Anda di halaman 1dari 27

IMPLEMENTASI KURIKULUM MATA

PELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI PADA


SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) PAULO VI
DILI TIMOR LESTE

PROPOSAL TESIS
Di Ajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Magister Pendidikan

Oleh
Filomeno Amaral Bria
0602521017

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN OLAHRAGA


PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
TAHUN 2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang Masalah


Timor Leste merupakan salah satu negara yang diakui kemerdekaannya oleh
dunia internasional pada tanggal 20 mei 2002 setelah terlepas dari negara Republik
Indonesia, namun Timor Leste masih mempunyai berbagai masalah, salah satunya
bidang pendidikan, dimana Timor Leste telah mengalami perbedaan zaman pendidikan,
yaitu masa pemerintah Portugal tahun 1930an dijalankan melalui gereja Katolik dan
kesempatan itu terbatas bagi mereka yang dipilih untuk menjadi biarawan biarawati dan
masa pemerintah Indonesia sekitar akhir tahun 1975 hingga tahun 1999, dijalankan
dengan konsep “ Education for All” secara cepat program pendidikan dasar di jalankan
bagi seluruh masyarakat Timor Leste untuk semua lapisan masyarakat termasuk di
wilayah pedesaan, tentu saja warisan-warisan pendidikan seperti kurikulum yang
ditinggalkan oleh kedua negara membuat masyarakat dan pemerintah kesulitan dalam
membuat kebijakan untuk membangun pendidikan dan bagaimana praktek
implementasi pendidikan dalam proses belajar mengajar di Timor Leste.

Selama masa pemerintahan Indonesia, guru-guru dan Kepala Sekolah banyak


yang berasal dari Indonesia sedangkan tenaga guru lokal sangat kurang. Hal ini
disebabkan mereka tidak mempunyai kualifikasi keguruan. (MECJD; 2005 ; MECJD
2006 dalam Pedro Soare; 2007). Menjelang referendum pada bulan Agustus 1999, dan
sesudahnya lebih dari 80% gedung sekolah dan fasilitas sekolah dirusakkan dan
dihancurkan sehingga seluruh tenaga guru dan staf administrasi yang bukan warga
negara Timor Leste namun berpengalaman meninggalkan wilayah ini. (Curt
Gabrielson; 2002).
Pada awal tahun 2000an, dengan bantuan keuangan dari pihak internasional
untuk memperbaiki gedung sekolah serta membangun gedung sekolah yang lain dalam
membenahi kembali dunia pendidikan maka dalam jangka waktu dua tahun berhasil
membangun kembali 604 gedung Sekolah Dasar, 62 gedung Sekolah Menengah
Pertama dan 23 Sekolah Menengah Umum di seluruh negeri. Memasuki tahun 2001
negara ini mempunyai siswa sekitar 240,000 yang mengikuti pendidikan dasar dan
menegah, dengan 700 sekolah dasar SD, 70 SMP dan 32 SMU dan 1 Universitas
Negeri dengan mahasiswa sekitar 5000 orang. (Laporan program UNICEF : 2001).
Sistem pendidikan dinilai kurang memberikan kontribusi kepada para penuntut
ilmu. Kurikulum yang tidak begitu memadai berdampak juga terhadap para tenaga
pengajar, mulai dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Oleh sebab itu
masyarakat menyadari akan kurangya pendidikan sosial sehingga mendukung arus
mahasiswa yang kuliah di luar negeri baik itu beasiswa maupun non beasiswa terutama
di seluruh provinsi di Indonesia menunjukan bahwa pemerintah belum mampu
menciptakan pendidikan yang memadai. Orientasi hubungan diplomasi dengan negara-
negara lain juga direalisasikan sesuai dengan UU politik luar negeri Timor Leste.
Seperti yang ditetapkan dalam konstitusi RDTL pasal 8, dan pasal 87 tahun 2002.
Pendidikan Jasmani merupakan salah satu bidang ilmu yang bertujuan untuk
mempelajari kegiatan peningkatan, pemeliharaan atau rehabilitasi kesehatan tubuh dan
pikiran manusia. Selain itu, semua orang tahu bahwa belajar melalui aktivitas jasmani
di pelajaran penjas harus menjadi bagian integral dari pertumbuhan anak, karena
merupakan dasar untuk perkembangan makhluk secara keseluruhan.
Berdasarkan situasi di negara Timor Leste yang sangat mengalami krisis, dimana
banyaknya permasalahan yakni tentang revisi kurikulum dimana sudah berlangsung
lama namun mengalami kendala, dan juga banyak guru pendidikan jasmani
menerapkan mata pelajaran pendidikan jasmani tidak sesuai dengan prosedur
kurikulum sehingga kebanyakan sekolah terkadang tidak menerapkan sistem
pembelajaran sesuai kurikulum. Juga minimnya guru-guru olahraga yang berada di tiap
sekolah di Timor Leste. Kebanyakan guru dari masa pendidikan Indonesia (SGO). Di
Negara Timor Leste hanya ada satu program studi pendidikan jasmani, yakni di
Universitas Nasional Timor Lorosae, (UNTL) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
(FEAH) dan saat ini baru mencetak minimal 15% guru olahraga dengan gelar D3
karena hanya ada satu program studi pendidikan jasmani yang telah teragreditas, serta
masih sangat kurangnya sarana dan prasarana di berbagai sekolah guna menunjang
pembelajaran pendidikan jasmani.
Menurut hasil pengamatan dan survei dari Sekretariat Negara Pemuda dan
Olahraga, Departemen olahraga tingkat prestasi (survei tentang kualitas guru penjas pada
Pekan olahraga pelajar tinkat sekolah menengah atas ) : dari 13 kabupaten yang berada di
Timor Leste, ada 97 jumlah Sekolah Menegah Atas (SMA) terdapat 176 jumlah guru
pejaskes yang mengajar pada sekolah Menenga Atas di Timor Leste .
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang di uraikan di atas maka :
1) Rendahnya kualifikasi guru pendidikan jasmani, sehingga meyebabkan pengajaran
penjas tidak sesuai dengan kriteria kurikulum
2) Terbatasnya sarana dan prasaran di sekolah
3) Minimnya Sumberdaya manusia (SDM), guru Penjasorkes yang berada di sekolah
sekolah di Timor Leste.
4) Ketidaksesuaian Iplementasi kurikulum pendidikan jasmani pada sekolah Paulo VI
Timor Leste

