Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH FISIOLOGI HEWAN

“SISTEM EKSKRESI DAN OSMOREGULASI PADA HEWAN INVERTEBRATA”

OLEH KELOMPOK 1

NAMA KELOMPOK :

 AHMAD MUZAYYIN ALFATONI (E1A018001)


 ANIZA MUAFFIANI (E1A018003)
 AULIA VINA RAHMANI (E1A018004)
 AULIA ZUHRIANTI (E1A018005)
 AWANG RIZQI UBAIDILLAH (E1A018006)
 BAIQ LILI KARTIN APRILIA (E1A018007)
 BAIQ RUSMIYATI (E1A018008)
 BQ YOLANDITA DWIYANA (E1A018009)

KELAS A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATARAM

2020

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkaan atas kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
karunia Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan Makalah Fisiologi Hewan : Sistem
Ekskresi dan Osmoregulasi pada hewan invertebrata.
Tujuan penulisan Makalah Fisiologi Hewan : Ekskresi dan Osmoregulasi ini adalah
untuk melengkapi tugas Mata Kuliah Fisiologi Hewan. Selain itu juga untuk menambah ilmu
pengetahuan kita dalam mata kuliah ini. Makalah ini berisi uraian tentang ekresi dan
osmoregulasi yang terjadi pada hewan invertebrata, organ-organ ekskresi serta bagaimana
pengaruh lingkungan terhadap osmoregulasi.
Adapun makalah ini tersusun dengan baik tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.
Untuk itu penulis ucapkan terima kasih kepada pembimbing kita Dr.Dadi Setiadi,M.Sc selaku
dosen pembimbing mata kuliah Fisiologi Hewan.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan saran, kritik, maupun petunjuk dari segala pihak untuk kesempurnaan
laporan yang penulis sajikan ini.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Mataram, 11 Desember 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii

DAFTAR ISI....................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG MASALAH ....................................................................... 1


2. RUMUSAN MASALAH ........................................................................................ 2
3. TUJUAN PENULISAN .......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN

1. SISTEM EKSKRESI DAN OSMOREGULASI PROTOZOA .............................. 3


2. SISTEM EKSKRESI DAN OSMOREGULASI PORIFERA ................................ 4
3. SISTEM EKSKRESI DAN OSMOREGULASI COELENTERATA .................... 5
4. SISTEM EKSKRESI DAN OSMOREGULASI PLATYHELMINTHES ............. 7
5. SISTEM EKSKRESI DAN OSMOREGULASI NEMATHELMINTHES............ 9
6. SISTEM EKSKRESI DAN OSMOREGULASI ANNELIDA ............................... 10
7. SISTEM EKSKRESI DAN OSMOREGULASI MOLLUSCA ............................. 11
8. SISTEM EKSKRESI DAN OSMOREGULASI ARTHROPODA ........................ 12
9. SISTEM EKSKRESI DAN OSMOREGULASI ECHINODERMATHA.............. 13

BAB III PENUTUP

1. KESIMPULAN ....................................................................................................... 16
2. SARAN ................................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Ekskresi merupakan proses pembebasan sisa sisa metabolisme dari tubuh. Kelebihan
air, gas, garam-garam dan material organik (termasuk sisa metabolisme) di ekskresikan
keluar tetapi substansi yang untuk fungsi tubuh disimpan. Material yang dikeluarkan ini
biasanya terdapat dalam bentuk terlarut dan ekskresinya melalui suatu proses filterisasi
selektif.
Alat-alat tubuh yang berfungsi dalam hal ekskresi secara bersama-sama disebut sistem
ekskresi.
Sistem ekresi adalah proses pengeluaran zat-zat sisa hasil metabolisme yang sudah
tidak digunakan lagi oleh tubuh. seperti CO2, H2O, NH3, zat warna empedu dan asam
urat. Zat hasil metabolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh akan dikeluarkan melalui alat
ekskresi. Alat ekskresi yang dimiliki oleh makhluk hidup berbeda-beda. Semakin tinggi
tingkatan mahluk hidup, semakin kompleks alat ekskresinya.
Secara umum proses osmoregulasi adalah upaya atau kemampuan untuk
mengontrol keseimbangan air dan ion antara di dalam tubuh dan lingkungannya melalui
mekanisme pengaturan tekanan osmose. Proses osmoregulasi diperlukan karena adanya
perbedaan konsentrasi cairan tubuh dengan lingkungan disekitarnya. Jika sebuah sel
menerima terlalu banyak air maka ia akan meletus, begitu pula sebaliknya, jika terlalu sedikit
air, maka sel akan mengerut dan mati. Osmoregulasi juga berfungsi ganda sebagai sarana
untuk membuang zat-zat yang tidak diperlukan oleh sel atau organisme hidup.
Hal ini penting dilakukan terutama oleh organisme perairan karena. Harus terjadi
keseimbangan antara substansi tubuh dan lingkungan. Membran sel yang merupakan tempat
lewatnya beberapa substansi yang bergerak cepat. Adanya perbedaan tekanan osmose antara
cairan tubuh dan lingkungan.
Dalam proses inti osmoregulasi, terjadi suatu peristiwa osmosis, dimana perpindahan
cairan yang encer ke cairan yang pekat shingga akan tercipta suatu kondisi konsentrasi yang
sama dan disebut dengan isotonis. Isotonis adalah dua macam larutan yang mempunyai
tekanan osmotik sama (isoosmotik) Pada kondisi Osmoregulasi: isotonis adalah tekanan
osmotik dua macam cairan misal: tekanan osmotik antara cairan tubuh dan air laut
(lingkungan hidup hewan).

