Anda di halaman 1dari 10

Makalah

Teori Sosiologi Klasik Menurut Max Weber

(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori-teori sosiologi klasik)

Disusun oleh Kelompok 3 :

1.Nur Himan Paputungan (213082003)

2. Chika Saharani Moontuno (193082030)

3. Heriansa R. Datu (213082019)

4. Awaludin Hubu (213082014)

5. Triono Karim (213082008)

Jurusan Sosiologi Agama

Fakultas Ushuluddin Dan Dakwah

IAIN Sultan Amai Gorontalo

2022/2023

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sosiologi,sejak awal perkembangannya di permulaan abad kesembilan belas hingga


dewasa ini, telah mengalami perubahan yang terus menerus, bermula dari ilmu Auguste Comte
yaitu "Social Physics" yang kemudian dikenal dengan sosiologi, berkembang terus menerus
seiring dengan perubahan yang terjadi di masyarakat karena kita tahu bahwa objek studi
sosiologi adalah masyarakat yang sifatnya dinamis dan terus berkembang. Bahkan khusus untuk
sosiologi itu sendiri ada yang menyatakan bahwa ilmu ini adalah ilmu tentang krisis sosial,
karena sejak pertumbuhannya hingga perkembangannya dewasa ini sosiologi cenderung
memperoleh bentuk-bentuk baru bersamaan dengan krisis sosial yang ada. Perkembangan
sosiologi ini tidak lepas dari tokoh tokoh sosiologi yang ikut menyumbang ilmu atau teorinya
untuk sosiologi salah satunya adalah Max Weber yang terkenal dengan teori-teori sosiologi
klasiknya yang menuai yaitu kontroversi tentang etika protestan. Untuk itu kami ingin
mengetahui sejauh mana Max Weber menyumbang teori-teorinya untuk sosiologi dan
mengetahui apa saja teori-teorinya seperti tentang kelas, status, kekuasaan kemudian tentang
rasionalitas dan yang terakhir adalah tentang etika protestan dan kapitalisme.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana Biografi Intelektual Max Weber?

2. Bagaimana Konsep Weber Tentang Kelas, Status Dan Kekuasaan?

3. Bagaimana Pemikiran Weber Tentang Rasionalitas Dan Tindakan Sosial?

C. TUJUAN

1. Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori-teori Sosiologi Klasik

2. Untuk Memahami Konsep Weber Tentang Kelas, Status Dan Kekuasaan.

3. Untuk Memahami Pemikiran Weber Tentang Rasionalitas Dan Tindakan Sosial

BAB II

PEMBAHASAN
A. Biografi Max Weber

Max Weber Lahir di Erfurt, Jerman pada 21 April 1864, dan meninggal di Munich Jerman
pada 14 Juni 1920. Ayahnya adalah seorang hirokrat yang menempati posisi setrategis dalam
pemerintahan, sedang ibunya adalah seorang penganut calvinisme yang taat. Kedua pribadi
orang tuanya tersebut secara tak langsung ditengarai-memberi pengaruh yang besar dalam
kehidupan Weber berikut karya-karya intelektualnya.

Pada usia 18 tahun. Weber meninggalkan rumah untuk sementara waktu dan melanjutkan
studinya di Universitas Heidelberg. Di sana, secara sosial in berkembang layaknya karir sang
ayah dalam organisasi. Dengan cara seperti ini, ia telah mengikuti jejak ayahnya dalam bidang
hukum. Setelah 3 Tahun belajar, Weber meninggalkan universitas tersebut, dan pada tahun
1884, in kembali ke rumah orang tuanya untuk melanjutkan studi di Universitas Berlin. Weber
mendapatkan gelar doktor dari Universitas Berlin, menjadi ahli hukum dan salah satu dosen di
universitas tersebut. Selain itu, ia juga mendalami bidang ekonomi, sejarah dan sosiologi. Pada
tahun 1896, ketekunannya dalam bekerja menghantarkan dirinya pada posisi profesor ekonomi
Universitas Heidelberg. Mengikuti jejak ibunya, Weber menjadi seorang yang asketis dan rajin.

Weber juga menjadi salah satu pendiri German Sociological Society (1910). Rumahnya menjadi
salah satu tempat diskusi bagi para intelektual seperti George Simmel. Robert Michels dan
George Lucas. Selain itu, Weber juga aktif secara politik dan menulis banyak esai tentang
sejumlah isu pada masanya. Adapun beberapa tema yang menjadi kajian utama Weber dalam
karya-karyanya antara lain, tindakan sosial, konsep mengenai wewening (otoritas), birokrasi.
protestanisme (calvinisme) serta kapitalisme.

