2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Max Weber
Max Weber Lahir di Erfurt, Jerman pada 21 April 1864, dan meninggal di Munich Jerman
pada 14 Juni 1920. Ayahnya adalah seorang hirokrat yang menempati posisi setrategis dalam
pemerintahan, sedang ibunya adalah seorang penganut calvinisme yang taat. Kedua pribadi
orang tuanya tersebut secara tak langsung ditengarai-memberi pengaruh yang besar dalam
kehidupan Weber berikut karya-karya intelektualnya.
Pada usia 18 tahun. Weber meninggalkan rumah untuk sementara waktu dan melanjutkan
studinya di Universitas Heidelberg. Di sana, secara sosial in berkembang layaknya karir sang
ayah dalam organisasi. Dengan cara seperti ini, ia telah mengikuti jejak ayahnya dalam bidang
hukum. Setelah 3 Tahun belajar, Weber meninggalkan universitas tersebut, dan pada tahun
1884, in kembali ke rumah orang tuanya untuk melanjutkan studi di Universitas Berlin. Weber
mendapatkan gelar doktor dari Universitas Berlin, menjadi ahli hukum dan salah satu dosen di
universitas tersebut. Selain itu, ia juga mendalami bidang ekonomi, sejarah dan sosiologi. Pada
tahun 1896, ketekunannya dalam bekerja menghantarkan dirinya pada posisi profesor ekonomi
Universitas Heidelberg. Mengikuti jejak ibunya, Weber menjadi seorang yang asketis dan rajin.
Weber juga menjadi salah satu pendiri German Sociological Society (1910). Rumahnya menjadi
salah satu tempat diskusi bagi para intelektual seperti George Simmel. Robert Michels dan
George Lucas. Selain itu, Weber juga aktif secara politik dan menulis banyak esai tentang
sejumlah isu pada masanya. Adapun beberapa tema yang menjadi kajian utama Weber dalam
karya-karyanya antara lain, tindakan sosial, konsep mengenai wewening (otoritas), birokrasi.
protestanisme (calvinisme) serta kapitalisme.
Selama hidupnya Max Weber telah banyak menghasilkan karya namun berikut adalah
karya-karya utamanya: Methodological Essays (1902), The Protestant Ethic and the Spirit of
Capitalism (1902-4). Economi and Society (1910-14). Sociology of Religion (1916)
Dimulai dengan kelas, kelas dalam pandangan Weber merupakan sekelompok orang yang
menempati kedudukan yang sama dalam proses produksi, distribusi maupun perdagangan
Pandangan Weber melengkapi pandangan Marx yang menyatakan kelas hanya didasarkan pada
penguasaan modal, namun juga meliputi kesempatan dalam meraih keuntungan dalam pasar
komoditas dan tenaga kerja. Keduanya menyatakan kelas sebagai kedudukan seseorang dalam
hierarkhi ekonomi. Weber berpegang pada konsep orientasi tindakannya dengan menyatakan
bahwa kelas bukanlah komunitas, kelas adalah sekelompok orang yang situasi bersama mereka
dapat menjadi, dan kadang-kadang sering kali, basis tindakan kelompok. Weber menyatakan
bahwa "situasi kelas" hadir ketika telah terpenuhinya syarat-syarat tertentu.
Berlawanan dengan kelas, biasanya status menijuk pada komunitas "situasi status"
didefinisikan Weber sebagai "setiap komponen tipikal kehidupan manusia yang ditentukan oleh
estimasi sosial tentang derajat martabat tertentu, positif atan negatif (1921/1968:932). Status
oleh Weber lebih ditekankan pada gaya hidup atau pola konsumsi. Namun demikian status juua
dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti ras, usia dan agama. Sudah jadi semacam patokan
umum kalo suatu status dikaitkan dengan gaya hidup. Status terkait dengan konsumsi barang
yang dihasilkan, sementara itu kelas terkait dengan produksi ekonomi Mereka yang menempati
kelas atas mempunyai gaya hidup berbeda dengan yang ada di bawah. Dalam hal ini, gaya
hidup, atau status, terkait dengan situasi kelas. Namun, kelas dan status tidak selalu terkait satu
sama lain.
