Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS FEBRUARI 2023

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT

DISUSUN OLEH:

Frilasty C.T Tampubolon

N 111 20 003

PEMBIMBING KLINIK

Dr. dr. Sumarni, M.Kes, Sp.GK

dr. Rika Aprianti

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

KEDOKTERAN KOMUNITAS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

2023
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa mahasiswa yang


bersangkutan sebagai berikut:

Nama : Frilasty C.T Tampubolon


No. Stambuk : N 111 20 003
Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Profesi Dokter
Universitas : Tadulako
Judul Laporan Kasus : Infeksi Saluran Pernapasan Akut
Bagian : Ilmu Kesehatan Masyarakat

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu
Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran
Universitas Tadulako.

Mengetahui,

Palu, Februari 2023


Pembimbing Pembimbing Lapangan

Dr. dr. Sumarni, M.Kes, Sp.GK dr. Rika Aprianti

Dokter Muda

Frilasty C.T Tampubolon, S.Ked

ii
DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN JUDUL............................................................................................

HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................

DAFTAR ISI........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1

1.1 Latar Belakang..................................................................................1

1.2 Tujuan................................................................................................2

BAB II IDENTIFIKASI MASALAH...............................................................4

2.1 Penentuan Proritas Kasus menggunakan Rumus Hanlon.................4

2.2 Identitas Pasien..................................................................................6

2.3 Anamnesis.........................................................................................7

2.4 Pemeriksaan Fisik.............................................................................10

2.5 Pemeriksaan Penunjang.....................................................................10

2.6 Diagnosis...........................................................................................11

2.7 Penatalaksanaan................................................................................11

2.8 Identifikasi Masalah..........................................................................11

BAB III PEMBAHASAN....................................................................................12

BAB IV PENUTUP..............................................................................................22

I. Kesimpulan..........................................................................................22

II. Saran...................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................iv

LAMPIRAN.........................................................................................................vi

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah infeksi akut yang
menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai hidung
sampai alveoli termasuk adneksanya (sinus, rongga telinga tengah, pleura).
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO),
ISPA merupakan penyakit saluran pernapasan akut yang disebabkan oleh
agen infeksius yang menimbulkan gejala dalam waktu beberapa jam sampai
beberapa hari. Penyakit ini umumnya ditularkan melalui droplet, namun
berkontak dengan tangan atau permukaan yang terkontaminasi juga dapat
menularkan penyakit ini. Berdasarkan lokasi infeksi, ISPA dibedakan
menjadi ISPA atas dan ISPA bawah. Kematian akibat ISPA terjadi jika
penyakit telah mencapai derajat ISPA yang berat, karena infeksi telah
menyerang paru-paru. Kondisi ISPA ringan dengan flu dan batuk biasa
sering diabaikan, akibatnya jika daya tahan tubuh anak lemah penyakit
tersebut akan cepat menyebar ke paru-paru. Kondisi demikian jika tidak
mendapatkan perawatan dan pengobatan yang baik dapan menyebabkan
kematian.1
ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi di masyarakat.
Terdapat 156 juta episode baru kejadian ISPA di dunia per tahun dimana
151 juta episode (96,7%) terjadi di negara berkembang. ISPA lebih sering
terjadi pada anak-anak, dengan insiden menurut kelompok umur balita
diperkirakan 0,29 episode per anak per tahun di negara berkembang dan
0,05 episode per anak per tahun di negara maju.1
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) masih menjadi masalah
kesehatan utama di Indonesia. Berdasarkan hasil laporan Riset Kesehatan
Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2007, prevalensi ISPA di Indonesia sekitar
255 per 10.000 anak dengan prevalensi tertinggi terjadi pada bayi dua tahun
(>350 per 10.000 anak). Prevalensi ISPA di Indonesia pada tahun 2013

1
adalah 250 per 10.000 anak. Prevalensi ISPA yang tertinggi terjadi pada
kelompok

1
umur 1-4 tahun sebesar 258 per 10.000 anak dan <1 tahun sebesar 220 per
10.000 anak (Riskesdas, 2013). ISPA mengakibatkan sekitar 20% - 30%
kematian pada balita (Depkes RI, 2010).2,3

Tabel 1.1 Gambaran 10 Penyakit Rawat Jalan Terbanyak Untuk Puskesmas


Biromaru Tahun 2021.4
No Jenis Penyakit Jumlah
Pasien
1 ISPA 1.179
2 Diabetes Mellitus 511
3 Gastritis 502
4 Hipertensi 393
5 Penyakit Kulit Alergi 289
6 Penyakit pada sistem otot dan jaringan (myalgia) 260
7 Febris 223
8 Diare 166

9 Penyakit dan kelainan susunan syaraf 118

10 Penyakit jantung 99

Dari tabel di atas terlihat bahwa ISPA berada diurutan pertama dari
sepuluh besar penyakit yang didapatkan di wilayah kerja Puskesmas Biromaru
tahun 2021. Oleh karena itu, berikut akan dilakukan pembahasan refleksi kasus
mengenai ISPA yang termasuk dalam sepuluh penyakit terbanyak di wilayah
kerja Puskesmas Biromaru tahun 2021.4

1.2. Tujuan.
1. Sebagai gambaran untuk mengetahui beberapa faktor resiko penyakit
ISPA diwilayah kerja Puskesmas Biromaru

2
2. Sebagai pemenuhan syarat menyelesaikan tugas akhir bagian
kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat

3
BAB II
IDENTIFIKASI MASALAH

2.1 Penentuan Prioritas Kasus Menggunakan Rumus Hanlon Kuantitatif

Tabel 2. Prioritas masalah di Puskesmas Biromaru


No Masalaah Besar Kegawat Kemungkinan Nilai
kesehatan masalah Daruratan Diatasi
1 ISPA 4 3 4 11
2 DM 3 3 3 9
3 Gastritis 3 3 4 10
4 Hipertensi 2 3 3 8
5 Peny. Kulit 2 2 3 7
Alergi

Dilihat dari tabel diatas masalah yang menjadi prioritas pada


puskesmas Biromaru adalah ISPA, Diabetes Melitus, Gastritis

KRITERIA A : Besar masalah, dapat dilihat dari besarnya insidensi atau


prevalensi. Skor 1-10

Masalah Kesehatan Besar masalah Nilai


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
X (ISPA) ✓ 10
Y (Diabetes Mellitus) ✓ 7
Z (Gastritis) ✓ 6

Keterangan total skor :


Nilai 1-4: insidensi kurang
Nilai 5-7: insidensi sedang
Nilai 8-10: insidensi sangat banyak

4
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan penyakit dengan insidensi
terbanyak adalah ISPA.

KRITERIA B : Kegawatan masalah (SKOR 1-5)

Masalah Biaya yang


Keganasan Tingkat urgency Nilai
Kesehatan dikeluarkan
X (ISPA) 2 4 2 8
Y (Diabetes 2 3 4 9
Melitus)
Z (Gastritis) 2 3 2 7

Keterangan skor :
Nilai 1-4 : tidak gawat
Nilai 5-7 : tidak terlalu gawat (sedang)
Nilai 8-10 : gawat

KRITERIA C : Kemudahan dalam penanggulangan

Sangat sulit Y X Z sangat mudah

1 2 3 4 5

Keterangan : semakin kecil skor, maka penanggulangan masalah semakin sulit

KRITERIA D : PEARL factor

Masalah Hasil
P E A R L
Kesehatan perkalian
X 1 1 1 1 1 1
Y 1 1 1 1 1 1
Z 1 1 1 1 1 1

5
P : Prioriety (kesesuaian)
E : Economics (ekonomi murah)
A : Accetable (dapat diterima)
R : Recoursces (tersedianya sumber)
L : Legality (legalitas terjamin)

PENETAPAN NILAI

 ISPA
Nilai Prioritas Dasar : (A + B) C = (10 + 8) 3 = 30 + 24 = 54
Nilai Prioritas Total : (A + B) C x D = (10 + 8) 3 x 1 = 54
 Diabetes Melitus
Nilai Prioritas Dasar : (A + B) C = (7 + 9) 2 = 14 + 18 = 32
Nilai Prioritas Total : (A + B) C x D = (7 + 9) 2 x 1 = 32
 Gastritis
Nilai Prioritas Dasar : (A + B) C = (6 + 7) 4 = 24 + 28 = 52
Nilai Prioritas Total : (A + B) C x D = (6 + 7) 4 x 1 = 52

Dari rumus Hanlon ini, dapat disimpulkan bahwa yang menjadi prioritas di
Puskesmas Biromaru pada prioritas ke-1 yaitu ISPA, prioritas ke-2 Gastritis dan
prioritas ke-3 Diabetes Mellitus.

2.2. IDENTITAS PASIEN


Nama Pasien : An. Z
Umur : 10 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Siswi
Pendidikan terakhir :-
Alamat : Desa Mpanau
Agama : Islam
Waktu pemeriksaan : Selasa, 14 Februari 2023

6
2.3. ANAMNESIS
a. Keluhan utama:
Batuk

b. Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien perempuan usia 10 tahun diantar orangtuanya ke
poliklinik MTBS Puskesmas Biromaru dengan keluhan batuk yang
dialami sejak ± 3 hari yang lalu. Batuk yang dialami berlendir berwarna
kehijauan. Keluhan disertai dengan demam naik turun, naik terutama
saat pagi hari, bersin-bersin dan pilek dengan lendir encer berwarna
bening dan selalu mengalir keluar yang dialami sejak 3 hari yang lalu.
Pasien juga mengalami sakit kepala dan penurunan nafsu makan, Tidak
ada keluhan sesak, mual, muntah, dan mencret. BAK dan BAB normal.

c. Riwayat Pengobatan
Pasien sebelumnya pernah berobat di Puskesmas Biromaru pada tahun
2019 dengan keluhan serupa, dan juga dirawat di IGD Puskesmas
Biromaru dengan keluhan yang sama pada tanggal 21/9/2022.

d. Riwayat Penyakit Sebelumnya:


Pasien sudah berulang kali dirawat dengan keluhan serupa dan
didiagnosis dengan ISPA dan Tonsilitis dan telah disarankan untuk
dilakukan operasi pengangkatan tonsil namun hingga saat ini tidak
dilakukan karena terkendala biaya dan juga takut jika ada efek samping
berbahaya yang timbul setelah operasi.

e. Riwayat Penyakit Keluarga :


Adik pasien memiliki keluhan yang sama dengan pasien 2 minggu yang
lalu namun sekarang sudah sembuh. Tidak ada riwayat penyakit asma
pada keluarga pasien.

