pada kaskade
inflamasi. Terdapat 2 macam enzim COX, yaitu COX-1 (bersifat fisiologik, terdapat
pada lambung, ginjal dan trombosit) dan COX-2 (berperan pada proses inflamasi).
NSAID tradisional bekerja dengan cara menghambat COX-1 dan COX-2, sehingga
dapat mengakibatkan perdarahan lambung, gangguan fungsi ginjal, retensi cairan
dan hiperkalemia. NSAID yang bersifat inhibitor COX-2 selektif akan memberikan
efek gastrointestinal yang lebih kecil dibandingkan penggunaan NSAID yang
tradisional.
Untuk nyeri sedang sampai berat, atau ada inflamasi, maka OAINS yang selektif
COX-2 merupakan pilihan pertama, kecuali jika pasien mempunyai risiko tinggi
untuk terjadinya hipertensi dan penyakit ginjal. OAINS yang COX-2 non-selektif juga
bisa diberikan asalkan ada perhatian khusus untuk terjadinya komplikasi
gastrointestinal dan jika ada risiko ini maka harus dikombinasi dengan inhibitor
pompa proton atau misoprostol. Injeksi kortikosteroid intraartikuler bisa diberikan
terutama pada pasien yang tidak ada perbaikan setelah pemberian asetaminophen
dan OAINS. Tramadol bisa diberikan tersendiri atau dengan kombinasi dengan
analgetik.
Chondroprotective
Yang dimaksud dengan chondoprotective agent adalah obat-obatan yang dapat
menjaga dan merangsang perbaikan (repair) tulang rawan sendi pada pasien OA,
sebagian peneliti menggolongkan obat-obatan tersebut dalam Slow Acting Anti
Osteoarthritis Drugs (SAAODs) atau Disease Modifying Anti Osteoarthritis Drugs
(DMAODs). Sampai saat ini yang termasuk dalam kelompok obat ini adalah:
o Tetrasiklin dan derivatnya mempunyai efek menghambat kerja enzime MMP.
Salah satu contohnya doxycycline. Sayangnya obat ini baru dipakai oleh
hewan belum dipakai pada manusia.
o Glikosaminoglikan, dapat menghambat sejumlah enzim yang berperan dalam
degradasi tulang rawan, antara lain: hialuronidase, protease, elastase dan
cathepsin B1 in vitro dan juga merangsang sintesis proteoglikan dan asam
hialuronat pada kultur tulang rawan sendi.
o Pemakaian GAG selama 5 tahun dapat memberikan perbaikan dalam rasa
sakit pada lutut, naik tangga, kehilangan jam kerja (mangkir), yang secara
statistik bermakna.
o Asam hialuronat disebut viscosupplement karena dapat memperbaiki
viskositas cairan sinovial. Obat ini diberikan secara intraartikular. Asam
hialuronat berperan penting dalam pembentukan matriks tulang rawan
melalui agregasi dengan proteoglikan.Pada binatang percobaan, obat ini
dapat mengurangi inflamasi pada sinovium, menghambat angiogenesis dan
kemotaksis sel-sel inflamasi.
o Kondroitin sulfat, merupakan komponen penting pada jaringan kelompok
vertebra, dan terutama terdapat pada matriks ekstraseluler sekeliling sel.
Menurut penelitian Ronca dkk (1998), efektivitas kondroitin sulfat pada pasien
OA mungkin melalui 3 mekanisme utama, yaitu :
Anti inflamasi
Efek metabolik terhadap sintesis hialuronat dan proteoglikan.
Anti degeneratif melalui hambatan enzim proteolitik dan
menghambat oksigen reaktif
o Vitamin C, dalam penelitian ternyata dapat menghambat aktivitas enzim
lisozim dan bermanfaat dalam terapi OA.
o Superoxide Dismutase, dapat dijumpai pada setiap sel mamalia dam
mempunyai kemampuan untuk menghilangkan superoxide dan hydroxyl
radicals. Secara in vitro, radikal superoxide mampu merusak asam hialuronat,
kolagen dan proteoglikan sedang hydrogen peroxyde dapat merusak
kondroitin secara langsung. Dalam percobaan klinis dilaporkan bahwa
pemberian superoxide dismutase dapat mengurangi keluhan-keluhan pada
pasien OA.