1
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana ekskresi pada hewan invertebrata?
2. Bagaimana osmoregulasi pada hewan invertebrata?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sistem ekskresi pada hewan invertebrata.
2. Untuk mengetahuai sistem osmoregulasi pada hewan invertebrata.

2
BAB II
PEMBAHASAN

1. Sistem Ekskresi dan Osmoregulasi Protozoa

PROTOZOA

Protozoa adalah hewan – hewan yang temasuk bersel tunggal, protozoa


memiliki struktur yang lebih majemuk dari pada sel tunggal hewan multiselular
dan meskipun hanya terdiri satu sel, namun protozoa termasuk organisme
sempurna, karena sifat strukturnya itu, maka beberapa para ahli zoologi
menamakan protozoa sebagai aselular tetapi keseluruhan organisme itu
dibungkus oleh plasma membran. Sama seperti sifat sel hewan, umumnya
protozoa berdinding selaput plasma tipis. Protozoa hanya dapat hidup dari zat-
zat organik yang merupakan konsumen dalam komunitas, mereka
menggunakan bakteri atau mikroorganisme lain/ sisa-sisa organisme (Rusyana,
2011: 5).
Sistem ekskresi dan Osmoregulasi Protozoa

Gambar sistem ekskresi potozoa

3
Protozoa tidak memiliki organ pengeluaran khusus sehingga zat sisa
metabolismenya dikeluarkan melalui rongga berdenyut (vakuola kontraktil)
atau melalui kulit secara difusi dan osmosis. Disebut vakuola kontraktil karena
dapat membesar dan mengecil. Selain untuk ekskresi, vakuola kontraktil juga
berfungsi sebagai pengatur tekanan osmosis, sehingga vakuola kontraktil
disebur sebagai osmoregulator (untuk mengatur kadar air dalam sel). Vakuola
kontraktil atau vakuola berdenyut ini mengeluarkan cairan yang disekresi oleh
organel sel, seperti ammonia dari dalam sel dan dikeluarkan dengan cara difusi
maupun transport aktif. Amonia dihasilkan dari proses deaminasi asam amino.
Amonia merupakan bahan yang sangat racun dan merusak sel. Hewan-hewan
yang mengekskresikan amonia disebut amonotelik. Ekskresi dan osmoregulasi
protozoa dapat juga melalui pinositosis. Protozoa air tawar umumnya
mempunyai vakuola kontraktil, sedangkan pada protozoa air asin dan protozoa
parasit umumnya tidak mempunyai vakuola kontraktil.
2. Sistem Ekskresi dan Osmoregulasi Porifera
Sistem ekskresi pada porifera dikeluarkan melalui proses difusi sel-sel penyusun
dinding spongosol. Kemudian akan dikeluarkan bersama-sama melalui oskulum (lubang
besar pada bagian atas permukaan tubuh porifera) ke perairan. Ekskresi (terutama
amonia) dan pertukaran gas pernapasan terjadi melalui difusi sederhana. Sebagian besar
sel spons air tawar mengandung vakuola kontraktil untuk osmoregulasi.

4
3. Sistem Ekskresi dan Osmoregulasi Coelenterata

Coelenterata yang dikenal juga dengan nama Cnidaria berasal dari bahasa Latin
yaitu “koilos” yang berarti selom atau rongga tubuh, dan “enteron” yang berarti
usus. Jadi, Coelenterata dapat diartikan sebagai rongga tubuh yang memiliki fungsi
sebagai usus (Mardiastutik, 2010: 14) . Sedangkan Cnidaria berasal dari bahasa
Yunani yaitu cnidae yang berarti sengat (Suwignyo, dkk., 2005: 42).

Coelenterata merupakan suatu hewan invertebrata yang sebagian besar


hidupnya berada di laut. Ukuran tubuhnya paling besar dibandingkan dengan
hewan invertebrata lainnya, baik yang soliter maupun yang berbentuk koloni.
Coelenterata yang hidupnya melekat di dasar perairan disebut dengan polip, dan
yang berenang bebas disebut dengan medusa. Coelenterata sering disebut juga
sebagai hewan berongga. Pemberian nama hewan berongga sebetulnya tidak tepat
karena Coelenterata adalah hewan yang tidak memiliki rongga tubuh yang
sebenarnya, yang dimiliki hanyalah sebuah rongga sentral yang disebut
coelenteron (rongga gastrovaskuler, yaitu rongga yang berfungsi sebagai tempat
terjadinya pencernaan dan pengedaran sari-sari makanan). Filum Coelenterata
terdiri atas empat kelas. Tiga kelas knidoblast dimasukkan ke dalam kelompok
Cnidaria (terdiri dari kelas hydrozoa, scyphozoa, dan kelas anthozoa), sedangkan
satu kelas lagi yang tidak memiliki knidoblast disebut kelompok Acnidaria (kelas
Ctenophora) (Rusyana, 2011: 25).