1.3. Cakupan masalah


Sesuai identifikasi masalah diatas penelitian ini hanya dibatasi pada “evaluasi
dan implementasi kurikulum pada mata pelajaran pendidikan jasmani,. Yakni
bagaimana keterkaitan antaran satuan pembelajaran dalam kurikulum terhadap tingkat
pemahaman guru dalam penerapan pada mata pelajaran pendidikan jasmani di sekolah.

1.4. Rumusan masalah


1) Sejauh manakah implementasi kurikulum pembelajaran pendidikan jasmani di
Sekolah Menengah Atas, Paulo VI Timor Leste?
2) Hambatan apa sajakah yang di hadapi oleh guru pendidikan jasmani di sekolah?
3) Sejauh manakah Evaluasi tentang penerapan program kurikulum pendidikan
jasmani pada kementrian pendidikan timor leste.

1.5. Tujuan penelitian


Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui :
1) Implementasi kurikulum pembelajaran pendidikan jasmani pada sekolah menengah
atas Paulo VI Timor Leste
2) Hambatan –hambatan yang dihadapi oleh guru pendidikan jasmani di sekolah.
3) Dapat mengetahui kesesuaian antara program satuan kurikulum dan implementasi
mata pelajaran pendidikan jasmani di sekolah.

1.6. Manfaat penelitian :


1.1.1 Manfaat teoritis.
1. Mengetahui system pelaksanaan pembelajaran pendidikan jasmani di tingkat
sekolah
2. Evaluasi penerapan dari penelitian pembelajaran pendidikan jasmani
3. Memberikan masukan dan gambaran bagi guru pendidikan jasmani dalam
perkembangan modern dalam dunia pendidikan masa kini.
4. Sebagai informasi bagi pihak menteri pendidikan tentang pelaksanaan
kurikulum pendidikan jasmani dalam proses pembelajaran.
1.1.2 Manfaat praktis
1. Informasi bagi pihak menteri pendidikan supaya memberi suatu pelatihan bagi
guru – guru pendidikan jasmani secara khusus guna meningkatkan
profesionalisme mereka.
2. Sebagai referensi bagi pihak menteri pendidikan Timor Leste agar bisa
merancang dan memperbaiki (revisi) kurikulum sesuai kebutuhan pendidikan
masyarakat pada masa kini.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORETIS, DAN KERANGKA BERPIKIR

2.1. Kajian Pustaka


2.1.1 Analisis kelayakan terhadap latar belakang guru Penjasorkes
Peningkatan mutu pendidikan selalu terkait erat dengan ketersediaan guru.
Kekurangan guru tidak selalu disebabkan oleh permintaan guru yang melebihi
ketersediaan guru, namun dalam banyak kasus diakibatkan karena kurangnya guru yang
berkualitas atau guru yang memenuhi kriteria atau guru yang berkompeten.
Terjadinya kekurangan guru seringkali merefleksikan adanya ketersediaan guru
yang tidak sesuai dengan kebutuhan atau adanya ketidaksesuaian dalam penempatan
guru (Ngalim, 2007).
Situasi di Timor Leste sangatlah kompleks dalam dunia pendidikan, jumlah guru
pendidikan jasmani di Timor Leste masih sangat minim, dan juga masih sangat jauh
dari standar kelayakan. Guru – guru peninggalan jaman Indonesia SGO, atau guru
perpengalaman yang mengajar penjas tetapi bukang latar belakang sebagai guru
penjasorkes. Jumlah guru penjas sangat terbatas karena pemerintah belum begitu
memperhatikan guru-guru, terutama di pendidikan jasmani. Di Timor Leste hanya ada
satu Universitas yang terdapat program Studi Penjasorkes (FKIP) sejak tahun 2010 dan
baru mencentak 130 calon guru penjas.
2.1.2 Implementasi Satuan Pembelajaran Penjas
Mata Pelajaran Penjaskes yang diajarkan disekolah diharapkan mampu
memberikan kontribusi untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, oleh karena itu
dalam kurikulum yang berlaku sekarang ini dirumuskan tujuan pendidikan jasmani,
yaitu membantu peserta didik meningkatkan derajat kesegaran jasmani, keterampilan
gerak, dan kesehatan melalui pengenalan dan penanaman sikap positif, pematangan
sikap mental yang diimlementasikan dalam berbagai aktivitas jasmani.
Pemerintah Indonesia dalam beberapa tahun terakhir telah menempuh berbagai
usaha dengan membuat berbagai kebijakan-kebijakan baru untuk meningkatkan
pelaksanaan pendidikan dari pemberlakuan Kurikulum berbasis kompetensi (KBK)
hingga pemberlakuan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) guna meningkatkan
mutu pendidikan pada umumnya dan Penjaskes khususnya. Namun pembaharuan
tersebut belum memberikan kontribusi yang bermakna terhadap keberadaan peserta
didik.
Guru masih sering mendominasi dengan model intruksi langsung seakan tidak
memperdulikan tuntutan KTSP. Amir (2006:10) menjelaskan bahwa: kurikulum tidak
dapat diimplementasi terutama karena terbatasnya pengetahuan dan sarana prasarana.
Kurikulum KTSP adalah seperangkat rencana dan pengaturan tentang tujuan, isi
dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan ini meliputi
tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi
daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Sebab itu kurikulum disusun oleh satuan
pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan
dan potensi yang ada di daerah (Ahmadi, 2011: 59).