2. Topikal
a. Krim rubefacients dan capsaicin
Beberapa sediaan telah tersedia di Indonesia dengan cara kerja pada umumnya bersifat
counter irritant.
b. Krim NSAIDs
1. Intraartikular/Intralesi
a. Steroid
i. Hanya diberikan jika ada satu atau dua sendi yang mengalami nyeri dan inflamasi yang
kurang responsif terhadap pemberian NSAIDs, tak dapat mentolerir NSAIDs atau ada
komorbiditas yang merupakan kontra indikasi terhadap pemberian NSAIDs.
ii. Dosis untuk sendi besar seperti lutut 40-50 mg/injeksi, sedangkan untuk sendi-sendi
kecil biasanya digunakan dosis 10 mg.
b. Asam Hialuronat
c. Platelets Rich Plasma
i. PRP adalah salah satu metode pengobatan regenerative medicine. Platelet adalah
bagian (komponen) dari darah kita yang memiliki keunggulan karena mengandung zat-
zat yang berfungsi merangsang pertumbuhan bagian yang rusak.
ii. PRP dibutuhkan jika seseorang sudah terlalu banyak mengonsumsi obat nyeri, mendapat
fisioterapi berulang, injeksi anti radang, tetapi tidak kunjung membaik. Tetapi pemakaian
PRP sja tidak cukup untuk memperbaiki kerusakan otot dan sendi. Harus disertai dengan
latihan atau terapi fisik.
2. Pembedahan
Jika pengobatan biasa tidak bisa mengurangi rasa nyeri dan meningkatkan fungsi sendi, maka
disarankan untuk dilakukan operasi.
a. Arthroscopy
Arthroscopy adalah tindakan operasi dengan irisan kecil dan menggunakan alat-alat yang
kecil.
Dianjurkan untuk penderita Osteoarthritis yang memiliki gejala mekanik.
Teleskop yang sangat kecil, yang disebut arthroscope, dimasukkan kedalam selah sendi
kemudian diisi dengan cairan supaya operator dapat melihat dengan jelas komponen-
komponen yang ada dalam sendi.
Dengan alat arthroscopic kecil ini, operator dapat menghaluskan kartilago yang rusak,
mengeluarkan partikel-partikel yang lepas dari sendi (debridement), dan membersihkan
sendi. Jika ditemukan masalah lain, seperti torsi meniscus atau kerusakan ligament,
operator akan memperbaiki pada saat operasi yang sama.
Arthroscopy dapat membantu jika kesakitannya berasal dari lepasnya kartilago atau
meniscus.
Sama seperti operasi lainnya, ada beberapa risiko pada arthroscopy yang dikarenakan
penggunaan obat bius dan kemungkinan infeksi.
Komplikasi lainnya termasuk kerusakan pembuluh darah dan saraf, terjadinya bekuan
darah pada pembuluh darah balik.
b. Arthroplasty / Total Knee Replacement
Total knee replacement adalah tindakan operasi dimana bagian sendi lutut yang sakit
dilapis dengan bahan buatan.
Tindakan ini dilakukan dengan cara membuka kapsul lutut dan membuang ujung tulang
paha, tulang kering, dan dalam tempurung lutut.
Bahan buatan dari metal dan plastik berkekuatan tinggi akan dilekatkan pada sendi.
c. Realignment Osteotomy
Osteotomy dianjurkan jika kerusakan kartilago lutut terbatas hanya pada satu daerah sendi
lutut saja. Bagian dalam, dimana kepala bagian dalam dari tulang paha bertemu dengan
bagian atas dari tulang kering adalah bagian yang paling sering terjadi kerusakan.
Dokter akan memperbaiki posisi sendi untuk memindahkan sumbu berat badan di tungkai
bawah menjauh dari daerah yang rusak. Dengan tindakan ini akan memindahkan tekanan
berat badan dari daerah yang rusak ke daerah yang lebih sehat.
Osteotomy dapat mengembalikan fungsi lutut dan mengurangi rasa nyeri pada osteoarthritis
yang bisa distimulasi oleh pertumbuhan dari kartilago yang baru.
DIAGNOSIS BANDING
I. Rheumatoid Arthritis
Definisi
Rematik atau yang dalam bahasa medis disebut dengan rheumatoid arthritis (atau biasa disingkat RA)
adalah penyakit yang menyebabkan radang, dan kemudian mengakibatkan rasa nyeri, kaku, dan
bengkak pada sendi. Penyakit ini disebabkan oleh gangguan autoimun.