7
f. Riwayat Sosial, Ekonomi dan Lingkungan:
1) Pasien tinggal serumah bersama kedua orang tua, adik, dan tantenya
2) Ayah pasien bekerja sebagai Satpam dan ibu pasien bekerja sebagai
tukang jahit dengan gaji perbulan kurang dari 2 juta rupiah.
Pendidikan terakhir orang tua pasien adalah SMA.
3) Pasien dan keluarga berobat dengan Kartu Sigi Masagena.
4) Rumah tinggal pasien terdiri dari satu ruang tamu, satu ruang
keluarga, dua kamar tidur, satu ruang makan, satu dapur dan satu
kamar mandi. Luas rumah pasien ± 8 x 18 m . Jarak rumah pasien
dengan rumah tetangga cukup dekat sekitar 2-3 meter. Terdapat
jendela di ruang tamu, dan kamar namun jarang dibuka. Rumah pasien
memiliki ventilasi dan memiliki langit-langit. Lantai rumah bagian
ruang tamu terbuat dari keramik dan bagian ruang tengah, kamar dan
dapur terbuat dari semen kasar, dinding rumah terbuat dari dinding
bata dan sudah disemen halus, namun pada area dapur masih terbuat
dari papan kayu. Kondisi rumah pasien bagian ruang tamu bersih,
pada bagian ruang keluarga, kamar tidur, dapur juga bersih. Pasien
tidur bertiga dengan adik dan juga tantenya. Halaman rumah sedikit
berdebu karena banyak timbunan pasir. Sampah rumah tangga
dikumpulkan di plastik dan jika sudah menumpuk akan dibakar di
sekitar rumah. Pencahayaan alamiah dari sinar matahari cukup pada
beberapa ruangan, Sumber listrik berasal dari PLN.
5) Rumah pasien memiliki kamar mandi sendiri, sehingga untuk aktivitas
mandi penghuni rumah menggunakan kamar mandi di rumah. Kamar
mandi yang digunakan disertai atap dan berdinding semen yang sudah
diberikan semen halus, menggunakan bak air sebagai tempat
penampungan air serta tidak tertutup, disertai pula jamban jongkok di
dalamnya untuk aktivitas BAB/BAK. Lantai kamar mandi dilapisi
dengan semen. Adapun aliran air limbah pembuangan dari kamar
mandi langsung mengalir ke pipa pembuangan limbah.

8
6) Pasien makan teratur 2-3 kali dalam sehari, namun pasien diketahui
mempunyai nafsu makan yang buruk dan lebih sering makan makanan
ringan dan membeli jajanan dari kantin sekolahnya. Pasien makan di
rumah dengan masakan di rumah yaitu nasi, sayur-mayur, lauk pauk
berupa tahu, tempe, dan terkadang telur maupun ikan. Pasien
mengatakan bahwa ia senang minum susu coklat, namun ibu pasien
tidak selalu bisa menyediakan susu karena harganya yang mahal.
7) Pasien dan keluarganya mendapatkan air dari sumber air dari
perpipaan. Ibu pasien mengaku selalu memasak air hingga mendidih
menggunakan kompor gas sederhana untuk keperluan konsumsi
rumah tangga. Penggunaan air yang di masak, habis dalam 1-2 hari
8) Ayah pasien merupakan perokok aktif. Mereka sering merokok di
halaman rumah dan terkadang di ruang keluarga maupun ruang tamu.
Dalam sehari ayah pasien dapat menghabiskan 1 bungkus rokok.
9) Ibu pasien sehari-hari memasak dengan menggunakan kompor gas,
namun tetangga pasien sering memasak dengan menggunakan kayu
bakar, dimana asap yang ditimbulkan terkadang masuk ke dalam
rumah pasien melalui ventilasi dapur.

g. Riwayat kehamilan dan persalinan


Riwayat antenatal
Ibu rutin melakukan pemeriksaan selama kehamilan. Ibu melakukan
pemeriksaan kandungan sebanyak 3 kali selama kehamilan. Selama
hamil, ibu tidak pernah sakit.

Riwayat natal
Pasien lahir cukup bulan, lahir di klinik bersalin dibantu oleh bidan.
Berat badan lahir pasien 2900 gram.

Riwayat neonatal
Tidak ada kelainan

9
h. Riwayat imunisasi
Pasien mendapatkan semua imunisasi dasar.
i. Riwayat ASI Eksklusif
Pasien hanya diberi ASI selama seminggu setelah kelahiran.

2.4. PEMERIKSAAN FISIK


Kondisi Umum : Sakit sedang Berat Badan : 29,8kg
Tingkat Kesadaran : Composmentis Tinggi Badan : 130cm
IMT : Berat badan kurang

Tanda Vital

Nadi : 98x/m
Pernapasan : 23x/m
Suhu : 38 o C

Head to Toe

Kepala : Normocephal
Mata : Anemis (-/-), Ikterik (-/-)
Mulut : Bibir kering (-), stomatitis (-)
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Sekret (+) warna bening
Tenggorokan : Tonsil T3/T3, hiperemis (-), detritus (-)
Leher : Tidak teraba pembesaran KGB
Thoraks : Paru: Rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung: dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
Ekstremitas : Hangat dan tidak ada edema

2.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

10
Swab antigen SARS-CoV2 : Non reaktif

10
2.6. DIAGNOSIS
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) derajat ringan

2.7. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
GG 3 x 1 pulv selama 3 hari
CTM
Salbutamol
Amoxicilin Syr 3x1 cth
Paracetamol syr 3x1 cth

Non medikamentosa
Edukasi :
1. Menganjurkan orang tua untuk menjaga kebersihan rumah
2. Memberikan makanan gizi seimbang untuk membantu meningkatkan
tumbuh kembang dan daya tahan tubuh anak.
3. Menganjurkan pasien untuk istirahat yang cukup.
4. Menganjurkan orang tua dan keluarga yang lain untuk berhenti merokok,
jika sulit sebaiknya merokok di luar rumah dan jauh dari jangkauan anak.
5. Menganjurkan orang tua untuk membuang sampah ditempat pembuangan
sampah umum, tidak membakar sampah di depan rumah.
6. Ibu harus datang kontrol 2 hari berikutnya atau datang secepatnya jika
keluhan pasien semakin memberat.

