Anda di halaman 1dari 27

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya, beserta shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW,

sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Kegawatdaruratan dalam

Kebidanan dan Neonatal dengan judul Sepsis.

Dalam proses penulisan makalah ini dari awal sampai akhir tidak terlepas

dari bimbingan, bantuan, dan dukungan berbagai pihak, oleh karena itu pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih.

Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih belum

sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun

demi kesempurnaan makalah ini, sehingga dapat berguna bagi kita semua.

Palembang, Februari 2023

Tezzy Maria Sintia


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................1
BAB I.................................................................................................................................2
PENDAHULUAN.............................................................................................................2
1.1 Latar Belakang...................................................................................................2
1.2 Rumusan masalah...............................................................................................3
1.3 Tujuan masalah..................................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................................4
2.1 Sepsis.................................................................................................................4
2.1.1 Definisi Sepsis............................................................................................5
2.1.2 Epidemiologi..............................................................................................6
2.1.3 Etiologi dan sumber mikroba......................................................................6
2.1.4 Patogenesis.................................................................................................7
2.1.5 Gambaran klinis.........................................................................................7
2.1.6 Temuan Laboraturium................................................................................8
2.1.7 Pemeriksaan penunjang..............................................................................8
2.1.8 Tata laksana................................................................................................8
2.1.9 Prognosis....................................................................................................9
2.2 Sepsis pada bayi /neonaturum............................................................................9
2.2.1 Gejala sepsis pada bayi baru lahir...............................................................9
2.2.2 Penyebab sepsis........................................................................................10
2.2.3 Pencegahan sepsis....................................................................................11
2.2.4 Sepsis neonaturum....................................................................................11
2.2.5 Infeksi melalui cara..................................................................................11
2.2.6 Sumber infeksi..........................................................................................12
2.2.7 Penatalaksanaan........................................................................................13
2.3 Sepsis pada Maternal........................................................................................13
2.3.1 Penyebab sepsis........................................................................................13
2.3.2 Patofisiologi.............................................................................................14
2.3.3 Manifestasi Klinis.....................................................................................18
2.3.4 Sepsis (SIRS + infeksi).............................................................................19
2.3.5 Syok septik...............................................................................................19
2.3.6 Manajemen sepsis.....................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................25
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sepsis terjadi bila pasien yang mengalami infeksi memperlihatkan

manifestasi sistemik tertentu dari respon inflamasi seperti demam atau

hiportemia, takikardia, dan leukositosis atau leukopenia (sindrom respons

inflamasi sistemik/systemic inflammatory response syndrome, SIRS).

Sepsis merupakan infeksi berat yang umumnya disebabkan oleh

bakteri, yang bisa berasal dari organ-organ dalam tubuh seperti paru-paru,

usus, saluran kemih atau kulit yang menghasilkan toksin/racun yang

menyebabkan sistem kekebalan tubuh menyerang organ dan jaringan

tubuh sendiri. Sepsis dapat mengakibatkan komplikasi yang serius

mengenai ginjal, paru-paru, otak dan pendengaran bahkan kematian.

Sepsis neunatus adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh

masuknya kuman ke dalam tubuh disertai manifestasi klinis yang terjadi

pada neunatus. Sepsis menunatus merupakan salah satu penyebab penting

dari morbiditas dan mortalitas di antara neunatus.

Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya sepsis yaitu sistem

kekebalan tubuh bayi yang belum matang, lemahnya kekebalan humoral.

Selain itu pada faktor maternalnya disebabkan karena demam pada ibu

selama persalinan, Infeksi pada uterus atau plasenta, ketuban pecah dini,
bakteri seperti streptokokus grup B dapat menginfeksi bayi baru lahir

dalam proses persalinan.

1.2 Rumusan masalah

1.2.1 Apakah definisi sepsis

1.2.2 Bagaimana sepsis pada bayi/neonatal

1.2.3 Bagaimana sepsis pada maternal

1.3 Tujuan masalah

1.3.1 Untuk mengetahui apa definisi dari sepsis

1.3.2 Untuk mengetahui bagaimana sepsis pada bayi/neonatal

1.3.3 Untuk mengetahui bagaimana sepsis pada maternal


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sepsis

2.1.1 Definisi Sepsis

Sepsis adalah infeksi berat yang umumnya disebabkan oleh

bakteri, yang bisa berasal dari organ-organ dalam tubuh seperti paru-paru,

usus, saluran kemih atau kulit yang menghasilkan toksin/racun yang

menyebabkan sistem kekebalan tubuh menyerang organ dan jaringan

tubuh sendiri. Sepsis dapat mengakibatkan komplikasi yang serius

mengenai ginjal, paru-paru, otak dan pendengaran bahkan kematian.