RA dapat memengaruhi kemampuan penderitanya dalam melakukan aktivitas harian, seperti menulis,
membuka botol, memakai baju, dan membawa barang. Peradangan sendi yang mengenai pinggul, lutut
atau kaki juga dapat membuat sulit berjalan, membungkuk, atau berdiri.
Seberapa umumkah penyakit rheumatoid arthritis (RA)?
Rheumatoid arthritis adalah salah satu penyakit yang seringnya dialami oleh orang lanjut usia (lansia).
Akan tetapi, RA juga bisa dialami oleh orang dewasa muda, remaja, dan bahkan anak-anak. Wanita
diketahui 2-3 kali lebih berisiko mengalami rematik dibanding pria.
Anda dapat mengurangi kemungkinan menderita penyakit ini dengan menurunkan faktor risiko Anda.
Diskusikan dengan dokter Anda untuk informasi lebih lanjut.
Penyebab
Rheumatoid arthritis adalah penyakit autoimun. Artinya, penyakit ini disebabkan oleh sistem imun yang
menyerang jaringan tubuh yang sehat.
Sistem imun yang keliru menyerang jaringan sehat di sekitar sendi menyebabkan lapisan tipis sel, alias
synovium, menutupi persendian menyebabkan sendi meradang dan bengkak. Synovium juga
melepaskan bahan kimia yang akan merusak tulang rawan dan tulang dalam sendi Anda.
Jika kondisi ini terus dibiarkan tanpa pengobatan yang tepat, synovium dapat menyebabkan sendi
kehilangan bentuknya dan pada akhirnya menghancurkan sendi Anda sepenuhnya.
Meski gangguan autoimun dipercaya sebagai penyebab utama rematik, namun sampai saat ini para
peneliti belum mengetahui faktor apa saja yang dapat memicu gangguan tersebut.
TAMBAHAN:
Walupun etiologi dari artritis reumatoid belum diketahui, namun nampaknya multifaktorial.
a.Parpovirus B19
b.Retrovirus
c.Mycobacteria
e.Epstein-Barr virus
•Usia 50 ke atas
•konsumsi kopi lebih dari tiga cangkir sehari menjelang istirahat, khususnya kopi
Faktor-Faktor Risiko
Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko Anda terkena rheumatoid arthritis adalah:
Jenis kelamin. Wanita berisiko 2-3 kali lebih tinggi dibanding pria.
Usia. RA dapat terjadi pada usia berapa pun, namun lebih sering terjadi pada usia 40 sampai 60
tahun.
Riwayat keluarga. Jika orangtua, saudara kandung, paman, bibi, atau kakek dan nenek Anda terkena
penyakit rematik, Anda berisiko tinggi untuk mengalaminya juga.
Tidak memiliki faktor risiko bukan berarti Anda tidak akan terkena penyakit ini. Faktor ini hanyalah
referensi saja. Konsultasikan dengan dokter Anda untuk informasi lebih lanjut.
Informasi yang diberikan bukanlah pengganti nasihat medis. SELALU konsultasikan pada dokter Anda.
Tanda-Tanda & Gejala
Gejala paling khas dari rheumatoid arthritis adalah nyeri sendi dan kekakuan sendi yang biasanya
memburuk di pagi hari setelah bangun tidur atau duduk terlalu lama. Sendi yang terkena dapat
memerah, bengkak, dan terasa hangat ketika disentuh.
Gejala lain rheumatoid arthritis adalah mata gatal atau perih, lemas, lesu, tidak bertenaga, nafsu makan
menurun drastis, dan demam.
Kemungkinan ada tanda-tanda dan gejala rematik yang tidak disebutkan di atas. Bila Anda memiliki
kekhawatiran akan sebuah gejala rematik tertentu, konsultasikanlah dengan dokter Anda.
Manifestasi Klinis
Sebagian besar penderita RA akan menjadi kronis dengan gelaja yang hilang timbul,
Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan karena penyakit ini
memiliki gambaran klinis yang bervariasi.
1.Gejala-gxejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun dan demam.
2.Area peradangan atau area nyeri terjadi pembengkakan, warna kemerahan, terasa hangat,
dan bila ditekan tersa lunak dan disertai rasa sakit.
3.Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi ditangan, namun
biasanya tidak melibatkan sendi- sendi interfalangs distal.
8.Artritis erosif merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik.
