Anda di halaman 1dari 23

Nomor

Revisi Ke

Berlaku tanggal

PANDUAN PELAYANAN KLINIS KIA

UPT PUSKESMAS MLARAK

KABUPATEN PONOROGO

Ditetapkan
Kepala UPT Puskesmas Mlarak

dr. Mietha Ferdiana Putri


NIP. 19870429 201411 2 001

DINAS KESEHATAN KABUPATEN PONOROGO

UPT PUSKESMAS MLARAK


Jl. Raya Jabung-Mlarak No 181 Desa Nglumpang Kec. Mlarak Kab. Ponorogo
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota


yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu
wilayah kerja. UPT Puskesmas Mlarak adalah salah satu dari UPT Dinas Kesehatan
Kabupaten Ponorogo dengan wilayah kerja yang mencakup 10 kelurahan dari 19
kelurahan di Kecamatan Ponorogo.

Latar belakang Sistem Kesehatan Nasional merumuskan bahwa


pembangunan nasional di bidang kesehatan bertujuan tercapainya derajad
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan kesehatan
diselenggarakan oleh semua komponen bangsa baik pemerintah, pemerintah
daerah, dan atau masyarakat secara sinergis, berhasil guna dan berdaya guna
sehingga terwujud derajad kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya melalui
prinsip prinsip perikemanusiaan pemberdayaan dan kemandirian masyarakat adil
dan rata serta mengutamakan manfaat. Pelayanan kesehatan adalah upaya yang
diberikan kepada masyarakat mencakup perencanaan, pelaksanaan, evaluasi,
pencataan dan pelaporan yang dituangkan dalam satu sistem. Puskesmas
mempunyai tugas melaksanakan kebijakan sinergis untuk mencapai tujuan
pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung
terwujudnya kecamatan sehat . AKI dan AKB di Indonesia yang masih cukup tinggi
membutuhkan pelayanan kesehatan yang sesuai standart dan tenaga kesehatan
yang memiliki muatan pengetahuan , ketrampilan dan skill yang berkualitas. Untuk
terlaksananya pelayanan di Puskesmas yang sesuai standart diperlukan pedoman
pelayanan. Pedoman pelayanan di ruang KIA/KB dibuat sesuai acuan pelaksaan
pelayanan KIA/KB

Puskesmas merupakan ujung tombak terdepan dalam pembangunan


kesehatan dan mempunyai peran besar dalam upaya mencapai tujuan
pembangunan kesehatan tersebut di atas. Upaya kesehatan yang diselenggarakan
di Puskesmas terdiri dari pelayanan kesehatan Perseorangan primer dan pelayanan
kesehatan masyarakat primer. Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi
upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pilihan. Oleh karena upaya pelayanan
KIA/KB Puskesmas merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari
pelaksanaan upaya kesehatan di Puskesmas, maka Puskesmas wajib

1
menyelenggarakan KIA di Puskesmas. Dengan makin berkembangnya teknologi
kesehatan, meningkatnya tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang
berkualitas, adanya transisi epidemiologi penyakit, perubahan struktur demografi,
otonomi daerah, serta masuknya pasar bebas, maka Puskesmas diharapkan
mengembangkan dan meningkatkan mutu layanannya. Untuk meningkatkan mutu
pelayanan yang optimal, maka diperlukan kegiatan yang dapat menentukan
diagnosa penyakit secara pasti yaitu pelayanan KIA/KB yang bermutu.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Terlaksananya pelayanan KIA / KB yang bermutu di UPT Puskesmas Ponorogo
Utara.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat digunakan sebagai panduan bagi tenaga kesehatan dalam
melaksanakan pelayanan KIA / KB di UPT Puskesmas Ponorogo Utara.
b. Sebagai acuan dalam pembiayaan setiap tindakan pelayanan KIA / KB di
UPT Puskesmas Ponorogo Utara
c. Merupakan landasan hokum dalam menjalankan profesi KIA / KB di UPT
Puskesmas Ponorogo Utara
d. Sebagai acuan untuk membuat standar operasional prosedur pelayanan KIA /
KB di UPT Puskesmas Ponorogo Utara

C. SASARAN
Sasaran Panduan Pelayanan Klinis KIA/KB adalah bidan yang memberikan
pelayanan KIA / KB di UPT Puskesmas Ponorogo Utara

D. RUANG LINGKUP PELAYANAN


1. Pelayanan klinik Kebidanan : Melaksanakan pemeriksaan kehamilan, deteksi
kehamilan resiko tinggi
2. Melaksanakan pelayanan post partum lanjutan
3. Melakukan pemeriksaan bayi baru lahir
4. Melakukan pelayanan pemeriksaan balita dan MTBS
5. Melakukan pelayanan KB
6. Melakukan pelayanan IVA

E. LANDASAN HUKUM
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75
TAHUN 2015 TENTANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT ( PUSKESMAS ).

