Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

“KEPUASAN KONSUMEN”
“Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok dalam mata kuliah Manajemen
Kualitas Pelayanan dan dipresentasikan di kelas MHU-6B”

DOSEN PEMBIMBING :
KHADIJAH NURANI

Oleh : KELOMPOK 7
INDAH PERMATA SARI : 3619027
NURAFNI SOFYA : 3619045
MUHAMAD IRFAN HAKIM : 3619064

JURUSAN MANAJEMEN HAJI DAN UMRAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI

TA. 1443H/2022M
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena


rahmat, taufik, hidayah dan inayah-Nya, makalah ini dapat diselesaikan,
shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga, sahabat dan seluruh orang yang senantiasa mengikuti sunnah
beliau.
Makalah Manajemen Kualitas Pelayanan ini dibuat berdasarkan kepada
panduan dan Garis-garis Besar Program Pengajaran yang diberikan oleh Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi.
Juga saya sampaikan kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu
didalam penyusunan materi kuliah ini kami ucapkan terima kasih, karena tanpa
arahan, bim bingan dan motivasi yang diberikan, tentunya belum bisa tersaji
kepada para pembaca, walaupun tidak bisa kami sebutkan namanya satu persatu.
Akhir kata, sebagai makalah Manajemen Kualitas Pelayanan yang baik
tentunya memerlukan sebuah celah menyampaian materi, untuk itu kami dengan
segala kerendahan hati menerima masukan demi maksud diatas demi
peningkatan dan penyempurnaan dalam makalah dan pembelajaran ini.
.

Bukittinggi, April 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................2
C. Tujuan Penulisan..................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian dan dasar hukum zakat profesi...........................................3


B. Ketentuan dan pengelompokan zakat profesi.......................................6
C. Syarat wajib menegeluarkan zakat profesi...........................................9
D. Analisa Kasus.......................................................................................12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...........................................................................................18
B. Saran.....................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kepuasan pelanggan merupakan suatu tanggapan dari konsumen atas
kinerja yang telah diberikan sesuai dengan harapan pelanggan. Kepuasan
pelanggan tidak bisa diraih dengan kualitas pelayanan saja, akan tetapi ada
faktor-faktor lain yang mendukung terpenuhinya kepuasan konsumen seperti
kualitas produk, harga, faktor situasi, dan faktor pribadi dari pelanggan.
Kepuasan pelanggan menjadi tolak ukur perusahaan bagaimana hal
kedepannya atau bahkan ada beberapa hal yang harus dirubah karena
pelanggan merasa tidak puas atau dirugikan. Jika konsumen tidak puas
tentunya konsumen tidak akan kembali lagi dan mungkin bisa juga
mengeluhkan ketidakpuasannya kepada konsumen lain. Tentunya hal ini akan
menjadi ancaman bagi pengusaha.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat ditarik beberapa pertanyaan
yang dapat dijadikan sebagai rumusan masalah dalam makalah ini sebagai
berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan kepuasan konsumen?
2. Apa yang menjadi tujuan pengukuran epuasan konsumen?
3. Bagaimana pengukuran kepuasan konsumen?
4. Apa yang menjadi harapan dan kepuasan konsumen?
5. Apa saja manfaat penanganan keluhan dan kepuasan konsumen?
6. Apa yang menjadi indikator kepuasan?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dan dasar hukum zakat profesi
2. Untuk mengetahui petentuan dan pengelompokan zakat profesi
3. Untuk mengetahui syarat wajib menegeluarkan zakat profesi

1
4. Untuk mengetahui analisa kasus

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Dasar Hukum Zakat Profesi


Zakat profesi terdiri dari dua kata yaitu zakat dan profesi. Dalam
literatur fiqh klasik pengertian zakat adalah hak yang dikeluarkan dari harta
atau badan. Sehubungan dengan hal ini, Wahbah al-Zuhayly mengemukakan
bahwa zakat adalah penuanaian hak yang wajib yang terdapat dalam harta.
Dalam kamus Bahasa Indonesia, profesi adalah bidang pekerjaan yang
dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejujuran, dan sebagainya)
tertentu (Kamus Bahasa Indonesia dalam Muhammad 2002:58).1
Pendapatan profesi adalah buah dari hasil kerja menguras otak dan
keringat yang dilakukan oleh setiap orang. Contoh dari pendapatan kerja
profesi adalah: gaji, upah, insentif, atau nama lainnya disesuaikan dengan
jenis profesi yang dikerjakan baik itu pekerjaan yang mengandalkan
kemampuan otak atau kemampuan fisik lainnya dan dan bahkan kedua-
duanya. Dari uraian tadi, dapat dikategorikan sejumlah pendapatan yang
termasuk dalam kategori zakat profesi, seperti:2
1. Pendapatan dari hasil kerja pada sebuah instansi, baik pemerintah
(pegawai negeri sipil), maupun swasta (perusahaan swasta). Pendapatan
yang dihasilkan dari pekerjaan seperti ini biasanya bersifat aktif atau
dengan kata lain relatif ada pemasukan/pendapatan pasti dengan jumlah
yang relatif sama diterima secara periodik (biasanya perbulan).
2. Pendapatan dari hasil kerja profesional pada bidang pendidikan,
keterampilan dan kejuruan tertentu, di mana si pekerja mengandalkan
kemampuan/keterampilan pribadi nya seperti: dokter, pengacara, tukang
cukur, presenter, musisi, dan sebagainya. Pendapatan yang dihasilkan