Selama hidupnya Max Weber telah banyak menghasilkan karya namun berikut adalah
karya-karya utamanya: Methodological Essays (1902), The Protestant Ethic and the Spirit of
Capitalism (1902-4). Economi and Society (1910-14). Sociology of Religion (1916)

B. Pemikiran Weber tentang Kelas, Status dan Kekuasaan.

Dimulai dengan kelas, kelas dalam pandangan Weber merupakan sekelompok orang yang
menempati kedudukan yang sama dalam proses produksi, distribusi maupun perdagangan
Pandangan Weber melengkapi pandangan Marx yang menyatakan kelas hanya didasarkan pada
penguasaan modal, namun juga meliputi kesempatan dalam meraih keuntungan dalam pasar
komoditas dan tenaga kerja. Keduanya menyatakan kelas sebagai kedudukan seseorang dalam
hierarkhi ekonomi. Weber berpegang pada konsep orientasi tindakannya dengan menyatakan
bahwa kelas bukanlah komunitas, kelas adalah sekelompok orang yang situasi bersama mereka
dapat menjadi, dan kadang-kadang sering kali, basis tindakan kelompok. Weber menyatakan
bahwa "situasi kelas" hadir ketika telah terpenuhinya syarat-syarat tertentu.
Berlawanan dengan kelas, biasanya status menijuk pada komunitas "situasi status"
didefinisikan Weber sebagai "setiap komponen tipikal kehidupan manusia yang ditentukan oleh
estimasi sosial tentang derajat martabat tertentu, positif atan negatif (1921/1968:932). Status
oleh Weber lebih ditekankan pada gaya hidup atau pola konsumsi. Namun demikian status juua
dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti ras, usia dan agama. Sudah jadi semacam patokan
umum kalo suatu status dikaitkan dengan gaya hidup. Status terkait dengan konsumsi barang
yang dihasilkan, sementara itu kelas terkait dengan produksi ekonomi Mereka yang menempati
kelas atas mempunyai gaya hidup berbeda dengan yang ada di bawah. Dalam hal ini, gaya
hidup, atau status, terkait dengan situasi kelas. Namun, kelas dan status tidak selalu terkait satu
sama lain.

Kekuasaan menurut Weber adalah kemampuan untuk memaksakan kehendak meskipun


sebenarnya mendapat tentangan atau tantangan dari orang lain Max Weber mengemukakan
beberapa bentak wewenang dalam hubungan manusia yang juga menyangkut hubungan
dengan kekuasaan. Menurut Weber, wewenang adalah kemampuan untuk mencapai tujuan
tujuan tertentu yang diterima secara formal oleh anggota-anggota masyarakat. Sedangkan
kekuasaan dikonsepsikan sebagai suatu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk
mempengaruhi orang lain tanpa menghubungkannya dengan penerimaan sosialnya yang
formal. Dengan kata lain, kekuasaan dalam pengertian yang luas adalah kemampuan untuk
mempengaruhi atau menentukan sikap orang lain sesuai dengan keinginan si pemilik
kekuasaan.

Weber membagi wewenang ke dalam tiga tipe berikut.

1. Ratonal-legal authority yakni bentuk wewenang yang berkembang dalam kehidupan


masyarakat modern. Wewenang ini dibangun atas legitimasi (keabsahan) yang menurut pihak
yang berkuasa merupakan haknya. Wewenang ini dimiliki oleh organisasi – organisasi. terutama
yang bersifat politis.

2 Traditional authority, yakni jenis wewenang yang berkembang dalam kehidupan. tradisional.
Wewenang ini diambil keabsahannya berdasar atas tradisi yang dianggap suci. Jenis wewenang
ini dapat dibagi dalam dua tipe, yakni patriarkhalisme dan patrimonialisme. Patriarkhalisme
adalah suatu jenis wewenang di mana kekuasaan didasarkan atas senioritas. Mereka yang lebih
tua atau senior dianggap secara tradisional memiliki kedudukan yang lebih tinggi. Berbeda
dengan patriarkhalisme. patrimonialisme adalah jenis wewenang yang mengharuskan seorang
pemimpin bekerjasama dengan kerabat kerabatnya atau dengan orang-orang terdekat yang
mempunyai loyalitas pribadi terhadapnya. Dalam patriarkhalisme dan patrimonialisme ini.
ikatan ikatan tradisional memegang peranan utama. Pemegang kekuasaan adalah mereka yang
dianggap mengetahui tradisi yang disucikan. Penunjukkan wewenang lebih didasarkan pada
hubungan hubungan yang bersifat personal/pribadi serta pada kesetiaan pribadi seseorang
kepada sang pemimpin yang terdahulu. Ciri khas dari kedua jenis wewenang ini adalah adanya
sistem norma yang diangap keramat yang tidak dapat diganggu gugat. Pelanggaran
terhadapnya akan menyebabkan bencana baik yang bersifat gaib maupun religious.

