Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN ABORTUS NY M

DI RUANG BERSALIN

OLEH:

SRI WAHYUNI

K.20.01.028

1
BAB 1

KONSEP MEDIS

A. Definisi

Missed abortion adalah keguguran di mana janin mama tidak terbentuk atau
telah meninggal, namun plasenta dan jaringan embrionya masih ada di dalam
rahim.Kondisi ini bukanlah termasuk dalam kategori aborsi elektif. Para pakar
medis menggunakan istilah ‘aborsi spontan’ untuk merujuk pada keguguran.
Berbeda dengan keguguran pada umumnya, padamissed abortion seringkali tidak
menyebabkan gejala perdarahan dan kram perut.Akibatnya, kondisimissed
abortion ini sering terlewatkan dan tidak diketahui keberadaannya oleh ibu
hamil.Missed abortion biasanya rentan terjadi di awal kehamilan, tepatnya
sebelum usia kehamilan mencapai 20 minggu. Kondisi ini juga hampir tidak bisa
dideteksi tanpa pemeriksaan ultrasound alias USG.Ada dua karakteristik missed
abortion, yaitu ketika sel telur menempel di rahim tanpa ada janin yang
berkembang dan saat detak jantung terus melemah sebagai pertanda adanya
masalah pada pertumbuhan janin.Karena tidak ada gejala keguguran yang
dirasakan, sebagian besar tidak akan merasakan bahwa dirinya mengalami
keguguran alias missed abortion. Mereka pun kerap menganggap dirinya masih
hamil.

B. Etiologi
Secara umum yaitu:
a. Kelaianan pertumbuhan hasil konsepsi, biasa menyebabkan abortus
pada kehamilan kehamilan sebelum sebelum usia 8 minggu. minggu.
Faktor yang menyebabkan kelainan ini adalah 1) Kelainan kromosom,
terutama trisomi autosom dan monosomi X 2) Lingkungan sekitar
tempat implantasi kurang sem Lingkungan sekitar tempat implantasi
kurang sempurna 3) Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-
obatan, tembakau atau alkohol.  

2
b. Kelainan pada plasenta, misalnya endarteritis vili korialis karena
hipertensi menahun.
c. Faktor maternal, seperti pneumonia, tifus, anemia berat, keracunan
dan toksoplasmosis
d. Kelainan traktus genetalia seperti inkompetensi serviks (untuk abortus
pada trimester
e. kedua) retroversi uteri, mioma uteri dan kelainan bawaan uterus.
C. Patofiologis
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh
bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan
fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan
terjadinya kontraksi uterus dan mengawali proses abortus. Pada kehamilan
kurang dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus dengan
sebagian desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan secara in toto,
meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau di
canalis servicalis. Perdarahan pervaginam terjadi saat proses  pengeluaran hasil
konsepsi.
Pada kehamilan 8 –  14 minggu, mekanisme diatas juga terjadi atau
diawali dengan pecahnya selaput ketuban lebih dulu dan diikuti dengan
pengeluaran janin yang cacat namun plasenta masih tertinggal dalam cavum
uteri. Plasenta mungkin sudah berada dalam kanalis servikalis atau masih
melekat pada dinding cavum uteri. Jenis ini sering menyebabkan  perdarahan
pervaginam yang banyak. Pada kehamilan minggu ke 14 –  22, Janin biasanya
sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta  beberapa saat  
kemudian. Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga
menyebabkan gangguan kontraksi uterus dan terjadi  perdarahan   pervaginam
yang banyak. Perdarahan umumnya tidak terlalu  banyak   namun rasa nyeri lebih
menonjol. Dari penjelasan diatas jelas  bahwa abortus ditandai dengan adanya
perdarahan uterus dan nyeri dengan intensitas beragam
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai  bentuk.  
Ada kalanya kantong amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil

3
tanpa bentuk yang jelas (blighted ovum), mungkin pula janin telah mati lama
(missed abortion), yaitu retensi hasil konsepsi 4-8 minggu setelah kematian
janin. Pertumbuhan uterus berhenti kemudian tegresi. Denyut jantung janin
tidak berdenyut pada auskulatasi ketika diperkirakan  berdasarkan
berdasarkan tanggal. Tidak terasa ada gerakan janin lagi. Apabila mudigah
yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat, maka ia dapat diliputi oleh
lapisan bekuan darah. Isi uterus dinamakan mola krueta. Bentuk ini menjadi
mola karnosa apabila pigmen darah telah diserap dan dalam sisanya terjadi
organisasi, sehingga semuanya tampak seperti daging. Bentuk lain adalah
mola tuberose, dalam hal ini amnion tampak  berbenjol-benjol karena terjadi
hematoma antara amnion dan korion.
Pada janin yang telah mati dan tidak dikeluarkan dapat terjadi  proses
proses mumifikasi mumifikasi yaitu janin mengering mengering dan karena
cairan amnion menjadi berkurang akibat diserap, ia menjadi agak gepeng
(fetus kompresus). Dalam tingkat lebih lanjut ia menjadi tipis seperti kertas
perkamen  perkamen (fetus papiaesus). papiaesus). Kemungkinan
Kemungkinan lain janin mati yang tidak segera dikeluarkan ialah terjadinya
maserasi, yaitu kulit terkelupas, tengkorang menjadi lembek, perut membesar
karena terisi cairan dan seluruh janin berwarna kemerah-merahan

D. Manifestas Manifestasi Klinik


Penderita missed abortion biasanya tidak merasakan keluhan apapun
kecuali merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan.
Bila kehamilan di atas 14 minggu sampai 20 minggu  penderita   justru
merasakan rahimnya semakin mengecil dengan tanda  –  tanda kehamilan
sekunder pada payudara mulai menghilang (payudara mengecil kembali).
Kadangkala missed abortion juga diawali dengan abortus iminens yang
kemudian merasa sembuh, tetapi pertumbuhan janin terhenti. Pada terhenti.
Pada pemeriksaan dalam, serviks pemeriksaan dalam, serviks tertutup dan ada
darah sedikit (Mochtar, 2006).

4
Pada pemeriksaan tes urin kehamilan biasanya negative setelah 2-3 minggu
dari terhentinya pertumbuhan kehamilan. Pada pemeriksaan USG akan
didapatkan uterus yang mengecil, kantong gestasi yang mengecil, dan
bentuknya tidak beraturan disertai gambaran fetus yang tidak ada tanda
–  tanda kehidupan. Bila missed abortion berlangsung lebih dari 4 minggu
harus diperhatikan kemungkinan terjadinya gangguan pembekuan darah oleh
karena hipofibrinogenemia sehingga perlu diperiksa koagulasi sebelum
tindakan evakuasi dan kuretase.
E. Komplikasi
Pada retensi janin mati yang sudah lama terutama pada kehamilan yang
telah mencapai trimester kedua plasenta dapat melekat erat pada dinding
uterus sehingga sangat sulit untuk dilakukan kuretase, dan juga terjadi
gangguan pembekuan darah. Akan terjadi perdarahan gusi, hidung atau dari
tempat terjadinya trauma. Gangguan pembekuan tersebut disebabkan oleh
koagulopati konsumtif dan terjadi hipofibrionogenemia sehingga pemerksaan
studi koagulasi perlu dilakukan pada missed abortion.
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostic pada missed abortion adalah :
a.Hitung darah lengkap : dapat berupa peningkatan sel darah putih,
punurunan Hbd  punurunan Hb dan hematokrit an hematokrit 7  
b. Titer Gonadotropin Kronik manusia (HCL) menurun pada
kehamilan ektopik, meningkat pada molahidatidosa
c. Kadar estrogen dan progesterone menurun pada aborsi spontan
d. Ultra Sonografi memastikan adanya janin
G. Penatalaksanaan
Pengelolaan missed abortion perlu diutarakan kepada pasien dan
keluarganya secara baik karena risiko tindakan operasi dan kuretase ini
dapat menimbulkan komplikasi perdarahan atau tidak bersihnya
evakuasi/kuretase dalam sekali tindakan. Faktor mental penderita perlu
diperhatikan, karena penderita umumnya merasa gelisah setelah tahu
kehamilannya tidak tumbuh atau mati. Pada umur kehamilan kurang dari 12