10.Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar 1/3 orang
dewasa.
Jika Anda memiliki tanda-tanda atau gejala-gejala di atas atau pertanyaan lainnya, jangan ragu untuk
berkonsultasi ke dokter. Ingat, tubuh masing-masing orang berbeda. Bisa jadi apa yang Anda rasakan
berbeda dengan yang dialami orang lain yang terkena RA. Jadi, selalu konsultasikan ke dokter untuk
menangani kondisi kesehatan Anda.
Pemeriksaan Penunjang
LAB
a.Sekitar 85% pasien artritis reumatoid memiliki autoantibodi di dalam serumnya yang dikenal
sebagai faktor reumatoid. Autoantibodi ini adalah imunoglobulin M (IgM) yang beraksi
terhadap perubahan imunoglobulin G (IgG).
b.Laju endap darah (LED) eritrosit pasien dengan artritis reumatoid nilainya dapat tinggi (100
mm/jam atau lebih tinggi lagi).
c.Anemia normositik normokrom sering didapatkan pada penderita dengan artritis rematoid
d.Analisis cairan sinovial menunjukkan keadaan inflamasi pada sendi. Cairan sinovial biasanya
keruh, dengan kekentalan yang menurun, peningkatan kandungan protein, dan konsentrasi
glukosa yang mengalami sedikit penurunan atau normal.
e.Hitung sel leukosit (WBC) meningkat mencapai 2000/µL dengan lebih dari 75% leukosit PMN
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
a.CT Scan
CT scan berguna dalam memperlihatkan patologi dari tulang, erosi pada sendi-sendi kecil di
tangan yang sangat baik dievaluasi dengan kombinasi foto polos dan MRI, juga digunakan
sebatas untuk mengindikasikan letak destruksi tulang.
b.Ultrasonografi (USG)
dengan resolusi tinggi serta pemeriksaan dengan frekuensi tinggi digunakan untuk
mengevaluasi sendi-sendi kecil pada artritis reumatoid. Nodul-nodul reumatoid terlihat sebagai
cairan yang memenuhi area kavitas dengan pinggiran yang tajam. Erosi tulang dapat terlihat
sebagai irregularitas pada korteks hiperekhoik.
menyediakan gambaran yang baik dengan penggambaran yang jelas dari perubahan jaringan
lunak, kerusakan kartilago, dan erosi tulang-tulang
FARMAKOLOGI
Cara terbaik untuk mengobati rheumatoid arthritis adalah dengan menggunakan obat-obatan, terapi,
olahraga, serta edukasi guna menghindari aktivitas fisik yang dapat memicu nyeri sendi,
Obat NSAID, seperti naproxen dan ibuprofen dapat digunakan untuk mengurangi nyeri dan bengkak jika
rematik Anda kambuh. Dokter juga dapat memberikan obat disease-modifying antirheumatic drugs
(DMARDs). Obat ini dapat memperlambat perkembangan RA dan menyelamatkan sendi dan jaringan
lain dari kerusakan permanen. DMARD yang sering diberikan oleh dokter yaitu methotrexate (trexall),
leflunomide (Arava), hydroxychloroquine (plaquenil) dan sulfasalazine (Azulfidine).
Jika diperlukan, dokter mungkin akan menganjurkan Anda untuk melakukan terapi fisik dan olahraga
khusus guna mengurangi gejala rematik. Beberapa terapi yang mungkin disarankan dokter seperti
berendam dengan air panas, menggunakan lampu pemanas, kompresan panas, dan terapi whirlpool.
Dalam kasus yang parah, dokter bisa menganjurkan pasien untuk melakukan prosedur operasi. Operasi
pengobatan rematik mungkin akan melibatkan pembedahan. Pembedahan dapat dibagi ke dalam
beberapa prosedur berikut ini:
Total joint replacement. Saat operasi, dokter bedah akan mengangkat bagian sendi yang rusak dan
memasukkan alat buatan dari metal dan plastik.
Tendon repair. Sendi yang mengalami peradangan dan kerusakan dapat menyebabkan tendon di
sekitar sendi Anda melonggar atau sobek. Dokter bedah dapat memperbaiki tendon di sekitar sendi
Anda.
Fusi sendi. Operasi penyatuan sendi dianjurkan untuk menstabilkan sendi atau meluruskannya
kembali. Akan tetapi, metode ini hanya digunakan apabila kedua metode lainnya tidak dapat
dilakukan.