1
Ikbal Baidowi, “Vol. 19 No. 1 (Januari-Juni) 2018,” TAZKIYA Jurnal Keislaman
Kemasyarakatan & Kebudayaan 19, no. 1 (2018): Hlm 40–54.
2
Arif Mufraini, Akutansi Dan Manajemen Zakat (Jakarta: Kencana, 2006). Hlm 78-79

3
dari pekerjaan seperti ini biasanya bersifat pasif, tidak ada ketentuan pasti
penerimaan pendapatan pada setiap periode tertentu.3
Profesi merupakan bentuk usaha-usaha yang relatif baru yang tidak
dikenal pada masa pensyariatan dan penetapan hukum Islam. Karena itu,
sangat wajar bila kita tidak menjumpai ketentuan hukumnya secara jelas
(tersurat) baik dalam al-Quran maupun dalam al-Sunnah.4
Menurut ilmu ushul fiqh (metodologi hukum Islam), untuk
menyelesaikan kasus- kasus yang tidak diatur oleh nash (al-Quran dan al-
Sunnah) secara jelas ini, dapat diselesaikan dengan jalan mengembalikan
persoalan tersebut kepada al-Quran dan sunnah itu sendiri. Pengembalian
kepada dua sumber hukum itu dapat dilakukan dengan dua cara, yakni
dengan perluasan makna lafaz dan dengan jalan qias(analogi).
Kewajiban berzakat ini berdasarkan keumuman kandungan makna Al-
Qur’an surah at-Taubah:103 dan surah al-Baqarah: 267. Disamping itu juga
berdasarkan pada tujuan disyariatkannya zakat, seperti untuk membersihkan
dan mengembangkan harta serta menolong para mustahik. Zakat profesi
juga mencerminkan rasa keadilan yang merupakan ciri utama ajaran Islam,
yaitu kewajiban zakat pada semua penghasilan dan pendapatan.
Adanya perintah zakat adalah untuk menciptakan rasa sosial dan
keadilan. Jika petani yang menggarap sawah atau ladang dituntut untuk
menegluarkan zakat setiap kali panen bila mencapai nasab, sementara
mereka yang bergelut di sektor usaha dan profesi berpenghasilan lebih besar
yang lebih mudah tidak di tuntut untuk berzakat.
Alasan diwajibkannya zakat profesi (zakat penghasilan) dapat
ditafsirkan dari ayat QS. Al-Baqarah 267 sebagai berikut:

ِ ‫س ْبتُ ْم َو ِم َّما َأ ْخ َر ْجنَا لَ ُك ْم ِمنَ اَأْل ْر‬


َ ِ‫ض ۖ َواَل تَيَ َّم ُموا ا ْل َخب‬
ُ‫يث ِم ْنه‬ ِ ‫يَا َأيُّ َها الَّ ِذينَ آ َمنُوا َأ ْنفِقُوا ِمنْ طَيِّبَا‬
َ ‫ت َما َك‬
‫ضوا فِي ِه ۚ َوا ْعلَ ُموا َأنَّ هَّللا َ َغنِ ٌّي َح ِمي ٌد‬ ُ ‫آخ ِذي ِه ِإاَّل َأنْ تُ ْغ ِم‬ ْ َ‫تُ ْنفِقُونَ َول‬
ِ ِ‫ستُ ْم ب‬

3
Ibid.
4
Baidowi, “Vol. 19 No. 1 (Januari-Juni) 2018.” Hlm 46-47

4
“Hai orang-orang yangberiman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian
dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami
keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-
buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak
mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya.
dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Al-
Baqarah(2): 267)

Penjelasan ayat QS. Al-Baqarah 267 adalah:


Kata “‫ ”ما‬adalah termasuk kata yang mengandung pengertian yang
umum, yang artinya apa saja, sebagian dari hasil (apa saja) yang kamu
usahakan yang baik-baik. Maka jelaslah, bahwa semua macam penghasilan
(gaji, honorarium, dll) terkena wajib zakat berdasarkan ketentuan QS. Al –
Baqarah : 267 tersebut yang mengandung pengertian yang umum, asal
penghasilan tersebut telah melebihi kebutuhan pokok hidupnya dan
keluarganya (sandang, pangan, papan, beserta alat-alat rumah tangga, alat-
alat kerja atau usaha, kendaraan, dan lain-lain yang tidak bisa diabaikan),
bebas dari beban hutang, telah genap setahun kepemilikannya dan telah
mencapai nishab.5
Sayyid Quthb dalam tafsirnya Fi Zhilalil Qur'an, menafsirkan surat al-
Baqarah : 267, bahwa nash tersebut mencakup seluruh hasil usaha manusia
yang baik dan halal dan mencakup pula seluruh yang dikeluarkan Allah
SWT dari dalam dan atas bumi, baik yang terdapat di zaman Rasulullah
SAW., maupun di zaman sesudahnya.
Sedangkan menurut Syarifuddin (1987) menjelaskan bahwa
penggunaan kata "Maa" dalam ayat tersebut di atas adalah mencakup segala
apa-apa yang diperoleh melalui hasil usaha atau jasa, dan juga apa- apa
yang dikeluarkan atau diusahakan daribumi. Dengan argumentasi bahwa
kekuatan lafadz umum terhadap semua satuan pengertian yang tercakup di
dalamnya secara pasti, sebagaimana penunjukkan lafadz khusus terhadap
arti yang terkandung di dalamnya. Penggunaan lafadz umum untuk semua
satuan pengertian ini berlaku sampai ada dalil lain yang membatasinya.
Hamid (2005) juga mengatakan bahwa kata dalam ayat tersebut memberikan
legitimasi terhadap semua jenis usaha dan profesi yang dimiliki yang
kesemuanya mendatangkan penghasilan yang cukup banyak seperti
pengacara, dokter ahli, jasa perhotelan, jasa penginapan, dan sebagainya.
Kemudian dalam Surat at-Taubah :103 juga dinyatakan:6