Contoh patriarkhalisme misalnya wewenang ayah, suami anggota tertua dalam rumah
tangga, anak tertua terhadap anggota yang lebih muda, kekuasaan pangeran atas pegawai
rumah atau istananya, kekuasaan bangsawan atas orang yang ditaklukannya.

Ciri khas dari wewenang baik patriarkhalisme maupun patrimonialisme adalah adanya
system norma yang dianggap keramat yang tidak dapat diganggu gugat. Pelanggaran atasnya
akan menyebabkan adanya bencana baik yang bersifat gaib maupun yang bersifat religious. Si
pemegang kekuasaan dari wewenang sedemikian ini dalam merumuskan keputusan
keputusannya adalah atas dasar pertimbangan pribadinya dan bukan atas dasar pertimbangan
fungsinya. Dalam pengertian ini wewenang tradisional sedemikian ini lebih bersifat irrasional.

3. Charismatic authority, yakni wewenang yang dimiliki seseorang karena kualitas yang luar
biasa yang dimilikinya. Dalam hal ini, kharismatik harus dipahami sebagai kualitas yang luar
biasa, tanpa memperhitungkan apakah kualitas itu sungguh sungguh ataukah hanyat
berdasarkan dugaan orang belaka. Dengan demikian, wewenang kharismatik adalah
penguasaan atas diri orang orang, baik secara predominan eksternal maupun secara
predominan internal, di mana pihak yang ditaklukkan menjadi tunduk dan patuh karena
kepercayaan pada kualitas luar biasa yang dimiliki orang tersebut. Wewenang kharismatik
dapat dimiliki oleh para dukun, para rasul, pemimpin suku, pemimpin partai, dan sebagainya.

C. Pemikiran Weber tentang Rasionalitas dan Tindakan Sosial.

Weber mendefinisikan rasionalitas, ia membedakan dua jenis rasionalitas-rasionalitas


sarana-tujuan dan rasionalitas nilai. Namun, konsep-konsep tersebut merejuk pada tipe
tindakan. Itu semua adalah dasar, namun tidak sama dengan pemahaman tentang rasionalisasi
skala-luas yang dikemukakan Weber. Weber tidak terlalu tertarik pada orientasi tindakan yang
terfragmentasi: perhatian pokoknya adalah keteraturan dan pola-pola tindakan dalam
peradaban. instistusi, organisasai, strata, kelas dan kelompok.

Tipe-tipe rasionalitas:

1. Tipe rasionalitas praktis, yang didefinisikan oleh Karl Berg sebagai "setiap jalan hidup yang
memandang dan menilai aktivitas-aktivitas duniawi dalam kaitannya dengan kepentingan
indidvidu yang murni, fragmatis dan egoistis" (1980: 1151). Tipe rasionalitas ini muncul seiring
dengan longgamya ikatan magi primitif, dan dian terdapat dalam setiap peradaban dan
melintasi sejarah: jadi, dia tidak terbatas pada barat (oksiden) modern.
2. Rasionalitas teoritis melibatkan upaya kognitif untuk menguasai realitas melalui konsep-
konsep yang makin abstrak dan bukannya melalui tindakan. Rasionalitas ini melibatkan proses
kognitif abstrak.

3. Rasionalitas substantif (seperti rasionalitas praktis, namun tidak seperti rasionalitas teoritis)
socam langsung menyusun tindakan-tindakan ke dalam sejumlah pola melalui kluster-kluster
nilai. Rasionalitas substantif melibatkan sarana untuk mencapai tujuan dalam konteks sistem
nilai. Suatu sitem nilai (secara sunstantif) tidak lebih rasional daripada sistem nilai lainnya. Jadi,
tipe rasioanalitas ini juga bersifat lintas peradaban dan lintas sejarah, selam ada postulat nilai
yang konsisten.

4. rasionalitas formal, yang melibatkan kalkulasi sarana-tujuan. Meskipun seluruh tipe.


rasionalitas lain juga bersifat lintas peradaban dan melampaui sejamh, rasionalitas formal
hanya muncul di Barat seiring dengan lahirnya industrialisasi.