Sepsis dapat mengenai orang dari usia berapapun, tetapi yang

paling sering pada bayi dibawah 3 bulan, sistem kekebalan tubuhnya

belum cukup matang untuk melawan infeksi yang berat, orang lanjut usia,

orang dengan penyakit kronik, orang dengan gangguan sistem kekebalan

tubuh, seperti dengan infeksi HIV.

Sepsis timbul saat infeksi berat menyebabkan respon tubuh normal

terhadap infeksi menjadi berlebihan. Bakteri dan racun yang dihasilkan

dapat mengakibatkan perubahan suhu, frekuensi jantung dan tekanan darah

dan dapat mengakibatkan gangguan organ tubuh ( Maryunani, Anik,

2014 ).
Sepsis terjadi bila pasien yang mengalami infeksi memperlihatkan

manifestasi sistemik tertentu dari respon inflamasi seperti demam atau

hiportemia, takikardia, dan leukositosis atau leukopenia (sindrom respons

inflamasi sistemik/systemic inflammatory response syndrome, SIRS).

Sepsis berat ditandai oleh adanya disfungsi multiorgan. Bila

hipotensi tidak memberikan respons terhadap resusitasi cairan yang

adekuat maka pasien mengalami syok septik. Diagnosis septikemia

ditegakkan bila bakteremia berkaitan dengan SIRS ( Erlangga, 2008 )

2.1.2 Epidemiologi

Sepsis dan syok septik berat merupakan penyebab utama kematian

di ICU dan meliputi 2-11% dari semua kasus rawat inap rumah sakit atau

ICU di AS dan Eropa.

Insidensi sepsis meningkat pada dekade terakhir karena adanya

pertumbuhan dalam :

a. Tatalaksan perawatan intensif

b. Populasi dan imunosupresi

c. Populasi orang berusia lanjut

d. Populasi yang hidup lebih lama dengan penyakit kronik

e. Penyalahgunaan obat intravena

f. Resistensi mikroba

2.1.3 Etiologi dan sumber mikroba


Sebagian besar kasus sepsis berat disebabkan oleh organisme

berikut dengan proporsi yang hampir sama:

a. Basil gram-negatif ( Escherichia coli-paling sering, Klebsiella,

Pseudomonas aeruginosa) dari saluran kemih, paru, abdomen.

b. Kokus Gram-positif ( terutama stafilokokus dan streptokokus)

dari kulit dan jaringan lunak, alat-alat intravena dan paru.

c. Jamur, terutama Cndida (saluran pencernaan, jalur vena yang

panjang), mencakup sekitar 5% kasus.

d. Meningokokus merupakan penyebab penting syok septik yang

didapat di komunitas (community-acquired septic shock)

e. Organisme yang tidak umum : Capnocy tophaga (gigitan

anjing). Babesiosis, Rocky Mountain spotted fever (RMSF).

2.1.4 Patogenesis

Respons inflamasi pada lokasi infeksi, yang merupakan hasil

mekanisme imun spesifik dan nonspesifik pejamu, melawan invasi

mikroba dengan mencegah pertumbuhannya dan selanjutnya

menghancurkannya.

Jika mikroba mencoba mengalahkan pertahanan lokal ini dan

keluar ke jaringan sekitar atau aliran darah, maka hal tersebut memicu

suatu kaksade interaksi kompleks yang melibatkan faktor mikroba ( toksin,

komponen dinding sel) dan faktor pejamu ( jalur komplemen, leukosit, dan

mediator humoral seperti sitokin), serta menyebabkan kelainan koagulasi,

cedera jaringan, kolaps vaskular, dan disfungsi multiorgan.


