Penulis:
Ananto Isworo, S.Ag.
Diterbitkan oleh :
Direktorat Pengelolaan Sampah
Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
1
Kata Pengantar
Alhamdulillah, segala puji hanyalah milik Allah SWT, pemilik langit dan
bumi. Atas izin-Nya, buku kecil ini bisa diselesaikan meski sangat sederhana.
Shalawat dan salam semoga selalu terlimpah kepada Rasulullah Muhammad
SAW, penebar motivasi dalam menuntun umat manusia menuju kebaikan.
2
Kata Pengantar
Bismillahirrahmaanirrohiim
Kami menyambut baik terbitnya Buku Profil GSS Kampung Brajan
Menggerakan Jamaah Dakwah Jamaah Melalui Gerakan Shadaqah Sampah
Berbasis Eco-Masjid karena menjadi bagian penting dalam membangun
gerakan publik dalam pengurangan sampah di sumber dan sekaligus
langkah nyata meningkatkan pemahaman, kesadaran dan kepedulian
masyarakat dalam pengelolaan sampah.
Dalam kurun 10 dekade komposisi sampah plastik naik 5%, tanpa ada
perubahan perilaku dan upaya-upaya revolusioner, tahun 2050 diperkirakan
komposisi sampah plastik mencapai 40%, hal ini sama dengan perkiraaan
akan lebih banyak smapah plastik di laut ketimbang ikan. Inisiatif shadaqah
sampah adalah upaya pendekatan dalam perubahan perilaku publik dan
harus dilakukan secara masif agar trend yang menakutkan tersebut tidak
terjadi.
Kami juga mengapreasiasi strategi pendekatan keagamaan dan
kelembagaan keagaamaan, khususnya Islam, dalam menggerakan
masyarakat mengurangi sampah sebagai cara mengamalkan salah satu
prinsip ajaran Islam, yaitu kebersihan. Tanpa kebersihan, ritual ibadah kita
pasti tertolak.
Ajakan shadaqah sampah merupakan solusi konkret menerapkan
prinsip pengelolaan sampah yang berkelanjutan karena didasarkan pada
penselarasan tiga pilar, yaitu lingkungan, sosial, dan ekonomi. Selain
menjaga dan melestarikan lingkungan, shadaqah sampah dapat sekaligus
membangun kohesi sosial keagamaan dan membangun peluang ekonomi
kerakyatan. Shadaqah sampah adalah inisiatif revolusioner dalam
mendorong perubahan perilaku publik.
Semoga buku kecil ini dapat menjadi insipirasi umat dalam mambangun
peradaban Islam yang lebih baik.
Ditjen PSLB3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Direktur Pengelolaan Sampah
Novrizal Tahar
3
Landasan Program
1. Menyimak isi pidato Ketua Pimpinan Pusat Muhamadiyah Prof. Dr. Din
Syamsuddin dalam pembukaan Seminar dan Rapat Kerja Nasional
Majelis Lingkungan Hidup Pimpinan Pusat Muhammadiyah di kampus
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), (Selasa, 19/04/2011).
Pak Din Syamsuddin menyatakan bahwa bentuk-bentuk pengerusakan
ekologi adalah bentuk “syirik modern” yang harus dilawan. “Perusakan
lingkungan hidup adalah manifestasi dari syirik. Dan Muhammadiyah
sangat commited (berkomitmen) dan tegas untuk menegakkan tauhid.
Maka syirik modern yang terejahwantah dalam perbuatan seperti
pengerusakan lingkungan harus kita hadapi bersama”.
4
Latar Belakang Pemikiran
Sampai saat ini persoalan besar yang menjadi isu di semua wilayah
adalah masalah sampah. Pertumbuhan penduduk di satu wilayah telah
mengakibatkan bertambahnya pula volume sampah serta masalah
pembuangan sampah. Meningkatnya volume sampah dari masing-masing
rumah tangga, jika tidak diimbangi dengan pengelolaan yang sistematis dan
terpadu, hanya akan menyebabkan terjadinya pencemaran dan penyakit.