2.2 Kerangka Teoritis


2.2.1 Pengertian Kurikulum
Secara etimologis, kurikulum berasal dari kata dalam Bahasa Latim ”curir”
yang artinya pelari, dan ”curere yang artinya ”tempat berlari”. Jadi istilah
kurikulum berasal dari dunia olah raga pada zaman Romawi kuno di Yunani,
yang mengandung pengertian suatu jarah yang harus ditempuh oleh pelari dari
garis start sampai dengan finish.
Secara terminologis, istilah kurikulum yang digunakan dalam dunia
pendidikan dengan pengertian sebagai sejumlah pengetahuan atau mata pelajaran
yang harus ditempuh atau diselesaikan siswa untuk mencapai satu tujuan
pendidikan atau kompetensi yang ditetapkan. Sebagai tanda atau bukti bahwa
seseorang peserta didik telah mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan
adalah dengan sebuah ijazah atau sertifikat.
Pengertian kurikulum mengalami perkembangan selaras dengan
perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri. Prof. Dr. H. Engkoswara, M.Ed,
guru besar Universitas Pendidikan Indonesia telah merumuskan perkembangan
pengertian kurikulum tersebut dengan menggunakan formula sebagai berikut:
K = -------------, artinya kurikulum adalah jarak yang harus ditempuh oleh
pelari., K = Σ MP, artinya kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang
harus ditempuh oleh peserta didik.
K = Σ MP + KK, artinya kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran dan
kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan sekolah yang harus ditempuh oleh
peserta didik.
K = Σ MP + K + SS + TP, artinya kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran
dan kegiatan-kegiatan dan segala sesuatu yang yang berpengaruh terhadap
pembentukan pribadi peserta didik sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan oleh pemerintah atau sekolah.
2.2.2 Perkembangan Kurikulum di Indonesia
Perkembangan kurikulum di Indonesia seiring dengan perkembangan ocial
pendidikan yang ada di Indonesia. Sejarah mencatat bahwa Kurikulum yang
pernah berlaku di Indonesia yakni kurikulum 1947 sampai kurikulum 2013,
kurikulum tersebut mengalami pembaruan-pembaruan mengikuti perkembangan
dunia pendidikan yang semakin modern dan tentunya karena ocial perkembangan
zaman. Berikut kurikulum dari dulu sampai sekarang.
1) Kurikulum 1947 (Rentjana Pelajaran 1947)
Kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah
dalam ocial Belanda leer plan artinya rencana pelajaran, istilah ini lebih
popular ocialug istilah curriculum (ocial Inggris). Perubahan arah pendidikan
lebih bersifat politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan
nasional. Saat itu mulai ditetapkan asas pendidikan ditetapkan Pancasila.
Kurikulum ini sebutan Rentjana Pelajaran 1947, dan baru dilaksanakan pada
1950. Fokus Rencana Pelajaran 1947 tidak menekankan pendidikan pikiran,
melainkan hanya pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat.
2) Kurikulum 1952 (Rentjana Pelajaran Terurai 1952
Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional.
Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap
rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan
dengan kehidupan sehari-hari,   “Silabus mata pelajarannya jelas sekali,
seorang guru mengajar satu mata pelajaran,” ( Ahmad, Direktur Pendidikan
Dasar Depdiknas periode 1991-1995). Salah satu menjadi tolak ukur
perubahan kurikulum 1947 ke kurikulum 1952 yaitu sekolah khusus bagi
lulusan Sekolah Rendah 6 tahun yang tidak melanjutkan ke SMP. Kelas
masyarakat mengajarkan keterampilan, seperti pertanian, pertukangan, dan
perikanan tujuannya agar anak tak mampu sekolah ke jenjang SMP, bisa
langsung bekerja.
3) Kurikulum 1964 (Rentjana Pendidikan 1964).
Pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum pada 1964,
namanya Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964
yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai
keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan
pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program
Pancawardhana. Panca wardhana berfokus pada pengembangan daya cipta,
rasa, karsa, karya, dan moral. Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima
kelompok bidang studi: moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan
(keterampilan), dan jasmaniah (Hamalik, 2004).
4) Kurikulum 1968
Kurikulum ini merupakan perwujudan perubahan orientasi pada
pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.    Kelahiran Kurikulum
1968 bersifat politis yaitu mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang
dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Kurikulum 1968 menekankan
pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila,
pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya 9. Kurikulum
1968 sebagai kurikulum bulat. “Hanya memuat mata pelajaran pokok-pokok
saja,”.
5) Kurikulum 1975
Penyempurnaan kurikulum 1968 yang melahirkan kurikulum 1975
menekankan pendidikan lebih efektif dan efisien. Kurikulum ini lahir karena
pengaruh konsep di bidang manajemen MBO (management by objective).
Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan
Sistem Instruksional (PPSI), dikenal dengan istilah satuan pelajaran, yaitu
rencana pelajaran setiap satuan bahasan (Drs. Mudjito, Ak, Msi, Direktur
Pembinaan TK dan SD Depdiknas).
6) Kurikulum 1984
Kurikulum ini juga sering disebut Kurikulum 1975 yang disempurnakan
dengan memposisikan siswa sebagai subjek belajar, mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara
Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). Konsep
CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolah-sekolah yang
diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan secara
nasional (Profesor Dr. Conny R. Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum
Depdiknas periode 1980-1986).
7) Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Berdasarkan   Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pemerintah memperbarui kurikulum sebagai upaya
memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya. Pada kurikulum 1994
perpaduan tujuan dan proses belum berhasil karena beban belajar siswa dinilai
terlalu berat. Materi muatan ocia disesuaikan dengan kebutuhan daerah
masing-masing, misalnya ocial daerah kesenian, keterampilan daerah, dan
lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga
mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum.
8) Kurikulum 2004, KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi
Pada 2004 diluncurkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sebagai
pengganti Kurikulum 1994. Suatu program pendidikan berbasis kompetensi
harus mengandung tiga unsur pokok, yaitu pemilihan kompetensi sesuai,
spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan
pencapaian kompetensi, dan pengembangan pembelajaran.
Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar
yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir
dan bertindak secara konsisten dan terus menerus dapat memungkinkan
seseorang untuk menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan,
keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu (Puskur, 2002:5)
9) Kurikulum Periode KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran) 2006
Kurikulum ini ocial mirip dengan Kurikulum 2004. Perbedaan menonjol
terletak pada kewenangan dalam penyusunannya, yaitu mengacu pada jiwa
dari desentralisasi sistem pendidikan. Pada Kurikulum 2006, pemerintah pusat
menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Guru dituntut mampu
mengembangkan sendiri silabus dan penilaian sesuai kondisi sekolah dan
daerahnya. Hasil pengembangan dari semua mata pelajaran dihimpun menjadi
sebuah perangkat dinamakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
10) Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan, modivikasi dan
pemutakhiran dari kurikulum sebelumnya. Kurikulum ini adalah pengganti
kurikulum KTSP. Kurikulum 2013 memiliki tiga aspek penilaian, yaitu aspek
pengetahuan, aspek keterampilan, dan aspek sikap dan perilaku.

