Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENUGASAN 5

A. Mata Kuliah

Manajemen Operasional dalam Penyelenggaraan Makanan (MOPM).

B. Aktifitas
Berpartisipasi dan menganalsis proses distribusi dan service.
C. Penugasan

Menganalisis jadwal pemorsian dan distribusi makanan.

D. Kode penugasan
MOPM-05-5.1

E. Sub rotasi

Non-komersial (Unit Instalasi Gizi RSUD Kab.Sidoarjo)

F. Tanggal rotasi

30 Januri -25 Februari 2023

G. Kajian Permasalahan Lahan

A. Kajian Teori
Distribusi makanan dalam penyelenggaraan makanan adalah proses emindahkan
makanan dari ruang pemorsian/dapur ke tangan pasien/konsumen, pelaku dari proses
distribusi adalah petugas distribusi makanan (Arfiani et al., 2018). Pendistribusian
makanan juga diartikan sebagai suatu rangkaian kegiatan penyaluran makanan sesuai
dengan jumlah porsi dan jenis makanan pasien yang dilayani mulai dari makanan biasa
sampai dengan makanan khusus dan diet. Sistem distribusi makanan yang digunakan
bergantung pada jumlah tenaga, peralatan, jarak antara dapur pusat dan ruangan, kondisi
jalan, perlengkapan yang ada dan faktor lainnya (Kemenkes RI, 2013). Menurut Palacio and
Theis (2016), sistem pendistribusian makanan dibedakan menjadi 2, yaitu sentralisasi dan
desentralisasi. Sedangkan, menurut Kemenkes RI (2013), sistem distribusi makanan
dibedakan menjadi 3, yaitu sentralisasi, desentralisasi dan distribusi makanan kombinasi.
Berikut merupakan penjelasan dari beberapa sistem tersebut :
1. Distribusi makanan sentralisasi
Pada sistem sentralisasi, setelah makanan selesai diproduksi, makanan tersebut
kemudian diangkut menggunakan kereta ke unit layanan dan disajikan kepada pasien
(Palacio and Theis, 2016). Metode ini dilakukan dari ruang pemorsian atau dapur pusat ke
tangan pasien (Arfiani dkk., 2018). Berikut merupakan kelebihan dan kekurangan dari
sistem sentralisasi:
• Kelebihan: tenaga dan biaya lebih hemat; pengawasan dapat dilakukan dengan
mudah dan teliti; makanan dapat disampaikan langsung ke pasien dengan sedikit
kemungkinan kesalahan pemberian makanan; serta pekerjaan dapat dilakukanlebih
cepat.
• Kekurangan: membutuhkan waktu yang lama; memerlukan tempat, peralatan dan
perlengkapan makanan yang lebih banyak; adanya tambahan biaya untuk peralatan,
perlengkapan serta pemeliharaan, makanan sampai ke pasien sudah agak dingin; dan
makanan mungkin sudah tercampur serta kurang menarik, akibat perjalanan dari
ruang produksi ke ruang perawatan.

2. Distribusi makanan desentralisasi

Sistem distribusi desentralisasi merupakan sistem dimana makanan pasien dibawa


ke ruang perawatan pasien dalam jumlah banyak/besar, kemudian dipersiapkan ulang dan
disajikan dalam alat makan pasien sesuai dengan dietnya (Kemenkes RI, 2013). Berikut
adalah kelebihan dan kekurangan dari sistem desentralisasi:

• Kelebihan: tidak memerlukan tempat yang luas, peralatan makan yang ada didapur
ruangan tidak banyak; makanan dapat dihangatkan kembali sebelum dihidangkan ke
pasien; kualitas makanan dapat dijaga dengan baik; dan makanan dapat disajikan
lebih rapi dan baik serta dengan porsi yang sesuai kebutuhan pasien.
• Kekurangan: membutuhkan energi yang lebih besar, memerlukan tenaga lebih banyak
di ruangan dan pengawasan menyeluruh yang agak sulit; makanan dapat rusak bila
petugas lupa untuk menghangatkan kembali; besar porsi sukar diawasi, khususnya
bagi pasien yang menjalankan diet; serta ruangan pasien dapat terganggu oleh
kebisingan pada saat pembagian makanan serta bau masakan.

3. Distribusi makanan kombinasi

Distribusi makanan kombinasi dilakukan dengan cara sebagian makanan ditempatkan


langsung ke dalam alat makanan pasien sejak dari tempat produksi dan sebagian lagi
dimasukkan ke dalam wadah besar yang distribusinya dilaksanakan setelah sampai di
ruang perawatan. Dalam proses penyajian makanan tentu harus memperhatikan waktu
tunggu (holding time) makanan. Waktu tunggu makanan merupakan jarak waktu antara
makanan yang telah selesai diolah di Instalasi Gizi hingga saat disajikan ke pada pasien
diruang rawat inap (Yunita Atiq, 2014). Dalam penyajian makanan yang telah dimasak
harus disajikan kepada pasien tepat pada waktunya tidak boleh terlalu terlambat atau
terlalu awal, sehingga dapat menyebabkan suhu makanan berubah dan dapat
mempengaruhi selera makan pasien (Halek Adek, 2012). Beberapa hal yang harus
diperhatikan pada penyajian makanan yaitu tempat penyajian, waktu penyajian, cara
penyajian dan prinsip penyajian. (Kemenkes, 2014; Purnita, 2016).

Metode kombinasi adalah distribusi makanan dengan cara sebagian makanan


ditempatkan langsung ke dalam alat makan pasien sejak dari tempat produksi dan
sebagian lagi dimasukkan ke dalam wadah besar agar distribusinya dilaksanakan setelah
sampai di ruang perawatan pasien. Metode ini diterapkan pada institusi yang tidak bisa
menerapkan salah satu metode distribusi secara penuh. Hal ini dipengaruhi oleh macam
menu atau diet yang diselenggarakan, fasilitas atau sarana prasarana yang tersedia.
Misalnya untuk rumah sakit yang melayani pasien dengan bermacammacam diet dan
penyakit, karena keterbatasan ruang produksi di instalasi gizi sehingga untuk makanan
biasadiolah dan diporsikan di Instalasi gizi sedangkan untuk diit khusus diolah di Instalasi
Gizi dan pemorsian di pantry (Wayansari dkk, 2018).

3. Forecasting

Forecasting merupakan prediksi dari kebutuhan makanan dalam sehari atau dalam
periode tertentu. Forecasting dapat mencegah atau meminimalkan risiko terjadinya
overproduction atau underproduction jika dilakukan dengan akurat. Beberapa metode
forecasting, yaitu :

a. Moving average, berdasarkan rata-rata data sebelumnya.


b. Exponential smoothing, serupa dengan moving average namun
memperhitungkan juga data setiap musim atau periode dan mengatur
forecast error.
c. Regression dan autoregressive moving average, yaitu metode forecasting
menggunakan data sebelumnya serta melalui pendekatan matematika. Pada
umumnya dilakukan oleh ahli statistik (PaynePalacio and Theis, 2016).
4. Ketepatan Waktu Pemberian Diet

Ketepatan waktu pemberian makan dan ketepatan diet dapat dicapai dengan
menetapkan waktu makan serta melakukan identifikasi pasien. Ketepatan waktu
pemberian makanan ini penting bagi pasien karena sangat berkaitan erat dengan siklus
biologis manusia dan metabolisme tubuh. Menurut Kepmenkes Nomor 129 tahun 2008,
ketepatan waktu pemberian makan dan pemberian diet merupakan indikator dari Standar
Pelayanan Gizi. Standart yang masing-masing ditetapkan 100% artinya bahwa waktu
pemberian makan harus sesuai jadwal makan dan tidak ada kesalahan pemberian diet
(Depkes RI, 2008 dalam Kemenkes RI, 2013). berian makanan yang terlalu cepat dapat
menyebabkan pasien tidak segera memakannya karena merasa belum lapar sehingga
kemungkinan makanan tersebut akan mengalami penurunan suhu yang pada akhirnya
menyebabkan penurunan nafsu makan (Rosita., 2017). Ketepatan waktu distribusi
disesuaikan dengan Standar Prosedur Operasional (SPO). Ketepatan waktu distribusi ini
juga merupakan salah satu yang akan mempengaruhi kepuasan pasien terhadap
pelayanan gizi. (Kemenkes RI, 2013).

Identifikasi pasien di rumah sakit dapat dilaksanakan minimal menggunakan 2 dari 3


bentuk identifikasi, yaitu nama pasien, tanggal lahir, dan nomor rekam medik atau bentuk
lainnya (nomor induk kependudukan/NIK atau barcode). Bentuk identifikasi ini digunakan
di semua area layanan rumah sakit, termasuk di rawat inap (KARS, 2017). Identifikasi
dilakukan sampai dengan sebelum diet diberikan kepada pasien di rawat inap, sehingga
adalah kewajiban petugas untuk melakukan identifikasi pasien terlebih dahulu.

5. Waktu tunggu (Holding Time)

Holding time merupakan waktu tunggu makanan saat makanan selesai dimasak
hingga makanan dikonsumsi oleh konsumen. Waktu tunggu makanan bervariasi
bergantung pada jenis makanan dan suhu lingkungan atau ruangan. Makanan yang
dibiarkan terlalu lama di zona berbahaya dapat menyebabkan penyakit bawaan makanan.
Zona bahaya suhu makanan didefinisikan sebagai suhu antara 41 ° F (50 C) - 135 ° F (60C).
FDA merekomendasikan untuk tidak menahan makanan panas selama lebih dari 2 jam
pada suhu kamar, 50 ° F hingga 70 ° F (10 ° hingga 21 ° C), atau lebih dari satu jam ketika
suhu ruangan 90 ° F (32 ° C) karena tingkat bakteri berbahaya dapat tumbuh dengan cepat
(FDACS, 2016; FDA, 2017).

A. Analisa Lahan terkait Pemorsian dan Distribsi


Sistem distribusi yang diterapkan pada RSUD sidoarjo adalah dengan metode
sentralisasi, dimana pada tahapan distribusi ini makanan yang diolah dari ruang dapur
pusat langsung diantarkan ke pasien/konsumen dalam bentuk 1 porsi makan. Metode ini
diterapkan karena juga menyesuaiakan jumlah tenaga, akan tetapi memang pengerjaanya
cukup memakan waktu. Untuk metode pelayanan makanan yang diterapkan apada kelas
VIP, I,II dan III menggunakan tray service, dimana metode pelayanan makanan dimana
petugas penyaji megantarkan makanan langsung ke tangan konsumen menggunakan
nampan (untuk kelas VIP), dan kelas I,II dan III menggunakan plato yang sudah menyajikan
dalam 1 sajian/porsi.
1. Jadwal Distribusi Makanan
Unit instalasi gizi RSUD Sidoarjo menerapkan metode sentralisasi, sehingga proses pada
tahap pemorsian makanan dilakukan pada satu tempat yaitu dapur terpusat, disana juga
dilakukan proses pemorsian dan persiapan distribusi ke seluruh ruangan menggunakan alat
angkut makanan berupa trolley makanan. Metode ini disesuaikan dengan kondisi RSUB,
dikarenakan jumlah pasien perhari mencapai 500an lebih, metode ini masih dapat
dikatakan efektif, dikarenakan juga dengan keterbatasan jumlah tenaga yang ada selain itu
masih belum tersedianya ruangan untuk dijadikan dapur satelit jika ingin diterapkan
metode desentralisasi. Pemilihan metode ini dapat meudahkan pengawasan serta
penghematan tenaga dan juga peralatan yang digunakan. Unit instalasi gizi RSUD sidoarjo
juga menerapkan SOP terkaut dengan proses distribusi makanan pasien. Beriikut gambaran
waktu makan yang tertera dalam SPO yang berlaku di RSUD Sidoarjo :
• Makan pagi : 06.00 – 07.00 WIB
• Snack Pagi : 09.30 – 10.00 WIB
• Makan Siang : 11.00 – 12.00 WIB
• Snack Sore : 15.00 – 15.30 WIB
• Makan Sore : 17.00 – 18.00 WIB

Selama proses pengamatan yang dilakukan terdapat beberapa gambaran waktu


pengerjaan kegiatan distribusi selama 3 hari rentang tanggal 3-6 februari dan juga 20
februari 2023.

1. Jadwal Pemorsian dan Distribusi Makan

Tabel 5.1 jadwal Pemorsian dan Distribusi Makanan


Waktu Jadwal Waktu Distribusi Durasi Kesesuain
makan Mulai Selesai
03/02/2023 Siang 11.12 11.49 37 menit Sesuai
Sore 16.12 16.46 34 menit Lebih awal
04/02/2023 Siang 11.09 11.45 36 menit Sesuai
Sore 16.20 16.57 37 menit Lebih awal
06/02/2023 Siang 11.15 11.50 35 menit Sesuai
Sore 16.18 16.58 40 menit Lebih awal
20/02/2023 Pagi 06.25 06.50 25 menit Sesuai
Siang 11.10 11.51 41 menit Sesuai
Sore 16.22 16.59 37 menit Lebih awal
Berdasarkan hasil beberapa hari pengamatan jika dilakukan penyesuaian dengan
ketentuan yang telah ditetapkan maka terdapat beberapa penjadwalan yang dilakukan
lebih awal. Hal ini disebabkan dikarenakan pada saat hari pengamatan jumlah bahan
makanan yang diproduksi terdapat bebrapa kali kenaikan dan sedikit penurunan, sehingga
terkadang perlu untuk dilakukan proses persiapan dan pengolahan yang lebih awal untuk
mencegah terjadinya keterlambatan yang tidak diharapkan. Namun hal ini juga akan dapat
mempengaruhi perkiraan waktu selesai pengolahan yang lebih cepat pula sehingga proses
pemorsian dan distribusi akan terjadi lebih awal meskipun dalam kegiatan prosesnya
terkadang menjadi lebih lama karena akibat adanya kenaikan jumlah porsi yang harus
dipersiapkan.

2. Hasil Analisis Holding Time

Tabel 5. 2 Hasil Analsis Holding Time


Waktu Waktu Menu Waktu Holding Interpretasi
Pengamatan makan Selesai Akhir time
pengolahan distribusi (menit)
03/02/2023 Siang MP 09.10 159 Sesuai
LH 09.23 146 Sesuai
LN 09.21 11.49 148 Sesuai
Sayur 09.20 149 Sesuai
Buah 08.45 188 Belum sesuai
Sore MP 14.15 151 Sesuai
LH 14.47 16.46 159 Sesuai
LN 14.47 159 Sesuai
Sayur 14.50 156 Sesuai
04/02/2023 Siang MP 09.15 145 Sesuai
LH 09.26 134 Sesuai
LN 09.25 11.40 133 Sesuai
Sayur 09.16 144 Sesuai
Buah 08.33 187 Belum sesuai
Sore MP 13.15 222 Belum sesuai
LH 13.05 182 Belum sesuai
LN 13.07 16.57 185 Belum sesuai
Sayur 13.50 187 Belum sesuai
06/02/2023 Siang MP 09.10 167 Sesuai
LH 09.23 154 Sesuai
LN 09.19 11.57 177 Sesuai
Sayur 09.43 134 Sesuai
Buah 09.10 167 Sesuai
Sore MP 13.08 272 Berlebih
LH 12.00 17.00 180 Sesuai
LN 12.30 247 Berlebih
Sayur 15.30 67 Sesuai
Menurut buku wayansari dkk, 2018, waktu ideal holdig time untuk proses distribusi makanan
antara 180-240 menit, sehingga waktu tunggu makanan selama kegiatan observasi dapat
dikategorikan aman. Bersamaan dengan rekomendasi Food Safety Information Council (2021)
menyatakan bahwa hooding time yang aman untuk makanan yangtidak terkontrol suhunya (Hot atau
cold holding) adalah dengan rentang 0-2 jam (FSIC, 2021). Jika dari pemantauan suhu makanan berada
pada danger zone, maka makanan tidak boleh dikonsumsi lebih dari 1 jam. Berdasarkan dari hasil
pengamatan selama 3 hari, dapat diketahui bahwa masih banyak waktu tunggu makanan matang
hingga selesai di distribusi melebihi waktu 2 jam. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut diketahui
bahwa dalam beberapa waktu pada hari pengamatan diketahui bahwa beberapa jenis kelompok
makanan dilakukan pengolahannya lebih awal dari biasanya, selain itu suhu makanan lauk hewani
masih terglong belum terkontrol dikarenakan bahan makanan yang telah masak terkadang diletakkan
pas di depan AC di dalam ruang produksi. Selain ini terdapat jeda juga beberapa saat sesaat setelah
proses pengolahan dalam ruang produksi sehigga hal tersebut juga menyebabkan penurunan suhu
yang mengakibatkab kurang terkendalinya suhu makanan sebelum disajikan kedalam masing-masing
plato. Berikut hasil analisis selama 3 hari dengan mengambil sampel 1 kali waktu makan sore, makan
siang dan makan pagi :

3. Hasil Analisis Pemantauan Suha Makanan

Tabel 5.3 Pemantauan Suhu makanan

Waktu Pengmatan Waktu Makan Menu Suhu Makanan Interpretasi


(oC)
14/02/2023 Sore MP 53 Sesuai
LH 36 Belum sesuai
LN 53,7 Seuai
Sayur 29,9 Belum sesuai
20/02/2023 Siang MP 48,7 Sesuai
LH 40,1 Sesuai
LN 39 Sesuai
Sayur 71,6 Sesuai
Buah - -
21/02/2023 Pagi MP 46,4 Sesuai
LH 31,3 Belum sesuai
LN 29,9 Sesuai
Sayur 38,5 Belum sesuai

Berdasarkan dengan hasil pengamatan pemantauan suhu makanan diketahui bahwa


bebarapa menu yang disajikan masih terdapat menu yang suhunya belum sesuai, mangacu pada
standar buku PGRS kemenkes tahun 2013, terdapat beberapa klasifikasi suhu penyimpanan makanan
masak berdasarkan dengan jenisnya, diantaranya :
No. Jenis Makanan Suhu Penyimpanan
Disajikan dalam Akan segera Belum segera
waktu lama disajikan disajikan
1. Makanan kering 25oC s.d 30oC
2. Makanan basah (berkuah) >60oC -10oC
3. Makanan cepat basi ≥65.5oC -5oC s.d -1oC
(santan, telur, susu)
4. Makanan disajikan dingin 5oC s.d 10oC <10oC
Sumber : PGRS 2013.
Hasil pengamatan pada 3 kali waktu makan untuk semua kelompok bahan makanan diketahui
kelompok bahan makanan yang suhunya banyak belum sesuai adalah kelompok lauk hewani dan juga
sayur, hal ini dikarenakan akibat dari setelah selesai pengerjaan/pengolahan biasanya dilakukan lebih
awal, lalu menu lauk dibiarkan saja terbuka di area dekat AC sehingga dapat mempercepat proses
pendinginan, sedangkan untuk sayuran pada hari pengamatan dikatahui bahwa biasanya sayuran
diolah lebih terakhir jika diabandingkan dengan kelompok makanan lainnya namun untuk proses
perebusan masih tetap dilakukan diawal, tetapi pada tahap akhir baru dilakukan pencampuan dengan
kuahnya yang masih panas, namun setelah sesaat setelah proses pemorsian berlangsung ternayata
suhu yang dihasilkan masih berada dibawah standartnya.

4. Hasil Analisis Ketepatan Forcasting


Berdasarkan dengan hasil pengamatan yang dilakukan pada unit gizi RSUD Sidoarjo
menggunakan rata-rata jumlah pesien pada hari sebelumnya yang digunakan sebagai indikator dalam
melakukan penafsiran jumlah pasien untuk keesokan harinya. Berkaitan dengan proses pengolahan,
berdasarkan dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh petugas gizi yang bertugas pada hari
pengamatan, jumlah makanan yang diolah dilebihkan (spilling) sebanyak taksiran jumlah pasien dan
melakukan perhitungan pembuatan untuk total yang diproduksi hal ini dilakukan untuk
mengantisipasi jika ada tambahan jumlah pasien yang tidak terduga. Berikut gambaran hasil analisis
ketepatan forcasting pada 3 hari pengamatan :

Tabel 5.4 Analisis ketepatan forcasting


Waktu Jadwal Jumlah porsi Spilling Jumlah aktual Kesesuaian
Pengamatan makan
03/02/2023 Siang 543 0 543 Sesuai
Sore 504 11 515 Sesuai
04/02/2023 Siang 554 0 554 Sesuai
Sore 531 2 534 Sesuai
06/02/2023 Siang 527 0 527 Sesuai
Sore 503 0 503 Sesuai
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terkait dengan ketepatan forcasting pada tabel diatas,
dapat diketahui bahwa selama 3 hari pengamatan yang dilakukan terdapat penambahan 11 porsi
untuk menu makan sore pada pengamatan hari ke 1 dan penambahan 2 porsi untun menu makan sore
pada hari pengamatan ke 2. Terkait dengan skema kegiatan produksi makan pasien tahap awal
dilakukan perekapan mengguanakan aplikasi online SIMRS oleh ahli gizi runagan, kemudian
penanggung jawab produksi akan merekapitulasi jumlah porsi per menu makanan yang harus
diproduksi. Selanjutnya petugas akan menuliskan pada papan sensus jumlah dan jenis makanan yang
harus disiapkan dan diolah oleh bagian persiapan dan pengolahan.

H. Rekomendasi Akhir
Berdasarkan dengan hasil analisis dan pengamatan yang dilakukan terkait dengan jalannya jadwal
pemorsian dan distribusi makanan pada unit instalasi gizi RSUD Sidoarjo, maka dapat
direkomendasikan beberaapa hal untuk menjadi bahan pertimbangan diantaranya :
a. Perlu dilakukan time manajemen yang tepat untuk taksiran perkiraan proses pengolahan hingga
selesai proses distribusi ke pasien dengan mempertimbangkan kesesuaian suhu, waktu makanan
diperjalanan sehingga tingkat keamanan makanan masih dapat dijaga kualitasnya, untuk jangka
panjang jika memungkinkan dibuat pengadaan trolley dengan fitur penghangat makanan, agar
suhu makanan saat diperjalanan hingga kepasien masih tetap stabil.
b. Terkait dengan taksiran jumlah pasien secara aktual, jika memungkinkan dapat menugaskan
petugas pramusaji sebelum jadwal distribusi berlangsung dapat melakukan pengecekan ke ruang-
ruang masing-masing untuk memastikan ketepatan jumlahnya.
c. Melakukan peningkatan pengawasan mutu oleh ahli gizi yang bertugas saat sebelum kegiatan
produksi berlangsung hingga ke pelaksanaan pemorsian dan distribusi, untuk menghindari
kesalahan atau ketidaktepatan diet maupun jumlah produksi, selain itu perlu adanya pencatatan
yang mencantumkan jumlah porsi makanan yang telah dilebihkan, dilakukan penentuan jumlah
total produksi ditambah dengan 10% kelebihan (spilling) untuk mengantisipasi terjadinya
kekurangan jumlah porsi atau lonjakan pasien.

I. Daftar Pustaka

Arimba Wani, Y., Tanuwijaya, L. K. and Arfiani, E. P. (2019) Manajemen Operasional Penyelenggaraan
Makanan Massal. Cetakan Pe. Edited by Tim UB Press. Malnag: UB Press.

Cahyaningrum, P. (2013) Hubungan mutu pelayanan gizi dengan kepuasan pasien di rumah sakit
panti waluyo surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
FDA (2017) ‘Safe Food Handling: What You Need to Know’, United States Food and Drug
Administration, (March), pp. 1–2. Available at:
https://www.fda.gov/food/resourcesforyou/consumers/ucm255180.htm.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2013) ‘Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit’, Pedoman
PGRS. Jakarta, pp. 1–165.

Payne-Palacio, J. and Theis, M. (2016) Foodservice Management : Principles and Practices. Edited by
D. Fox. England: Printed and bound by Vivar, Malaysia.

Wayansari, L., Anwar, I. Z. and Amri, Z. (2018) Bahan Ajar Gizi. Manajemen Sistem Penyelenggaraan
Makanan Institusi. Pertama. Edited by S. Suharmini. Jakarta: Kemenkes RI.

Anda mungkin juga menyukai