DISUSUN OLEH:
N 111 20 003
PEMBIMBING KLINIK
KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2023
HALAMAN PENGESAHAN
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu
Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran
Universitas Tadulako.
Mengetahui,
Dokter Muda
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
1.2 Tujuan................................................................................................2
2.3 Anamnesis.........................................................................................7
2.6 Diagnosis...........................................................................................11
2.7 Penatalaksanaan................................................................................11
BAB IV PENUTUP..............................................................................................22
I. Kesimpulan..........................................................................................22
II. Saran...................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................iv
LAMPIRAN.........................................................................................................vi
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
adalah 250 per 10.000 anak. Prevalensi ISPA yang tertinggi terjadi pada
kelompok
1
umur 1-4 tahun sebesar 258 per 10.000 anak dan <1 tahun sebesar 220 per
10.000 anak (Riskesdas, 2013). ISPA mengakibatkan sekitar 20% - 30%
kematian pada balita (Depkes RI, 2010).2,3
10 Penyakit jantung 99
Dari tabel di atas terlihat bahwa ISPA berada diurutan pertama dari
sepuluh besar penyakit yang didapatkan di wilayah kerja Puskesmas Biromaru
tahun 2021. Oleh karena itu, berikut akan dilakukan pembahasan refleksi kasus
mengenai ISPA yang termasuk dalam sepuluh penyakit terbanyak di wilayah
kerja Puskesmas Biromaru tahun 2021.4
1.2. Tujuan.
1. Sebagai gambaran untuk mengetahui beberapa faktor resiko penyakit
ISPA diwilayah kerja Puskesmas Biromaru
2
2. Sebagai pemenuhan syarat menyelesaikan tugas akhir bagian
kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat
3
BAB II
IDENTIFIKASI MASALAH
4
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan penyakit dengan insidensi
terbanyak adalah ISPA.
Keterangan skor :
Nilai 1-4 : tidak gawat
Nilai 5-7 : tidak terlalu gawat (sedang)
Nilai 8-10 : gawat
1 2 3 4 5
Masalah Hasil
P E A R L
Kesehatan perkalian
X 1 1 1 1 1 1
Y 1 1 1 1 1 1
Z 1 1 1 1 1 1
5
P : Prioriety (kesesuaian)
E : Economics (ekonomi murah)
A : Accetable (dapat diterima)
R : Recoursces (tersedianya sumber)
L : Legality (legalitas terjamin)
PENETAPAN NILAI
ISPA
Nilai Prioritas Dasar : (A + B) C = (10 + 8) 3 = 30 + 24 = 54
Nilai Prioritas Total : (A + B) C x D = (10 + 8) 3 x 1 = 54
Diabetes Melitus
Nilai Prioritas Dasar : (A + B) C = (7 + 9) 2 = 14 + 18 = 32
Nilai Prioritas Total : (A + B) C x D = (7 + 9) 2 x 1 = 32
Gastritis
Nilai Prioritas Dasar : (A + B) C = (6 + 7) 4 = 24 + 28 = 52
Nilai Prioritas Total : (A + B) C x D = (6 + 7) 4 x 1 = 52
Dari rumus Hanlon ini, dapat disimpulkan bahwa yang menjadi prioritas di
Puskesmas Biromaru pada prioritas ke-1 yaitu ISPA, prioritas ke-2 Gastritis dan
prioritas ke-3 Diabetes Mellitus.
6
2.3. ANAMNESIS
a. Keluhan utama:
Batuk
c. Riwayat Pengobatan
Pasien sebelumnya pernah berobat di Puskesmas Biromaru pada tahun
2019 dengan keluhan serupa, dan juga dirawat di IGD Puskesmas
Biromaru dengan keluhan yang sama pada tanggal 21/9/2022.