َ ُ ‫س َكنٌ لَّ ُه ْم ۗ َوٱهَّلل‬


‫س ِمي ٌع َعلِي ٌم‬ َ ‫صلَ ٰوتَ َك‬
َ َّ‫ص ِّل َعلَ ْي ِه ْم ۖ ِإن‬ َ ‫ُخ ْذ ِمنْ َأ ْم ٰ َولِ ِه ْم‬
َ ‫ص َدقَةً تُطَ ِّه ُر ُه ْم َوتُزَ ِّكي ِهم بِ َها َو‬

5
Ibid.
6
Ibid.

5
"Ambillah sedekah (zakat) dari sebagian harta mereka, dengan sedekah itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo’alah Untuk
mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu menjadi) ketentraman jiwa bagi
mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (at-
Taubah(9) :103)

Penjelasan ayat QS. At-Taubah: 103 sebagai berikut:

Makna terminologi generik ayat tersebut menunjuk pada harta


kekayaan, tidak menunjuk dari mana harta itu diperoleh (usaha) yang
bernilai ekonomi, dan karena spektrumnya lebih bersifat umum, maka di
dalamnya termasuk jasa/gaji yang secara rasional adalah bagian dari harta
kekayaan, sehingga wajib dikeluarkan zakatnya.Selanjutnya dengan dasar
as-Sunnah untuk mengukuhkan kewajiban zakat profesi, berdasarkan pada
keumuman makna hadits. Yang antara lain hadits yang diriwayatkan oleh al-
Bukhari sebagai berikut:7

“Setiap orang muslim wajib bersedekah, Mereka bertanya: “Wahai


Nabi Allah, bagaimana yang tidak berpunya?, Nabi menjawab:” Bekerjalah
untuk mendapat sesuatu untuk dirinya, lalu bersedekah”. Mereka bertanya
kembali: ”Kalau tidak mempunyai pekerjaan?, Nabi menjawab: “Kerjakan
kebaikan dantinggalkan keburukan, hal itu merupakan sedekah.” (H.R
Bukhari)

B. Ketentuan dan Pengelompokan Zakat Profesi


Setiap jenis zakat mempunyai nisab atau kadar dan ketentuan yang
menjadi batas minimal timbulnya kewajiban mengeluarkan zakat. Adapun
mengenai zakat profesi terdapat tiga pendapat terhadapnya, sebagaimana
yang disimpulkan dari buku Zakat dalam Perekonomian Modern, yang ditulis
Didin Hafidhuddin, sebagai berikut:8
1. Menganalogikan zakat profesi kepada zakat perdagangan, sehingga
nisabnya adalah 85 gram emas, kadar zakatnya 2,5 persen dan
dikeluarkan setahun sekali setelah dikurangi kebutuhan pokok.

7
Ibid.
8
Hannani, Zakat Profesi Dalam Tataran Teoritik Dan Praktik (Yogyakarta: TrustMedia
Publishing, 2017). Hlm. 39-40

