Anda di halaman 1dari 47

Panduan Monitoring

Padang Lamun

Pusat Penelitian Oseanografi


Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
PANDUAN MONITORING PADANG LAMUN
© 2014 CRITC COREMAP CTI LIPI

Penulis : Susi Rahmawati, Indarto Happy Supriyadi,


Muhammad Husni Azkab, Wawan Kiswara
Editor : Malikusworo Hutomo, Anugerah Nontji
Desain Sampul & Tata Letak : Dewirina Zulfianita

Coral Reef Information and Training Center (CRITC)


Coral Reef Rehabilitation and Management Program (COREMAP)
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

Gedung LIPI
Jl. Raden Saleh No. 43
Jakarta 10330
Telp. 021-3143080
Fax. 021-3143082
Url. http://www.coremap.or.id

Panduan Monitoriong Padang Lamun/Editor : Malikusworo Hutomo,


Anugerah Nontji. – Jakarta : COREMAP CTI LIPI 2014
viii + 37 hlm.; 17.6 x 25 cm_
ISBN 978-979-3378-83-1

1. Seagrass
Luas terumbu karang Indonesia mencapai 39.583km2 atau sekitar 45,7% dari total 86.503km2
luas terumbu di wilayah segitiga karang dengan puncak keanekaragaman hayati tertinggi
antara lain 590 spesies karang batu dan 2.200 spesies ikan karang. Upaya perlindungan dan
pengelolaan berkelanjutan di wilayah segitiga karang, termasuk Indonesia menjadi prioritas
dalam rangka menjaga ekosistem pesisir, ketersedian stok ikan dan ketahanan pangan dari
laut.

Coral Reef Rehabilitation and Management Program (COREMAP) adalah program nasional untuk
upaya rehablitasi, konservasi dan pengelolaan ekosistem terumbu karang secara bekelanjutan.
Program COREMAP tersebut dirancang dalam 3 (tiga) fase, Fase I Inisiasi (1998-2004), Fase II
Akselerasi (2005-2011), dan Fase III Penguatan Kelembagaan (2014-2019). COREMAP Fase
III disejalankan dan diselaraskan dengan program nasional dan regional tentang pengelolaan
terumbu karang di wilayah segitiga terumbu karang dunia yang dikenal dengan Coral Triangle
Initiative (CTI), sehingga COREMAP Fase III selanjutnya disebut dengan COREMAP-CTI. Tujuan
pengembangan Program COREMAP-CTI adalah mendorong penguatan kelembagaan yang
terdesentralisasi dan terintegrasi untuk pengelolaan sumberdaya terumbu karang, ekosistem
terkait dan biodiversitas secara berkelanjutan bagi kesejahteran masyarakat pesisir.

Padang lamun bersama-sama dengan terumbu karang dan mangrove merupakan ekosistem
penting yang terdapat di perairan pesisir dan perlu dijaga kelestariannya agar tetap terjaga
fungsinya sebagai sumber daya bagi hidup dan penghidupan masyarakat pesisir. Oleh karena
itu, padang lamun dimasukkan kedalam program COREMAP-CTI 2014-2019.

Buku Panduan Monitoring Padang Lamun disusun sebagai panduan untuk keseragaman
pemantauan bagi pelaksana monitoring dan praktisi lainnya. Buku panduan berisi metode
pengambilan data monitoring dari Seagrass Watch dan Seagrass Net. Untuk mendapatkan
keseragaman hasil yang dapat dibandingkan baik secara temporal maupun secara spatial,
dari wilayah monitoring padang lamun wilayah COREMAP-CTI di perairan Indonesia.

Semoga buku panduan ini dapat digunakan dan dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Jakarta, Desember 2014


Kepala Pusat Penelitian Oseanografi
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Dr. Ir. Zainal Arifin, MSc

..

Panduan Monitoring Padang Lamun i


ii Panduan Monitoring Padang Lamun
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT atas selesainya buku edisi pertama ini.
Kami mengucapkan terima kasih kepada kelompok peneliti mangrove dan terumbu karang
yang telah memberikan saran dan kritik yang membangun untuk menyusun buku panduan ini.

Buku panduan monitoring padang lamun merupakan salah satu bagian dari seri buku
panduan Reef Health Monitoring (RHM) atau Monitoring Kesehatan Karang dalam program
COREMAP CTI. Buku ini ditargetkan untuk pelatihan monitoring padang lamun di lembaga
atau instansi yang terlibat dalam kegiatan COREMAP CTI dan bertujuan sebagai arahan
dalam merencanakan, melaksanakan, dan melaporkan kegiatan monitoring padang lamun.

Selanjutnya, buku ini direncanakan memiliki cakupan pembaca yang lebih luas sehingga
komentar positif dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh penulis.

Jakarta, 29 November 2014


Penulis

Panduan Monitoring Padang Lamun iii


DAFTAR ISI

KATA SAMBUTAN i
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR LAMPIRAN vii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 5
Sasaran 5
BAB 2 PERSIAPAN SURVEI 5
Persiapan Peta Dasar, Penentuan Lokasi dan Stasiun Monitoring 5
Persiapan Tim 6
Persiapan Administrasi 6
Persiapan Peralatan dan Perlengkapan 6
BAB 3 PELAKSANAAN LAPANGAN 7
Alat dan Bahan 8
Penentuan Transek dan Pengambilan Data 9
BAB 4 PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 13
Menghitung penutupan lamun dalam satu kuadrat. 13
Menghitung rata-rata penutupan lamun per stasiun 15
Menghitung dominansi jenis lamun pada satu stasiun 17
Menghitung rata-rata tutupan lamun per lokasi/pulau 20
BAB 5 PENULISAN LAPORAN 23
Laporan Awal 23
Laporan Akhir 23
UCAPAN TERIMA KASIH 26
DAFTAR PUSTAKA
GLOSARIUM
LAMPIRAN

iv Panduan Monitoring Padang Lamun


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Ilustrasi sederhana lamun 1


Gambar 2. Transek sejajar pantai. Seagrass Net, Sanur-Bali, Mei 2005 4
Gambar 3. Simulasi di darat, Seagrass Net, Bojonegara-Banten, Desember 2009. 4
Gambar 4. Kuadrat di atas padang lamun. Persentase penutupan 90%. 6
Gambar 5. Peralatan Lapangan : (a) Sepatu koral, (b) snorkel dan goggle/
masker, (c) GPS dibungkus dengan plastik, (d) roll meter,
(e) Kuadrat PVC berukuran 50x50 cm2, (f) Lembar kerja lapangan
pada papan dan pensil, (g) patok besi, (h) pelampung kecil dengan
tali. 8
Gambar 6. Skema transek kuadrat di padang lamun 9
Gambar 7. Nomor kotak pada kuadrat 50 x 50 cm2 10
Gambar 8. Pencarian titik permanen stasiun monitoring lamun 12
Gambar 9a. Contoh perhitungan penutupan lamun dalam satu kuadrat. 14
Gambar 9b. Contoh hasil perhitungan penutupan lamun dalam satu kuadrat 14
Gambar 9c. Contoh hasil perhitungan penutupan lamun dalam beberapa
kuadrat. 15
Gambar 10a. Contoh perhitungan rata-rata penutupan lamun (%) per stasiun. 16
Gambar 10b. Contoh hasil perhitungan rata-rata penutupan lamun (%)
per stasiun. 16
Gambar 11a. Contoh perhitungan standar deviasi penutupan lamun
per stasiun. 17
Gambar 11b. Contoh hasil perhitungan rata-rata penutupan lamun (%) dan
standar deviasi per stasiun. 17
Gambar 12a. Contoh perhitungan dominansi jenis lamun (Satu jenis)
per stasiun. 18
Gambar 12b. Contoh hasil perhitungan dominansi jenis lamun (satu jenis)
per stasiun. 18
Gambar 12c. Contoh hasil perhitungan dominansi jenis lamun (semua jenis)
per stasiun. 19
Gambar 13. Hasil perhitungan rata-rata penutupan lamun (%) dan standar
deviasi-nya, serta nilai dominansi jenis lamun pada satu stasiun.
Gambar 14. Contoh hasil perhitungan rata-rata penutupan lamun (%) dan 20
standar deviasi-nya, serta dominansi jenis lamun pada setiap
Pulau/ Lokasi di satu Kabupaten. 21