Rasionalitas formal dan substantif. Rasionalitas formal dapat didefinisikan berdasarkan


enam ciri utama. Pertama, struktur dan institusi rasional formal menekankan kalkulabilitas.
Kedua, fokus pada efisiensi, pencarian cara terbaik untuk mencapai tujuan tertentu. Ketiga.
perhatian besar pada terjaminnya prediktibilitas. Keempat, sistem rasional formal secara
progresif mengurangi teknologi manusia dan pada akhimya menggantikan teknologi manusia
dengan teknologi nonmanusia. Kelima, sistem rasional formal berusaha melakukan kontrol atas
ketidakpastian. Akhirnya, sistem rasional cenderung mengandung serangkaian konsekuensi
irasional bagi orang yang terlibat didalamnya dan bagi sistem itu sendin, maupun bagi
masyarakat yang lebih luas. Rasionalitas formal beelawanan dengan semua tipe rasionalitas
lain, terutama bertentangan dengan rasionalitas substantif. Weber percaya bahwa konflik
antara kedua jenis rasionalitas tersebut memainkan peran penting dalam pemahaman terhadap
proses rasionalisasi di Barat.

Rasionalisasi dalam berbagai setting sosial. Ketika kita bergerak dari suatu setting ke
setting lainnya, seperti Weber. kadang-kadang kita memusatkan perhatian pada rasionalisasi
secara umum dan pada kesempatan lain memusatkan perhatian pada tipe rasionalisasi yang
khusus.

Beberapa masalah akan kita hadapi dalam menganalisa tindakan sosial menurut titik
pandangan ini. Para ahli filsafat sosial, pujangga, dan pengamat sosial lainnya berbeda secara
mendalam dalam memberikan prioritas pada pikiran, intelek. dan logika (kegiatan otak) atau
pada hati (seperti perasaan, sentimen. emosi) kalau menjelaskan perilaku manusia. Sejauh
mana perilaku manusia itu bersifat rasional? Tak seorangpun berbuat sesuatu tanpa pikiran.
tetapi pikiran mungkin hanya sekedar keinginan untuk menyatakan suatu perasaan, dan bukan
suatu perhitungan yang sadar atau logis. Kebanyakan kita heran mengapa kadang-kadang
pikiran kita tidak mampu membangkitkan motivasi atau mendorong kita untuk bertindak.
Kadang-kadang mungkin juga kita berpikir bahwa tindakan orang lain itu sama sekali tidak
masuk akal, hanya menjadi berarti apabila orang itu menjelaskan alasan bagi tindakan itu
mesipun kriteria yang kita gunakan untuk penilaian seperti itu mungkin agak longgar. Misalnya,
mungkin kelihatannya masuk akal bahwa seseorang membayar dengan sangat mahal sebuah
mobil hesar yang kurang cepat apabila kita mengetahui bahwa ada temannya yang mati ketika
mengendarai mobil kecil yang kurang bertenaga. Tetapi apabila orang-orang lalu memberikan
pembenaran-pembenaran seperti itu, kita sepertinya heran kalau pembenaran. seperti itu
sebenarnya merupakan rasionalisasi yang bersifat ex post facto tentang tindakan yang
diberikan dengan alasan-alasan yag sangat berbeda. Pareto, misalnya, melihat kebanyakan
tindakan itu bersifat nonlogis (muncul dari perasaan), dan yang lalu. dirasionalisasikan menurut
motif-motif yang dapat diterima secara sosial.

Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Weber tentang tindakan sosial. Menurut
Kamanto Sunarto yang dikutip dalam buku pengantar sosiologi, tindakan sosial menurut Max
Weber, "Tindakan sosial adalah tindakan manusia yang dapat mempengaruhi individu-individu
lainnya dalam masyarakat serta mempunyai maksud tertentu, suatu tindakan sosial adalah
tindakan yang dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain dan berorientasi pada
perilaku orang lain.

Max Weber membedakan tindakan sosial kedalam 4 kategori

1. Zweck Rational

Yaitu tindakan yang dilaksanakan setelah melalui tindakan matang mengenai tujuan dan
cara yang akan ditempuh untuk meraih tujuan itu. Jadi, Rasionalitas instrumental adalah
tindakan yang diarahkan secara rational untuk mencapai suatu tujuan tertentu dan diterapkan
dalam suatu situasi dengan suatu pluralitas cara-cara dan tujuan-tujuan dimana sipelaku bebas
memilih cara-caranya secara murni untuk keperluan efisiensi.

2. Wert Rational

Tindakan sosial jenis ini hampir serupa dengan kategori atau jenis tindakan sosial rasional
instrumental, hanya saja dalam werk rational tindakan-tindakan sosial ditentukan oleh
pertimbangan atas dasar keyakinan individu pada nilai-nilai estetis, etis dan keagamaan.
manakala cara-cara yang dipilih untuk keperluan efisiensi mereka karena tujuannya pasti yaitu
keunggulan.