Mungkin ada metode pengobatan lainnya yang bisa dilakukan dokter untuk mengatasi rematik. Silakan
tanyakan pada dokter untuk informasi lebih lanjut.
NON FARMAKOLOGI
Beberapa perubahan gaya hidup dan pengobatan yang bisa Anda lakukan untuk mengatasi rheumatoid
arthritis adalah:
Manajemen Diet
2.Konsumsi makanan kaya akan omega 3 (seperti ikan sarden, salmon dan tuna.)
3.Konsumsi kaya akan zat besi (daging merah, telur, sayur-sayuran hijau, kacang-kacangan,
buncis. )
4.Makan makanan kaya akan kalsium (susu, keju, yogurt dan produk susu lainnya, sayur-
sayuran hijau, almond, ikan seperti sarden dan teri. Sebaiknya dipilih jenis susu yang memiliki
kandungan lemak yang lebih rendah seperti skimmed milk atau semi skimmed milk, )
Gout merupakan penyakit yang disebabkan oleh gangguan metabolisme purin yang ditandai dengan
hiperurikemi berulang dan terjadinya penimbunan kristal urat mohonidrat monosodium pada sendi dan
jaringan lunak.
Kadar Urat Tinggi: <7,0 ml/dl untuk pria dan 6,0ml/dl untuk wanita
Epidemiologi
- Artritis gout menyebar secara merata di seluruh dunia dengan prevalensi bervariasi yang
kemungkinan disebabkan oleh adanya perbedaan lingkungan, diet dan genetik (Rotschild,2013).
- Di indonesia sendiria jumlah kejadian artritis gout belum jelas karena data yang masih sedikit.
Etiologi
- Etiologi artritis gout meliputi usia, jenis kelamin, riwayat medikasi, obesitas, konsumsi purin dan
alkohol.
- Pria memiliki tingkat serum asam urat lebih tinggi daripada wanita sehingga resiko terserang
artritis gout lebih tinggi (weaver, 2008)
- Wanita mengalami peningkatan resiko artritis gout setelah menopoad karena penurunan level
esterogen yang berefek urikosurik (roddy dan Doherty, 2010)
- Pertambahan usia juga merupakan faktor resiko yang kemungkinan dapat disebabkan seperti
peningkatan asam urat serum (penurunan fungsi ginjal), peningkatan peningkatan obat diuretik,
dan obat lain yang dapat meningkatkan kadar asam urat serum (Doherty, 2009)
- Obat diuretik merupakan faktor resiko karena menyebabkan peningkatan reabsorpsi asam urat
dalam ginjal -> hiperurikemi
- Alkohol -. Mempercepat prose pemecahan adenosin tifosfat dan produksi asam urat
Klasifikasi
Menurut Penyebabnya:
1. Gout Primer
disebabkan oleh 2 hal: produksi asam urat berlebih, sekresi asam urat menurun
2. Gout Sekunder
Disebabkan karena hiperurikemia karena adanya kelainan berkepanjangan (e.g
myeloproliferative diseases- produksi sel darah putih dan trombosit yang berlebihan pada
sumsum tulang, penggunaan diuretik atau renal failure)
Gambaran Klinis
Diagnosis
• Pada ginjal asam urat tampak seperti titik-titik putih pada korteks, alur garis pada medulla, serta
kanalukuli kecil pada kalises -> imflamasi, hialinisasi, fibrosis pada glomerulus
• Kolkiksin mengganggu migrasi dan fungsi leukosit -> mengurangi imflamasi dan rasa nyeri serta
pembengkakan
a. Definisi
1. Osteoporosis merupakan satu penyakit metabolik tulang yang ditandai oleh
menurunnya massa tulang, oleh karena berkurangnya matriks dan mineral
tulang disertai dengan kerusakan mikro arsitektur dari jaringan tulang, dengan
akibat menurunnya kekuatan tulang, sehingga terjadi kecenderungan tulang
mudah patah. (WHO dan Mundy GR:Bone Remodelling and its Disorders:1995)
2. Osteoporosis adalah kondisi berkurangnya massa tulang dan gangguan struktur
tulang (perubahan mikroarsitektur jaringan tulang) sehingga menyebabkan
tulang menjadi mudah patah.(Duque and Troen,2006, Hughes 2006)
d. Gejala Klinis
1. Nyeri pada tulang dan otot, terutama sering terjadi pada punggung
2. Patah tulang
3. Tulang punggung semakin membungkuk
4. Menurunnya tinggi badan
5. Tulang belakang, panggul, dan pergelangan tangan paling rawan terkena
Osteoporosis