7
f. Riwayat Sosial, Ekonomi dan Lingkungan:
1) Pasien tinggal serumah bersama kedua orang tua, adik, dan tantenya
2) Ayah pasien bekerja sebagai Satpam dan ibu pasien bekerja sebagai
tukang jahit dengan gaji perbulan kurang dari 2 juta rupiah.
Pendidikan terakhir orang tua pasien adalah SMA.
3) Pasien dan keluarga berobat dengan Kartu Sigi Masagena.
4) Rumah tinggal pasien terdiri dari satu ruang tamu, satu ruang
keluarga, dua kamar tidur, satu ruang makan, satu dapur dan satu
kamar mandi. Luas rumah pasien ± 8 x 18 m . Jarak rumah pasien
dengan rumah tetangga cukup dekat sekitar 2-3 meter. Terdapat
jendela di ruang tamu, dan kamar namun jarang dibuka. Rumah pasien
memiliki ventilasi dan memiliki langit-langit. Lantai rumah bagian
ruang tamu terbuat dari keramik dan bagian ruang tengah, kamar dan
dapur terbuat dari semen kasar, dinding rumah terbuat dari dinding
bata dan sudah disemen halus, namun pada area dapur masih terbuat
dari papan kayu. Kondisi rumah pasien bagian ruang tamu bersih,
pada bagian ruang keluarga, kamar tidur, dapur juga bersih. Pasien
tidur bertiga dengan adik dan juga tantenya. Halaman rumah sedikit
berdebu karena banyak timbunan pasir. Sampah rumah tangga
dikumpulkan di plastik dan jika sudah menumpuk akan dibakar di
sekitar rumah. Pencahayaan alamiah dari sinar matahari cukup pada
beberapa ruangan, Sumber listrik berasal dari PLN.
5) Rumah pasien memiliki kamar mandi sendiri, sehingga untuk aktivitas
mandi penghuni rumah menggunakan kamar mandi di rumah. Kamar
mandi yang digunakan disertai atap dan berdinding semen yang sudah
diberikan semen halus, menggunakan bak air sebagai tempat
penampungan air serta tidak tertutup, disertai pula jamban jongkok di
dalamnya untuk aktivitas BAB/BAK. Lantai kamar mandi dilapisi
dengan semen. Adapun aliran air limbah pembuangan dari kamar
mandi langsung mengalir ke pipa pembuangan limbah.
8
6) Pasien makan teratur 2-3 kali dalam sehari, namun pasien diketahui
mempunyai nafsu makan yang buruk dan lebih sering makan makanan
ringan dan membeli jajanan dari kantin sekolahnya. Pasien makan di
rumah dengan masakan di rumah yaitu nasi, sayur-mayur, lauk pauk
berupa tahu, tempe, dan terkadang telur maupun ikan. Pasien
mengatakan bahwa ia senang minum susu coklat, namun ibu pasien
tidak selalu bisa menyediakan susu karena harganya yang mahal.
7) Pasien dan keluarganya mendapatkan air dari sumber air dari
perpipaan. Ibu pasien mengaku selalu memasak air hingga mendidih
menggunakan kompor gas sederhana untuk keperluan konsumsi
rumah tangga. Penggunaan air yang di masak, habis dalam 1-2 hari
8) Ayah pasien merupakan perokok aktif. Mereka sering merokok di
halaman rumah dan terkadang di ruang keluarga maupun ruang tamu.
Dalam sehari ayah pasien dapat menghabiskan 1 bungkus rokok.
9) Ibu pasien sehari-hari memasak dengan menggunakan kompor gas,
namun tetangga pasien sering memasak dengan menggunakan kayu
bakar, dimana asap yang ditimbulkan terkadang masuk ke dalam
rumah pasien melalui ventilasi dapur.
Riwayat natal
Pasien lahir cukup bulan, lahir di klinik bersalin dibantu oleh bidan.
Berat badan lahir pasien 2900 gram.
Riwayat neonatal
Tidak ada kelainan
9
h. Riwayat imunisasi
Pasien mendapatkan semua imunisasi dasar.
i. Riwayat ASI Eksklusif
Pasien hanya diberi ASI selama seminggu setelah kelahiran.
Tanda Vital
Nadi : 98x/m
Pernapasan : 23x/m
Suhu : 38 o C
Head to Toe
Kepala : Normocephal
Mata : Anemis (-/-), Ikterik (-/-)
Mulut : Bibir kering (-), stomatitis (-)
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Sekret (+) warna bening
Tenggorokan : Tonsil T3/T3, hiperemis (-), detritus (-)
Leher : Tidak teraba pembesaran KGB
Thoraks : Paru: Rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung: dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
Ekstremitas : Hangat dan tidak ada edema
10
Swab antigen SARS-CoV2 : Non reaktif
10
2.6. DIAGNOSIS
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) derajat ringan
2.7. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
GG 3 x 1 pulv selama 3 hari
CTM
Salbutamol
Amoxicilin Syr 3x1 cth
Paracetamol syr 3x1 cth
Non medikamentosa
Edukasi :
1. Menganjurkan orang tua untuk menjaga kebersihan rumah
2. Memberikan makanan gizi seimbang untuk membantu meningkatkan
tumbuh kembang dan daya tahan tubuh anak.
3. Menganjurkan pasien untuk istirahat yang cukup.
4. Menganjurkan orang tua dan keluarga yang lain untuk berhenti merokok,
jika sulit sebaiknya merokok di luar rumah dan jauh dari jangkauan anak.
5. Menganjurkan orang tua untuk membuang sampah ditempat pembuangan
sampah umum, tidak membakar sampah di depan rumah.
6. Ibu harus datang kontrol 2 hari berikutnya atau datang secepatnya jika
keluhan pasien semakin memberat.
11
BAB III
PEMBAHASAN
Aspek Klinis
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah suatu penyakit pernapasan
akut yang ditandai dengan gejala batuk, pilek, serak, demam dan mengeluarkan
sekret yang berlangsung sampai dengan 14 hari. ISPA adalah penyakit infeksi
yang menyerang salah satu atau lebih bagian dari saluran pernapasan, mulai dari
hidung hingga alveoli termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga
tengah dan pleura yang disebabkan oleh masuknya kuman (bakteri maupun virus)
ke dalam rongga saluran pernapasan.5,6
ISPA dapat disebabkan oleh infeksi virus atau jamur. Gejala yang dapat
ditimbulkan berupa:5
a. Batuk terjadi karena produksi mucus meningkat, sehingga terakumulasi pada
trakea yang kemudian menimbulkan batuk. Batuk juga dapat terjadi karena
iritasi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (nonproduktif)
kemudian setelah timbul peradangan menghasilkan sputum (produktif).
b. Kesulitan bernapas akibat terakumulasi mucus di trakea akan mengakibatkan
saluran napas tersumbat.
c. Sakit tenggorokan terjadi akibat iritasi jalan nafas sehingga pembengkakan akan
merangsang ujung dendrit oleh nervus untuk menstimulasi pelepasan
kemoreseptor yaitu breadikinin dan serotonin sehingga terjadi perangsangan
nyeri pada tenggorokan.
d. Demam terjadi karena adanya infeksi jalan nafas, hal ini sebagai mekanisme
pertahanan tubuh dalam melawan mikroorganisme yang masuk.