6
2. Menganalogikan kepada zakat pertanian dengan nisab senilai 653
kilogram padi atau gandum dengan kadar zakat 5 persen dan dikeluarkan
setiap kali mendapatkan penghasilan atau gaji.
3. menyandarkan analogi zakat profesi kepada zakat rikaz, sehingga tidak
ada nisab pada zakat profesi dan dikeluarkan dengan kadar 20 persen
setiap kali menerima penghasilan atau gaji.
Selanjutnya ulama dalam menentukan kadar zakat profesi, ditemukan
dua pendapat dan pandangan yang berbeda.9
1. Kalangan yang memandang bahwa semua bentuk pemasukan harus
langsung dikeluarkan 2,5 %, tanpa memandang seberapa besar kebutuhan
dasar seseorang. Angka 2,5 % dari total pemasukan kotor ini menjadi
tidak berarti bila dilihat secara nilai nominal. Penerapan metode seperti
ini tidak beda dengan pajak penghasilan, dimana di beberapa negara
maju, prosentasenya bisa sangat tinggi melebihi angka 2,5 %. Penerapan
metode pemotongan langsung dari pemasukan kotor menurut kalangan
ini lebih tepat.
2. Kalangan yang masih memperhatikan masalah kebutuhan pokok
seseorang.Sehingga zakat yang wajib dikeluarkan tidak dihitung
berdasarkan pemasukan kotor, melainkan setelah dikurangi dengan
kebutuhan pokok seseorang. Setelah itu, barulah dikeluarkan zakatnya
sebesar 2,5 % dari pemasukan bersihnya.
Pendapat Yusuf al-Qardawi seperti yang disebutkan di atas,
berimplikasi pada sebuah pertanyaan tentang bagaimana cara
mengeluarkannya? Dikeluarkan penghasilan kotor (bruto) atau penghasilan
bersih (neto).? Berkaitan dengan ini, ada tiga wacana tentang bruto atau neto
yang dipahami, seperti berikut ini.10
a. Pengeluaran bruto, yaitu mengeluarkan zakat penghasilan kotor.
Artinya, zakat penghasilan yang mencapai nisab 85 gr emas dalam
jumlah setahun, dikeluarkan 2,5 % langsung ketika menerima
sebelum dikurangi apapun. Jadi kalau dapat gaji atau honor dan
9
Ibid. Hlm. 40
10
Ibid. Hlm 41

7
penghasilan lainnya dalam sebulan mencapai 8 juta rupiah x 12
bulan = 96 juta, berarti dikeluarkan langsung 2,5 dari 8 juta tiap
bulan = 200 ribu atau dibayar di akhir tahun = Rp. 2.400.000. Hal ini
juga berdasarkan pendapat Az-Zuhri dan „Auza‟i, beliau
menjelaskan: “Bila seorang memperoleh penghasilan dan ingin
membelanjakannya sebelum bulan wajib zakat datang, maka
hendaknya ia segera mengeluarkan zakat itu terlebih dahulu dari
membelanjakannya”, dan juga menqiyaskan dengan beberapa harta
zakat yang langsung dikeluarkan tanpa dikurangi apapun, seperti
zakat ternak, emas perak, dan rikaz.
b. Dipotong operasional kerja, yaitu setelah menerima penghasilan gaji
atau honor yang mencapai nisab, maka dipotong dahulu dengan
biaya oprasional kerja. Contohnya, seorang yang mendapat gaji 8
juta rupiah sebulan, dikurangi biaya transport dan konsumsi harian di
tempat kerja sebanyak Rp. 4.000.000, sisanya Rp. 4.000.000, maka
zakatnya dikeluarkan 2,5 dari Rp.4.000.000 =Rp. 100.00,- Hal ini
dianalogikan dengan zakat hasil bumi dan kurma serta sejenisnya.
Bahwa biaya dikeluarkan lebih dahulu baru zakat dikeluarkan dari
sisanya.Itu adalah pendapat Imam Atho‟ dan lain-lain. Zakat hasil
bumi ada perbedaan prosentase zakat antara yang diairi dengan hujan
yaitu 10% dan melalui irigasi 5%.
c. Pengeluaran netto atau zakat bersih, yaitu mengeluarkan zakat dari
harta yang masih mencapai nisab setelah dikurangi untuk kebutuhan
pokok sehari-hari, baik pangan, papan, hutang dan kebutuhan pokok
lainnya untuk keperluan dirinya, keluarga dan yang menjadi
tanggungannya. Jika penghasilan setelah dikurangi kebutuhan pokok
masih mencapai nisab, maka wajib zakat, akan tetapi kalau tidak
mencapai nisab tidak wajib zakat, karena dia bukan termasuk muzaki
(orang yang wajib zakat) bahkan menjadi mustahik (orang yang
berhak menerima zakat) karena sudah menjadi miskin dengan tidak
cukupnya penghasilan terhadap kebutuhan pokok sehari-hari.

8
C. Syarat Wajib Menegeluarkan Zakat Profesi
Harta yang akan dikeluarkan zakatnya harus memenuhi persyaratan
yang telah ditentukan syara’. Wahbah al-Zuhaili membagi syarat ini menjadi
dua, yaitu syarat wajib dan syarat sah ((al-Zuhaili, 1989 : 1796 ). Syarat wajib
zakat secara umum adalah:11
1. Merdeka, seorang budak tidak dikenai kewajiban membayar zakat,
karena dia tidak memiliki sesuatu apapun. Semua miliknya adalah milik
tuanya.
2. Islam, seorang non muslim tidak wajib membayar zakat. Bagi murtad
terdapat perbedaan pendapat. Menurut Imam Syafi’i, orang murtad
diwajibkan membayar zakat terhadap hartanya sebelum dia murtad.
Sedangkan menurut Imam Hanafi, seorang murtad tidak dikenai zakat
terhadap hartanya karena perbuatan riddahnya telah menggugurkan
kewajiban tersebut. Menurut Malikiyah, Islam adalah syarat sah bukan
syarat wajib (al-Jaziri, t.th : 305).
3. Baligh dan berakal, anak kecil dan orang gila tiak dikenai zakat pada
hartanya, karena keduanya tidak dikenai khitab perintah.
4. Harta yang dimiliki merupakan harta yang memang wajib dizakati,
seperti: naqdaini (emas dan perak) termasuk juga al-auraq al-naqdiyah
(surat-surat berharga), barang tambang dan barang temuan (rikaz),
barang dagangan, tanam-tanaman dan buah-buahan, serta hewan ternak.
5. Harta yang dimiliki telah mencapai nishab (ukuran jumlah).
6. Harta yang dimiliki adalah milik penuh (al-milk al-tam). Harta tersebut
berada di bawah kontrol dan didalam kekuasaan miliknya, atau seperti
menurut sebagian ulama’ bahwa harta itu berada ditanagn pemiliknya, di
dalamnya tidak tersangkut dengan hak orang lain dan ia dapat
menikmatinya. Atau bias juga dikatakan sebagai kemampuan pemilik
harta mentransaksikan miliknya tanpa campur tanagn orang lain. Hal ini
disyaratkan karena pada dasarnya zakat berarti pemilikan dan pemberian
11
Shobirin, “Teknik Pengelolaan Zakat Profesi,” Ziswaf:Jurnal Zakat dan Wakaf 2, no. 2
(2015): 317–338.