e. Klasifikasi
1. Osteoporosis Primer, terbagi menjadi:
Tipe I (Postmenopausal)
Terjadi erat karena gangguan hormon estrogen dan keadaan menopause
Tipe II (senile)
Akibat kekurangan kalsium dan sel-sel perangsang pembentuk vitamin D
2. Osteoporosis Sekunder
Akibat kelainan hormon, obat-obatan, gaya hidup buruk (merokok dan minum
alkohol)
3. Osteoporosis Tidak Diketahui Penyebabnya (juvenil, adolesen)
f. Patogenesis
Tipe I
g. Diagnosis
-Penentuan massa tulang secara radiologis (B0ne Mineral Density) seperti:
a. DEXA (Dual Energy X-ray Absorptiometry)
b. SXA (Single Energy X-ray Absorptiometry)
c. QUS (Quantitative Ultrasound)
d. QCT (Quantitative Computed Tomography)
e. DPA (Dual Photon Absorptiometry)
f. SPA (Single Photon Absorptiometry)
g. RA (Radiographic Absorptiometry)
-Pemeriksaan laboratorium berupa parameter biokimiawi untuk bone turnover,
terutama mengukur produk pemecahan kolagen tulang oleh osteoklas
h. Diagnosis Banding
1. Osteomalasia
2. Multiple myeloma
3. Paget’s Disease
4. Faktur kompresi pada badan vertebra
5. Hiperparatiroidisme
i. Tata Laksana
Farmakologi
-Pemberian antiresorpsi seperti:
1. Estrogen
o Estrogen terkonyugasi 0,625 mg/hari
o 17-estradiol oral 1 – 2mg/ hari
o 17-estradiol perkutan 1,5 mg/hari
o 17-estradiol subkutan 25 – 50 mg setiap 6 bulan
o Kombinasi estrogen dengan progesteron untuk mengurangi risiko kanker
2. Bifosfonat peroral
3. Kalsitonin
-Pemberian asupan Vitamin D ,kalsium, fosfor tambahan
Non-Farmakologi
1. Latihan Pembebanan
2. Olahraga ringan
3. Menurunkan BB
4. Minum susu
5. Tidak memaksa kerja keras tubuh
6. Memperbaiki gaya hidup (berhenti merokok, minum alkohol, kurangi
kafein)
LIPOMA
Lipoma
A lipoma is a benign (noncancerous) tumor made up of fat tissue. The typical lipoma is a
small, soft, rubbery lump located just beneath the skin. They are usually painless and
are most often found on the upper back, shoulders, arms, buttocks, and upper thighs.
Less commonly, these tumors can be found in deeper tissue of the thigh, shoulder, or
calf.
Although lipomas can occur at any age, they most often appear between the ages of 40
and 60 years. They are the most common soft tissue tumor found in adults, and occur
slightly more often in men than in women. It is possible to have more than one lipoma.
Lipomas do not typically change after they form, and have very little potential for
becoming cancerous. They often require no treatment other than observation by you
and your doctor. However, if a lipoma is painful or continues to grow larger, it can be
removed with a surgical procedure.
Although many lipomas require no treatment, surgical removal may be recommended for large
or painful ones.
Reproduced from Evers B, Klammer HL: Tumors and tumorlike lesions of the hand: Analysis of 424
surgically treated cases. J Am Acad Orthop Surg 1997; 1(1): pp. 34-43.
Types of Lipoma
While all lipomas are made up of fat, there are subtypes based on the way they appear
under the microscope. Some varieties include:
Conventional lipoma (common, mature white fat)
Hibernoma (brown fat instead of the usual white fat)
Fibrolipoma (fat plus fibrous tissue)
Angiolipoma (fat plus a large amount of blood vessels)
Myelolipoma (fat plus tissue that makes blood cells)
Spindle cell lipoma (fat with cells that look like rods)
Pleomorphic lipoma (fat with cells of all different shapes and sizes)
Atypical lipoma (deeper fat with a larger number of cells)
Related Articles
TREATMENT
STAYING HEALTHY
Effects of Aging
STAYING HEALTHY
Cause
The cause of lipomas is not completely understood. Some subtypes appear to have a
genetic defect (conventional lipomas, spindle cell lipomas, pleomorphic lipomas), and
may be inherited from family members.