2.1.5 Gambaran klinis

Manifestasi berikutnya umumnya terdapat pada sepsis berat :

a. Demam dan takikardia

b. Hiperventilasi

c. Disfungsi hati, paru dan ginjal

d. Hipotensi

e. Ensefalopati, biasanya lebih disebabkan oleh perfusi yang

buruk dari akibat kerusakan jaringan

f. Ruang kulit pada meningokoksemia, sindrom syok toksik,

infeksi Capnocy-tophaga, ektima gangrenosum, RMSF.

2.1.6 Temuan Laboraturium

a. Leukositosis dan leukopenia

b. Trombositopenia

c. Koagulopati intravaskular diseminata-sel darah merah

mikroangiopatik, peningkatan D dimer, dan pemanjangan

waktu protrombin

d. Peningkatan ureum, kreatinin, nillirubin, transaminase, laktat

e. Alkalosis respiratorik, kemudian menjadi asidosis metabolik

f. Rontgen toraks-perubahan gambaran sindrom gawat nafas akut

(acute respiratory distress syndrome, SRDS).

2.1.7 Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan mikroba dalam darah, urin, jung kateter, lokasi

imflamasi, Rontgen dan scan untuk menentukan lokasi infeksi dan

Pemantauan fungsi organ

2.1.8 Tata laksana

a. Terapi antibiotik empiris

b. Penunjang hemodinamik dan nutrisi

c. Penunjang organ

d. Pengobatan tambahan : berbagai terapi telah melewati uji klinis

yang ditujukan untuk menetralisasi toksin, meminimalisasi respons

imflamasi ( kortikosteroid dosis rendah), menetralisir sitokin

proinflamasi (anti-TNF), mengoreksi kelainan koagulasi (protein C

teraktivasi), namun yang terbaik memberikan hasil campuran dan

tidak ada yang digunakan sebagai terapi rutin.

2.1.9 Prognosis

Sekitar 30-50% meninggal, Kejadian fatal lebih diakibatkan oleh

faktor-faktor seperti usia lanjut, neutropenia, dan penyakit yang sudah ada

sebelumnya daripada akibat infeksi spesifik.

2.2 Sepsis pada bayi /neonaturum

2.2.1 Gejala sepsis pada bayi baru lahir

1) Tidak mau minum ASI/muntah

2) Suhu tubuh >38 C di ukur melalui anus atau lebuh rendah dari

normal dan rewel


3) Lemas dan tidak responsif

4) Tidak aktif bergerak

5) Perubahan frekuensi jantung (cepat pada awal sepsis kemudian

pelan pada sepsis lanjutan)

6) Bernapas sangat cepat atau kesulitan bernapas

7) ada saat bayi henti nafas lebih dari 10 detik

8) perubahan warna kulit

9) kuning pada kulit dan mata

10) ruam kemerahan

11) kurang produksi urin

2.2.2 Penyebab sepsis

1) Sepsis pada bayi baru lahir hampir selalu di sebabkan oleh

bakteri, seperti E.coli, Listeria monocy togenes, Neisseria

meningitidis, Streptokokus pneumonia, Haemophilus

influenza tipe b. Salmonella Streptokokus grup B adalah

penyebab sepsis pada bayi baru lahir dan bayi < 3 bulan.

2) Bayi prematur dalam perawatan intensif lebih rentan untuk

mengalami sepsis karena sistem kekebalan tubuhnya belum

terbentuk sempurna dan mereka mendapat perawatan invasif,

seperti infus, kateter, selang pernafasan ( ventilator )

3) Tempat masuk infus atau kateter dapat menjadi jalan masuk

bakteri yang normalnya hidup dipermukaan kulit untuk masuk

ke dalam tubuh dan menyebabkan infeksi.


4) Pada bayi baru lahir, sepsis terjadi bila bakteri masuk ke

dalam tubuh bayi dari ibu selama masa kehamilan, persalinan.

Beberapa komplikasi selama kehamilan yang meningkatkan

resiko sepsis pada bayi baru lahir demam pada ibu selama persalinan,

Infeksi pada uterus atau plasenta, ketuban pecah dini (sebelum usia

kehamilan 37 minggu atau 18 jam sebelum dimulainya persalinan),

bakteri seperti streptokokus grup B dapat menginfeksi bayi baru lahir

dalam proses persalinan.