12
a. ISPA derajat ringan
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih
gejala-gejala berikut:
1. Batuk
2. Serak, yaitu anak bersuara parau saat mengeluarkan suara
3. Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau secret dari hidung
4. Panas tau demam, suhu tubuh lebih dari 37 oC atau jika dahi anak diraba
dengan punggung tangan terasa panas
b. ISPA derajat sedang
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA derajat sedang jika dijumpai gejala
ISPA derajat ringan disertai gejala-gejala berikut:
1. Pernapasan > 50x/menit pada anak beruur < 1 tahun atay > 40x/menit pada
anak berumur 1 tahun atau lebih
2. Suhu tubuh lebih dari 39oC
3. Tenggorokan berwarna merah
4. Tumbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak
5. Pernapasan berbunyi seperti mendengkur
c. ISPA derajat berat
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA derajat berat jika dijumpai gejala
ISPA derajat ringan disertai gejala-gejala berikut:
a. Bibir atau kulit membiru
b. Lubang hidung kembang kempis pada waktu bernapas
c. Kesadaran menurun
d. Pernapasan berbunyi dan anak tampak gelisah
e. Sela iga tertarik kedalam pada waktu bernapas
f. Nadi cepat, >160x/menit atau tidak teraba
g. Tenggorokan berwarna merah
Pada kasus ini, pasien anak perempuan usia 10 tahun datang ke Poli
MTBS Puskesmas Biromaru diantar oleh ibunya dengan keluhan batuk yang
dialami sejak ± 3 hari yang lalu. Batuk yang dialami berlendir berwarna
13
kehijauan. Keluhan disertai dengan demam naik turun, naik terutama saat pagi
hari, bersin-bersin dan
13
pilek dengan lendir encer berwarna bening dan selalu mengalir keluar yang
dialami sejak 3 hari yang lalu.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang, kesadaran
compos mentis, status gizi berat badan kurang, tanda-tanda vital nadi 98x/menit,
suhu 38oC, pernapasan 23x/menit. Pada pemeriksaan kepala didapatkan pada
hidung terdapat secret encer berwarna bening dan pada mulut didapatkan tonsil
ukuran T3-T3, tidak ada kemerahan dan detritus. Pada pemeriksaan thorax tidak
didapatkan adanya kelainan. Tidak ada kelainan pada abdomen dan ekstremitas.
Sehingga dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien didiagnosis dengan ISPA
derajat ringan. Pada pasien diberikan terapi simptomatik berupa analgesic-
antipiretik untuk mengobati gejala demam (Paracetamol) dan puyer batuk untuk
batuk berlendir.
1. Faktor Perilaku
Faktor perilaku yang dapat diidentifikasi dalam kasus ini adalah:
a. Keberadaan Perokok
Faktor perilaku yang dapat diambil dari kasus ini adalah ayah
pasien merupakan perokok aktif dan terkadang merokok didekat pasien
dan adiknya. Adik kandung pasien juga mengalami keluhan serupa
beberapa
14
minggu yang lalu dan ditambah keduanya selalu tidur di kamar yang
sama, sehingga kemungkinan risiko penularan dari adik ke pasien bisa
terjadi.
Asap rokok mengandung bahan-bahan berbahaya yang apabila
dihirup dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan. Sulfur
dioksida, ammonia dan formaldehid yang terdapat pada asap rokok dapat
menyebabkan infeksi saluran napas pada anak-anak.9
ISPA merupakan penyakit yang tergolong ke dalam Air Borne
Disease. Penularannya dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar
bibit penyakit dan masuk kedalam tubuh melalui saluran pernafasan.
Penularan melalui udara terjadi tanpa kontak dengan penderita maupun
dengan benda terkontaminasi. Namun, pada kenyataannya sebagian besar
penularan melalui udara dapat juga menular melalui kontak langsung
dengan penderita yang mengidap penyakit ISPA.10
15
dan mudah didapat, siap diminum tanpa persiapan khusus dengan
temperatur yang sesuai dengan bayi, susunya bebas dari kontaminasi
bakteri sehingga
15
mengurangi resiko gangguan gastrointestinal. Selain itu, ASI memiliki
kandungan zat gizi yang lengkap dan sempurna untuk keperluan bayi
yang tidak dimiliki oleh susu lainnya seperti kolostrum. Kolostrum
adalah cairan yang disekresikan oleh payudara di hari-hari pertama
kelahiran bayi, kolostrum lebih kental berwarna kekuning-kuningan.