Gambar 2.2.2 : Landasan Kurikulum


kualitas pendidikan dapat terukur dari pedoman kurikulum yang
terimplemntasi dalam kegitan pendidikan. Kurikulum merupakan inti dari
bidang pendidikan, pada hakikatnya pengembangan kurikulum itu merupakan
usaha untuk mencari bagaimana rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi,
dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan
dan kebutuhan untuk mencapai tujuan tertentu dalam suatu lembaga.
Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang
didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam.
Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat
berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri.
Pelaksanaan penjabaran dan pengembangan kurikulum meliputi
menjabarkan kedalam tujuan, mengembangkan isi atau bahan,
mengembangkan metode atau proses pendidikan dan hubungan antara
pendidik dan peserta didik, pengembangan evaluasi semuanya secara
konsekuen dan konsisten merefleksikan nilai-nilai yang terkandung dalam
rumusan tujuan pendidikan nasional.
Agar kurikulum mampu berdiri tegak, landasan kurikulum yang digunakan
harus dicari dengan seleksi yang keta. Ada 4 landasan yang dapat dijadikan
acuan dalam mengembangkan kurikulum, yaitu: (1) filosofis; (2) psikologis;
(3) ocial-budaya; dan (4) ilmu pengetahuan dan teknologi..Untuk lebih
jelasnya, di bawah ini akan diuraikan secara ringkas keempat landasan tersebut
(Nana Syaodih Sukmadinata 1997).
2.2.3 Pemahaman guru tentang Curriculum-Based Measurement (CBM)
Pengukuran berbasis kurikulum (CBM) adalah alat yang memungkinkan
guru untuk memonitor kemajuan dan mengevaluasi efektivitas program
instruksional untuk siswa dengan ketidakmampuan belajar (Deno, 1985).
Curriculum Based Measurement (CBM) adalah metode yang digunakan
untuk memonitor kemampuan akademik siswa dengan penilaian langsung.
Curriculum Based Measurement (CBM) memiliki tiga ciri yaitu dapat dilakukan
secara berulang-ulang, bersifat behavioral (problem, intervention, dan procedural
dilakukan secara kongkret), dan materi diambil dari kurikulum atau pembelajaran
siswa.
Alasan-alasan mengapa CBM
Kurikulum Pendidikan Guru dan sekolah belum berubah banyak, sekalipun
kurikulum selalu berubah. Maksudnya bahwa kurikulum yang ada selalu
membahas bagaimana memperlengkapi siswa agar menjadi individu yang cerdas
dan kompeten dalam bidangnya. Namun ada yang dilupakan dalam kurikulum
pendidikan guru bahwa memahami perkembangan siswa dan bagaimana
menciptakan lingkungan belajar yang positif kurang diberi porsi yang cukup.
Memang banyak metode dan strategi yang dilatihkan ke guru-guru, namun dalam
praktik di sekolah tampak yang penting adalah kembali ke materi yang akan
diajarkan. Sementara persoalan berkenaan apakah siswa mengerti atau tidak dan
suka atau tidak suka dengan pelajaran kurang mendapatkan perhatian serius.
2.2.4 Penerapan kurikulum pada guru pendidikan jasmani
Pendidikan adalah usaha dasar untuk menyiapkan peserta didik melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan bagi peranannya di masa yang akan
datang.” Berdasarkan hal tersebut, maka tidak mungkin suatu pendidikan tetap
mempertahankan kurikulum lama, hal ini dikhawatirkan dapat mengakibatkan
suatu tingkat pendidikan mengalami ketidak sejajaran dengan sekolah-sekolah
yang lain dalam hal pendidikan. Kurikulum sangat mempengaruhi kemajuan
sistem pendidikan di Indonesia, sehingga kurikulum harus diubah secara periodik
untuk menyesuaian dengan dinamika kebutuhan penggunaan dari waktu ke
waktu.
Perubahan kurikulum yang ada di Indunesia merupakan salah satu bentuk
respon dan tuntutan dari berbagai tantangan-tantangan yang ada baik tantangan
internal maupun eksternal. Sudah dijelaskan pula dari sudut hukum, definisi
pendidikan berdasarkan Undang- Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sikdiknas, pasal 1 ayat (1), yaitu : “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”
(Sisdiknas, 2009: 2)
Dalam menyukseskan pendidikan di Indonesia maka Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan mengeluarkan kurikulum baru yaitu kurikulum 2013 untuk
mengatur dan mensejajarkan kualitas pendidikan yang ada di Indonesia.
Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang merangkum semua
pengalaman belajar yang disediakan bagi siswa di sekolah. Dalam kurikulum
terbagi menjadi beberapa aspek diantaranya aspek filsafat, nilai-nilai,
pengetahuan, dan perbuatan pendidikan.
Dengan munculnya kurikulum baru membuat beberapa guru di satuan
pendidikan merasa kurang mampu untuk menyampaikan materi dalam proses
pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum 2013, dikarenakan adanya sedikit
perbedaan dari metode, model pembelajaran serta bahan ajar kurikulum.
Kurikulum 2013 menggunakan model pembelajaran yang mengarah pada
pendekatan saintifik dan autentik, yakni pembelajaran yang mendorong siswa
lebih mampu dalam mengamati, menanya, mencoba, mengasosiasi atau menalar