Panduan Monitoring Padang Lamun v


DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jenis – jenis lamun di Indonesia 2


Tabel 2 Penilaian Penutupan Lamun dalam Kotak Kecil Peyusun Kuadrat
50 x 50 cm2 10
Tabel 3 Penilaian dominansi jenis lamun 11
Tabel 4 Kategori tutupan lamun 21

vi Panduan Monitoring Padang Lamun


DAFTARLAMPIRAN

Lampiran 1a. Contoh lembar kerja lapangan untuk persentase penutupan


lamun. 30
Lampiran 1b. Contoh lembar kerja lapangan untuk dominansi jenis lamun
dan karakteristik substrat. 31
Lampiran 1c. Format lembar kerja lapangan untuk penutupan lamun. 32
Lampiran 1d. Format lembar kerja lapangan untuk dominansi jenis lamun. 33
Lampiran 2. Panduan Identifikasi lamun. 34
Lampiran 3a. Contoh lampiran pada laporan akhir monitoring padang lamun. 35
Lampiran 3b. Format lampiran pada laporan akhir monitoring padang lamun. 36

Panduan Monitoring Padang Lamun vii


viii Panduan Monitoring Padang Lamun
1
BAB

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Lamun adalah tumbuhan berbunga


(Angiospermae) yang hidup terendam dalam
kolom air dan berkembang dengan baik di
perairan laut dangkal dan estuari. Tumbuhan
lamun terdiri dari daun dan seludang, batang
menjalar yang biasanya disebut rimpang
(rhizome), dan akar yang tumbuh pada bagian
rimpang (Gambar 1). Di Indonesia terdapat
13 jenis lamun (Tabel 1) yang tersebar di
hampir seluruh perairan Indonesia, dengan
luas diperkirakan 30.000 Km2 (Nienhuis,
1993; Kuo, 2007).

Satu jenis lamun atau beberapa jenis lamun


pada umumnya membuat hamparan luas
yang disebut komunitas padang lamun.
Kemudian, padang lamun saling berhubungan
dengan biota laut lainnya yang hidup di dalam
padang lamun, seperti ikan baronang/lingkis,
Gambar 1. Ilustrasi sederhana lamun
(Sumber: www.Seagrass-watch.com)
rajungan, berbagai jenis kerang, dsb. juga
dengan perairan dan substrat (dasar perairan
seperti pasir) membentuk ekosistem lamun.

Panduan Monitoring Padang Lamun 1


Tabel 1. Jenis-jenis lamun di Indonesia

Suku Marga Jenis Singkatan*


Cymodoceaceae Halodule Halodule pinifolia (Miki) den Hartog Hp
Halodule uninervis (Forsskål) Ascherson Hu
Cymodocea Cymodocea serrulata (R.Brown) Ascherson et Cs
Magnus
Cymodocea rotundata Ehrenberg et Hemprich Cr
ex Ascherson
Syringodium isoetifolium (Ascherson) Dandy Si
Thalassodendron ciliatum (Forsskål) den Tc
Hartog
Hydrocharitaceae Enhalus Enhalus acoroides (Linnaeus f.) Royle Ea
Thalassia Thalassia hemprichii (Ehrenberg) Ascherson Th
in Petermann
Halophila Halophila ovalis (R.Brown) J. D. Hooker Ho
Halophila minor (Zollinger) den Hartog Hm
Halophila decipiens Ostenfeld Hd
Halophila spinulosa (R.Brown) Ascherson Hs
Halophila sulawesii Kuo Hsl
Keterangan: * digunakan pada saat di lapangan untuk memudahkan pencatatan.
Sumber: den Hartog & Kuo dalam Larkum et al., 2006

Ekosistem lamun berada di daerah pesisir pantai dengan kedalaman kurang dari 5 m
saat pasang. Namun, beberapa jenis lamun dapat tumbuh lebih dari kedalaman 5 m
sampai kedalaman 90 m selama kondisi lingkungannya menunjang pertumbuhan
lamun tersebut (Duarte, 1991). Ekosistem lamun di Indonesia biasanya terletak di antara
ekosistem mangrove dan karang, atau terletak di dekat pantai berpasir dan hutan pantai.

Dalam ekosistemnya, padang lamun memiliki berbagai macam fungsi, antara lain:
1. Sebagai media untuk filtrasi atau menjernihkan perairan laut dangkal.
2. Sebagai tempat tinggal biota-biota laut, termasuk biota laut yang bernilai ekonomis,
seperti ikan baronang/lingkis, berbagai macam kerang, rajungan atau kepiting,
teripang dll. Keberadaan biota tersebut bermanfaat bagi manusia sebagai sumber
bahan makanan.
3. Sebagai tempat pemeliharaan anakan berbagai jenis biota laut. Pada saat dewasa,
anakan tersebut akan bermigrasi, misalnya ke daerah karang.
4. Sebagai tempat mencari makanan bagi berbagai macam biota laut, terutama duyung
(Dugong dugon) dan penyu yang hampir punah.
5. Mengurangi besarnya gelombang air di pantai, berperan sebagai perangkap sedimen.
6. Berperan dalam mengurangi dampak pemanasan global.
(Kennedy & Björk, 2009; McKenzie, 2008; Dorenbosch et al., 2005; Green & Short, 2003;
Nagelkerken et al., 2002; Nagelkerken et al., 2000).

2 Panduan Monitoring Padang Lamun


Berdasarkan fungsi-fungsi di atas, keberadaan lamun memiliki peranan penting untuk
manusia dan lingkungannya sehingga kemungkinan penurunan kualitas dan kuantitasnya
dapat mengurangi manfaat yang dihasilkan oleh padang lamun dan memberikan dampak
yang cukup signifikan bagi lingkungan sekitarnya.

Komunitas padang lamun bersifat dinamis, yaitu mudah berubah, dengan beberapa cara.
Perubahan tersebut antara lain; perubahan biomassa tanpa berubah areanya, area atau
luasan, komposisi jenis, pertumbuhan dan produktivitas, fungsi sebagai sumber bibit,
flora dan fauna yang berasosiasi, atau kombinasi dari beberapa perubahan tersebut
(McKenzie et al., 2003; Choo, 2006; Victor & Oldiais, 2009).

Saat ini, luas padang lamun global mengalami penurunan sebesar 0,9% per tahun
(sebelum tahun 1940) dan mengalami peningkatan menjadi 7% per tahun (sejak tahun
1990). Menurut Waycott et al. (2009), sebaran padang lamun global telah hilang sekitar
29% sejak abad ke-19. Penyebab utama hilangnya padang lamun secara global adalah
penurunan kecerahan air, baik karena peningkatan kekeruhan air maupun kenaikan
masukan zat hara ke perairan. Pada daerah sub tropis (temperate), kehilangan padang
lamun disebabkan oleh alih fungsi wilayah pesisir menjadi kawasan industri, pemampatan
(deposition) udara, dan banjir dari daratan. Sementara itu, penyebab utama hilangnya
padang lamun di daerah tropis adalah peningkatan masukan sedimen ke perairan pesisir
akibat pembalakan hutan di daratan dan penebangan mangrove yang bersamaan dengan
pengaruh langsung dari kegiatan budi daya perikanan.

Penurunan luas padang lamun di Indonesia dapat disebabkan oleh faktor alami dan
hasil aktivitas manusia terutama di lingkungan pesisir. Faktor alami tersebut antara lain
gelombang dan arus yang kuat, badai, gempa bumi, dan tsunami. Sementara itu, kegiatan
manusia yang berkontribusi terhadap penurunan area padang lamun adalah reklamasi
pantai, pengerukan dan penambangan pasir, serta pencemaran.

Monitoring Padang Lamun


Monitoring adalah pengamatan berulang-ulang pada suatu sistem, biasanya untuk
mendeteksi perubahan. Kegiatan ini dilakukan sebagai upaya untuk pengelolaan dan
perlindungan sumber daya pada sistem tersebut (McKenzie et al., 2003).