9
untuk orang yang berhak. Ini tidak akan terealisasi kecuali bila pemilik
harta betul-betul memiliki harta tersebut secara sempurna. Dari sinilah,
maka harta yang telah berada di luar kekuasaan pemilik atau cicilan
maskawin yang belum dibayar tidak wajib zakat (Fakhruddin, 2008 : 34-
35).
7. Telah berjalan satu tahun atau cukup haul (ukuran waktu, masa), haul
adalah perputaran harta satu nishab dalam 12 bulan Qomariyah.
8. Tidak adanya hutang bagi yang punya harta. Abdurrahman al-Jaziri
merinci penadapat para Imam Madzhab berkaitan dengan hutang sebagai
berikut (alJaziri, t.th: 307). Berkaitan dengan hal ini, Hanafiyah membagi
hutang menjadi tiga macam, yaitu pertama, hutang yang murni berkaitan
dengan seseorang, kedua, hutang yang berkaitan dengan Allah SWT
namun dia di tuntut dari aspek manusia, dan ketiga hutangnua yang
murni berkaitan dengan Allah SWT dan tidak ada tuntutan dari aspek
manusia, seperti hutang nadzar dan kafarat, zakat fitrah dan nafkah haj.
Hutang yang bisa mencegah seseorang untuk membayar zakat adalah
hutang dalam kelompok pertama dan kedua. Oleh Karena itu ketika
seseorang telah mencapai nishab dan haul, namun dia masih mempunyai
hutang, maka dia tidak wajib berzakat kecuali zakat tanam-tanaman dan
buahbuahan. Imam Maliki mengatakan bahwa jika seseorang mempunyai
hutang yang mengurangi nishab dan dia tidak mempunyai harta yang bias
menyempurnakan nishabnya maka dia tidak wajib berzakat. Ini adalah
syarat khusus untuk zakat emas dan perak jika keduanya bukan barang
tambang dan barang temuan. Adapun hewan ternak dan tanaman,
keduanya wajib dizakati meskipun pemiliknya memiliki hutang,
demikian juga barang tambang dan barang temuan. Imam Hanbali
berpendapat bahwa tidak wajib zakat bagi seseorang yang mempunyai
hutang yang menghabiskan nishab hartanya atau menguranginya,
meskipun hutang teresbut bukan sejenis dengan harta yang akan dizakati
atau bukan hutang pajak. Hutang tersebut mencegah wajibnya zakat pada
al-amwal al-bathinah seperti uang dan nilai barang dagangan, barang

10
tambang, alamwal al-dzahirah seperti hewan ternak, biji-bijian dan
buahbuahan. Jika seseorang mempunyai harta tapi berhutang, maka
hendaklah dia melunasi hutangnya dulu kemudian di bayar zakatnya jika
memenuhi nishab (Fahruddin,2008 : 36-37).
9. Harta yang dimiliki melebihi kebutuhan dasar atau pokok, barang-barang
yang dimiliki untuk kebutuhan pokok, seperti rumah pemukiman, alat-
alat kerajinan, alatalat industri, sarana transportasi dan angkutan, seperti
mobil dan perabot rumah tangga, tidak dikenakan zakat. Demikian juga
uang simpanan yang dicadangkan untuk melunasi hutang, tidak
diwajibkan zakat, karena seseorang kreditor sangat memerlukan uang
yang ada ditanganya untuk melepaskan dirinya dari cengkraman hutang.
10. Harta yang dimiliki harus didapatkan dengan cara yang baik dan halal,
maksudnya bahwa harta yang haram, baik substansi bendanya maupun
cara mendapatkanya jelas tidak dikenakan kewajiban zakat, karena Allah
tidak akan menerima kecuali yang baik dan halal.
11. Harta yang dimiliki dapat berkembang, Yusuf alQardhawi membagi
pengertian berkembang tersebut menjadi dua, yaitu pertama, bertambah
secara konkrit (haqiqi) dan kedua, bertambah secara tidak konkrit
(taqdiri). Berkembang secara konkrit adalah bertambah akibat
pembiakan dan perdagangan dan sejenisnya, sedangkan berkembang
tidak secara konkrit adalah kekayaan itu berpotensi berkembang baik
berada ditanganya maupun ditangan orang lain atas namanya (Qardhawi,
1969 :139).12