dan mengkomunikasikan dan sampai tahap mencipta (Kemendiknas, 2013)
2.2.5 Standar tenaga pendidik dan tenaga kependidikan
Tenaga pendidik maupun tenaga kependidikan harus memiliki kualifikasi
minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan
ijazah, sertifikat keahlian yang relevan sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku. Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan
kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kecakapan untuk ikut berpartisipasi dalam mewujudkan tujuan pendidikan
nasional. Namun, seseorang yang tidak memiliki ijazah atau sertifikat, tetapi
memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat juga diangkat
menjadi pendidik setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan (Mulyasa, 2010).
Tenaga pendidik dan kependidikan di sekolah adalah mereka yang memiliki
kualiflkasi akademik sebagai pendidik, pengelola, dan tenaga penunjang
pendidikan. Djaali (2012) berpendapat bahwa pendidik memiliki kewajiban
melakukan perencanaan, melaksanakan, dan menilai pembelajaran, sehingga
pendidik harus selalu dinamis dalam mengembangkan desain, metodologi,
maupun evaluasi pembelajaran. Pengelola sekolah sebagai salah satu unsur tenaga
kependidikan bertugas mengelola dan memimpin tenaga pendidik dan tenaga
penunjang di sekolah. Tenaga penunjang sekolah adalah mereka yang bertugas
mendukung penyelenggaraan proses pembelajaran di sekolah.
1) Karakteristik Guru
Guru umumnya merujuk pada pendidik professional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik. Dengan demikian, dapat dikatakan, bahwa
karakteristik guru adalah segala tindak tanduk atau sikap perbuatan guru,
baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Contohnya,
bagaimana guru meningkatkan pelayanan, pengetahuan, memberi arahan,
bimbingan, dan motivasi kepada peserta didik; bagaimana cara guru
berpakaian dan berbicara serta cara bergaul baik dengan peserta didik, teman
sejawat, serta anggota masyarakat lainnya.
Mengacu pada pendapat Rachmawati (2011) bahwa karakteristik guru
yang profesional paling sedikit ada lima, yaitu: 1. Menguasai kurikulum; 2.
Menguasai materi semua mata pelajaran; 3. Terampil menggunakan multi
metode pembelajaran; 4. Memiliki komitmen yang tinggi terhadap tugasnya;
dan 5. Memiliki kedisiplinan dalam arti yang seluas-luasnya.
2) Kualifikasi Akademik Guru
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 tahun 2007 tentang
Standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru menyebutkan, bahwa setiap guru
wajib memenuhi standar kualitas akademik dan kompetensi guru yang berlaku
secara nasional, juga bahwa guru-guru yang belum memenuhi kualifikasi
akademik diploma empat (DIV) atau sarjana akan diatur dengan peraturan
menteri tersendiri (Depdiknas, 2007). Ada dua kualifikasi akademik guru yaitu
kualifikasi guru melalui pendidikan formal dan kualifikasi guru melalui uji
kelayakan dan kesetaraan.
3) Perkembangan profesi keguruan.
Kalau kita ikuti perkembangan profesi keguruan di Indonesia, jelas
bahwa pada mulanya guru – guru Indonesia di angkat dari orang – orang yang
tidak berpendidikan khusus untuk memangku jabatan guru. Dalam bukunya
sejarah pendidikan Indonesia, nasution (1987) secara jelas melukiskan sejarah
pendidikan colonial belanda, tremasuk juga profesi keguruan. Guru – guru
yang pada mulanya diangkat dari orang – orang yang tidak dididik secara
khusus menjadi guru, secara berangsur-angsur dilengkapi dan di tambah
dengan guru-guru yang lulus dari sekolah guru (Kweekschool) yang pertama
kali didirikan di solo tahun 1852. (prof. soetjipto, Drs. Raflis Kosasi, M.Sc.
profesi keguruan)
2.2.6 Perencanaan pembelajaran kurikulum 2013
Proses pembelajaran yang seharusnya dilakukan harus menggunakan
perubahan pola pikir, yakni sebagai berikut:
Pola pikir lama Pola pikir baru
Berpusat pada guru Berpusat pada siswa
Komunikasi satu arah Komunikasi interaktif
Belajar sekarang terisolasi Belajar menggunakan jejaring
Siswa pasif Siswa aktif mencari
Belajar sendiri Belajar berkelompok
Menggunakan satu alat Berbasis multimedia
Berbasis massal Berdasarkan kebutuhan siswa
Ilmu tunggal Multidisiplin ilmu
Berpikir pasif Berpikir kritis
Pola pikir tersebut harus dituangkan dalam rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP), namun guru juga perlu memperhatikan prinsip-prnsip yang
ditentukan oleh pemerintah dalam penyusunan RPP.
Beberapa prinsip penyusunan RPP yang perlu dijelaskan lebih rinci adalah
sebagai berikut:
1) Karakterisitik peserta didik.
Karakteristik peserta didik/ siswa yang paling penting untuk diketahui
adalah kemampuan kognitif (intelektual), minat, perkembangan, Bahasa dan
gaya belajarnya. Karakteristik siswa terkait dengan perkembangan siswa yang
mencakup aspek fisik, intelektual, emosional dan social. Empat aspek tersebut
saling terkait dan dapat digambarkan sebagai berikut:

Emosional

Intelektual
Perkembanga Fisik
n siswa

Sosial

Gambar2.2.6.1: Aspek utama yang mempengaruhi perkembangan siswa

1. Aspek fisik :pertumbuhan otot besar, koordinasi, dan keseimbangan sudah


berkembang sehingga siswa lebih aktif dan kegiatan belajar sebaiknya
melibatkan aktifitas fisik.
2. Aspek intelektual: siswa memiliki ketrampilan akademik dan minat yang
berbeda, masih berpikir kongkret, rentang konsentrasi bertambah,
mengekspresikan perasaan melalui tulisan dan senang berbagi pikiran.
3. Aspek emosional: siswa senang mencontoh orang lain, bersikap menerima,
memperlihat tanggung jawab, membandingkan diri sendiri dengan orang
lain.
4. Aspek sosial : siswa senang berkelompok, tidak suka dibandingkan,
memahami aturan dan konsekuensi, dan memiliki rasa ingin tahu tentang
diri sendiri.
2) Pembelajaran aktif.
Pembelajaran pasif tidak akan membuat siswa untuk belajar.
Hal tersebut telah dibuktikan berdasarkan beberapa penelitian Yang terkait
dengan proses pembelajaran, sebagai berikut:
1. Hanya sekitar 10% sampai 15% siswa yang mengingat fakta disampaikan
dalam waktu 15 menit (Weiman, 2007). Perhatikan bahwa kompetensi
mengingat merupakan tingkat kognitif yang paling rendah dan untuk
berpikir tingkat tinggi, diperlukan proses belajar aktif.
2. Siswa hanya memberikan perhatian pada penyampaian materi selama 15
sampai 20 menit (Prince, 2004). Perhatikan bahwa siswa akan jenuh
mendengarkan guru yang berbicara terus menerus. Pada umumnya mereka
hanya dapat berkonsentrasi selama 15 menit.
3. Diskusi dengan teman sejawat akan memperkaya pemahaman (smith 2009),
Aktifitas belajar yang memungkinkan siswa untuk berdiskusi interaktif
sesame teman perlu dirancang agar mereka dapat memperkaya
pemahamannya.
4. Strategi pembelajaran yang melibatkan siswa akan meningkatkan kehadiran
siswa dan melipatgandakan belajar (Deslauriers, 2011)
3) Berpusat pada peserta didik
Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik/siswa memiliki beberapa ciri,
antara lain sebagai berikut;
1. Peserta didik terlibat aktif dalam proses belajar dengan motivasi dari dalam
dirinya (motivasi intrinsik).
2. Topik atau materi pembelajaran harus menraik minat siswa untuk belajar.
3. Pengalaman belajar diperoleh melalui aktivitas yang relevan dengan
pengetahuan dan keterampilan yang perlu dikuasai dan dibutuhkan oleh
siswa.
4) Pengembangan budaya membaca dan menulis
Salah satu kompetensi penting yang perlu dikuasai oleh siswa adalah
kemampuan membaca dan menulis. Kegiatan belajar harus mencakup kegiatan
membaca dan menulis, misalnya dengan menugaskan siswa untuk mencarai
informasi melalui internet, membaca buku diperpustakaan, membuat ringkasan
sebuah buku, dan sebagainya.
5) Pemberi umpan balik dan tindak lanjut
Pemberi umpan balik atas apa yang telah dikerjakan oleh siswa di rumah
akan dapat memotivasi siswa untuk belajar. Misalnya, guru memberikan
penilaian dan refleksi atas kegiatan siswa dan mengerjakan tugas dengan
meminta mereka melakukan penilaian diri dan merenungkan tentang apa yang
telah mereka lakukan. Umpan balik akan dapat dilakukan jika guru memeriksa
pekerjaan setiap siswa secara teliti dan memberi catatan yang bermakna untuk
pengembangan kemampuan siswa.
6) Pembelajaran tematik
Pembelajaran tematik dimaksudkan untuk memberikan pengalaman
belajar secara bermakna kepada siswa. Pembelajaran tematik/terpadu
merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan sebuah tema
untuk memadukan beberapa konsep atau materi pembelajaran yang dipelajari
secara holistic. Kajian holistic artinya mengkaji suatu peristiwa atau fenomena
dari berbgai bidang studi sekaligus untuk memahami fenomena tersebut dari
berbagai sisi.
7) Keterkaitan Antara KD, Materi Ajar, dan Penilaian.
Kompetensi dasar (KD) harus terkait dengan materi pembelajaran,
kegiatan pembelajaran, indicator pencapaian kompetensi, penilaian, dan
sumber belajar yang digunakan dalam pembelajaran. bahkan guru perlu
mempertimbangkan apakah pembelajaran yang diberikan akan memberikan
sumbangan untuk pencapaian kompetensi inti (KI) yang terkait.
Analisis dan penjabaran KD harus dilakukan agar materi pembelajaran
dan indicator pencapaian kompetensi, dan penilaian dapat diselaraskan. Perlu
diperhatikan bahwa kompetensi dasar yang ditetapkan merupakan kompetensi
minimal yang harus dicapai oleh semua siswa sehingga sekolah tertentu dapat
menetapkan kompetensi yang lebih tinggi.
Keterkaitan antara KD, indikator pencapaian kompetensi, tujuan
pembelajaran, dan penilaian digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.2.6.2: keterkaitan antar komponen dalam RPP

8) Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sesuai kondisi.