2
BAB II
DAFTAR PANDUAN PELAYANAN KLINIS KIA/KB

A. PENYAKIT BALITA/APRAS KIA/KB


1. DIARE
Diare adalah peradangan mukosa lambung dan usus halus yang ditandai
dengan diare dengan frekuensi 3 kali atau lebih dalam waktu 24 jam. Apabila
diare > 30 hari disebut kronis. WHO (World Health Organization)
mendefinisikan diare akut sebagai diare yang biasanya berlangsung selama 3
– 7 hari tetapi dapat pula berlangsung sampai 14 hari. Diare persisten adalah
episode diare yang diperkirakan penyebabnya adalah infeksi dan mulainya
sebagai diare akut tetapi berakhir lebih dari 14 hari, serta kondisi ini
menyebabkan malnutrisi dan berisiko tinggi menyebabkan kematian.
Gastroenteritis lebih sering terjadi pada anak-anak karena daya tahan
tubuh yang belum optimal. Diare merupakan salah satu penyebab angka
morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada anak di bawah umur lima tahun di
seluruh dunia, yaitu mencapai 1 milyar kesakitan dan 3 juta kematian per
tahun. Penyebab gastroenteritis antara lain infeksi, malabsorbsi, keracunan
atau alergi makanan dan psikologis penderita.
Infeksi yang menyebabkan GE akibat Entamoeba histolytica disebut
disentri, bila disebabkan oleh Giardia lamblia disebut giardiasis, sedangkan bila
disebabkan oleh Vibrio cholera disebut kolera.
Hasil Anamnesis (Subjective)
a. Keluhan
b. Pasien datang ke dokter karena buang air besar (BAB) lembek atau cair,
dapat bercampur darah atau lendir, dengan frekuensi 3 kali atau lebih
dalam waktu 24 jam. Dapat disertai rasa tidak nyaman di perut (nyeri atau
kembung), mual dan muntah serta tenesmus.
c. Setiap kali diare, BAB dapat menghasilkan volume yang besar (asal dari
usus kecil) atau volume yang kecil (asal dari usus besar). Bila diare disertai
demam maka diduga erat terjadi infeksi.
d. Bila terjadinya diare didahului oleh makan atau minum dari sumber yang
kurang higienenya, GE dapat disebabkan oleh infeksi. Riwayat bepergian
ke daerah dengan wabah diare, riwayat intoleransi laktosa (terutama pada
bayi), konsumsi makanan iritatif, minum jamu, diet cola, atau makan obat-
obatan seperti laksatif, magnesium hidroklorida, magnesium sitrat, obat
jantung quinidine, obat gout (kolkisin), diuretika (furosemid, tiazid), toksin
(arsenik, organofosfat), insektisida, kafein, metil xantine, agen endokrin

3
(preparat pengantian tiroid), misoprostol, mesalamin, antikolinesterase dan
obat-obat diet perlu diketahui.
e. Selain itu, kondisi imunokompromais (HIV/AIDS) dan demam tifoid perlu
diidentifikasi.
f. Pada pasien anak ditanyakan secara jelas gejala diare:
 Perjalanan penyakit diare yaitu lamanya diare berlangsung, kapan diare
muncul (saat neonatus, bayi, atau anak-anak) untuk mengetahui, apakah
termasuk diare kongenital atau didapat, frekuensi BAB, konsistensi dari
feses, ada tidaknya darah dalam tinja
 Mencari faktor-faktor risiko penyebab diare
 Gejala penyerta: sakit perut, kembung, banyak gas, gagal tumbuh.
 Riwayat bepergian, tinggal di tempat penitipan anak merupakan risiko
untukdiare infeksi.
g. Faktor Risiko
 Higiene pribadi dan sanitasi lingkungan yang kurang.
 Riwayat intoleransi laktosa, riwayat alergi obat.
 Infeksi HIV atau infeksi menular seksual.
h. Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
 Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh,
frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah.
 Mencari tanda-tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus, dan turgor
kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan lainnya: ubun-ubun besar
cekung atau tidak, mata: cekung atau tidak, ada atau tidaknya air mata,
bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah.
 Pernapasan yang cepat indikasi adanya asidosis metabolik.
 Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia.
 Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat
menentukan derajat dehidrasi yang terjadi.
 Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara:
obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama
diare. Subyektif dengan menggunakan kriteria. Pada anak menggunakan
kriteria WHO 1995.