5
minggu tindakan evakuasi dapat dilakukan secara langsung dengan
melalukan dilatasi dan kuretase bila serviks uterus memungkinkan. Bila
umur kehamilan di atas 12 minggu atau kurang dari 20 minggu dengan
keadaan serviks uterus yang masih kaku dianjurkan untuk melakukan
induksi terlebih dahulu untuk mengeluarkan janin atau mematangkan kanalis
servikalis. Beberapa cara dapat dilakukan antara lain dengan   pemberian
infuse intravena i cairan oksitosin dimulai dari dosis 10 unit dalam 500 cc
dekstrose 5% tetesan 20 tetes permenit dan dapat diulangi sampai total
oksitosin 50 unit dengan tetesan dipertahankan untuk mencegah terjadinya
retensi cairan tubuh. Jika tidak berhasil, penderita diistirahatkan satu hari
dan kemudian induksi diulangi biasanya maksimal 3 kali. Setelah janin atau
jaringan konsepsi berhasil keluar dengan induksi ini dilanjutkan dengan
tindakan kuretase sebersih mungkin. Pada decade  belakangan ini banyak
tulisan yang telah menggunakan prostaglandin atau an prostaglandin atau
sintetisnya untuk melakukan induksi pada missed abortion. Salah satu cara
yang banyak disebutkan adalah dengan pemberian misoprostol secara
sublingual sebanyak 400mg yang dapat diulangi 2 kali dengan jarak enam
jam. Dengan obat ini akan terjadi terjadi pengeluaran hasil konsepsi atau
terjadi  pembukaan ostium serviks sehingga tindakan evakuasi dan kuretase
dapat dikerjakan untuk mengosongkan kavum uteri. Kemungkinan penyulit
8  pada tindakan missed abortion ini le  pada tindakan missed abortion ini
lebih besar meng bih besar mengingat jaringan plasenta ingat jaringan
plasenta yang menempel pada dinding uterus biasanya sudah lebih kuat.
Apabila terdapat hipofibrinogenemia perlu disiapkan transfusi darah segar
atau fibrinogen. Pasca tindakan kalau perlu dilakukan pemberian infuse
intravena cairan oksitosin dan pemberian antibiotika.

6
H. Pencegahan
 Menghindari konsumsi alkohol
 Tidak merokok
 Jangan mengonsumsi obat-obatan terlarang
 Mengurangi konsumsi kafein
 Berkonsultasi dengan dokter kandungan apabila Anda mengalami
infeksi virus atau bakteri saat hamil
 Menghindari paparan zat kimia beracun yang membahayakan
 Menghindari jenis-jenis makanan yang dapat menyebabkan ibu hamil
sakit atau membahayakan janin
 Mengonsumsi suplemen asam folat, bila diperlukan
 Melakukan olahraga secara rutin

7
BAB 2

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas atau biodata klien
Meliputi : nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa,
pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit, nomor registrasi, dan
diagnosa keperawatan.
2. Riwayat Kesehatan Saat Ini
Merupakan informasi tentang keadaan & keluhan-keluhan klien, lokasi,
penjalaran, kualitas & intensitas serangan, faktor-faktor predisposisi atau
presipitasi serta hal apa saja yang telah dilakukan untuk mengurangi
keluhan.
3. Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang paling menonjol yang dirasakan klien dan
merupakan alasan yang membuat klien datang ke RS.
4. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Riwayat penyakit yang pernah diderita klien terutama penyakit yang
mendukung munculnya penyakit saat ini. Misalnya Hipertensi, DM, dan
lain sebagainya.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Mencantumkan keterangan tentang kondisi kesehatan anggota keluarga
saat ini, nama penyakit yang diderita
6. Riwayat Psiko-Sosio-Spiritual
Dampak yang dapat ditimbulkan pada kehidupan sosial klien. Klien
maupun keluarga menghadapi situasi yang menghadirkan kemungkinan
kematian atau rasa takut terhadap nyeri, ketidakmampuan, gangguan harga
diri, ketergantungan fisik, serta perubahan dinamika peran keluarga, dan
sebagainya.
7. Kebutuhan Dasar / Pola Kebiasaan Sehari-Hari

8
Meliputi kebiasaan Makan, Minum, Tidur, Eliminasi fekal/BAB,
Eliminasi urine/BAK, Aktifitas dan latihan, dan Personal hygiene.
8. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Keadaan umum klien mulai pada saat pertama kali bertemu dengan
klien dilanjutkan mengukur tanda-tanda vital. Kesadaran klien juga
diamati apakah kompos mentis, apatis, samnolen, delirium, semi koma
atau koma. Keadaan sakit juga diamati apakah sedang, berat, ringan
atau tampak tidak sakit.
b. Head to Toe
1) Kepala dan wajah
Pusing, berdenyut selama tidur atau saat terbangun, tampak
perubahan ekspresi wajah seperti meringis atau merintih, terdapat
atau tidak nyeri pada rahang.
2) Leher
Tampak distensi vena jugularis, terdapat atau tidak nyeri pada leher.
3) Hidung
Hidung simetris kiri dan kanan, bersih, tidak ada sekret, tidak ada
cuping hidung, tidak ada lesi.
4) Telinga
Bentuk, canalis bersih/tidak, Tinitus (keluar cairan putih dari lubang
telinga), kehilangan pendengaran.
5) Mulut
Mulut bersih atau kotor, mukosa bibir keringatau lembab.
6) Dada
Bunyi jantung normal atau terdapat bunyi jantung ekstra S3/S4
menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilitas, kalau
murmur menunjukkan gangguan katup atau disfungsi otot papilar
dan perikarditis.

9
Paru-paru: suara nafas bersih, krekels, mengi, wheezing, ronchi,
terdapat batuk dengan atau tanpa sputum, terdapat sputum bersih,
kental ataupun merah muda.
7) Abdomen
Terdapat nyeri/rasa terbakar epigastrik, bising usus
normal/menurun.
8) Ekstremitas
Ekstremitas dingin dan berkeringat dingin, terdapat edema perifer
dan edema umum, kelemahan atau kelelahan, pucat atau sianosis,
kuku datar, pucat pada membran mukosa dan bibir

B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pecedera fisiologis
2. Ihipovolemia berhubungan kehilangan cairan aktif
C. Intervensi keperawatan

No Dx Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


keperawatan
1. hipovolemia Setelah dilakukan Manajemen hipovolemia
intervensi keperawatan Observasi:
maka status cairan 1. Perksa tanda dan
membaik dengan gejala
kriteria hasil: hipovolemia
1. Turgor kulit 2. Monitor intake
meningkat dan output
2. utput urine cairan.
meningkat 3. Kolaborasikan
3. Kekuatan nadi pemberian obat
meningkat
4. Tekanan darah
membaik
5. Membran

10
mukosa
membaik

2. Nyeri akut Setelah dilakukan Intervensi


tindakan keperawatan utama:manajemen nyeri
diharapkan tingat nyeri (I.08238)
menurun Keluhan nyeri 1. Identifikasi
menurun lokasi,karakteristik
1. Meringis durasi,frekuensi,kua
menurun litas intesitas nyeri
2. Gelisah 2. Identifikasi skala
menurun nyeri
3. Kesulitan tidur 3. Identifikasi faktor
menurun yang memperberat
dan memperingat
nyeri.

