Anda di halaman 1dari 8

Nama :

Prodi :
NIM :
Semester :

I
Definisi, Hakikat,
dan Kebutuhan Peserta Didik
A. Definisi Peserta Didik
Ada banyak istilah untuk menyebut peserta didik, di antaranya murid, siswa, santri, anak
didik, mahasiswa dan lain-lain. Dalam istilah tasawuf peserta didik disebut dengan “murid”
atau “thalib”. Secara etimologi murid berarti orang yang menghendaki. Sedangkan menurut
arti terminologi, murid adalah pencari hakikat di bawah bimbingan dan arahan seorang
pembimbing spiritual (mursyid). Sedangkan istilah thalib secara bahasa adalah orang yang
mencari. Sedang menurut istilah tasawuf adalah penempuh jalan spiritual, di mana ia
berusaha keras menempuh dirinya untuk mencapai derajat sufi.

Adapula penyebutan peserta didik dengan sebutan anak didik. Dalam persepektif filsafat
pendidikan Islam, hakikat anak didik terdiri dari beberapa macam:

1. Anak didik adalah darah daging sendiri, orang tua adalah pendidik bagi anak-anaknya
maka semua keturunannya menjadi anak didiknya di dalam keluarga.
2. Anak didik adalah semua anak yang berada di bawah bimbingan pendidik di lembaga
formal maupun nonformal.
3. Anak didik secara khusus adalah orang-orang yang belajar di lembaga pendidikan
tertentu yang menerima bimbingan, pengarahan, nasihat, pembelajaran dan berbagai
hal yang berkaitan dengan proses kependidikan.

Peserta didik secara formal adalah orang yang sedang berada pada fase pertumbuhan dan
perkembangan baik secara fisik maupun psikis.
Menurut pasal 1 ayat 4 UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui
proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

Dalam paradigma Pendidikan Islam, peserta didik merupakan orang yang belum dewasa
dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan. Di sini
peserta didik merupakan makhluk Allah yang memiliki fitrah jasmani maupun rohani yang
belum mencapai taraf kematangan baik bentuk, ukuran, maupun perimbangan pada bagian-
bagian lainnya.

Adapula yang mendefinisikan peserta didik adalah orang yang menuntut ilmu di lembaga
pendidikan, bisa disebut sebagai murid, santri atau mahasiswa. Sedangkan dalam pendidikan
Islam peserta didik adalah individu yang sedang tumbuh dan berkembang baik secara fisik,
psikologis, sosial dan religius dalam mengarungi kehidupan di dunia dan akhirat. Definisi
tersebut memberi arti bahwa peserta didik merupakan individu yang belum dewasa yang
karenanya memerlukan orang lain untuk menjadikan dirinya dewasa. anak kandung adalah
peserta didik dalam keluarga, murid adalah pesrta didik di sekolah, anak-anak penduduk
adalah peserta didik masyarakat sekitarnya dan umat beragama menjadi peserta didik
ruhaniawan dalam suatu agama.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa peserta didik dalam pendidikan Islam tidak sebatas pada
para anak didik, tetapi semua manusia adalah peserta didik, bahkan pendidikpun dapat
disebut peserta didik karena tidak ada manusia yang ilmunya mengungguli ilmu-ilmu Allah.
Semua manusia harus terus belajar dan saling mengajar maka pantasnya semua manusia
mengakui dirinya fakir dalam ilmu.

B. Hakikat Peserta Didik

1. Peserta didik bukanlah miniatur orang dewasa akan tetapi memiliki dunianya sendiri.
2. Peserta didik adalah manusia yang memiliki deferensiasi periodesasi perkembangan
dan pertumbuhan. Pemahaman ini cukup perlu untuk diketahui agar aktivitas
kependidikan Islam disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembaangan
yang pada umumnya dilalui oleh setiap peserta didik.
3. Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan baik yang menyangkut
kebutuhan jasmani maupun rohani yang harus dipenuhi.
4. Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individual (differensiasi
individual), baik yang disebabkan oleh faktor pembawaan maupun di mana dia berada.
5. Peserta didik merupakan resultan dari dua unsur utama, yaitu jasmani dan rohani.
6. Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi (fitrah) yang dapat dikembangkan
dan berkembang secara dinamis.