2.2.3 Pencegahan sepsis

1. Pencegahan sepsis karena streptokokus grup B dari ibu ke

bayi selama persalinan dapat dicegah dengan memeriksa

ibu pada usia kehamilan antara 35 dan 37 minggu apakah

terdapat bakteri tersebut pada jalan lahir.

2. Imunisasi dan cuci tangan adalah upaya pencegahan

infeksi yang dapat mencegah terjadinya sepsis

3. Orang yang dekat dengan bayi anda sebaiknya tidak sakit

dan telah mendapat vaksinasi sebelumnya.

4. Anak yang memakai perlengkapan medis yang menetap

dalam tubuh seperti kateter atau infus harus dipastikan

untuk memperhatikan petunjuk dokter untuk

membersihkan dan merawat tempat alat medis tersebut

msuk ke tubuhnya.

2.2.4 Sepsis neonaturum


Infeksi umum terjadi bakteri dalam darah, dan sindrom klinis

dengan ciri penyakit sistemik simptomatik dan bakterimia, lebih

sering ditemukan pada BBLR dan lebih sering terjadi pada bayi yang

lahir di RS di bandingkan dengan di luar RS, serta BBL mendapatkan

kekebalan/imunitas transplasenta terhadap kuman yang berasal dari

ibu, sesudah lahir bayi terpapar kuman dan bayi tidak mempunyai

imunitas, serta bayi beresiko mempunyai kesempatan 4 kali untuk

mendapatkan septicemia di banding BBL normal.

2.2.5 Infeksi melalui cara

Infeksi antenatal terjadi ketika kuman mencapai janin melalui

sirkulasi ibu ke plasenta dan kuman yang menyerang janin yaitu virus

rubella, poliomyelitis, dan variola. Spirochaeta yaitu syphilis dan

bakteri E.coli, listeria dan monocytogenesis. Infeksi antenatal lebih

sering terjadi, mikroorganisme dapat masuk kedalam rongga amnion.

Infeksi postnatal terjadi setelah bayi lahir dan merupakan infeksi

yang di dapat akibat pemakaian alat yang terkontaminasi atau sebagai

infeksi silang. Infeksi terjadi dengan cara pemberian susu formula

(pengolahan tidak hygienis, kontaminasi dari lingkungan), kemudian

masuknya mikroorganisme melalui umbilicus, pharynk, telinga,

sistem pernapasan, slauran kemih, gastrointestinal. Kontaminasi

dengan bayi, individu atau lingkungan seperti pemakaian alat suction

dan pemasangan infus.

2.2.6 Sumber infeksi


1) Periode prenatal

a) Sepsis dini (< 3hari) biasanya melalui plasenta 2%,

persalinan 10%. Di dapat selama masa perinatal karena kontak

langsung dengan organisme saluran kemih dan saluran cerna

ibu seperti streptokokus grup B dan E.coli dan organisme lain

seperti gonococcus, herpes simplex, candida albicans, listeria,

chlamida.

b) Sepsis lambat (1-3 minggu setelah lahir) dapat menjadi

resiko tinggi pada bayi prematur, akibat dari kelahiran yang

sulit. Merupakan infeksi nosokomial yang disebabkan oleh

organisme Staphylococcus, Klebsiela, Enterococcus,

Pseudomonas. Infeksi terjadi melalui ujung stump umbilical,

kulit, selaput mukosa, hidung, faring , telinga, sistem respirasi,

sistem syaraf, sistem perkemihan dan sistem saluran

pencernaan.

2) Sepsis neonatal ini dapat terjadi pada bayi prematur dan bayi

lahir setelah persalinan sukar/ traumatik. Infeksi sistemik dengan

ciri fisik tidak jelas dan tidak spesifik.

3) Adanya infeksi terdeteksi melalui observasi, analisa perawatan

yang cermat terhadap perubahan, gejala awal tidak spesifik,

hipotermi, perubahan warna, tomus otot dan kegiatan dan perilaku

umum.

2.2.7 Penatalaksanaan
Kaji riwayat maternal, identifikasi bayi terkena infeksi,

cegah transmisi infeksi, observasi, konsisten dalam merencanakan

perawatan terhadap bayi (catat pola perilaku), lapor dokter bila ada

gejala, observasi tanda-tanda komplikasi, observasi adanya sesak

nafas dan kenali gejala yang merangsang pernapasan, observasi

bayi terhadap kejang yang menyertai sepsis, pastikan evaluasi tes

diagnostik tepat dan benar, fase akut, pengobatan dan komplikasi.

2.3 Sepsis pada Maternal

2.3.1Penyebab sepsis

Penyebab sepsis berat dan syok septik pada kehamilan dan

persalinan adalah Pielonefritis akut, Pnemonia, Korioamnionitis,

Endomiometritis, Infeksi luka jalan lahir termasuk episiotomi, Abortus

septik, sisa abortus dan ruptur apendisitis

2.3.2 Patofisiologi

Patofisiologi sepsis sangat kompleks, sepsis obstetrik dapat

disebabkan oleh berbagai patogen, karena infeksi pelvis biasanya

polimikrobial. Penyebab sindroma sepsis berat yang tersering adalah

endotoksin yang diproduksi oleh Enterobacteriaceae, terutama

Escherichia coli. Patogen lainnya adalah streptokokus erobik dan

anerobik, Bacteroides dan Clostridium spesies. Beberapa kelompok

streptokokus virulen menghasilkan protease mendegradasi

interleukin-8 (IL8). Pada pielonefritis, E-coli dan Kleibsiella spesies

sering menyebabkan bakteriemia dan sindroma dan sindroma sepsis.


Endotoksin merupakan lipopoliskarida yang dilepaskan saat

terjadinya lisis dinding sel bakteri gram negatif. Sejumlah eksotoksin

bakterial yang poten dapat juga menyebabkan sindroma sepsis yang

berat, contohnya eksotoksin Clostridium perfringens, sindroma syok

toksik akibat toksin S. Aureus, dan toxic shock-like eksotoksin dari

Streptokokus group β-hemolitikus. Seperti yang digambarkan oleh

nathan dan kawan-kawan, eksotoksin ini menyebabkan nekrosis dan

gangren secara cepat dan luas, terutama pada uterus pascasalin, dan

dapat menyebabkan kolaps kardiovaskuler serta kematian maternal.

Sindroma sepsis dimulai dengan respon inflamasi langsung

terhadap endotoksin dan eksotoksin mikroba, secara sederhana,

respon inflamasi ini dan toksin-toksin lainnya menstimulasi sel-sel T

CD4, yang memproduksi sitokin proinflamasi termasuk tumor

necrosis faktor-α (TNF- α), interleukin-I (IL-1), dan IL-8. Netrofil

kemudan melekat pada endotelium dan mensekresi sejumlah bahan-

bahan toksik seperti protase, oksidan, dan anti-inflamasi. Aktivitas

koagulan, aktivitas gen, regulasi reseptor, dan supresi sistem imun.

Hal ini juga terjadi pada IL-6 yang memediasi supresi miokard.

Fase awal, secara klinik syok berawal dari penurunan

resistensi vaskuler sistemik yang tidak sepenuhnya dikompensasi

oleh peningkatan curah jantung. Hipoperfusi menimbulkan asidosis

laktat, penurunan ekstrasi oksigen jaringan, dan disfungsi end-organ.

Menurut Schrier dan Wang pada tahun 2004, gagal ginjal sering

terjadi, dan sepsis sendiri dapat menyebabkan gagal organ multipel.


Sistem imun alamiah atau nonspesifik merupakan mekanisme

pertahanan host terhadap patogen. Respon imun alamiah dimulai

dengan pattern recognition receptor (PRRs), yang mengenali struktur

spesifik mikroorganisme. Bakteri gram positif dan negatif, virus dan

jamur mempunyai molekul dinding sel unik yang dikenal sebagai

pathogen-associated moleculer patterns. Molekul molekul ini sering

menjadi bakteri patogen, nonpatogen dan komensal. PAMPs

berikatan dengan PRRs, yang disebut TLRs, pada permukaan sel-sel

imun. Respon imun host spesifik pada masing-masing patogen

dimediasi oleh berbagai variasi bentuk PAMPs dan PRRs.

Disregulasi mediasi tersebut secara klinis dapat terlihat sebagai

disfungsi organ pada sepsis yang berat.

