Anda di halaman 1dari 18

Geologi Regional Kalimantan Selatan

Pola struktur yang berkembang di Pulau Kalimantan berarah Meratus (Timurlaut-


Baratdaya). Pola ini tidak hanya terjadi pada struktur-struktur sesar tetapi juga pada
arah sumbu lipatan. Perbukitan Tutupan yang berarah Timurlaut-Baratdaya dengan
panjang sekitar 20 km terbentuk akibat pergerakan 2 (dua) patahan anjakan yang
searah. Salah satunya dikenal dengan nama Dahai Thrust Fault yang memanjang
pada kaki bagian Barat perbukitan Tutupan. Fisografi secara umum Pulau
Kalimantan menurut Van Bemmelen (1949), dibagi menjadi beberapa zone fisiografis,
yaitu :

 Blok Schwaner  yang dianggap sebagai bagian dari dataran Sunda.


 Blok Paternoster, meliputi pelataran Paternoster sekarang yang terletak
dilepas Pantai Kalimantan Tenggara dan sebagian didataran Kalimantan yang
dikenal sebagai Sub Cekungan Pasir.
 Meratus Graben, terletak diantara Blok Schwanerdan Paternoster, daerah ini
sebagai bagian dari Cekungan Kutai.
 Tinggian Kuching, merupakan sumber untuk pengendapan ke arah Barat laut
dan Tenggara cekungan Kalimantan selama Neogen.

Kondisi Geologi Kalimantan Selatan secara umum dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu :

 Tinggian Meratus, menempati bagian Tengah Kalimantan Selatan dan


memanjang dari Utara ke Selatan.
 Cekungan Barito, menempati bagian Barat, memanjang dari Utara ke Selatan
hingga Timurlaut ke Baratdaya.
 Cekungan Asam Asam/Pasir, menempati bagian Timur dan Selatan
memanjang dari Utara ke Selatan hingga Timurlaut ke Baratdaya.
Geologi Lokal Area Geopark
Pegunungan Meratus merupakan suture mesotethys hasil benturan antara
mikrokontinet Schwaner dan Paternoster pada Early
Cretaceous yang emplacement nya dengan cara obduction of detached oceanic
slab yang lalu naik kepermukaan karena ekshumasi Paternoster dibawahnya
(Satyana, 2003 -HAGI & IAGI; Satyana & Armandita, 2008-HAGI, Satyana, 2010-IPA;
Satyana, 2012-AAPG). Ekshumasi adalah terangkatnya kembali suatu massa yang
pernah tenggelam. Geopark Pegunungan Meratus memiliki aktivitas tektonik yang
cukup kompleks, hal ini didasarkan atas 2 (dua) sutur tektonik yang dikaji melalui
evolusi metamorfik oleh Soesilo dkk (2015) dan dibatasi oleh Mikrokontinen
Paternoster.

 Sutur Pertama adalah sisa dari Akresi Jura yang terletak dibagian Barat


mikrokontinen yang tergambarkan dalam Sutur Meratus.
Kemenerusan metamorphic belt  memanjang dari Laut Jawa yang menerus ke
Utara sampai pada Tinggian Mangkalihat atau bagian Barat Sulawesi Tengah.
 Sutur Kedua adalah Kompeks Akresi Kapur yang terletak di Timur
mikrokontinen. Sutur tersebut memanjang dari Karangsambung di Jawa
menuju Bantimala-Latimojong-Pompangeo Sulawesi bagian Barat

Pegunungan Kalimantan Selatan adalah sebuah pegunungan ofiolit yang sejak


Paleogen telah terletak di sebuah wilayah yang jauh dari tepi-tepi konvergensi
lempeng. Pegunungan Meratus mulai terangkat pada Miosen Akhir dan efektif
membatasi Cekungan Barito disebelah Baratnya pada Plio-Pleistosen (Satyana).
Berdasarkan hasil rekonstruksi yang telah dilakukan oleh Satyana (2003), pada
tektonik wilayah bagian Tenggara Sundaland (Kalimantan Tenggara, Jawa Tengah-
Jawa Timur, Sulawesi Selatan) dan menyatakan bahwa ofiolit Pegunungan Meratus
tidak seharusnya dihubungkan dengan ofiolit Ciletuh dan Luk Ulo (Karangsambung)
seperti telah digambarkan oleh Katili (1974) dan Hamilton (1979) yang menyebutnya
sebagai jalur penunjaman Kapur Akhir. Proses pengalihtempatan (emplacement)
ofiolit Meratus berbeda dengan proses emplacement ofiolit Ciletuh dan Luk Ulo.
Ofioit yang ada di Ciletuh dan Luk Ulo (Krangsambung) seharusnya disambungkan
dengan singkapan kompleks ofiolit di Bantimala, Sulawesi Selatan yang berdasarkan
umur metamorfisme dan radiolaria terjadi pada sekitar Maastrichtian (Kapur akhir),
sedangkan emplacement ofiolit Meratus terjadi pada Albian-Aptian (Kapur Awal
bagian atas).

Batuan yang berada di Geopark Meratus merupakan batuan seri ofiolit yang
tersingkap akibat obduksi dari Mikrokontinen Paternoster terhadap Sundaland pada
Kapur Awal (137–110 jtl). Pada periode ini, kerak benua yang berada dibelakang
(Tenggara) Mikrokontinen Paternoster, yaitu Blok Sulawesi Selatan mulai menunjam
kebawah dari mikrokontinen tersebut dan mulai terjadi proses obduksi hingga kolisi
pada jaman Kapur Akhir. Sehingga seri ofiolit yang berada di Meratus dan
Karangsambung – Cileutuh, memiliki umur dan periode yang tidak sama. Karena
Ofiolit Meratus merupakan produk subduksi–obduksi dan kolisi dari Mikrokontinen
Paternoster terhadap Sundaland yang akhirnya membuat batuan seri ofiolit
tersingkap keatas permukaan, sedangkan Karangsambung–Cileutuh merupakan
produk subduksi–kolisi dari Blok Sulawesi Selatan (Bantimala) terhadap
Mikrokontinen Paternoster.

Periode aktivitas tektonik didalam pembentukan Kalimantan Selatan, dalam hal ini
pembentukan Pegunungan Meratus, keterdapatan batuan penyusun seri ofiolit
meratus dan cekungan sedimen, terbagi menjadi 8 (delapan) proses periode geologi,
antara lain :

1. Periode 1 : Pra Tersier/Jura Awal (190-165) jtl


2. Periode 2 : Jura Akhir-Kapur Awal (165-137) jtl
3. Periode 3 : Kapur Awal (137-110) jtl
4. Periode 4 : Kapur Akhir (100-71) jtl
5. Periode 5 : Paleosen (71-56) jtl
6. Periode 6 : Eosen-Miosen (56-23) jtl
7. Periode 7 : Plio-Plistosen (5-1) jtl
8. Periode 8 : Resen (1 jtl-sekarang)

Periode 1 : Pra Tersier/Jura Awal (190-165) jtl


Ilustrasi Periode 1 Pra Tersier/Jura Awal (190-165) jtl.

Pada periode ini Mikrokontinen Paternoster mulai bergerak kearah Tenggara dan
mengalami proses subduksi terhadap Sundaland yang mengakibatkan terjadinya
proses vulkanisme dan membentuk Pegunungan Schwaner akibat leburnya kerak
samudera yang menunjam kebawah. Pada periode ini awal mula terbentuknya
batuan alas (mantel) di Kalimantan Selatan yang berupa Batuan Malihan. Kehadiran
batuan malihan ini seperti Sekis dan Gneiss tersingkap sangat baik di
Geosite Matang Keladan dan Gunung Belanda.
Sampel dan Petrografi Gneiss di Gunung Belanda
Periode 2 : Jura Akhir-Kapur Awal (165-137) jtl.

Ilustrasi Periode 2, Jura Akhir-Kapur awal (165-137) jtl.


Pada periode ini seiring menunjamnya Kerak Benua Paternosfer terhadap Sundaland
dan mendekatnya kedua kerak benua tersebut, terjadilah proses Pre-Lolisi terhadap
Mikrokontinen Paternoster oleh Blok Sulawesi Selatan yang menyebabkan mulai
berhentinya kegiatan vulkanisme Pegunungan Schwaner. Proses vulkanisme yang
akhirnya membentuk Pegunungan Schwaner telah terhenti. Pada periode ini, batuan-
batuan berupa sikuen ofiolit yang terjadi akibat proses kolisi dan malihan yang sudah
terbentuk sebelumnya terangkat menjadi tinggian. Sikuen ofiolit yang terbentuk
dapat ditemukan diberbagai macam lokasi dan merupakan seri ofiolit yang cukup
lengkap.

Batuan Seri Ofiolit (Mantel) : Dunit, Peridotit dan Piroksenit

Batuan Seri Ofiolit : Gabro


Batuan Seri Ofiolit : Pillow Basalt

Batuan Seri Ofiolit : Chert

Periode 3 : Kapur Awal (137-110) jtl.

Ilustrasi Periode 3, Kapur Awal (137-110) jtl.

Pada periode ini semakin dekatnya Mikrokontinen Paternoster terhadap Sundaland,


mengakibatkan terjadinya proses atau detached oceanic crust atau slab break–
off yang putus dari kerak samudera didepan Mikrokontinen Paternoster dan
dilanjutkan dengan proses kolisi yang akhirnya membentuk Ofiolit Meratus. Seiring
terbentuknya Ofiolit Meratus, kerak samudera yang berada didepan Blok Sulawesi
Selatan terus menunjam Mikrokontinen Paternoster dan mengakibatkan terjadinya
proses vulkanisme di Tinggian Meratus.

Dibuktikan dengan adanya penemuan batuan beku vulkanik dan plutonik (Intrusi
Diorit) yang bersifat asam dan intermediet yang berupakan bagian dari
kelompok Granit Batanglai/Belawayan. Beberapa lokasi yang terseingkap dengan
baik seperti Air Terjun Kilat Api, Air Terjun Balawaian dan sumber air panas (Tanuhi
dan Hantakan).

Sampel dan Petrografi Diorit di Air Terjun Kilat Api


Sampel dan Petrografi Granit Porfiri di Air Terjun Kilat Api
Pada periode ini, juga terdapat formasi yang menjadi penciri dari periode ini,
yaitu Formasi Batununggal yang terbentuk akibat proses pengendapan sedimen
pada daerah yang berenergi tenang, sehingga kaya akan unsur karbonat. Kehadiran
Formasi Batununggal dapat ditemukan pada Bukit Langara dan Bukit Kantawan di
Kec. Loksado Kab. Hulu Sungai Selatan.

Periode 4 : Kapur Akhir (100-71) jtl.

Ilustrasi Periode 4, Kapur Akhir (100-71) jtl.


Pada periode ini seiring bergeraknya kerak samudera yang berada didepan Blok
Sulawesi Selatan terhadap Paternoster, terjadi proses vulkanisme yang lebih intens.
Proses vulkanisme yang intens juga dibuktikan oleh adanya lava andesit dan breksi
gunungapi yang ditengarai menjadi sumber dari air panas yang berada di kawasan
Pegunungan Meratus. Pada periode ini juga dibuktikan oleh terbentuknya Formasi
Haruyan dengan penciri berupa batuan produk kegiatan vulkanik dan Formasi Pitap
dengan penciri berupa endapan sedimen flysch pada forearc basin. Formasi Haruyan
ditemukan diberbagai macam lokasi dengan unit litologi yang berbeda-beda, seperti
di Log Lagah, Air Terjun Barajang, Air Terjun Gantungan Iwak dan Air Terjun
Haratai. Fenomena kehadiran sumber air panas juga ditemukan di Air Panas Lok
Bahan dan Air Panas Batu Bini.

Periode 5 : Paleosen (71-56) jtl.

Pada periode ini, subduksi Blok Sulawesi Selatan terhadap Benua Paternoster terus
berjalan dan hampir semua daerah merupakan daratan sehingga mengalami
proses erosional dan gliptogenesa.

Periode 6 : Eosen-Miosen (56-23) jtl.

Ilustrasi Periode 6 : Eosen-Miosen (56-23) jtl.


Seiring menurunnya intensitas subduksi pada Mikrokontinen Paternoster sehingga
mengalami extensional rift yang menyebabkan terbentuknya block faulting dan
menjadi wadah untuk sedimentasi berbagai macam formasi. Pada periode ini
terbentuklah Cekungan Barito dan Asam Asam. Dimana kedua cekungan ini
diindikasikan sebagai satu kesatuan depocenter pada Eosen yang memiliki
kecenderungan unit penciri litologi yang sama. Formasi batuan yang masuk didalam
geosite didominasi oleh Formasi Tanjung yang berumur Eosen Tengah-Oligosen
Awal (36.5-46) jtl, Formasi Berai yang berumur Oligosen-Miosen Awal (16-36.5) jtl
dan Formasi Dahor yang berumur Miosen Akhir-Pliosen (1.8-11.2) jtl.

Formasi Tanjung dicirikan dengan kehadiran batuan konglomerat, batupasir,


batubara pada bagian Tanjung Bawah dan Batugamping pada Tanjung Atas.
Batugamping pada Tanjung Atas pada beberapa kawasan mempunyai bentangalam
karst, dimana bukan hanya dilihat dari aspek eksokarst tetapi dilihat juga dari aspek
endokasrt, seperti terdapat interior gua yang masih sangat alamiah dan masih
terdapatnya aliran air bawah tanah. Model tersebut dapat dijumpai di geosite Gua Air
Kukup, Gua Berangin dan Gua Pasulingan. Batubara pada Formasi Tanjung Bawah
dijumpai secara ideal pada singkapan batuan di Desa Sugai Taib Kec. Pulau Laut
Utara Kab. Kotabaru.
Gua Air Kukup (Atas) dan Gua Pasulingan (Bawah) Desa Nateh Penciri Formasi
Tanjung Atas
Batubara Desa Sugai Taib Kec. Pulau Laut Utara Kab. Kotabaru Penciri Formasi
Tanjung Bawah
Gua Baramban, Gua Liang Akar dan Gua Liang Udud (Berurutan dari Kiri ke
Kanan) Formasi Berai 
Foto Udara Bentangalam Karst Kawasan Gua Baramban, Gua Liang Bangkai dan Gua
Liang Udud
Periode 7 : Plio-Plistosen (5-1) jtl.
Ilustrasi Periode 7 : Plio-Plistosen (5-1) jtl.

Pada periode ini terjadi kegiatan struktur geologi yang cukup intens, ditandai dengan
pensesaran naik dan geser yang diikuti sesar turun, sehingga membentuk suatu
jalur/pathway bagi source rock untuk menginjeksi minyak bumi kepada batuan yang
memiliki karakteristik reservoir yang baik, serta menjadi perangkap pada reservoir
yang telah terbentuk. Pada periode ini juga diendapkan Formasi Dahor yang memiliki
unit litologi penciri berupa batulempung sampai batulempung pasiran dan batupasir.
Di lokasi Danau Biru terdapat litologi yang menjadi penciri dari formasi ini yaitu
batupasir dan lempung.

Periode 8 : Resent (1 jtl-sekarang)

Pada periode ini hanya terjadi pengendapan material sedimen lepas,


berupa Endapan alluvial yang berasal dari proses pelapukan formasi-formasi batuan
penyusun Pegunungan Meratus. Endapan alluvial yang berada di Desa Ujung
Murung, Kecamatan Cempaka, Kabupaten Banjarbaru, mengandung intan primer
yang diperkirakan berasal dari rangkaian produk ofiolit, produk hasil subduksi yang
terjadi dan tersingkap dipermukaan melalui kimberlite atau lampropite pipe, atau
hasil pengendapan aliran sungai purba ketika Komplek Schwaner dan Gondwana
masih merupakan satu kesatuan pada Jura Akhir.

Anda mungkin juga menyukai