Anda di halaman 1dari 2

Nama : Fahreza Nur Azizah

NIM : 190731638503

Mata Kuliah : Indonesia Masa Kerajaan Tradisonal

Laporan Hasil Membaca

Setelah membaca kedua buku yang telah diberikan, saya mendapatkan banyak sekali
wawasan dan pengetahuan yang saya dapat dan belum saya ketahui sebelumnya. Di dalam
buku Bahasa dan Seni memuat tentang bagaimana kedudukan prasasti sebagai artefak. Dalam
ilmu arkeologi, muncul kecenderungan bahwa prasasti hanyalah sumber sejarah masa
lampau yang ditulis diatas batu atau lempengan logam. Padahal prasasti memiliki dua
karakteristik. Satu sebagai sumber data tekstual dan yang kedua, baik tulisan maupun
medianya merupakan produk kebudayaan manusia pada masa lampau. Hal inilah yang belum
banyak diketahui oleh masyarakat sehingga hanya berpemahaman prasasti hanya sebagai
sumber sejarah. Sebagai artefa, prasasti dapat digolongkan menjadi ideofak yang berfungsi
sebagai media pemujaan serta menjadi sosiofak yang bermakna suatu keputusan raja yang
mengikat banyak pihak.

Di sisi lain, saya menemukan informasi baru terkait religiusitas sebuah prasasti. Hal ini
terletak pada sisi prasasti yang terletak di batu, tembaga maupun lembaran daun yang
digunakan sebagai alat pemujaan. Bisa dilihat pada prasasti yang berbentuk semacam lingga.
Dalam kepercayaan Hindu, lingga merupakan representasi dari Dewa Siwa. Selain itu,
religiusitas dari prasasti dapat dilihat dari isi prasasti yang sebagian besar mengandung ajaran
dalam agama Hindu maupun Budha. Di dalam isi prasasti terbagi menjadi tiga bagian, yakni
pembukaan (manggala) yang memuat tentang seruan kepada dewa dan raja seperti om swasti
astu yang bermakna permohonan keselamatan kepada dewa trimurti. Juga terdapat pujian-
pujian kepada raja yang berupa penyebutan tiga unsur nama raja. Yakni ke rakai-annya
(Daerah kekuasaan), nama asli, dan nama abhiseka nya. Bagian kedua dari prasasti
menjelaskan tentang Upacara penetapan sima termasuk kutukan, sumpah, dan janji (Sapatha,
mangmang, dan samaya). Sebagian besar prasasti-prasasti di Jawa Tengah dan Jawa Timur
sekitar abad ke 8 M – 10 M memuat secara rinci tentang proses terjadinya upacara ini.
Penetapan sima juga sangat kental dengan unsur religi karena mengandung adanya sesajen,
pesta, kegiatan sakral utama, dan lain sebagainya. Bagian yang terakhir adalah kalimat
penutup, salah contoh kalimatnya adalaah astu-astu om nama siwaya. Dari contoh ini adalah
seruan kepada Dewa Siwa agar memberikan kesejahteraan kepada semua orang.
Penggunaan teori semiotik dalam kajian sejarah terutama prasasti tentu sangat diperlukan.
Dengan adanya pemahaman makna dari simbol-simbol teks prasasti maka akan
mendayagunakan makna teks itu sebagai sarana untuk memahami kehidupan masyarakat
Jawa Kuno pada masanya. Hal ini dapat dilihat dari prasasti penetapan sima yang berisi
pembebasan kewajiban pajak para rakyat terhadap otoritasnya (Raja). Sebagai satu sisi
memang dengan adanya kebijakan ini akan merugikan raja dalam bidang materi, namun
kerugian yang didapatkan juga sebanding dengan keuntungan yang diperoleh. Para rakyat
akan lebih loyal kepada raja dibuktikan dengan kalimat pinangka karang paminggir (sebagai
garda depan dalam mengahalu musuh di medan laga).

Buku kedua yang dijadikan sumber berjudul International Journal : Emerging


technologies in learning yang memuat jurnal-jurnal tentang teknologi dalam pembelajaran.
Salah satunya adalah Augemented Reality (AR) yang digunakan sebagai media pembelajaran
untuk memudahkan siswa mempelajari tentang bidang sejarah termasuk sejarah Kuno
Indonesia, yaitu dari periode Singhasari dengan memindai spidol yang akan menampilkan
layar 3D di layar ponsel. Untuk mengetahui keefektifan AR dapat digunakan dengan
membandingkan nilai desain pre-test dan post test. Secara keseluruhan, AR sebagai media
pembelajaran sejarah dapat meningkatkan nilai siswa.

Anda mungkin juga menyukai