Monitoring padang lamun adalah pengamatan berulang-ulang pada padang lamun di


suatu daerah tertentu untuk mengetahui status dan kondisi padang lamun tersebut,
apakah stabil, meningkat, atau menurun. Mengapa perlu dilakukan monitoring padang
lamun? Kegiatan monitoring padang lamun berperan penting dalam pengelolaan
lingkungan pesisir karena dua hal, yaitu kegiatan ini merupakan suatu metode untuk
peningkatan praktik pengelolaan dan dapat menyediakan informasi mengenai status
dan kondisi padang lamun. Selain itu, data dan informasi mengenai penurunan padang
lamun di Indonesia masih terbatas sehingga pengamatan luasan padang lamun yang
rusak atau hilang menjadi sangat penting.

Monitoring kondisi lamun pada suatu area tertentu dapat dilakukan dengan menggunakan
bermacam metode (Short et al., 2004; McKenzie, 2003; Short & Coles, 2001; English et
al., 1994), misalnya SeagrassNet dan Seagrass Watch. University New Hempshire, Amerika

Panduan Monitoring Padang Lamun 3


merancang metode SeagrassNet yang ditujukan untuk para peneliti (Short et al., 2004).
Adapun Seagrass Watch yang dikembangkan oleh Northern Fisheries Centre, Australia
diperuntukan bagi masyarakat umum atau sukarelawan (McKenzie, 2003). Kegiatan
monitoring dengan metode SeagrassNet pernah dilakukan di Bali (2005) dan Banten
(2009) (Gambar 2 dan 3).

Gambar 2. Transek sejajar pantai. Gambar 3. Simulasi di darat,


Seagrass Net, Sanur-Bali, Mei 2005 Seagrass Net, Bojonegara-Banten, Desember 2009.

Monitoring padang lamun pada program COREMAP-CTI merupakan bagian dan kegiatan
monitoring kesehatan karang dan ekosistem terkait dengan landasan pemikiran bahwa
perubahan pada padang lamun akan berdampak pada terumbu karang. Ekosistem
mangrove, lamun, dan karang di daerah pesisir memiliki keterkaitan fungsi satu dan
lainnya misalnya sebagai habitat bagi berbagai biota laut, siklus nutrisi, sedimentasi, dsb.
Beberapa penelitian mengenai keterkaitan ketiga ekosistem sebagai habitat ikan yang
berasosiasi di mangrove, lamun, dan karang yaitu Nagelkerken et al., 2000 dan Lieske &
Myers, 1994. Adapun tujuan dari pelaksanaan monitoring lamun pada program ini adalah:
1. Mengkaji perubahan kondisi dan sebaran spasial lamun dari waktu ke waktu di lokasi
COREMAP - CTI.
2. Mengevaluasi efektivitas kegiatan perlindungan dan pengelolaan terumbu karang dan
ekosistem terkait.

TUJUAN
Tujuan penyusunan buku panduan ini adalah menyeragamkan pelaksanaan teknis
kegiatan monitoring padang lamun yang akan dilakukan oleh tenaga monitoring
khususnya di wilayah COREMAP – CTI, Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN),
dan lokasi kontrol.

SASARAN
Sasaran dari pembuatan panduan monitoring lamun adalah instansi atau lembaga
terkait dalam program COREMAP - CTI mampu melakukan pengambilan data monitoring
lamun, menganalisa data, dan menyusun laporan. Selain itu, capaian yang diharapkan
adalah hasil pemantauan lamun yang dapat dibandingkan secara temporal dan spasial
di seluruh wilayah program.

4 Panduan Monitoring Padang Lamun


2
BAB

PERSIAPAN
SURVEI

PERSIAPAN PETA DASAR, PENENTUAN LOKASI DAN STASIUN MONITORING


Lokasi dan stasiun transek permanen padang lamun ditentukan oleh tim monitoring
padang lamun bekerjasama dengan tim Sistem Informasi Geografis (SIG) yang akan
menyiapkan peta dasar. Lokasi monitoring berada di sekitar desa yang telah ditentukan
dan berada dalam Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) dan/atau Kawasan
Konservasi Perairan Nasional (KKPN). Penentuan stasiun transek permanen monitoring
padang lamun diusahakan memenuhi beberapa persyaratan yang terdapat pada metode
monitoring SeagrassNet (Short et al., 2004), yaitu:
a. Lokasi mempunyai komunitas lamun yang homogen, yaitu komunitas dengan
penutupan lamun yang relatif merata. Penutupan lamun adalah persentase daun-
daun lamun menutupi dasar perairan (substrat) dalam batasan kuadrat berukuran
50 x 50 cm2, dengan posisi pengamat tegak lurus kuadrat (Gambar 4).
b. Jauh dari gangguan manusia atau sumber perusak seperti pelabuhan.
c. Lokasi mudah dicapai dan aman bagi
pelaksanaan kegiatan monitoring.

Stasiun transek permanen ditentukan pada


saat kali pertama survei (t0). Penentuan jumlah
stasiun monitoring disesuaikan dengan luas
lamun di perairan setempat sehingga data
monitoring mampu mewakili kondisi lamun
pada lokasi monitoring secara keseluruhan.

Gambar 4. Kuadrat di atas padang lamun.


Persentase penutuan 90%.

Panduan Monitoring Padang Lamun 5


PERSIAPAN TIM
Kegiatan monitoring padang lamun pada suatu lokasi/ kabupaten terdiri dari dua tim,
masing- masing berjumlah minimal dua orang. Tim pertama bertugas melakukan
pengamatan padang lamun dengan anggota tim dapat terdiri dari peneliti dan teknisi
bidang lamun, atau individu yang sudah mengikuti pelatihan monitoring padang lamun.
Tim ke-2 bertugas mengambil data untuk pemetaan habitat pesisir dan luasannya.
Anggota tim dapat terdiri dari peneliti dan teknisi bidang Sistem Informasi Geografis
(SIG), atau individu yang pernah mengikuti pelatihan tentang SIG atau pemetaan habitat.
Pelaksanaan kegiatan tim ke-2 akan dibahas di buku panduan pembuatan peta habitat.
Hal penting lainnya adalah setiap anggota harus memiliki kemampuan berenang dan
snorkling dengan baik dan tidak mudah panik.

Sebelum kegiatan, tim membagi tugas pelaksanaan monitoring diantara anggotanya


supaya kegiatan di lapangan terkendali. Tugas tersebut antara lain, membuat transek
dan tanda permanen, menghitung persentase penutupan lamun, melihat komposisi jenis
lamun dan menghitung dominansinya, mendeskripsikan tipe substrat, serta mencatat
data. Selera humor yang baik dan kekompakan dalam tim sangat diperlukan saat bekerja
di lapangan.

PERSIAPAN ADMINISTRASI
Surat tugas dan/atau izin diperlukaan saat kegiatan lapangan di kawasan monitoring.
Surat tersebut dikeluarkan oleh instansi yang melakukan kegiatan monitoring dan
ditujukan kepada kepala daerah setempat seperti Bupati dan Kepala Desa, kepala instansi
terkait misalnya Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP),
Komando Angkatan Laut (LANAL) dan kepolisian setempat, serta Kepala SKPD (Satuan
Kerja Pemerintah Daerah).

PERSIAPAN PERALATAN DAN PERLENGKAPAN


Peralatan dan perlengkapan dalam kegiatan monitoring lamun adalah
1. Sarana transportasi. Transportasi darat dapat menggunakan kendaraan roda empat,
sedangkan transportasi laut memakai perahu atau sampan.
2. Peralatan dasar pribadi, yaitu baju selam (wetsuit) atau celana dan baju lengan panjang,
sepatu untuk berjalan di padang lamun (sepatu plastik/ karet, sepatu karang), topi,
sarung tangan berbahan katun, peralatan selam dasar (masker/google, snorkle, dan
fin).
3. P3K (Pertolongan Pertama pada Kecelakaan), obat pribadi dan vitamin, amonia untuk
sengatan biota berbisa, dan snake bite kit (peralatan pertolongan pada gigitan ular
laut).
4. Peralatan monitoring.
5. Makanan dan minuman.

6 Panduan Monitoring Padang Lamun


3
BAB

PELAKSANAAN
LAPANGAN

Parameter utama yang diukur dalam monitoring lamun adalah persentase penutupan
lamun. Adapun indikator atau acuan dalam monitoring lamun selama kegiatan
berlangsung adalah No Net Loss on Seagrass artinya tidak terjadi penurunan kondisi dan
luasan lamun. Nilai persentase penutupan lamun pada tahun 2014 merupakan data awal
yang menjadi dasar untuk menilai keberhasilan program pada akhir periode kegiatan
(2019). Selama kegiatan berlangsung, kondisi dan luasan lamun diharapkan meningkat
atau paling tidak tetap.

Sebagai data tambahan, parameter lain yang diukur adalah komposisi jenis lamun dan
dominansinya, kerapatan atau jumlah jenis E. acoroiedes, serta jenis subtrat yang dibagi
menjadi tiga karakter, yaitu berlumpur, berpasir, dan pecahan karang (rubble). Kerapatan
jenis E. acoroides menjadi salah satu parameter tambahan karena jenis ini memiliki
bentuk yang relatif besar namun ramping sehingga pengamatan persentase penutupan
relatif selalu rendah.

Metode yang digunakan pada kegiatan monitoring lamun di lokasi COREMAP - CTI adalah
transek kuadrat (tegak lurus garis pantai) yang dimodifikasi dari metode Seagrass Watch.
Pertimbangan dari pemilihan Seagrass Watch sebagai acuan adalah metode ini sesuai
untuk kegiatan monitoring yang dilakukan oleh masyarakat umum atau sukarelawan
karena pelaksana monitoring padang lamun pada kegiatan COREMAP – CTI tidak hanya
peneliti atau teknisi bidang lamun saja.

Metode transek kuadrat terdiri dari transek dan frame berbentuk kuadrat. Transek adalah
garis lurus yang ditarik di atas padang lamun, sedangkan kuadrat adalah frame/ bingkai
berbentuk kuadrat (segi empat) yang diletakan pada garis tersebut. Teknis pelaksanaan
di lapangan akan diuraikan lebih rinci pada bagian cara kerja.

Panduan Monitoring Padang Lamun 7


(c)

(a) (b)

(e)
(f)
(d)

(h)
(g)

kus
(c) GPS dibung
or ke l da n go ggle/ masker, pa ng an pa da
koral, (b) sn mbar kerja la
an : (a) Sepatu x50 cm , (f) Le
2
la ta n La pa ng ru ku ra n 50
Gambar 5. Pe
ra C be
, (e) Kuadrat PV l dengan tali.
, (d) roll meter lampung keci
dengan plastik ) pa to k be si , (h ) pe
ns il, (g
papan dan pe

ALAT DAN BAHAN


Alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan monitoring padang lamun adalah sbb :
1. Peralatan pribadi seperti baju selam (wetsuit) atau celana panjang dan baju lengan
panjang, sarung tangan berbahan katun, sepatu koral (Gambar 5a) dan alat selam
dasar (snorkel dan goggle/masker, serta fin) (Gambar 5b).
2. Alat Global Positioning System (GPS), dibungkus rapat dengan plastik agar air tidak
terkena air laut, jangan sampai GPS terendam air laut karena tidak kedap air (Gambar
5c).
3. Roll meter atau meteran gulung dengan panjang 100 m (Gambar 5d).
4. Kuadrat berukuran 50 x 50 cm2, terbuat dari paralon/ PVC (½ inch). Kemudian, kuadrat
PVC dibagi menjadi 4 kotak kecil (Gambar 5e).

8 Panduan Monitoring Padang Lamun


5. Lembar kerja lapangan dari kertas tahan air (bahan newtop) dan papan tulis tahan air
beserta pensil yang diikatkan ke papan (Gambar 5f).
6. Patok besi (Gambar 5g) dan pelampung kecil (Gambar 5h).
7. Tali rafia atau tali plastik.
8. Bak hitam dan pelampung bundar untuk wadah peralatan penelitian di lapangan.

PENENTUAN TRANSEK DAN PENGAMBILAN DATA


Pengambilan data dilakukan pada tiga transek dengan panjang masing-masing 100 m
dan jarak antara satu transek dengan yang lain adalah 50 m sehingga total luasannya
100 x 100 m2. Frame kuadrat diletakkan di sisi kanan transek dengan jarak antara kuadrat
satu dengan yang lainnya adalah 10 m sehingga total kuadrat pada setiap transek adalah
11 (Gambar 6). Titik awal transek diletakkan pada jarak 5 – 10 m dari kali pertama lamun
dijumpai (dari arah pantai).

Gambar 6. Skema transek kuadrat di padang lamun

Cara kerja:
1. Cek waktu pasang surut sebelum menentukan waktu ke lapangan atau cari
informasi mengenai pasang surut dari penduduk lokal/ nelayan di lokasi monitoring.
Pelaksanaan monitoring umumnya lebih mudah dan aman apabila dilakukan pada
saat surut.
2. Isi lembar kerja lapangan (Contoh Lampiran 1a dan 1c) yang terdiri dari nama
pengamat, lokasi (nama pantai dan nama daerah/kabupaten) dan kode stasiun,
tanggal dan waktu pengamatan, nomor transek, serta informasi umum (kedalaman
air, kejernihan air, ada/tidaknya pelabuhan, ada/tidaknya sungai, ada/tidaknya
mangrove dan perkiraan jarak dari mangrove, ada/tidaknya karang dan perkiraan

Panduan Monitoring Padang Lamun 9


jarak dari karang, ada/tidaknya penduduk, aktivitas penduduk), dan informasi lain
yang bermanfaat.

Penulisan kode stasiun


Contoh : KRILM04
artinya : KRI = Kepulauan Riau, LM = Lamun, 04= stasiun 4

3. Tentukan posisi transek dan catat koordinat (Latitude dan Longitude) serta kode di
GPS pada lembar kerja lapangan. Titik ini merupakan titik awal transek nomor 1 dan
meter ke-0.
4. Tandai titik awal transek dengan tanda permanen seperti patok besi yang dipasangi
pelampung kecil, serta keramik putih agar mudah menemukan titik awal transek
pada monitoring tahun selanjutnya.
5. Buat transek dengan menarik roll meter sepanjang 100 meter ke arah tubir. Pengamat
yang lain mengamati pembuatan transek agar transek lurus.
6. Tempatkan kuadrat 50 x 50 cm2 pada titik 0 m, disebelah kanan transek. Pengamat
berjalan disebelah kiri agar tidak merusak lamun yang akan diamati.
7. Tentukan nilai persentase tutupan lamun pada setiap kotak kecil dalam frame
kuadrat (Gambar 7), berdasarkan penilaian pada Tabel 2 dan catat pada lembar kerja
lapangan (Lampiran 1a dan 1c).

Gambar 7. Nomor kotak pada kuadrat 50 x 50 cm2

Tabel 2. Penilaian Penutupan Lamun dalam Kotak


Kecil Peyusun Kuadrat 50 x 50 cm2

Kategori Nilai Penutupan Lamun


Tutupan Penuh 1
Tutupan ¾ kotak kecil 0,75
Tutupan ½ kotak kecil 0,5
Tutupan ¼ kotak kecil 0,25
Kosong 0

10 Panduan Monitoring Padang Lamun


8. Catat komposisi jenis lamun dengan bantuan “panduan identifikasi lamun” (Lampiran
2) dan dominansi setiap jenisnya (Lampiran 1b dan 1d). Pencatatan jenis lamun
diawali dengan jenis yang paling dominan (apabila terdapat lebih dari satu jenis
pada satu kuadrat) dan berurutan sampai dengan jenis yang paling sedikit. Penilaian
dominansi dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Penilaian dominansi jenis lamun

Kategori Nilai Penutupan Jenis Lamun


Tutupan Penuh 1
Tutupan ¾ kotak kecil 0,75
Tutupan ½ kotak kecil 0,5
Tutupan ¼ kotak kecil 0,25
Kosong 0

9. Amati karakteristik substrat secara visual dan dengan memilinnya menggunakan


tangan, lalu catat. Karakteristik substrat dibagi menjadi: berlumpur, berpasir, Rubble
(pecahan karang).
10. Setelah itu, bergerak 10 meter ke arah tubir dan ulangi tahap 6 – 9.
11. Pengamatan dilakukan setiap 10 meter sampai meter ke-100 (0m, 10m, 20, 30m,
dst.) atau sampai batas lamun, apabila luasan padang lamun kurang dari 100 m.
12. Pasang patok dan penanda pada titik terakhir.
13. Tandai posisi titik terakhir dengan GPS dan catat koordinat (Latitude dan Longitude)
serta kode di GPS pada lembar kerja lapangan.
14. Ulangi tahap 3 – 13 untuk transek ke-2 dan ke-3.

Monitoring tahun selanjutnya:


Pada saat monitoring tahun selanjutnya, titik permanen dicari kembali sesuai titik
koordinat yang dicatat sebelumnya. Pencarian tersebut dilakukan dengan batuan GPS
(Gambar 6) dengan langkah-langkah sbb.
a. Catat posisi (titik koordinat) stasiun/ transek permanen pada lokasi/ kabupaten yang
akan dilakukan monitoring.
b. Masukkan posisi tersebut ke dalam GPS dan namai dengan kode stasiun/ transek
permanen, misalnya 001 (stasiun 1), 002 (stasiun 2), dst. lalu simpan.
c. Cari posisi stasiun/ transek permanen yang telah disimpan dengan menekan tombol
[FIND] pada GPS, lalu tekan [Waypoint]. Waypoint berisi data posisi yang telah anda
simpan dengan kode yang anda buat, misalnya 001 (stasiun 1), 002 (stasiun 2), dst.
d. Pilih stasiun/ transek yang dicari dengan panah atas  dan bawah .
e. Tekan tombol [ENTER] pada kode posisi yang dikehendaki.
f. Pilih [Go To], kemudian GPS akan menunjukkan arah posisi stasiun/ transek permanen
tersebut dari posisi anda berada.

Panduan Monitoring Padang Lamun 11


Gambar 8.
Pencarian Titik Permanen Stasiun Monitoring Lamun.
(Sumber: Pusat Data dan Surveillans Epidemiologi Kemenkes RI)

12 Panduan Monitoring Padang Lamun


4
BAB

PENGOLAHAN
DAN ANALISIS
DATA

Data monitoring padang lamun diolah dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft
Excel. Pengolaha data terdiri dari bebarapa tahap yang akhirnya akan menhasilkan nilai
rata-rata penutupan lamun (%) dan dominansi jenis lamun, termasuk komposisinya,
dalam satu lokasi atau pulau. Berikut adalah tahapan perhitungan dan contoh perhitungan
menggunakan Microsoft Excel.

1. Menghitung penutupan lamun dalam satu kuadrat.


Cara menghitung penutupan lamun dalam satu kuadrat adalah menjumlah nilai
penutupan lamun pada setiap kotak kecil dalam kuadrat dan membaginya dengan
jumlah kotak kecil, yaitu 4 (empat). Kemudian, hasil tersebut dikali 100% (Persamaan
1). Ilustrasi perhitungan dengan menggunakan Microsoft Excel dapat dilihat pada di
Gambar 9a, 9b, dan 9c.

Persamaan 1 :

Jumlah nilai penutupan lamun (4 kotak)


Penutupan Lamun (%) = x 100 %
4

Panduan Monitoring Padang Lamun 13


Gambar 9a.
Contoh
perhitungan
penutupan
lamun dalam
satu kuadrat.

Gambar 9b.
Contoh hasil
perhitungan
penutupan
lamun dalam
satu kuadrat

14 Panduan Monitoring Padang Lamun


Gambar 9c Contoh hasil perhitungan penutupan lamun dalam beberapa kuadrat.

2. Menghitung rata-rata penutupan lamun per stasiun

Cara menghitung rata-rata penutupan lamun per stasiun adalah menjumlah


penutupan lamun setiap kuadrat, yaitu hasil dari persamaan 1, pada seluruh transek
di dalam satu stasiun. Kemudian hasil penjumlahan dibagi dengan jumlah kuadrat
pada stasiun tersebut dan dikali 100% (Persamaan 2). Perbedaan nilai penutupan
lamun pada setiap kuadrat dilihat dengan menghitung standar deviasi. Perhitungan
persentase tutupan lamun dan standar deviasi dengan Microsoft Excel dapat dilihat
pada Gambar 10a, 10b dan Gambar 11a, 11b.

Persamaan 2 :

Rata-Rata Jumlah penutupan lamun seluruh transek


Penutupan Lamun x 100 %
=
(%) Jumlah kuadrat seluruh transek

Panduan Monitoring Padang Lamun 15


Gambar 10a.
Contoh
perhitungan rata-
rata penutupan
lamun (%) per
stasiun

Gambar 10b.
Contoh hasil
perhitungan
rata-rata
penutupan
lamun (%) per
stasiun.

16 Panduan Monitoring Padang Lamun


Gambar 11a.
Contoh
perhitungan
standar deviasi
penutupan
lamun per
stasiun.

Gambar 11b.
Contoh hasil
perhitungan rata-
rata penutupan
lamun (%) dan
standar deviasi-
nya per stasiun..

Panduan Monitoring Padang Lamun 17


3. Menghitung dominansi jenis lamun pada satu stasiun

Cara menghitung dominansi jenis lamun dalam satu stasiun adalah menjumlah nilai
dominansi jenis lamun pada setiap kuadrat seluruh transek dan membaginya dengan
jumlah kuadrat pada stasiun tersebut. Kemudian, hasil pembagian dikalikan 100%
(Persamaan 3). Perhitungan dilakukan untuk setiap jenis lamun yang terdapat di
stasiun tersebut. Perhitungan dalam tabel Microsoft Excel ditunjukkan pada Gambar
12a,12b, dan 12c.

Persamaan 3 :

Jumlah nilai dominansi setiap jenis lamun


Rata-Rata pada seluruh kuadrat
x 100 %
Nilai Dominansi =
Lamun (%) Jumlah kuadrat seluruh transek

hasil perhitungan dominansi jenis lamun ditafsirkan bahwa jenis lamun dengan nilai
dominansi lebih besar bersifat lebih dominan pada tansek permanen monitoring
padang lamun stasiun yang diamati.

Gambar 12a.
Contoh perhitungan dominansi jenis lamun (Satu jenis) per stasiun.

18 Panduan Monitoring Padang Lamun


Gambar 12b.
Contoh hasil perhitungan dominansi jenis lamun (satu jenis) per stasiun.

Gambar 12c.
Contoh hasil perhitungan dominansi jenis lamun (semua jenis) per stasiun.

Panduan Monitoring Padang Lamun 19


Setelah perhitungan di atas, hasil akhir yang diperoleh adalah rata-rata penutupan
lamun pada satu stasiun berserta nilai standar deviasi-nya, dan nilai dominansi jenis
lamun yang ada di stasiun tersebut. Gambaran hasil perhitungan dengan Microsoft
Excel dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13.
Hasil perhitungan rata-rata penutupan lamun (%) dan standar deviasi-nya, serta nilai dominansi jenis
lamun pada satu stasiun.

4. Menghitung rata-rata penutupan lamun per lokasi/pulau

Cara menghitung rata-rata penutupan lamun per lokasi/pulau adalah menjumlah


rata-rata penutupan lamun setiap stasiun, yaitu hasil dari persamaan 2, pada satu
lokasi/ pulau. Kemudian, hasilnya dibagi dengan jumlah stasiun pada lokasi/pulau
tersebut (Gambar 12). Lokasi ditentukan berdasarkan sebaran stasiun di wilayah
monitoring.

Persamaan 4:

Rata-rata Jumlah nilai Rata-rata Penutupan lamun


penutupan lamun seluruh stasiun dalam satu lokasi/pulau
satu lokasi/ pulau = x 100 %
(%) Jumlah stasiun dalam satu lokasi/pulau

20 Panduan Monitoring Padang Lamun


Gambar 14.
Contoh hasil perhitungan rata-rata penutupan lamun (%) dan standar deviasi-nya, serta dominansi jenis
lamun pada setiap Pulau/ Lokasi di satu Kabupaten.

Kisaran rata-rata penutupan lamun dalam satu kabupaten ditentukan oleh nilai
rata-rata penutupan lamun pada lokasi/ pulau yang terendah dan tertinggi dalam
satu wilayah kabupaten monitoring COREMAP - CTI. Berdasarkan percontohan di
atas, kisaran rata-rata penutupan lamun di Kabupaten Bintan adalah 22,62±11,08 –
88,59±2.38 %. Kondisi lamun dimonitoring setiap tahunnya berdasarkan nilai rata-
rata penutupan lamun per pulau atau per lokasi.

Hasil rata-rata penutupan lamun dalam satu lokasi dimasukan ke dalam kategori di
Tabel 4. Contohnya, rata-rata penutupan padang lamun di Pulau Beralas Pasir adalah
52,3±6,07 %, tergolong padat.

Tabel 4. Kategori tutupan lamun

Persentase
Kategori
penutupan (%)
0 –25 Jarang
26–50 Sedang
51 –75 Padat
76 - 100 Sangat Padat

Panduan Monitoring Padang Lamun 21


Kerapatan E. acoroides, sebagai data tambahan, dihitung dengan persamaan berikut,

Persamaan 5

Kerapatan Ea (Tegakan/m2) = Jumlah Jenis Ea* x 4

Keterangan :
Jumlah Jenis Ea dalam kuadrat berukuran 50 x 50 cm2
Ea = Enhalus acoroides,
4 = konstanta untuk konversi 50x50 cm2 ke 1 m2

Nilai rata-rata kerapatan dihitung sama seperti persentase penutupan lamun dan
dilihat perubahannya dalam kurun waktu monitoring. Sementara itu, karakteristik
substrat menjadi data acuan untuk habitat lamun dan kondisi lingkunganya.

22 Panduan Monitoring Padang Lamun


5
BAB

PENULISAN
LAPORAN
Penulisan laporan kegiatan monitoring lamun terdiri dari dua bagian, yaitu laporan
kegiatan awal dan laporan kegiatan akhir.

LAPORAN AWAL
Laporan kegiatan awal adalah adalah salinan data lapangan yang sesuai dengan format
Lampiran 1a dan 1b, serta kendala yang dihadapi saat melakukan monitoring. Apabila
kegiatan monitoring dilakukan oleh lembaga berbadan hukum, maka laporan kegiatan
awal disertakan dengan tanda pengesahan dari masing-masing instansi, seperti tanda
tangan kepala yang berwenang dan cap asli.

LAPORAN AKHIR
Laporan kegiatan akhir adalah laporan kegiatan secara keseluruhan yang mencakup hasil
pengolahan data pada suatu lokasi COREMAP - CTI, hasil analisis dan interpretasinya.
Adapun, bentuk laporan kegiatan akhir adalah sbb.
1. Pendahuluan
Pendahuluan terdiri dari latar belakang, tujuan, dan target kegiatan monitoring lamun.
Target kegiatan mengacu kepada target COREMAP - CTI tahun 2014, yaitu tidak
terjadinya penurunan luasan lamun.
2. Metodologi Penelitian
Bagian ini meliputi waktu monitoring, posisi geografil monitoring atau titik permanen
stasiun monitoring, alat dan bahan, cara kerja monitoring, dan cara pengolahan dan
analisis data.
3. Hasil dan Pembahasan
Hasil pengolahan data berupa persentase penutupan lamun pada seluruh stasiun
dan pada lokasi monitoring lamun COREMAP - CTI di suatu wilayah. Saat melakukan
monitoring awal (t0), hasil dan pembahasan memaparkan kondisi lingkungan

Panduan Monitoring Padang Lamun 23


stasiun dan lokasi monitoring COREMAP - CTI. Selain itu, mendeskripsikan kondisi
lamun berdasarkan pengamatan pandangan mata dan berdasarkan pengolahan
data persentase penutupan lamun dan hasil interpretasi. Sedangkan, pada kegiatan
monitoring selanjutnya (tahun ke-2 = t1, tahun ke-3 = t2, t3 dst.) kondisi lingkungan dan
kondisi lamun dibandingkan sesuai seri waktu monitoring (tahun ke-1, ke-2 dst.).
Perbandingan dan perubahan persentase penutupan lamun dapat diperlihatkan
dalam bentuk grafik, dan lebih baik dilengkapi dengan analisis secara statistik.
4. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan memaparkan hasil yang diperoleh sesuai dengan tujuan kegiatan
monitoring. Adapun saran merupakan masukan untuk kegiatan selanjutnya, hal ini
dapat berdasarkan kendala yang dihadapi saat di lapangan.
5. Daftar Pustaka
Daftar buku atau jurnal ilmiah yang menjadi sumber bacaan pada saat pembuatan
laporan.
6. Lampiran
LAMPIRAN

24 Panduan Monitoring Padang Lamun


UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada tim COREMAP-CTI atas peer review
yang telah dilakukan, dan Ibu Dr. Rohani Ambo Rappe, Fakultas Ilmu Kelautan dan
Perikanan Universitas Hasanuddin atas sinkronisasi metode yang telah didiskusikan.,

Panduan Monitoring Padang Lamun 25


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2006. An Introduction to NaGISA Sampling Protocol for seagrass and macroalgae
coastal areasVersion II dalam http://www.ciimar.up.pt/biodiversidade/PDF/
NaGISAprotocolsVerII.pdf. Diakses tanggal 08 Mei 2014.
Brower, J. E., J. H. Zar & C. N. Von Ende.1998. Field and Laboratory Methods for General
Ecology, 4th ed. WCB McGraw-Hill, USA.
Choo, C.K., 2006. SOS volunteers handbook. Department of Marine Science, Faculty of
Maritime and Marine Sciences, University College of Science and Technology
Malaysia (KUSTEM), 21030, Kuala Terengganu, Malaysia, 22 pp.
den Hartog, C & J. Kuo. Taxonomy and Biogeography of Seagrass In Larkum, A. W. D., R.
J. Orth, dan C. M. Duarte. 2006. Seagrasses: Biology, Ecology and Conservation, pp.
1-23. Spinger, Netherland.
Duarte, C. M. 1991. Seagrass Depth Limits. Aquatic Botany, 40 (4); 363-377.
Dorenbosch, M., M. G. G. Grol, M. J. A. Christianen, I. Nagelkerken, G. Van der Velde. 2005.
Indo-Pacific seagrass beds and mangroves contribute to fish density and diversity on
adjacent coral reefs. Marine Ecology Progress Series, 302; 63-76.
English, S., C. Wilkinson, & V. Baker. 1994. Survey Manual for Tropical Marine Resources.
ASEAN-Australia marine Science Project: Living Coastal Resources. Australian Institute
of Marine Science, Townsville. 368 pp.
Green, E. P. & F. T. Short. 2003. World Atlas of Seagrasses. University of California Press.
USA. 310 pp.
Kennedy, H. & M. Björk. 2009. Seagrass Meadows. In: Laffoley, D.D’A. & GRIMSDITCH,
G. (eds). 2009. The management of natural costal carbon sinks. IUCN, Gland,
Switzerland. 53 pp.
Kiswara, Wawan, Susi Rahmawati, Hilda Novianty dan Ahmad Reza Dzumalex, 2014. Buku
Panduan Training Course in Seagrass Transplantation Methods. 24 Maret 2014,
Pulau Pari, Jakarta. P2O-LIPI, Jakarta. 70 pp
Kuo, J. 2007. New monoecious seagrass of Halophila sulawesii (Hydrocharitaceae) from
Indonesia. Aquatic Botany, 87; 171-175.
Lieske, E. & R. Myers. 1994. Coral Reef Fishes. Indo-Pasific & Caribbean Including The Red Sea.
Haper Collins Publisher, 400 pp.

26 Panduan Monitoring Padang Lamun


McKenzie, L. J. 2003. Draft guidelines for the rapid assessment of seagrass habitats in the
wester Pacific. QFS, NFC, Cairns. 43 pp.
McKenzie, L. J. 2008. Seagrass Educator Handbook. Seagrass-Watch, Queensland, Australia.
McKenzie, L.J., Campbell, S.J. & Roder, C.A. 2003 Seagrass-Watch: Manual for Mapping &
Monitoring Seagrass Resources by Community (citizen) volunteers. 2nd Edition. (QFS,
NFC, Cairns) 100pp.
Nagelkerken, I. , C. M. Roberts, G. Van der Velde., M. Dorenbosch, M. C. Van Riel, E.
Cocheret de la Moriniere, P. H. Nienhuis. 2002. How important are mangroves and
seagrass beds for coral-reef fish? The nursery hypothesis tested on an island scale.
Marine Ecology Progress Series, 244; 299-305.
Nagelkerken, I., G. Van der Velde, M. W. Gorissen, G. J. Meijer, T. van’t Hof & C. den Hartog.
2000. Importance of Mangrove, Seagrass Beds anad the Shallow Coral Reef as a
Nursery for Important Coral Reef Fishes, Using a Visual Census Technique. Est.
Coast. Shelf Sci.,, 51: 31-44.
Nienhuis, P.H. 1993. Structure and functioning of Indonesian seagrass ecosystems. In:
Moosa, M.K., H.H. de Iongh, H.J.A. Blaauw & M.K.J. Norimana (eds.). Proceedings
of International Seminar Coastalzone Management of Small Island Ecosystems.
Univ. Pattimura, CML-Leiden Univ. & AIDEnvironment Amsterdam, 82-86.
Short, F. T., McKenzie, L. J., Coles, R. G., Gaeckle, J. L. 2004. SeagrassNet manual for
scientific monitoring of seagrass habitat – worldwide edition. University of New
Hampshire, USA; QDPI, Nothern Fisheries Centre, Australia. 71 pp.
Short, Frederick T. & Robert G. Coles (eds.). 2001. Global Seagrass Research Methods.
Elsevier Science B.V., Amsterdam.
Victor, S & N.W. Oldiais, 2009. Manual for Monitoring Seagrass in Palau. PICRC Technical
Report 09-001. Palau International Coral Reef Centre. Koror, Palau. Pp 16

Panduan Monitoring Padang Lamun 27


GLOSARIUM
ARC GIS Paket perangkat lunak yang terdiri dari produk perangkat lunak sistem
informasi geografis (SIG) yang diproduksi oleh Esri.
COVERAGE Penutupan
DOMINAN Tampak menonjol
EKOSISTEM Suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik yag tidak
terpisahkan antara mahluk hidup dan lingkungannya.
ESTUARI Perairan pantai setengah tertutup tempat air laut bertemu dengan air
tawar ; Muara sungai berbentuk corong yang melebar ke arah laut karena
pengaruh pasang
FRAME Bingkai
GPS Global Positioning System Sistem untuk menentukan letak di permukaan
bumi dengan bantuan penyelarasan (synchronization) sinyal satelit
GLOBAL secara umum dan menyeluruh
HABITAT Tempat hidup organisme tertentu; tempat hidup yang alami (bagi
tumbuhan dan hewan); lingkungan kehidupan asli
INDIKATOR Sesuatu yang dapat memberikan (menjadi) pe-tunjuk atau keterangan
INTERPRETASI Tafsiran; pemberian kesan, pendapat atau pandangan teoritis terhadap
sesuatu
INTERVAL Jarak antar dua titik
KARANG Batuan organik sebagai tempat tinggal binatang karang; koral; batu kapur di
laut yang terjadi dari zat yang dikeluarkan oleh binatang kecil jenis anthozoa
(tidak bertulang punggung).
KOMPOSISI Susunan
KOMUNITAS Kelompok organisme yang hidup dan saling berinteraksi di dalam daerah
tertentu
KOORDINAT Bilangan yang dipakai untuk menunjukkan lokasi suatu titik dalam garis,
permukaan, atau ruang
KORAL Karang
MANGROVE Mangrove merupakan tumbuhan tingkat tinggi yang beradaptasi dengan
sangat baik di wilayah pasang-surut
MONITORING Pemantauan
PARAMETER Karakteristik yang dimiliki oleh populasi

28 Panduan Monitoring Padang Lamun


PENGINDERAAN JAUH (disingkat inderaja) pengukuran atau akuisisi data dari sebuah objek
atau fenomena oleh sebuah alat yang tidak secara fisik melakukan
kontak dengan objek tersebut atau pengukuran atau akuisisi data
dari sebuah objek atau fenomena oleh sebuah alat dari jarak jauh
(Sumber; id.wikipedia.org).
POPULASI Sekumpulan organisme yang memiliki ciri-ciri yang sama disuatu
daerah pada suatu waktu tertentu.
RIMPANG LAMUN Batang pada tumbuhan lamun yang menjalar dibawah permukaan
tanah
SEDIMEN Pasir, lumpur, kerikil, atau batu karang yang menjadi tempat tumbuh
lamun di dasar perairan dangkal.
SIG Sistem Informasi Geografis (bahasa Inggris: Geographic Information
System disingkat GIS) adalah sistem informasi khusus yang mengelola
data yang memiliki informasi spasial (bereferensi keruangan).
SNORKELING Snorkeling (selam permukaan) atau selam dangkal (skin diving) adalah
kegiatan berenang atau menyelam dengan mengenakan peralatan
berupa masker selam dan snorkel (Sumber; id.wikipedia.org)
SPASIAL berkenaan dengan ruang atau tempat
STANDAR DEVIASI Simpangan baku; ukuran sebaran statistik yang paling lazim.
Singkatnya, ia mengukur bagaimana nilai-nilai data tersebar
Sumber; id.wikipedia.org).
TEMATIK Bersangkutan dengan tema
TEMPORAL Berhubungan atau mengenai waktu
TRANSEK Garis untuk keperluan survei persebaran, keterdapatan makhluk
sepanjang suatu daerah atau percobaan dan pengamatan lain.
VERIFIKASI Pemeriksaan tentang kebenaran perhitungan penutupan lamun
ZONA INTERTIDAL Daerah tempat terjadinya pasang surut
ZAT HARA Zat yg meliputi unsur fosfat, amonium, dan nitrat yg mempengaruhi
kesuburan perairan

Panduan Monitoring Padang Lamun 29


Lampiran 1a. Contoh lembar kerja lapangan untuk persentase penutupan lamun.

Kabupaten Bintan Tanggal 22 September 2014

Stasiun/ Lokasi KRILM04 / Pulau Beralas Waktu 10.20 – 12.30 WIB


Pasir

Pengamat Asep Rasyidin dan Susi Rah-


mawati

Informasi umum : Cuaca cerah, kedalaman 0 m, lamun dekat dengan mangrove,


perairan jernih,tidak ada sungai, ada penduduk, ada dermaga masyarakat, aktivitas
masyarakat nelayan dan mengambil kerang di lamun.

Transek ke- Kuadrat Kotak

No Meter ke- 1 2 3 4
1 1 0 1 0.5 0.5 0.75
2 10 0.5 0.75 0.5 0
3 20 0.5 0.75 0.75 0.5
4 30 1 0.5 0.5 0.75

5 40 0.75 0.5 0.75 1


6 50 0.75 1 0. 25 0. 25
7 60 0.5 0. 25 0.5 0. 25
8 70 0.75 0.5 0.75 1
9 80 0.75 0. 25 0. 25 1
10 90 1 0.5 0.5 0. 25
11 100 0.75 0.5 0.5 1
2 1 0 0.5 0.75 0.5 0
2 10 1 0.5 0.5 0.75
3 20 0.5 0. 25 0.5 0. 25
4 30 1 0.5 0.5 0.75
5 40 0.5 0.75 0.75 0.5
6 50 0.75 0.5 0.5 1
7 60 0.75 0.5 0.5 1
8 70 0.5 0.75 0.75 0. 25
9 80 0.75 1 0. 25 0. 25
10 90 0.5 0.75 0.75 0.5

11 100 1 0.5 0.5 0.75


3 1 0 0.5 0. 25 0.5 0
2 10 0.75 1 0. 25 0. 25
3 20 0.5 1 0.5 0.75
4 30 0.75 0.5 0.75 0. 25
5 40 1 0. 25 1 0
6 50 1 0.5 0.5 0.75
7 60 0. 25 0.5 0.5 0. 25
8 70 0.5 0.75 0.75 0. 25
9 80 1 1 0.5 0. 25
10 90 0.5 0. 25 0. 25 0. 25
11 100 0.5 0. 25 0. 25 1

30 Panduan Monitoring Padang Lamun


Lampiran 1b. Contoh lembar kerja lapangan untuk dominansi jenis lamun dan karakteristik
substrat.

Tran- Kuadrat Dominansi Jenis Lamun


sek Meter Substrat
ke- Ea Th Cs Cr Hu Hp Ho Si Tc
ke-
1 0 0,25 0,25 0,25 0 0 0 0 0 0 Berpasir
2 10 0,25 0,5 0,25 0 0 0 0 0 0 Berpasir

1 3 20 0 0,75 0,25 0 0 0 0 0 0 Berpasir

4 30 0 0,75 0,25 0 0 0 0 0 0 Berpasir


5 40 0 0,75 0,5 0 0 0 0 0 0 Berpasir
6 50 0 0,5 0,5 0 0 0 0 0 0 Berpasir
7 60 0 0,5 0,75 0 0 0 0 0 0 Berpasir
8 70 0 0,5 0,25 0,25 0 0 0 0 0 Berpasir & Pecahan karang
9 80 0 0,5 0,25 0,25 0 0 0 0 0 Berpasir & Pecahan karang
10 90 0 0,75 0,25 0,25 0 0 0 0 0 Berpasir & Pecahan karang
11 100 0 0,5 0,25 0,25 0 0 0 0 0 Berpasir & Pecahan karang
1 0 0,25 0,5 0,25 0 0 0 0 0 0 Berpasir
2 10 0,25 0,75 0,5 0 0 0 0 0 0 Berpasir

2 3 20 0,25 0,5 0,25 0 0 0 0 0 0 Berpasir


4 30 0,25 0,75 0,5 0 0 0 0 0 0 Berpasir
5 40 0 0,75 0,5 0 0 0 0 0 0 Berpasir
6 50 0 0,75 0,5 0 0 0 0 0 0 Berpasir
7 60 0 0,5 0,75 0 0 0 0 0 0 Berpasir & Pecahan karang
8 70 0 0,5 0,5 0,25 0 0 0 0 0 Berpasir & Pecahan karang
9 80 0 0,5 0,5 0,25 0 0 0 0 0 Berpasir & Pecahan karang

10 90 0 0,5 0,5 0,25 0 0 0 0 0 Berpasir & Pecahan karang


11 100 0 0,5 0,25 0,5 0 0 0 0 0 Berpasir & Pecahan karang
1 0 0,25 0,25 0,25 0 0 0 0 0 0 Berpasir
2 10 0,25 0,75 0 0 0 0 0 0 0 Berpasir
3 3 20 0,25 0,5 0,25 0 0 0 0 0 0 Berpasir
4 30 0 0,5 0,25 0 0 0 0 0 0 Berpasir
5 40 0 0,75 0,25 0 0 0 0 0 0 Berpasir
6 50 0 0,75 0,5 0 0 0 0 0 0 Berpasir
7 60 0 0,5 0,5 0 0 0 0 0 0 Berpasir
8 70 0 0,5 0,5 0 0 0 0 0 0 Berpasir & Pecahan karang
9 80 0 0,5 0,75 0,25 0 0 0 0 0 Berpasir & Pecahan karang
10 90 0 0,5 0 0,25 0 0 0 0 0 Berpasir & Pecahan karang
11 100 0,25 0 0,25 0 0 0 0 0 0 Berpasir & Pecahan karang

Panduan Monitoring Padang Lamun 31


Lampiran 1c. Format lembar kerja lapangan untuk penutupan lamun

Kabupaten Tanggal

Stasiun/ Lokasi Waktu

Pengamat

Informasi umum :

Transek ke- Kuadrat Kotak

No Meter ke- 1 2 3 4
1 1 0
2 10
3 20
4 30
5 40
6 50
7 60
8 70
9 80
10 90
11 100
2 1 0
2 10
3 20
4 30
5 40
6 50
7 60
8 70
9 80
10 90
11 100
3 1 0
2 10
3 20
4 30
5 40
6 50
7 60
8 70
9 80
10 90
11 100

32 Panduan Monitoring Padang Lamun


Lampiran 1d. Format Lembar Kerja Lapanganuntuk dominansi jenis lamun

Tran- Kuadrat Dominansi Jenis Lamun


sek Meter Substrat
ke- Ea Th Cs Cr Hu Hp Ho Si Tc
ke-
1 0
2 10
1 3 20
4 30
5 40
6 50
7 60
8 70
9 80
10 90
11 100
1 0
2 10
2 3 20
4 30
5 40
6 50
7 60
8 70
9 80

10 90
11 100
1 0
2 10
3 3 20
4 30
5 40
6 50
7 60
8 70
9 80
10 90
11 100

Panduan Monitoring Padang Lamun 33


Lampiran 2. Panduan Identifikasi Lamun

34 Panduan Monitoring Padang Lamun


Lampiran 3a. Contoh lampiran pada laporan akhir monitoring padang lamun.

Kabupaten Bintan

Tanggal survei 20 - 27 September 2014

Status survei t0 (Baseline)

Pengambil data Asep Rasyidin dan Susi Rahmawati

Analisis data Susi Rahmawati

Jumlah stasiun 8

Rata-rata Dominansi jenis


No Lokasi/pulau Stasiun Penutupan
lamun (%) Ea Th Cs Cr Hu Hp Ho Si Tc

1 Pantai Timur KRILM01 85.92 2.76 3.86 3.78 2.87 2.56 0 1.23 2.1 1.8

KRILM02 90.50 2.89 4.21 2.40 1.25 1.89 0 1.21 3.46 1.90

KRILM03 89.34 3.21 2.56 2.54 1.35 1.76 0 0.24 2.64 1.89

Rata-rata 88.59 2.95 3.54 2.91 1.82 2.07 0.00 0.89 2.73 1.86

STDEV 2.38

2 P. Beralas KRILM04 56.59 1.03 3.36 3.48 2.64 0.00 0 0.06 1.30 0
Pasir

KRILM05 48.00 1.83 3.4 2.52 2.86 1.67 1.01 2.34 0

Rata-rata 52.30 1.43 3.38 3.00 2.75 0.84 0.00 0.54 1.82 0.00

STDEV 6.07

3 Kijang KRILM06 32.12 2.1 1.3 0 0 0 0 0 0 0

P. Numbing KRILM07 10.45 2.6 1.5 0 0 0 0 0 0 0

KRILM08 25.30 2.30 1.2 0 0 0 0 0 0 0

Rata-rata 22.62 2.33 1.33 0 0 0 0 0 0 0

STDEV 11.08

Keterangan : *STDEV = Standar Deviasi

Mengetahui Jakarta, 25 Oktober 2014


Penanggung Jawab kegiatan Pelaksana kegiatan

ttd ttd

Giyanto Susi Rahmawati


NIP. 196712301987031002 NIP. 198404232009122005

Panduan Monitoring Padang Lamun 35


Lampiran 3b. Format lampiran pada laporan akhir monitoring padang lamun.

Kabupaten

Tanggal survei

Status survei

Pengambil data

Analisis data

Jumlah stasiun

Rata-rata Dominansi jenis


No Lokasi/pulau Stasiun penutupan
lamun (%) Ea Th Cs Cr Hu Hp Ho Si Tc

Keterangan : *STDEV = Standar Deviasi

Mengetahui Tempat dan tanggal pelaksanaan


Penanggung jawab Pelaksana,

ttd ttd

............................. .............................
NIP. NIP.

36 Panduan Monitoring Padang Lamun


Panduan Monitoring Padang Lamun 37

Anda mungkin juga menyukai