Patofisiologis sepsis juga melibatkan banyak sistem seperti

mikrosirkulasi, Reactive oxygen dan atau reactive nitrogen species

(ROS/RNS), metabolisme laktat, koagulasi dan inflamasi, fungsi

endotel, imunitas, apoptosis, dan perubahan hemodinamik. Fungsi

mikrosirkulasi merupakan kebutuhan utama oksigenasi jaringan yang

adekuat dan fungsi organ. Tujuannya adalah untuk transpor oksigen

dan nutrien ke sel-sel jaringan, menjamin transport fungsi imunologis

yang adekuat, dan obat-obatan ke sel-sel target. Mikrosirkulasi terdiri

dari pembuluh darah yang sangat kecil (<100µm diameter),

mengandung arteriol, kapiler dan venula sebagai tempat oksigen

dilepas ke jaringan. Secara umum, tekanan, tonus arteriol, dan patensi

kapiler merupakan determinan utama aliran darah kapiler.


Sistem kontrol ini mempergunakan interaksi autokrin dan

parakrin dalam mengatur aliran darah mikrosirkulasi untuk

mendapatkan kebutuhan oksigen sel-sel jaringan. Sel-sel endotelial

yang melapisi bagian dalam microvessel berperan sentral dalam

sistem kontrol ini melalui cara aliran, metabolik, dan bahan-bahan

pengatur lainnya, mengatur arteriolar smooth-muscle-cell tone dan

pengambilan oksigen kapiler. Endotelium juga penting dalam

mengatur koagulasi dan fungsi imun yang berdampak langsung

dalam menentukan fungsi mikrosirkulasi.

Salah satu patofisiologi sepsis adalah disfungsi regulator.

Mekanisme autoregulasi dan fungsi mikrosirkulasi mengalami

kerusakan berat saat sepsis. Disfungsi mikrosirkulasi menyebabkan

abnormalitas yang heterogen pada aliran darah seperti hipoperfusi

kapiler, tejadi hipoksia akibat defisit pengeluaran oksigen. Pada

keadaan ini tekanan parsial mikrosirkulasi O2 (µpO2) turun di bawah

pO2 vena.

Sepsis berat atau syok septik, umumnya dihubungkan dengan

tingginya akumulasi laktat dalam sirkulasi sebagai akibat hipoksia

seluler dan glikolisis anerob. Penelitian membuktikan bahwa sepsis

berhubungan dengan hipermetabolik, yakni peningkatan glikolisis

dan hiperlaktetemia, tetapi hal ini tidak dapat diinterprestasikan

sebagai indikasi hipoksia.


Pada syok septik terdapat hubungan antara aktivitas pompa

Na+/K+ - ATPase dan bentuk laktat otot. Konsentrasi laktat serum

dapat berbeda pada penilaian awal status metabolik jaringan,

kadarnya dapat tetap atau lebih tinggi dari 4,0 mEq/l. Pada kadar ini

dibutuhkan resusitasi yang agresif. Peningkatan kadar laktat yang

persisten dapat terjadi akibat overproduksi yang menetap,

berhubungan dengan mekanisme inisiator yang persisten, dan dikenal

sebagai rendahnya klirens laktat pada disfungsi hati.

Hiperlaktatemia terutama berhubungan dengan peningkatan

produksi, tetapi klirens laktat normal. Tanpa memperdulikan

mekanisme pembentukan, hiper-laktatemia masih merupakan

pertanda prognostik yang sangat baik pada sepsis.

2.3.3 Manifestasi Klinis

Gambaran klinis infeksi adalah akibat langsung efek

sitopatologik mikroorganisme serta reaksi imunitas berupa produksi

mediator-mediator humoral atau seluler yang diproduksi tuan

rumah/host sebagai reaksi inflamasi. Reaksi inflamasi yang timbul

akan mengakibatkan suatu sindroma yang terdiri dari gangguan

hemodinamik disertai dengan disfungsi sistem organ. Infeksi yang

tidak ditanggulangi akan berkembang menjadi systemic

inflammatory response syndrome (SIRS), sepsis, sepsis yang berat,

dan syok septik.