Salah satu contoh di Kota Yogyakarta, peningkatan volume sampah
rata-rata mencapai 11,53 % pertahun. Hal ini membuktikan bahwa rata-rata
peningkatan volume sampah jauh melebihi pertumbuhan jumlah
penduduknya. Inilah yang menjadi alasan kuat bahwa masalah sampah
merupakan masalah utama yang harus segera dipecahkan, baik dalam
jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang.
Pemahaman yang salah terhadap sampah, sangat berdampak pada
cara memperlakukan sampah. Anggapan bahwa sampah itu kotor, bau,
mengancam kesehatan, dan lain sebagainya, menjadi ‘momok’ bagi
sebagian orang, sehingga sampah cenderung menjadi ‘musuh’, maka harus
dibuang sejauh-jauhnya. Sebaliknya, jika cara berpikirnya benar tentang apa
itu sampah, maka seseorang atau masyarakat akan benar pula dalam
memperlakukan sampah. Dengan mengetahui jenis dan manfaat dari
mengelola sampah, akan menjadikan perilaku yang ‘bersahabat’ dengan
sampah, hingga sampah berubah nilai dari ‘membebani’ menjadi
memberkahi.
Ada beberapa inovasi yang menjadi model dalam menarik minat
masyarakat untuk mau mengelola sampah, menjadi lebih bermanfaat. Mulai
dari bank sampah, yang mendapat keuntungan dari tabungan hasil penjualan
sampah. Ada model berobat ke Poliklinik dengan menyetor sampah. Warung
gratis bayar pakai sampah. Beli pulsa dengan setor sampah. Juga
mereproduksi ulang sampah menjadi barang yang lebih bernilai. Semua
inovasi tersebut, dikerjakan tidak lain dalam rangka mengurangi volume
5
sampah ke pembuangan akhir, sekaligus meningkatkan nilai manfaat dari
sampah.
Selain inovasi di atas, kami menawarkan solusi lain dalam
pengelolaan sampah jangka pendek, yakni dengan istilah gerakan shadaqah
sampah. Model ini dirancang lebih sederhana dan mengandung unsur
ibadah, amal jariyah, saling tolong-menolong (ta’awun) dan saling
menanggung (takaful) di dalamnya.
Dalam pengelolaan shadaqah sampah, pengurus tidak terbebani oleh
manajemen yang rumit. Pencatatan dilakukan secara global dari total
pemasukan uang hasil penjualan sampah dan pengeluaran dana yang sudah
ditasyarufkan. Paling tidak dalam model shadaqah sampah, tidak harus
melakukan pencatatan sekaligus penjumlahan hasil pengumpulan sampah
dari masing-masing warga. Karena setiap warga menyetorkan sampah
sudah diniatkan sebagai shadaqah.
Shadaqah :( صدق ةdalam Bahasa Arab) atau sedekah (dalam Bahasa
Indonesia) secara definisi adalah pemberian seorang Muslim kepada orang
lain secara sukarela dan ikhlas tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah
tertentu. Shadaqah lebih luas dari sekedar zakat maupun infak. Karena
shadaqah tidak hanya berarti mengeluarkan atau menyumbangkan harta.
Namun shadaqah mencakup segala amal atau perbuatan baik. Dalam
sebuah hadis digambarkan, “Memberikan senyuman kepada saudaramu
adalah shadaqah.”
Sebagian masyarakat masih memaknai shadaqah sebagai sebuah
kewajiban hanya bagi mereka yang memiliki harta berlebih. Sehingga bagi
masyarakat yang merasa belum berkecukupan, dia memahami tidak ada
tuntutan untuk bershadaqah. Pemahaman semacam ini masih mendominasi
sebagian masyarakat di lingkungan kita. Padahal shadaqah tidak selalu
6
dimaknai sebagai pemberian bantuan berupa uang, tetapi sebagaimana
Rasulullah Muhammad SAW sampaikan:
Dari Abu Dzar rodhiallohu 'anhu dia berkata: Ada sekelompok sahabat
Rasulullah melapor, “Wahai Rasulullah orang-orang kaya telah
memborong pahala. Mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka
berpuasa sebagaimana kami puasa, namun mereka dapat bershadaqah
dengan kelebihan hartanya.” Beliau bersabda, “Bukankah Allah telah
menjadikan bagi kalian apa-apa yang dapat kalian shadaqahkan?
