Anda di halaman 1dari 12

PENINGKATAN KUALITAS KAYU SAWIT

Dewi Alimah
Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru
Jl. A. Yani Km 28,7 Landasan Ulin, Banjarbaru Kalimantan Selatan
Telp./Fax : 0511-4707872 e-mail : admin@foreibanjarbaru.go.id
Website :www.foreibanjarbaru.go.id

RINGKASAN

Batang kelapa sawit (kayu sawit) merupakan limbah padat dengan potensi yang cukup besar dan belum
dimanfaatkan secara optimal.Optimalisasi pemanfaatan limbah batang kelapa sawit dapat menjadi bahan
substitusi penggunaan jenis kayu yang semakin mahal dan potensinya semakin berkurang.Akan tetapi kayu sawit
memiliki sifat dasar kayu lebih rendah kualitasnya bila dibandingkan dengan kayu komersial atau kayu
kelapa.Alasan ini membuat kayu tersebut tidak pernah digunakan oleh masyarakat dan dibiarkan percuma di lahan
perkebunan. Berbagai cara telah dilakukan untuk memperbaiki karakteristik kayu sawit hingga mendekati
karakteristik kayu konvensional. Tulisan ini memberikan informasi ilmiah mengenai berbagai cara memperbaiki
karakteristik kayu sawit menjadi suatu produk yang berkualitas dan bernilai ekonomis. Berdasarkan hasil studi
pustaka, beberapa cara peningkatan kualitas kayu sawit yaitu antara lain pengawetan dan pengeringan, impregnasi
dan kompregnasi, hibridisasi pada produk plywood, dan perpanjangan daur tanaman sawit untuk mendapatkan
karakteristik kayu sawit yang lebih baik.

PENDAHULUAN

Ditjen Perkebunan tahun 2006 menyebutkan bahwa perkebunan kelapa sawit telah menempati
wilayah yang sangat luas, yaitu berkembang di 18 propinsi.Wilayah terluas terdapat di Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi dan Irian Jaya. Lima propinsi terluas berturut-turut adalah Riau (1,3 juta Ha), Sumatera Utara (964,3
ribu Ha), Sumatera Selatan (532,4 ribu Ha), Kalimantan Barat (466,9 ribu Ha) dan Jambi (466,7 ribu Ha). Kelima
propinsi tersebut memiliki 3,770 juta Ha atau 67,4% dari 5,597 juta Ha di seluruh Indonesia. Saat ini Gabungan
Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia mencatat luas perkebunan kelapa sawit kini sudah mencapai 8 juta ha dengan
total produksi 21,9 juta ton minyak sawit sepanjang tahun lalu (Saputra, 2012).

Pemanfaatan kelapa sawit selama ini hanya terbatas pada buah untuk memproduksi minyak beserta
segala turunannya, serta sampai pada tingkat tertentu pemanfaatan serat buah, tandan dan pelepah untuk
memproduksi serat. Bagian batang hasil peremajaan tanaman tua yang mempunyai massa terbesar masih belum
dimanfaatkan secara optimal. Dari sekitar 2 juta hektar tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 1997,
diperkirakan potensi produksi batang kelapa sawit terbesar adalah Sumatera Utara dan Riau dengan volume
sekitar lima juta m3/tahun. Secara umum potensi batang kelapa sawit di Indonesia terkonsentrasi di pulau
Sumatera dengan volume lebih dari 17 juta m3/tahun atau sekitar 74% dari potensi batang kelapa sawit nasional
(Balfas, 2003).Menurut Pustekolah (2011), kegiatan peremajaan kebun (rata-rata 4% dan volume kayu 200
m3/ha) secara periodik dapat menghasilkan lebih dari 80 juta m3 kayu bulat sawit per tahun.Dengan demikian,
di Indonesia terdapat potensi limbah kayu sawit yang cukup besar, namun limbah tersebut hanya dibuang dan
belum dimanfaatkan secara optimal.

Kehadiran limbah batang pohon yang dihasilkan dari suatu kegiatan peremajaan kebun sawit sangat
mengganggu bagi pemilik perkebunan, terutama peranannya sebagai sarang hama dan penyakit bagi tanaman
muda. Menurut Prayitno dan Darmoko (1994), proses pelapukan batang sawit dapat menjadi sarang kumbang
Oryctes rhinoceros dan penyakit Gonoderma yang sangat potensial menyerang tanaman muda lainnya.Secara
tradisional pemusnahan pengerjaan limbah sawit yang mudah dan murah adalah dengan cara pembakaran.
Akan tetapi praktek ini tidak dapat dilakukan sejak diberlakukannya larangan bakar pada tahun 1997 sehingga
limbah batang pohon sawit menjadi hal dilematis bagi pihak perkebunan. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya
pemanfaatan limbah batang kelapa sawit menjadi suatu produk bernilai ekonomis.

Di sisi lain, pada saat ini industri perkayuan mengalami kemerosotan jumlah pasokan bahan baku kayu,
baik itu dari hutan alam, HTI, maupun Hutan Rakyat. Optimalisasi pemanfaatan limbah batang kelapa sawit
dapat menjadi bahan substitusi penggunaan jenis kayu yang semakin mahal dan potensinya semakin
berkurang.Meskipun demikian, menurut Shari dkk (1991), kayu sawit memiliki karakteristik dasar yang kurang
baik dan sangat beragam dibandingkan dengan kayu konvensional sehingga sukar diolah dengan fasilitas
teknologi kayu konvensional.Bakar et.al. (1998, 1999a, 1999b) melaporkan bahwa stabilitas dimensi kayu sawit
sangat rendah, dengan persentasi penyusutan yang berkisar antara 9,2 - 74%, tergolong kelas kuat III – IV, dan
kelas awet V. Hal ini mengindikasikan bahwa hanya 1/3 – / agia ka u sa it saja a g e iliki sifat fi sika –
mekanika lebih baik.Berbagai cara telah dilakukan untuk memperbaiki karakteristik kayu sawit hingga mendekati
karakteristik kayu konvensional. Tulisan ini memberikan informasi ilmiah mengenai berbagai cara memperbaiki
karakteristik kayu sawit menjadi suatu produk yang berkualitas dan bernilai ekonomis.

KARAKTERISTIK BATANG KELAPA SAWIT

Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil, yaitu batangnya tidak mempunyai kambium dan
umumnya tidak bercabang.Batang berfungsi sebagai penyangga tajuk serta menyimpan dan
mengangkut bahan makanan.Batang kelapa sawit berbentuk silinder dengan diameter 20 – 75 cm.
Tanaman yang masih muda, batangnya tidak terlihat karena tertutup oleh pelepah daun.Pertambahan
tinggi batang terlihat jelas setelah tanaman berumur 4 tahun.Tinggi batang bertambah 25 – 45
cm/tahun.Jika kondisi lingkungan sesuai, pertambahan tinggi batang dapat mencapai 100 cm/tahun.
Tinggi maksimum yang ditanam diperkebunan antara 15 – 18 m, sedangkan yang di alam mencapai 30
m. Pertumbuhan batang tergantung pada jenis tanaman, kesuburan lahan, dan iklim setempat (Fauzi
dkk, 2008).Tanaman kelapa sawit memiliki batas umur produktif yang relatif pendek, yaitu sekitar 25
tahun. Di atas umur tersebut pohon harus diremajakan karena produksi buah akan menurun dan
pohon sudah terlalu tinggi untuk dipanen.Pada umumnya pohon kelapa sawit yang diremajakan
mempunyai tinggi 9 – 12 m dengan diameter setinggi dada sekitar 45 – 65 cm. Ketebalan kulit batang
sekitar 3 – 3,5 cm (Prayitno dan Darmoko, 1994).

Kayu kelapa sawit mempunyai jaringan meristematik, cortex, xylem, phloem, dan jaringan parenkim.
Jaringan meristematik pada kayu sawit tersembunyi dalam daun mahkota terakhir dan bertanggung jawab pada
proses pe e ala ata g. Corte ka u kelapa sa it sa gat tipis, e ga du g seju lah fi rous stra d a g
lebar dengan sedikit vascular bundle terpisah dari horizontal leaf-traces yang miring. Menurut Killmann dan Fink
(1996) dan beberapa hasil penelitian kayu sawit lainnya disimpulkan bahwa karakteristik kayu sawit sangat
ditentukan oleh kehadiran jaringan vaskular.Vascular bundle merupakan suatu jaringan yang terdiri atas
pembuluh sebagai penyalur makanan dan serabut sebagai penyokong batang.Vascular bundle di bagian tengah
tidak terlalu rapat, umumnya tersebar secara tidak teratur (Gambar 2 dan Gambar 3).Setiap vascular bundle
berikata de ga phloe a g terlig ifi kasi da ata le a g tidak teratur To li so , 6 . Pare ki
kayu sawit bagian atas mengandung pati sampai 40%. Kadar air kayu sawit segar cukup tinggi yaitu sekitar 65%
(Prayitno dan Darmoko, 1994).

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN KAYU SAWIT

Kayu sawit memiliki sifat dasar atau kualitas yang rendah dibandingkan dengan kayu komersial
atau kayu kelapa.Alasan ini membuat kayu tersebut tidak pernah digunakan oleh masyarakat dan
dibiarkan percuma di lahan perkebunan.Beberapa sifat fi sika eka ika dari ka u sa it u tuk setiap
bagian batang disajikan pada Tabel 1.
Balfas (2003) menambahkan secara umum terdapat beberapa hal yang kurang menguntungkan dari
kayu sawit dibandingkan kayu biasa di antaranya adalah :
1. Kandungan air pada batang segar sangat tinggi (dapat mencapai 500%)
2. Kandungan zat pati sangat tinggi (pada jaringan parenkim dapat mencapai 45%)
3. Keawetan alami sangat rendah
4. Kadar air keseimbangan relatif lebih tinggi
5. Pada saat proses pengeri ga terjadi kerusaka pare ki disertai peru aha da kerusaka fi sik
secara berlebihan terutama pada bagian kayu berkerapatan rendah.
6. Pada pengolahan mekanis batang sawit, pisau, gergaji dan amplas lebih cepat tumpul.
7. Kualitas permukaan kayu setelah pengolahan relatif lebih rendah
. Dala proses pe gerjaa akhir fi ishi g e erluka aha a g le ih a ak

Balfas (2003) juga menyebutkan bahwa salah satu masalah serius dalam pemanfaatan limbah
kayu sawit adalah sifat higroskopis yang berlebihan. Meskipun telah dikeringkan hingga kadar air
kering tanur, kayu sawit dapat kembali menyerap air dari udara hingga mencapai kadar air lebih dari
20%. Pada kondisi ini beberapa jenis jamur dan cendawan dapat tumbuh subur baik pada permukaan
maupun bagian dalam kayu sawit.Hal ini terutama berhubungan dengan karakteristik kimia kayu sawit
yang memiliki kandungan ekstraktif (terutama pati) yang lebih banyak dibandingkan kayu
biasa.Menurut Rahayu dkk (1994), batang pohon kelapa sawit tergolong lunak dan kaya akan pati
terutama bagian pucuknya. Kandungan pati pada bagian pucuk dapat mencapai 20 – 25%.Persentase
kandungan dan kelarutan karakteristik kimia kayu sawit lebih banyak dibandingkan kayu biasa seperti
agathis dan jati (Tabel 2).
Berdasarkan klasifi kasi kelas a et, ka u kelapa sa it ter asuk kelas a et V. I i erarti
bahwa kayu kelapa sawit sangat rentan terhadap serangan faktor-faktor perusak kayu terutama dari
faktor biologis. Menurut Bakar dkk (1999), batang kayu kelapa sawit dapat membusuk akibat serangan
jenis cendawan Ganoderma seperti G. applanatum, G. cochlear, G. laccatum, dan G. tropicum
(Tomlinson, 1961).Bagian batang kelapa sawit di atas ketinggian 3 meter dapat lapuk secara alami
dalam jangka waktu satu tahun setelah penebangan. Beberapa hama yang sering menyerang pohon
kelapa sawit antara lain kumbang (Oryctes rhinoceros L.), rayap (Coptotermes curvignatus Holmg.),
cacing (Mahasena corbetti Tams), belalang (Valanga nigricornis Brunn.) dan sebagainya (Pursglove,
1972). Oleh karena itu, dalam pemakaiannya sangat dianjurkan dilakukan pengawetan terlebih
dahulu.

Dibalik beberapa kekurangan batang kelapa sawit di atas, batang kayu sawit memiliki
beberapa hal yang menguntungkan bila dibandingkan kayu biasa antara lain sebagai berikut (Balfas,
2003) :
1. Harga batang kelapa sawit atau biaya eksploitasi sangat rendah
2. Warna batang lebih cerah dan lebih seragam
3. Tidak memiliki mata kayu
4. Relatif tidak memiliki sifat anisotropis
5. Mudah diberi perlakuan kimia
6. Mudah dikeringkan
7. Pada bagian yang cukup padat (kerapatan >500 gr/cm3) tidak dijumpai perubahan atau kerusakan
fi sis yang berarti

CARA-CARA PENINGKATAN KUALITAS KAYU SAWIT.


1. HIBRIDISASI UNTUK OPTIMASI PEMANFAATAN BATANG KELAPA SAWIT SEBAGAI KAYU LAPIS

Salah satu upaya mengoptimalkan limbah batang kelapa sawit adalah aplikasi produk panil
dengan teknik laminasi dan kayu lapis.Namun sifat higroskopis yang berlebihan pada kayu sawit
dimungkinkan berpengaruh terhadap rendahnya stabilitas dimensi dari produk panel yang tidak diberi
perlakuan.Adapun batang kelapa sawit tidak memiliki sifat anisotropis seperti halnya pada kayu
konvensional, yaitu sifatsifat yang berbeda pada bidang radial, tangensial, dan longitudinal.Menurut
Nuryawan dan Rachman (2011), bidang tangensial dan radial pada batang sawit seolah-olah menyatu
menjadi satu bidang sehingga kembang susutnya menjadi lebih besar.Oleh karena itu, jika dibuat venir
kemudian direkatkan, stabilitas dimensinya masih lebih rendah jika dibandingkan dengan kayu lapis
konvensional.Untuk meminimalkan rendahnya stabilitas dimensi, batang kelapa sawit dapat
dikombinasikan baik dengan kayu konvensional maupun dengan bagian penampang batang terluar
dari kayu sawit itu sendiri.Bagian terluar dari batang kelapa sawit diketahui me iliki kekuata fi sik
dan mekanik lebih baik daripada bagian tengah dan bagian pusat.

Sebagai solusi untuk optimasi pemanfaatan batang kelapa sawit sebagai bahan baku kayu
lapis maka dibuatlah kayu lapis hybrid. Kayu lapis hybrid merupakan kayu lapis yang tersusun atas
venir-venir dari batang sawit dan venir-venir kayu konvensional (Sitorus, 2009).Perbandingan tekstur
penampang kayu lapis batang sawit, kayu lapis hybrid, dan kayu lapis konvensional dapat dilihat pada
Gambar 4.

Pada Gambar 4 terlihat bahwa kayu lapis batang kelapa sawit cenderung lebih bergelombang
bila dibandingkan dengan kayu lapis hybrid dan kayu lapis konvensional.Hal ini menunjukkan bahwa
dimensi kayu lapis hybrid cenderung lebih stabil daripada kayu lapis batang kelapa sawit murni.

2. KOMPREGNASI DAN IMPREGNASI DENGAN RESIN

Haygreen dan Bowyer (1989) menyatakan bahwa terdapat beberapa cara untuk mengurangi
perubahan dimensi kayu akibat perubahan-perubahan dalam kandungan air. Salah satu pendekatan
yang sudah berhasil yaitu dengan memperlakukan kayu dengan bahan yang menggantikan sebagian
atau semua air terikat di dalam dinding sel. Bahan ini akan tetap tinggal di dalam sel dan menyumbat
noktah pada dinding serta mengakibatkan kondisi pembengkakan sebagian. Matsuda (1996)
menyebutkan bahwa perlakuan kayu dengan memasukkan bahan kimia yang mampu berpenetrasi ke
dalam sel kayu tanpa tekanan (compress) disebut impregnasi sedangkan proses impregnasi yang
dilanjutkan dengan tekanan sebelum bahan kimia yang masuk ke dalam kayu mengeras disebut
dengan kompregnasi. Stamm (1962) menyebutkan bahwa proses kompregnasi/impregnasi secara
nyata juga dapat meningkatkan daya tahan listrik, daya tahan terhadap organisme perusak kayu, dan
meningkatkan keteguhan tekan.

Perlakuan impregnasi atau kompregnasi resin organik kedalam struktur kayu monokotil dapat
e e pur aka karakteristik fi sis aupu eka is ka u terse ut Balfas, .Pe i gkata
kualitas tersebut dapat memperbaiki keindahan tekstur, stabilitas dimensi, keawetan kayu, kekerasan
kayu, dan ketahanan terhadap air (Dungani dkk, 2013).Hampir semua resin dapat dijadikan sebagai
zat pengisi (bulking agent) ke dalam struktur kayu yang mudah mengembang. Berbagai resin yang
digunakan dalam proses impregnasi dan kompregnasi antara lain :
a. Resin getah Pinus merkusii
Resin ini merupakan resin alam yang diperoleh dari penyadapan kulit pohon Pinus
merkusii. Getah Pinus merkusii mengandung oleoresin (rosin), yaitu asam asam resin,
asa asa le ak da se a a se a a a g tak dapat disafo ifi kasi.Ko se trasi resin
getah pinus yang diimpregnasi ke dalam kayu sawit berpengaruh terhadap peningkatan
sifat mekanika dan penurunan porositas kayunya (Sukatik dan Y. Yunida, 2006).
b. Resin Phenol Formaldehida (Resin PF)
Bulking agent ini merupakan resin sintetik yang paling baik secara komersial, dimana
kelarutan dalam air tinggi, bersifat thermosetting, dan berat molekul rendah. PF dengan
berat molekul rendah sampai sedang (Mn 290 – Mn 470) mampu berpenetrasi pada
dinding sel kayu dan mampu meningkatkan stabilitas dimensi (Takeshi et. al., 1998).
Keuntungan hasil kompregnasi kayu dengan PF menyebabkan kayu lebih awet, stabilitas
dimensi meningkat 25 – 30%, kekuatan meningkat sejalan dengan peningkatan berat jenis
(BJ) yang umumnya naik 15 – 20% bahkan dapat mencapai BJ 1,0 – 1,4. Sementara
kelemahannya memerlukan biaya yang besar untuk kompregnasi, bersifat korosif pada
logam dan adanya emisi formaldehida pada produk yang dihasilkan (USDA, 1999).
c. Resin JRP2 (organic resin)
Aplikasi perlakuan resin JRP-2 pada sortimen kayu sawit, mampu menghasilkan produk
ka u sa it a g le ih kuat, a et da sta il. Pada proses produksi a, perlakua de sifi
kasi kayu sawit bagian keras dan bagian lunak berbeda. Kayu sawit bagian keras
dikompregnasi resin dengan absorbs sebesar 40 kg/m3 sedangkan kayu sawit bagian
lunak dikempa setelah kayu dipanaskan. Tingkat kompresi yang diberikan berkisar antara
20 – 50% tergantung ketebalan sortimen awal.Setelah proses ini selesai kayu sawit
tersebut dimasukkan ke ruang pengering untuk mencapai kadar air sebesar 10 – 12%
sehingga kayu siap dibuat produk komersial. Namun kelemahannya,cara ini sangat
tergantung pada ketersediaan resin sehingga membatasi penerapannya dalam aplikasi
secara masal(Balfas, 2003).

3. PERPANJANGAN DAUR TANAMAN SAWIT

Perbedaan kelas umur pada pohon sawit secara konsisten menunjukkan perbedaan yang
sangat nyata menurut kondisi struktur, kadar air, kerapatan dan stabilitas dimensi. Kayu sawit yang
berasal dari pohon tua memiliki warna kayu cokelat kehitaman dengan dominasi jaringan vaskular,
sedangkan kayu dari pohon sawit usia penjarangan berwarna lebih cerah dengan dominasi jaringan
parenkim (Gambar 5). Perbedaan kesan warna antara kedua kelas umur kayu tersebut berhubungan
dengan jumlah jaringan vaskular yang terdapat pada masing-masing jaringan kayu (Balfas, tanpa
tahun).
Per edaa u ur poho sa it juga e erika pe garuh ata terhadap sifat fi sis ka u a.
Kayu sawit yang berasal dari pohon sawit berumur 50 tahun,yang selanjutnya disebut kayu sawit tua,
memiliki kadar air segar maupun kering udara yang lebih rendah dibandingkan dengan kayu sawit
peremajaan. Balfas (tanpa tahun) menyebutkan bahwa kayu sawit dari pohon peremajaan memiliki
kadar air segar sekitar 50% lebih banyak dibandingkan dengan kayu sawit dari pohon tua. Perbedaan
i i u gki dise a ka oleh ada a akti itas fi siologi a g le ih esar da ka du ga pati a g le ih
tinggi pada pohon yang lebih muda (Killmann dan Lim, 1985).Rendahnya kadar air pada kayu sawit tua
bila dibandingkan dengan kayu sawit peremajaan menunjukkan bahwa kayu sawit tua memiliki
stabilitas dimensi lebih baik daripada kayu sawit peremajaan. Menurut Shaari dkk (1991)
pe e pur aa sifat fi sik terse ut le ih dise a ka oleh ada a pertu uha sel da jari ga
vaskular yang lebih dewasa pada batang pohon yang lebih tua