Diagnosis SIRS ini ditegakkan oleh sekurang-kurangnya dua kriteria

dari :

1. Temperatur >38 C atau <36 C

2. Denyut jantung > 90/menit

3. Frekuensi pernafasan > 20/menit atau PCO2 arteri <32

mmHg

4. Jumlah lekosit > 12000/µl atau <4000/µl dengan > 10%

bentuk imatur.

Bila sepsis ini berlanjut dan menimbulkan disfungsi organ,

disebut sepsis berat dan bila ada komplikasi hipotensi yang tidak

membaik setelah resusitasi volume cairan intra-vaskuler maka akan

jatuh ke dalam septik syok yang berakibat fatal.

2.3.4 Sepsis (SIRS + infeksi)

Adalah reaksi sistemik terhadap adanya infeksi. Reaksi

sistemik tersebut ditentukan apabila terdapat 2 (dua) atau lebih dari

tanda-tanda berikut :

a) Temperatur >38 C atau <36 C

b) Denyut jantung > 90/menit

c) Frekuensi pernafasan > 20/menit atau PaCO2 <32 mmHg

d) Jumlah lekosit > 12000/µl atau <4000/µl atau shif to the left >

10

Sepsis berat/ severe sepsis :


a) Sepsis dengan tanda tanda disfungsi organ atau penurunan

perfusi organ ( asidosis laktat, oliguri <30ml/jam atau 0,5 ml/gr

berat badan/jam)

b) Hipotensi < 90 mmHg atau penurunan > 40 mmHg

c) Perubahan mental

2.3.5 Syok septik

Sepsis berat dan hipotensi yang persisten setelah pemberian

cairan yang adekuat, dan penyebab hipotensi yang lainnya

disingkirkan. Sindrom disfungsi organ multipel (MODS), adanya

gangguan fungsi organ pada pasien dengan sakit beat akut yang

hemostasisnya tidak dapat dipertahankan tanpa intervensi.

Secara umum tanda dan gejala sepsis dan syok septik adalah :

1. Demam

2. Suhu tubuh tidak stabil, berkisar antara <36 - >38 C)

3. Takikardi ( denyut jantung > 110/menit)

4. Takipnu ( respirasi >28/menit)

5. Diaforesis

6. Kulit lembab

7. Mual dan muntah

8. Hipotensi sampai syok

9. Oliguri

10. Nyeri ( biasanya pada tempat infeksi)

11. Gangguan kesadaran


Temuan pemeriksaan laboratorium yang menunjang diagnosis

sepsis atau syok septik antara lain Lekositosis atau lekopeni,

Hipoksemi, Trombositopeni, Asidosis metabolic terdiri dari Laktat

serum meningkat dan pH rendah, kemudian enzim hati meningkat,

disseminated intravaskular coagulopathy (DIC), Kretanin serum

meningkat

2.3.6 Manajemen sepsis

a. Protokol penapisan

Upaya-upaya telah dilakukan untuk mempercepat

penegakan diagnosis sepsis agar mortalitas karena disfungsi organ

multipel menurun. Protokol penapisan sepsis sangat penting,

terutama pada fase awal yang dapat membantu identifikasi masa

kritis penderita berpotensi menghadapi kematian. Protokol

penapisan sebaiknya digunakan di rumah sakit dan segera

diterapkan saat penderita masuk keruangan perawatan intensif.

b. Manajemen syok sepsis dalam kehamilan dan pascasalin

Deteksi dini, kecepatan pengenalan dari sumber infeksi,

dan terapi yang tepat pada targetnya akan meningkatkan luaran dan

tingkat keselamatan pada sepsis berat dan syok sepsis dalam

kehamilan.

Hal ini dapat diperoleh dengan pendekatan yang terdiri dari

intervensi awal seperti hidrasi yang agresif , pengobatan antibiotik awal


yang sesuai, pengawasan hemodinamik sentral, keterlibatan multidisplin,

bidang farmasi, spesialis penyakit infeksi dan spesialis pelayanan intensif

Menurut Beller FK,dkk. Intervensi awal dalam manajemen syok

sepsis sebaiknya meliputi empat tujuan berikut :

1) Meningkatkan volume sirkulasi intravaskular

2) Menjaga saluran nafas yang adekuat untuk mempersiapkan

penanganan pada gagal nafas

3) Memulai evaluasi diagnostik untuk mencari fokus spesifik

4) Terapi antimikroba empiris untuk mengeradikasi sebagian

besar patogen

Bila syok sepsis telah di diagnosis, maka kita perlu melakukan

prosedur penanganan. Infus harus dilakukan dengan cepat karena

keterlambatan penggantian cairan akan meningkatan morbiditas dan

mortalitas. Titik akhir perfusi fisiologis yakni central venous pressure

(CPV) 8-12 mmHg dan mean arterial pressure (MAP) >65 mmHg dengan

output urin 25 ml/jam.