D. Analisa Kasus

Dipahami bahwa seorang yang mendapatkan penghasilan halal dan


mencapai nisab (85 gr emas) wajib mengeluarkan zakat 2,5 %, boleh

12
Ibid.

11
dikeluarkan setiap bulan atau di akhir tahun. Sebaiknya zakat dikeluarkan dari
penghasilan kotor sebelum dikurangi kebutuhan yang lain. Ini lebih afdal
(utama) karena khawatir ada harta yang wajib zakat tapi tidak dizakati, tentu
akan mendapatkan azab Allah baik di dunia dan di akhirat.13
Seperti yang telah dikemukakan bahwa dalam menentukan nisab zakat
profesi, ada ulama yang mengacu pada zakat pertanian yaitu seharga dengan
520 kg beras. Kalau harga besar Rp. 7.000 per kilogram, maka 520 x Rp.
7.000 = Rp. 3.640.000,-. Nisab ini akan sangat bergantung kepada harga
besar yang dimakan oleh seseorang. Nisabtersebut adalah jumlah pemasukan
dalam satu tahun. Artinya bila penghasilan seseorang dikumpulkan dalam
satu tahun bersih setelah dipotong dengan kebutuhan pokok dan jumlahnya
mencapai Rp. 3.640.000,- maka dia sudah wajib mengeluarkan zakat
profesinya. Ini bila mengacu pada pendapat pertama.Bila mengacu kepada
pendapat kedua, maka penghasilannya itu dihitung secara kotor tanpa
dikurangi dengan kebutuhan pokoknya. Bila jumlahnya dalam setahun
mencapai Rp. 3.640.000,-, maka wajiblah mengeluarkan zakat.
Berkenaan dengan uraian yang telah dikemukakan, dan dengan
merujuk pada harta penghasilan, maka dapat dibedakan menjadi dua bagian,
sebagai berikut:
Pertama, penghasilan yang berkembang dari kekayaan lain, misalnya
uang hasil panen padi, dan telah dikeluarkan zakatnya 5% atau 10 %, maka
harta tersebut tidak perlu dizakati kembali pada tahun yang sama, karena
harta asalnya sudah dizakati, hal ini untuk mencegah terjadinya dua kali
zakat.
Kedua, penghasilan yang berasal dari pekerjaan tertentu yang belum
dizakati, seperti gaji, upah, honor dan sejenisnya. Maka harta tersebut harus
terkumpul selama satu tahun dan dikurangi kebutuhan pokok. Jika sampai
nisab, maka wajib dikeluarkan zakatnya 2,5 % menurut pendapat yang lebih
benar.

13
Hannani, Zakat Profesi Dalam Tataran Teoritik Dan Praktik. Hlm 42

12
Dari kedua bagian penghasilan itu, ditemukan lagi perbedaan
pendapat para ulama di dalam menentukan cara mengeluarkan zakat profesi :
1. Zakat profesi ketentuannya diqiyaskan kepada zakat perdagangan,
artinya nisab, kadar dan waktu mengeluarkannya sama dengan zakat
perdagangan. Nisabnya senilai 85 gram emas, kadarnya 2,5 persen dan
waktu mengeluarkan setahun sekali setelah dikurangi kebutuhan pokok.
Sebagai contoh, seorang pegawai swasta berpenghasilan setiap bulannya
Rp. 10.000.000,- Kebutuhan pokoknya Rp. 3.000.000,- maka cara
penghitungan zakatnya adalah sebagai berikut:
Rp. 10.000.000, – Rp.3.000.000,- = Rp.7.000.000,-
Rp. 7.000.000,- X 12 bulan = Rp 84.000.000,-
Rp. 84.000.000 X 2,5 % = 2.100.000 pertahun atau 175.000 perbulan.
2. Zakat profesi diqiyaskan kepada zakat pertanian.Artinya setiap orang
yang mendapatkan uang dari profesinya langsung dikeluarkan zakatnya,
tanpa menunggu satu tahun terlebih dahulu. Tetapi besarnya mengikuti
zakat emas, yaitu 2,5 %. Contoh: Seorang pegawai swasta
berpenghasilan setiap bulannya Rp. 3.000.000,-, maka cara penghitungan
zakatnya adalah :
Rp. 3.000.000 X 2,5 % = 75.000,-
Jika di jumlah dalam satu tahun berarti : Rp. 75.000,- X 12 = Rp.
900.000,-
Kalau diperhatikan contoh tersebut, maka beberapa catatan yang perlu
mendapatkan perhatian:14
Pertama, uang yang berjumlah Rp. 3.000.000,- tersebut langsung
terkena zakat, walaupun secara teori belum sampai pada batasan nishab, 20
Dinar = 85 gram emas = Rp. 42.500.000,-. Mereka mengqiyaskan dengan
zakat pertanian, yaitu setiap panen harus dikeluarkan zakatnya.
Kedua, di sisi lain mereka tidak memperhitungkan nisab, padahal jika
mau mengqiyaskan dengan zakat pertanian, harus ditentukan nisabnya
terlebih dahulu, yaitu 5 wasaq = 652kg.