Sistem ekskresi Coelenterata

5
Coelenterata memiliki bentuk tubuh polip dan medusa. Polip adalah
bentuk tubuh yang berbentuk tabung atau silindris dengan mulut di atas serta
dilengkapi tentakel yang mengarah ke atas, dimana biasanya polip menempel
di dasar perairan, sehingga tidak bisa bergerak bebas. Berkebalikan dengan
polip, medusa adalah bentuk tubuh seperti mangkok yang bisa bergerak bebas
dengan mulut di bagian bawah serta tentakel yang mengarah ke bawah.
Coelenterata belum memiliki alat atau organel yang berfungsi untuk ekskresi.
Sebagai gantinya, Coelenterata menggunakan permukaan tubuh untuk
ekskresi. Sisa metabolisme biasanya dalam bentuk amonia juga dibuang secara
difusi melalui seluruh permukaan tubuh (Suwignyo dkk, 2005: 46).
Coelenterata dapat mengekskresikan dengan mudah sisa metabolismenya
melalui proses difusi, dari sel tubuh menuju epidermis, selainitu
Coelenterata juga memiliki astrosit-astrosit, yaitu sel-sel fagosit yangdapat
menelan dan memindahkan zat-zat asing. Fenomena regulasi ionic lain yang
menarik telah dijumpai pada beberapa Coelenterata misalnya, komposisi ionic
mesoglea dari medusa pelagic berbeda dengan air laut tempat hidupnya.
Air laut memiliki konsentrasi SO4ˉ dan Mg++ yang lebih rendah tetapi
konsentrasi Na+ lebih tinggi daripada cairan pada medusa. Mekanisme
regulasi ionic hewan tersebut dimaksudkan juga untuk mencapai suatu
kemampuan mengapung yang tepat.
Sistem Osmoregulasi coelenterata
Kebanyakan invertebrata laut dan endoparasit memiliki konsentrasi
osmotik cairan tubuh sama dengan air laut (isosmotik). Hewan demikian
disebut osmokonformer. Dari sudut pandang osmotik, osmokonformer tidak
harus berjuang mengatasi masalah gerak osmotik air. Meskipun demikian
rupanya cairan tubuh osmokonformer tidak sama persis dengan
mediumnya.Kenyataanya banyak invertebrata laut osmokonformer menjaga
konsntrasi garam tertentu dalam cairan tubuhnya tidak seimbang dengan
lingkungannya.

6
Konsentrasi ion-ion penting (dalam milimoles per kilogram air) dalam air laut dan
dalam cairan tubuh beberapa Invertebrata laut
Na Mg Ca K Cl SO4
Air laut 478,3 54,5 10,5 10,1 558,4 28,8
Ubur-ubur (Aurilia) 474 53,0 10,0 10,7 580 15,8
Polychaeta (Aphrodite) 476 54,6 10,5 10,5 557 26,5
Cumumi (Loligo) 456 55,4 10,6 22,2 578 8,1
Isopoda (Ligia) 556 20,2 34,9 13,3 629 4,0
Kepiting (Maia) 488 44,1 13,6 12,4 554 14,5
Kepiting pantai 531 19,5 13,3 13,3 557 16,5
(Carcinus)
(Soewolo, 2000: 298)
Pada tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa pada beberapa hewan memiliki
konsentrasi ion-ion relative sama dengan air laut, akan tetapi yang lainnya
memiliki perbedaan. Perbedaan tersebut dapat dijaga apabila permukaan tubuh
termasuk membrane permukaan yang tipis pada ingsang impermeabel
terhadap ion-ion yang bersangkutan, walaupun permukaan tubuh lebih
impermeabel, namun sejumlah ion-ion masuk kedalam tubuh bersama
berbagai makanan dan minuman yang dikonsumsi. Jadi hewan harus
mengeluarkan beberapa ion melalui mekanisme agar dapat menjaga
keseimbangan tubuhnya (Soewolo, 2000: 299).
Nampaknya keberadaan ion-ion tertentu dijaga lebih tinggi atau lebih rendah
dari air laut oleh hewan tetentu, diperlukan ioleh hewan yang bersangkutan
untuk keperluan tertentu. Misalnya pada Aurelia, kandungan sulfat dalam
tubuhnya dijaga lebih rendah dari air laut, agar Aurelia dapat mengapung.
4. Sistem Ekskresi dan Osmoregulasi Platyhelminthes
Sistem ekskresi Platyhelminthes
Sebagian besar Platyhelminthes memiliki rongga gastrovaskuler (perut)
dengan hanya satu lubang (mulut), “mulut” ini terletak di bagian permukaan bawah
dan biasanya di daerah pertengahan tubuh. Hewan ini menelan makanan dan
mencabik-cabik menggunakan kontraksi otot dari ujung atas dari perut atau faring.
Organ pencernaan (usus) dari cacing pipih bercabang-cabang di dalam tubuhnya,

