Dosen pengampu :
Sheila Fakhria
Disusun oleh :
Penyusun
i
DAFTAR ISI
B. Pendistribusian Zakat........................................................................ 6
1. Bentuk Produktif................................................................................. 7
A. KESIMPULAN................................................................................... 11
B. SARAN ................................................................................................ 12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Zakat adalah ibadah yang mengandung dua dimensi yaitu dimensi hablum
minallah atau dimensi vertikal dan hablum minannas atau dimensi horizontal.
Ibadah zakat apabila ditunaikan dengan baik maka akan meningkatkan kualitas
keimanan, membersihkan dan mensucikan jiwa, dan mengembangkan serta
memberkahkan harta yang dimiliki. Dari sisi lain, zakat merupakan salah satu
bentuk ibadah yang mengedepankan nilai-nilai sosial disamping membawa pesan-
pesan ritual dan spiritual. 1Jika dikelola dengan baik dan amanah, zakat akan
mampu meningkatkan kesejahteraan umat, mampu meningkatkan etos kerja umat
serta sebagai institusi pemerataan ekonomi. zakat, selain mengangkat fakir
miskin, juga akan menambah produktifitas masyarakat sehingga meningkatkan
lapangan kerja sekaligus meningkatkan pula tabungan masyarakat.2
1
Suma, 2003: 55.
2
Muhammad, 2000 : 20.
1
1. RUMUSAN MASALAH
a. Apa saja macam-macam strategi pengelolaan zakat?
b. Apa yang dimaksud dengan pendistribusian zakat?
c. Apa yang dimaksud dengan lembaga amil zakat?
2. TUJUAN
a. Untuk mengetahui macam-macam strategi pengelolaan zakat
b. Untuk mengetahui pendistribusian zakat
c. Untuk mengetahui lembaga amil zakat
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Sondang P Siagian, Manajemen Stratejik, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 16.
3
tanpa kenal menyerah dengan didekasi penuh menuju pada optimalisasi), itqan
(teliti dan teratur), hemat, kejujuran, keadilan, keadilan, bekerja keras, AlShalah
(baik dan bermanfaat), tanafus dan ta`awun (kerja keras dan optimal)
sertamencermati waktu. 4
Etos kerja merupakan salah satu unsure yang harus ada dalam melakukan
segala jenis kegiatan, dalam hal ini pengumpulan zakat. Jika dalam pengumpulan
zakat ini diiringi dengan etos kerja yang kuat, maka dipastikan mampu menunjang
keberhasilan strategi kinerja amil zakat.
Dengan adanya etos kerja yang bertugas, maka dalam mengurus pengelolaan
zakat akan berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip penyaluran zakat tersebut. Etos
kerja akan memberikan gambaran pelayanan yang baik dan terukur. Implementasi
pelayanan dapat digambarkan dengan melalui sikap, cara bicara, bahasa tubuh
(body language) yang bersifat simpatik, lembut, sopan, hormat dan penuh kasih
sayang.5 Lembaga harus menyadari bahwa kepuasan muzakki adalah segalanya,
untuk itu lembaga juga harus memperhatikan karyawan dengan menciptakan
lingkungan kerja yang kondusif, rasa aman, manusiawi dan menumbuhkan
motivasi.
2. Strategi Pengumpulan zakat
Selain dari strategi kinerja, terdapat strategi pengumpulan zakat yang tepat
guna. Menurut Abu Bakar dan Muhammad, terdapat beberapa tahap dalamstartegi
pengumpulan Zakat, Infaq maupun Shadaqah, yaitu:
a. Penentuan segmen dan target muzakki
Penentuan segmen dan target muzakki dimaksudkan untuk memudahkan
amil melaksanakan tugas pengumpulan zakat. Amil tidak langsung terlibat pada
proses pengumpulan zakat tanpa mengetahui peta muzakki secara jelas. Pemetaan
potensi zakat dari kalangan muzakki mensyaratkan adanya data dan informasi
menyeluruh tentang umat Islam dari aspek sosial, ekonomi, pendidikan, budaya
dan geografi. Aspek-aspek tersebut diperlukan karena membantu proses
pelaksanaan sosialisasi pemahaman tentang kewajiban zakat dan dampaknya
terhadap proses transformasi sosial ekonomi umat.
4 Dahlan Ishak, Manajemen Zakat Infaq Shodaqh (Bandung: Insan Madani, 2000), hlm. 58.
5 Fahmi Ibror, Zakat Infak Shodaqh Produktif (Jakarta: Insan Pers, 2001), hlm. 90.
4
b. Penyiapan sumber daya dan sistem operasi
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyiapan sumber daya manusia dan
sistem operasi yaitu, sebagai berikut:
1) Menyusun dan membenahi sumber daya manusia yang memiliki moral dan
kompetensi yang tepat.
2) Memilih pengurus-pengurus organisasi zakat yang memiliki komitmen dan
kompetensi untuk mengembangkan organisasi zakat utamanya dalam pengelola
dan mensolialisasikan visi dan misi lembaga zakat.
3) Membangun sistem dan prosedur yang baik, hal tersebut dapat mendukung
terpenuhinya strandarisasi operasional, menghindari penyimpangan dan membuat
dokumentasi dengan baik.
4) Mengadakan pelatihan bagi pengurus lembaga zakat.
5) Membangun sistem komunikasi Pembangunan sistem komunikasi harus
menekankan pada pembangunan database, yaitu mereka yang memuhi kriteria
sebagai muzakki utama akan menjadi sasaran kegiatan komunikasi.
c. Membangun sistem komunikasi permanen yang memungkinkan masyarakat
mengetahui apa yang dilakukan oleh lembaga zakat
Dalam hal ini ada beberapa hal yang dapat dilakukan dengan cara, yaitu:
1) Membuat atau memilih media yang tepat untuk mengkomunikasikan secara
efektif dan efisien, seperti buletin lembaga yang lebih representetif dan lengkap
agar memuat informasi yang lebih banyak.
2) Melakukan proses komunikasi secara tepat dan teratur, seperti: komunikasi
mingguan dan komunikasi bulanan yang biasanya dikemas seperti pengajian atau
jama`ah yasin.
3) Melakukan kerjasama dengan media masa, baik koran dan televisi lokal
maupun nasional.
4) Menyusun dan melakukan sistem pelayanan dilakukan dengan tetap mengacu
pada segmen dan target muzakki utama, sehingga dapat di susun bentuk
pelayanan yang lebih tepat untuk mereka.
3. Strategi marketing
Menurut William J. Stanton menyatakan pemasaran merupakan suatu sistem
keseluruhan dari kegiatankegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan,
5
menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang
memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial. 6
Pemasaran dalam segala selalu menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam
setiap alur dan system. Penerapan pemasaran dapat dilaksanakan di lembaga
zakat. Layaknya sebuah perusahaan profit oriented, lembaga zakat juga harus
memiliki tim pemasaran yang handal, kreatif, inovatif, powerful dan mampu
melakukan trobosan, agar sesuai dengan fungsinya, yakni melakukan proses
penggalangan dana ZIS. Target marketing adalah mendapatkan muzakki baru
demi keberlangsungan lembaga, namun marketing tidak boleh hanya mengincar
materi muzakki, tapi harus memberikan pelayanan yang bermanfaat kepada
muzakki dan juga lembaga zakat.
Target dalam strategi pemasaran ini adalah membangun komunikasi dan
memberikan informasi yang sesuai kepada masyarakat tentang pentingnya zakat,
memberikan apresiasi zakat yang terorganisir, mengundang partisipasi semua
elemen masyarakat, menumbuhkan kegairahan masyarakat atau rasa senang dan
ikut membantu dalam pelaksanaan zakat.dan masih banyak lagi tujuan yang
didapatkan dari strategi pemasaran zakat.
Pengetahuan lembaga zakat tentanng keinginan, kebutuhan, aspirasi dan
perilaku muzakki akan membuat lembaga mampu menentukan positioning
lembaga terhadap publik, sehingga lembaga dapat mengembangkan strategi
penyampaian pesan secara efektif. Hal ini menjadi bagaian dari promosi kepada
masyarakat dengan menggunakan teknologi informasi untuk membangun network
organizations dan kerjasama dengan lembaga lain.
B. Pendistribusian Zakat
Penyaluran Zakat adalah kegiatan membagikan dana dari petugas pengelola
dana kepada masyarakat yang berhak menerimanya sesuai dengan aturan yang
berlaku. Penyaluran (pendistribusian) zakat dilakukan, setelah diadakannya
pengumpulan zakat oleh orang yang telah ditunjuk untuk mengumpulkan zakat
dari warga Negara.
Sistem pendistribusian zakat yang dilakukan haruslah mampu mengangkat dan
meningkatkan taraf hidup umat Islam, terutama untuk penyandang masalah sosial.
6
M. Arief Mufraaini Akuntansi Manajemen Zakat (Jakarta : Prenda Media Grup, 2000), hlm.78-
80.
6
Untuk pendayagunaan hasil pengumpulan zakat dilakukan dalam dua pola, yaitu
pola konsumtif dan pola produktif. Para amilin zakat diharapkan mampu
melakukan pembagian porsi pengumpulan zakat konsumtif dan zakat produktif.
Program penyaluran hasil pengumpulan zakat secara konsumtif bisa
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar ekonomi para mustahik melalui
pemberian langsung, maupun melalui lembaga-lembaga yang mengelola fakir
miskin, panti asuhan, maupun tempat-tempat ibadah yang mendistribusikan zakat
kepada masyarakat. Sedangkan program penyaluran hasil pengumpulan zakat
produktif dapat dilakukan melalui program bantuan pengusaha lemah (modal
kerja), pendidikan gratis dalam bentuk beasiswa dan pelayanan kesehatan gratis.
Berdasarkan konteks tersebut, maka penyaluran dana zakat diklasifikasikan
menjadi dua:
1. Bentuk produktif
Zakat produktif adalah pemberian zakat yang dapat membuat para
penerimanya menghasilkan sesuatu secara terus menerus, dengan harta zakat yang
telah diterimanya. Zakat produktif dengan demikian adalah zakat dimana harta
atau dana zakat yang diberikan kepada para mustahik tidak dihabiskan akan tetapi
dikembangkan dan digunakan untuk membantu usaha mereka, sehingga dengan
usaha tersebut mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup secara terus-menerus.7
Pola Produktif adalah pola penyaluran dana zakat kepada mustahik yang
dipinjamkan oleh amil untuk kepentingan aktifitas suatu usaha/bisnis. Pola
penyaluran secara produktif (pemberdayaan) adalah penyaluranzakat atau dana
lainnya yang disertai target merubah keadaan penerima (lebih dikhususkan kepada
mustahik/golongan fakir miskin) dari kondisi kategori mustakik menjadi kategori
muzakki. Model ini pernah dikembangkan oleh Nabi, yaitu beliau pernah
memberikan zakat kepada seorang fakir sebanyak dua dirham untuk makan dan
satu dirham untuk pembelian lapak sebagai alat untuk berkerja, supaya hidupnya
tidak tergantung pada orang lain lagi. Dalam sistem pengelolaan zakat di
Indonesia dikenal penyaluran zakat untuk bantuan dana produktif, yang
diperuntukkan bagi mustahik yang memiliki wirausaha.
7
Asnaini, Zakat Produktif Dalam Perspektif Hukum Islam.Yogyakarta: pustaka belajar,2007, hlm.
29.
7
2. Bentuk konsumtif
Harta zakat secara langsung diperuntukkan bagi mereka yang tidak mampu
dan sangat membutuhkan, terutama fakir miskin. Harta zakat diarahkan terutama
untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya, seperti kebutuhan makanan, pakaian
dan tempat tinggal secara wajar.Kebutuhan pokok yang bersifat primer ini
terutama dirasakan oleh kelompok fakir, miskin, gharim, anak yatim piatu, orang
jompo/cacat fisik yang tidak bisa berbuat apapun untuk mencari nafkah demi
kelangsungan hidupnya. Serta bantuan-bantuan lain yang bersifat temporal
seperti: zakat fitrah, bingkisan lebaran dan distribusi daging hewan qurban khusus
pada hari raya idul adha. Kebutuhan mereka memang nampak hanya bisa diatasi
dengan menggunakan harta zakat secara konsumtif, umpama untuk makan dan
minum pada waktu jangka tertentu, pemenuhan pakaian, tempattinggal dan
kebutuhan hidup lainnya yang bersifat mendesak.
Pola Tradisional yaitu penyaluran bantuan dana zakat yang diberikan
langsung kepada mustahik. Dengan pola ini penyaluran dana kepada mustahik
tidak disertai target, adanya kemandirian kondisi sosial maupun kemandirian
ekonomi (pemberdayaan). Hal ini dilakukan karena mustahik yang bersangkutan
tidak mungkin lagi bisa mandiri seperti pada diri para orang tua (jompo), cacat,
dan lain-lain. Penghimpunan dan pendayagunaan zakat diperuntukkan mustahik
secara langsung untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
8
1. Adanya krisis kepercayaan umat terhadap segala macam atau bentuk usaha
penghimpun dana umat karena terjadi penyelewengan/penyalahgunaan akibat
sistem kontrol dan pelaporan yang lemah. Dampaknya orang lebih memilih
membayar zakat langsung kepada mustahiq daripada melalui lembaga zakat.
2. Adanya pola pandangan terhadap pelaksanaan zakat yang umumnya lebih
antusias pada zakat fitrah saja yakni menjelang idul fitri.
3. Tidak seimbangnya jumlah dana yang terhimpun dibandingkan dengan
kebutuhan umat, sehingga dana terkumpul cenderung digunakan hanya untuk
kegiatankonsumtif dan tak ada bagian untuk produktif. Hal ini juga dikerenakan
tidak semua Muzakki berzakat melalui lembaga.
4. Terdapat semacam kejemuan di kalangan Muzakki, di mana dalam periode
waktu yang relative pendek harus dihadapkan dengan berbagai lembaga
penghimpun dana.
5. Adanya kekhawatiran politis sebagai akibat adanya kasus penggunaan dana
umat tersebut untuk tujuan-tujuan politik praktis.
Undang-undang No. 38 Tahun 1999 jonto Undang-Undang No. 23 Tahun
2011 tentang Pengelolaan Zakat, disebutkan bahwa ada dua organisasi pengelola
zakat yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk pemerintah, dan Lembaga
Amil Zakat (LAZ) yang berasal dari inisiatif masyarakat setempat. Jika dikaitkan
dengan perubahan sosial politik di Indonesia, maka Lembaga Amil Zakat yang
bermunculan sejak akhir masa Orde Baru merupakan satu respon dari bangkitnya
potensi kedermawanan sosial yang tinggi di masyarakat Indonesia yang dipicu
oleh krisis ekonomi sejak tahun 1997.
Di samping itu, Lembaga Amil Zakat tumbuh sebagai efek dari
kecenderungan semakin meningkatnya tingkat keberagaman masyarakat Islam
Indonesia seiring dengan semakin terakomodasinya kepentingan Islam khususnya
ketika Orde baru hampir berakhir.Lebih dari itu, Lembaga Amil Zakat yang
memperlihatkan simbol atau identitas keagamaan (Islam) menempati kedudukan
yang penting di tengah fakta bahwa masyarakat percaya bahwaberderma
merupakan ajaran agama yang memiliki nilai ibadah dan sosial yang sangat tinggi.
Lembaga Amil Zakat adalah instusi pengelola zakat yang sepenuhnya
dibentuk oleh masyarakat, dikukuhkan, dibina, dan dilindungi oleh
9
pemerintah.Seperti halnya Badan Amil Zakat, Lembaga Amil Zakat dapat
dibentuk mulai kecamatan. Lembaga Amil Zakat tingkat pusat dapat dibentuk
oleh ormas Islam, Yayasan, atau swadaya masyarakat yang bertaraf nasional dan
beroperasi secara nasional dan dikukuhkan melalui surat keputusan Menteri
Agama. Pada tingkat provinsi, Lembaga Amil Zakat dikukuhkan melalui surat
keputusan Gubernur setelah mempertimbangkan rekomendasi yang diberikan
Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama di Provinsi tersebut. Lembaga Amil
Zakat provinsi dapat berkedudukan di ibu kota provinsi atau kota/kabupaten lain
dalam provinsi tersebut.
Lembaga amil zakat dijelaskan juga dalam buku Manajemen Pengelolaan
Zakat bahwa Lembaga Amil Zakat merupakan Institusi pengelolaan zakat yang
sepenuhnya dibentuk atas prakarsa masyarakat dan oleh masyarakat, yang
dikukuhkan, dibina dan dilindungi oleh pemerintah, yang terdiri dari Lembaga
Amil Zakat Tingkat Pusat dan Lembaga Amil Zakat Tingkat PropinsiDalam
pendistribusian maupun pengelolaan zakat secara benar, membawa dampak positif
bagi kesejahteraan umat khususnya bagi pemberi dan bagi para penerima pada
umumnya. Dampak positif ini tidak hanya dilihat dari sisi ekonomi saja, akan
tetapi baik pula bagi aspek lain dalam hidup manusia.
Pengelolaan zakat oleh lembaga pengelola zakat, apalagi yang memiliki
kekuatan hukum formal, akan memiliki keuntungan, antara lain:
1. Untuk menjamin kepastian dan disiplin pembayaran zakat.
2. Untuk menjaga perasaan rendah diri para mustahiq zakat apabila berhadapan
langsung untuk menerima zakat dari muzakki.
3. Untuk mencapai efisien dan efektifitas serta sasaran yang tepat dalam
penggunaan dana zakat menurut skala prioritas yan ada pada suatu tempat.
4. Untuk memperlihatkan syiar Islam dalam semangat penyelenggaraan
pemerintah yang islami.
10
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Strategi pengelolaan zakat ada tiga yakni:
a. Strategi kinerja
b. Strategi pengumpulan zakat
c. Strategi marketing
11
B. SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kekurangan dan sangat jauh
dari kesempurnaan. Saran dan kritik dari pembaca sangat penting penulis harapkan
sebagai bahan pertimbangan dan perbaikan bagi penulis dalam menyusun makalah-
makalah selanjutnya.
12
DAFTAR PUSTAKA
13