Faktor umur pohon dan bagian kayu dalam batang juga berpengaruh terhadap karakteristik
mekanis kayu kelapa sawit(Tabel 3).Kayu sawit tua secara konsisten memiliki berbagai sifat keteguhan
yang lebih baik dibandingkan dengan kayu sawit peremajaan.Keragaman radial pada batang sawit
menunjukkan adanya penurunan sifat keteguhan secara drastis dari bagian luar ke arah dalam
batang.Perbedaan dan keragaman tersebut tampak proporsional dengan nilai kerapatan kayu pada
masing-masing kelas umur dan bagian batang.Menurut Killmann dan Lim (1985) nilai kerapatan dan
keteguhan pada kayu sawit ditentukan oleh jumlah komponen mekanis (jaringan vaskular) yang
terdapat pada kayu tersebut.Karakteristik mekanis pada kayu sawit tua relatif setara dengan
karakteristik yang dimiliki oleh kayu kelapa (Tabel 3).Secara umum sifat mekanis kedua jenis kayu
semakin kecil dengan pertambahan posisi kayu dari luar ke dalam batang.
Berdasarkan data karakteristik kayu sawit pada Tabel 3 di atas diketahui bahwa kayu sawit
yang berasal dari pohon sawit umur di atas 50 tahun menunjukkan kualitas kayu yang lebih baik jika
dibandingkan dengan kayu sawit peremajaan. Dengan demikian kayu sawit yang berasal dari pohon
sawit umur di atas 50 tahun tersebut layak digunakan sebagai material substitusi untuk kayu
pertukangan.

4. PENGAWETAN DAN PENGERINGAN KAYU KELAPA SAWIT

Pengawetan merupakan perlakuan yang penting untuk dilakukan terutama pada kayu sawit
bagian lunak.Hal ini perlu dilakukan mengingat kayu sawit yang baru dibelah sangat rentan terhadap
serangan mikroorganisme seperti serangga dan jamur akibat kandungan patinya yang tinggi. Pada
umumnya kayu sawit yang telah berbentuk papan atau balok diawetkan dengan cara direndam dalam
larutan kaporit selama 2 jam. Hasil uji coba menunjukkan bahan pengawet yang diperlukan sebesar
20 kg/m3 kayu sawit dengan konsentrasi 30% (w/v). Setelah diawetkan, kayu sawit dikeringkan hingga
mencapai kadar air yang berkisar antara 15 – 20% (www.antaranews.com, 2009). Selain itu,
pengawetan kayu kelapa sawit dapat dilakukan dengan menggunakan bahan kalsium hypoklorit,
bahan pengawet berbasis copper, dan asap cair (Fakhri, tanpa tahun).

Perbedaan kerapatan dan kadar air kayu sawit membuatnya mustahil untuk terhidar dari
cacat pengeringan (Lim dan Gan, 2005). Pada umumnya kayu sawit menunjukkan serat tercerabut,
melengkung, dan kolap (collapse) ketika dikeringkan (Gambar 6) (Ho dkk, 1985; Anis dkk., 2005;
Haslett, 1990).Masalah ini sebagian besar terjadi di bagian tengah, dimana bagian ini memiliki
kerapatan rendah dan hampir mustahil untuk dikeringkan tanpa penyusutan dan collapse yang
berlebihan. Abdullah (2010) menyebutkan bahwa pengeringan dengan microwave efektif
menurunkan kadar air dan waktu pengeringan.
PEMANFAATAN KAYU KELAPA SAWIT

Kayu sawit yang telah ditingkatkan sifat dasar kayunya dapat digunakan untuk berbagai
keperluan seperti komponen bahan baku kayu bangunan dan mebel (produk panil pintu, bahan
bekisting, bahan partisi ruangan, komponen meja, kursi dan sebagainya), bahan baku asesoris interior,
dan bahan baku produk kerajinan (Gambar 7).Selain itu, kayu kelapa sawit dapat digunakan sebagai
bahan peredam kebisingan (Fakhri, tanpa tahun).