D.Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah
direncanakan mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan mandiri
adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat
serta bukan atas petunjuk tenaga kesehatan yang lain. Sedangkan tindakan
kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh hasil keputusan
bersama dengan dokter atau petugas kesehatan lain.
E. Evaluasi
Menurut Damayanti (2013). Evaluasi adalah penilaian dengan cara
membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan
dan kriteria hasil yang perawat buat pada tahap perencanaan. Evaluasi
perkembangan kesehatan pasien dapat dilihat dari hasilnya. Tujuannya adalah
untuk mengetahui sejauh mana tujuan perawatan dapat dicapai dan

11
memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan.
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaannya sudah

12
DAFTAR PUSTAKA
Abdul BA, Adrians Wikjosastro GA, Waspodo J. 2009. Aborsi. Buku
Acuan
Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Edisi Kedua
Cetakan Kedua. JNPKKR-POGI- Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta; 145-152
Abdullah Ghaidaa A., Mahdi Nadham K. 2013. The Role of Cytokines
Among
Women With Spontaneous Misscariage. Medical Journal of Islamic World
Academy of Sciences 21:3, p 119-124.
Adhi, k. C., sulistyowati, s. & respati, S. H. 2015. Kadar Human
Leukocyte
Antigen-G (HLA-G) dan Tumor Necrosis Faktor Alpha (TNF-a) pada
Abortus dan Kehamilan Normal. Jurnal Kesehatan Reproduksi, 2, 71-76.
Affandi B, Widohariadi, Adriaanz G, Santosa BI, Hadijono S, et al. 2002.
Paket
Pelatihan Klinik Asuhan Pasca Abortus Panduan Penatalaksanaan Klinik
dan Pengorganisasian Pelayanan Ed. Jakarta: AVSC
International/JNPKKR/POGI: Pp 1-10
Antonette T. Dulay. Spontaneous Abortion. 19 April 2016.
http://www.merck.com/mrkshared/mmanual/section18/
chapter252/252a.jsp
Aruna M, Sudheer PS, Andal S, Tarakeswai S, Reddy AG, et all. 2010.
HLA-G
polymorphism patterns show lack of detectable association with recurrent
spontaneous abortion. Tissue antigens: 76:216-222.
Aryadi R. 2004. Abortus Spontan Berulang. Ilmu Kedokteran
Fetomaternal: 326-
336
Azhari. 2008. Masalah Abortus dan Kesehatan Reproduksi Perempuan.
Makalah

13
lengkap KOGI Balikpapan
Bantuk Hadijanto. 2004. Abortus Spontan Berulang. Ilmu Kesehatan
Fetomaternal. Edisi Perdana. Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI.,
Penerbit Airlangga. Surabaya, 2004; 326-335
Basiad A, Sumapraja K, dan Santoso B. 2011. Panduan Tatalaksana
Keguguran
Berulang. HIFERI-POGI
Bennet MJ. 2001. Abortus. Esensial obstetri dan ginekologi. Jakarta :
Hipokrates ;
452-458.
Berger DS, Hogge WA, Barmada MM, Ferrell RE. 2010. Comprehensive
analysis
of HLA-G:Implications for recurrent spontaneous abortion. Reproductive
series: 17:331-338.

14
PATHWAY MISSED ABORTION

Kelainan pertumbuhan Kelainan pada faktor maternal kelainan traktus


hasil konsepsi plasenta genetali

kelainankromosom, pnemonia,tifus,anemi inkompetensi serviks


tipisnya endometrium, berat,keracunan, retroversi uteri,mioma
pengaruh teratogen akibat oksoplamosis ueri,kelainan bawaan
radiasi uterus

kontraksi uterus mengawali

proses abortus

pendarahan pecahnya
cairan amnion

lepasnya sebagian atau seluruh


embrio

pengeluaran cairan yang cacat

plasenta tertinggal

Janin masi di dalam MISSED ABORTION uterus


uterus> 8 minggu mengecil

berubah menjadi mola kantong getasi


mengecil

uterus tidak berkontraksi dengan maksimal


Ansietas

terjadi maserasi,peluruhan

15
Hipofibrinogenemia

gangguan pembekuan darah

pendarahan
Resiko infeksi

Nyeri akut
hipovolemia

Gangguan rasa nyaman

16

Anda mungkin juga menyukai