Penggunaan TIK dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas kegiatan
belajar mengajar. Guru dapat menggunakan Komputer untuk menayangkan
video tentang aktifitas masyarakat, tingkah laku hewan, animasi untuk
memperjelas konsep dan sebagainya.
Keterlibatan siswa dalam menggunakan TIK sangat menentukan kualitas
pembelajaran. Jika siswa sudah menggunakan perangkat TIK untuk
mengembangkan animasi, mereka sudah terlibat aktif dalam belajar dengan
memberdayakan TIK.

Gambar 2.2.6.3 : Derajat keterlibatan siswa


dalam penggunaan TIK untuk belajar
2.3 Kerangka Berpikir
Pendidikan Jasmani merupakan salah satu bidang ilmu yang bertujuan untuk
mempelajari kegiatan peningkatan, pemeliharaan atau rehabilitasi kesehatan tubuh dan
pikiran manusia. Timor leste sudah merdeka sejak 20 mei 2002 namun pendidikan di
timor leste masih sangat ketinggalan. Pendidikan jasmani sendiri sampai sekarang
masih dalam proses penyesuaian di bidang tenaga pengajar maupun dalam kualitas
mengajar.
Guru Pendidikan jasmani yang berada di Timor leste terbagi dalam tiga
kelompok, pertama: pada umumnya hanya berisajakan SMA namun berpengalam di di
bidang olahraga, yang kedua: Guru peninggalan Indonesia SGO, namun pada umunnya
sudah reforma, yang ketiga guru penjas dengan grau akademik D3, dimana baru lebh
dari 130 orang yang berhasil mengajar di sekolah – sekolah di timor leste. Di timor
leste juga sampai saat ini belum ada sertifikasi bagi guru guna menunjang pembelajaran
pada sekolah.
Perubahan kurikulum dilakukan untuk menjawab tantangan zaman yang terus
berubah agar peserta didik mampu bersaing di masa depan. Alasan lain
dilakukannya perubahan kurikulum adalah kurikulum sebelumnya dianggap
memberatkan peserta didik.
Undang-Undang Timor leste di dalam no, (Lei no 14/2008-Lei de Base da
Educacao (LEB)), Revisi kurikulum semenjak 2018, dan saat ini timor leste sangat
ketinggalan di dunia pendidikan.

Gambar 2.3 : Skema kerangka berpikir.


Karakteristik kurikulum lama
Implementasi kurikulum
Karakteristik kurikulum lama

Implementasi kurikulum saat ini

Dampak dari implementasi kurikulum saat


ini
2.4 HIPOTESIS
Untuk menjawab Hipotesis sementara dalam proposal tesis ini, yakni keadaan pelakasanaan
pembelajaran pada sekolah sekolah di Timor Leste, guru – guru tidak sepenuhnya
menerapkan program kurikulum satuan pembelajaran pendidikan jasmani disekolah sekolah,
sehingga menyebabkan kualitas dan mutu pembelajaran sangat terhambat.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian


Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada
kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah
sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan),
analisis data secara induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan Makna dari
pada generalisasi.

3.2 Desain Penelitian.


Pengertian desain penelitian adalah rangkaian prosedur dan metode yang dipakai untuk
menganalisis dan menghimpun data untuk menentukan variabel yang akan menjadi topik
penelitian. Menurut Umar, 2017 hal 6 desain penelitian dapat diartikan sebagai suatu
rencana kerja yang terstruktur dalam hal hubungan-hubungan antara variabel secara
komprehensif sedemikian rupa agar hasil risetnya dapat memberikan jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan riset. Rencana tersebut mencakup hal-hal yang akan dilakukan
preset, mulai dari membuat hipotesis dan implikasinya secara operasional sampai analisis
akhir 

Gambar 3.2 : Desain Penelitian


3.3 Fokus Penelitian
Pada penelitian kualitatif, penentuan fokus berdasarakan hasil studi pendahuluan,
pengalaman, referensi dan disaranakan oleh pembimbing atau orang yang dipandang
ahli. Fokus dalam penelitian ini juga masih bersifat semenetara dan akan berkembang
setelah peneliti di lapangan.
Berdasarakan penejlasan tersebut maka fokus penelitian dalam proposal tesis ini
adalah Evaluasi dan Implementasi kurikulum Pendidikan Jasmani di tingkat Sekolah.

3.4 Data dan sumber data penelitian


1. Data penelitian
Data kualitatif dapat diartikan sebagai bentuk interpretasi konsep data. Fungsi
dari data kualitatif adalah menerjemahkan data mentah ke dalam uraian,
eksplanasi ataupun deskripsi. 
Pengambilan data kualitatif dapat dilakukan dengan tiga tahapan yang terdiri
dari. 
a. Reduksi data (data reduction)
Reduksi data adalah proses identifikasi data abstrak dan masih mentah. Baik
yang diperoleh dengan cara pengkodean, summary, ataupun kategorisasi. 
b. Pengorganisasian (Organisation)
Sedangkan pengorganisasian adalah tahap si peneliti menggabungkan data-
data yang sudah diperoleh menjadi satu kesatuan informasi.
c. Interpretasi data (Interpretation) 
Kolaborasi antara reduksi data dan pengorganisasian yang telah tersusun
dengan rapi dan logika inilah yang disebut dengan interpretasi data. Dalam
bahasa sederhananya, interpretasi data berupa kesimpulan.
2. Sumber data penelitian
Untuk mendapatkan informasi dan data yang lengkap, jelas, akurat, serta valid
mengenai objek yang diteliti, maka sangat dibutuhkan jenis dan sumber data yang
tepat untuk digunakan dalam penelitian. Menurut Sugiyono (2010:62), dilihat dari
sumber datanya, maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer dan
sumber sekunder. Sehingga jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian
ini yakni:
1) Data primer
merupakan data dan sumber data yang langsung diperoleh dari sumber data
pertama (informen inti) atau informasi yang diperoleh secara langsung di
lokasi penelitian atau objek/subjek penelitian.
2) Data sekunder
Data sekunder merupakan data dan sumber data yang diperoleh dari sumber
kedua atau sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul
data, seperti dokumen-dokumen, pengakuan-pengakuan atau hasil wawancara
dengan pihak kedua (informen penguat data).