14
Ibid.Hlm. 43

13
Ketiga, di sisi lain juga, mereka menentukan besaran uang zakat
profesi yang harus dikeluarkan dengan mengqiyaskan kepada zakat emas,
yaitu 2,5 %. Disinilah letak kerancuannya karena mereka mengqiyaskan zakat
profesi kepada dua hal, yang pertama mengqiyaskan kepada zakat pertanian
dalam tata cara pengeluarannya dan mengqiyaskan kepada zakat emas dalam
menentukan besaran uang yang dizakati. Ditambah lagi, ketika mengqiyaskan
zakat profesi kepada zakat pertanian, mereka juga tidak konsisten, karena
tidak menentukan nisab, padahal zakat pertanian itu ada ketentuan
nisabnya.Tentunya pendapat kedua ini sangat lemah dari sisi dalil dan sangat
merugikan dan membebani para pegawai, khususnya yang berpenghasilan
pas-pasan.Tetapi justru inilah yang banyak diterapkan di lembaga-lembaga
pemerintahan dan swasta. Mereka dipotong gajinya sebanyak 2,5 % tiap
bulannya, padahal sebagian pegawai ada yang gajinya tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Walaupun hal ini menguntungkan fakir
miskin, tetapi merugikan dan mendhalimi pegawai yang gajinya pas-pasan.
Jenis-jenis profesi yang memperoleh bayaran atas keahlian, seperti
dokter spesialis, akuntan, advokat, kontraktor, arsitek, dan profesi-profesi
yang sejenis dengan itu, termasuk juga pejabat tinggi negara, guru besar, dan
yang sejajar dengannya, nisab zakatnya disamakan dengan zakat hasil
pertanian, yakni senilai kurang lebih 520 kg beras (5 wasaq). Meskipun
kelihatannya pekerjaan tersebut bukan usaha yang memakai modal, namun ia
sebenarnya tetap memakai modal, yaitu untuk peralatan kerja, transportasi,
sarana kominikasi seperti telephon, rekening listrik, dan lain-lain, zakatnya
diqiyaskan atau disamakan dengan zakat hasil pertanian yang memakai
modal, yakni 5 %, dan dikeluarkan ketika menerima bayaran tersebut. Ini
sama dengan zakat pertanian yang yang menggunakan biaya irigasi (bukan
tadah hujan).
Dengan demikian, jika harga beras 1 kg Rp. 7.000, sedangkan nisab
(batas minimal wajib zakat) tanaman adalah 520 kg, maka untuk penghasilan
yang mencapai Rp. 7.000 x 520 = Rp. 3.640.000., wajib mengeluarkan
zakatnya sebanyak 5% nya yakni Rp. 182.000.- Pendapat semacam ini sesuai

14
dengan pendapat Muhammad Ghazali, sebagaimana yang dikutip Yusuf
Qardawi, bahwa dasar dan ukuran zakat penghasilan tanpa melihat modalnya,
dapat disamakan dengan zakat pertanian yaitu 5 atau 10 persen. Kata Ghazali,
siapa yang memiliki pendapatan tidak kurang dari pendapatan seorang petani,
terkena kewajiban zakat. Golongan profesionalis wajib mengeluarkan
zakatnya sebesar zakat petani tersebut, tanpa mempertimbangkan keadaan
modal dan persyaratan lainnya.
Tawaran seperti ini lebih kecil dari yang diusulkan oleh M. Amin
Rais, dalam bukunya Cakrawala Islam Antara Cita dan Fakta.Menurutnya
profesi yang mendatangkan rizki dengan gampang dan cukup melimpah,
setidaknya jika dibandingkan dengan penghasilan rata-rata penduduk,
sebaiknya zakatnya ditingkatkan menjadi 10 persen (usyur) atau 20 persen
(khumus). Lebih jauh Amin Rais mempersoalkan masih layakkah,
profesiprofesi modern seperti dokter spesialis, komisaris perusahaan, bankir,
konsultan, analis, broker, pemborong berbagai konstruksi, eksportir, importir,
notaris, artis, dan berbagai penjual jasa serta macam-macam profesi kantoran
(white collar)lainnya, hanya mengeluarkan zakat sebesar 2,5 persen, dan
lebih kecil dari petani kecil yang zakat penghasilannya berkisar sekitar 5
sampai 10 persen. Padahal kerja tani jelas merupakan pekerjaan yang setidak-
tidaknya secara fisik. Pertanyannya, cukupkah atau sesuaikan dengan spirit
keadilan Islam, jika zakat terhadap berbagai profesi modern yang bersifat
making-money tetap 2,5 persen? Layakkah presentasi sekecil itu dikenakan
terhadap profesi-profesi yang pada zaman Nabi memang belum ada.
Pendapat Amin Rais di atas sebenarnya cukup logis dan cukup
argumentatif, namun membandingkan profesi dengan rikaz (barang temuan)
agaknya kurang tepat. Rikaz diperoleh dengan tanpa usaha sama sekali,
sementara profesi membutuhkan usaha dan keahlian serta biaya yang kadang-
kadang cukup tinggi.Kecendengan untuk menyamakanya dengan zakat
pertanian yang memakai biaya irigasi, yakni 5 persen.
Bagi kalangan profesional yang bekerja untuk pemerintah misalnya,
atau badan-badan swasta yang gajinya tidak mencapai nisab pertanian