Kolostrum juga mengandung zat gizi yang pas untuk bayi antara lain
protein 8,5%, lemak 2,5% , karbohidrat 3,5%, garam dan mineral 0,4%,
air 85,1% dan imunoglobulin serta kandungan imunoglobulin lebih tinggi
jika dibandingkan dengan ASI matur.11
Sekresi kolostrum hanya berlangsung sekitar 5 hari, diakibatkan
oleh hilangnya estrogen dan progesteron oleh plasenta yang tiba-tiba
menyebabkan laktogenik prolaktin memegang peranan dalam
memproduksi air susu. Kemudian, kelenjar payudara mulai progresif
menyekresikan air susu dalam jumlah yang besar. ASI masa transisi
terjadi pada hari ke-4 sampai hari ke-10, dimana pengeluaran ASI oleh
payudara sudah mulai stabil. Pada masa ini, terjadi peningkatan hidrat
arang dan volume ASI, serta adanya penurunan komposisi protein. ASI
matur disekresi dari hari ke-10 sampai seterusnya. Kadar karbohidrat
dalam kolostrum tidak terlalu tinggi, tetapi jumlahnya meningkat
terutama laktosa pada ASI transisi. Komponen laktosa (karbohidrat)
adalah kandungan utama dalam ASI sebagai sumber energi untuk otak.
Konsentrasi laktosa pada air susu manusia kira-kira 50% lebih banyak
jika dibandingkan dengan kadar laktosa dalam susu sapi.11
ASI sangat penting diberikan pada bayi pada awal pertumbuhan
bayi karena penting untuk pertumbuhan fisik yang maksimal, serta dapat
meningkatkan daya tahan tubuh. ASI melengkapi pertahanan tubuh
bawaan lahir pada bayi, salah satunya dengan bantuan immunoglobulin
dalam kolostrum.12
Malnutrisi merupakan penyebab utama dari timbulnya infeksi. Hal
ini dikarenakan sel mediator imun, sistem komplenen dan sekretor Ig A
16
mengalami penurunan jumlah pada kasus malnutrisi. Hal tersebut
dapat
16
membuat sistem imun humoral menjadi rentan dan menyebabkan
terjadinya gangguan regenerasi epitel pada saluran pernapasan. Kelenjar
timus dan tonsil akan menjadi atrofi sehingga jumlah dari limfosit T
berkurang secara bertahap, dan proses infeksi akan terus berlanjut dengan
mudah.13
c. Pembuangan Sampah
17
a. Penyimpanan setempat (onsite storage)
Penyimpanan sampah setempat harus menjamin tidak
bersarangnya tikus, lalat dan binatang pengganggu lainnya serta tidak
menimbulkan bau. Oleh karena itu persyaratan kontainer sampah
harus mendapatkan perhatian.
b. Pengumpulan sampah
Terjaminnya kebersihan lingkungan pemukiman dari sampah
juga tergantung pada pengumpulan sampah yang diselenggarakan oleh
pihak pemerintah atau oleh pengurus kampung atau pihak pengelola
apabila dikelola oleh suatu real estate misalnya. Keberlanjutan dan
keteraturan pengambilan sampah ke tempat pengumpulan merupakan
jaminan bagi kebersihan lingkungan pemukiman.
2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang dapat diidentifikasi dalam kasus ini adalah:
18
kelembaban pada rumah tersebut dapat dikatakan tidak memenuhi
syarat.16
18
Pencemaran lingkungan seperti asap yang berasal dari sarana
transportasi dan polusi udara dalam rumah merupakan ancaman
kesehatan terutama ISPA. Perubahan iklim terutama suhu, kelembaban
dan curah hujan merupakan beban ganda dalam pemberantasan penyakit
ISPA, oleh karena itu upaya untuk tercapainya tujuan pemberantasan
penyakit ISPA ialah dengan memperhatikan atau menanggulangi faktor
risiko lingkungan.17
2. Kepadatan hunian
Pasien diketahui tidur di satu kamar yang sama dengan adik dan
tantenya, sehingga kemungkinan penularan penyakit mudah terjadi.
