Karya-karya para pelukis muda yang dipamerkan tidak lagi mengikuti cara dan
teknik melukis dari para guru dan senior mereka. Penciptaan seni menolak
lirisisme, kedalaman (deepness), ketunggalan, penciptaan yang dilakukan oleh
tangan seniman. Seluruh proses penciptaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai
estetis yang menempatkan seniman sebagai individu yang otonom. Semua nilai-
nilai itu ditolak dengan menghadirkan karya-karya yang tidak lagi bisa diidentifikasi
sebagai praktik penciptaan yang tidak lagi merepresentasikan aura siseniman,
karena orisinalitas, ketunggalan dan keunikan dari jiwa seniman yang terpancar
tidak lagi dianggap sebagai suatu yang penting.
Bentuk karya yang mencerminkan eksperimentasi ini mendapat kritik dari dewan
juri. Dalam pernyataan dewan juri dikatakan bahwa: “Usaha bermain-main dengan
apa yang asal “baru” dan “aneh” saja, dapatlah dianggap sebagau usaha coba-
coba, cari-cari, atau sekedar iseng, atau bukti langkanya idee dan kreativita”.
Kritik lain yang berlandaskan pada orisinalitas, juri mentakan: “Anggauta-anggauta
juri mengakui bahwa hal pengaruh seni lain ialah gejala budaya yang wajar di
setiap tempat dan zaman. Pengaruh tidak menentukan kadar kreativita.
Sebaliknya, kadar kreativita ditentukan oleh usaha peniruan, lebih-lebih lagi usaha
peniruan yang mentah-mentah dan tanpa pengertian. Sehubungan dengan diatas
itu, maka orijinalita mutlak tidak dapat dijadikan tuntutan. Namun demikian,
pentingnya orijinalita mesti diakui, sepanjang ini memperdalam atau memperkaya
makna dan pengalamanan”.
4. Apakah pengertian LIRISISME secara umum ? Jelaskan!
Jawaban : Lirisisme adalah karakteristik yang mengekspresikan perasaan atau
emosi yang mendalam dalam karya seni. Menurut Sanento Yuliman, Lirisisme
“merupakan ungkapan emosi dan perasaan pelukis dalam mengalami dunia.
Sebuah lukisan menjadi bidang ekspresi, tempat seorang pelukis seakan-akan
‘memproyeksikan’ emosi dan getaran perasaannya, merekam kehidupan jiwanya".
Bidang lukisan demikian itu dipandang sebagai dunia imajinasi yang memiliki
kodrat sendiri, dunia imajiner atau tak nyata.
Lirisisme mengandung kata "Liris" yang berarti emosional (tentang sajak, lagu, dan
sebagainya) dan penuh perasaan
5. Apakah pengertian LIRISISME, jika dihubungkan dengan GSRB dalam Sejarah
Seni Rupa Indonesia? Jelaskan!
Jawaban : Estetika yang sangat penting dalam sejarah seni rupa modern
Indonesia. Dari model paradigma estetetik yang dikembangkan, GSRB dapat
dikatakan sebagi peletak dasar seni rupa kontemporer Indonesia.
6. Siapa sajakah pelukis/perupa yang digolongkan ke dalam LIRISISME, yang
menjadi sorotan GSRB? Jelaskan ! (NB. Semakin banyak perupa yang Anda
sebutkan/ jelaskan, maka semakin tinggi nilai Anda untuk poin soal nomor 6 ini).
Berikan pula contoh foto karya-karya pelukis-pelukis/perupa-perupa tersebut ?
Jawaban : FX Harsono, Siti Adiyati Subangun, Jim Supangkat, Dadang Christanto
dan beberapa seniman muda lain kembali muncul pada 1987. Mereka
mengeluarkan Manifesto Gerakan Seni Rupa Baru pada 2 Mei 1987 yang secara
garis besar berisi kritik terhadap definisi seni rupa, praktik seni yang dianggap
elitis, dan adanya ketidakpekaan terhadap gejala baru seni rupa Indonesia.
Praktiknya mereka lakukan pada Pasaraya Dunia Fantasi Proyek I di Taman
Ismail Marzuki, 15-30 Juni 1987.
Selain mengkritik depolitisasi dalam seni, GSRB juga mengkritik seniman-seniman
mapan yang dalam praktik seni kebarat-baratan dan elitis serta memaknai seni
rupa sebatas seni lukis, patung, dan grafis. GSRB bukan hanya penanda tetapi
sebagai ibu yang melahirkan seni rupa kontemporer Indonesia.
7. Mulai tahun berapa hingga tahun berapa, GSRB berlangsung di Indonesia?
Jawaban : Adapun beberapa pendapat yang mengatakan bahwa peristiwa
desember hitam adalah awal dari Gerakan Seni Rupa Baru itu sendiri. 4 tahun
kemudian Gerakan Seni Rupa baru mendeklarasikan manifesto Gerakan Seni
Rupa Baru atau yang biasa disingkat menjadi GSRB adalah salah satu penanda
dari awal mula kelahiran dari seni rupa kontemporer di Indonesia. GSRB juga bisa
dimaknai sebagai penanda dari gelombang perkembangan seni rupa pada tahun
1974-1977 yang memasuki daerah pijak baru yaitu perubahan manifestasi secara
fisik dan konsep secara besar – besaran. Bahkan ada sebagian pendapat yang
menganggap bahwa GSRB menghasilkan denyut yang lebih besar dibandingkan
dengan kelompok seni rupa pendahulunya yaitu Persatuan Ahli Gambar Indonesia
(PERSAGI) yang digawangi oleh Agus Djaja dan S. Sudjojono. Karena GSRB
menyodorkan permasalahan yang lebih kompleks melalui menifestonya
dibandingkan dengan apa yang di sodorkan oleh PERSAGI.
8. JELASKAN kemunculan GSRB di di ASRI saat itu (sesuai munculnya GSRB) !
Jawaban : Pada tahun 1972-73 muncullah kelompok-kelompok kecil yang diinisasi
oleh para seniman muda di Jogjakarta. Diantaranya adalah Kelompok Lima
Pelukis Muda Yogyakarta (KLPMY), yang terdiri dari Siti Adiyati, Nanik Mirna,
Bonyong Munni Ardhi, Hardi dan saya sendiri. Kelompok ini pada awalnya
didukung dan di fasilitasi oleh pelukis senior Fajar Sidik. Yang juga sebagai dosen
dan ketua jurusan seni lukis di STSRI “ASRI”.
Gejolak estetika yang terjadi pada waktu itu sangat mewarnai proses penciptaan
para seniman muda ini. Gejolak dan keresahan dalam penciptaan karya seni rupa
(baca seni lukis) pada waktu itu lebih terpusat dalam dunia pendidikan dimana
kami belajar. Keresahan ini memicu demo-demo dan diskusi-diskusi di dalam
kampus yang nadanya menentang establishment dalam sistem pendidikan yang
bersifat cantrikisme dirasakan mengekang kebebasan untuk bereksperimen.
9. JELASKAN kemunculan GSRB di di ITB saat itu (sesuai munculnya GSRB) !
Jawaban : Gejala ini dicatat oleh Sanento Yuliman – seorang kritikus dan pengajar
di ITB, Bandung – pada 70-an. Sanento mengatakan bahwa karya-karya para
seniman muda yang diwakili oleh karya dari mahasiswa ITB (Institut Teknologi
Bandung) dan STSRI “ASRI” (Sekolah Tinggi Seni Rupa “ASRI” di Jogja) bersifat
antilirisisme ini berlawanan dengan lirisisme yang dianut oleh praktik seni rupa
sebelumnya.
Lirisisme menyaring dan mentransformasikan pengalaman serta emosi ke dalam
dunia imajiner, maka dalam nonlirisisme seniman seakan-akan menghindari
penyaringan dan transformasi. Bukan gambaran benda-benda yang diperlihatkan,
melainkan benda-benda itu sendiri disuguhkan. Bukan rasa jijik yang ditampilkan
dalam lukisan, tetapi rasa jijik yang ditampilkan karena hadirnya benda yang
sesungguhnya. Karya seni bukan lagi sepotong dunia imajiner yang direnungi dari
suatu jarak, melainkan obyek konkret yang melibatkan penanggap secara fisik.
5 Bud Kapal
. Soeji Cultu aya wisata
pto,W re art dari
. and kutai,
practi rumah
ce adat
dari
Toraja
dan
sebagai
nya.
Sebelu
m
teknolo
gi
mainan
anak-
anak
dipenga
ruhi
oleh
semua
jenis
elektron
ik dan
mekani
k, seni
rupa
sehari-
hari di
Indones
ia telah
mempe
roleh
produk
asli;
wayang
, semua
bentuk
boneka,
burung
dan
semua
jenis
porsele
n dan
terakot
a
hewan,
alat
musik;
bahkan
miniatur
kendar
aan
seperti
geroba
k,
kereta
api,
kereta
kuda,
dll.
Sekara
ng
pengar
uh
iklan, di
sampin
g
menjaja
kan
barang,
adalah
penjual
an
mimpi.
11. Berdasarkan tabel tsb (dari jawaban Anda atas soal nomor 10), dengan cara
menyimpulkannya, JELASKAN CIRI KHAS KARYA SENI RUPA pada Masa GSRB
! Penjelasan soal nomor 12: Anda boleh menyimpulkan ciri khas karya Seni Rupa
Masa GSRB menjadi satu simpulan ciri khas masa tersebut. Namun Anda juga
boleh menyimpulkan ada beberapa ciri khas khas karya Seni Rupa (lebih dari 1
ciri khas) yang menandai Masa GSRB.
-Tidak terikat oleh aturan-aturan tertentu
-Tidak terdapat unsur ornamentMinimalis, universal dan rasionalitas
-Penguatan dalam konsepOrisinil dan kreativitasFungsionalitas sangat di
prioritaskan
-Tidak ada kaitan dengan sejarah
-berupa pengungkapan ekpresi bisa juga mengandung nilai moral