There has been no proven connection between the development of lipomas and any
particular occupation or exposure to chemicals or radiation. Some doctors think that
lipomas occur more often in inactive people.
Symptoms
Lipomas are usually roundish masses that feel soft and rubbery. The lipomas just under
the skin can be moved with gentle pushing. Lipomas do not typically hurt, although
some of the subtypes can be painful, such as angiolipoma.
It often takes longer to notice lipomas that are in deeper tissue, and these tumors can be
quite large when they are actually discovered. Deeper lipomas also tend to be less
mobile.
To Top
Doctor Examination
Medical History and Physical Examination
Before a physical examination, your doctor will talk with you about your general health,
as well as your current condition. He or she will want to get a good history of the
problem from your perspective, particularly how long the mass has been there and what
symptoms—such as pain—are associated with it.
During the physical examination, your doctor will feel the mass, checking its size and
consistency, as well as its mobility. He or she will also examine the skin overlying the
mass, looking for any changes.
Tests
Although doctors can usually diagnose lipomas based on history and physical
examination alone, imaging tests can be helpful for some cases.
X-rays. Although these tests create clear pictures of dense structures like bone, plain x-
rays can show a prominent shadow caused by a soft tissue tumor, such as a lipoma.
Computerized tomography (CT) scans. These scans are more detailed than x-rays and
will often show a fatty mass to confirm the diagnosis of lipoma.
Magnetic resonance imaging (MRI) scans. The best information for diagnosing lipomas
comes from an MRI scan, which can create better images of soft tissues like a lipoma.
MRI scanning will show a fatty mass from all perspectives. Oftentimes, doctors can
make the diagnosis of lipoma based on MRI imaging alone, and a biopsy is not required.
(Left) An MRI scan of the elbow clearly shows the lipoma. (Right) The location of the lipoma
in the adjacent MRI.
Biopsy. A biopsy is sometimes necessary to confirm the diagnosis of lipoma. In a biopsy,
a tissue sample of the tumor is taken and examined under a microscope. Your doctor
may give you a local anesthetic to numb the area and take a sample using a needle.
Biopsies can also be performed as a small operation.
In most lipoma cases, a biopsy is not necessary to confirm the diagnosis. After the
lipoma is removed, a biopsy will be done on a sample of the tissue.
Under a microscope, lipomas often have a classic appearance with abundant mature fat
cells. Sometimes there can be a small amount of other cell types, too, such as cartilage or
bone.
People with lipomas are not more likely to develop a fatty cancer in the future. The
exception is people with atypical lipomas. This lipoma subtype can turn into a
liposarcoma, but this is rare.
Treatment
Observation
Because lipomas are benign tumors, no treatment may be an option, depending on your
symptoms. If you choose no treatment, it is very important that you see your doctor for
regular visits to monitor any changes in the tumor.
Excision (Removal)
The only treatment that will completely remove a lipoma is a surgical procedure called
excision.
Procedure. In this procedure, a local anesthetic is typically injected around the tumor to
numb the area. Large lipomas or those that are deep may require regional anesthesia or
general anesthesia. Regional anesthesia numbs a large area by injecting numbing
medicine into specific nerves. General anesthesia puts you to sleep.
After the anesthesia is given, your doctor will make an incision in your skin and cut the
tumor out.
(Left) Clinical photo shows a patient with a large lipoma in his shoulder. (Right) The tumor is a
large mass of yellowish fat tissue. Here it has been dissected out of the arm just before it is
removed by the surgeon.
Recovery. You should be able to go home soon after the procedure if it is a small or
superficial mass. You will have a few stitches, which your doctor will remove within a
couple of weeks.
How long it takes you to return to most daily activities will depend on the size and
location of your lipoma. If you have any pain or discomfort, you may want to limit some
activity. Your doctor will provide you with specific instructions to guide your recovery.
Research
There is ongoing research to learn more about the various subtypes of lipomas and why
they form in the first place. In the future, there may be specific treatment
recommendations for various lipoma subtypes.