C. Sifat-Sifat yang Harus Dipenuhi Peserta Didik

Al-Ghazali, yang telah dikutip oleh Abidin Ibnu Rush mengemukakan beberapa hal yang
harus dipenuhi peserta didik dalam proses belajar mengajar sebagai berikut:

1. Belajar merupakan proses jiwa Seorang siswa akan berhasil dalam belajarnya apabila ia
mampu memahami bahwa belajar pada hakikatnya adalah proses jiwa, bukan proses fisik.
Dari sinilah Al-Ghazali menyarankan agar murid (peserta didik) sebagai langkah pertama
dalam belajarnya mensucikan jiwa dari peilaku buruk, sifat-sifat tercela dan budi pekerti
yang rendah.
2. Belajar menuntuk konsentrasi Murid memusatkan perhatiannya atau konsentrasi terhadap
ilmu yang sedang dikaji dan dipelajarinya, ia harus mengurangi ketergantungannya
kepada masalah keduniaan.
3. Belajar harus didasari sikap tawadhu’ Murid harus mempunyai sikap tawadhu’ dan
merendahkan diri terhadap ilmu dan guru, sebagai perantara diterimanya ilmu itu.
4. Murid tidak melibatkan diri dalam perdebatan atau diskusi tentang segala ilmu sebelum
terlebih dahulu mengkaji dan memperkokoh pandangan dasar ilmu-ilmu itu.
5. Murid hendaknya mampu memprekdisikan kehidupan yang akan datang berdasarkan
kejadian sekarang dan silam.
6. Belajar bertahap
Belajar haruslah secara tertib. Artinya, mendahulukan ilmu-ilmu yang berhak
didahulukan dan mengemudiankan ilmu-ilmu yang memang harus dikemudiankan
7. Tujuan belajar untuk berakhlakul karimah Murid dalam belajar bertujuan menjadi
ilmuwan yang sanggup menyebarluaskan ilmunya demi nilai-nilai kemanusiaan.
D. Kebutuhan Peserta Didik

Banyak kebutuhan peserta didik yang harus dipenuhi oleh pendidik, di antaranya:

1. Kebutuhan fisik. Fisik peserta didik mengalami pertumbuhan yang cepat terutama pada
masa pubertas. Kebutuhan biologis, yaitu berupa makan, minum dan istirahat di mana hal
ini menuntut peserta didik untuk memenuhinya.
2. Kebutuhan sosial. Kebutuhan sosial yaitu kebutuhan yang berhubungan langsung dengan
masyarakat agar peserta didik dapat berinteraksi dengan masyarakat lingkungannya,
seperti diterima oleh teman-temannya secara wajar. Begitu juga supaya dapat diterima
oleh orang yang lebih tinggi dari dia seperti rang tuanya, guru-gurunya dan pemimpin-
pemimpinnya.
3. Kebutuhan untuk mendapatkan status. Peserta didik terutama pada masa remaja
membutuhkan sesuatu yang menjadikan dirinya berguna bagi masyarakat. Kebanggaan
terhadap diri sendiri, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah maupun di dalam
masyarakat. Peserta didik juga butuh kebanggaan untuk diterima dan dikenal sebagai
individu yang berarti dalam kelmpok teman sebayanya, karena penerimaan dan
dibanggakan kelompok sangat penting bagi peserta didik dalam mencari identitas diri dan
kemandirian.
4. Kebutuhan mandiri. Peserta didik pada usia remaja ingin lepas dari batasan-batasan atau
aturan orang tuanya dan mencoba untuk mengarahkan dan mendisiplinkan dirinya sendiri.
Ia ingin bebas dari perlakuan orang tuanya yang terkadang terlalu berlebihan dan terkesan
sering mencampuri urusan mereka yang menurut mereka bisa diatasi sendiri. Walaupun
satu waktu mereka masih menginginkan bantuan orang tua.
5. Kebutuhan untuk berprestasi. Kebutuhan untuk berprestasi erat kaitannya dengan
kebutuhan mendapat status dan mandiri. Artinya, dengan terpenuhinya kebutuhan untuk
memiliki status atau penghargaan dan kebutuhan untuk hidup mandiri dapat membuat
peserta didik giat untuk mengejar prestasi.
6. Kebutuhan ingin disayangi dan dicintai. Rasa ingin disayangi dan dicintai merupakan
kebutuhan yang esensial, karena dengan terpenuhi kebutuhan ini akan mempengaruhi
sikap mental peserta didik.
7. Kebutuhan untuk curhat. Kebutuhan untuk curhat terutama remaja dimaksudkan suatu
kebutuhan untuk dipahami ide-ide dan permasalahan yang dihadapinya.
8. Kebutuhan untuk memiliki filsafat hidup. Peserta didik pada usia remaja mulai tertarik
untuk mengetahui tentang kebenaran dan nilai-nilai ideal. Mereka mempunyai keinginan
untuk mengenal apa tujuan hidup dan bagaimana kebahagiaan itu diperoleh. Karena itu
mereka membutuhkan pengetahuan-pengetahuan yang jelas sebagai suatu filsafat hidup
yang memuaskan yang sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, sehingga dapat dijadikan
sebagai pedoman dalam mengarungi kehidupan ini.
E. Intelegensi Peserta Didik