PENUTUP
Kayu sawit memiliki karakteristik dasar yang kurang baik dan sangat beragam dibandingkan dengan
kayu konvensional, sehingga sukar diolah dengan fasilitas teknologi kayu konvensional. Untuk itu
diperlukan upaya peningkatan kualitas kayu sawit seperti pengawetan untuk meningkatkan umur
pakai, pengeringan untuk mempertinggi kekuatan dan mencegah biodeteriorasi oleh mikroorganisme
perusak ka u, i preg asi da ko preg asi u tuk e i gkatka sifat fi sis da eka ik, elakuka
hibridisasi pada produk plywood, dan melakukan perpanjangan daur tanaman sawit untuk
mendapatkan karakteristik kayu sawit yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, C. K. 2010. Impregnation of Oil Palm Trunk Lumber (OPTL) Using Thermoset Resins for
Structural Applications.Thesis.Universsiti Sains Malaysia.

Anis, M., H. Kamarudin, W. H. W. Hasamudin dan K. H. Chua. 2005. Oil Palm Plywood Manufacture in
Malaysia. Proceeding of the 6th National Seminar on The Utilization of Oil Palm Tree, 51-55. Malaysia.

Bakar, E. S. 2003. Kayu Sawit Sebagai Substitusi Kayu dari Hutan Alam.Forum Komunikasi Teknologi
dan Industri Kayu.Vol 2. Bogor

Bakar, E. S., O. Rachman, W. Darmawan, L. Karlinasari, dan N. Rosdiana. 1998. Pemanfaatan Pohon
Kelapa Sawit Sebagai Bahan Bangunan dan Perabot (I) : Sifat Fisika dan Kimia dan Keawetan Batang
Kelapa Sawit. Jurnal Hasil Hutan 11(1) : 1 – 12.

Bakar, E. S., O. Rachman, W. darmawan, dan I. Hidayat. 1999a. Pemanfaatan Pohon Kelapa Sawit
Sebagai Bahan Bangunan dan Perabot (II) : Sifat Mekanika Kayu Kelapa Sawit. Jurnal Teknologi Hasil
Hutan 11(1) : 10-20.

Bakar, E. “. Y. Massija a, T. L. To i g, da A. Ma’ ur. 1999b. Pemanfaatan Batang Kelapa Sawit (Elaeis
guineensis Jacq.) sebagai Bahan Konstruksi dan Perabot (III) : Sifat Keterawetan kayu kelapa sawit
dengan Basilite-CFK dan Impralite-BL. Jurnal Teknologi Hasil Hutan 11(2) : 13-20.

Balfas.Tanpa tahun. Karakteristik Kayu Kelapa Sawit Tua. http://pustekolah.org/data_content/attachment/


KARAKTERISTIK_KAYU_KELAPA_SAWIT_TUA.pdf. Diakses pada 27-02-2013.
_____. 2003. Potensi Kayu Sawit Sebagai Alternatif Bahan Baku Industri Perkayuan.Makalah Seminar
Nasional Himpunan Alumni-IPB dan HAPKA Fakultas Kehutanan IPB Wilayah Regional Sumatera Utara.
Medan.

Dungani, R., M. Jawaid, H. P. S. Abdul Khalil, Jasni, S. Aprilia, K. R. Hakeem, S. Hartati, dan M. N. Islam.
2013. A Review on Quality Enhancement of Oil Plam Trunk Waste by Resin Impregnation : Future
Materials. BioResources 8(2) : 3136 – 3156.

Erwinsyah. 2008. Improvement of Oil Palm Wood Properties Using Bioresin. Disertasi.Dresden Technic
University.Jerman.

Fauzi, Y., Y. E. Widyastuti, I. Satyawibawa, dan R. Hartono. 2008. Kelapa Sawit : Budidaya, Pemanfaatan
Hasil dan Limbah, dan Analisis Usaha dan Pemasaran (Edisi Revisi). Penebar Swadaya. Jakarta.

Fruhwald, A. Rolf D.P. and S. Matthias. 1992. Utilization of coconut timber. Deutsche Gesellschaft fur
Technische Zasammenarbeit (GTZ) GmbH. Hamburgh.

Haslett, A. N. 1990. Sustainability of Oil Palm Trunk for Timber Uses. Journal of Tropical Forest Science
2(3) : 43 – 51.