KISTA GANGLION
Definisi
Ganglion merupakan kista yang berisi cairan bening kental dengan dinding tipis yang berasal dari
tonjolan selaput sarung tendon (tendon sheath). Pada banyak kasus, ganglion asimptomatik dan
jarang menimbulkan gangguan fungsional. Walaupun pada beberapa kasus, ganglion dapat
mempengaruhi struktur di dekatnya seperti arteri, vena, tendon dan syaraf. Frekuensi timbulnya
ganglion secara umum adalah 50-70 % dari semua soft-tissue tumors yang terdapat pada lengan
dan tangan. Prevalensinya pada wanita adalah 3 kali lebih sering. Paling sering muncul pada
pergelangan tangan (80%) dan sendi jari. Biasanya muncul pada usia 20-60 tahun.
Etiologi
Etiologi dari ganglion tidak diketahui. Teori-teori menyebutkan degenerasi mukoid dan trauma.
Beberapa pasien (kurang dari 10 %) mengalami trauma minor ataupun mayor pada daerah yang
menjadi tempat ganglion timbul. Tidak diketahui faktor resiko yang menyebabkannya. Dipercaya
disebabkan oleh penggunaan sendi secara berlebihan seperti atlet angkat berat, pramusaji, dan
pemain musik (terutama pemain bass).
Patofisiologi
Hipocrates mendeskripsikan ganglion sebagai “Knots of tissue containing mucoid flesh” atas dasar
ini, beberapa hipotesa pun muncul diantaranya : Synovial Herniation atau ruptur yang melewati
lapisan tendon.
Yang terbaru, teori degenerasi mukoid yang dipublikasikan oleh Ledderhose pada tahun
1893, yang paling banyak diterima. Dalam Green edisi terbaru “Operative Hand Surgery” teori ini
digantikan dengan teori yang berdasarkan mikro trauma dan produksi asam hialuronik. Trauma
atau iritasi jaringan lokal akan menyebabkan produksi asam hialuronik pada permukaan synovial-
capsular. Asam hialuronik menciptakan cekungan musin kecil yang bergabung ke dalam kista
subkutan. Kista yang terbentuk mengandung cairan yang sama seperti cairan sendi. Kista ganglion
bukan merupakan kantung sinovial (sendi) yang keluar dari kapsul sendi.
Klinis
Ganglion adalah tumor yang terdapat berbatasan dengan sendi dan tendon. Tempat paling sering
dari ganglion adalah sisi punggung dari pergelangan tangan dekat Scapholunate (SL) joint (60-
70%), Volar Wrist dekat sendi radioscaphoid atau sendi pisotriquetral (18-20%), dan Volar
Retinaculum (10-12%). Kista mucoid terjadi di atas punggung jari pada level sendi DIP. Sisi lainnya
termasuk sendi carpometacarpal (CMC), tendon ekstensor (sering diasosiasikan dengan first dorsal
compartment), carpal tunnel, dan Guyon kanal. Ganglion mungkin muncul juga dari tulang; yang
ini sering disebut kista ganglion intraosseous. Ganglion biasanya simptomatik minimal. Bergantung
dari lokasi kista, gejala yang muncul bervariasi, seperti nyeri tumpul, perubahan ukuran, drainase
spontan, disfungsi saraf sensoris.
Pemeriksaan Penunjang
Untuk lesi pada pergelangan tangan, digunakan rontgen standar posteroanterior (PA), lateral dan
oblik.
MRI atau USG dapat digunakan ketika diagnosa masih belum jelas.
1. Kista mukus dievaluasi dengan standar PA, lateral dan radiograf oblik tegak pada jari-jari yang
terkena.
2. Pada radiologi, ganglion interosseous mungkin di lokasi sentral atau sisi tulang yang terkena.
Radiologi juga dapat menggambarkan ganglion juxtaosseous yang menembus tulang. Lesinya
adalah radiolusen dengan border sklerotik. Ganglion ini sering terjadi dekat permukaan sendi.
3. MRI digunakan untuk melihat ganglion yang tidak terlihat dengan radiologi konvensional.
4. Axial, Coronal, atau Sagital CT-Scan digunakan untuk melihat kista ganglion yang samarasamar.
5. Bone Scan dipakai untuk menentukan apakah suatu masa intraosseous merupakan metabolik aktif
dan menyebabkan nyeri.
Histologi
Cairan yang diambil dari kista ganglion terdiri dari mucin yang mengandung glucosamin, albumin,
globulin, dan asam hialuronik.
Terapi
1. Konservatif
sumber: http://bedahminor.com/index.php/main/show_page/229