7
sehingga sekaligus berfungsi untuk distribusi makanan. Sel-sel yang berada di sekitar
“usus” tersebut menelan sebagian besar partikel makanan dengan fagositosis untuk
kemudian dicerna (intraseluler). Sistem pencernaan dengan hanya satu lubang ini
(tidak punya anus, hanya mulut) dikatakan sistem pencernaan tidak sempurna.
Beberapa jenis cacing pipih, seperti cacing pita yang bersifat parasit, malah tidak
memiliki rongga perut sama sekali. Mereka menyerap makanan langsung dari dinding
(permukaan) tubuh. Ruang di antara kulit dan “usus” diisi oleh mesenkim (en:
mesenchyme), yaitu jaringan pengikat yang terbuat dari sel-sel yang diperkuat dengan
serabut kolagen. Mesenkim ini berperan seperti rangka, yang merupakan tempat
menempelnya otot-otot. Pada mesenkim ini terkandung semua organ-organ internal
dan dapat melewatkan oksigen, nutrisi, dan zat sisa.
Platyhelminthes memiliki sistem ekskresi yang terdiri dari jaring-jaring
saluran (tubulus) halus yang disebut protonefridia (en: protonephridia). Pada
protonefridia terdapat struktur gelembung berflagel yang disebut sel api (en: flame
cell) yang menyebar di sekujur tubuh mereka. Atau dengan kata lain, protonefridia
terdiri dari sel tabung (saluran), dan sel api dengan flagela yang bergetar (seperti api
lilin yang bergoyang-goyang). Getaran ini berguna untuk menggerakkan air dan zat
sisa ke dalam sel tabung (saluran) dan mengeluarkannya melalui pori-pori yang
disebut nefridiofor (en: nephridiopore). Fungsi dari sel api yang paling utama adalah
untuk menjaga keseimbangan osmosis antara cairan dalam tubuh dengan cairan di
lingkungan; fungsi ekskresinya hanyalah sebagai fungsi sampingan. Cacing pipih
mengeluarkan zat sisa nitrogen (amonia) melalui difusi dari permukaan tubuh, dan
sisa metabolisme lain berdifusi ke dalam “usus” dan dikeluarkan melalui mulut.

8
Sebagian besar cacing pipih tidak memiliki anus dan memuntahkan kembali
partikel yang tidak dapat dicerna melalui mulutnya. Akan tetapi, beberapa spesies
juga memiliki anus dan bahkan ada juga yang memiliki banyak anus dari usus yang
bercabang-cabang. Hal ini terdapat pada spesies yang memiliki tubuh yang panjang,
karena sangat sulit apabila tubuh yang panjang itu hanya memiliki satu atau dua
lubang.
Contoh :

Gambar : Planarian ini adalah cacing pipih yang hidup bebas yang memiliki sistem
pencernaan yang tidak lengkap, sistem ekskresi dengan jaringan tubulus di seluruh
tubuh, dan sistem saraf yang terdiri dari tali saraf yang membentang di sepanjang
tubuh dengan konsentrasi saraf dan sel fotosensori dan kemosensorik di ujung
anterior.
Sistem osmoregulasi Platyhelminthes
Umumnya, cacing pipih memiliki sistem osmoregulasi yang disebut
protonefridia.Sistem ini terdiri dari saluran berpembeluh yang berakhir di sel api.
Lubang pengeluaran cairan yang dimilikinya disebut protonefridiotor yang berjumlah
sepasang atau lebih.[Sedangkan, sisa metabolisme tubuhnya dikeluarkan secara difusi
melalui dinding sel.

5. Sistem Ekskresi dan Osmoregulasi Nemathelminthes


Sistem Ekskresi Nemathelminthes
Organ System Ekskresi,terdiri dari Ductusexcretorius (saluran kelenjar) dan
porusexcretorius. Ductus excretorius memiliki jumlah yang sama besar dengan garis-
garis longitudinal di sepanjang permukaan tubuh, karena dibagian sebelah dalam dari

