Oleh:
Kelompok 1
Widya Herlina Br Tambunan NIM 2257201044
Rangga Fahrezi NIM 2257201107
Nadya NIM 2257201017
KELAS 23
PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI
FAKULTAS ILMU KOMPUTER
UNIVERSITAS LANCANG KUNING
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
rahmatnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada halangan yang
berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada bapak Muammar Revnu Ohara,
S.I.Kom.,M.I.Kom sebagai dosen pengampu mata kuliah Komunikasi Bisnis yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang
yang ditekuni penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan
karena keterbatasan penulis. Maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat bermanfaat bagi
semua pihak yang membutuhkan.
Kelompok 1
DAFTAR ISI
Hlm
KATA PENGANTAR……………………………………………………. i
DAFTAR ISI……………………………………………………………… Ii
BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………… 2
1.4 Tujuan Penulisan ………………………………………………….......... 2
BAB II: PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Komunikasi Bisnis………………………………………….. 3
2.2 Bentuk Dasar Komunikasi…. …………………………………..……… 6
2.3 Proses Komunikasi………………………………………………………
2.4 Munculnya Kesalahpahaman Komunikasi……………………………… 8
2.5 Bagaimana Memperbaiki Komunikasi..…………………………………
2.6 Pengertian Komunikasi Antarpribadi……………………………………
2.7 Tujuan Komunikasi Antarpribadi….……………………………………
2.8 Gaya Kepemimpinan.…………………………………………………...
2.9 Kebutuhan Manusia………………..……………………………………
2.10 Mendengarkan sebagai Keahlian Antarpribadi..……………………
BAB III: PENUTUP
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………... 11
3.2 Saran……………………………………………………………………. 11
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 12
BAB I
PENDAHULUAN
Ide dapat di perolah dari berbagain sumber yang terbentang luas di hadapan kita. Ide-ide
yang ada dalam benak kita di saring dan di susun kedalam suatu memori yang ada dalam
jaringan otak. Setiap orang memiliki ide yang berbeda karna kita memandang dunia dengan
cara yang unik dan individual. Seorang komunikator yang baik, harus dapat menyaring hal-
hal yang tidak penting dan memusatkan perhatian pada hal-hal yang penting. Dalam dunia
kumunikasi, proses tersebut di kenal sebagai apstraksi.
2. Kebisingan Fisik
Kebisingan fisik adalah rangsangan eksternal atau lingkungan apa pun yang
mengganggu kita untuk menerima pesan yang dimaksudkan yang dikirim oleh
komunikator. Contoh kebisingan fisik meliputi: orang lain berbicara di latar
belakang, musik latar belakang, suara yang mengejutkan, dan mengenali seseorang
di luar percakapan.
3. Kebisingan Semantik
Ini adalah kebisingan yang disebabkan oleh pengirim. yaitu encoder. Jenis
kebisingan ini terjadi ketika tata bahasa atau bahasa teknis yang digunakan
penerima (decoder) tidak dapat dipahami, atau tidak dapat dipahami dengan jelas.
Itu terjadi ketika pengirim pesan menggunakan kata atau frasa yang kita tidak tahu
artinya atau yang kita gunakan berbeda dari yang dilakukan pembicara.
4. Kebisingan Fisiologis-Gangguan
Penyakit fisik yang mencegah komunikasi yang efektif, seperti ketulian atau
kebutaan yang sebenarnya mencegah pesan diterima seperti yang dimaksudkan.
5. Kebisingan Budaya
Kebisingan budaya mengacu pada hambatan untuk komunikasi yang sukses antara
orang-orang dari budaya yang berbeda. Sumber kebisingan budaya meliputi
perbedaan bahasa (misalnya, kata-kata yang sama memiliki arti yang berbeda),
nilai-nilai (misalnya, pentingnya tepat waktu atau pengaturan waktu jadwal kerja
dalam suatu budaya), isyarat nonverbal (misalnya, interpretasi bahasa tubuh), dan
banyak lainnya. Orang-orang yang terlibat dalam komunikasi internasional (atau
dalam negeri, jika komunikasi melibatkan budaya lain) harus menyadari adanya
hambatan yang dapat mempengaruhi pesan untuk disampaikan. Hal ini
memerlukan pemahaman khusus tentang proses komunikasi dan berbagai sumber
kebisingan budaya yang dapat menghambat proses tersebut. Asumsi stereotip dapat
menyebabkan kesalahpahaman, seperti secara tidak sengaja menyinggung orang
non-Kristen dengan mengucapkan "Selamat Natal" kepada mereka.
Tujuan yang ingin dicapai dapat bersifat personal (pribadi) bila komunikasi terjadi dalam
suatu masyarakat; dan untuk pelaksanaan tugas pekerjaan bila komunikasi terjadi dalam
suatu organisasi.
Di dalam suatu masyarakat, komunikasi antarpribadi merupakan bentuk komunikasi antara
seseorang dengan orang lain dalam suatu masyarakat untuk mencapai tujuan tertentu yang
bersifat pribadi. Sedangkan dalam suatu organisasi (bisnis dan nonbisnis), komunikasi
antarpribadi atau antarindividu merupakan komunikasi yang terjadi antara manajer dengan
karyawan atau antara karyawan yang satu dengan karyawan yang lain dengan
menggunakan media tertentu untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang bersifat pribadi.
Dalam suatu organisasi, pola komunikasi yang terbangun dalam komunikasi antarpribadi
lebih bersifat informal atau tidak formal. Oleh karena komunikasi antarpribadi ini bersifat
informal, maka bahasa yang digunakan dalam penyampaian pesan juga tidak bersifat
formal. Yang terpenting dalam hal ini adalah bagaimana penerima pesan tersebut dapat
memahami pesan yang disampaikan dengan baik.
Paradigma berbeda dengan yang telah disebutkan di atas di uraikan dalam bagian berikut,
yakni : a. Leadership bukan subjek tapi intersubjektif. Pemimpin yang tidak mengikuti
keinginan pengikutnya tidak dapat disebut pemimpin (Nafe 1930)
b. Pandangan Machiaveli : Pemimpin negara harus memberi manfaat bagi rakyatnya.
Pemimpin harus bijaksana, memahami persoalan, mengerti apa yang sedang terjadi untuk
mengetahui segala sesuatu
c. Sebelum memimpin orang lain seorang pemimpin harus bisa memimpin dirinya sendiri,
melihat dirinya sendiri
d. Berbicara tentang pemimpin tidak sama dengan menjadi pemimpin
e. Pemimpin adalah seseorang yang dapat mewujudkan suatu kehidupan sosial dan mampu
menyampaikan mengenai sesuatu, apa yang akan dicapai, dan apa yang harus dilakukan
antara satu hal dengan hal lainnya.
McGregor menentukan dua asumsi gaya kepemimpinan yang disebut Teori X dan Teori Y.
Teori X melihat manusia sebagai suatu mesin yang memerlukan pengendalian dari luar;
menganggap orang sebagai alat produksi; dimotivasi oleh ketakutan akan hukuman atau
kebutuhannya akan uang dan rasa aman. Sedangkan Teori Y memandang manusia sebagai
organisme biologis yang tumbuh, berkembang dan melakukan pengendalian terhadap diri
sendiri; pemimpin bertugas mengatur dan mengelola sehingga baik organisasi maupun
pegawai dapat memenuhi kebutuhannya; bekerja bersama-sama pegawai untuk mencapai
tujuan organisasi; dan mendorong pegawai berperan serta dalam proses pengambilan
keputusan.
Asumsi yang dikembangkan dalam Teori X pada dasarnya cenderung negatif dan gaya
kepemimpinan yang diterapkan dalam suatu organisasi adalah gaya kepemimpinan
petunjuk (directive leadership style). Gaya kepemimpinan petunjuk sangatlah tepat
diterapkan manakala karyawan yang menjadi bawahannya tersebut cenderung pasif, malas
bekerja, tidak kreatif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, peran pengarahan yang dilakukan
oleh manajer suatu organisasi menjadi sangatlah dominan dan penting bagi kemajuan
organisasinya. Tanpa arahan yang jelas dan baik, kinerja karyawan akan buruk, tugas-tugas
pekerjaan yang dibebankan tidak dapat diselesaikan tepat waktu, atau kualitas penyelesaian
pekerjaannya rendah.
Dalam hal ini, komunikasi yang dikembangkan antara manajer dengan para karyawannya
cenderung menjadi komunikasi satu arah yaitu komunikasi dari manajer ke bawahan (top-
down communications). Sumber komunikasi lebih didominasi dari manajer, sehingga
bawahan cenderung hanya mengiyakan, tidak punya inisiatif, dan tinggal melaksanakan
saja tanpa memahami apa maksud dan tujuan atau latar belakang pelaksanaan tugas
tersebut.
Gaya kepemimpinan dalam Team X adalah directive leadership: sedangkan dalam Teori Y
adalah participative leadership. Sementara itu, asumsi yang dikembangkan dalam Teori Y
pada dasarnya cenderung positif dan gaya kepemimpinan yang diterapkannya adalah gaya
kepemimpinan partisipatif (participative leadership style). Dalam Teori Y diasumsikan
bahwa karyawan cenderung berperilaku positif. Karyawan pada dasarnya memiliki
semangat kerja yang tinggi, tidak malas bekerja, ingin kerja mandiri, dan memiliki
komitmen yang tinggi dalam mencapai tujuan suatu organisasi. Di samping itu, karyawan
juga memiliki kecenderungan untuk memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap
setiap pekerjaan yang mereka kerjakan. Oleh karena itu, gaya kepemimpinan yang
diterapkan dalam situasi tersebut adalah gaya kepemimpinan partisipatif di mana para
karyawan dilibatkan di dalam proses pengambilan keputusan. Dalam gaya kepemimpinan
partisipatif tersebut, komunikasi yang dikembangkan antara manajer dan bawahan adalah
komunikasi dua arah. Manajer juga memberikan kesempatan kepada bawahan untuk
menyampaikan ide atau gagasannya (masukan), yang sangat berharga bagi pengembangan
suatu organisasi. Ringkasnya, dalam Teori X dan Y Douglas McGregor berusaha
mengungkapkan bagaimana perilaku karyawan dalam bekerja dan sekaligus bagaimana
gaya kepemimpinan yang dapat diterapkan dalam situasi lingkungan kerja yang berbeda,
termasuk bagaimana komunikasi antarpribadi (manajer dan bawahan) tersebut
dikembangkan dalam lingkungan kerjanya.
Gaya kepemimpinan sangat beragam dan berhubungan dengan tinjauan para peneliti,
penulis atau para teoritis yang mempopulerkannya. Berikut ini beberapa model teoritis
untuk mengenali beragam gaya kepemimpinan:
a. White dan Lippit (1960) White dan Lippit mengidentifikasi tiga gaya
kepemimpinan, pertama Authoritarian Leaders, pemimpin melakukan kontrol
terhadap keputusan dan tugas serta memastikan bahwa rencana yang dibuat bisa
dieksekusi dengan benar. Kedua, Democratic Leaders, pemimpin lebih berorientasi
membimbing dibanding mengkontrol aktivitas kelompok; berbagi kewenangan dan
mempertimbangkan masukan dari bawahan dalam setiap proses pengambilan
keputusan. Ketiga Laissez-Faire Leaders, pemimpin menyerahkan hampir semua
keputusan kepada bawahan; pemimpin menerima konsultasi dari bawahan tapi
biasanya ia mendelegasikan semua kewenangan pada bawahan.
b. Teori Kisi Kepemimpinan (Blake dan Mouton) Kisi kepemimpinan disini
menggambarkan bagaimana perhatian pimpinan pada tugas dan pada manusia
sehingga menciptakan gaya pengelolaan dan kepeminpinan. Lima jenis gaya
ekstrem yang dikemukakan dalam model kisi ini antara lain :
Gaya Pengalah (improverished style) ditandai kurangnya perhatian terhadap
produksi, bila terjadi konflik, pemimpin jenis ini tetap netral dan berdiri di
luar masalah.
Gaya Pemimpin Pertengahan (middle of the road style) menaruh perhatian
yang seimbang pada produksi dan manusia; bila ada perbedaan
pendapat/sikap dengan yang dianutnya, pemimpin berusaha untuk jujur tapi
tegas dan mencari pemecahan yang tidak memihak; pemimpin berusaha
mempertahankan keadaan tetap baik.
Gaya Tim (team style) menaruh perhatian tinggi terhadap tugas dan
manusia; pemimpin amat menghargai keputusan logis dan kreatif sebagai
hasil pengertian dan kesepakatan anggota organisasi; bila terjadi konflik,
pemimpin mencoba memeriksa alasan timbulnya perbedaan dan mencari
penyebab utamanya; pemimpin mempunyai rasa humor tinggi; pemimpin
tim mampu menunjukkan kebutuhan akan saling mempercayai dan
menghargai diantara sesama tim juga menghargai pekerjaan.
Gaya Santai (country club style) ditandai rendahnya perhatian pada tugas
dan perhatian tinggi pada manusia; pemimpin menghindari terjadinya
konflik, tapi bila tidak bisa dihindari, ia mencoba melunakkan perasaan
orang dan menjaga agar mereka tetap bekerja sama; pemimpin seperti ini
lebih banyak bersikap menolong daripada memimpin.
Gaya kerja (task style) ditandai perhatian tinggi terhadap pelaksanaan kerja
tapi amat kurang memperhatikan manusia; fokus utamanya adalah
melaksanakan pekerjaan secara efisien; bila timbul konflik, pemimpin
cenderung menghentikannya atau memenangkan posisinya dengan cara
membela diri, berkeras pada pendirian atau mengulangi konflik dengan
sejumlah argumentasi baru.
c) Gaya Kepemimpinan Situasional
Di dalam praktiknya, gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh seorang manajer
suatu organisasi (bisnis dan nonbisnis) dapat saja berubah seiring dengan perubahan
dinamika yang berkembang dalam diri para karyawan. Sebagaimana diketahui, para
karyawan termasuk salah satu komponen dalam lingkungan organisasi yang dinamis
dan bukan statis. Para karyawan yang pada awalnya tidak memiliki kemampuan
kerja apa-apa masih memerlukan bimbingan kerja, tetapi karena ketekunan dan
keuletan mereka bekerja, pada suatu saat tertentu mereka telah memiliki
kemampuan yang baik tentang bagaimana menyelesaikan tugas dan pekerjaannya
dengan baik. Oleh karena itu, gaya kepemimpinan yang telah dipilih dalam suatu
situasi dan kondisi tertentu barangkali tepat diterapkan pada saat itu, tetapi jika
situasi dan kondisi yang telah berubah, gaya kepemimpinan yang diterapkan juga
dapat berubah.
C. KEBUTUHAN SOSIAL
Kebutuhan akan rasa memiliki-dimiliki dan kasih sayang, kebutuhan akan rasa memiliki
tempat di tengah kelomoknya.
Sebagai contoh :
Dimana seseorang yang mempunyai tujuan dan kepentingan yang sama membuat suatu
kelompok/berkumpul karena mereka ingin diperhatikan dalam tujuannya dan
dapat memberikan perhatian atas klompok tersebut.
Kebutuhan cinta seorang anak oleh ibunya, itu sanggat berpengaruh terhadap tumbuh
kembang anak misal seorang anak tercukupi kebutuhan akan kasih sayang maka
perkembangan anak akan optimal berupa fisik maupun psikologinya karena perhatian yang
di berikan ibu kepada anaknya.
Teori Dua-Faktor
Sementara itu, pendekatan lain yang digunakan untuk mengetahui sumber motivasi
seseorang dalam menyelesaikan suatu pekerjaan dikemukakan oleh Frederick Herzberg
dengan teori dua faktor/motivasi kesehatan (two-factor atau motivation hygiene theory).
Teori dua-faktor yang dikemukakan oleh Herzberg pada dasarnya merupakan
pengembangan dari teori kebutuhan berjenjang dari Abraham Maslow. Menurut teori dua-
faktor Herzberg, dalam menunaikan tugas/pekerjaannya, karyawan sangat dipengaruhi oleh
dua faktor penting, yaitu faktor dissatisfiers/hygiene dan faktor motivator. Faktor
ketidakpuasan (dissastisfiers factor) atau faktor kesehatan (hygiene factor) merupakan
faktor yang mempertahankan/menjaga tingkat motivasi kerja karyawan jika faktor tersebut
diberikan secara tepat. Jika faktor kesehatan tersebut diberikan tidak tepat justru akan
berdampak pada menurunnya semangat atau motivasi kerja karyawan. Sementara itu, faktor
pendorong (motivator factor) merupakan faktor penting yang mampu memberikan
dorongan atau motivasi kerja bagi para karyawannya.
10 Prinsip Mendengarkan
Pendengar yang baik tidak hanya akan mendengarkan apa yang dikatakan, tetapi juga apa
yang dibiarkan tidak terucapkan atau hunya sebagian yang dikatakan. Oleh karena itu.
mendengarkan yang efektif melibatkan mengamati bahasa tubuh dan memperhatikan
ketidakkonsistenan antara pesan verbal dan non-verbal, serta apa yang dikatakan pada saat
tertentu. Misalnya, jika seseorang memberi tahu Anda bahwa mereka bahagia dengan hidup
mereka tetapi melalui gigi yang tergerai atau dengan air mata memenuhi mata mereka.
Anda harus mempertimbangkan bahwa pesan verbal dan non-verbal bertentangan. Mungkin
mereka tidak bersungguh-sungguh dengan apa yang mereka katakan. Oleh karena itu
mendengarkan bukan hanya masalah menggunakan telinga Anda, tetapi juga mata Anda.
Ada sepuluh prinsip di balik mendengarkan yang sangat baik, yaitu sebagai berikut:
1) Berhenti Berbicara
Jangan bicara, dan dengarkan! Ketika orang lain berbicara dengarkan apa yang
mereka katakan, jangan menyela. Bicarakan atau selesaikan kalimat mereka untuk
mereka. Berhenti, dengarkan saja. Ketika orang lain selesai berbicara. Anda
mungkin perlu mengklarifikasi untuk memastikan Anda: telah menerima pesan
mereka secara akurat.
2) Persiapkan Diri Anda untuk Mendengarkan Bersantai. Fokus pada pembicara.
Singkirkan hal-hal lain dari pikiran. Pikiran manusia mudah teralihkan oleh pikiran-
pikiran lain untuk apa makan siang, jam berapa saya harus pergi untuk naik kereta,
apakah akan turun hujan. Cobalah untuk menyingkirkan pikiran-pikiran lain dan
berkonsentrasi pada pesan-pesan yang sedang dikomunikasikan.
3) Buat Pembicara dengan Mudah
Bantu pembicara untuk merasa bebas berbicara. Ingat kebutuhan dan kekhawatiran
mereka. Mengangguk atau menggunakan gerakan atau kata lain untuk mendorong
mereka untuk melanjutkan. Pertahankan kontak mata tetapi jangan menatap-
tunjukkan bahwa Anda mendengarkan dan memahami apa yang dikatakan.
4) Hilangkan Gangguan
Fokus pada apa yang dikatakan. Jangan menggambar, mengacak kertas, melihat
keluar jendela, mengambil kuku Anda atau yang sejenisnya. Hindari interupsi yang
tidak perlu. Perilaku ini mengganggu proses mendengarkan dan mengirim pesan ke
pembicara yang Anda bosan atau terganggu.
5) Berempati
Cobalah untuk memahami sudut pandang orang lain. Lihatlah masalah dari sudut
pandang mereka. Lepaskan ide yang sudah terbentuk sebelumnya. Dengan memiliki
pikiran terbuka kita dapat lebih sepenuhnya berempati dengan pembicara. Jika
pembicara mengatakan sesuatu yang tidak Anda setujui maka tunggu dan bangun
argumen untuk melawan apa yang dikatakan tetapi tetaplah terbuka terhadap
pandangan dan pendapat orang lain.
6) Bersabarlah
Jeda, bahkan jeda yang panjang, tidak berarti bahwa pembicara telah selesai. Sabar
dan biarkan pembicara melanjutkan waktu mereka sendiri, kadang-kadang butuh
waktu untuk merumuskan apa yang harus dikatakan dan bagaimana mengatakannya.
Jangan perali menyela atau menyelesaikan kalimat untuk seseorang
7) Hindari Prasangka Pribadi
Cobalah bersikap tidak memihak. Jangan jengkel dan jangan biarkan kebiasaan atau
tingkah laku orang itu mengalihkan perhatian Anda dari apa yang dikatakan
pembicara. Setiap orang memiliki cara bicara yang berbeda. Beberapa orang
misalnya lebih gugup atau malu daripada yang lain, beberapa memiliki aksen
regional atau membuat gerakan lengan berlebihan, beberapa orang suka mondar-
mandir saat berbicara - yang lain suka duduk diam. Fokus pada apa yang dikatakan
dan cobalah untuk mengabaikan gaya pengiriman.
8) Dengarkan Nada Volume dan nada keduanya menambah apa yang dikatakan
seseorang. Seorang pembicara yang baik akan menggunakan volume dan nada
untuk keuntungan mereka agar audiensi tetap perhatian: setiap orang akan
menggunakan nada, nada dan
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pemberdayaan teknologi informasi saat sekarang ini sudah merupakan kebutuhan
yang dimiliki dan harus dipenuhi oleh semua perusahaan, baik perusahaan berskala besar
maupun perusahaan berskala kecil agar mempunyai daya saing yang kompetitif. Solusi
manajemen TI bagi perusahaan yang berskala kecil antara lain yang penting perusahaan
mempunyai kemampuan untuk mengelola aplikasi, sistem, jaringan, dan internet. Dalam
perusahaan harus ada kepercayaan (accountability) terhadap semua pihak yang terlibat dan
ada ketangguhan dalam menghadapi perubahan yang cepat.
Kondisi saat ini serta masa-masa mendatang, para analis memprediksikan bahwa
pengelolaan teknologi informasi melalui e-business maupun e-commerce merupakan kunci
keberhasilan dalam memenangkan persaingan. Oleh karena itu jika sebuah perusahaan
tidak melakukan hal tersebut akan kalah bersaing dengan para pesaingnya (kompetitornya).
Untuk itu pengelolaan teknologi sudah merupakan suatu keharusan bagi setiap perusahaan
untuk dapat meraih keunggulan yang kompetitif.
3.2 Saran
1. Institusi Penelitian ini masih perlu dilakukan pengembangan, oleh karena itu untuk
penelitian mendatang terhadap e-commerce perlu dikaji lebih lanjut mengenai analisis
hambatan bisnis online.
2. Masyarakat, Khususnya Mahasiswa Dapat mengkaji hasil penelitian ini sebagai
pembelajaran sebelum melakukan bisnis online, baik itu sebagai penjual, reseller, maupun
pembeli.
DAFTAR PUSTAKA
Wardhana, Aditya (2015). Strategi Digital Marketing dan Implikasinya pada Keunggulan
Bersaing UKM di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Forum Keuangan dan
Bisnis IV.
Aziz, Azwar (2012). Pemanfaatan Teknologi Informasi dalam Pengembangan Bisnis Pos.
Jakarta