net/publication/265127376
CITATIONS READS
0 1,598
4 authors, including:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Oki Cahyo Nugroho on 29 August 2014.
okicahyo-2013
Studi kasus Reyog Obyogan dan Reyog Festival
FEBRUARI
2013
i
HALAMAN PENGESAHAN
okicahyo-2013
Ketua Program Studi Ketua Penelitian,
Menyetujui
Dekan Fakultas
Dra.Hj.Niken Lestarini,M.si
NIDN : 0020066503
ii
Kata Pengantar
Bismillahirrahmanirrahim,
Atas ijin dan perkenan Allah SWT., proses penyusunan laporan hasil penelitian
ini dapat berjalan dengan baik dan lancar. Karena itu kesyukuran yang tulus peneliti
munajatkan kepada Rabb Semesta Alam, dengan tetap berharap agar barakah-Nya
senantiasa dicurahkan kepada peneliti dalam kualitas dan kuantitas yang lebih besar
sebagai modal di masa yang akan datang, untuk berkarya dan berprestasi, khususnya di
bidang penelitian dengan karya dan prestasi yang lebih baik dan bermanfaat.
Keberhasilan dan kesuksesan secara optimal, dari hasil penelitian yang telah
peneliti upayakan ini memang masih jauh dari kenyataan, jika mempertimbangkan
lebih keras, baik terkait dengan penggalian data, reduksi data, analisis, dan pembahasan.
Namun demikian, kami tetap berbangga dengan capaian penelitian dalam wujud laporan
hasil ini, sekalipun sekali lagi, masih sangat banyak kekurangan yang terjadi. Sementara
okicahyo-2013
itu, laporan hasil penelitian ini rasanya sangat sulit terwujud, andaikan tidak memperoleh
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Karena itu, dalam kesempatan ini, peneliti
kepada berbagai pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan tersebut.
Universitas Muhammadiyah Ponorogo – Bpk Sulton M.SI. dan juga Lembaga Penelitian
dan Pengabdian Masyarakat yang telah memberikan dukungan pendanaan dan referensi
iii
kabupaten Poniorogo sehingga muncullah ide dan penelitian ini. Kepada seluruh seniman
Reyog Obyogan yang telah peneliti temui dalam setiap pementasan di desa Tegalombo
kecamatan Kauman, desa Jebeng kec. Slahung, Desa Jati, Desa Ngebel di kec.Ngebel,
Segala kelalaian dan ketidaktepatan dalam penelitian ini menjadi hal yang
membuat peneliti semakin bekerja keras dalam membuat penelitan-penelitan yang lebih
sekaligus membuka hati dengan segala kritik dan saran sehingga penelitian selanjutnya
jauh lebih baik. Sekecil apapaun manfaat penelitan ini, mudah-mudahan dapat digunakan
. okicahyo-2013
iv
Daftar isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah................................................................... 14
okicahyo-2013
4.2.3 Unit analisis ............................................................ 35
4.3 Sumber data ........................................................................ 35
4.4 Tekhnik Pengumpulan data. ............................................... 36
4.4.1 Wawancara ............................................................... 36
4.4.2 Obervasi ............................................................ 37
4.5 Studi Pustaka. ............................................................... 38
4.6 Studi Dokumen. ............................................................ 38
4.7 Tekhnik analisis data .................................................... 39
4.8 Teknik pemeriksaan keabsahan data. ............................... 40
v
5.2.9 Self Help / Birthright Inheritance ............................ 66
5.2.10 Individualism-Privacy / Group Welfare .................. 68
5.2.11 Competition / Cooperation ...................................... 70
5.2.12 Informality / Formality ............................................ 72
5.2.13 Directness – Openness – Honesty /
Inderectness – Ritual - “Face”................................ 74
5.2.14 Practicality-Efficiency /
Idealism – Theory – Spiritualism – Detachment ..... 76
Lampiran
Curriculum Vitae ...................................................................... 87
okicahyo-2013
vi
okicahyo-2013
vii
okicahyo-2013
viii
BAB I
PENDAHULUAN
okicahyo-2013
pemainnya yang dahulu oleh laki-laki semua, sekarang terdapat perempuan
sebagai penari jathil. Semua penari Reyog yang dulu mengenakan topeng
dalam sebuah pementasan, sekarang hanya pemain yang berperan sebagai Prabu
Kelono Sewandono dan Bujangganong yang memakai topeng.
1
Pementasan Reyog pada tahun 1920
Sumber
(http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Berkas:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Eerste_bedrijf_uit
_een_dansvoorstelling_waarin_een_draak_met_vier_ruiters_wordt_opgevoerd_TMnr_10004817.jpg&fil
etimestamp=20091127103347) diunduh pada 7/24/2013 9:57 AM
okicahyo-2013
Dalam perkembangannya, pertunjukkan Reyog Ponorogo terbagi
menjadi beberapa versi. Beberapa penelitian menyebutkan Reyog Ponorogo
terpecah menjadi beberapa versi yaitu versi Festival, versi Obyogan, dan santri.
Dalam penelitian ini hanya akan diambil versi Festival dan versi Obyogan
karena hanya dua versi inilah yang sering dipertunjukkan pada masyarakat.
Reyog dengan format atau versi santri hanya terbatas pada kalangan pesantren
dan jarang sekali dipertunjukkan dalam masyarakat umum. Pergeseran ini bisa
diartikan sebagai sebuah perpecahan yang mengarah pada sebuah konflik yang
dapat disimbolkan dengan penanda-penanda tertentu yang dapat dimaknai
menjadi sebuah kata kunci atau sebuah tanda tertentu.
Reyog dengan versi Festival adalah Reyog dengan tata pertunjukkanya
merupakan bentuk baku yang dipentaskan dalam acara Festival Reyog Nasional
yang biasanya diselenggarakan pada menjelang perayaan 1 Muharaam dalam
penanggalan Islam atau 1 Syuro dalam penanggalan Jawa. Tarian versi ini
sudah baku mulai dari jumlah pemain, penabuh, tata gerak, instrumen musik
2
sampai pada durasi waktu. Motivasi utama dalam pementasan Reyog versi
Festival adalah menjadi pemenang. Oleh karena itu dalam setiap Festival Reyog
Nasional hampir tidak ada improvisasi dari penari maupun penabuh gamelan
pada saat pentas. Bermain sesuai skenario latihan dan patuh pada peraturan
panitia adalah salah satu kunci menjadi juara. Dengan demikian, tidak ada
interaksi dan komunikasi antara penonton dengan pemain.
Reyog versi Obyogan adalah kebalikan dari Reyog Festival, dimana
aturan sudah tidak berlaku lagi. Artinya sudah tidak menggunakan pedoman-
pedoman dalam sebuah pemantasan Reyog. Perbedaan yang sangat terlihat
adalah Reyog Festival hanya bisa dilakukan dalam tempat tertentu dan
cenderung menggunakan banyak ruang sedangkan Reyog versi Obyogan bisa
menggunakan ruang sempit sekalipun yang terpenting dadak merak bisa
bergerak bebas. Reyog obyog adalah seni pertunjukan Reyog yang tidak terikat
oleh aturan (pakem); tidak mengikuti aturan baku yang mengatur dalam
pementasannya, sesuai dengan namanya Obyogan. Reyog obyog lebih
mengutamakan nilai kebersamaan dan kesenangan (hiburan) para pemain dan
orang-orang yang terlibat dalam pertunjukannya.(Ridho Kurnianto dkk, 2007
:37)
okicahyo-2013
Obyog atau Obyogan diartikan dalam kamus bahasa Jawa adalah
bebarengan nyambut gawe dengan pengertian yang sama dalam bahasa
Indonesia mengerjakan pekerjaan bersama-sama (Tugas Kumorohadi 2004:23-
24). Istilah obyog juga disebut dalam buku pedoman sebagai nama untuk salah
satu permainan musik sebagai iringan tari barongan atau tabuhan menjelang
pentas (Pemkab Ponorogo,1993). Salah satu motivasi ramainya pertunjukkan
Reyog Obyogan adalah adanya interaksi dan komunikasi antara penonton
dengan pemain. Interaksi ini dapat berupa sapaan, mengajak menari bersama
bahkan memberikan uang atau biasa disebut dengan saweran. Konco Reyog
adalah sebutan bagi orang-orang yang antusias dan serta ikut menjadi bagian
dari sebuah pertunjukkan Reyog Obyogan meskipun bukan bagian resmi dari
tim Reyog yang sedang bermain.
Perkembangan yang terjadi dengan Seni pertunjukkan Reyog Ponorogo
saat sekarang mengarah pada beberapa sebab dan menjadi sebuah paradigma
yang berkaitan langsung dengan Reyog Obyogan dan Reyog Festival. Dalam
3
perjalanannya, usaha pemerintah dalam mengembangkan seni tradisional ini
mengalami beberapa kendala.
Kelompok Reyog tradisional kesulitan dana dan kader ( Kompas 13-3-
2002). Dalam pemberitaan ini, disebutkan bahwa penyebab utama
terhambatnya perkembangan Reyog tradisional karena persoalan keuangan
dalam merawat dan menjaga peralatan pentas. Kurangnya kesadaran dan
pengharagaan dari generasi muda juga turut menjadi faktor yang menurunkan
jumlah Reyog tradisional terutama pada daerah –daerah pinggiran. Adanya
pendapat bahwa pemerintah daerah Ponorogo hanya menjual Reyog sebagai
komoditas pariwisata dan tidak memberikan pembinaan juga disinyalir menjadi
semakin sedikitnya pentas dan grup Reyog tradisional.
Reyog Obyogan kini sudah mulai jarang dipertunjukkan( Jawa Pos
Radar Madiun 16-9-1999 hal 3). Dalam artikel ini bahwa “Reyog Ponorogo
memilih hujan emas dinegeri orang kian redup ditanah kelahiran” mempunyai
dasar yang kuat. Secara singkat warga diluar Ponorogo sedang senang melihat
dan menikmati seni Reyog Ponorogo sedangkan dalam di Ponorogo sendiri
Reyog mengalami sebuah kemunduran dangan jarangnya seni Reyog yang
dipertunjukkan terutama Reyog Obyogan. Hal ini bisa dibaca dengan adannya
okicahyo-2013
pertunjukan Reyog versi Festival secara besar-besaran yang hanya
diselenggarakan 1 tahun sekali dengan mendatangkan peserta dari seluruh
Indonesia, sedangkan Reyog dalam kabupaten Ponorogo sendiri tidak
mendapatkan perhatian yang serius dengan ditandainya banyaknya Reyog pada
desa dan kelurahan yang rusak dan tidak aktif lagi.
Jumlah grup Reyog dari luar kota Ponorogo semakin lama semakin
meningkat, meskipun peningkatannya hanya satu atau dua grup, tatapi jumlah
ini terus mengalami peningkatan yang pasti disetiap tahun dalam setiap
pementasan Festival Reyog Nasional. Data ini dikuatkan dari ketua panitia
Festival Reyog Nasional Ponorogo tahun 2012, Budi Satriyo. Menurut Budi
Satriyo, peserta dari dalam kabupaten Ponorogo dibatasi dan diwajibkan hanya
dari instansi Kecamatan diPonorogo yang berjumlah 21 Kecamatan serta
sekolah-sekolah atau instansi pendidikan yang mempunyai grup Reyog.
Sedangkan peserta dari luar kabupaten Ponorogo terus mengalami peningkatan
dengan grup-grup pendatang baru yang didukung dengan sponsor yang kuat.
Pada tahun 2010 ada sekitar 50 grup peserta yang ikut Festival Reyog nasional
4
dengan komposisi 21 dari grup wajib Kecamatan dari Ponorogo dan sekolah
atau instansi pendidikan dan 25 peserta dari luar kabupaten Ponorogo. Tahun
2011 tidak mengalami peningkatan yaitu 50 peserta. Tetapi pada tahun 2012 ini
mengalami peningkatan menjadi 52 peserta dengan komposisi 60 persen dari
luar Ponorogo seperti peserta dari DKI Jakarta yang akhirnya menjadi juara
pada Festival Reyog nasional ini. Perkembangan yang tidak menguntungkan
bagi grup Reyog dalam kabupaten Ponorogo justru pada tahun 2013 mendatang.
Pada Festival Reyog tahun 2013 mendatang jumlah peserta akan dibatasi hanya
menjadi 40 peserta dengan mengutamakan peserta dari luar kabupaten
Ponorogo. Peraturan ini sedang dirumuskan dalam Yayasan Reyog Ponorogo
dan beberapa dinas yang terkait dengan Festival Reyog Nasional Ponorogo.
Masih melekatnya gambaran negatif terhadap seni Reyog Ponorogo
terutama Reyog dengan format Obyogan. Seperti yang dikutip dari koran Jawa
Pos Radar Madiun 16 September 1999 bahwa melemahnya minat warga
masyarakat Ponorogo terhadap Reyog disebabkan adanya image atau isu
negatif yang masih melekat dengan kehidupan para pemain Reyog itu sendiri
pada saat pentas. Image atau gambaran negatif tersebut berupa adanya minuman
keras, susuk, sesajen, dan lain sebagaianya. Tawuran atau perkelahian juga
okicahyo-2013
sering terjadi antar penonton dan tidak jarang membuat membuat resah
penonton yang lain serta aparat keamanan. Hampir setiap pertunujkkan Reyog
yang dipentaskan secara Obyogan ada unsur minuman kerasnya, meskipun
dalam beberapa pentas dilakukan dengan sembunyi-sembunyi.
Gambaran singkat diatas dapat ditarik menjadi sebuah karakteristik
budaya yang melahirkan sebuah cara dalam berkomunikasi lewat media budaya
itu sendiri. Cara masyarakat dalam menyampaikan gagasan, tujuan, dan maksud
yang terpendam dalam benak mereka mempunyai gaya atau cara yang unik dan
menarik jika dilihat dari sudut pandang ilmu komunikasi. Setiap
individu,kelompok kecil homogen atau komunitas, atau kumpulan masyarakat
yang lebih luas dan beragam mempunyai cara dan gaya tersendiri yang akan
berkaitan langsung dengan budaya masing-masing.
Lebih fokus pada permasalahan komunikasi budaya yang terjadi pada
Reyog Ponorogo, bahwa dalam sebuah sistem kebudayaan yang sama dengan
akar atau sumber budaya yang sama terjadi perpecahan dengan segala ideologi
dan kepentingan yang mengalir didalamnya. Perpecahan yang terjadi dapat
5
membingungkan dan mengundang berbagai pertanyaan yang mendalam dan
harus dilakukan sebuah penelitian untuk bisa menjawab sebab dan akibat yang
akan terjadi dengan berlandaskan teori dan beberapa penelitian yang sudah
dilakukan sebelumnya. Dari sudut pandang pemain dan seniman Reyog yang
berkecimpung dan menjadi bagian hidup dari sebuah pertunjukkan Reyog
tentunya akan saling bertolak belakang dengan berpegang teguh pada prinsip
masing-masing. Hal inilah kemudian yang menjadi fokus penelitian dalam
bidang komunikasi tentang apa yang menjadi pesan, proses pengemasan pesan
serta pemaknaan dalam pesan itu sendiri dan yang paling penting adalah
dampak atau efek dari pesan yang ingin disampaikan para pemain ini terhadap
penonton atau dalam pandangan ranah atau kajian ilmu komunikasi, terutama
dalam komunikasi budaya.
Fokus dalam penelitian komunikasi akan dibatasi beberapa aspek yang
berkaitan langsung dengan sebuah proses komunikasi itu sendiri. Diantara
proses itu adalah tentang pesan (message), proses penciptaan pesan (creation of
message), pemaknaan dalam pesan (Intepretation of Message),proses yang
saling berkaitan (Relational Proses), dampak dari pesan (Messages That Elicit a
Response) (Griffin. 2011: 6-8).
okicahyo-2013
Perbedaan-perbedaan dalam format pertunjukkan, perangkat yang
dipakai, motivasi dalam pertunjukkan, interkasi dengan penonton, interkasi
dengan pemain lain dan improvisasi dalam pementasan secara tidak langsung
menimbulkan sebuah gaya dan karakteristik dalam komunikasi yang pada
akhirnya membentuk karakter masing-masing pertunjukkan. Kekuatan dalam
memegang idelogi atau kepercayaan terhadap seni Reyog yang berbeda inilah
yang selanjutnya menjadi sebuah karakteristik dalam proses komunikasi yang
bisa kita jumpai dalam setiap pementasan baik dalam format Reyog obyog
maupun Reyog dalam versi Festival atau panggung.
Begitu juga dengan proses penyampaian pesan yang ingin disampaikan
dalam sebuah proses pertunjukkan Reyog Ponorogo dalam format Obyogan
atau dalam format Festival. Pesan yang disampaikan menjadi mempunyai
karakter yang unik sesuai dengan pembawa pesan itu sendiri yaitu Reyog
dengan berbagai formatnya.
Hal inilah yang menyebabkan dalam setiap pertunjukan Reyog baik
dalam format obyog atau dalam versi Festival selalu mempunyai ciri khas dan
6
keunikan sendiri-sendiri dalam setiap pementasan. Dalam setiap pementasan
yang berlangsung, secara langsung akan memproduksi simbol-simbol tertentu
yang membuat atau mengajak penonton untuk saling berkomunikasi. Sebagai
contoh dalam pentas obyog adanya ajakan menari bersama dalam kalangan
menunjukkan adanya kedekatan dan kesetaraan derajat diantara penonton.
Berbeda dengan Reyog versi Festival, dalam Reyog versi Festival penonton
secara otomatis akan terpecah statusnya. Hal ini bisa dilihat dari simbol kursi
dan pagar yang membatasi penonton. Bagi penonton yang tidak berkepentingan
tidak bisa masuk dan duduk pada kursi yang tersedia. Kursi yang disediakan
adalah khusus untuk orang atau pejabat pemerintahan yang hadir atau
siapapaun pejabat asal mempunyai kedudukan dalam pemerintahan daerah
tersebut. Untuk lebih detil dan terlihat perbedaan dapat dilihat dari
perbandingan foto-foto pementasan Reyog Obyogan dan Reyog dalam format
Festival.
Penelitian ini berangkat dari indikator Edward T Hall tentang
pembedaan atau kategorisasi budaya berdasarkan ukuran-ukuran tertentu.
Argumen Hall terbukti bisa dijadikan bahan rujukan ketika ada sebuah
fenomena yang terjadi yang berkaitan langsung dengan intercultural study.
okicahyo-2013
Pada dasarnya, indikator Hall ini digunakan dalam penelitian yang
merujuk pada sebuah fenomena dengan dasar intercultural study. Tetapi dalam
perkembangannya, Reyog Ponorogo dapat dikategorikan menjadi beberapa
kategori berdasarkan perspektif atau sudut pandang dari berbagai disiplin ilmu.
Oleh karena itu dalam penelitian ini perspektif yang digunakan Edward hall
sangat sesuai dengan perkembangan yang terjadi seiring dengan perkembangan
dunia ilmu terutama dalam perspektif ilmu komunikasi.
Dalam pandangan Edward Hall, Indonesia masuk dalam kategori
budaya dengan karakter yang High Culture Context, (Lesmana.Tjipta.2009:58).
Secara sederhana, High Culture Context adalah sebuah kategori budaya yang
dalam proses penyampian pesan yang disampaikan tidak secara langsung, syarat
makna dan penuh dengan intepretasi dari masing-masing penerima pesan itu
sendiri.
Reyog Ponorogo dalam perkembangannya mengalami percampuran
budaya yang dipengaruhi oleh beberapa aspek dan pengaruh dari luar budaya
Ponorogo yang pada akhirnya mempengaruhi pola-pola dalam
7
pertunujukannya. Pertunjukan-pertunjukan Reyog Ponorogo yang terpecah
menjadi dusa versi sangat pas dengan teori Hall tentang High dan Low Context
Culture.
Melihat perkembangan budaya yang terjadi pada seni pertunjukan
Reyog Ponorogo, jika dikaitkan dengan konteks budaya secara lebih luas akan
mengarah pada sebuah kategorisasi budaya itu sendiri. Hal inilah yang sangat
Ponorogo ini dapat dilihat dari aspek high dan low culture context yang pernah
okicahyo-2013
Dari pernyataan Hall diatas bisa disimpulkan secara cepat bahwa sebuah
informasi yang tersedia ada dalam konteks yang melingkupi sebuah peristiwa
dan informasi tersebut melekat dengan arti dari peristiwa itu sendiri. Dan
proposinya tergantung pada budaya yang ada. Kata kunci dari pernyataan Hall
diatas adalah perberdaan budaya. Perbedaan budaya yang diartikan secara luas
Reyog dengan format Festival berada pada low Culture Context. Hal ini dapat
8
with Nature. Reyog dengan format Festival selama ini berlangsung pada sebuah
Ponorogo. pangung ini pun dihias dan dilengkapi dengan berbegai perlngkapan
pertunjukan modern, seperti lampu panggung yang gemerlap dan tata cahaya
versi Obyogan adalah Harmony with Nature atau sebaliknya. Harmony dengan
alam, menyatu dan membaur dengan alam sekitar adalah ciri khas pertunjukan
ini. Setiap pertunjukan yang digelar untuk Reyog Obyogan menggunakan lahan
atau tempat seadanya, halaman rumah, lapangan sepak bola, perempatan jalan
atau dimanapun bisa. Tidak ada panggung megah, tidak ada proyek pendirian
panggung dengan dana milyaran rupiah, tidak ada tata suara menggelegar dan
tidak ada tata cahaya. Yang ada adalah penggung alam dan tata cahaya dari alam
okicahyo-2013
Ponorogo pada akhirnya mengalami paradigma unik dimana dengan satu
budaya muncul dua versi yang sangat bertolak belakang satu sama lain. Dalam
bahasa teori komunikasi, proses ini adalah disebut sebagai noise atau faktor
versi Festival dan Reyog dengan format Obyogan. Ada yang senang dengan
Reyog versi Festival, ada masyarakat yang fanatik dengan Reyog Obyogan.
9
mempunyai cara dan sikap sendiri-sendiri dengan penanda dan simbol-simbol
ketimpangan dan salah persepsi dalam penyampaian sebuah pesan. Being aware
dalam mencari sebuah jalan tengah dari sebuah ketegangan yang terjadi dalam
sebuah perjalanan budaya yang sering terjadi dalam masyarakat Indonesia yang
terkenal dengan multi etnis dan multi kultur ini. Hasil akhir yang diharapkan
dari penelitian ini adalah adanya rasa saling memiliki dan saling menghormati
diantara pelaku, masyarakat umum atau konco Reyog itu sendiri . Hal inilah
menjadi salah satu motivasi dari peneltian kecil tentang sebuah budaya yang
okicahyo-2013
menjadi ikon budaya di Jawa Timur sebelah barat.
Selama ini pertunjukan Reyog yang dikenal luas ada dua versi, yaitu
seni pertunjukkan Reyog dengan format Obyogan dan seni pertunjukkan Reyog
dengan format Festival, tetapi dibalik itu semua ada beberapa jenis atau aliran
dalam pertunjukkan Reyog sendiri. Tetapi dalam penelitian ini hanya akan
diambil dua aliran besar yang mewakili dari sisi bentuk pertunjukkan khususnya
dalam ranah bidang ilmu komunikasi yaitu Reyog dengan format Obyogan dan
yang unik dan menarik, dimana satu sumber budaya terpecah menjadi dua aliran
yang saling bertentangan dengan audience yang sama dan kadang dengan
10
Dalam pandangan Hall tentang High/ low culture context, negara-negara
okicahyo-2013
kecil dalam klasifikasi konteks budaya menurut Hall.
11
Penelitian ini berangkat dari indikator Edward T Hall tentang
pembedaan atau kategorisasi budaya berdasarkan ukuran-ukuran tertentu.
Argumen Hall terbukti bisa dijadikan bahan rujukan ketika ada sebuah
fenomena yang terjadi yang berkaitan langsung dengan intercultural study.
Tetapi dalam perkembangannya, Reyog Ponorogo dapat dikategorikan menjadi
beberapa kategori berdasarkan perspektif atau sudut pandang dari berbagai
disiplin ilmu. Oleh karena itu dalam penelitian ini perspektif yang digunakan
Edward hall sanagt sesuai dengan perkembangan yang terjadi seiring dengan
perkembangan dunia ilmu terutama dalam perspektif ilmu komunikasi.
Dalam pandangan Edward Hall, Indonesia masuk dalam kategori
budaya adengan karakter yang High Culture Context, Dalam pandangan
Edward Hall, Indonesia adalah negara yang masuk dalam kategori High Culture
context (Lesmana.Tjipta.2009:58). Secara sederhana, penyampian pesan yang
disampaikan tidak secara langsung, syarat makna dan penuh dengan intepretasi
dari masing-masing penerima pesan itu sendiri.
ketimpangan dan salah persepsi dalam penyampaian sebuah pesan. Being aware
okicahyo-2013
of these differences usually leads to better comprehension, fewer
dalam mencari sebuah jalan tengah dari sebuah ketegangan yang terjadi dalam
sebuah perjalanan budaya yang sering terjadi dalam masyarakat Indonesia yang
terkenal dengan multi etnis dan multi kultur ini. Hasil akhir yang diharapkan
dari penelitian ini adalah adanya rasa saling memiliki dan saling menghormati
diantara pelaku, masyarakat umum atau konco Reyog itu sendiri . Hal inilah
menjadi salah satu motivasi dari peneltian kecil tentang sebuah budaya yang
12
Dengan indikator diatas, dengan mudah Reyog Ponorogo bisa
dikategorikan dalam high / low culture context dalam proses penyampian pesan,
High culture context sedangkan seni pertunjukan Reyog Festival sebagian besar
masuk dalam kategori low culture context. Hal ini berdasarkan indikator yang
terdapat pada tabel yang dibuat oleh Hall(1985). Dalam penelitian ini, penulis
budaya dunia ini dapat digunakan sebagai kategorisasi dalam Seni pertunjukan
Reyog Ponorogo.
okicahyo-2013
Ponorogo. kemudian untuk lebih rinci dan fokus pada masalah yang dapat
tersebut?
13
okicahyo-2013
14
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
teori sebagai sebuah rangkaian benang merah yang akan sangat membantu
berdasarkan beberapa teori yang dapat dipakai.akan tetapi seperangkat teori ini
perlu dijelaskan sebagai sebuah arahan atau pedoman peneliti untuk dapat
dari teori tersebut dikembangkan sejalan dengan penelitian itu berlangsung. Hal
ini didasarkan pada kenyataan yang terjadi dilapangan dan berkembang sesuai
okicahyo-2013
dengan kenyataan yang ada.
akan berdampak langsung dalam pendekatan dalam setiap masalah yang terjadi.
Oleh karena itu, teori mutlak diperlukan untuk menyatukan pandangan dan
persepsi. Dalam kehidupan praktis, teori hanya sebagai bahan yang paling
theory has a bad name: “Look out, here come the airy, hard-to-
understand abstractions, with no concrete examples to back them up or
illustrate them.” In its very definition, theory seems neatly divorced
from commonsense practice, and that’s what makes it so frustrating to
15
study: Theory seems separated from what people do.( Jeffrey Nealon
and Susan Searls Giroux, 2012:2)
Inti dari kutipan buku dengan judul Toll box Of theories diatas
menjelaskan bahwa sebuah kajian teori menjadi sangat sulit dipahami, tidak ada
bukti nyata dan secara membuat orang yang belajar tentang teori menjadi
frustasi. Kemudian teori menjadi terpisah dari apa yan dikerjakan orang lain.
Inilah pandangan tentang kajian teori yang membuat orang menjadi malas dan
enggan untuk belajar teori, tetapi dalam masalah ini teori mutlak diperlukan
yang terjadi.
Untuk memudahkan dalam melihat sebuah pradigma tersebut, maka ada tiga
okicahyo-2013
metapora teori sebagai alat bantu dalam melihat sebuah paradigma tertentu.
penangkap “dunia” dan mengolahnya menjadi lebik baik lagi seiring dengan
waktu. “theories are nets cast to catch what we call ‘the world’ . . . . We
endeavor to make the mesh ever finer and finer”( Griffin EM.2012:5). Dalam
pandangan para ilmuwan, teori sangat diperlukan sebagai “tool of trade”. Oleh
karena itu, teori sangat diperlukan sebagai alat bantu dalam bertukar informasi,
dalam melihat secara lebih detil dan fokus.“Theories as a Lenses”:....” The lens
imagery highlights the idea that theories shape our perception by focusing
16
attention on some features of communication while ignoring other features, or
dalam menggambarkan pokok bahasan dalam sebuah ide dimana dengan teori
tersebut akan mempertajam pandangan dalam persepsi kita dengan jalan fokus
perhatian pada beberapa masalah dalam komunikasi dan pada saat yang sama
kita ketahui sebelumnya. Banyak ruang gelap dan jalan buntu yang tidak kenal
sebelumnya. Oleh karena itu, Theories as Maps adalah bantuan dalam melihat
okicahyo-2013
territory”(Griffin EM.2012:5-6).
ketimpangan dan salah persepsi dalam penyampaian sebuah pesan. Being aware
Satu teori dangan teori dengan teori lainnya bukan sebagai suatu urutan
dari “teori agung”(Grand theory), “ teori menengah (Middle range theory) atau
17
dibahas dan sudah melewati berbagai pertimbangan dan sangat relevan dengan
5.3 Komunikasi
okicahyo-2013
dikembangkan sejalan dengan penelitian itu berlangsung. Hal ini
setiap masalah yang terjadi. Oleh karena itu, teori mutlak diperlukan
teori hanya sebagai bahan yang paling dihindari oleh masyarakat pada
umumnya.
18
theory has a bad name: “Look out, here come the airy, hard-to-
understand abstractions, with no concrete examples to back them
up or illustrate them.” In its very definition, theory seems neatly
divorced from commonsense practice, and that’s what makes it
so frustrating to study: Theory seems separated from what people
do.( Jeffrey Nealon and Susan Searls Giroux, 2012:2)
Inti dari kutipan buku dengan judul Toll box Of theories diatas
tidak ada bukti nyata dan secara membuat orang yang belajar tentang
teori menjadi frustasi. Kemudian teori menjadi terpisah dari apa yan
membuat orang menjadi malas dan enggan untuk belajar teori, tetapi
okicahyo-2013
maka ada tiga metapora teori sebagai alat bantu dalam melihat sebuah
lebik baik lagi seiring dengan waktu. “theories are nets cast to catch
what we call ‘the world’ . . . . We endeavor to make the mesh ever finer
sangat diperlukan sebagai “tool of trade”. Oleh karena itu, teori sangat
19
Lenses”:....” The lens imagery highlights the idea that theories shape
fokus perhatian pada beberapa masalah dalam komunikasi dan pada saat
banyak tidak kita ketahui sebelumnya. Banyak ruang gelap dan jalan
buntu yang tidak kenal sebelumnya, atau daerah yang tidak familiar
okicahyo-2013
Maps adalah bantuan dalam melihat daerah-daerah yang tidak masuk
Satu teori dengan teori dengan teori lainnya bukan sebagai suatu
20
Komunikasi sulit untuk didefinisikan. Seperti kata Theodore
with and trough symbols to create and interpret meaning (Wood .2013:
4). Dari pernyataan ini sudah dapat ditarik kesimpulan bahwa sebuah
okicahyo-2013
receiving message, or the transmission of message from one person to
computers”.
21
pesan-pesan yang diselipkan dalam sebuah cerita melalui pemain-
pemain tersebut.
2009:739).
ada satu teori yang hampir mirip dengan performamce theory yaitu
okicahyo-2013
Cultural Performance Theories. Cultural Performance Theories lebih
22
pertunjukkan Reyog adalah sebuah bentuk pertunjukkan teaterikal
formal yang kemudian menjadi sebuah kegiatan sosial. Pada saat itu,
terinspirasi.
okicahyo-2013
ketiga adalah fokus pada penampilan dan komunikasi, penampilan dari
23
2.1.2 Tahapan dalam Komunikasi
non verbal
merima pesan.
dikirimkan.
okicahyo-2013
mengolah sebuah pesan.
24
- Sender dalam penelitian ini adalah para pelaku dalam sebuah
Obyogan.
okicahyo-2013
2.1.3 Unsur-Unsur Komunikasi
Lasswell ini adalah salah satu model komunikasi pertama kali yang
25
Harold Lasswell dalam Dr. Jaime Gutierrez-Ang (2009:9)
5.4 Fenomenologi
dan sebagai sudut pandang dalam melihat masalah ini adalah fenomenologi.
okicahyo-2013
standpoint of the person who is living it.Thus, the phenomenological
yang terjadi dan nampak pada sebuah tatanan masyarakat tiada lain adalah
26
fakta atau kebenaran yang disadari. Sedangkan “Phenomenology” dalam
yang terfokus pada studi suatau obyek dengan pengalaman langsung .“an
begitu saja atau sebuah peristiwa yang terjadi secara tanpa sengaja. Semua
kejadian yang disebut sebagai fenomena hadir bukanlah hadir sebagai kasat
kesadaran pula. Oleh karena itu, dapat ditarik sebuah kesimpulan yang
okicahyo-2013
Dalam kamus The Oxford English dictionary, yang dimaksud dengan
(ontology), dan (b) division of any science which describes and classifies
dibedakan dari sesuatu yang sudah menjadi, atau disiplin ilmu yang
sebuah ilmu yang mempelajari fenomena yang tampak didepan mata kita
27
kesadaran yang penuh, artinya sebuah kejadian yang dikerjakan dilakukan
dalam pikiran kita mengenai dunia dibentuk oleh hubungan kita dengan
orang lain.
intepretif (Mulyana 2001:59). Hal ini dimaksudkan sebagai salah satu sudut
okicahyo-2013
pandang tentang perilaku manusia tentang pendekatan secara objektif dan
penelitian dengan tema yang paling banyak diangkat adalah cross cultural
negara yang lain memang sangat mudah diketahui dan diidentifikasi dan
diketahui secara cepat dengan ukuran-ukuran dari sudut pandang high dan
28
sangat erat hubungannya dengan high / low culture context. Karena dalam
budaya yang ditulis oleh Edward T Hall yang menulis tentang high/low
budaya dunia yang beragam. Dalam penelitian ini, peta budaya dari Hall
Reyog Ponorogo dalam versi Festival atau panggung dan versi jalanan
atau “Obyogan”.
okicahyo-2013
pada diri satu orang dengan orang lain, dimana sebuah detil dari informasi
bagian dari sebuah pesan. Pada komunikasi Low Context adalah lawan
dari high context dimana informasi yang terjadi tidak terjadi dengan jalan
dan teman kerja yang masuk dalam hubungan dekat yang bersifat pribadi
dan tertutup. Informasi tambahan ini bisa berupa budaya, kebiasaan, dan
cara hidup orang lain. Sedangkan orang atau negara dengan karakteristik
Low Context akan hidup atau bekerja dengan konsep hari ke hari secara
29
individual. Jadi dalam menjalin hubungan akan memerlukan informasi
relationship” mereka.
okicahyo-2013
Dalam bukunya Beyond Culture(Hall,1985), budaya diseluruh dunia
30
BAB III
message receiver .
Dalam membuat kategori Reyog Obyogan dan Festival ini tidak semata-
okicahyo-2013
lebih kepada pengayaan dan penggalian secara eksploratif dan deskriptif secara
Berbasis latar dan posisi seni Reyog Ponorogo yang ‘netral’ dan sarat
dengan nilai/tuntunan luhur pada sisi yang lain, maka masyarakat Ponorogo
detil tentang Reyog dengan kategori Obyogan dan Reyog dalam kategori
Festival. Setelah analisa mendalam tentang kategori dalam Reyog Ponorogo ini,
31
akan dilanjutkan dengan intepretasi pesan yang terkandung dalam masing-
masing format pertunjukan yang ada dan sudah dipentaskan. Penjelasan secara
mendalam dari intepretasi inilah yang menjadi pokok bahasan dalam membuat
Secara garis besar, penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh semua bidang
dalam penelitian ini indikator tentang high / Low Culture Context merupakan
alat bantu dalam mengungkap makna atau pesan dibalik pementasan itu sendiri.
pesan, serta efek timbal balik adalah tujuan utama dari penelitian ini.
Edward Hall ini diharapkan mampu menjadi sebuah perpektif atau cara pandang
tersendiri bagi para pembuat dan pengarah kebijakan terutama untuk kalangan
okicahyo-2013
ini. Kebijakan yang dihasilkan harus mampu menjembatani sebuah perbedaan
yang pada akhirnya menjadi sebuah kekayaan yang tidak ternilai harganya.
32
BAB IV
METODE PENELITIAN
deskriptif atau apa adanya, (7) Lebih mementingkan hasil daripada proses, ( 8)
adanya batas yang ditentukan oleh fokus, (9) ada kriteria khusus untuk
okicahyo-2013
Peneliti meneliti satu obyek yaitu seni pertunjukan Reyog Ponorogo
tetapi hanya difokuskan pada saat pementasan seni itu sendiri. Jadi waktu yang
diperlukan relatif lama dan panjang karena harus menunggu saat pementasan
Reyog dengan format Obyogan dan Festival Reyog Nasional yang hanya
berlangsung sekali dalam setahun yaitu pada saat pergantian tahun baru Islam
teresebut kemudian dianalisis dan disajikan dalam bentuk deskripsi atau kata-
kata.
Setting penelitian ini terdiri dari tempat, waktu penelitian dan unit analisis.
33
4.2.1 Tempat
terpilihnya kepala desa yang baru didesa ini pada tanggal 23 juni 2013.
okicahyo-2013
Nasional Ke XIX yang diadakan 11-16 November 2012 di Panggung
4.2.2 Waktu
34
Reyog ini berlangsung pada tanggal 4 Januari 2008 pada Festival Reyog
saat Festival Reyog Nasional ke XIX tahun 2012 yang berlangsung pada
dapat dijadikan tempat pertunjukan. Dua versi inilah yang menjadi unit
okicahyo-2013
dengan penelitian ini.
sumber data utama dalam sebuah penelitian terutama dalam penelitian kualitatif
adalah kata-kata dan tindakan. Data pendukung lain sebagai data tambahan
adalah data berupa foto, dan dokumentasi lainnya. Dalam penelitian ini sebagai
sumber utama dalam mencari data adalah (1) Wawancara, (2) Observasi, (3)
35
5.8 Tekhnik Pengumpulan data.
4.4.1 Wawancara
1. Seniman Reyog
okicahyo-2013
Seniman Reyog Obyogan ini adalah beberapa warga yang
Festival adalh Drs. Ec. Budi Satriyo yang menjadi ketua Festival
atau seniman pada saat pertunjukkan Reyog. Para pelaku seni ini
36
pertunjukkan sedang berlangsung. Dalam hal ini ada beberapa
yang masih kelas 3 SD, Deasi, Penari Jathil pada saat pentas
3. Konco Reyog
Obyogan. Dalam hal ini nara sumber ditemui pada saat sedang
okicahyo-2013
4.4.2 Obervasi
Teknik yang penulis gunakan dalam observasi ini adalah pemeran serta
37
acara peringatan bulan purnama, Festival Reyog Nasional, bersih
Studi pustaka ini dilakukan sebagai data penguat yang berasal dari
online, tesis, skrisi atau seluruh data yang mendukung kuatnya penelitian
ini. Dalam hal ini buku mengenai Reyog Ponorogo sangat jarang, tetapi ada
Kasus Perubahan Pelaku Jathil Dari Laki-Laki Menjadi Perempuan Pada Seni
Ponorogo dari Rido Kurnianto yang ditulis dalam beberapa tahun terkhir.
okicahyo-2013
5.10 Studi Dokumen.
Dalam studi dokumen ini ada dua kategori foto yang dapat
dimanfaatkan dalam penelitian kualitatif yaitu foto yang dihasilkan oleh diri
sendiri dan orang lain (Moleong, 2000: I 14-115). Tujuan dari studi dokumen
ini adalah untuk melengkapi data dalam penelitian. Foto foto dalam
penelitian ini terdiri dari foto upacara ritual bersih desa, seni pertunjukan Reyog
Dalam hal ini, peneliti melakukan pemotretan sendiri dengan datang langsung ke
lokasi berdasrkan laporan dan jadwal pentas sebuah grup Reyog. Dalam melakukan
observasi lapangan ini, tidak hanya data visual yang digali, tetapi data-data
38
pendukung yang lain juga turut digali meski terkadang kondisi dan lokasi tidak
satuan uraian dasar. Bogdan dan Taylor analisis data sebagai proses yang
hipotesis (ide) seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk
dan dirumuskan menjadi hipotesis kerja yang didapat dari data yang diperoleh.
okicahyo-2013
Oleh karena itu urutan data yang dilakukan adalah :
berdasarkan data:
penelitian.
format Festival.
39
5.12 Teknik pemeriksaan keabsahan data.
pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu,
okicahyo-2013
40
BAB V
52’ BT dan 7° 49’ - 8° 20’ LS dengan ketinggian antara 92 sampai dengan 2.563
meter di atas permukaan laut dan memiliki luas wilayah 1.371,78 km².
Kabupaten ini terletak di sebelah barat dari provinsi Jawa Timur dan berbatasan
langsung dengan provinsi Jawa Tengah atau lebih tepatnya 200 km arah barat
daya dari ibu kota provinsi Jawa Timur, Surabaya. Pada tahun 2010 berdasarkan
jiwa (http://Ponorogokab.bps.go.id/index.php/pelayanan-statistik/publikasi-
okicahyo-2013
online/27-layanan-statistik-online/148-dda2012)
terbagi menjadi 303 desa; dengan letak ketinggian dari permukaan laut < 500 m
meliputi 241 desa, 500 – 700 m meliputi 44 desa, dan > 500 m meliputi 18 desa.
41
Peta Kota Ponorogo
(https://maps.google.com/maps?q=Ponorogo&ie=UTF8&hq=&hnear=0x2e799f778322e585:0xc94781a3df348b9
2,Ponorogo,+East+Java,+Republic+of+Indonesia&ei=1CTpUeCrMMONrgebuoHoCw&ved=0CK4BELYD,
diakses 7/19/2013)
Tabel 1
Batas Wilayah Kabupaten Ponorogo
okicahyo-2013
B a t a s Berbatasan dengan:
Utara Kab. Magetan, Kab. Madiun, dan Kab. Nganjuk
Timur Kab. Tulungagung dan Kab. Trenggalek
Selatan Kab. Pacitan
Barat Kab. Pacitan dan Kab. Wonogiri (Propinsi Jawa Tengah)
Sumber data: Badan Statistik Kabupaten Ponorogo dalam “Kabupaten Ponorogo dalam Angka 2010
(diolah)
musim, kemarau dan penghujan. Curah hujan paling tinggi terjadi pada
(http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Ponorogo).
42
Suhu di Kabupaten Ponorogo sepanjang tahun relatif sama
dengan suhu rata-rata tertinggi 32.2 °C dan suhu rata-rata terendah 23.9 °C.
Suhu udara di dataran rendah berkisar 27 s/d 31 Cº, sedangkan di dataran tinggi
berkisar 18 s/d 26 Cº. Curah hujan pada wilayah kota ini tergolong cukup, yakni
kekurangan air.
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Tahun
36 40 38 39 36 37 36 39 39 38 39 39 40
Rekor tertinggi °C (°F)
(96) (104) (101) (102) (97) (98) (97) (102) (102) (101) (102) (102) (104)
31 31 31 32 33 33 33 33 34 33 32 31 32.3
Rata-rata tertinggi °C (°F)
(87) (87) (88) (90) (91) (91) (91) (92) (93) (92) (90) (88) (90)
24 24 24 24 24 24 23 23 23 24 24 24 23.8
Rata-rata terendah °C (°F)
(75) (75) (75) (76) (76) (75) (74) (74) (74) (75) (76) (75) (75)
20 15 13 14 18 14 14 13 17 15 13 14 13
Rekor terendah °C (°F)
(68) (59) (56) (58) (64) (58) (58) (55) (62) (59) (56) (58) (55)
okicahyo-2013
Rata-rata hari berhujan 19 16 14 11 6 6 3 3 3 9 12 16 118
% kelembapan 83 83 81 78 74 72 69 66 67 71 77 81 75.2
Sumber: http://www.myweather2.com/activity/weather-maps.aspx?mapid=12&id=68769
sekolah lanjutan tingkat atas, yakni sebesar 3.513 orang. Sementara tingkat
43
Letak sebagian besar wilayah di Kabupaten Ponorogo pada dataran
rendah dengan curah hujan yang cukup, dan struktur tanah yang subur, terutama
sebagai akibat dari keberadaan gunung berapi yang dekat dengan kabupaten ini
(diapit dua gunung berapi tidak aktif, yakni di sebelah Timur Gunung Wilis dan di
sebelah Barat Gunung Lawu), maka ikut berpengaruh dalam membentuk sebagian
besar mata pencaharian masyarakat Ponorogo yang berjumlah 915.347 ini, yakni di
bidang pertanian; baik sebagai petani maupun buruh tani. Hal ini nampak dalam
table berikut:
Tabel 2
Jumlah Penduduk Akhir Tahun Menurut Mata Pencaharian
okicahyo-2013
7 Pedagang 30.429
8 Lainnya 137.849
Sumber Data: Badan Pusat Statistik Kabupaten Ponorogo dalam “Kabupaten
Ponorogo dalam Angka 2005/2006” (diolah)
“kota Reyog” jelas mengindikasikan begitu kentalnya kota ini dengan aktifitas
seni budaya. Berdasar data, ternyata kesenian Reyog itu sendiri secara
Reyog tersebut. Dan ternyata pula, disamping seni Reyog yang telah menjadi
simbol dan identitas masyarakat Ponorogo, di kota ini juga eksis seni budaya
44
Tabel 5
Jumlah Organisasi Kesenian Menurut Jenis dan Kecamatan
okicahyo-2013
Sumber Data: : Badan Pusat Statistik Kabupaten Ponorogo dalam “Kabupaten Ponorogo
dalam Angka 2012
45
5.2 Paparan Data dan Temuan Penelitian
okicahyo-2013 kebutuhan kita sebagai manusia. Dalam hal ini, Reyog dengan
46
Pada awal pertunjukkan Festival Reyog ini memakai
pada tahun 1997. Pada tahun 1998 dan 1999 sudah mulai
okicahyo-2013
Drs.Budi Satriyo tanggal 19 juni 2013)
47
Suasana Panggung utama pada saat Festival Reyog Nasional Ke XIX tahun 2012
okicahyo-2013
ini sangat menyatu dengan alam yang ditandai dengan
48
Berbeda jika pemetasan itu ada yang mengundang atau
dan wawancara.
okicahyo-2013
Pementasan Reyog Obyogan di Halaman rumah Bpk Hajiyanto, desa Jati Ngebel tanggal 15
November 2012.
49
Pementasan Reyog Obyogan di perempatan jalan desa dalam rangka bersih desa di desa
Tegalombo, Kauman Ponorogo. 9 September 2011
50
yang dilakukan pada malam hari juga dibantu dengan bantuan
cahaya buatan dari lampu dengan daya ratusan ribu watt yang
okicahyo-2013
format Obyogan dan dalam kondisi hujan maka yang terjadi
51
juga pentas berhenti dan semua konco Reyog berlari untuk
okicahyo-2013
Pementasan Festival Reyog Nasional ke XV, 22 desember 2008 yang terus berlangsung
meskipun dalam kondisi hujan
52
Hujan menghentikan pementasan di rumah Bpk Hajiyanto desa Jati, Ngebel Ponorogo. 15
November 2011
okicahyo-2013
Pementasan Reyog Obyogan dalam rangka Larung sesaji yang terpaksa berhenti karena
hujan.Ngebel, 15 November 2011.
53
5.2.3 Doing / Being
Doing / Being ini dimaksudkan lebih ke personil atau
atau Obyogan. dalam hal ini, beberapa personil atau pemain ada
okicahyo-2013
Lain halnya dengan pemahaman “being”. Pengertian
bagian dari sesuatu. Hal ini dipahami jika ada salah seseorang
dan terlebih lagi ada beberapa pengaruh dari orang tua atau
saat itu, Ariya baru kelas 3 Sekolah Dasar tetapi sudah pandai
54
yang bisa bermain kendang Reyog. Bukti kuat lain adalah
okicahyo-2013
Ariya,menjadi pemain multitalent karena keinginanya seperti bapaknya yang menjadi
penabuh kendang di pertunjukkan Reyog
55
future orientation pada pertunjukkan Reyog dengan format
okicahyo-2013
yang sudah berumur lebih dari 30 tahun. Pada indikator ini,
competition / cooperation.
56
“jathil” dianggap orang yang mudah digoda atau dilecehkan. Hal
yang unik dengan sebutan yang lain adalah kota santri. faktor
okicahyo-2013
perawatan dadak merak.
pakem yang dianut. Khusus untuk kasus ini, tidak sesuai dengan
57
Dalam hal ini, pakem yang dianut dalam pertunjukkan
adalah Jumlah pemain tiap Group Reyog terdiri dari :Warok Tua
okicahyo-2013
telah dibukukan dalam peraturan yang mengatur semua tekhnis
58
Format pertunjukkan Reyog dalam Festival Reyog Nasional ke XIX
59
selengkap dalam format Festival, artinya dalam Obyogan tidak
menggunakan topeng.
okicahyo-2013
Penari Jathil yang sudah tidak menggunakan ebleg atau kuda lumping dan gerakan tari yang
mirip dengan penyanyi dangdut atau geraka penari tayub. Pertunjukkan Reyog Obyogan di
desa Jati Kec.Ngebel di rumah Bpk Hajiyanto 15 November 2012).
60
Penari Bujangganong hanya bersifat menghibr dengan canda dan gerakan lucu. Pentas Reyog
Obyogan dalam rangka Ulang Tahun Group Reyog Onggolono Desa Golan Kec. Sukorejo. 18
Juni 2013.
Oleh karena itu, dalam setiap pementasan ada lampu isyarat yang
61
Lampu Merah, menunjukkan waktu pentas dinyatakan
Penggunaan Lampu sebagai penanda waktu dalam Festival Reyog Nasional Ke XIX tahun
2012 dialun-alun Ponorogo.
okicahyo-2013
Pementasan terus berlanjut meskipun menjelang sore hari. Pentas Reyog Obyogan
dalam rangka syukuran pemilihan kepala desa Jebeng, Slahung Ponorogo.23 juni 2013
62
Dalam pertunjukkan Reyog dengan format Obyogan,
okicahyo-2013
merupakan tamu kehormatan diantaranya adalah bupati, wakil
adalah Rp.3000.
63
Kebalikan dari Hirarki ini adalah persamaan. Dalam
okicahyo-2013
Pembagian penonton berdasarkan hirarki dalam sistem pemerintahan
64
Dalam pertunjukkan Reyog dengan format Obyogan, tidak ada kategorisasi
penonton, semua memperoleh hak yang sama dalam meyaksikan pertunjukkan
Reyog ini.
okicahyo-2013
dengan format ferstival berangkat dari sekolah, instansi
oleh orang tua. Usia yang masih muda hanya mengisi posisi
Obyogan.
65
Pementasan Reyog Festival lebih banyak didominasi oleh generasi muda
okicahyo-2013
Sebagian besar pemain dan penabih dalam Reyog Obyogan adalah orang-orang yang sudah
66
group Reyog yang disponsosri oleh beberapa perusahaan besar.
67
Kemandirian beberapa kelompok grup Reyog dalam ikut serta dalam setiap Festival semakin
lama semakin besar tanpa dukungan dan campur tangan dari pemerintah.
sengaja membuat jarak dengan grup lain dan mencari tempat dan
68
pada orang-orang yang antusias dan selalu mengikuti setiap
okicahyo-2013
Prinsip Individualism dengan mencari tempat tersendiri
69
Pentas Grup Reyog dengan mengahdirkan 20 dadak merak dari grup yang berbeda.
okicahyo-2013
format Festival kental dengan suasana kompetisi karena tujuan
70
Piala Presiden yang diperebutkan dalam Festival Reyog Nasional ke XIX tahun 2012
okicahyo-2013
Salah satu bentuk dari rasa solidaritas dengan memberikan saweran. Pentas Reyog Obyogan di Desa
Jati, Ngebel. 15 November 2012
71
5.2.12 Informality / Formality
juri.
okicahyo-2013
terbalik. Informality yang masuk dalam kategori sebelumnya
72
Pementasan Reyog Obyogan, orang lain yang bukan dari grup bisa tampil dengan pakaian
seadanya. Jebeng, Slahung, 23 juni 2013
okicahyo-2013
Suasana pementasan Festival Reyog Nasional yang formal dengan dress code “Penadon”.
73
5.2.13 Directness – Openness – Honesty / Inderectness – Ritual
- “Face”
okicahyo-2013
Salah satu upaya dalam mengarahkan penonton dan peserta lain adalah dengan bantuan
personil keamanan.Festival Reyog Nasional XIX, 14 November 2012
74
Dibelakang panggung panitia juga sibuk mengatur dan mempersiapkan para pemain sebelum
masuk arena. Festival Reyog Nasional XIX, 14 November 2012
okicahyo-2013
dengan sendirinya, tidak aturan, tidak ada pagar pembatas, tidak
Obyogan ini.
75
Penonton yang membludak dan ingin melihat dari dekat serta tidak adanya aturan dalam
pementasan menjadikan “kalangan” terlalu sempit untuk digunakan. Sehingga memaksa dadak
merak sebagai media dalam membuka arena pertunjukkan. Pementasan Di desa Golan,
Kecamatan Sukorejo 18 juni 2013.
okicahyo-2013 Detachment
Obyogan, hanya ada 2 dadak merak, 4-6 penari jahtil dan 1 atau
76
Sewandono. Begitu juga dengan pemain gamelannya yang
Jumlah pemain yang sedikit, Obyogan dapat dengan mudah dan praktis berpindah dari satu
okicahyo-2013
Hal ini sangat berbeda dan bertolak belakang
77
BAB VI
7.1 Kesimpulan
dan pementasan.
okicahyo-2013
Reyog dengan format Festival berada pada kategori Low
7.2 Saran-Saran
78
culture context dari Edward Hall, maka dalam penelitian ini
disarankan :
melihatnya.
okicahyo-2013
Dengan semakian dinamisnya perkembangan Reyog
Bagi masyarakat
79
masyarakat lebih aktif dalam usaha konservasi budaya yang
80
Perkembangan yang terjadi sekarang menjadi sebuah batu
okicahyo-2013
81
BAB VII
Jadwal Pelaksanaan
Jadwal Penelitian
No. Kegiatan Waktu Pelaksanaan (bulan ke)
1 2 3 4 5 6
1. Persiapan
2. Studi literature
4. Studi dokumentasi
5. Mengurus perijinan
6. Pengambilan data
7. Analisa data
8. Penulisan laporan
okicahyo-2013
9. Penggandaan dan pengumpulan
laporan
82
BAB VIII
Personalia Peneliti
PersonaliaPeneliti
b. Jenis Kelamin :L
c. NIS/NIDN : 0440483 /
e. Pangkat/ Golongan :
okicahyo-2013
83
BAB XIX
okicahyo-2013
a. Biaya penyelenggaraan : Rp. 500.000.-
Jumlah : Rp. 500.000
84
Daftar Pustaka
Jawa Pos Radar Madiun, 16 September 1999, hal 3.“ Reyog Ponorogo memilih hujan
emas di negeri orang redup ditanah kelahiran”
Jazuli, 1994, Telaah teoretis seni tari, Semarang: IKIP Semarang Press
Kurnianto, Ridho dkk ,2007. Laporan Hasil Penelitian Pencitraan Perempuan dalam
Kasus Perubahan Pelaku Jathil. LPPM Unmuh Ponorogo.
Pemkab Ponorogo, 1993. Pedoman Dasar Kesenian Reyog Ponorogo dalam Pentas
Budaya Bangsa, Ponorogo.
okicahyo-2013
Manis ,Jerome G and Bernard N. Meltzer, 1978. SYMBOLIC INTERACTION: A Reader
in Social Psychology THIRD EDITION . ALLYN AND BACON, INC.
Boston, London, Sydney, Toront
Storti ,Craig,2011, Culture Matters: The Peace Corps Cross-Cultural Workbook, Peace
Corps,US.
85
Hall, Edward T,Mildred Reed Hall.1990.Understanding cultural differences: keys to success in
West Germany,France, and the United States. Yarmouth,Maine 04096
USA, Intercultural Press,Inc
Lesmana.Tjipta.2009. Dari Soekarno Sampai SBY: Intrik dan Lobi Politik Para
Pengusaha. Jakarta .Gramedia Pustaka Utama.
Journal
Shoji Nishimura, Anne Nevgi and Seppo Tella, 2008. Communication Style and
Cultural Features in High/Low Context Communication Cultures: A Case
Study of Finland, Japan and India.
Seminar
Disampaikan pada Sarasehan bagi Seniman Reyog Ponorogo yang diselenggarakan
oleh Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olah Raga Kabupaten Ponorogo, pada hari
Kamis tanggal 18 April 2013 bertempat di Tambak Kemangi Resort Jl. Ir. H. Juanda
Ponorogo.
okicahyo-2013
86
Curriculum Vitae
Telp. 0352-372400
081578992848
e-mail. okicahyo@yahoo.com.sg
okicahyo@gmail.com
Agama : Islam
Status : Menikah
Pendidikan
okicahyo-2013
2001- 2007
Teori Komunikasi Univ. Sebelas Maret Solo.
Aktivitas Pameran
2012 Pameran fotografi “The Light Of Suro III”, Gedung Apollo Ponorogo dalam rangka
Grebeg Suro dan Festival Reog nasional ke XIX
2011 Pameran Fotografi “Warna Warni Ponorogo”di Galeri Kintamani Resort Ponorogo.
2010 Pameran foto “ The Light of Suro “ dalam rangka Grebeg Suro dan Festival Reog
nasional ke XVII, 1-7 Desember 2010
87
2010 Pameran foto “ Sejuta Saksi Mata” dalam rangka hari jadi Kab.Ponorogo
2008 Pameran Foto”We Are Connected” dalam rangkaian International South To South
Film Festival-2. Goethe Institut Jakarta
2007 Pameran Fotografi Tugas Akhir “In The End”. Toko Buku Toga Mas, Yogyakarta.
2006 Pameran Fotografi “Building In Monochrome”. Toko Buku Toga Mas, Yogyakarta.
2004 Pameran Fotografi Lustrum Ke IV Faklutas Seni Media Rekam. Institut Seni Indonesia
Yogyakarta. Benteng Vredenburg Yogyakarta.
2004 Pameran Fotografi Dies Natalis Ke XXI ISI Yogyakarta. Benteng Vredenburg
Yogyakarta.
2004 Pameran Fotografi “Sepekan Arsitektur Jogja” Univ. Atmajaya Yogyakarta.
2004 Pameran Audio Visual Angkatan 2001 FSMR ISI Yogyakarta
“ Nasi Goreng Special “. Stasiun Tugu Yogyakarta.
okicahyo-2013
2003 Pameran Fotografi “ Gelar Seni”. Galeri Nasional Jakarta.
2001 Pameran Fotografi Angkatan 2001 FSMR ISI Yogyakarta “ Saat Memulai “. Galeri
Fotografi ISI Yogyakarta.
Seminar dan Workshop
2012 Nara sumber Workshop Journalistic Photography dalam rangakaian acara The Light
Of Suro 2012, gedung Apllo, alun-alun timur kabupaten Ponorogo (11 desember 2012)
2011 Nara Sumber Workshop “ Public Relation Sebagai Sarana Pencitraan Lembaga
dengan Menggali Potensi Lokal Daerah”. Prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Univ.Muhammadiyah Ponorogo ( 14 Mei 2011)
88
2011 Panitia Pelatihan Sistem Administrasi Desa (SIMADES) Perangkat desa Se-Kecamatan
Sampung Kab.Ponorogo. Prodi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu
Politik Univ. Muhammadiyah Ponorogo. (28 Mei 2011).
2011 Nara Sumber “Workshop Jurnalistik Mahasiswa” yang diselenggarakan oleh Jurusan
Ushuluhuddin Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Ponorogo (11/12 Juni
2011).
2011 Peserta “Diklat Fotografi Bersama Yuyung Abdi”. Diselenggarakan oleh Jawa Pos
Radar Madiun ( 18 Juni 2011).
2011 Juri Lomba Fotografi Mapala Pasca STAIN Ponorogo (25-26 Juli 2011).
2010 Panitia ‘Seminar Sehari Pemberdayaan Perangkat Desa Dan Kelurahan”. Himpunan
Mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Univ.Muhammadiyah Ponorogo.
2010 Panitia “ Seminar dan Lokakarya Pendidikan Inklusi dalam Perspektif Komunikasi (
Peningkatan Mutu Pengelolaan Anak Berkebutuhan Khusus Tingkat SMP dan MTS).
okicahyo-2013
Diselenggarakan di SMP Muhammadiyah Ponorogo (23 Januari 2010) , SMP Maarif 6
Mlarak Ponorogo (2 Maret 2010), MTsN Pulosari Jambon Ponorogo (6 Februari
2011).
2010 Juri Lomba Fotografi dan Mading Tingkat SMA/MA/ SMK Se-Karesidenan Madiun
diselenggarakan oleh Komunitas Penulis dan Peneliti Aliansi Menkominfo Badan
Eksekutif Mahasiswa Univ.Muhammadiyah Ponorogo ( 20 Maret 2011).
2010 Participant in the ”International Seminar, Globalization : Social Cost and Benefits for
the Thirld World”. Faculty of Social and Political Sciences Sebelas Maret University
Solo.
2005 Seminar dan Workshop Fotografi “ Forum Komunikasi Mahasiswa Fotografi Indonesia
# 1” ( FKMFI #1). Univ. Pasundan Bandung.
2003 Workshop dan Seminar Fotografi “ Temu Karya Mahasiswa Fotografi SeIndonesia.
Benteng Vredenburg Yogyakarta.
2003 Panitia Pelaksana Workshop ”Digital Road Show”. Hotel Santika Yogyakarta
89
2002 Workshop “ Penggunaan Film Slide Warna “. Hotel Pelangi Malang.
okicahyo-2013
90
DRAFT ARTIKEL ILMIAH
okicahyo-2013
obyogan dan Reyog dalam format festival. dalam menjelaskan fenomena ini,
penelitian ini menggunakan perspektif dari Edward Hall yang
mengkategorisasikan budaya berdasarkan high / low culture context.
Kata kunci: Reyog festival, obyogan, high / low culture context
PENDAHULUAN
91
sebagai penari jathil. Semua penari Reyog yang dulu mengenakan topeng
dalam sebuah pementasan, sekarang hanya pemain yang berperan sebagai Prabu
Kelono Sewandono dan Bujangganong yang memakai topeng.
Dalam perkembangannya, pertunjukkan Reyog Ponorogo terbagi
menjadi beberapa versi. Beberapa penelitian menyebutkan Reyog Ponorogo
terpecah menjadi beberapa versi yaitu versi festival, versi obyogan, dan santri.
Dalam penelitian ini hanya akan diambil versi festival dan versi obyogan karena
hanya dua versi inilah yang sering dipertunjukkan pada masyarakat. Reyog
dengan format atau versi santri hanya terbatas pada kalangan pesantren dan
jarang sekali dipertunjukkan dalam masyarakat umum. Pergeseran ini bisa
diartikan sebagai sebuah perpecahan yang mengarah pada sebuah konflik yang
dapat disimbolkan dengan penanda-penanda tertentu yang dapat dimaknai
menjadi sebuah kata kunci atau sebuah tanda tertentu.
Reyog dengan versi festival adalah Reyog dengan tata pertunjukkanya
merupakan bentuk baku yang dipentaskan dalam acara festival Reyog Nasional
yang biasanya diselenggarakan pada menjelang perayaan 1 Muharaam dalam
penanggalan Islam atau 1 Syuro dalam penanggalan Jawa. Tarian versi ini
sudah baku mulai dari jumlah pemain, penabuh, tata gerak, instrumen musik
okicahyo-2013
sampai pada durasi waktu. Motivasi utama dalam pementasan Reyog versi
festival adalah menjadi pemenang. Oleh karena itu dalam setiap Festival Reyog
Nasional hampir tidak ada improvisasi dari penari maupun penabuh gamelan
pada saat pentas. Bermain sesuai skenario latihan dan patuh pada peraturan
panitia adalah salah satu kunci menjadi juara. Dengan demikian, tidak ada
interaksi dan komunikasi antara penonton dengan pemain.
Reyog versi obyogan adalah kebalikan dari Reyog festival, dimana
aturan sudah tidak berlaku lagi. Artinya sudah tidak menggunakan pedoman-
pedoman dalam sebuah pemantasan Reyog. Perbedaan yang sangat terlihat
adalah Reyog festival hanya bisa dilakukan dalam tempat tertentu dan
cenderung menggunakan banyak ruang sedangkan Reyog versi obyogan bisa
menggunakan ruang sempit sekalipun yang terpenting dadak merak bisa
bergerak bebas. Reyog obyog adalah seni pertunjukan Reyog yang tidak terikat
oleh aturan (pakem); tidak mengikuti aturan baku yang mengatur dalam
pementasannya, sesuai dengan namanya obyogan. Reyog obyog lebih
mengutamakan nilai kebersamaan dan kesenangan (hiburan) para pemain dan
92
orang-orang yang terlibat dalam pertunjukannya.(Ridho Kurnianto dkk, 2007
:37)
Obyog atau obyogan diartikan dalam kamus bahasa Jawa adalah
bebarengan nyambut gawe dengan pengertian yang sama dalam bahasa
Indonesia mengerjakan pekerjaan bersama-sama (Tugas Kumorohadi 2004:23-
24). Istilah obyog juga disebut dalam buku pedoman sebagai nama untuk salah
satu permainan musik sebagai iringan tari barongan atau tabuhan menjelang
pentas (Pemkab Ponorogo,1993). Salah satu motivasi ramainya pertunjukkan
Reyog obyogan adalah adanya interaksi dan komunikasi antara penonton
dengan pemain. Interaksi ini dapat berupa sapaan, mengajak menari bersama
bahkan memberikan uang atau biasa disebut dengan saweran. Konco Reyog
adalah sebutan bagi orang-orang yang antusias dan serta ikut menjadi bagian
dari sebuah pertunjukkan Reyog obyogan meskipun bukan bagian resmi dari
tim Reyog yang sedang bermain.
Perkembangan yang terjadi dengan Seni pertunjukkan Reyog Ponorogo
saat sekarang mengarah pada beberapa sebab dan menjadi sebuah paradigma
yang berkaitan langsung dengan Reyog obyogan dan Reyog festival. Dalam
perjalanannya, usaha pemerintah dalam mengembangkan seni tradisional ini
okicahyo-2013
mengalami beberapa kendala.
Gambaran singkat diatas dapat ditarik menjadi sebuah karakteristik
budaya yang melahirkan sebuah cara dalam berkomunikasi lewat media budaya
itu sendiri. Cara masyarakat dalam menyampaikan gagasan, tujuan, dan maksud
yang terpendam dalam benak mereka mempunyai gaya atau cara yang unik dan
menarik jika dilihat dari sudut pandang ilmu komunikasi. Setiap
individu,kelompok kecil homogen atau komunitas, atau kumpulan masyarakat
yang lebih luas dan beragam mempunyai cara dan gaya tersendiri yang akan
berkaitan langsung dengan budaya masing-masing.
Lebih fokus pada permasalahan komunikasi budaya yang terjadi pada
Reyog Ponorogo, bahwa dalam sebuah sistem kebudayaan yang sama dengan
akar atau sumber budaya yang sama terjadi perpecahan dengan segala ideologi
dan kepentingan yang mengalir didalamnya. Perpecahan yang terjadi dapat
membingungkan dan mengundang berbagai pertanyaan yang mendalam dan
harus dilakukan sebuah penelitian untuk bisa menjawab sebab dan akibat yang
akan terjadi dengan berlandaskan teori dan beberapa penelitian yang sudah
93
dilakukan sebelumnya. Dari sudut pandang pemain dan seniman Reyog yang
berkecimpung dan menjadi bagian hidup dari sebuah pertunjukkan Reyog
tentunya akan saling bertolak belakang dengan berpegang teguh pada prinsip
masing-masing. Hal inilah kemudian yang menjadi fokus penelitian dalam
bidang komunikasi tentang apa yang menjadi pesan, proses pengemasan pesan
serta pemaknaan dalam pesan itu sendiri dan yang paling penting adalah
dampak atau efek dari pesan yang ingin disampaikan para pemain ini terhadap
penonton atau dalam pandangan ranah atau kajian ilmu komunikasi, terutama
dalam komunikasi budaya.
Fokus dalam penelitian komunikasi akan dibatasi beberapa aspek yang
berkaitan langsung dengan sebuah proses komunikasi itu sendiri. Diantara
proses itu adalah tentang pesan (message), proses penciptaan pesan (creation of
message), pemaknaan dalam pesan (Intepretation of Message),proses yang
saling berkaitan (Relational Proses), dampak dari pesan (Messages That Elicit a
Response) (Griffin. 2011: 6-8).
Perbedaan-perbedaan dalam format pertunjukkan, perangkat yang
dipakai, motivasi dalam pertunjukkan, interkasi dengan penonton, interkasi
dengan pemain lain dan improvisasi dalam pementasan secara tidak langsung
okicahyo-2013
menimbulkan sebuah gaya dan karakteristik dalam komunikasi yang pada
akhirnya membentuk karakter masing-masing pertunjukkan. Kekuatan dalam
memegang idelogi atau kepercayaan terhadap seni Reyog yang berbeda inilah
yang selanjutnya menjadi sebuah karakteristik dalam proses komunikasi yang
bisa kita jumpai dalam setiap pementasan baik dalam format Reyog obyog
maupun Reyog dalam versi festival atau panggung.
Begitu juga dengan proses penyampaian pesan yang ingin disampaikan
dalam sebuah proses pertunjukkan Reyog Ponorogo dalam format obyogan atau
dalam format Festival. Pesan yang disampaikan menjadi mempunyai karakter
yang unik sesuai dengan pembawa pesan itu sendiri yaitu reyog dengan berbagai
formatnya.
Hal inilah yang menyebabkan dalam setiap pertunjukan reyog baik
dalam format obyog atau dalam versi festival selalu mempunyai ciri khas dan
keunikan sendiri-sendiri dalam setiap pementasan. Dalam setiap pementasan
yang berlangsung, secara langsung akan memproduksi simbol-simbol tertentu
yang membuat atau mengajak penonton untuk saling berkomunikasi. Sebagai
94
contoh dalam pentas obyog adanya ajakan menari bersama dalam kalangan
menunjukkan adanya kedekatan dan kesetaraan derajat diantara penonton.
Berbeda dengan reyog versi festival, dalam reyog versi festival penonton secara
otomatis akan terpecah statusnya. Hal ini bisa dilihat dari simbol kursi dan pagar
yang membatasi penonton. Bagi penonton yang tidak berkepentingan tidak bisa
masuk dan duduk pada kursi yang tersedia. Kursi yang disediakan adalah
khusus untuk orang atau pejabat pemerintahan yang hadir atau siapapaun
pejabat asal mempunyai kedudukan dalam pemerintahan daerah tersebut.
Untuk lebih detil dan terlihat perbedaan dapat dilihat dari perbandingan foto-
foto pementasan Reyog obyogan dan Reyog dalam format festival.
Penelitian ini berangkat dari indikator Edward T Hall tentang
pembedaan atau kategorisasi budaya berdasarkan ukuran-ukuran tertentu.
Argumen Hall terbukti bisa dijadikan bahan rujukan ketika ada sebuah
fenomena yang terjadi yang berkaitan langsung dengan intercultural study.
Pada dasarnya, indikator Hall ini digunakan dalam penelitian yang
merujuk pada sebuah fenomena dengan dasar intercultural study. Tetapi dalam
perkembangannya, reyog Ponorogo dapat dikategorikan menjadi beberapa
kategori berdasarkan perspektif atau sudut pandang dari berbagai disiplin ilmu.
okicahyo-2013
Oleh karena itu dalam penelitian ini perspektif yang digunakan Edward hall
sangat sesuai dengan perkembangan yang terjadi seiring dengan perkembangan
dunia ilmu terutama dalam perspektif ilmu komunikasi.
Dalam pandangan Edward Hall, Indonesia masuk dalam kategori
budaya dengan karakter yang High Culture Context, (Lesmana.Tjipta.2009:58).
Secara sederhana, High Culture Context adalah sebuah kategori budaya yang
dalam proses penyampian pesan yang disampaikan tidak secara langsung, syarat
makna dan penuh dengan intepretasi dari masing-masing penerima pesan itu
sendiri.
Reyog ponorogo dalam perkembangannya mengalami percampuran
budaya yang dipengaruhi oleh beberapa aspek dan pengaruh dari luar budaya
Ponorogo yang pada akhirnya mempengaruhi pola-pola dalam
pertunujukannya. Pertunjukan-pertunjukan reyog ponorogo yang terpecah
menjadi dusa versi sangat pas dengan teori Hall tentang High dan Low Context
Culture.
95
Melihat perkembangan budaya yang terjadi pada seni pertunjukan reyog
ponorogo, jika dikaitkan dengan konteks budaya secara lebih luas akan
mengarah pada sebuah kategorisasi budaya itu sendiri. Hal inilah yang sangat
ponorogo ini dapat dilihat dari aspek high dan low culture context yang pernah
ketimpangan dan salah persepsi dalam penyampaian sebuah pesan. Being aware
okicahyo-2013
of these differences usually leads to better comprehension, fewer
dalam mencari sebuah jalan tengah dari sebuah ketegangan yang terjadi dalam
sebuah perjalanan budaya yang sering terjadi dalam masyarakat Indonesia yang
terkenal dengan multi etnis dan multi kultur ini. Hasil akhir yang diharapkan
dari penelitian ini adalah adanya rasa saling memiliki dan saling menghormati
diantara pelaku, masyarakat umum atau konco reyog itu sendiri . Hal inilah
menjadi salah satu motivasi dari peneltian kecil tentang sebuah budaya yang
96
Metode Penelitian
deskriptif atau apa adanya, (7) Lebih mementingkan hasil daripada proses, ( 8)
adanya batas yang ditentukan oleh fokus, (9) ada kriteria khusus untuk
tetapi hanya difokuskan pada saat pementasan seni itu sendiri. Jadi waktu yang
okicahyo-2013
diperlukan relatif lama dan panjang karena harus menunggu saat pementasan
Reyog dengan format Obyogan dan Festival Reyog Nasional yang hanya
berlangsung sekali dalam setahun yaitu pada saat pergantian tahun baru Islam
teresebut kemudian dianalisis dan disajikan dalam bentuk deskripsi atau kata-
kata.
97
mengadakan pentas dengan mendatangkan dadak merak sejumlah 20
terpilihnya kepala desa yang baru didesa ini pada tanggal 23 juni 2013.
Hasil Penelitian
okicahyo-2013
Mastery over Nature Harmony with Nature
Personal Control over the Environment Fate
Doing Being
Future Orientation Past or Present Orientation
Change Tradition
Time Dominates Focus on Relationships
Human Equality Hierarchy/Rank/Status
Youth Elders
Self-Help Birthright Inheritance
Individualism/Privacy Group Welfare
Competition Cooperation
Informality Formality
Directness/Openness/Honesty Indirectness/Ritual/"Face"
Practicality/Efficiency Idealism/Theory
Spiritualism/Detachment
98
panggung tetap yang ada di sisi selatan alun-alun kota Ponorogo.
okicahyo-2013
Singodimedjo. Pertunjukkan Reyog dengan menggunakan
pada tahun 1997. Pada tahun 1998 dan 1999 sudah mulai
99
Suasana Panggung utama pada saat Festival Reyog Nasional Ke XIX tahun 2012
okicahyo-2013
ini sangat menyatu dengan alam yang ditandai dengan
100
Berbeda jika pemetasan itu ada yang mengundang atau
dan wawancara.
okicahyo-2013
Pementasan Reyog Obyogan di Halaman rumah Bpk Hajiyanto, desa Jati Ngebel tanggal 15
November 2012.
101
Pementasan Reyog Obyogan di perempatan jalan desa dalam rangka bersih desa di desa
Tegalombo, Kauman Ponorogo. 9 September 2011
102
yang dilakukan pada malam hari juga dibantu dengan bantuan
cahaya buatan dari lampu dengan daya ratusan ribu watt yang
okicahyo-2013
format Obyogan dan dalam kondisi hujan maka yang terjadi
103
juga pentas berhenti dan semua konco Reyog berlari untuk
okicahyo-2013
Pementasan Festival Reyog Nasional ke XV, 22 desember 2008 yang terus berlangsung
meskipun dalam kondisi hujan
3. Doing / Being
atau Obyogan. dalam hal ini, beberapa personil atau pemain ada
104
yang bermain dalam format Obyogan dan Festival. Ada juga
bagian dari sesuatu. Hal ini dipahami jika ada salah seseorang
okicahyo-2013
dan terlebih lagi ada beberapa pengaruh dari orang tua atau
saat itu, Ariya baru kelas 3 Sekolah Dasar tetapi sudah pandai
105
Ngloning,Slahung yang menjadi penabuh kendang Reyog
okicahyo-2013
kreasi dalam kekompakan gerakan selalu dijaga dan dilatih
106
sangat erat kaitannya dengan indikator yang lain yaitu
competition / cooperation.
yang unik dengan sebutan yang lain adalah kota santri. faktor
okicahyo-2013
melarang anaknya menjadi pemain Reyog terutama Obyogan.
107
5. Change / Tradition
pakem yang dianut. Khusus untuk kasus ini, tidak sesuai dengan
okicahyo-2013
warok lengkap dengan dandanan dan warok tuanya, Prabu
adalah Jumlah pemain tiap Group Reyog terdiri dari :Warok Tua
108
pertunjukkan dalam Festival Reyog, terutama dalam Festival
okicahyo-2013
Format pertunjukkan Reyog dalam Festival Reyog Nasional ke XIX
109
beberapa sesi ,masih tetap meggunakan gerakan yang hampir
menggunakan topeng.
okicahyo-2013
warga atau konco Reyog yang ditemui peneliti, tampilan dan
110
Penari Jathil yang sudah tidak menggunakan ebleg atau kuda lumping dan gerakan tari yang
mirip dengan penyanyi dangdut atau geraka penari tayub. Pertunjukkan Reyog Obyogan di
desa Jati Kec.Ngebel di rumah Bpk Hajiyanto 15 November 2012).
Oleh karena itu, dalam setiap pementasan ada lampu isyarat yang
111
Kedua, pertanda waktu penampilan tinggal tersisa 5 menit,
Penggunaan Lampu sebagai penanda waktu dalam Festival Reyog Nasional Ke XIX tahun
okicahyo-2013
2012 dialun-alun Ponorogo.
112
dibawahnya. Bahkan penontonpun dibuat berdasarkan hirarki
adalah Rp.3000.
okicahyo-2013
Kebalikan dari Hirarki ini adalah persamaan. Dalam
113
Pembagian penonton berdasarkan hirarki dalam sistem pemerintahan
8. Youth / Elders
Para pemain dalam Reyog Festival didominasi oleh
okicahyo-2013
dengan format ferstival berangkat dari sekolah, instansi
oleh orang tua. Usia yang masih muda hanya mengisi posisi
Obyogan.
114
Pementasan Reyog Festival lebih banyak didominasi oleh generasi muda
okicahyo-2013
pada prinsip kemandirian dalam sebuah pentas atau pertunjukan
115
besar mayarakat yang menyaksikan, banyak dari dadak merak
okicahyo-2013
meminjam peralatan dari grup lain. Yang paling kelihatan adalah
sengaja membuat jarak dengan grup lain dan mencari tempat dan
116
Morosari Kecamatan Sukorejo yang rela ke Ngebel hanya untuk
okicahyo-2013
11. Competition / Cooperation
117
Piala Presiden yang diperebutkan dalam Festival Reyog Nasional ke XIX tahun 2012
okicahyo-2013 pertunjukkan dihadirkan dengan resmi dan dengan tata cara yang
juri.
118
Dengan demikian indikator dari Edward Hall menjadi
okicahyo-2013
Pementasan Reyog Obyogan, orang lain yang bukan dari grup bisa tampil dengan pakaian
seadanya. Jebeng, Slahung, 23 juni 2013
Suasana pementasan Festival Reyog Nasional yang formal dengan dress code “Penadon”.
119
13. Directness – Openness – Honesty / Inderectness – Ritual
- “Face”
okicahyo-2013
untuk masyarakat umum.
Salah satu upaya dalam mengarahkan penonton dan peserta lain adalah dengan bantuan
personil keamanan.Festival Reyog Nasional XIX, 14 November 2012
120
Hal ini sangat bertolak belakang dengan Reyog
Obyogan ini.
okicahyo-2013
Penonton yang membludak dan ingin melihat dari dekat serta tidak adanya aturan dalam
pementasan menjadikan “kalangan” terlalu sempit untuk digunakan. Sehingga memaksa dadak
merak sebagai media dalam membuka arena pertunjukkan. Pementasan Di desa Golan,
Kecamatan Sukorejo 18 juni 2013.
121
14. Practicality-Efficiency / Idealism – Theory – Spiritualism –
Detachment
Obyogan, hanya ada 2 dadak merak, 4-6 penari jahtil dan 1 atau
okicahyo-2013
Jumlah pemain yang sedikit, Obyogan dapat dengan mudah dan praktis berpindah dari satu
122
Hal ini sangat berbeda dan bertolak belakang
Kesimpulan
Dari hasil temuan dilapangan dan observasi secara mendalam dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1. Dalam perkembangan kesenian Reyog Ponorogo mengalami perubahan
okicahyo-2013
2. Satu kesenian dengan akar sumber yang sama akhirnya terpecah oleh
berada pada kategori Low Context Culture yang sebagian besar dimiliki
asia.
123
Bagi para Grup Reyog.
Grup Reyog dengan format Festival dan Obyogan tidak terlepas dari
masyarakat umum. Bukan hanya sebagai media hiburan yang dangkal akan
makna, tetapi dalam setiap gerakan, tabuhan, dan aksesoris yang dipakai
melihatnya.
diharapkan langkah nyata dalam setiap tindakan dan kebijakan yang diambil,
okicahyo-2013
Bagi masyarakat
disekitarnya, karena sebuah hasil budaya akan hilang dan tergerus oleh jaman
Ponorogo. dalam hal ini, kategorisasi tidak ditujukan untuk memcah belah
124
pemahaman didalam kesenian Reyog itu sendiri, tetapi ditekan kan lebih
sebuah kesenian ini menjadi beragam dan mampu diterima oleh seluruh
lapisan masyarakat.
dukungan yang lebih dari pemerintah dan yayasan Reyog sendiri karena dari
orang-orang yang sudah tua. Kondisi yang berbeda jauh dengan kondisi Reyog
dinamis. Reyog Ponorogo yang sudah terkenal dan mendunia terus mengalami
inovasi dari semua aspek. Perkembangan yang terjadi sekarang menjadi sebuah
okicahyo-2013
batu pijakan yang dapat dijadikan referensi atau pandangan baru dalam
pemahaman dan penelitan lanjutan yang fokus pada Reyog Ponorogo itu
sendiri.
125
Daftar Pustaka
Jawa Pos Radar Madiun, 16 September 1999, hal 3.“ Reyog Ponorogo memilih hujan
emas di negeri orang redup ditanah kelahiran”
Jazuli, 1994, Telaah teoretis seni tari, Semarang: IKIP Semarang Press
Kurnianto, Ridho dkk ,2007. Laporan Hasil Penelitian Pencitraan Perempuan dalam
Kasus Perubahan Pelaku Jathil. LPPM Unmuh Ponorogo.
Pemkab Ponorogo, 1993. Pedoman Dasar Kesenian Reyog Ponorogo dalam Pentas
Budaya Bangsa, Ponorogo.
okicahyo-2013
Manis ,Jerome G and Bernard N. Meltzer, 1978. SYMBOLIC INTERACTION: A Reader
in Social Psychology THIRD EDITION . ALLYN AND BACON, INC.
Boston, London, Sydney, Toront
Storti ,Craig,2011, Culture Matters: The Peace Corps Cross-Cultural Workbook, Peace
Corps,US.
126
Hall, Edward T,Mildred Reed Hall.1990.Understanding cultural differences: keys to success in
West Germany,France, and the United States. Yarmouth,Maine 04096
USA, Intercultural Press,Inc
Lesmana.Tjipta.2009. Dari Soekarno Sampai SBY: Intrik dan Lobi Politik Para
Pengusaha. Jakarta .Gramedia Pustaka Utama.
Journal
Shoji Nishimura, Anne Nevgi and Seppo Tella, 2008. Communication Style and
Cultural Features in High/Low Context Communication Cultures: A Case
Study of Finland, Japan and India.
Seminar
Disampaikan pada Sarasehan bagi Seniman Reyog Ponorogo yang diselenggarakan
oleh Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olah Raga Kabupaten Ponorogo, pada hari
Kamis tanggal 18 April 2013 bertempat di Tambak Kemangi Resort Jl. Ir. H. Juanda
Ponorogo.
okicahyo-2013
127