2.8 IDENTIFIKASI MASALAH


1. Bagaimana masalah ISPA di wilayah kerja Puskesmas Biromaru?
2. Faktor risiko apa saja yang mempengaruhi masalah ISPA di wilayah kerja
Puskesmas Biromaru?
3. Bagaimana pelaksanaan program puskesmas terkait ISPA di wilayah kerja
Puskesmas Biromaru?

11
BAB III
PEMBAHASAN

Aspek Klinis
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah suatu penyakit pernapasan
akut yang ditandai dengan gejala batuk, pilek, serak, demam dan mengeluarkan
sekret yang berlangsung sampai dengan 14 hari. ISPA adalah penyakit infeksi
yang menyerang salah satu atau lebih bagian dari saluran pernapasan, mulai dari
hidung hingga alveoli termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga
tengah dan pleura yang disebabkan oleh masuknya kuman (bakteri maupun virus)
ke dalam rongga saluran pernapasan.5,6
ISPA dapat disebabkan oleh infeksi virus atau jamur. Gejala yang dapat
ditimbulkan berupa:5
a. Batuk terjadi karena produksi mucus meningkat, sehingga terakumulasi pada
trakea yang kemudian menimbulkan batuk. Batuk juga dapat terjadi karena
iritasi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (nonproduktif)
kemudian setelah timbul peradangan menghasilkan sputum (produktif).
b. Kesulitan bernapas akibat terakumulasi mucus di trakea akan mengakibatkan
saluran napas tersumbat.
c. Sakit tenggorokan terjadi akibat iritasi jalan nafas sehingga pembengkakan akan
merangsang ujung dendrit oleh nervus untuk menstimulasi pelepasan
kemoreseptor yaitu breadikinin dan serotonin sehingga terjadi perangsangan
nyeri pada tenggorokan.
d. Demam terjadi karena adanya infeksi jalan nafas, hal ini sebagai mekanisme
pertahanan tubuh dalam melawan mikroorganisme yang masuk.

WHO telah merekomendasikan pembagian ISPA menurut derajat


keparahannya. Pembagian ini dibuat berdasarkan gejala-gejala klinis yang timbul
dan telah ditetapkan dalam lokakarya Nasional II ISPA. Adapun pembagiannya
sebagai berikut:5

12
a. ISPA derajat ringan
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih
gejala-gejala berikut:
1. Batuk
2. Serak, yaitu anak bersuara parau saat mengeluarkan suara
3. Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau secret dari hidung
4. Panas tau demam, suhu tubuh lebih dari 37 oC atau jika dahi anak diraba
dengan punggung tangan terasa panas
b. ISPA derajat sedang
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA derajat sedang jika dijumpai gejala
ISPA derajat ringan disertai gejala-gejala berikut:
1. Pernapasan > 50x/menit pada anak beruur < 1 tahun atay > 40x/menit pada
anak berumur 1 tahun atau lebih
2. Suhu tubuh lebih dari 39oC
3. Tenggorokan berwarna merah
4. Tumbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak
5. Pernapasan berbunyi seperti mendengkur
c. ISPA derajat berat
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA derajat berat jika dijumpai gejala
ISPA derajat ringan disertai gejala-gejala berikut:
a. Bibir atau kulit membiru
b. Lubang hidung kembang kempis pada waktu bernapas
c. Kesadaran menurun
d. Pernapasan berbunyi dan anak tampak gelisah
e. Sela iga tertarik kedalam pada waktu bernapas
f. Nadi cepat, >160x/menit atau tidak teraba
g. Tenggorokan berwarna merah
Pada kasus ini, pasien anak perempuan usia 10 tahun datang ke Poli
MTBS Puskesmas Biromaru diantar oleh ibunya dengan keluhan batuk yang
dialami sejak ± 3 hari yang lalu. Batuk yang dialami berlendir berwarna

13
kehijauan. Keluhan disertai dengan demam naik turun, naik terutama saat pagi
hari, bersin-bersin dan

13
pilek dengan lendir encer berwarna bening dan selalu mengalir keluar yang
dialami sejak 3 hari yang lalu.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang, kesadaran
compos mentis, status gizi berat badan kurang, tanda-tanda vital nadi 98x/menit,
suhu 38oC, pernapasan 23x/menit. Pada pemeriksaan kepala didapatkan pada
hidung terdapat secret encer berwarna bening dan pada mulut didapatkan tonsil
ukuran T3-T3, tidak ada kemerahan dan detritus. Pada pemeriksaan thorax tidak
didapatkan adanya kelainan. Tidak ada kelainan pada abdomen dan ekstremitas.
Sehingga dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien didiagnosis dengan ISPA
derajat ringan. Pada pasien diberikan terapi simptomatik berupa analgesic-
antipiretik untuk mengobati gejala demam (Paracetamol) dan puyer batuk untuk
batuk berlendir.