9
tiap-tiap garis longitudinal itu terdapat sebuah Ductus excretorius. Ductus itu
bermuara keluar melalui porusexcretorius yang terletak disebelah caudal oral/
belakang mulu. Yang digolongkan pada filum nemathelminthes, terdiri dari saluran
intraseluler atau saluran ekskretoris lateral. Daurhidup antara Ascaris, Oxyuris, dan
Ancylostoma /Necator hampir sama, hanya Oxyuris dapat juga melakukan auto
infection dan retro infection bentuk infektif keduanya adalah telur yang termakan atau
terminum oleh hospes, sementara Ancylostoma/Necator bentuk infektifnya adalah
larva di dalam tanah yang masuk kedalam peredaran darah dengan cara menembus
kulit. Beberapa konsep yang terkait dengan daur hidup Nemathelminthes:
Monoxenous : tidak memilikih ospesperantara/ Ascaris
Heteroxenous : hanya memiliki satu hospes perantara Dracunculus
Autoheteroxenous: hospesdefinitif juga berperan sebagai hospes perantara Trichinella.
Sistem osmoregulasi nemathelminthes
System osmoregulasi ,limbah nitrogen diekskresikan dalam
bentuk amonia melalui dinding tubuh, dan tidak berhubungan dengan organ
tertentu. Namun, struktur untuk mengeluarkan garam untuk
mempertahankan osmoregulasi biasanya lebih kompleks. Pada banyak nematode laut,
satu atau dua ' kelenjar renette ' uniseluler mengeluarkan garam melalui pori di bagian
bawah hewan, dekat dengan faring. Pada kebanyakan nematoda lain, sel khusus ini
telah digantikan oleh organ yang terdiri dari dua saluran paralel yang dihubungkan
oleh satusaluran transversal. Saluran tranversal ini membuka keseluran umum yang
mengalir keporiekskretiris.

6. Sistem Ekskresi dan Osmoregulasi Annelida


Dalam bahasa Prancis, Anelida berasal dari kata “anneles” berarti dikelilingi
orang, sedangkan dalam bahasa Latin yaitu “anellus” yang artinya cincin kecil.
Anelida juga sering disebut cacing gelang, karena tubuhnya bersegmen-segmen
seperti gelang (Mardiastutik, 2010: 42).
Anelida adalah cacing yang berbentuk bilateral dengan selom dan tubuhnya
bersegmen baik bagian dalam maupun luar. Kebanyakan dari filum Anelida adalah
dari kelas Polychaeta. Kelas yang lainnya disebut Oligochaeta misalnya cacing tanah
dan juga dari Kelas HIrudinea contohnya lintah. Disebut Polychaeta dan Oligochaeta,
karena asal katanya yaitu poly artinya banyak sedangkan oligo artinya sedikit (Starr,
dkk., 2012: 461).

10
Sistem Ekskresi annelida

Gambar Sistem ekskresi pada Annelida

Alat ekskresi Anelida seperti cacing tanah adalah nefridia atau nefridium
yang berada di setiap ruas tubuhnya. Nefridium terdiri atas nefrostoma, tubulus,
dan nefridiofor. Nefrostoma (dibagian anterior) berbentuk seperti corong dan
berfungsi untuk mengumpulkan zat atau cairan dari selom (ceolum) yang akan
disekskresikan. Kemudian, tubulus berbentuk saluran yang berfungsi menyalurkan
zat ekskresi dari nefrostoma ke luar tubuh. Dan lubang pengeluaran ekskresi
disebut nefridiofor.
Dalam cairan tubuh cacing tanah yang memenuhi rongga tubuhnya,
terkandung sisa metabolisme maupun nutrien. Cairan inilah yang disaring oleh
ujung tabung berbentuk corong dengan silia yang disebut nefrostom. Dari
nefrostom, hasil yang disaring tersebut kemudian dibawa melewati tubulus
sederhana yang juga diselaputi oleh kapiler-kapiler darah. Pada tubulus ini, terjadi
proses reabsorpsi bahan-bahan yang penting, seperti garam-garam dan nutrien
terlarut. Air dan zat-zat buangan dikumpulkan dalam tubulus pengumpul, suatu
wadah yang merupakan bagian dari nefridia untuk selanjutnya dikeluarkan melalui
lubang ekskretori di dinding tubuh, yang biasa disebut nefridiofor. Cairan dalam
rongga tubuh cacing tanah menngandung substansi dan zat sisa. Zat sisa ada dua
bentuk,yaitu ammonia dan zat lain yang kurang toksik,yaitu ureum. Oleh karena
cacing tanah hidup di dalam tanah dalam llingkungan yang lembab,annelida
mendifusikan sisa amonianya di dalam tanah tetapi ureum di ekskresikan lewat
sistem ekskresi (Purnamasari dan Dwi Rukma Santi, 2017: 92). Sistem ekskresi
Hirudinae menggunakan 17 pasang nephridium.
Sistem Osmoregulasi Annelida

11
Cacing tanah seperti Lumbricus terestris merupakan regulator hiperosmotik
yang efektif. Hewan ini secara aktif mengabsorbsi ion-ion. Urine yang
diproduksinya encer, yang secara esensial bersifat hipoosmotik mendekati
isoosmotik terhadap darahnya. Diduga konsentrasi urinnya disesuaikan menurut
kebutuhan keseimbangan air tubuhnya. Homeostasis regulasi juga dilakukan
dengan pendekatan prilaku yaitu aktif dimalam hari dan menggali tanah lebih
dalam bila permukaan tanah kering. Dalam keadaan normal penurunan titiuk beku
cairan tubuhnya berkisar antara 0,3 oC- 0,5 oC.

