Anda di halaman 1dari 4

KEKABURAN NORMA (HUKUM) DALAM SISTEM PIDANA DAN VONIS

HUKUMAN BHARADA E DALAM KASUS PEMBUNUHAN BRIGADIR J

❖ LATAR BELAKANG

Kasus pembunuhan yang kontroversi di Indonesia dan cukup menjadi topik hangat
beberapa bulan terakhir karena melibatkan beberapa aparat negara didalamnya . Kasus ini menjadi
bahan utama dalam pemberitaan dalam media cetak hingga elektronik , salah satu yang menjadi
subjek utama yang menjadi topik hangat yaitu adanya salah satu tokoh yang bernama Richard
Eliezer Pudihang alias Bharada E yang menjadi salah satu pelaku di kasus kematian brigadier
Nofriyansah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. dalam perkara ini bharad a E menjadi orang yang
menembak brigadir J atas perintah jabatan dari atasannya yaitu Ferdi Sambo. Selama proses
penyidikan bharad E menjadi saksi mahkota atau saksi kunci yang mengungkap kasus
pembunuhan ini. Dari mulai dakwaan hingga sampai ketuntutan jaksa penuntut umum meminta
majelis untuk menjatuhkan vonis selama 12 tahun penjara dengan dalil bahwa Bharade E telah
menyakinkan dan sah dalam melakukan pembunuhan terhadap Brigadir J. kemudian ia juga
dituntut dengan pasal 340 juncto 55 ayat (1) KUHP mengenai penyertaan. Kemudian jaksa juga
menekankan bahwa Bharada E merupakan eksekutor dalam menghilangkan nyawa Brigadir J yang
dimana perbuatan terdakwa ini membuat keresahan dan kontroversi dalam masyrakat.

Kasus ini menjadi sangat kontoversi dalam masyarakat, karena masyrakat menganggap
bahwa Bharada E tidak bersalah, hal ini dilatarkan bahwa selama jalannya persidangan Bharada E
lah yang membantu dalam mengungkapkan kebenaran dan membongkar segalanya di persidangan
dan tentu hal tersebut sangat menarik simpati masyarakat. hingga dengan sampainya dalam
putusan Akhir, Hakim mevonis Bharada E dengan hukuman penjara 1 tahun 6 bulan yang dimana
hal ini sangat jauh dari tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum. Hal yang menggaris
besari mengenai vonis hakim tersebut adalah Hakim menyatakan bahwa Bharada E merupakan
Saksi kolabolator, yang dimana Bharada E merupakan orang yang mengungkapkan kebenaran
hingga menemukan titik terangnya namun dalam kenyataannya saksi kolaborator merupakan saksi
yang tidak boleh dikenai dengan sanksi pidana, jdi apa yang mendasari hakim dalam memutuskan
putusan tersebut ? dan bukankah hal tersebut mengakibatkan kekaburan Norma?.
❖ LANDASAN TEORI
Dalam analisis ini saya menggunakan Teori Normatif dan teori kepastian
hukum, teori kepastian hukum merupakan bagaimana putusan tersebut dapat
dilaksanakan. menurut saya mengenai putusan majelis untuk Bharada E ,Yang dimana
kepastian hukumnya belum terlihat jelas dalam penetapan system pidananya dan kemudian
jika disandingkan dengan Teori Normatif kita dapat mengetahui apa yang menyebabkan
kekaburan hukum atau norma didalam kasus ini.

❖ RUMUSAN MASALAH
Bagaimana pengaturan justice kolabolator untuk Bharada E dan apakah terjadi kekaburan
hukum didalamnya?

❖ PEMBAHASAN
Berdasarkan kasus pembunuhan yang dilakukan oleh Bharada E maka dapat
dikatakan ia juga melanggar pasal 338 KUHP mengenai pembunuhan berencana . Setelah
putusan yang disampaikan oleh Hakim kita mengetahui bahwa Bharada E merupakan
Justice Kolaborator yang dimana secara penafsirannya hakim tid ak bisa menuntut secara
hukumnya baik disegi pidana atau perdata namun, pada faktanya hakim memutuskan
Bharada E dengan sanksi penjara 1 tahun 6 bulan. Jika merujuk pada teori kepastian hukum
tentunya penafsirannya harus jelas dan dapat mudah untuk dipahami, pada
pembahasan ini saya dapat melihat adanya kekaburan norma didalamnya yang dimana
penafsiran hukum sulit untuk dipahami. Menurut saya , mengapa hal ini bisa menjadi
kekaburan Norma, karena pada dasarnya hakim tidak menjelaskan secara jelas mengenai
Putusan tersebut dan bagaimana penafsiran tentang Justice Kolabolator yang menyebabkan
kontroversi dan kurangnya pemahaman dalam kalangan masyarakat yang tidak mengerti
persoalan ini. Memang benar adanya bahwa justice kolabolator memiliki penafsiran yang
luas salah satunya dengan penafsiran eksentif, penafsiran eksentif sendiri merupakan
penafsiran dimana hakim bebas dalam menafsirkan dasar hukum yang jelas dalam
mengadili suatu perkara yang diajukan kepadanya, namun tetap adanya bahwa hal tersebut
menyebabkan kekaburan norma didalamnya karena tidak adanya penjelasan mengenai
penafsiran apa yang digunakan pada kasus ini yang dimana kita juga mengetahui system
peradilan pidana diindonesia menggunakan system civil law yang menggunakan banyak
sumber hukum, teori dan yurisprudensi didalamnya dan ini tentu saja dalam pemutusan
perkara hakim menggunakan teori dan sumber hukum dalam putusannya tapi alangkah
baiknya jika hal tersebut lebih jelas dan mudah dipahami karena yang saya tau diindonesia
jarang sekali ditemukan kasus dengan Justice kolabolator apalagi ini dalam kasus
pembunuhan yang dimana pelaku tersebut merupakan salah satu pelaku utama, yang
menyebabkan kontroversi pula dalam masyarakat.atas dasar bahan pertimbangan
bahwasannya Bharada E merupakan orang yang membuka kebenaran dalam kasus
sehingga ia menjadi justice kolabolator yang kemudian ia dihukum sanksi nya secara
ringan. Kemudian hal yang menurut saya, terjadinya kekaburan hukum atau norma juga
karena kurangnya kepastian hukum didalamnya karena JPU mendakwai Bharada E dengan
pasal 55 Kuhp tentang penyertaan dan pasal 338 Kuhp yang dimana menurut saya sedikit
rancu apabila menerapkan ini kepada Bharada E yang dimana ia merupakan termasuk
pelaku utama dengan hukuman sesingkat itu dalam kasus pembunuhan berencana.
Dalam analisis kasus saya ini, lebih menjelaskan letak kekaburan hukumnya dan
bagaimana dalam system pidana Indonesia yang menganut civil law sehingga memang
penafsiran hukum atau dasar serta teori hukum sangat luas sehingga tidak jarang terjadi
kekaburan hukum didalamnya. Dalam analisis ini saya juga mengetahui salah satu yang
menjadi dasar mengapa hakim menggunakan metode penafsiran eksentif hal tersebut
karena penafsiran ini dapat memberikan kejelasan dalam peristiwa yang banyak
pertentangan, namun tetap saja kurang nya pengertian dan kejelasan menyebabkan hal ini
mengalami kekaburan hukum dalam masyarakat sehingga sampai saat ini mengenai
putusan tersebut asih menjadi kontroversi.
DAFTAR PUSTAKA
Adha,Asprilla Dwi. 2023. “Bharada E dituntut 12 penjara dikasus pembunuhan Brigadir
J”. ccn Indonesia. www.cnnindonesia.com. Diakses 10.00 wib

Christiano, Hwian. 2010. “Batasan dan perkembangan penafsiran eksentif dalam hukum
pidana”. Journal Trunojoyo. Diakses 10.30 wib

Anda mungkin juga menyukai