Aspek Ilmu Kesehatan Masyarakat


Suatu penyakit dapat terjadi oleh karena adanya ketidakseimbangan faktor -
faktor utama yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Paradigma
hidup sehat yang diperkenalkan oleh H. L. Bloom mencakup 4 faktor yaitu :
1. Faktor genetik (keturunan)
2. Perilaku (gaya hidup) individu atau masyarakat
3. Faktor lingkungan (sosial ekonomi, fisik, politik)
4. Faktor pelayanan kesehatan (jenis, cakupan dan kualitasnya).7,8
Namun yang paling berperan dalam terjadinya ISPA adalah faktor perilaku,
lingkungan serta pelayanan kesehatan.

1. Faktor Perilaku
Faktor perilaku yang dapat diidentifikasi dalam kasus ini adalah:
a. Keberadaan Perokok
Faktor perilaku yang dapat diambil dari kasus ini adalah ayah
pasien merupakan perokok aktif dan terkadang merokok didekat pasien
dan adiknya. Adik kandung pasien juga mengalami keluhan serupa
beberapa

14
minggu yang lalu dan ditambah keduanya selalu tidur di kamar yang
sama, sehingga kemungkinan risiko penularan dari adik ke pasien bisa
terjadi.
Asap rokok mengandung bahan-bahan berbahaya yang apabila
dihirup dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan. Sulfur
dioksida, ammonia dan formaldehid yang terdapat pada asap rokok dapat
menyebabkan infeksi saluran napas pada anak-anak.9
ISPA merupakan penyakit yang tergolong ke dalam Air Borne
Disease. Penularannya dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar
bibit penyakit dan masuk kedalam tubuh melalui saluran pernafasan.
Penularan melalui udara terjadi tanpa kontak dengan penderita maupun
dengan benda terkontaminasi. Namun, pada kenyataannya sebagian besar
penularan melalui udara dapat juga menular melalui kontak langsung
dengan penderita yang mengidap penyakit ISPA.10

b. Riwayat pemberian ASI Eksklusif dan Nutrisi


Dari pemaparan ibunya, pasien tidak mendapatkan ASI eksklusif
saat bayi. Pasien hanya mendapatkan ASI selama 1 minggu. Setelah itu
pasien hanya diberikan susu formula. Selain itu, hingga saat ini pasien
memiliki kebiasaan makan yang buruk. Pasien memiliki nafsu makan
yang kurang dan lebih sering mengonsumsi jajanan di sekolahnya serta
makanan ringan. Keluarga pasien selalu menyediakan makanan yang
bergizi yang diolah sendiri di rumah seperti nasi, sayur dan lauk pauk
seperti ikan, tahu tempe dan telur namun pasien mengaku tidak begitu
suka untuk makan makanan rumah. Pasien mengatakan ia sebenarnya
senang meminum susu coklat namun ibu pasien tidak selalu bisa
menyediakan susu tersebut karena harganya yang mahal. Karena itu, saat
dilakukan pemeriksaan, pasien tergolong dalam kategori berat badan
kurang.
Air Susu Ibu (ASI) adalah cairan air susu hasil sekresi dari
payudara setelah ibu melahirkan. ASI merupakan makanan yang fleksibel

15
dan mudah didapat, siap diminum tanpa persiapan khusus dengan
temperatur yang sesuai dengan bayi, susunya bebas dari kontaminasi
bakteri sehingga

15
mengurangi resiko gangguan gastrointestinal. Selain itu, ASI memiliki
kandungan zat gizi yang lengkap dan sempurna untuk keperluan bayi
yang tidak dimiliki oleh susu lainnya seperti kolostrum. Kolostrum
adalah cairan yang disekresikan oleh payudara di hari-hari pertama
kelahiran bayi, kolostrum lebih kental berwarna kekuning-kuningan.
Kolostrum juga mengandung zat gizi yang pas untuk bayi antara lain
protein 8,5%, lemak 2,5% , karbohidrat 3,5%, garam dan mineral 0,4%,
air 85,1% dan imunoglobulin serta kandungan imunoglobulin lebih tinggi
jika dibandingkan dengan ASI matur.11
Sekresi kolostrum hanya berlangsung sekitar 5 hari, diakibatkan
oleh hilangnya estrogen dan progesteron oleh plasenta yang tiba-tiba
menyebabkan laktogenik prolaktin memegang peranan dalam
memproduksi air susu. Kemudian, kelenjar payudara mulai progresif
menyekresikan air susu dalam jumlah yang besar. ASI masa transisi
terjadi pada hari ke-4 sampai hari ke-10, dimana pengeluaran ASI oleh
payudara sudah mulai stabil. Pada masa ini, terjadi peningkatan hidrat
arang dan volume ASI, serta adanya penurunan komposisi protein. ASI
matur disekresi dari hari ke-10 sampai seterusnya. Kadar karbohidrat
dalam kolostrum tidak terlalu tinggi, tetapi jumlahnya meningkat
terutama laktosa pada ASI transisi. Komponen laktosa (karbohidrat)
adalah kandungan utama dalam ASI sebagai sumber energi untuk otak.
Konsentrasi laktosa pada air susu manusia kira-kira 50% lebih banyak
jika dibandingkan dengan kadar laktosa dalam susu sapi.11
ASI sangat penting diberikan pada bayi pada awal pertumbuhan
bayi karena penting untuk pertumbuhan fisik yang maksimal, serta dapat
meningkatkan daya tahan tubuh. ASI melengkapi pertahanan tubuh
bawaan lahir pada bayi, salah satunya dengan bantuan immunoglobulin
dalam kolostrum.12
Malnutrisi merupakan penyebab utama dari timbulnya infeksi. Hal
ini dikarenakan sel mediator imun, sistem komplenen dan sekretor Ig A

16
mengalami penurunan jumlah pada kasus malnutrisi. Hal tersebut
dapat

16
membuat sistem imun humoral menjadi rentan dan menyebabkan
terjadinya gangguan regenerasi epitel pada saluran pernapasan. Kelenjar
timus dan tonsil akan menjadi atrofi sehingga jumlah dari limfosit T
berkurang secara bertahap, dan proses infeksi akan terus berlanjut dengan
mudah.13

Masalah kesehatan sangat berkaitan dengan status sosial ekonomi,


dimana status sosial ekonomi tinggi akan berbeda perlakuan pemenuhan
kebutuhan anggota keluarganya dibandingkan dengan status sosial
ekonomi rendah sehingga masalah-masalah kesehatan yang terjadi pada
keluarga akan tanggap dihadapi. Keluarga dari kelompok sosial ekonomi
rendah mungkin kurang memiliki pengetahuan atau sumberdaya yang
diperlukan untuk memberikan lingkungan yang sehat dan kaya nutrisi
yang dapat membantu perkembangan optimal anak, sehingga mendorong
peningkatan jumlah anak yang rentan terhadap serangan berbagai
penyakit menular termasuk ISPA.14

c. Pembuangan Sampah

Keluarga pasien sering mengumpulkan sampah dalam rumah


dengan menggunakan kantong plastik dan setelah penuh sampah tersebut
dibuang di halaman sekitar rumah untuk dibakar sehingga asap yang
ditimbulkan sering masuk ke dalam rumah terutama ruang tamu dan
ruang keluarga. Hal tersebut juga dilakukan oleh sebagian besar
masyarakat di lingkungan tempat tinggal pasien.
Pembuangan sampah adalah kegiatan menyingkirkan sampah
dengan metode tertentu dengan tujuan agar sampah tidak lagi
mengganggu kesehatan lingkungan atau kesehatan masyarakat. Ada dua
istilah yang harus dibedakan dalam lingkup pembuangan sampah solid
waste (pembuangan sampah saja) dan final disposal (pembuangan akhir).
Pembuangan sampah yang berada di tingkat pemukiman yang perlu
diperhatikan adalah:15

17
a. Penyimpanan setempat (onsite storage)
Penyimpanan sampah setempat harus menjamin tidak
bersarangnya tikus, lalat dan binatang pengganggu lainnya serta tidak
menimbulkan bau. Oleh karena itu persyaratan kontainer sampah
harus mendapatkan perhatian.
b. Pengumpulan sampah
Terjaminnya kebersihan lingkungan pemukiman dari sampah
juga tergantung pada pengumpulan sampah yang diselenggarakan oleh
pihak pemerintah atau oleh pengurus kampung atau pihak pengelola
apabila dikelola oleh suatu real estate misalnya. Keberlanjutan dan
keteraturan pengambilan sampah ke tempat pengumpulan merupakan
jaminan bagi kebersihan lingkungan pemukiman.

2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang dapat diidentifikasi dalam kasus ini adalah:

1. Kondisi Fisik Rumah


Faktor lingkungan pertama yang dapat diambil dari kasus ini adalah
keadaan rumah yang belum sesuai dengan kriteria rumah sehat. Rumah
tersebut memiliki ventilasi dan jendela namun jendela jarang dibuka
sehingga sirkulasi dalam rumah tidak baik. Kondisi dinding rumah sudah
terbuat dari dinding bata, namun bagian dapur masih terbuat dari papan
kayu sehingga saat malam hari terutama saat hujan keadaan di dalam
rumah terasa lembab. Di halaman rumah juga terdapat tumpukan pasir
sehingga saat cuaca panas sangat berdebu.
Kondisi dinding rumah yang terbuat dari kayu, tripleks, papan dan
bamboo lebih berisiko menyebabkan infeksi saluran napas dibandingkan
dinding rumah yang terbuat dari batu atau tembok. Hal ini dikarenakan
dinding rumah yang terbuat dari kayu dapat menyebabkan suhu rumah
panas pada siang hari dan sangat dingin pada malam hari, sehingga

18
kelembaban pada rumah tersebut dapat dikatakan tidak memenuhi
syarat.16

18
Pencemaran lingkungan seperti asap yang berasal dari sarana
transportasi dan polusi udara dalam rumah merupakan ancaman
kesehatan terutama ISPA. Perubahan iklim terutama suhu, kelembaban
dan curah hujan merupakan beban ganda dalam pemberantasan penyakit
ISPA, oleh karena itu upaya untuk tercapainya tujuan pemberantasan
penyakit ISPA ialah dengan memperhatikan atau menanggulangi faktor
risiko lingkungan.17

2. Kepadatan hunian

Pasien diketahui tidur di satu kamar yang sama dengan adik dan
tantenya, sehingga kemungkinan penularan penyakit mudah terjadi.
Hunian yang padat dapat menyebabkan penyebaran penyakit pada
penghuni di dalam rumah tersebut cepat terjadi. Penelitian Suryani
(2018) menjelaskan bahwa anak yang tinggal di rumah dengan luas
kamar yang kurang dari 8 m3 yang dihuni lebih dari 2 orang berisiko 2,94
kali lebih besar terkena infeksi saluran napas dibandingkan dengan balita
yang tinggal di rumah dengan kamar ukuran kurang dari 8 m3 yang
dihuni tidak lebih dari 2 orang.9

3. Faktor Pelayanan Kesehatan


Puskesmas sebagai pelayanan kesehatan primer memiliki tugas
diantaranya promotif dan preventif terhadap suatu penyakit. Salah satu
sumber pengetahuan masyarakat tentang suatu penyakit didapatkan melalui
upaya promosi kesehatan oleh tenaga kesehatan yang mana diharapkan
dengan adanya upaya tersebut masyarakat dapat mengetahui dan melakukan
tindakan pencegahan terhadap suatu penyakit, dengan tujuan menyadarkan
masyarakat akan pentingnya kesehatan dan mencegah terjadinya morbiditas.
Faktor pelayanan kesehatan yang dapat diambil dari kasus ini adalah
masih kurang efektifnya promosi kesehatan seperti sosialisasi mengenai
penyakit ISPA dan kebutuhan nutrisi anak. Hal ini dibuktikan dengan

19
pengakuan ibu pasien bahwa ia tidak begitu mengetahui tentang apa itu
ISPA

19
dan tidak mengetahui apa saja faktor yang dapat menyebabkan ISPA meski
anaknya sudah berulang kali dirawar dengan keluhan yang sama. Ibu pasien
mengaku ia selalu membawa anaknya ke Puskesmas bila sakit namun jika
hanya batuk dan flu dianggap sebagai penyakit yang tidak berbahaya.
Suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan serta
gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin akan menjadi berat
dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan
mungkin meninggal. Oleh karena itu, keluarga perlu mengetahui serta
mengamati tanda atau keluhan secara dini dan kapan mencari pertolongan
dan rujukan sistem pelayanan kesehatan agar dapat mencegah keadaan
penyakit tidak menjadi berat. Sehingga, peranan pelayanan kesehatan
disamping sebagai tempat untuk mendapatkan pengobatan (melalui UKP di
puskesmas) diharapkan dapat juga memberikan edukasi pada pasien terkait
tanda dan bahaya ISPA agar pasien dapat segera mendapatkan pertolongan
awal. Diperlukan juga peranan imstansi promosi kesehatan puskesmas untuk
turut mengupayakan tindakan preventif sehingga morbiditas terkait ISPA
dapat ditekan. Pada kasus ini keluarga dan orang tua pasien telah diberikan
edukasi terkait ISPA serta tanda-tanda bahayanya dan kapan mencari
pertolongan dan rujukan pada sistem pelayanan kesehatan. Hal-hal ini dapat
dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA pada anak antara
lain:5,6
1. Menjaga keadaan gizi keluarga agar tetap baik. Memberikan ASI
ekskulsif pada bayi
2. Menjaga pola hidup bersih dan sehat, istirahat yang cukup dan olahraga
teratur
3. Membiasakan cuci tangan teratur menggunakan air dan sabun setelah
kontak dengan penderita ISPA dan penyakit infeksi lainnya
4. Melakukan imunisasi pada balita. Imunisasi yang dapat mencegah ISPA
diantaranya imunisasi influenza, DPT-Hib dan PCV
5. Hindari kontak yang terlalu dekat dengan penderita ISPA

20
6. Hindari menyentuh mulut atau hidung setelah kontak dengan penderita
flu.

20
7. Apabila sakit, gunakan masker dan rajin cuci tangan agar tidak menular
ke anggota keluarga lainnya
8. Mencegah anak berhubungan terlalu dekat dengan saudaranya atau
anggota keluarga lainnya yang sedang sakit ISPA. Tindakan semi isolasi
mungkin dapat dilakukan seperti anak sehat tidur terpisah dengan
anggota keluarga lain yang sedang sakit ISPA
9. Upayakan ventilasi yang cukup dalam rumah/ruangan.

21
BAB IV
PENUTUP

I. Kesimpulan
Faktor risiko infeksi saluran pernapasan akut yang paling berperan pada
pasien ini adalah faktor perilaku, faktor lingkungan, dan faktor pelayanan
kesehatan.
Angka kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Biromaru masih tinggi
sebagai peringkat pertama dari sepuluh penyakit terbanyak beberapa tahun
terakhir, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor resiko yaitu :
1. Perilaku masyarakat yang masih kurang terhadap kesehatan dan
keberihan diri dan lingkungannya.
2. Lingkungan fisik (perumahan), ekonomi (pembiayaan) maupun sosial
(kondisi masyarakat sekitar pasien) yang masih kurang guna mendukung
pencapaian kondisi sehat dari masyarakat.
3. Pelayanan kesehatan yang belum maksimal dan kurang menjangkau
masyarakat akan terpenuhinya kesadaran dan kemauan masyarakat untuk
merubah pola pikir serta perilakunya dalam hal kesehatan pribadinya
maupun keluarganya.

II. Saran
Upaya pencegahan (preventif) terhadap penyakit ISPA dapat
dilaksanakan dengan mengaplikasikan lima tingkat pencegahan penyakit (five
level prevention), sebagai berikut :

1. Promosi kesehatan (Health promotion)


Promosi kesehatan dalam mencegah terjadinya ISPA dapat dilakukan
dengan cara :
a. Meningkatkan penyuluhan mengenai ISPA ditempat-tempat yang
terjangkau oleh masyarakat
b. Meningkatkan penyuluhan perilaku hidup bersih dan sehat.

22
c. Meningkatkan penyuluhan mengenai kebutuhan nutrisi anak
terutama pemberian ASI eksklusif.
2. Perlindungan khusus dan umum (General and specific protection)
Perlindungan khusus dalam mencegah terjadinya penyakit ISPA dapat
dilakukan dengan cara :
a. Menggunakan masker saat sedang batuk atau flu
b. Mengajarkan cara bersin yang baik didepan umum
c. Pemberian ASI eksklusif kepada bayi yang baru lahir.
d. Pemberian imunisasi pada anak untuk mencegah ISPA
3. Diagnosis dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt
treatment)
Diagnosis dini dan pengobatan segera dengan tujuan untuk mencegah
terjadinya penyakit yang lebih berat. Upaya yang dapat dilakukan, yaitu :
a. Mencari kasus sedini mungkin.
b. Penatalaksanaan yang tepat pada puskesmas melalui MTBS
4. Pembatasan Kecacatan (Dissabilitu limitation)
Pembatasan cacat merupakan pencegahan untuk terjadinya kecatatan atau
kematian akibat ISPA. Adapun upaya yang dapat dilakukan, yaitu :
a. Melakukan pengobatan dan perawatan sesuai pedoman sehingga
penderita sembuh dan tidak terjadi komplikasi.
b. Meningkatkan fasilitas kesehatan sebagai penunjang untuk
memungkinkan pengobatan dan perawatan yang lebih intensif.
5. Rehabilitasi (Rehabilitation)
Pada tingkat ini, pasien diberikan konseling tentang jika munculnya
gejala baru atau bertambah parah agar segera dibawa ke puskesmas.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Maharani D, Yani F, Lestari Y. Profil Balita Penderita Infeksi Saluran


Napas Akut Atas di Poliklinik Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun
2012-2013. Jurnal Kesehatan Andalas. 2017; Vol 6(1)
2. Olivia M, Jemadi, Hiswani. Gambaran Epidemiologi Penderita Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Teladan Kecamatan Medan Tahun 2016. E Journal FKM USU. 2018.
3. Depkes RI, 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Tahun 2013
4. UPTD Puskesmas Biromaru. Profil Puskesmas Biromaru. Dinas Kesehatan
Kabupaten Sigi: 2021
5. DEPKES RI. Pedoman pengendalian infeksi saluran pernapasan akut.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lungkungan. Jakarta: Kemenkes RI.
2012
6. Dwiatna. Konsep Hidup Sehat. Yogyakarta: Ilmu Kesehatan Masyarakat.
2010
7. World Health Organization (WHO). Pencegahan dan Pengendalian
Pernapasan Akut (ISPA) yang Cenderung menjadi Epidemic dan Pandemic
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Pedoman Interim World Health
Organization (WHO). 2009.
8. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Rencana Kerja Jangka
Menengah Nasional Dalam Penanggulanagn Pneumonia Balita Tahun 2005-
2009. Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta. 2009.
9. Suryani, Hadisaputro S. Zain S. 2018. Faktor risiko lingkungan yang
berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita (studi di wilayah kerja
Dinas Kesehatan Kota Bengkulu). Higiene. 2018; 4(1): 27-31
10. Zolanda A, Raharjo M, Setiani O. Faktor risiko kejadian infeksi saluran
pernafasan akut pada balita di Indonesia. Jurnal LINK. 2021: 17(1); 73-80
11. Dinas Kesehatan Kota Palu. Buku Profil Dinas Kesehatan Kota Palu. Dinas
Kesehatan Kota Palu : Palu. 2019.

iv
12. Fikri BA. Analisis faktor risiko pemberian ASI dan ventilasi kamar terhadap
kejadian Pneumonia balita. The Indonesian Journal of Public Health. 2016;
11(1): 15-27
13. Wicaksono H. Nutritional status affects incidence of Pneumonia in
underfives. Folia Medica Indonesiana. 2015; 51(4): 285-91
14. Syafarilla I, Zulfitri R, Wahyuni S. Hubungan status sosial ekonomi
keluarga dengan kejadian ISPA pada balita. Jurnal Indonesia. 2011: 2(1);
30-8
15. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Prinsip Standar Rumah Sehat.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 2001.
16. Katiandagho D, Nildawati. Hubungan kondisi fisik rumah dengan kejadian
Pneumonia pada balita di Desa Karatung I Kecamatan Manganitu
Kabupaten Kepulauan Sangihe. Higiene. 2018; 4(2): 74-81
17. Afridon, Muchtar B, Syah N. Pengaruh lingkungan fisik rumah dan
kebiasaan merokok terhadap kejadian infeksi saluran pernafasan akut
(ISPA) di Kecamatan Talawi Kota Sawahlunto Tahun 2017. Jurnal Menara
Ilmu. 2018; 12(79): 187-96

v
v
LAMPIRAN

Gambar 1. Tampak depan rumah pasien

Gambar 2. Tampak halaman samping rumah pasien (tumpukan pasir disekitar


rumah)

vi
Gambar 3. Tampak kamar tidur pasien

Gambar 4. Tampak dapur rumah pasien

Gambar 5. Dokumentasi wawancara dengan pasien dan ibu pasien

vii

Anda mungkin juga menyukai