3. Affectual Rational
Tindakan ini dilakukan seseorang berdasarkan perasaan yang dimilikinya, biasanya timbul
secara spontan karena mengalami suatu kejadian yang sebagian besar dikuasai oleh perasaan
atau emosi tanpa perhitungan dan pertimbangan yang matang.

4. Tradisional Rational

Tindakan sosial semacam ini bersifat rasional, namun sipelaku tidak lagi memperhitungkan
proses dan tujuannya terlebih dahulu, yang dijadikan pertimbangan adalah kondisi atau tradisi
yang sudah baku dan manakala baik itu cara-caranya dan tujuan-tujuannya adalah sekedar
kebiasaan.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

• Kelas

Kelas dalam pandangan Weber merupakan sekelompok orang yang menempati kedudukan
yang sama dalam proses produksi, distribusi maupun perdagangan. Pandangan Weber
melengkapi pandangan Marx yang menyatakan kelas hanya didasarkan pada penguasaan
modal, namun juga meliputi kesempatan dalam meraih keuntungan dalam pasar komoditas
dan

tenaga kerja. .

• Status

Status oleh Weber lebih ditekankan pada gaya hidup atau pola konsumsi. Namun demikian.
status juga dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti ras, usia dan agama. Sudah jadi semacam
patokan umum kalo suatu status dikaitkan dengan gaya hidup. Status terkait dengan konsumsi
barang yang dihasilkan, sementara itu kelas terkait dengan produksi ekonomi. Mereka yang
menempati kelas atas mempunyai gaya hidup berbeda dengan yang ada di bawah.

• Kekuasaan

Kekuasaan dikonsepsikan sebagai suatu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk


mempengaruhi orang lain tanpa menghubungkannya dengan penerimaan sosialnya yang
formal. Dengan kata lain, kekuasaan dalam pengertian yang luas adalah kemampuan untuk
mempengaruhi atau menentukan sikap orang lain sesuai dengan keinginan si pemilik
kekuasaan.

• Pemikiran Wcher tentang Rasionalitas dan Tindakan Sosial

Weber mendefinisikan rasionalitas, ia membedakan dua jenis rasionalitas rasionalitas


sarana-tujuan dan rasionalitas nilai. Namun, konsep-konsep tersebut merejuk pada tipe
tindakan. Itu semua adalah dasar, namun tidak sama dengan pemahaman tentang rasionalisasi
skala-luas yang dikemukakan Weber. Weber tidak terlalu tertarik pada orientasi tindakan yang
terfragmentasi: perhatian pokoknya adalah keteraturan dan pola-pola tindakan dalam
peradaban, instistusi, organisasai, strata, kelas dan kelompok.

Tipe-tipe rasionalitas:

1. Rasionalitas praktis

2. Rasionalitas teoritis

3. Rasionalitas substantive

4. Rasionalitas formal

Menurut Max Weber tindakan sosial adalah tindakan manusia yang dapat mempengaruhi
individu-individu lainnya dalam masyarakat serta mempunyai maksud tertentu, suatu tindakan
sosial adalah tindakan yang dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain dan
berorientasi pada perilaku orang lain.

Max Weber membedakan tindakan sosial kedalam 4 kategori:

1. Zwerk Rational yaitu tindakan yang dilaksanakan setelah melalui tindakan matang mengenai
tujuan dan cara yang akan ditempuh untuk meraih tujuan itu.
2 Wert Rational yaitu tindakan-tindakan sosial ditentukan oleh pertimbangan atas dasar
keyakinan individu pada nilai-nilai estetis, etis dan keagamaan, manakala cara-cara yang dipilih
untuk keperluan efisiensi mereka karena tujuannya pasti yaitu keunggulan.

3. Tindakan afektif yaitu tindakan ini terjadi dibawah pengaruh keadaan emosional seseorang.

4. Tindakan sosial yang bersifat Tradisional yaitu tindakan yang dilakukan dibawah pengaruh
adat dan kebiasaan. Hal tersebut dilakukan secara sadar dan berdasarkan pada tindakan yang
tradisional, bahkan tindakan tersebut mengandung nilai subjektif dan tidak dapat dipahami.

DAFTAR PUSTAKA

Ritzer, George dan Douglas J Goodman, 2009. "Teori Sosiologi". Yogyakarta: Kreasi Wacana

Ritzer, G. 1992. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Terjemahan Alimandan.


Jakarta Rajawali.

Budiarjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar limu Politik. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai