Anda di halaman 1dari 8

ANALISIS JURNAL

Gangguan Berbahasa pada Anak Penderita Hidrosefalus

Jurne Lineke Kandati, S.Kep


220401044

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS KESEHATAN MUHAMMADIYAH
MANADO
2020
Section/Topik No Checklist Item

TITLE

Title 1 Language Disorder in Child with Hydrocephalus

Judul
Gangguan berbicara pada anak dengan hidrocefalus
Penulis Tito Tri Kadafi

Di Publikasikan UIN Syarif Hidayatullah (Oktober 2021)


ABSTRACT

Structured summary 2 Berbahasa merupakan keterampilan dasar yang dimiliki oleh manusia.
Tiap manusia yang lahir akan mengetahui bahasa dan mengalami proses
perkembangan terhadapnya. Anak yang dapat berinteraksi dengan baik,
Ringkasan umumnya menandai perkembangan bahasa yang normal. Ini dinamai juga
terstruktur sebagai proses serebral yang berarti proses ekspresi verbal dan
komprehensi auditorik yang dilaksanakan oleh sel-sel saraf di otak yang
disebut neuron. Dengan kata lain, keterampilan berbahasa dipengaruhi
juga oleh perkembangan kognitif otak manusia (Chaer, 2017:155).
Hidrosefalus adalah keadaan manusia yang mengalami penambahan
volume cairan serebrospinalis (CSS) di ruang ventrikel dan ruang
subarakhnoid. Keadaan ini disebabkan oleh tidak seimbangnya produksi
dan absorpsi cairan serebrospinalis. Hidrosefalus umumnya bersifat
kongenital/dibawa sejak lahir, biasanya tampak pada masa bayi,
sedangkan yang muncul sejak usia 6 bulan dikatakan tidak kongenital (M.
Sri & dkk, 2016).
Belajar bahasa dalam hal ini menyangkut pada pemerolehannya tidak
sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon saja. Seperti
yang dikemukakan pada teori behaviorisme, lebih dari itu belajar
melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks atau lebih lanjut
dijelaskan dalam teori kognitivisme (Nugroho, 2015:290). Berdasarkan
teori kognitivisme belajar bahasa, pemerolehan bahasa seseorang juga
dipengaruhi oleh proses berpikir orang tersebut, bergantung pada individu
tanpa mengabaikan pengaruh lingkungan. Gangguan kognitif atau yang
memengaruhi kognitif akan turut berdampak dengan kondisi berbahasa
seseorang, termasuk pada anak penderita hidrosefalus.

INTRODUCTION / PENGANTAR

Rationale / Alasan 3 Latar Belakang : Penelitian ini dilakukan dengan meneliti gangguan
berbahasa pada anak penderita hidrosefalus, yang subjeknya
merupakan penderita hidrosefalus sejak lahir. Menggunakan metode
kualitatif, serta teknik pengumpulan data melalui observasi, telaah
pustaka, dan wawancara penelitian ini berupaya untuk
mengidentifikasi penyebab gangguan berbahasa yang dialami VC
(responden). Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh kognitif
karena kondisi hidrosefalus, dan ketidaksempurnaan penggunaan alat
artikulatoris dalam tuturan, yang menyebabkan ketidakmampuan VC
dalam mengujarkan fonem /s/, /r/, /l/, dan/z/. pengaruh lain yang juga
menyebabkan gangguan berbahasa ialah pasifnya pergaulan karena
interaksi terbatas antara responden dengan rekan sebaya di sekitar
lingkungan tempat tinggalnya.
Objectives / Tujuan 4 Object
Object dari penelitian ini seorang anak laki-laki berusia 14 tahun yang
menderita hidrosefalus sejak lahir.

METHODS AND RESULTS / Metode Dan Hasil

- Protocol and 5 Metode penelitian yang peneliti gunakan adalah metode deskriptif
registration / kualitatif. Metode ini merupakan jenis metode yang berkembang dan
Protokol Dan pertanyaannya bersifat terbuka. Menggunakan metode ini, peneliti
Registrasi
akan menganalisis produksi ujaran yang muncul secara deskriptif dan
terperinci.

- Eligibilty criteria 6 http://dx.doi.org/10.26499/madah.v?i?.?


/Kriteria
Kelayakan
- Information 7 Tito Tri Kadafi, Gangguan berbicara pada anak dengan hidrocefalus,
sources / Sumber UIN Syarif Hidayatullah. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Informasi http://dx.doi.org/10.26499/madah.v?i?.?

- Search / Cari 8 Hidrosefalus, gangguan, terapi

- Study selection / 9 Pendidikan bahasa dan sastra


Seleksi Studi

- Data collection 10 Pengumpulan Data


proccess / Proses
Pengumpulan Subjek penelitian ini adalah seorang anak laki-laki berusia 14 tahun
Data yang menderita hidrosefalus sejak lahir. Peneliti menggunakan sebutan
VC sebagai inisial dari nama subjek penelitian, agar identitasnya tetap
terlindungi. Secara fisik, tidak hanya bagian kepala yang berukuran
lebih besar daripada rekan sebayanya, namun juga kakinya yang
mengalami hambatan pertumbuhan, sehingga VC hanya dapat
merangkak menggunakan lutut dan tangannya sebagai alat gerak.
Subjek penelitian juga jarang bersosialisasi dengan rekan sebayanya
karena hambatan yang dimilikinya. Interaksi sehari-hari umumnya
dilakukan bersama keluarga, sehingga terdapat batasan pemerolehan
bahasa yang dimiliki oleh VC.
- Data items / Item 11 Karakteristik Peserta
Data
Peneliti menggunakan teknik wawancara yang bersifat pancingan
kepada VC, dengan pendokumentasian melalui rekaman audio, sebab
VC merasa terintimidasi jika harus melalui video. Mengajaknya
berbicara dan memintanya mengucapkan ulang kata yang disebutkan
peneliti, data ini berhasil dikumpulkan yang kemudian akan dibahas di
dalam hasil pembahasan.

- Hasil penelitian 12 Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan selama satu bulan,
dikumpulkan beberapa kata yang diujarkan berulang, dan terindikasi
sebagai kata dengan gangguan berbahasa. Kata tersebut dapat
dijabarkan sebagai berikut, dengan melihat konteks fon dan arti kata.
Temuan yang dihasilkan dari penelitian ini dapat dinyatakan bahwa
VC mengalami gangguan berbahasa dalam mengeluarkan bunyi. VC
terindentifikasi mengalami (1) kesulitan menyebut bunyi konsonan
laringal, yaitu konsonan yang dihasilkan dengan pita suara terbuka
terbuka lebar sehingga udara uang keluar digesekkan melalui glottis,
konsonan tersebut yakni /h/ di tengah kata, (2) kesulitan menyebut
bunyi konsonan alveolar frikatif tidak bersuara, yakni fonem /s/, dan
cenderung menggantinya dengan bunyi velar hambat tidak bersuara
atau /k/, (3) ksulitan menyebut konsonan alveolar yaitu konsonan yang
diartikulasi dengan lidah menyentuh atau menghampiri alveolum,
konsonan tersebut ialah /z/, /l/, dan /r/, dan VC cenderung
menggantinya dengan bunyi konsonan palatal yaitu konsonan di mana
anggota lidah dinaikkan ke langit-langit keras, yakni konsonan /y/
dan /j/, atau menghilangkan bunyi tersebut

- Kesimpulan : 13 P (Problem)
PICO
Berdasarkan masalah yang muncul pada subjek penelitian, gangguan
berbahasa yang dialami subjek tertentu; anak penderita hidrosefalus,
menjadi problematika umum yang dibahas dalam penelitian ini. Secara
spesifik, hasil penelitian ini berupaya untuk menjawab rumusan
masalah penelitian, yakni (1) bagaimana gangguan berbahasa pada
anak penderita hidrosefalus, (2) apa penyebab terjadinya gangguan
berbahasa pada anak penderita hidrosefalus. Peneliti di sini juga
merupakan kakak dari VC sehingga akan memudahkan interaksi guna
pengambilan data dan observasi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
menunjang pengetahuan dan nilai empiris mengenai studi kasus
terhadap anak penderita hidrosefalus di tengah sedikitnya penelitian
terkait hal ini.
Berdasarkan teori kognitivisme belajar bahasa, pemerolehan bahasa
seseorang juga dipengaruhi oleh proses berpikir orang tersebut,
bergantung pada individu tanpa mengabaikan pengaruh lingkungan.
Gangguan kognitif atau yang memengaruhi kognitif akan turut
berdampak dengan kondisi berbahasa seseorang, termasuk pada anak
penderita hidrosefalus.
I (Intervention)
Pemberian terapi bicara pada anak dengan hidrosefalus
Prosedur Terapi Berbicara
1. Terapis menyiapkan ruangan dan alat peraga terapi
2. Mencuci tangan dan menggunakan APD sesuai standar
3. Terapis memberi salam dan menerima pasien masuk keruang
terapi yang telah dipersiapkan
4. Terapis memberikan terapi bicara pada anak sesuai dengan
gangguan yang didapati, dengan berbagai jenis-jenis terapi
sebagai berikut
a. Untuk organ bicara dan sekitarnya yang sifatnya fungsional,
terapist mengikut sertakan latihan-latihan oral motor
exercises yang sesuai dengan orga yang mengalami
kesulitan.
b. Untuk artikulasi atau pengucapan menjadi kurang sempurna
karena adanya gangguan, latihan untuk pengucapan (place
and manners of articulation). Kesulitan pada artikulasi/
pengucapan biasanya dapat dibagi menjadi :
1) Penggantian (subtitution), misalnya : rumah menjadi
lumah
2) Penghilangan (emision), misalnya : sapu menjadi apu
3) Pengucapan untuk konsonan terdistorsi (distortion)
4) Tidak jelas (indistint)
5) Penambahan (addition)
5. Terapi bicara diberikan pada pasien selama 50 menit
6. Terapis mencatat kegiatan terapi bicara yang diberikan dan
program terapi mandiri yang akan dilanjtukan orang tua di
rumah di buku penghubung
7. Terapis memberikan edukasi serta informasi pada orang tua dan
keluarga pasien tentang kegiatan terapi bicara yang diberikan
dan rencana kegiatan terapi mandiri yang dilakukan di rumah
8. Terapis menyampaikan terima kasih, dam mengingatkan orang
tua melanjutkan terapi mandiri di rumah dan mencatat kegiatan
tersebut pada buku penghubung yang disediakan
9. Terapis merapikan ruangan dan menyiapkan alat peraga terapi
bicara pada pasien berikutnya.
C (Comparation)
Pijat bayi yang dilakukan 15-20 menit selama 3-4 hari berturut turut
dapat memberikan efek terhadap kadar bilirubin secara biomekanikal
ttubuh, fisologikal, neurologikal, dan psikologikal. Efek biomekanikal
yang akan merangsang tubuh untuk mengurangi dan mencegah adesi
jaringan tubuh serta meningkatkan kemampuan otot dalam membantu
pengeluaran sisa metabolisme (bilirubin tak terkonjugasi dalam bentuk
fotobilirubin yang berikatan dengan albumin), efek fisiologikal akan
meningkatkan dan memperlancar aliran darah pembuangan. Darah
yang mengandung ikatan fotobilirubin dapat dengan mudah dibawa ke
hepar, kantung empedu dan duodenum, kemudian melalui gerakan dan
intensitas pijatan akan membantu peningkatan peristaltik usus sehingga
bilirubin tak terkonjugasi dikeluarkan melalui feses (exretion of
steroobilinogen) (Robert, Jeyaraj, & Kanchana, 2015). Efek
neurologikal dari pijat akan menstimulasi sensor penerimaan (saraf
aferen di permukaan tubuh) untuk menghantarkan sinyal listrik dan
menghasilkan aksi potensial yang akan merangsang keefektifan kerja
sel dan hormon diseluruh tubuh, bersamaan itu hipotalamus,
memberikan respon memperlancar aliran darah dan efektivitas hormon
target. Kerja sistem tubuh memberi rangsangan ke otak untuk
memproduksi hormon endorfin yang menimbulkan respon relaksasi
pada bayi. Respon relaksasi membuat bayi lebih tenang, tidur lebih
lelap selama fototerapi sehingga fototerapi lebih efektif (Stillerman,
2009). Pijat meningkatkan aliran getah bening dan sirkulasi darah.
Sirkulasi darah meningkat akan mempercepat ekskresi biilirubin yang
akan dipecah saat fototerapi serta mempercepat ekskresi meconium dan
mengurangi penyerapan kembali bilirubin dalam darah (sirkulasi
entrohepatik) (Kokab, Mahdi, Kianmehr, & Jani, 2015). Menstimulasi
saraf vagus, meningkatkan hormon yang mempengaruhi pencernaan
makanan dan penyerapan (gastrin dan insulin), sehingga
mengakibatkan peningkatan peristaltik usus dan ekskresi meconium
(terdapat 1mg/dL bilirubin) (Karbandi, Lotfi, Boskabadi, & Esmaily,
2016) serta dapat meningkatkan keinginan untuk menyusu (Robert,
Jeyaraj, & Kanchana, 2015). Membantu mengefektifkan pelaksanaan
fototerapi dengan pijat dapat merangsang hormon catecholamin
mengurangi stres bayi dan dapat mempromosikan ikatan emosional
yang positif antara orang tua dan bayi (Chen, Sadakata, Ishida,
Sekizuka, & Sayama, 2011).
O (Outcome)
Penderita hidrosefalus yang menjadi subjek penelitian ini merupakan
anak juga memiliki ketidaksempurnaan dalam proses kognitif, yang
berdampak pada munculnya gangguan berbahasa. Hal ini juga turut
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, interaksi yang pasif, serta
ketidakmampuan subjek dalam membaca dan menulis, sebagai salah
satu bagian dari keterampilan berbahasa, yang berdampak pada
pemerolehan bahasa VC. Selain itu, pengaruh utama dari adanya
gangguan berbahasa ialah ketidaksempurnaan penggunaan alat
artikulatoris VC saat berbicara, yang berpengaruh pada
ketidakmampuan subjek dalam menuturkan bunyi /s/, /r/, /l/, dan/z/
dalam pertuturan. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa
gangguan berbahasa anak hidrosefalus selain dari segi kognitif juga
dipengaruhi oleh ketidaksempurnaan alat ucap, serta pengaruh
lingkungan. Pasifnya pergaulan dengan rekan sebaya juga
memengaruhi pemahaman subjek terhadap satu topik pembicaraan,
yang membuatnya tidak memahami saat ditanya sesuatu, dan memilih
untuk diam.
T (Time)
Penelitian ini dilakukan selama satu bulan