Hunian yang padat dapat menyebabkan penyebaran penyakit pada
penghuni di dalam rumah tersebut cepat terjadi. Penelitian Suryani
(2018) menjelaskan bahwa anak yang tinggal di rumah dengan luas
kamar yang kurang dari 8 m3 yang dihuni lebih dari 2 orang berisiko 2,94
kali lebih besar terkena infeksi saluran napas dibandingkan dengan balita
yang tinggal di rumah dengan kamar ukuran kurang dari 8 m3 yang
dihuni tidak lebih dari 2 orang.9
19
pengakuan ibu pasien bahwa ia tidak begitu mengetahui tentang apa itu
ISPA
19
dan tidak mengetahui apa saja faktor yang dapat menyebabkan ISPA meski
anaknya sudah berulang kali dirawar dengan keluhan yang sama. Ibu pasien
mengaku ia selalu membawa anaknya ke Puskesmas bila sakit namun jika
hanya batuk dan flu dianggap sebagai penyakit yang tidak berbahaya.
Suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan serta
gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin akan menjadi berat
dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan
mungkin meninggal. Oleh karena itu, keluarga perlu mengetahui serta
mengamati tanda atau keluhan secara dini dan kapan mencari pertolongan
dan rujukan sistem pelayanan kesehatan agar dapat mencegah keadaan
penyakit tidak menjadi berat. Sehingga, peranan pelayanan kesehatan
disamping sebagai tempat untuk mendapatkan pengobatan (melalui UKP di
puskesmas) diharapkan dapat juga memberikan edukasi pada pasien terkait
tanda dan bahaya ISPA agar pasien dapat segera mendapatkan pertolongan
awal. Diperlukan juga peranan imstansi promosi kesehatan puskesmas untuk
turut mengupayakan tindakan preventif sehingga morbiditas terkait ISPA
dapat ditekan. Pada kasus ini keluarga dan orang tua pasien telah diberikan
edukasi terkait ISPA serta tanda-tanda bahayanya dan kapan mencari
pertolongan dan rujukan pada sistem pelayanan kesehatan. Hal-hal ini dapat
dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA pada anak antara
lain:5,6
1. Menjaga keadaan gizi keluarga agar tetap baik. Memberikan ASI
ekskulsif pada bayi
2. Menjaga pola hidup bersih dan sehat, istirahat yang cukup dan olahraga
teratur
3. Membiasakan cuci tangan teratur menggunakan air dan sabun setelah
kontak dengan penderita ISPA dan penyakit infeksi lainnya
4. Melakukan imunisasi pada balita. Imunisasi yang dapat mencegah ISPA
diantaranya imunisasi influenza, DPT-Hib dan PCV
5. Hindari kontak yang terlalu dekat dengan penderita ISPA
20
6. Hindari menyentuh mulut atau hidung setelah kontak dengan penderita
flu.
20
7. Apabila sakit, gunakan masker dan rajin cuci tangan agar tidak menular
ke anggota keluarga lainnya
8. Mencegah anak berhubungan terlalu dekat dengan saudaranya atau
anggota keluarga lainnya yang sedang sakit ISPA. Tindakan semi isolasi
mungkin dapat dilakukan seperti anak sehat tidur terpisah dengan
anggota keluarga lain yang sedang sakit ISPA
9. Upayakan ventilasi yang cukup dalam rumah/ruangan.
21
BAB IV
PENUTUP
I. Kesimpulan
Faktor risiko infeksi saluran pernapasan akut yang paling berperan pada
pasien ini adalah faktor perilaku, faktor lingkungan, dan faktor pelayanan
kesehatan.
Angka kejadian ISPA di wilayah kerja Puskesmas Biromaru masih tinggi
sebagai peringkat pertama dari sepuluh penyakit terbanyak beberapa tahun
terakhir, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor resiko yaitu :
1. Perilaku masyarakat yang masih kurang terhadap kesehatan dan
keberihan diri dan lingkungannya.
2. Lingkungan fisik (perumahan), ekonomi (pembiayaan) maupun sosial
(kondisi masyarakat sekitar pasien) yang masih kurang guna mendukung
pencapaian kondisi sehat dari masyarakat.
3. Pelayanan kesehatan yang belum maksimal dan kurang menjangkau
masyarakat akan terpenuhinya kesadaran dan kemauan masyarakat untuk
merubah pola pikir serta perilakunya dalam hal kesehatan pribadinya
maupun keluarganya.
II. Saran
Upaya pencegahan (preventif) terhadap penyakit ISPA dapat
dilaksanakan dengan mengaplikasikan lima tingkat pencegahan penyakit (five
level prevention), sebagai berikut :
22
c. Meningkatkan penyuluhan mengenai kebutuhan nutrisi anak
terutama pemberian ASI eksklusif.
2. Perlindungan khusus dan umum (General and specific protection)
Perlindungan khusus dalam mencegah terjadinya penyakit ISPA dapat
dilakukan dengan cara :
a. Menggunakan masker saat sedang batuk atau flu
b. Mengajarkan cara bersin yang baik didepan umum
c. Pemberian ASI eksklusif kepada bayi yang baru lahir.
d. Pemberian imunisasi pada anak untuk mencegah ISPA
3. Diagnosis dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt
treatment)
Diagnosis dini dan pengobatan segera dengan tujuan untuk mencegah
terjadinya penyakit yang lebih berat. Upaya yang dapat dilakukan, yaitu :
a. Mencari kasus sedini mungkin.
b. Penatalaksanaan yang tepat pada puskesmas melalui MTBS
4. Pembatasan Kecacatan (Dissabilitu limitation)
Pembatasan cacat merupakan pencegahan untuk terjadinya kecatatan atau
kematian akibat ISPA. Adapun upaya yang dapat dilakukan, yaitu :
a. Melakukan pengobatan dan perawatan sesuai pedoman sehingga
penderita sembuh dan tidak terjadi komplikasi.
b. Meningkatkan fasilitas kesehatan sebagai penunjang untuk
memungkinkan pengobatan dan perawatan yang lebih intensif.
5. Rehabilitasi (Rehabilitation)
Pada tingkat ini, pasien diberikan konseling tentang jika munculnya
gejala baru atau bertambah parah agar segera dibawa ke puskesmas.
23
DAFTAR PUSTAKA
iv
12. Fikri BA. Analisis faktor risiko pemberian ASI dan ventilasi kamar terhadap
kejadian Pneumonia balita. The Indonesian Journal of Public Health. 2016;
11(1): 15-27
13. Wicaksono H. Nutritional status affects incidence of Pneumonia in
underfives. Folia Medica Indonesiana. 2015; 51(4): 285-91
14. Syafarilla I, Zulfitri R, Wahyuni S. Hubungan status sosial ekonomi
keluarga dengan kejadian ISPA pada balita. Jurnal Indonesia. 2011: 2(1);
30-8
15. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Prinsip Standar Rumah Sehat.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 2001.
16. Katiandagho D, Nildawati. Hubungan kondisi fisik rumah dengan kejadian
Pneumonia pada balita di Desa Karatung I Kecamatan Manganitu
Kabupaten Kepulauan Sangihe. Higiene. 2018; 4(2): 74-81
17. Afridon, Muchtar B, Syah N. Pengaruh lingkungan fisik rumah dan
kebiasaan merokok terhadap kejadian infeksi saluran pernafasan akut
(ISPA) di Kecamatan Talawi Kota Sawahlunto Tahun 2017. Jurnal Menara
Ilmu. 2018; 12(79): 187-96
v
v
LAMPIRAN
vi
Gambar 3. Tampak kamar tidur pasien
vii