Intelegensi (kecerdasan) dalam bahasa Inggris disebut intelligence dan bahasa Arab
disebut al-dzaka menurut arti bahasa adalah pemahaman, kecepatan, dan kesempurnaan
sesuatu. Pada awalnya kecerdasan hanya berkaitan dengan kemampuan struktur akal dalam
menangkap gejala sesuatu, sehingga kecerdasan hanya bersentuhan dengan aspek-aspek
kognitif. Namun pada perkembangan berikutnya, disadari bahwa kehidupan manusia bukan
semata-mata memenuhi struktur akal, melainkan terdapat struktur kalbu yang perlu mendapat
tempat tersendiri untuk menumbuhkan aspek-aspek efektif. Maka dari itu, kecerdasan peserta
didik adalah mencakup hal-hal berikut:

1. Kecerdasan intelektual

Adalah kecerdasan yang menuntut pemberdayaan otak, hati, jasmani, dan pengaktifan
manusia untuk berinteraksi secara fungsional dengan yang lain.

2. Kecerdasan emosional

Menurut Daniel Golemen, kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk


memotivasi diri sendiri, bertahan menghadapi frustrasi, mengendalikan dorongan hati, tidak
melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati, menjaga agar beban stres tidak
melumpuhkan kemampuan berfikir, berempati dan berdo’a.

3. Kecerdasan spiritual

Dalam konteks pendidikan Islam kecerdasan spiritual adalah pemahaman tentang


kedirian manusia itu sendiri yang muaranya menjadi ma’rifat kepada Allah SWT.

4. Kecerdasan qalbiyah

Menurut Abdul Mujib kecerdasan qalbiyah adalah sejumlah kemampuan diri secara
cepat dan sempurna, untuk mengenal kalbu dan aktivitas-aktivitasnya, mengelola dan
mengekspresikan jenis-jenis kalbu secara benar, memotivasi kalbu untuk membina hubungan
moralitas dengan orang lain dan hubungan ubudiyah dengan Tuhan.

F. Potensi Peserta Didik

Sesuai dengan kesuciannya dalam struktur manusia, Allah telah memberi seperangkat
kemampuan dasar yang memilih kecenderungan berkembang. Dalam perspektif Islam
kemampuan itu disebut dengan fitrah yang dalam pengertian etimologis, mengandung makna
kejadian atau suci. Secara kronologis kata ‫ فط??رت‬berasal dari kata kerja ‫ فطر‬yang berarti
menjadikan. Allah berfirman dalam Qur’an surat Ar-Rum ayat 30 ;

Artinya: “Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah. Tetapkanlah pada
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah tersebut. Tidak ada
perubahan bagi fitrah Allah, itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui”. (QS. Ar-Rum : 30)

Berdasarkan firman Allah tersebut, dapat kita ketahui bahwa makna fitrah adalah suatu
kemampuan dasar manusia yang berkembang secara dinamis, dianugerahkan kepada Allah
kepadanya dan mengandung komponen-komponen tersebut bersifat dinamis dan responsif
terhadap pengaruh lingkungan sekitar, termasuk pengaruh pendidikan. Komponen-komponen
tersebut menurut H. M. Arifin sebagaimana dikutip oleh Beni Ahmad adalah sebagai berikut:

1. Bakat, yakni suatu kemampuan pembawaan yang potensial dan mengacu pada
kemampuan akademis, profesional, dalam berbagai bidang kehidupan. bakat ini
berpangkal pada kemampuan kognisi, konasi, dan emosi.
2. Instink atau gharizah, suatu kemampuan berbuat atau beraktivitas tanpa melalui proses
belajar.
3. Driver atau dorongan nafsu, dalam tasawuf dikenal adanya jenis nafsu, seperti lawwamah,
mutma’innah.
4. Karakter atau watak, karakter ini berkaitan dengan tingkah laku moral dan sosial serta etis
seseorang.
5. Intuisi, merupakan kemampuan psikologis menusia untuk menerima ilham Tuhan.
Sedangkan potensi manusia menurut Munawar Khalil yang dikutip oleh Muhammad
Muntahibun Nafis disebutkan bahwa potensi tersebut sebagai hidayah yang bersifat umum
dan khusus, yaitu:

1. Hidayah wujdaniyah, yaitu potensi manusia yang berujud insting atau naluri yang melekat
dan langsung berfungsi pada saat manusia dilahirkan dimuka bumi ini.
2. Hidayah hissyah, yaitu potensi Allah yang diberikan kepada manusia dalam bentuk
kemampuan indrawi sebagai penyempurna hidayah pertama.
3. Hidayah aqliyah, yaitu potensi akal sebagai penyempurna dari kedua hidayah di atas.
Dengan potensi ini manusia mampu berfikir dan berkreasi menemukan ilmu pengetahuan
sebagai bagian dari failitas yang diberikan kepadanya untuk fungsi kekhalifahannya.
4. Hidayah diniyah, yaitu petunjuk agama yang diberikan kepada manusia yang berupa
keterangan tentang hal-hal yang menyangkut keyakinan dan aturan perbuatan yang
tertulis dalam Al-Qur’an dan as-Sunnah.
5. Hidayah taufiqiyah, yaitu hidayah sifatnya khusus. Quraish Shihab berpendapat bahwa
untuk mensukseskan tugas-tugasnya selaku khalifah Tuhan di muka bumi, Allah
memperlengkapi makhluk ini dengan potensi-potensi tertentu, antara lain:

1) Kemampuan untuk mengetahui sifat-sifat, fungsi, dan kegunaan segala


macam benda.(Al-Baqarah: 231)
2) Ditundukkan bumi, langit dan segala isinya oleh Allah kepada manusia.
(Al-Khasiah: 12-13)
3) Potensi akal pikiran serta panca indra. (Al- Mulk: 23)
4) Kekuatan positif untuk merubah kehidupan manusia. (13:11)

Dalam Hasan Langgulung bahwa pada prinsipnya potensi manusia menurut pandangan Islam
tersimpul pada sifat- sifat Allah (asmaul husna) yang berjumlah 99.

Selain potensi yang bersifat positif di atas manusia dilengkapi pula dengan potensi
yang bersifat negatif yang merupakan kelemahan manusia. Pertama yaitu potensi untuk
terjerumus dalam godaan hawa nafsu dan syetan, kedua yaitu potensi banyak masalah yang
tidak dapat dijangkau oleh pikiran manusia. Karena adanya potensi yang positif dan negatif
serta keterbatasan manusia, sebagai penyempurnaan nikmat Tuhan kepada makhluknya,
dianugerahkanlah kepadanya oleh Tuhan yang mengetahui hakikat manusia petunjuk-
petunjuk yang disesuaikan dengan hakikat itu, serta disesuaikan pula fungsinya sebagai
khalifah di muka bumi, yaitu potensi untuk senantiasa condong pada fitrah yang hanif.

Anda mungkin juga menyukai