2 Traditional authority, yakni jenis wewenang yang berkembang dalam kehidupan. tradisional.
Wewenang ini diambil keabsahannya berdasar atas tradisi yang dianggap suci. Jenis wewenang
ini dapat dibagi dalam dua tipe, yakni patriarkhalisme dan patrimonialisme. Patriarkhalisme
adalah suatu jenis wewenang di mana kekuasaan didasarkan atas senioritas. Mereka yang lebih
tua atau senior dianggap secara tradisional memiliki kedudukan yang lebih tinggi. Berbeda
dengan patriarkhalisme. patrimonialisme adalah jenis wewenang yang mengharuskan seorang
pemimpin bekerjasama dengan kerabat kerabatnya atau dengan orang-orang terdekat yang
mempunyai loyalitas pribadi terhadapnya. Dalam patriarkhalisme dan patrimonialisme ini.
ikatan ikatan tradisional memegang peranan utama. Pemegang kekuasaan adalah mereka yang
dianggap mengetahui tradisi yang disucikan. Penunjukkan wewenang lebih didasarkan pada
hubungan hubungan yang bersifat personal/pribadi serta pada kesetiaan pribadi seseorang
kepada sang pemimpin yang terdahulu. Ciri khas dari kedua jenis wewenang ini adalah adanya
sistem norma yang diangap keramat yang tidak dapat diganggu gugat. Pelanggaran
terhadapnya akan menyebabkan bencana baik yang bersifat gaib maupun religious.
Contoh patriarkhalisme misalnya wewenang ayah, suami anggota tertua dalam rumah
tangga, anak tertua terhadap anggota yang lebih muda, kekuasaan pangeran atas pegawai
rumah atau istananya, kekuasaan bangsawan atas orang yang ditaklukannya.
Ciri khas dari wewenang baik patriarkhalisme maupun patrimonialisme adalah adanya
system norma yang dianggap keramat yang tidak dapat diganggu gugat. Pelanggaran atasnya
akan menyebabkan adanya bencana baik yang bersifat gaib maupun yang bersifat religious. Si
pemegang kekuasaan dari wewenang sedemikian ini dalam merumuskan keputusan
keputusannya adalah atas dasar pertimbangan pribadinya dan bukan atas dasar pertimbangan
fungsinya. Dalam pengertian ini wewenang tradisional sedemikian ini lebih bersifat irrasional.
3. Charismatic authority, yakni wewenang yang dimiliki seseorang karena kualitas yang luar
biasa yang dimilikinya. Dalam hal ini, kharismatik harus dipahami sebagai kualitas yang luar
biasa, tanpa memperhitungkan apakah kualitas itu sungguh sungguh ataukah hanyat
berdasarkan dugaan orang belaka. Dengan demikian, wewenang kharismatik adalah
penguasaan atas diri orang orang, baik secara predominan eksternal maupun secara
predominan internal, di mana pihak yang ditaklukkan menjadi tunduk dan patuh karena
kepercayaan pada kualitas luar biasa yang dimiliki orang tersebut. Wewenang kharismatik
dapat dimiliki oleh para dukun, para rasul, pemimpin suku, pemimpin partai, dan sebagainya.
Tipe-tipe rasionalitas:
1. Tipe rasionalitas praktis, yang didefinisikan oleh Karl Berg sebagai "setiap jalan hidup yang
memandang dan menilai aktivitas-aktivitas duniawi dalam kaitannya dengan kepentingan
indidvidu yang murni, fragmatis dan egoistis" (1980: 1151). Tipe rasionalitas ini muncul seiring
dengan longgamya ikatan magi primitif, dan dian terdapat dalam setiap peradaban dan
melintasi sejarah: jadi, dia tidak terbatas pada barat (oksiden) modern.
2. Rasionalitas teoritis melibatkan upaya kognitif untuk menguasai realitas melalui konsep-
konsep yang makin abstrak dan bukannya melalui tindakan. Rasionalitas ini melibatkan proses
kognitif abstrak.
3. Rasionalitas substantif (seperti rasionalitas praktis, namun tidak seperti rasionalitas teoritis)
socam langsung menyusun tindakan-tindakan ke dalam sejumlah pola melalui kluster-kluster
nilai. Rasionalitas substantif melibatkan sarana untuk mencapai tujuan dalam konteks sistem
nilai. Suatu sitem nilai (secara sunstantif) tidak lebih rasional daripada sistem nilai lainnya. Jadi,
tipe rasioanalitas ini juga bersifat lintas peradaban dan lintas sejarah, selam ada postulat nilai
yang konsisten.
Rasionalisasi dalam berbagai setting sosial. Ketika kita bergerak dari suatu setting ke
setting lainnya, seperti Weber. kadang-kadang kita memusatkan perhatian pada rasionalisasi
secara umum dan pada kesempatan lain memusatkan perhatian pada tipe rasionalisasi yang
khusus.
Beberapa masalah akan kita hadapi dalam menganalisa tindakan sosial menurut titik
pandangan ini. Para ahli filsafat sosial, pujangga, dan pengamat sosial lainnya berbeda secara
mendalam dalam memberikan prioritas pada pikiran, intelek. dan logika (kegiatan otak) atau
pada hati (seperti perasaan, sentimen. emosi) kalau menjelaskan perilaku manusia. Sejauh
mana perilaku manusia itu bersifat rasional? Tak seorangpun berbuat sesuatu tanpa pikiran.
tetapi pikiran mungkin hanya sekedar keinginan untuk menyatakan suatu perasaan, dan bukan
suatu perhitungan yang sadar atau logis. Kebanyakan kita heran mengapa kadang-kadang
pikiran kita tidak mampu membangkitkan motivasi atau mendorong kita untuk bertindak.
Kadang-kadang mungkin juga kita berpikir bahwa tindakan orang lain itu sama sekali tidak
masuk akal, hanya menjadi berarti apabila orang itu menjelaskan alasan bagi tindakan itu
mesipun kriteria yang kita gunakan untuk penilaian seperti itu mungkin agak longgar. Misalnya,
mungkin kelihatannya masuk akal bahwa seseorang membayar dengan sangat mahal sebuah
mobil hesar yang kurang cepat apabila kita mengetahui bahwa ada temannya yang mati ketika
mengendarai mobil kecil yang kurang bertenaga. Tetapi apabila orang-orang lalu memberikan
pembenaran-pembenaran seperti itu, kita sepertinya heran kalau pembenaran. seperti itu
sebenarnya merupakan rasionalisasi yang bersifat ex post facto tentang tindakan yang
diberikan dengan alasan-alasan yag sangat berbeda. Pareto, misalnya, melihat kebanyakan
tindakan itu bersifat nonlogis (muncul dari perasaan), dan yang lalu. dirasionalisasikan menurut
motif-motif yang dapat diterima secara sosial.
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Weber tentang tindakan sosial. Menurut
Kamanto Sunarto yang dikutip dalam buku pengantar sosiologi, tindakan sosial menurut Max
Weber, "Tindakan sosial adalah tindakan manusia yang dapat mempengaruhi individu-individu
lainnya dalam masyarakat serta mempunyai maksud tertentu, suatu tindakan sosial adalah
tindakan yang dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain dan berorientasi pada
perilaku orang lain.
1. Zweck Rational
Yaitu tindakan yang dilaksanakan setelah melalui tindakan matang mengenai tujuan dan
cara yang akan ditempuh untuk meraih tujuan itu. Jadi, Rasionalitas instrumental adalah
tindakan yang diarahkan secara rational untuk mencapai suatu tujuan tertentu dan diterapkan
dalam suatu situasi dengan suatu pluralitas cara-cara dan tujuan-tujuan dimana sipelaku bebas
memilih cara-caranya secara murni untuk keperluan efisiensi.
2. Wert Rational
Tindakan sosial jenis ini hampir serupa dengan kategori atau jenis tindakan sosial rasional
instrumental, hanya saja dalam werk rational tindakan-tindakan sosial ditentukan oleh
pertimbangan atas dasar keyakinan individu pada nilai-nilai estetis, etis dan keagamaan.
manakala cara-cara yang dipilih untuk keperluan efisiensi mereka karena tujuannya pasti yaitu
keunggulan.
3. Affectual Rational
Tindakan ini dilakukan seseorang berdasarkan perasaan yang dimilikinya, biasanya timbul
secara spontan karena mengalami suatu kejadian yang sebagian besar dikuasai oleh perasaan
atau emosi tanpa perhitungan dan pertimbangan yang matang.
4. Tradisional Rational
Tindakan sosial semacam ini bersifat rasional, namun sipelaku tidak lagi memperhitungkan
proses dan tujuannya terlebih dahulu, yang dijadikan pertimbangan adalah kondisi atau tradisi
yang sudah baku dan manakala baik itu cara-caranya dan tujuan-tujuannya adalah sekedar
kebiasaan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
• Kelas
Kelas dalam pandangan Weber merupakan sekelompok orang yang menempati kedudukan
yang sama dalam proses produksi, distribusi maupun perdagangan. Pandangan Weber
melengkapi pandangan Marx yang menyatakan kelas hanya didasarkan pada penguasaan
modal, namun juga meliputi kesempatan dalam meraih keuntungan dalam pasar komoditas
dan
tenaga kerja. .
• Status
Status oleh Weber lebih ditekankan pada gaya hidup atau pola konsumsi. Namun demikian.
status juga dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti ras, usia dan agama. Sudah jadi semacam
patokan umum kalo suatu status dikaitkan dengan gaya hidup. Status terkait dengan konsumsi
barang yang dihasilkan, sementara itu kelas terkait dengan produksi ekonomi. Mereka yang
menempati kelas atas mempunyai gaya hidup berbeda dengan yang ada di bawah.
• Kekuasaan
Tipe-tipe rasionalitas:
1. Rasionalitas praktis
2. Rasionalitas teoritis
3. Rasionalitas substantive
4. Rasionalitas formal
Menurut Max Weber tindakan sosial adalah tindakan manusia yang dapat mempengaruhi
individu-individu lainnya dalam masyarakat serta mempunyai maksud tertentu, suatu tindakan
sosial adalah tindakan yang dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain dan
berorientasi pada perilaku orang lain.
1. Zwerk Rational yaitu tindakan yang dilaksanakan setelah melalui tindakan matang mengenai
tujuan dan cara yang akan ditempuh untuk meraih tujuan itu.
2 Wert Rational yaitu tindakan-tindakan sosial ditentukan oleh pertimbangan atas dasar
keyakinan individu pada nilai-nilai estetis, etis dan keagamaan, manakala cara-cara yang dipilih
untuk keperluan efisiensi mereka karena tujuannya pasti yaitu keunggulan.
3. Tindakan afektif yaitu tindakan ini terjadi dibawah pengaruh keadaan emosional seseorang.
4. Tindakan sosial yang bersifat Tradisional yaitu tindakan yang dilakukan dibawah pengaruh
adat dan kebiasaan. Hal tersebut dilakukan secara sadar dan berdasarkan pada tindakan yang
tradisional, bahkan tindakan tersebut mengandung nilai subjektif dan tidak dapat dipahami.
DAFTAR PUSTAKA
Ritzer, George dan Douglas J Goodman, 2009. "Teori Sosiologi". Yogyakarta: Kreasi Wacana
Budiarjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar limu Politik. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.