7. Sistem Ekskresi dan Osmoregulasi Mollusca


Sistem Ekskresi Mollusca
Sistem ekskresi Mollusca adalah berupa Nefridia yang berperan mirip dengan ginjal,
Nefridia juga mengeluarkan sisa metabolisme dalam bentuk cairan.
Osmoregulasi pada Molusca
Pada tubuh keong/siput memiliki permukaan tubuh berdaging yang sangat permeable
terhadap air. bila dikeluarkan dari cangkangnya, maka air akan hilang secepar
penguapan air pada seluas permukaan tubuhnya. Semua keoang atau siput bernapas
terutama dengan paru-paru yang terbentuk dari mantel tubuhnya dan terbuka keluar
melalui lubang kecil. Toleransi terhadap air sangat tinggi. Tekanan osmotik cairan
internal bervariasi secara luas tergantung kandungan air lingkungannya. Untuk
menghindari kehilangan air yang berlebih, keong atau siput lebih aktif dimalam hari
dan bila kondisi bertambah kering , keoang akan berlindung dengan membenamkan
diri kedalam tanah serta menutup cangkangnya dengan semacam operculum yang
berasal dari lendir yang dikeluarkannya. Banyak keong darat yang secara rutin
mengeluarkan suatu zat yang mengandung nitrogen dalam bentuk asam urat yang sulit
larut dalam air, yang terbukti bahwa ternyata zat ini meningkat pada beberapa spesies
dalam masa kesulitan mendapatkan air. Selama masa estivasi (tidur musim panas)
asam urat ini disimpan dalam ginjal dengan maksud mengurangi kehilangan air untuk
menekskresikan nitrogen tersebut. Banyak spesies keong yang menyimpan air
didalam rongga mantelnya yang rupanya digunakan pada liungkungan kering.
8. Sistem Ekskresi dan Osmoregulasi Arthropoda
Organ Sistem Ekskresi Serangga
Pada arthropoda terdapat berbagai macam alat ekskresi seperti kelenjar hijau
pada kelompok udang-udangan, kelenjar koska pada arachnida dan pembuluh malpigi
12
pada serangga. Kelenjar hijau pada udang disebut juga kelenjar antena. Kelenjar
antenna terdapat pada dasar antenna. Kelenjar ini berfungsi mengekskresikan sisa
metabolism yang mengandung nitrogen (amoni). Setiap kelenjar terdiri atas bagian
yang berbentuk kantung yang berasal dari rongga tubuh (coelom) dan berhubungan
dengan bagian seperti pembuluh yang disebut labirin. Pada serangga badan Malpighi
berbentuk buluh-buluh halus yang terikat pada ujung usus posterior belalang dan
berwarna kekuningan. Zat-zat buangan diambil dari cairan tubuh (hemolimfa) oleh
saluran Malpighi di bagian ujung. Kemudian, cairan masuk ke bagian proksimal lalu
masuk ke usus belakang dan dikeluarkan bersama feses dalam bentuk kristalkristal
asam urat.
Osmoregulasi pada Arthropoda (serangga)
Kehilangan air pada serangga terutama terjadi melalui proses penguapan. Hal
ini dikarenakan serangga memiliki ratio luas permukaan tubuh dengan masa tubuhnya
sebesar 50 kali, bandingkan dengan mamalia yang mempunyai ratio luas permukaan
tubuh terhadap masa tubuhnya yang hanya ½ kali. Jalan utama kehilangan air pada
serangga adalah melalui spirakulum untuk mengurangi kehilangan air dari tubuhnya
maka kebanyakan serangga akan menutup spirakelnya pada saat diantara dua gerakan
pernapasannya. Cara mengatasi yang lain adalah dengan meningkatkan
impermeabilitas kulitnya, yaitu dengan memiliki kutikula yang berlilin yang sangat
impermeable terhadap air, sehingga serangga sedikit sekali kehilangan air melalui
kulitnya. Sebagai organ ekskretori serangga memiliki badan Malphigi yang bersama-
sama dengan saluran pencernaan bagian belakang membentuk sistem ekskretori
osmoregulatori.
9. Sistem Ekskresi dan Osmoregulasi Echinodermata
Karakteristik Echinodermata
Ciri-ciri utama Echinodermata adalah adanya tonjolan atau duri dari
permukaan (epidermis) kulitnya. Epidermis ini menutup endoskeleton (mesodermis)
keras yang terbuat dari kalsium karbonat (kalsit). Kemudian, karakteristik yang lain
adalah hewan dewasanya berbentuk simetri lima sisi (disebut simetri pentaradial).
Karakteristik unik lain dari hewan berkulit duri adalah adanya sistem saluran air yang
berfungsi untuk pertukaran gas, ekskresi, makan, indera sensorik, dan bergerak.
Susunan Tubuh Echinodermata
Hewan kulit berduri memiliki endoskeleton yang tersusun dari kalsium
karbonat (kalsit). Plat-plat endoskeleton ini disebut osikel (en: ossicles). Kerapatan

13
osikel-osikel inilah yang menentukan tingkat kekerasan (dan kelenturan) tubuh
Echinodermata. Susunan osikel yang tidak terlalu rapat dapat ditemukan pada bintang
laut. Sedangkan pada landak laut, susunan osikel sangat rapat dan membentuk
“tempurung” (en: test). Lain halnya dengan teripang, osikel-osikel pada hewan ini
sangat tersebar sehingga hewan ini fleksibel. Osikel-osikel tersebut kemudian
dibungkus oleh kulit (epidermis).
Tubuh Echinodermata memiliki sistem saluran air, yaitu sebuah jaringan dari
kanal-kanal hidrolik yang diturunkan dari rongga tubuh (selom). Sistem saluran air ini
berfungsi untuk pertukaran gas, makan, ekskresi, indera sensorik, dan bergerak.
Sistem ini bervariasi antar kelas-kelas, namun umumnya air masuk dan keluar melalui
lubang saringan (madreporite) yang terletak pada ujung aboral. Air kemudian
mengalir ke kanal-kanal (kanal radial, kanal batu, dan kanal cincin), bercabang-
cabang, dan berakhir di kaki tabung (en: tube feet). Kaki tabung terdiri dari ampulla
dan podium. Mekanisme kontraksi (atau relaksasi) dari kedua bagian ini digunakan
untuk bergerak dan menempel pada substrat. E c h i n o d e r m a t a t i d a k memiliki
masalah dalam osmoregulasi, sebab cairan tubuh pada hewan ini selalu
isosmotik dengan air laut. Echinodermata tidak memiliki organ khusus ekskresi,
sehingga sampah nitrogen dalam wujud ammonia dibuang melalui difusi dari
permukaan tubuhnya (mekanisme yang sama dengan respirasi). Echinodermata
melakukan ekskresi dimulai dari mulut menuju esophagus, menuju ke cardiac
stomach, lalu ke pyloricstomach, kemudian langsung menuju rectum dan
dikeluarkan lewat anus.

Ekskresi limbah nitrogen juga dilakukan melalui kaki tabung dan papullae, dan tidak
ada organ ekskretoris berbeda. Cairan tubuh mengandung fagositosis sel yang disebut

14
coelomocytes, yang juga ditemukan dalam sistem vaskular dan air hemal. Ini menelan
sel bahan limbah, dan akhirnya bermigrasi ke ujung papullae mana mereka
dikeluarkan ke dalam air sekitarnya. Beberapa limbah mungkin juga dikeluarkan oleh
kelenjar pilorus dan voided dengan kotoran. Bintang laut tampaknya tidak memiliki
mekanisme untuk osmoregulasi, dan menjaga cairan tubuh mereka pada konsentrasi
garam sama dengan air di sekitarnya.

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Protozoa tidak memiliki organ pengeluaran khusus sehingga zat sisa


metabolismenya dikeluarkan melalui rongga berdenyut atau melalui kulit secara difusi
dan osmosis. Vakuola kontraktil atau vakuola berdenyut ini mengeluarkan cairan yang
disekresi oleh organel sel, seperti ammonia dari dalam sel dan dikeluarkan dengan cara
difusi maupun transport aktif. Amonia dihasilkan dari proses deaminasi asam
amino. Amonia merupakan bahan yang sangat racun dan merusak sel. Hewan-hewan
yang mengekskresikan amonia disebut amonotelik. Sistem ekskresi pada porifera
dikeluarkan melalui proses difusi sel-sel penyusun dinding spongosol. Ekskresi dan
pertukaran gas pernapasan terjadi melalui difusi sederhana. Kebanyakan invertebrata
laut dan endoparasit memiliki konsentrasi osmotik cairan tubuh sama dengan air
laut . Meskipun demikian rupanya cairan tubuh osmokonformer tidak sama persis
dengan mediumnya. Sel-sel yang berada di sekitar «usus» tersebut menelan sebagian
besar partikel makanan dengan fagositosis untuk kemudian dicerna . Beberapa jenis
cacing pipih, seperti cacing pita yang bersifat parasit, malah tidak memiliki rongga
perut sama sekali. Ruang di antara kulit dan «usus» diisi oleh mesenkim , yaitu jaringan
pengikat yang terbuat dari sel-sel yang diperkuat dengan serabut kolagen. Mesenkim ini
berperan seperti rangka, yang merupakan tempat menempelnya otot-otot.
Platyhelminthes memiliki sistem ekskresi yang terdiri dari jaring-jaring saluran halus
yang disebut protonefridia . Pada protonefridia terdapat struktur gelembung berflagel
yang disebut sel api yang menyebar di sekujur tubuh mereka. Atau dengan kata
lain, protonefridia terdiri dari sel tabung , dan sel api dengan flagela yang
bergetar . Getaran ini berguna untuk menggerakkan air dan zat sisa ke dalam sel tabung
dan mengeluarkannya melalui pori-pori yang disebut nefridiofor .Sebagian besar cacing
pipih tidak memiliki anus dan memuntahkan kembali partikel yang tidak dapat dicerna
melalui mulutnya. Akan tetapi, beberapa spesies juga memiliki anus dan bahkan ada
juga yang memiliki banyak anus dari usus yang bercabang-cabang. Hal ini terdapat
pada spesies yang memiliki tubuh yang panjang, karena sangat sulit apabila tubuh yang
panjang itu hanya memiliki satu atau dua lubang. Pada kebanyakan nematoda lain, sel
khusus ini telah digantikan oleh organ yang terdiri dari dua saluran paralel yang
dihubungkan oleh satusaluran transversal. Saluran tranversal ini membuka keseluran