15
sebagaimana yang dikemukakan di atas, sebutlah guru misalnya, atau dokter
yang bekerja di rumah sakit, atau orang-orang yang bekerja untuk suatu
perusahaan angkutan. Zakatnya disamakan dengan zakat emas 85 gram
(sekitar Rp. 42.500.000,- jika diperkirakan harga pergram emas sekarang
500.000,) maka nilai nisab emas adalah Rp. 42.500.000, dengan kadar zakat
2,5%. Jika pada akhir tahun jumlah mencapai satu nisab, dikeluarkan
zakatnya 2,5 persen, setelah dikeluarkan biaya pokok dari yang bersangkutan
dan keluarganya. Misalnya seorang dosen golongan III/d dengan masa kerja
10 tahun yang keluarganya terdiri dari seorang isteri dan tiga orang anak,

Maka Sisa dari pendapatan setiap bulannya adalah Rp. 1.500.000 - x 12


bulan= 18.000.000,-maka perhitungan zakatnya 2,5% x 18.000.000, = Rp
450.000,-

Dengan perincian seperti itu, berarti ia mesti mengeluarkan zakatnya


Rp. 450.000 pertahun. Agar pembayaran zakat ini tidak memberatkan kepada
muzaki (si wajib zakat), baik dari segi penghitungannya, maupun dari beban
yang harus dikeluarkan pertahun sebagai zakat, dianjurkan lebih baik
dibayarkan setiap bulan, ketika menerima gaji. Jadi si muzaki ini dapat
mengeluarkan zakatnya Rp. 450.000: 12 = Rp. 37.500 perbulan.

Berdasarkan pada uraian tersebut, maka dirumuskan bahwa ada tiga


pendapat mengenai nisab zakat profesi. Pertama, menganalogikan zakat
profesi kepada zakat perdagangan, sehingga nisabnya adalah 85 gram emas,

16
kadar zakatnya 2,5 persen dan dikeluarkan setahun sekali setelah dikurangi
kebutuhan pokok. Kedua, menganalogikan kepada zakat pertanian dengan
nisab senilai 653 kilogram padi atau gandum dengan kadar zakat 5 persen dan
dikeluarkan setiap kali mendapatkan penghasilan atau gaji. Ketiga,
menyandarkan analogi zakat profesi kepada zakat rikaz, sehingga tidak ada
nisab pada zakat profesi dan dikeluarkan dengan kadar 20 persen setiap kali
menerima penghasilan atau gaji. Selanjutnya zakat profesi dibayarkan saat
menerima pemasukan karena diqiyaskan kepada zakat pertanian yaitu pada
saat panen dengan nisab2.5 persen dari nisab emas.15

15
Ibid. Hlm 43-48

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Zakat profesi adalah zakat yang di keluarkan dari hasil apa yang di
peroleh dari pekerjaan dan profesinya. Misalnya pekerjaan yang
menghasilkan uang baik itu pekerjaan yang dikerjakan sendiri tampa
tergantung dengan orang lain, berkat kecekatan tangan ataupun otak
(professional).
Diwajibkannya zakat profesi dapat di tafsirkan dari QS Al-Baqarah :
267 Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan
Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa
yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih
yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu
sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata
terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. “
Syarat umum diwajibkannya zakat antara lain: 1. Islam 2. Merdeka 3.
Mencapai nisab 4. Tetap daalam nishab 5. Melewati satu tahun (mencapai
haul) dan mencapai nishab.
Menurut Yusuf Qardhawi perhitungan zakat profesi dibedakan
menurut dua cara: 1. Secara langsung, zakat dihitung dari 2,5% dari
penghasilan kotor seara langsung, baik dibayarkan bulanan atau tahunan.
Metode ini lebih tepat dan adil bagi mereka yang diluaskan rezekinya oleh
Allah. 2. Setelah dipotong dengan kebutuhan pokok, zakat dihitung 2,5% dari
gaji setelah dipotong dengan kebutuhan pokok. Metode ini lebih adil
diterapkan oleh mereka yang penghasilannya pas-pasan.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah di atas banyak kekurangan dan
kesalahan serta jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah
tersebut dengan pedoman pada sumber-seumber buku dibuatnya makalah ini.

18
DAFTAR PUSTAKA

Baidowi, Ikbal. “Vol. 19 No. 1 (Januari-Juni) 2018.” TAZKIYA Jurnal Keislaman


Kemasyarakatan & Kebudayaan 19, no. 1 (2018): 40–54.

Hannani. Zakat Profesi Dalam Tataran Teoritik Dan Praktik. Yogyakarta:


TrustMedia Publishing, 2017.

Mufraini, Arif. Akutansi Dan Manajemen Zakat. Jakarta: Kencana, 2006.

Shobirin. “Teknik Pengelolaan Zakat Profesi.” Ziswaf:Jurnal Zakat dan Wakaf 2,


no. 2 (2015): 317–338.

19

Anda mungkin juga menyukai