- Analisa SWOT 14 S (Strength)


- Terapi bicara merupakan praktik terapi yang aman dan ekonomis
serta tidak berbahaya.
- Terapi bicara dapat dilakukan oleh orang tua di rumah
- Terapi bicara juga dapat meningkatkan ikatan dan interaksi antara
ibu dan anak
W (Weakness)
- Pada jurnal tidak ditampilkan hasil uji Chi-Square tetapi langsung
ditampilkan untuk kesimpulannya.
- Kelemahan penelitian ini, responden yang masih kecil, sehingga
diperlukan usaha yang lebih keras selama terapi berlangsung
O (Opportunity)
- Terapi bicara dapat dikembangkan di Rumah Sakit
- Tidak memberikan intervensi yang berbahaya (invasif)
T (Threats)
Adanya perbedaan pendapat antar perawat maupun antar tenaga medis
yang lain yang menolak melakukan terapi bicara karena membutuhkan
waktu dan kesabaran yang lebih.
DAFTAR PUSTAKA

Apriyanto, Agung, R. P., & Sari, F. (2018). Hidrosefalus Pada Anak. Jmj, 1, 61–67.

Chaer, A. (2017). Psikolinguistik Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta.

Devianty, Rina (2016). Pemerolehan Bahasa dan Gangguan Bahasa Pada Anak Usia Batita
Raudah, 4 (1) Januari – Juni 2016, 2338 – 2163

M., S., & dkk. (2016). Tinjauan Pustaka Hidrosefalus. Dexa Media Jurnal Kedokteran dan
Farmasi, 19, 40–48. Diambil dari
http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/JKS/article/download/3413/3191

Tito Tri Kadafi (2021). Language Disorder in Child with Hydrocephalus, UIN Syarif
Hidayatullah : Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia. ISSN 2580-9717

Anda mungkin juga menyukai