Ho, K. S., K. T. Choo, dan L. T. Hong. 1985. Processing, Seasoning, and Protection of Oil Palm Lumber.
Proceeding of the National Symposium on Oil Palm By Products for Agro-Based Industries. 43 – 51.
Malaysia.

Killmann, W. and S.C. Lim. 1985.Anatomy and Properties of Oil Palm Stem. Proceedings of the National
Symposium of oil palm by-products for Agro-based industries. PORIM Bulletin No.11:18-42. PORIM,
Malaysia.
___________ dan D. Fink. 1996. Coconut Palm Stem Processing. Protrade.Eschborn. Lim, S. C. dan K.
S. Gan. 2005. Characteristics and Utilization of Oil Palm Stem. Timber Technology Bulletin 35 : 1 – 2.
Malaysia

Lu is, A. U., P. Gurit o, da Da oko. . Prospek I dustri de ga Baha Baku Li ah Padat Kelapa
“a it di I do esia . Berita PPK“ .

Matsuda, H. 6. Che i al Modifi atio of “olid Wood. I Da id N. “. Ho ed Che i al Modifi


cation of Lignocellulosic Materials, Marcell Dekker, Inc. New York. Basal.Hongkong.129-137.

Nuryawan, A. dan O. Rachman.2011. Kayu Lapis dari Venir Limbah Batang Sawit. Buletin Hasil Hutan
17(2) :124-135.

Purseglove, J. W. 1972. Tropical Crops Monocotyledons 2. Longman Group Limited. London.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengelolaan Hasil Hutan
(Pustekolah).2010. Limbah Batang Sawit Bahan Baku Substitusi Kayu Untuk Produk Masa Depa . Lefl
et. Badan Litbang Kehutanan. Bogor.

______. . Bata g “a it U tuk Ka u Lapis . Brosur.Bada Lit a g Kehuta a . Ke e teria


Kehutanan. Prayitno, T. A. dan Darmoko. 1994. Karakteristik Papan Partikel dari Pohon Kelapa Sawit.
Berita PPKS 2. Medan.

Rahayu, I. S. 2006. Sifat Fisis, Mekanis, serta Keawetan Batang Kelapa Hibrida. Jurnal Ilmu Pertanian
Indonesia Vol 11(1) : 24 – 30.

Rahayu, K., Haryadi, D., Mangunwidjaya, dan Hardjono. 1994. Karakteristik Pati dan Pengembangan
Proses Produksi Pati Ter odifi kasi.Lapora Riset U ggula Terpadu I. U i ersitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.

Shaari, K., K.K. Choon and A.R.M. Ali. 1991. Oil palm stem-Review of research. Research Pamphlet No.
107. Forest Research Institute, Malaysia. Kuala Lumpur.

Saputra, S. M. . “AWIT “INARMA“: Proposal Perluasa Huta I dustri Diajuka .


http://en.bisnis.com/ articles/sawit-sinarmas-proposal-perluasan-hutan-industri-diajukan. Diakses
pada tanggal 04-062012

Sitorus, O. R. 2009. Survey Industri Kayu Sekunder di Kota Medan.Skripsi.Departemen Kehutanan


Fakultas Pertanian USU.

Stamm, A. J. 1962. Stabilization of Wood. Forest Products Journal Vol 12(4) : 158-160.

Sukatik dan Y. Yunida. 2006. Impregnasi Kayu Kelapa Sawit (KKS) dengan Resin Getah Pinus merkusii
Berbasis Air. Rekayasa Sipil 2(1).

Tekeshi, F., Y. I a ura, a d H. Kajita. . Modifi atio of Wood Treat e t ith Lo Mole ular
Phe olFor aldeh de Resi Pe etratio i to Wood Cell Walls. “e i ar Pro eedi g. The Fourth Pa ifi
c Rim Bio Based Composites Symposium. Faculty of Forestry, Bogor Agricultural University.P : 296 –
304.

Tomlinson, P. B. 1961. Anatomy of Monocotyledon.University Press. London.

USDA. 1999. Wood Hand Book, Wood as on Engineering Material. Forest Products Society. USA.
http://www.antaranews.com/print/31430/pemanfaatan-limbah-batang-pohon-sawit-sebagai-
bahan-bakualternatif-kayu-pertukangan--konstruksi. Diakses pada 03 – 05 – 2013.

Anda mungkin juga menyukai