16
umum yang mengalir keporiekskretiris. Cacing tanah seperti Lumbricus terestris
merupakan regulator hiperosmotik yang efektif. Urine yang diproduksinya encer, yang
secara esensial bersifat hipoosmotik mendekati isoosmotik terhadap darahnya. Kelenjar
ini berfungsi mengekskresikan sisa metabolism yang mengandung nitrogen . Setiap
kelenjar terdiri atas bagian yang berbentuk kantung yang berasal dari rongga tubuh dan
berhubungan dengan bagian seperti pembuluh yang disebut labirin. Pada serangga
badan Malpighi berbentuk buluh-buluh halus yang terikat pada ujung usus posterior
belalang dan berwarna kekuningan. Hewan kulit berduri memiliki endoskeleton yang
tersusun dari kalsium karbonat . Kerapatan osikel-osikel inilah yang menentukan
tingkat kekerasan tubuh Echinodermata. Susunan osikel yang tidak terlalu rapat dapat
ditemukan pada bintang laut. Sedangkan pada landak laut, susunan osikel sangat rapat
dan membentuk «tempurung» . Lain halnya dengan teripang, osikel-osikel pada hewan
ini sangat tersebar sehingga hewan ini fleksibel. Tubuh Echinodermata memiliki sistem
saluran air, yaitu sebuah jaringan dari kanal-kanal hidrolik yang diturunkan dari rongga
tubuh . Sistem ini bervariasi antar kelas-kelas, namun umumnya air masuk dan keluar
melalui lubang saringan yang terletak pada ujung aboral. Mekanisme kontraksi dari
kedua bagian ini digunakan untuk bergerak dan menempel pada substrat.
Echinodermata tidak memiliki masalah dalam osmoregulasi, sebab cairan tubuh pada
hewan iniselalu isosmotik dengan air laut. Cairan tubuh mengandung fagositosis sel
yang disebut coelomocytes, yang juga ditemukan dalam sistem vaskular dan air
hemal. Bintang laut tampaknya tidak memiliki mekanisme untuk osmoregulasi, dan
menjaga cairan tubuh mereka pada konsentrasi garam sama dengan air di sekitarnya.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan dari makalah tersebut penulis mengajukan beberapa saran
yaitu :
1. Bagi Pemerintah
Makalah ini dapat dijadikan sebagai khasanah ilmu pendukung bagi instansi
terkait dalam memberikan pengetahuan mengenai system ekskresi dan osmoregulasi
pada hewan invertebrate.
2. Bagi Masyarakat

17
Sebagai suatu informasi yang dapat dijadikan sebagai kontribusi ilmu baru
bagi mahasiswa dan siswa mengenai system ekskresi dan osmoregulasi hewan
invertebrata.

18
DAFTAR PUSTAKA

Arsih, Fitri. 2012. Fisiologi Hewan. Padang : UNPPress.


Campbell. 2004. Biologi Jilid 5. Jakarta : Erlangga.
Lumenta, Cyska. 2017. Avertebrata Air. Manado : Unsrat Press.
Mader, S. S. 2009. Variety Among the Lophotrochozoans, Biology, 10th edition. New York:
McGraw-Hill.
Mardiastutik,Wiwik Endang. 2010. Mengenal Hewan Invertebrata. Bekasi: Mitra Utama.
Purnamasari, Risa dan Dwi Rukma Santi. 2017. Fisiologi Hewan. Surabaya : UIN Sunan
Ampel Press.
Reese et al. 2014. Lophotrochozoans, a Clade Identified by Molecular Data, Have the Widest
Range of Animal Body Forms. U.S: Pearson Education, Inc.
Raven et al. 2011. The Bilaterian Acoelomates, Biology, 9th edition. New York: McGraw-
Hill.
Rusyana, Adun. 2011. Zoologi Invertebrata (Teori dan Praktek). Bandung: Alfabeta.
Safar R. 2010. Parasitologi Kedokteran. Bandung: Yrama Widya.
Soewolo. 2000. Pengantar Fisiologi Hewan. Malang : IKIP Malang.
Starr, Cecie dkk. 2012. Biologi Kesatuan dan Keragaman Makhluk Hidup Edisi 12 Buku 1.
Jakarta: Penerbit Salemba.
Suwignyo, Sugiarti, dkk. 2005. Avertebrata Air. Jakarta: Penebar Swadaya.

19

Anda mungkin juga menyukai