Tabel 1. Standar Prosedur Syok Septik

MANAJEMEN HEMODINAMIK

Infus sentral dan arteri


Pemberian vasoaktif bila MAP <65 mmHg
Inotropik bila SCVO2 < 70%
Resusitasi cairan (dapat diperlukan 6-10 L)
NaCl atau RL hangat
Infusan cepat (3 L dalam 20 menit )
Titik akhri perfusi fisiologis
CPV 8-12 mmHg
MAP > 65 mmHg
Urin output 25 mL/jam
Oksigen dan ventilasi mekanis
Sedasi, analgesi, blokade neuromuskular

Manajemen syok sepsis pada kehamilan, prioritas ditujukan kepada ibu,

meskipun janin dalam keadaan bahaya yang disebabkan efek dari syok sepsis.

Meningkatnya kondisi ibu, akan meningkatkan pula kondisi janin. Keadaan

penting lainnya berkaitan dengan perlunya induksi persalinan pada wanita hamil

dengan sepsis berat/syok sepsis. Indikasi induksi persalinan dapat ditemukan pada

tabel berikut :

Tabel 2. Goal terapi pada manajemen dari sepsis berat dan syok septik

FASE RESUSITASI AWAL (6 jam pertama)


- Kultur darah ( dalam 1 jam)
- Antibiotik ( dalam 1 jam)
- Pemasangan infus sentral (dalam 4 jam)
- CPV >8 mmHg (dalam 6 jam)
- Kadar asam laktat
- Drip norepinefrin bila MAP <65 mmHg setelah resusitasi
cairan
- Transfusi PRC
FASE PEMELIHARAAN (6-24 jam)
- Drotrecogin (xigris) dapat dipertimbangkan
- Protokol insulin bila ada indikasi
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sepsis merupakan ancaman berat bagi ibu dan bayi karena bisa

meningkatkan mortalitas dan morbiditas terhadap keduanya. Sepsis terjadi

bila pasien yang mengalami infeksi memperlihatkan manifestasi sistemik

tertentu dari respon inflamasi seperti demam atau hiportemia, takikardia,

dan leukositosis atau leukopenia (sindrom respons inflamasi

sistemik/systemic inflammatory response syndrome, SIRS).

Sepsis apabila berlanjut akan menjadi sepsis berat yang ditandai

oleh adanya disfungsi multiorgan. Bila hipotensi tidak memberikan

respons terhadap resusitasi cairan yang adekuat maka pasien mengalami

syok septik. Oleh karena itu jika terjadi syok septik maka manajemen syok

sepsis pada kehamilan, prioritas ditujukan kepada ibu, meskipun janin

dalam keadaan bahaya yang disebabkan efek dari syok sepsis.

Meningkatnya kondisi ibu, akan meningkatkan pula kondisi janin.

3.2 Saran

Semoga dengan adanya makalah Kegawatdaruratan dalam

kebidanan dan neonatal yang membahas tentang Sepsis ini dapat


bermanfaat bagi semuanya, dan bisa menambah ilmu pengetahuan serta

bisa diaplikasikan dalam pelayanan kebidanan.


DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, FG dkk. (2012). Obstetri Williams. Jakarta : EGC

Krisnadi, SR, Anwar. AD, Alamsyah. M. (2012). Obstetri Emergensi. Jakarta :


Sagung Seto

Liu, david T.Y. (2008). Manual Persalinan. Jakarta : EGC

Madal dkk, (2008). Penyakit Infeksi. Jakarta : Erlangga

Maryunani, A dan Sari, EP. (2014). Asuhan Kegawatdaruratan Maternal Dan


Neonatal. Jakarta : Trans info media

Anda mungkin juga menyukai