Anda di halaman 1dari 2

SINODE GMIM

Gereja Masehi Injili di Minahasa disingkat GMIM adalah persekutuan orang-orang


di tanah Minahasa yang percaya kepada Yesus Kristus untuk memberitakan
perbuatan-perbuatan besar Tuhan Allah dan menjadi berkat bagi orang banyak di
mana pun dan kapan pun. Secara estimoligis, kata “Masehi” berasal dari kata “Al
Maseh” atau “Kristus”. Kata “Injil” bersumber dari bahasa Yunani Euanggelion
yang berarti “Kabar Baik”. Kata “Di” menerangkan bahwa GMIM secara
kelembagaan hanya ada di tanah Minahasa yang memiliki karakteristik “Esa,
kudus, am, rasuli dan universal”.

CIKAL BAKAL LAHIRNYA GEREJA MASEHI INJILI DI MINAHASA

Jauh sebelum GMIM berdiri secara mandiri, orang-orang atau masyarakat


Minahasa telah memiliki gaya dan cara hidup spiritual (kepercayaan
suku/tradisional), keterkaitan dengan kuasa tertinggi “Opo Wana Natas”, kuasa
yang maha kaya “Opo Wailan”, dan sebagainya. Pola hidup keluarga, kekerabatan
hubungan dengan masyarakat luas dan alam sekitar yang menjadi satu
kesatuan/harmonis. Penalaran manusia belum dipengaruhi oleh ilmu
pengetahuan dan teknologi yang canggih dan karena itu masih banyak
mengunggulkan pengalaman empiris yang sifatnya menakjubkan, mempesona
dan primitive. Pengakuan akan adanya kuada transenden memunculkan
penghormatan, penghargaan kepada “Opo” sebagai penjaga, pembela dan
pelindung yang bertindak aktif, konkrit ini. Misalnya tergambar dari doa-doa
orang Minahasa zaman dahulu yang menyebut “O Empung, e Wailan, O Empung
Rengan-rengan, Empung Wailan Wangko…” (yang sekarang kita pahami Allah
yang maha kaya, Allah nenek moyang turun-temurun yang abadi, Allah yang maha
kuasa dan maha besar).

Pokok yang dapat di pahami di sini bahwa jauh sebelum kepercayaan/Agama


Kristen dikenal orang Minahasa dan kemudian GMIM berdiri, sudah ada
pengakuan individu orang Minahasa akan kuasa trensenden, yang menguasai,
yang memelihara manusia dan seluruh alam. Pengakuan ini mempengaruhi
individu, keluarga, orang-orang Minahasa dalam tindak-tanduk hidupnya seperti
etos kerja, kerjasama (gotong-royong dan mapalus), kerja keras mengumpul dan
memberi/membagi, mengatur atau mengolah kehidupannya.

Dari aspek wilayah hukum, yang merupakan warisan VOC kira-kira tahun 1820-an,
di tanah Minahasa telah ada wilayah-wilayah suku seperti walak Manado, Ares,
Negeri Baru, bantik, Kakaskasen, Tondano di bawah Klabat, di atas klabat,
Tombariri, Tondano-Touliang, Tondano-Toulimambot, Tomohon, Remboken,
Kakas, Langowan, Tonsarongsong, Tombasian, Rumoong, Kawangkoan, Sonder
Tompaso, Tonsawang, Ponosakan, Ratahan, Pasan, Tonsea dan Likupang.

Latar sejarah lahirnya gereja-gereja di Indonesia ditandai dengan kedatangan


golongan Kristen Nestorian yang menyebar ke Sumatera sekitar tahun 645-1500,
kedatangan Gereja Roma Katolik 1511-1666, menyebarnya Kristen Protestan
1605-1935, yang meliputi 2 babak. Pertama, zaman VOC (1605-1800) dan kedua,
zaman colonial Belanda (1800-1935), lahirnya gereja-gereja daerah/local sekitar
1850-1930. DR. Ch. De Jonge menyebut Gereja Masehi Injili di Minahasa berdiri
sendiri di bawah perwalian gereja colonial. Penyebab berdirinya GMIM antara
lain: adanya kerinduan orang Kristen di Minahasa membebaskan diri dari
perwalian gereja colonial Belanda, bangsa-bangsa yang dijajah mulai menyatakan
keinginan untuk mengatur diri sendiri secara bebas, terkait juga dengan
nasionalisme, adanya usaha pemerintah Belanda dan gereja Protestan mengakhiri
ikatan-ikatan yang sudah ada sejak VOC. Ketiga hal ini tidak terlepas dati tindak-
lanjut gerakan oikumene sejak Konferensi Pekabaran Injil se Dunia di Edinburgh
tahun 1910 yang diperdalam pada Konferensi Pekabaran Injil di Yerusalem tahun
1928.

Anda mungkin juga menyukai