Sesungguhnya pada setiap tasbih ada shadaqah, pada setiap tahmid ada
shadaqah dan pada setiap tahlil ada shadaqah, menyuruh kebaikan
adalah shadaqah, melarang kemungkaran adalah shadaqah, dan
mendatangi istrimu juga shadaqah.”(HR. Muslim).
Dari Abu Hurairah rodhiallohu 'anhu dia berkata: Rasulullah sholallahu
'alaihi wa sallam bersabda, “Setiap ruas tulang manusia harus
dishadaqahi setiap hari selagi matahari masih terbit. Mendamaikan dua
orang (yang berselisih) adalah shadaqah, menolong orang hingga ia dapat
naik kendaraan atau mengangkatkan barang bawaan ke atas
kendaraannya merupakan shadaqah, kata-kata yang baik adalah
shadaqah, setiap langkah kaki yang engkau ayunkan menuju ke masjid
adalah shadaqah dan menyingkirkan aral (rintangan, ranting, paku, kayu,
atau sesuatu yang mengganggu) dari jalan juga merupakan shadaqah.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Dari penjelasan hadits di atas, jelas bahwasannya shadaqah itu tidak
identik dengan uang. Ada banyak cara bershadaqah selain dengan uang dan
shadaqah tidak hanya dibebankan bagi mereka yang mampu saja,
melainkan kepada siapa pun, kaya maupun miskin, ketika rezeki lapang
maupun sempit. Sebagaimana firman Allah SWt dalam Al Qur’an surat Ali
‘Imran ayat 134: “(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di
waktu lapang maupun sempit,...” Maknanya apa, kita diperintahkan supaya
tetap bershadaqah meski dalam keadaan sempit, tidak berharta, atau
sedang dalam kesusahan, tertimpa bencana, dan kesempitan lainnya. Bukan
hanya ketika kita sedang dalam keadaan gembira, lapang rezeki saja.
7
Tetapi dalam hal ini banyak orang bertanya, “Bagaimana caranya kita
bershadaqah tanpa harta, apalagi dalam kesulitan, kesempitan? Ada kesan
‘memaksa’....”. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui kemampuan
hambanya. Bahwa ketika seseorang tidak memiliki harta (miskin), atau ketika
seseorang sedang ditimpa kesulitan harta (hutang), dia tetap diperintahkan
untuk bershadaqah, dengan apa? caranya bagaimana?. Kami menafsirkan,
kalau harta berupa uang tidak punya, maka bershadaqahlah dengan
sampah, sebagaimana hadits “...menyingkirkan aral (rintangan, ranting,
paku, kayu, atau sesuatu yang mengganggu) dari jalan juga merupakan
shadaqah.” Jadi tidak ada istilah, orang miskin tidak bisa shadaqah, maka
semua orang pasti bisa shadaqah, dengan apa? Sampah.
Rasulullah Muhammad SAW juga bersabda: “Kullu ma’rufin shadaqah,
Setiap kebaikan adalah shadaqah” (HR Muslim). Membersihkan sampah
adalah kebaikan, berarti itu shadaqah. Berdampak pada kebersihan
lingkungan, kesehatan, dan berorientasi ibadah, karena sampah itu menjadi
jalan penolong bagi orang lain yang membutuhkan. Kita sering merasa
barang-barang di dalam rumah sudah tidak berguna lagi, kertas, botol
plastik, kaleng, dan lain-lain, menjadi sampah, tidak lagi berguna, itu kaca
mata lahiriah kita. Tetapi siapa yang menyangka bahwa sampah yang kita
miliki—meski sedikit—masih bernilai dan berguna untuk menolong orang
lain.
Ingat pesan Rasulullah SAW : “Orang yang mengurus janda (yang
tidak mampu) dan orang miskin adalah seperti orang yang berjihad di jalan
Allah, atau seperti orang yang mengerjakan shalat sunnat pada malam hari
dengan berpuasa pada siang harinya.” (HR Bukhari).
Hadits ini menuntun kita untuk mendapatkan pahala yang tinggi, jika
mau mengamalkannya. Baik orang kaya maupun orang miskin, bisa
melaksanakannya, salah satu caranya adalah dengan mengumpulkan
barang-barang yang sudah kita anggap tidak bernilai dan tidak berguna,
sudah dianggap sampah, untuk selanjutnya dishadaqahkan. Hasil dari
penjualannya bisa digunakan untuk membantu anak yatim, janda dan fakir
miskin.
8
Realitas Masyarakat
Dalam kultur masyarakat baik kalangan bawah, menengah, maupun
kalangan atas, masih sangat kuat hasrat untuk memiliki dan menguasai yang
namanya harta. Hal ini bisa kita lihat dalam realitas masyarakat kita yang
notabenenya adalah mayoritas muslim. Namun dalam hal harta, berapa
banyak di antara mereka yang 'rakus' terhadap harta duniawi. Minimnya
kesadaran membayar zakat, bershadaqah, masih banyak mewarnai
kehidupan masyarakat kita. Bahkan pada titik ekstrem, ada warga yang
berpendapat “kenapa harus menyumbangkan sampah, kalau dijual sendiri
saja masih dapat uang. Walaupun hanya beberapa rupiah, lumayan untuk
tambahan uang dapur”. Pernyataan semacam Ini mungkin pernah kita
dengar. Hal ini menandakan betapa menyedihkannya kesadaran
bershadaqah, sampai barang yang telah menjadi sampah pun, masih ingin
'dikuasai'. dan 'dimakan sendiri’ tanpa memandang orang lain yang
memerlukan bantuan.
Sementara di lain sisi, ada warga yang ingin sekali bisa bershadaqah,
tetapi tidak memiliki kecukupan harta. Maka dengan adanya program
gerakan shadaqah sampah ini, memberi harapan bagi semua orang untuk
mendapat kesempatan bisa bershadaqah, layaknya orang lain yang mampu.
Kenapa demikian? Karena kalau selama ini masih ada orang yang beralasan
tidak bisa bershadaqah karena tidak memiliki uang, tetapi tidak demikian
dengan sampah. Setiap keluarga pasti memiliki sampah yang bisa
dishadaqahkan, dan seandainya tidak memiliki pun, seseorang masih dapat
mengumpulkannya dari sampah yang kadang berserakan di halaman
rumahnya, atau terkadang di jalan depan rumahnya. Berapa banyak anak-
anak kita yang setiap hari membeli jajanan berupa minuman gelas plastik,
dan kemudian mereka buang begitu saja sampahnya.
Perintah Rasulullah lagi, mari kita renungkan : “Sesungguhnya Allah
baik dan menyukai kebaikan, bersih dan menyukai kebersihan, murah hati
dan senang kepada kemurahan hati, dermawan dan senang kepada
kedermawanan. Karena itu bersihkanlah halaman rumahmu dan jangan
meniru-niru orang-orang Yahudi. (HR. Tirmidzi)
9
Hadits di atas seakan memberi kita satu alur sistematika penanganan
lingkungan, termasuk di dalamnya adalah masalah sampah yang
berorientasi pada kebaikan, kebersihan, kemurahan hati serta
kedermawanan. Inilah alur yang kami gunakan dalam mekanisme
pengelolaan gerakan shadaqah sampah.
Berawal dari pemahaman inilah, gerakan shadaqah sampah berbasis
eco masjid berdiri, tepatnya pada tanggal 1 Ramadhan 1434 H bertepatan
dengan 9 Juli 2013 M di Masjid Al Muharram Brajan, Tamantirto.
Dengan niatan memberi kesempatan sebesar-besarnya kepada
seluruh warga untuk peduli sesama sekaligus membersihkan lingkungan
rumah sendiri. Program ini selain bertujuan menjaga kebersihan lingkungan
yang berdimensi duniawi, juga berdimensi ukhrawi karena menggerakkan
kesadaran masyarakat untuk bershadaqah, dengan prinsip utama yakni
ta'awun (tolong menolong) dan takaful (saling menanggung).
Kenapa shadaqah sampah pengelolaannya dikatakan lebih
sederhana?. Karena dalam konsep shadaqah sampah, warga cukup
menyerahkan sampahnya kepada pengelola—baik disetorkan sendiri atau
diambil—dengan niatan shadaqah. Ijab qabulnya adalah warga sudah
dengan ikhlas hati memberikan kepercayaan untuk menyumbangkan
sampahnya, yang selanjutnya akan dikelola sebagai donasi. Pengelola juga
diuntungkan karena tidak terbebani oleh tuntutan pengembalian uang dari
penjualan sampah, sebab sampah yang terjual telah dianggap sebagai
shadaqah dan uang hasil penjualan tersebut disalurkan kepada anak-anak
yatim piatu sebagai santunan beasiswa pendidikan anak yatim piatu dan
dhuafa, pemberian paket santunan sembako untuk janda fakir miskin,
santunan kesehatan bagi setiap warga kurang mampu dan santunan
pembinaan Taman Pendidikan Al Qur’an juga Remaja Masjid.
Sehingga yang kaya juga tidak merasa sombong karena bisa
shadaqah, sebaliknya warga miskin justru merasa bangga dan sederajat
dengan yang kaya, karena telah bisa bershadaqah. Dalam konsep shadaqah
sampah, yang dinilai bukan volume sampahnya seperti dalam model lain.
10
Dimana warga miskin yang bawa sampahnya sedikit, maka uang
tabungannya sedikit. Sedangkan warga yang kaya, volume dan jenis
sampahnya banyak dan bernilai tinggi, sehingga uang yang di tabung pun
lebih besar. Bisa jadi, yang kaya tambah kaya, yang miskin tetap tidak
terbantu oleh yang kaya.
Berbeda dengan konsep shadaqah sampah, kaya atau miskin diberi
label pemberi shadaqah, tanpa melihat dan mengukur volume dan jenis
sampahnya. Karena program ini bersifat jama’ah, sedikit banyaknya sampah
dari masing-masing warga berbeda. Tetapi ketika sudah dikumpulkan
menjadi lebih besar dan layak jual sehingga bisa dipergunakan untuk
membantu orang lain. Maka dalam program ini, tujuan utama bukanlah
jumlah nominal uang yang dihasilkan, melainkan meningkatnya ekspresi
kebahagiaan (happiness) warga. Karena di antara mereka, kaya miskin
saling bisa membantu, bisa bershadaqah, meski hanya menggunakan
sampah.
Visi Program
Menjaga lingkungan bebas dari sampah, menebar kebaikan, memberi
kebahagiaan kepada sesama dengan cara sederhana.
Misi Program
Misi program tertuang dalam 6 (enam) prinsip Gerakan Shadaqah Sampah
berbasis eco masjid:
1. Menjaga kebersihan rumah tinggal, Baiti Jannati (rumahku surgaku)
2. Mensucikan harta, karena harta yang sesungguhnya adalah yang
dibelanjakan di jalan Allah SWT.
3. Peduli terhadap lingkungan (Save the World).
4. Meningkatkan kualitas kebahagiaan (happiness) warga.
5. Membangun kesadaran kolektif, tentang pendidikan karakter.
6. Terwujudnya kesadaran untuk saling tolong-menolong (ta’awun), dan
saling menanggung (takaful). Karena setiap kebaikan adalah shadaqah.
11
12
Prinsip Utama Program
Program gerakan shadaqah sampah memiliki prinsip utama dalam
menjalankan aktivitasnya, yakni menjunjung tinggi prinsip Ta’awun (saling
tolong-menolong), dan Takaful (Saling menanggung). Bekerja secara
berjama’ah dan memberi secara berjama’ah, sehingga setiap orang berhak
membantu dan berhak berpartisipasi dengan segala kemampuan yang
dimiliki. Dengan hartanya, sampahnya, atau juga dengan tenaganya.
13
Alur Pengelolaan Shadaqah Sampah
14
karena hasil penjualan sampah ini akan digunakan sebagai santunan
sosial. Pengepul harus membuat catatan semacam nota, yang berisi
jenis sampah, berat masing-masing jenis, harga per kilo, dan jumlah
total. Sehingga pengelola bisa memantau naik turunnya harga, serta
komoditi sampah apa yang sedang tinggi harganya dan banyak dicari.
6. Setelah sampah dijual, uang hasil penjualan dikelola oleh bendahara
GSS, dicatat dalam pembukuan, dan dikelola dengan amanah, dan jujur.
Keuangan dilaporkan secara periodik, jumlah pemasukan dan
pengeluarannya.
7. Dana yang tersimpan akan disalurkan melalui program yang sudah
dirancang.
15
16
Program Santunan
17
Managemen Organisasi GSS
18
Konsep Eco-Masjid
19
dengan menshadaqahkan sampah, itu berarti telah bersedekah pula
kepada bumi. Karena tanah menjadi tidak tercemar oleh timbunan dan
kuburan sampah. Orientasi yang ketiga adalah misi ukhrawi, bahwa dari
sampah yang dipandang tidak lagi berguna, tetapi dengan cara pandang
yang benar bisa berguna menolong sesama dan bernilai ibadah. Inilah
yang kami sebut sebagai ihsani quotient, yakni kecerdasan seseorang
atau masyarakat untuk selalu menanam kebaikan-kebaikan meskipun
kecil, dan bergerak secara outomatic.
4. Penghijauan disekitar masjid, sebagai upaya untuk perindang,
penyimpan air, dan penyedia oksigen. Maka langkah kami adalah
dengan mempertahankan pohon-pohon disekitar masjid.
5. Menjadi masjid yang ramah anak, artinya masjid menjadi rumah kedua
mereka untuk berkumpul, bermain, beribadah. Masjid bukan menjadi
tempat ‘menyeramkan’ bagi anak-anak karena sering dimarahi
takmirnya, sehingga masjid hanya dipenuhi oleh orang yang berusia
lanjut. Dalam mewujudkannya kami tidak membangun sarana fisik
seperti adanya arena bermain ayunan, jungkat-jungkit dan lain-lain.
Karena apalah arti sebuah alat permainan, kalau karakter anak tidak
terbawa pada pola kebiasaan beribadah di masjid. Maka yang kami
bangun adalah karakter, kebiasaan untuk dekat dengan masjid. Program
yang dibuat adalah dengan Mabit (bisa dimaknai menginap, tetapi juga
diartikan Malam Bina Iman dan Taqwa) di masjid. Anak-anak TPA,
Remaja, menginap dari sejak asar sampai esok pagi. Kegiatannya
meliputi tadarus, tahsin, kajian Islam, shalat berjama’ah, outbound,
memancing dan memasak ikan bersama. Selain itu mereka juga menjadi
relawan shadaqah sampah, menjadi generasi hijau berikutnya.
6. Membangun sumber energi terbarukan, yakni energi tenaga surya.
Sehingga pengeluaran kas masjid bisa berhemat, sekaligus bentuk
kepedulian lingkungan. Energi ini bermanfaat juga apabila terjadi
pemadaman listrik, maka kegiatan ibadah di masjid akan tetap bisa
berjalan dengan baik. Namun sebagai catatan, untuk point 6 ini kami
belum bisa mewujudkannya, karena keterbatasan dana yang kami miliki.
20
21
Biografi Penulis
22
Direktorat Pengelolaan Sampah
Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan