Anda di halaman 1dari 8

SATUAN ACARA PENYULUHAN

“PEMBENTUKAN KARAKTER MILENIAL BERBUDAYA ANTI


KORUPSI”

Disusun Oleh:

Kelas 1A

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG KAMPUS II
LAWANG 2022
SATUAN ACARA PEYULUHAN

Topik : Pembentukan karakter budaya anti korupsi

Sasaran : Remaja / Mahasiswa

Tempat : Ruang Kelas 1A

Hari/Tanggal : Jum'at, 28 Oktober 2022

Waktu : 12.30 WIB – SELESAI

A. TUJUAN UMUM

Dengan diadakannya penyuluhan “PEMBENTUKAN


KARAKTER MILENIAL BERBUDAYA ANTI KORUPSI”. Dengan di
adakannya penyuluhan di harap dapat membentuk karater pada remaja
mengenai pentingnya berkarakter anti korupsi untuk mempersiapkan diri
di masa mendatang , agar tidak terjerumus dalam kasus-kasus terjadinya
korupsi.

B. MEDIA
1. Poster
2. PPT
3. Vidio singkat

C. METODE
1. Ceramah (Presentasi)
2. Tanya jawab
3. Evaluasi
D. KEGIATAN

No. Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta


1. 5 menit Pembukaan: 1. Menjawab
1. Memberi salam salam
2. Menjelaskan tujuan penyuluhan 2. Mendengarkan
3. Menyebutkan materi atau pokok dan
memperhatikan
2. 2 menit Menyanyikan lagu Indonesia Raya Berdiri dan
menyanyikan lagu
Indonesia Raya.

3. 15 menit Pelaksanaa Menjelaskan materi Menyimak dan


penyuluhan secara menyeluruh dan memperhatikan
teratur Materi:
1. Pengertian korupsi
2. Macam macam korupsi
3. Faktor Penyebab Korupsi
4. Strategi anti korupsi
4. 5 menit Pelaksanaa Menjelaskan materi Menyimak dan
penyuluhan melalui video animasi. memperhatiakn.

5. 10 menit Evaluasi Merespon dan


1. Memberikan kesempatan kepada bertanya
audience untuk bertanya
6. 5 menit Kegiatan memberikan kesan dan harapan Merespon dan
untuk korupsi di masa yang akan datang menuliskan harapan.
melalui tulisan
1. 2 menit Penutup Mengakhiri penyuluhan, Menjawab salam
mengucapkan terimakasih dan salam

KORUPSI
A. PENGERTIAN KORUPSI

Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruptio" atau


“corruptus". Selanjutnya dikatakan bahwa “corruptio” berasal dari kata
“corrumpere”, suatu bahasa Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin
tersebut kemudian dikenal istilah “corruption, corrupt” (Inggris),
“corruption” (Perancis) dan “corruptie/korruptie” (Belanda). Arti kata
korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan,
ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian.

Jadi dapat disimpulkan bahwa korupsi adalah suatu tindakan suap


menyuap yang bertujuan buruk, yang dapat menimbulkan kerugian
terhadap negara maupun masyarakat pada umumnya.

B. BENTUK-BENTUK PERBUATAN KORUPSI

1. Gratifikasi
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara
negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan
jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban tugasnya.
Misalnya, seorang pengusaha memberikan hadiah mahal kepada
pejabat dengan harapan mendapatkan proyek dari instansi
pemerintahan. Jika tidak dilaporkan kepada KPK, maka gratifikasi ini
akan dianggap suap.
2. Perbuatan curang
Perbuatan curang dilakukan dengan sengaja untuk kepentingan
pribadi yang dapat membahayakan orang lain. Misalnya, pemborong
pada waktu membuat bangunan atau penjual bahan bangunan
melakukan perbuatan curang yang membahayakan keamanan orang
atau barang. Contoh lain, kecurangan pada pengadaan barang TNI dan
Kepolisian Negara RI yang bisa membahayakan keselamatan negara
saat berperang.
3. Suap Menyuap
Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Aparatur Sipil
Negara, penyelenggara negara, hakim, atau advokat dengan maksud
supaya berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya.
Suap menyuap bisa terjadi antarpegawai maupun pegawai dengan
pihak luar. Suap antarpegawai misalnya dilakukan untuk memudahkan
kenaikan pangkat atau jabatan. Sementara suap dengan pihak luar
misalnya ketika pihak swasta memberikan suap kepada pegawai
pemerintah agar dimenangkan dalam proses tender.
4. Penggelapan dalam Jabatan
Tindakan dengan sengaja menggelapkan uang atau surat
berharga, atau melakukan pemalsuan buku-buku atau daftar-daftar
yang khusus untuk pemeriksaan administrasi. Contoh penggelapan
dalam jabatan, penegak hukum merobek dan menghancurkan barang
bukti suap untuk melindungi pemberi suap.
5. Pemerasan dalam Jabatan
Pegawai negeri atau penyelenggara negara menguntungkan diri
sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan
menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan
sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan atau
untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
Misalnya, seorang pegawai negeri menyatakan bahwa tarif
pengurusan dokumen adalah Rp50 ribu, padahal seharusnya hanya
Rp15 ribu atau malah gratis. Pegawai itu memaksa masyarakat untuk
membayar di luar ketentuan resmi dengan ancaman dokumen mereka
tidak diurus.
6. Melawan Hukum, Memperkaya Diri, Orang atau Badan Lain
yang Merugikan Negara
Secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau korporasi. Pelakunya memiliki tujuan
menguntungkan diri sendiri serta menyalahgunakan kewenangan,
kesempatan atau sarana yang ada. Misalnya, seorang pegawai
pemerintah melakukan mark up anggaran agar mendapatkan
keuntungan dari selisih harga tersebut. Tindakan ini merugikan
keuangan negara karena anggaran bisa membengkak dari yang
seharusnya.
7. Benturan Kepentingan dalam Pengadaan
Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung
maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam
pemborongan, pengadaan atau persewaan padahal dia ditugaskan
untuk mengurus atau mengawasinya. Misalnya, dalam pengadaan alat
tulis kantor seorang pegawai pemerintahan menyertakan perusahaan
keluarganya untuk proses tender dan mengupayakan kemenangannya.

C. FAKTOR FAKTOR PENYEBAB KORUPSI

Beberapa hal mendasar yang menjadi penyebab korupsi, yaitu :

1. Kelemahan Kepemimpinan
2. Kelemahan Pengajaran Agama dan etika
3. Kolonialisme
4. Kurangnya Pendidikan
5. Kemiskinan
6. Tidak Adanya Tindak Hukuman yang Keras
7. Kelangkaan Lingkungan yang Subur untuk Perilaku Antikorupi;
8. Struktur Pemerintahan
9. Keadaan Masyarakat Yang Kurang Kesadaran dalam Penanaman
Nilai-Nilai Antikorupsi.

D. STRATEGI PENCEGAHAN KORUPSI


1. Strategi Preventif
Strategi preventif diarahkan untuk mencegah terjadinya korupsi
dengan cara menghilangkan atau meminimalkan faktor-faktor
penyebab atau peluang terjadinya korupsi. Strategi preventif dapat
dilakukan dengan:

a. Memperkuat Dewan Perwakilan Rakyat


b. Memperkuat Mahkamah Agung dan jajaran peradilan di
bawahnya
c. Membangun kode etik di sektor publik
d. Membangun kode etik di sektor Parpol, Organisasi Profesi dan
Asosiasi Bisnis;
e. Meneliti sebab-sebab perbuatan korupsi secara berkelanjutan ;
f. Penyempurnaan manajemen sumber daya manusia (SDM) dan
peningkatan kesejahteraan Pegawai Negeri
g. Pengharusan pembuatan perencanaan stratejik dan laporan
akuntabilitas kinerja bagi instansi pemerintah\
h. Peningkatan kualitas penerapan sistem pengendalian manajemen;
i. Penyempurnaan manajemen Barang Kekayaan Milik Negara
(BKMN)
j. Peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat
k. Kampanye untuk menciptakan nilai (value) anti korupsi secara
nasional;
2. Strategi Detektif
Strategi detektif diarahkan untuk mengidentifikasi terjadinya
perbuatan korupsi. Strategi detektif dapat dilakukan dengan :
a. Perbaikan sistem dan tindak lanjut atas pengaduan dari
masyarakat ;
b. Pemberlakuan kewajiban pelaporan transaksi keuangan tertentu ;
c. Pelaporan kekayaan pribadi pemegang jabatan dan fungsi publik;\
d. Partisipasi Indonesia pada gerakan anti korupsi dan anti
pencucian uang di masyarakat internasional ;
e. Dimulainya penggunaan nomor kependudukan nasional ;
f. Peningkatan kemampuan APFP/SPI dalam mendeteksi tindak
pidana korupsi.
3. Strategi Represif
Strategi represif diarahkan untuk menangani atau memproses
perbuatan korupsi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Strategi represif dapat dilakukan dengan :
a. Pembentukan Badan/Komisi Anti Korupsi
b. Penyidikan, penuntutan, peradilan, dan penghukuman koruptor
besar (Catch some big fishes)
c. Penentuan jenis-jenis atau kelompok-kelompok korupsi yang
diprioritaskan untuk diberantas
d. Pemberlakuan konsep pembuktian terbalik ;
e. Meneliti dan mengevaluasi proses penanganan perkara korupsi
dalam sistemperadilan pidana secara terus menerus ;
f. Pemberlakuan sistem pemantauan proses penanganan tindak
pidana secara terpadu ;
g. Publikasi kasus-kasus tindak pidana korupsi beserta analisisnya ;
h. Pengaturan kembali hubungan dan standar kerja antara tugas
penyidik tindakpidana korupsi dengan penyidik umum, PPNS dan
penuntut umum.

Anda mungkin juga menyukai