3.5 Teknik pengumpulan data


Teknik pengumpulan data menurut Sugiyono (2010:62), merupakan langkah yang
paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari peneltian adalah
mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak
akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.
Dalam melakukan suatu penelitian, seseorang peneliti dituntut harus memiliki
kemampuan untuk dapat memahami dan mengimplementasikan metode-metode
maupun teknik penelitian yang baik untuk memperoleh hasil yang semaksimal
mungkin. Adapun upaya atau teknik untuk memperoleh atau mengumpulkan data yang
diperlukan, peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Pengamatan langsung (0bservasi)
Pengamatan langsung (observasi), merupakan cara pengumpulan data yang
dilakukan peneliti terhadap obyek yang diteliti secara langsung di lapangan untuk
selanjutnya diamati, direkam, mencatat kejadian-kejadian yang ada, dikumpulkan
dan sebagainya yang terkait mengenai segala keadaan dan perilaku yang ada di
lapangan secara langsung.
2. Wawancara (interview)
Metode wawancara merupakan suatu metode yang dimana terjadinya suatu interaksi
dan komunikasi langsung antara pewawancara (peneliti) dengan informan (orang
yang diwawancarai) guna memperoleh data yang diperlukan lebih rinci. Esterberg
(2002) dalam (Sugiyono, 2010:73) juga mendefinisikan wawancara merupakan
pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab,
sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.
Dalam hal ini, peneliti menggunakan teknik wawancara semiterstruktur merupakan
jenis wawancara yang oleh penelitinya terlebih dahulu menyiapkan masalah dan
instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang akan diajukan
kepada informen sebelum terjun ke lapangan. Disamping jenis wawancara
semiterstruktur dapat dikategorikan dalam in-dept interview, yakni wawancara yang
dalam pelaksanaannya lebih bebas.
3. Dokumentasi (dokumentation)
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk
tulisan, gambar, atau karya – karya monumental dari seorang. Dokumen yang
berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, (life histories), cerita,
biografi, peraturan kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar misalnya foto,
gambar hidup, sketsa dan lain – lain.

3.6 Teknik keabsahan data


Keabsahan Data merupakan standar  kebenaran suatu data hasil penelitian
  Lebih menekankan pada data/ informasi daripada sikap dan jumlah orang.

Gambar 3.6 : Keabsahan data


Keabsahan Data Kualitatif harus memenuhi 4 kriteria:
1.  Derajat Kepercayaan (credibility)
2. Keteralihan (transferability)
3. Kebergantungan (dependability), dan
4. Kepastian (confirmability).

3.7 Teknik analisis data


Dalam penelitian kualitatif, teknik analysis data lebih banyak dilakukan bersamaan
dengan pengumpulan data. Tahapan dalam penelitian kualitatif adalah tahap memasuki
lapangan dengan grand tuor dan minitour question, analisis datanya dilakukan dengan
analisis domain. Tahap ke dua adalah menentukan fokus, teknik pengumpulan data
dengan minitour question, analisis data dengan dilakukan dengan taksonomi.
DAFTAR PUSTAKA

(Fatimah & Nuryaningsih, 2018) Fatimah, & Nuryaningsih. (2018). Buku Ajar Kurikulum.

Yuslaini. (2015). Guru Pendidikan Jasmani Tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Kabupaten Bireuen Tahun 2011. Administrasi Pendidikan Pascasarjana Universitas
Syiah Kuala 19, 176–194.

(Mata, n.d.) Mata, K. T. P. (n.d.). Pelajaran Teknologi Multimedia Di Smu Negeri Sub-
Distrik Baucau.

(Soares, 2010) Soares, T. A. (2010). Kajian terhadap pelaksanan kurikulum ipa di timor leste
dan usulan perbaikan.

Ridwan Abdullah Sani, Yayat Sri Hayati, S.Sos. Pembelajaran Saintifik Untuk Implementasi
Kurikulum 2013.

Soetjipto, & Raflis Kosasi. (2009). profesi keguruan.

(van den Bosch et al., 2019) van den Bosch, R. M., Espin, C. A., Pat-El, R. J., & Saab, N.
(2019). Improving Teachers’ Comprehension of Curriculum-Based Measurement
Progress-Monitoring Graphs. Journal of Learning Disabilities, 52(5), 413–427.
https://doi.org/10.1177/0022219419856013

(Jakaria, 2014) Jakaria, Y. (2014). Analysis of Appropriateness and Suitability of Primary


School Teachers’ Educational Background and Their Taught-Subject-Matter. Jurnal
Pendidikan Dan Kebudayaan, 20(4), 499–514.

(Starc & Strel, 2012) Starc, G., & Strel, J. (2012). Influence of the quality implementation of
a physical education curriculum on the physical development and physical fitness of children.
BMC Public Health, 12(1), 61. https://doi.org/10.1186/1471-2458-12-61
(Bandung, 2010, Sugiono,) memahami penelitian kualitatif.

Anda mungkin juga menyukai