Penegakan Diagnosis (Assessment)


1. Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis (BAB cair lebih dari 3 kali
sehari) dan pemeriksaan fisik (ditemukan tanda-tanda hipovolemik dan

4
pemeriksaan konsistensi BAB). Untuk diagnosis defenitif dilakukan
pemeriksaan penunjang.
2. Diagnosis Banding
Demam tifoid, Kriptosporidia (pada penderita HIV), Kolitis
pseudomembran
3. Komplikasi
Syok hipovolemik
Penatalaksanaan komprehensif (Plan)
a. Penatalaksanaan pada Pasien Anak
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah
LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh
Ikatan Dokter Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi
bukan satu-satunya cara untuk mengatasi diare tetapi memperbaiki
kondisi usus serta mempercepat penyembuhan/menghentikan diare dan
mencegah anak kekurangan gizi akibat diare juga menjadi cara untuk
mengobati diare. Adapun program LINTAS DIARE yaitu:
1. Rehidrasi menggunakan Oralit osmolalitas rendah
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari
rumah tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila
tidak tersedia berikan cairan rumah tangga seperti larutan air garam.
Oralit saat ini yang beredar di pasaran sudah oralit yang baru dengan
osmolaritas yang rendah, yang dapat mengurangi rasa mual dan
muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare
untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum
harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat
pertolongan cairan melalui infus.
Pemberian oralit didasarkan pada derajat dehidrasi (Kemenkes RI,
2011).
a. Diare tanpa dehidrasi
 Umur < 1 tahun: ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret (50– 100
ml)
 Umur 1 – 4 tahun: ½-1 gelas setiap kali anak mencret (100–200
ml)
 Umur diatas 5 Tahun: 1–1½ gelas setiap kali anak mencret
(200– 300 ml)
b. Diare dengan dehidrasi ringan sedang
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan
selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa
dehidrasi.

5
c. Diare dengan dehidrasi berat
 Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke
Puskesmas untuk diinfus.
 Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan harus diberikan
dengan sendok dengan cara 1 sendok setiap 1 sampai 2 menit.
Pemberian dengan botol tidak boleh dilakukan. Anak yang lebih
besar dapat minum langsung dari gelas. Bila terjadi muntah
hentikan dulu selama 10 menit kemudian mulai lagi perlahan-
lahan misalnya 1 sendok setiap 2-3 menit. Pemberian cairan ini
dilanjutkan sampai dengan diare berhenti.
 Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
Pemberian zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama
dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air
besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan
kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.
Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc
segera saat anak mengalami diare.
Dosis pemberian Zinc pada balita:
• Umur < 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari selama 10 hari.
• Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah
berhenti.
Cara pemberian tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1 sendok
makan air matang atau ASI, sesudah larut berikan pada anak
diare.
2. Teruskan pemberian ASI dan Makanan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan
gizi pada penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh
serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum
ASI harus lebih sering diberi ASI. Anak yang minum susu formula juga
diberikan lebih sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih
termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus
diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih
sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan
ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan
beratbadan
3. Antibiotik Selektif
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya
kejadian diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika

6
hanya bermanfaat pada penderita diare dengan darah (sebagian
besar karena Shigellosis) dan suspek kolera
Obat-obatan anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang
menderita diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah
tidak dianjurkan kecuali muntah berat. Obat-obatan ini tidak
mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, bahkan
sebagian besar menimbulkan efek samping yang berbahaya dan bisa
berakibat fatal. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti diare
disebabkan oleh parasit (amuba, giardia).
4. Nasihat kepada orang tua/pengasuh
Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus
diberi nasehat tentang:
Cara memberikan cairan dan obat di rumah
Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :
 Diare lebih sering
 Muntah berulang
 Sangat haus
 Makan/minum sedikit
 Timbul demam
 Tinja berdarah
 Tidak membaik dalam 3 hari.
5. Konseling dan Edukasi
Pencegahan diare menurut Pedoman Tatalaksana Diare Departemen
Kesehatan RI (2006) adalah sebagai berikut:
1. Pemberian makanan pendamping ASI
2. Menggunakan air bersih yang cukup
3. Mencuci tangan
4. Menggunakan jamban
5. Membuang tinja bayi dengan benar
6. Pemberian imunisasi campak
Kriteria Rujukan
1. Anak diare dengan dehidrasi berat dan tidak ada fasilitas rawat inap dan
pemasangan intravena.
2. Jika rehidrasi tidak dapat dilakukan atau tercapai dalam 3 jam pertama
penanganan.
3. Anak dengan diare persisten
4. Anak dengan syok hipovolemik \

7
Peralatan
Infus set, cairan intravena, peralatan laboratorium untuk pemeriksaan darah
rutin, feses dan WIDAL
Prognosis
Prognosis sangat tergantung pada kondisi pasien saat datang, ada/tidaknya
komplikasi, dan pengobatannya, sehingga umumnya prognosis adalah dubia
ad bonam. Bila kondisi saat datang dengan dehidrasi berat, prognosis dapat
menjadi dubia ad malam.

2. INFEKSI SALURAN PERNAFASAN


Infeksi saluran pernapasan atas atau upper respiratory tract infections (URI/URTI),
yang meliputi rongga hidung, sinus (rongga berisi udara yang terdapat di sekitar
pipi, hidung dan mata), faring (terletak di belakang hidung dan mulut), dan laring
(pangkal tenggorokan). Infeksi ini dapat berakibat kepada penyakit pilek, radang
sinus atau sinusitis, radang amandel atau tonsillitis, radang pita suara atau
laringitis, dan influenza.
Infeksi saluran pernapasan bawah atau lower respiratory tract
infections (LRI/LRTI), yang meliputi trakea (batang tenggorokan), bronkus,
bronkiolus, dan paru-paru. Infeksi ini dapat berakibat kepada penyakit seperti
radang pada tabung bronkus atau bronkitis, bronkiolitis, influenza, tuberkulosis
dan pneumonia.
Kasus infeksi saluran pernapasan yang paling umum ditemui pada penderita
dewasa maupun anak-anak adalah pilek. Infeksi saluran pernapasan dapat
menyebar melalui kontak langsung maupun tidak langsung sehingga penting
untuk mengetahui apa saja penyebab, gejala, dan penanganan infeksi penyakit ini.
Penyebab Infeksi Saluran Pernapasan
Infeksi saluran pernapasan dapat disebabkan oleh virus, bakteri, atau
organisme lain. Infeksi bakteri sekunder juga dapat terjadi pada penderita infeksi
saluran pernapasan atas maupun bawah.
Infeksi saluran pernapasan dapat menyebar melalui udara atau sentuhan. Anda
dapat tertular infeksi ketika menghirup udara yang mengandung percikan air dari
seorang penderita yang bersin atau batuk. Infeksi juga dapat menular bila Anda
sebelumnya menyentuh hidung atau mata lalu menyentuh permukaan suatu
benda, yang mana kemudian orang lain menyentuh benda tersebut. Selain tempat
tinggal, penularan infeksi saluran pernapasan banyak terjadi di fasilitas-fasilitas
umum, seperti di sekolah dan tempat penitipan anak sehingga tingkat kebersihan
di area ini perlu dijaga sebaik mungkin.

Gejala Infeksi Saluran Pernapasan

8
Gejala infeksi saluran pernapasan yang paling umum adalah batuk. Meski
begitu, gejala yang berbeda juga dapat menyertai masing-masing infeksi saluran
pernapasan, seperti:
 Infeksi saluran pernapasan atas, pada umumnya memiliki gejala berupa hidung
tersumbat, hidung beringus, bersin-bersin, batuk, nyeri otot, dan sakit
tenggorokan. Gejala lain yang mungkin timbul adalah hilangnya daya
penciuman dan perasa, tekanan pada telinga, rasa perih ringan pada mata,
dan demam.
 Infeksi saluran pernapasan bawah, dapat memiliki gejala berupa batuk
berdahak, meningkatnya ritme pernapasan, napas yang tersengal-sengal atau
sesak napas, sesak pada dada, dan mengi. Gejala lain yang mungkin timbul
adalah demam yang berulang, kesulitan makan, dan kurang tidur pada bayi
dan anak-anak.
 Gejala lain yang perlu diwaspadai adalah batuk yang berlangsung hingga
berminggu-minggu, timbul rasa sakit pada dada, kehilangan berat badan,
hingga batuk berdarah yang bisa menjadi penyebab paru-paru basah atau
pneumonia. Segera temui dokter untuk memastikan diagnosis serta
penanganan medis.
Diagnosis Infeksi Saluran Pernapasan
Selain memerhatikan gejala-gejala yang muncul, seperti demam, diagnosis
infeksi saluran pernapasan dapat dilakukan dengan cara memeriksa dan
mengamati kondisi fisik penderita. Dokter mungkin akan mengukur dan memantau
level oksigen dalam darah, atau melakukan pulse oximetry. Metode ini berguna
untuk mengetahui apakah seseorang memiliki gangguan pernapasan dengan
melihat tingkat jenuh oksigen. Misalnya pada kondisi pneumonia, tingkat jenuh
oksigen dapat mencapai 95 persen atau kurang.
Dokter juga akan mengamati dan menghitung tingkat pernapasan menurut usia,
pergerakan dada saat bernapas, atau tes tuberkulin pada kulit untuk mengetahui
risiko penyakit tuberkulosis, radiografi dada, tes urine, hingga tes darah untuk
memastikan diagnosis infeksi saluran pernapasan.
Pengobatan Infeksi Saluran Pernapasan
A. Klasifikasi pnemonia berat atau sangat berat bila adanya Pemeriksaan tanda
bahaya umum atau tarikan dinding dada ke dalam atau stridor
1. Petugas memberikan dosis pertama antibiotik yang sesuai
2. Petugas merujuk segera
B. Klasifikasi pnemonia bila ada nafas cepat
1. Petugas memberi antiibiotik yang sesuai
2. Petugas memberi pelega tenggorokan dan pereda batuk yang aman
3. Petugas menasehati agar pasien berkunjung 2 hari lagi

9
C. Klasifikasi batuk bukan pnemonia bila tidak ada tanda-tanda pnemonia atau
penyakit sangat berat
1. Petugas memberi pelega tenggorokan dan pereda batuk yang aman
2. Petugas merujuk untuk pemeriksaan lanjutan bila batuk lebih dari 3
minggu
3. Petugas menasehati untuk kembali berkunjung bula dalam 5 hari tidak
ada perbaikan.
B. KEBIDANAN
1. ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA KEHAMILAN
Masalah Kesehatan
Anemia dalam kehamilan adalah kelainan pada ibu hamil dengan kadar
hemoglobin < 11g/dl pada trimester I dan III atau <10,5 g/dl pada trimester II.
Penyebab tersering anemia pada kehamilan adalah defisiensi besi, perdarahan
akut, dan defisiensi asam folat.
Hasil Anamnesis (Subjective)
 Keluhan
 Badan lemah, lesu
 Mudah lelah
 Mata berkunang-kunang
 Tampak pucat
 Telinga mendenging
 Pica: keinginan untuk memakan bahan-bahan yang tidak lazim
Faktor Risiko : -
Faktor Predisposisi
1. Perdarahan kronis
2. Riwayat keluarga
3. Kecacingan
4. Gangguan intake (diet rendah zat besi,)
5. Gangguan absorbsi besi
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective )
Pemeriksaan Fisik Patognomonis
1. Konjungtiva anemis
2. Atrofi papil lidah
3. Stomatitis angularis (cheilosis)
4. Koilonichia: kuku sendok (spoon nail)
Pemeriksaan Penunjang
1. Kadar hemoglobin
2. Apusan darah tepi
Penegakan Diagnostik (Assessment)

10
Diagnosis Klinis
Kadar Hb < 11 g/dl (pada trimester I dan III) atau< 10,5 g/dl (pada trimester II).
Apabila diagnosis anemia telah ditegakkan, lakukan pemeriksaan apusan darah
tepi untuk melihat morfologi sel darah merah.
Diagnosis Banding
Anemia akibat penyakit kronik, Trait Thalassemia, Anemia sideroblastik
Komplikasi : -
Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
1. Petugas melakukan anamnesa
2. Petugas melakukan pemeriksaan fisik.
a. terdapat konjungtiva anemis
b. atropi papil lidah
c. stomatitis angularis
d. koilonicia : kuku sendok (spoon nail)
3. Petugas membuat rujukan pemeriksaan hemoglobin dan golongan darah,
menyerahkan kepada pasien untuk di bawa ke laboratorium dan hasilnya
dibawa kembali ke ruang KIA.
4. Petugas menegakkan diagnosa.
5. Petugas memberikan resep vitamin tablet tambah darah pada pasien untuk
pengambilan obat
6. Petugas merujuk bila dibutuhkan
7. KIE
8. Dokumentasi
Kriteria Rujukan
1. Pemeriksaan penunjang menentukan jenis anemia yang ibu derita
2. Anemia yang tidak membaik dengan pemberian suplementasi besi selama 3
bulan
3. Anemia yang disertasi perdarahan kronis, agar dicari sumber perdarahan dan
ditangani.
Peralatan
Laboratorium untuk pemeriksaan darah rutin
Prognosis
Prognosis umumnya adalah bonam, sembuh tanpa komplikasI
2. EMESIS GRAVIDARUM
Emesis gravidarum adalah mual dan muntah pada ibu hamil yang yang terjadi
pada awal kehamilan. Pada morning sickness, mual dan muntah biasanya hanya
berlangsung dalam 14 minggu pertama periode kehamilan dan umumnya dialami
di pagi hari. Namun pada kasus hiperemesis gravidarum, mual atau muntah bisa

11
terus berlangsung lebih dari 14 minggu atau bahkan hingga bayi lahir. Gejalanya
pun bisa muncul sepanjang hari dan bukan di pagi hari saja. Tercatat ada
beberapa penderita hiperemesis gravidarum yang mengalami mual hingga 50
kali dalam sehari. Hiperemesis gravidarum tidak boleh diabaikan dan harus
ditangani secara medis. Selain dapat mengganggu aktivitas sehari-hari, kondisi
ini juga dapat berpengaruh buruk pada kesehatan fisik dan psikologis
penderitanya, serta pertumbuhan bayi di dalam kandungan.
Penatalaksanaan emesis gravidarum
1. Petugas melakukan pemeriksaan fisik terhadap pasien.
2. Petugas melakukan KIE tentang ibu hamil muda yang selalu dapat disertai
emesis gravidarum akan berangsur-angsur berkurang sampai umur
kehamilan 4 bulan
3. Petugas memberikan nasehat agar tidak terlalu cepat bangun dari tempat
tidur.
4. Petugas menasehati agar menganjurkan diet makan dengan porsi kecil
tetapi lebih sering, makanan yang merangsang timbulnya mual muntah
dihindari
5. Petugas memberikan nasehat banyak minum dan menghindari minuman
dan makanan yang asam untuk mengurangi iritasi lambung
6. Petugas memberikan resep vitamin yang diperlukan mediamer B6 sebagai
vitamin dan anti muntah dan vitamin B kompleks
7. Petugas memberikan jadwal kunjungan ulang 1 bulan atau sewaktu-waktu
bila ada keluhan  
8. Dokumentasi

3. FLOUR ALBOUS
Flour albous adalah keluarnya duh tubuh dari vagina secara fisiologis mengalami
perubahan sesuai dengan siklus menstruasi. Cairan kental dan lengket pada
seluruh siklus namun lebih cair dan bening ketika terjadi ovulasi. Masih dalam
batas normal bila duh tubuh vagina lebih banyak terjadi pada saat stres emosi,
kehamilan atau aktivitas seksual. Vaginal discharge yang patologis bila terjadi
perubahan-perubahan pada warna, konsistensi, volume, dan baunya.
PENATALAKSANAAN
1. Petugas melakukan anamnesa sesuai keluhan pasien
2. Petugas melakukan pemeriksaan Fisik (TTV, palpasi bimanual, inspekulo dan
penunjang sederhana (Objective)
3. Petugas melakukan penegakan diagnose sesuai dengan hasil anamnesa,
pemeriksaan fisik dan penunjang

12
a. Kandidiasis vaginitis, disebabkan oleh Candida Albicans, duh tubuh tidak
berbau, terdapat eritema vagina dan eritema satelit di luar vagina
b. Vaginosis bakterial (pertumbuhan bakteri anaerob, biasanya Gardnerella
vaginalis), memperlihatkan adanya duh putih/abu-abu yang melekat
disepanjang dinding vagina dan vulva, berbau amis
c. Cervisitis yang disebabkan oleh chlamydia, dengan gejala inflamasi
serviks yang mudah berdarah dan disertai duh mukopurulen
d. Trichomoniasis, seringkali asimtomatik, kalau bergejala, tampak duh
kuning kehijauan, duh berbuih, bau amis dan pH > 4,5
e. Pelvic inflammatory disease (PID) yang disebabkan oleh Chlamydia,
ditandai dengan nyeri abdomen bawah, dengan atau tanpa demam.
Servisitis bisa ditandai dengan kekakuan adneksa dan serviks pada nyeri
angkat palpasi bimanual.
f. Liken planus
g. Gonore
h. Infeksi menular seksual lainnya
i. Atau adanya benda asing (misalnya tampon atau kondom yang terlupa
diangkat)
4. Petugas memberikan penatalaksanaan awal sesuai dengan gejala
a. Vaginosis bakterial:
1) Metronidazole atau Clindamycin secara oral atau per vaginam.
2) Bila sedang hamil atau menyusui gunakan metronidazole 400mg 2x
sehari untuk 5-7 hari atau pervaginam.
3) Pasien yang menggunakan IUD tembaga dan mengalami vaginosis
bakterial dianjurkan untuk mengganti metode kontrasepsinya.
b. vulvovaginal kandidiosis:
1) Dapat diberikan antifungal oral atau pervaginam
2) Pasien dengan vulvovaginal candidiosis yang berulang dianjurkan
untuk memperoleh pengobatan paling lama 6 bulan.
3) Pada saat kehamilan, hindari obat anti-fungi oral, dan gunakan
ketokonazol topikal hingga 7 hari.
4) Hati-hati pada pasien pengguna kondom atau kontrasepsi lateks
lainnya, bahwa penggunaan antifungi lokal dapat merusak lateks
5) Pasien pengguna kontrasepsi pil kombinasi yang mengalami
vulvovaginal kandidiosis berulang, dipertimbangkan untuk
menggunakan metoda kontrasepsi lainnya

c. Chlamydia:
1) Doxycycline 100 mg 2xsehari untuk 7 hari

13
2) Ibu hamil dapat diberikan Amoxicillin 500mg 3x sehari untuk 7 hari
atau Eritromisin 500 mg 4x sehari untuk 7 hari
d. Trikomonas vaginalis:
1) Obat minum metronidazole efektif untuk mengobati trikomonas
vaginalis
2) Pasangan seksual pasien trikomonas vaginalis harus diperiksa dan
diobati bersama dengan pasien
3) Pasien HIV positif dengan trikomonas vaginalis lebih baik dengan
regimen oral penatalaksanaan beberapa hari dibanding dosis
tunggal .Petugas mengedukasi pasien tentang fluor albus, pentingnya
menjaga kebersihan diri khususnya daerah vagina.
4) Petugas menyerahkan resep kepada pasien
5) Petugas menganjurkan pasien untuk control ulang
6) Petugas mendokumentasikan

4. IBU HAMIL DENGAN KEK


Ibu hamil KEK adalah ibu hamil dengan kekurangan energi kronis karena adanya
ketidakseimbangan asupan gizi, sehingga zat gizi yang dibutuhkan tubuh tidak
tercukupi
PENATALKSANANAAN
a. Petugas melakukan anamnesa
b. Petugas melakukan pemeriksaan 10 T
c. Petugas meminta pasien menandatangani inform concent untuk
pemeriksaan laboratorium
d. Petugas melakukan rujukan laboratorium dan hasil dibawa kembali ke ruang
KIA
e. Petugas memberikan penyuluhan pada ibu hamil untuk makan-makanan
yang bergizi seperti sayur hijau, buah-buahan segar, makanan berprotein
f. Petugas menganjurkan ibu untuk istirahat cukup.
g. Petugas menulis resep (Kalsium Laktat, tablet Fe, vitamin).
h. Petugas melakukan rujukan intern/ kolaborasi dengan petugas gizi
i. Petugas mengatur jadwal kunjungan ulang dengan pasien.
j. Petugas melakukan dokumentasi
RUJUKAN :
Jika Pelayanan KIA / KB Puskesmas tidak mampu melakukan pemeriksaan dan
tindakan, maka pasien dirujuk ke rumah sakit / klinik swasta yang fasilitasnya
lebih lengkap.

5. EFEK SAMPING DAN KOMPLIKASI KB

14
A. Strategi pendekatan dalam program keluarga berencana antara lain :
1.      Pendekatan kemasyarakatan (community approach).
Diarahkan untuk meningkatkan dan menggalakkan peran serta
masyarakat (kepedulian) yang dibina dan dikembangkan secara
berkelanjutan.
2.      Pendekatan koordinasi aktif (active coordinative approach)
Mengkoordinasikan berbagai pelaksanaan program KB dan
pembangunan keluarga sejahtera sehingga dapat saling menunjang dan
mempunyai kekuatan yang sinergi kedalam mencapai tujuan dengan
menerapkan kemitraan sejajar.
3.      Pendekatan integrative (integrative approach)
Memadukan pelaksanaan kegiatan pembangunan agar dapat
mendorong dan menggerakkan potensi yang dimiliki oleh semua
masyarakat sehingga dapat menguntungkan dan memberi manfaat pada
semua pihak.
4.      Pendekatan kualitas (quality approach)
Meningkatkan kualitas pelayanan baik dari segi pemberi pelayanan
(provider) dan penerima pelayanan (klien) sesuai dengan situasi dan
kondisi.
5.      Pendekatan kemandirian (self rellant approach)
Memberikan peluang kepada sektor pembangunan lainnya dan
masyarakat yang telah mampu untuk segera mengambil alih peran dan
tanggung jawab dalam pelaksanaan program KB nasional.
6.      Pendekatan tiga dimensi ( three dimension approach)
Strategi tiga dimensi program KB sebagai pendekatan program KB
nasional, dimana program tersebut atas dasar survey pasangan usia
subur di Indonesia terhadap ajakan KIE yang terbagi menjadi tiga
kelompok, yaitu :
a.    15% PUS langsung merespon “ya” untuk ber-KB
b.    15-55% PUS merespon ragu-ragu“ untuk ber-KB
c.    30 % PUS merespon "tidak“ untuk ber-KB
Strategi tiga dimensi dibagi dalam tiga tahap pengelolaan program KB
sebagai berikut :
a.      Tahap perluasan jangkauan
Pola tahap ini penggarapan program lebih difokuskan lebih kepada
sasaran :

1)     Coverage wilayah

15
Penggarapan wilayah adalah penggarapan program KB lebih
diutamakan pada penggarapan wilayah potensial, seperti wilayah
Jawa, Bali dengan kondisi jumlah penduduk dan laju pertumbuhan
yang besar
2)     Coverage khalayak
Mengarah kepada upaya menjadi akseptor KB sebanyak-
banyaknya. Pada tahap ini pendekatan pelayanan KB didasarkan
pada pendekatan klinik.
b.      Tahap pelembagaan
Tahap ini untuk mengantisipasi keberhasilan pada tahap potensi
yaitu tahap perluasan jangkauan. Tahap coverage wilayah
diperluas jangkauan propinsi luar Jawa Bali. Tahap ini inkator
kuantitatif kesertaan ber-KB pada kisaran 45-65 % dengan prioritas
pelayanan kontrasepsi dengan metode jangka panjang, dengan
memanfaatkan momentum-momentum besar.
c.      Tahap pembudayaan program KB
Pada tahap coverage wilayah diperluas jangkauan propinsi seluruh
Indonesia. Sedangkan tahap coverage khalayak diperluas
jangkauan sisa PUS yang menolak, oleh sebab itu pendekatan
program KB dilengkapi dengan pendekatan Takesra dan Kukesra.
Adapun kegiatan / cara operasional pelayanan KB adalah sebagai
berikut :
1.      Pelayanan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)
Pelayanan komunikasi, informasi dan edukasi dilakukan
dengan memberikan penerangan konseling, advokasi,
penerangan kelompok (penyuluhan) dan penerangan massa
melalui media cetak, elektronik. Dengan penerangan, motivasi
diharapkan meningkat sehingga terjadi peningkatan
pengetahuan, perubahan sikap dan perilaku masyarakat
dalam berKB, melalui pendewasaan usia perkawinan,
pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga,
peningkatan kesejahteraan keluarga sehingga tercapai Norma
Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS)
2.      Pelayanan kontrasepsi dan pengayoman peserta KB
Dikembangkan program reproduksi keluarga sejahtera. Para
wanita baik sebagai calon ibu atau ibu, merupakan anggota
keluarga yang paling rentan mempunyai potensi yang besar
untuk mendapatkan KIE dan pelayanan KB yang tepat dan
benar dalam mempertahankan fungsi reproduksi. Reproduksi

16
sehat sejahtera adalah suatu keadaan sehat baik fisik, mental
dan kesejahteraan social secara utuh pada semua hal yang
berhubungan dengan system dan fungsi serta proses
reproduksi. Bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit
dan kecacatan serta dibentuk berdasarkan perkawinan yang
sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan
material, bertaqwa kepada Tuhan YME, memiliki hubungan
yang serasi, selaras dan seimbang antar anggota dan antara
keluarga  dengan lingkungan.Dalam mencapai sasaran
reproduksi sehat, dikembangkan 2 gerakan yaitu:
pengembangan gerakan KB yang makin mandiri dan gerakan
keluarga sehat sejahtera dan gerakan keluarga sadar
HIV/AIDS. Pengayoman, melalui program ASKABI (Asuransi
Keluarga Berencana Indonesia), tujuan agar merasa aman
dan terlindung apabila terjadi komplikasi dan kegagalan.
3. Peran serta masyarakat dan institusi pemerintah
PSM ditonjolkan (pendekatan masyarakat) serta kerjasama
institusi pemerintah (Dinas Kesehatan, BKKBN, Depag, RS,
Puskesmas).
4. Pendidikan KB
Melalui jalur pendidikan (sekolah) dan pelatihan, baik petugas
KB bidan, dokter berupa pelatihan konseling dan
keterampilan.
5. PENANGANAN EFEK SAMPING KB
1) Pil
a. Terjadi amenorhoe
 Pastikan hamil atau tidak, jika tidak hamil maka tidak diperlukan tindakan
khusus, cukup lakukan konseling.
 Bila amenorhoe berlanjut, atau hal tersebut membuat klien khawatir,
maka lakukan rujukan ke dokter kandungan.
 Bila hamil, hentikan pil, lanjutkan kehamilan dan yakinkan klien bahwa pil
yang telah diminumnya tidak memberikan efek terhadap janin.
 Bila diduga terjadi kehamilan ektopik, lakukan rujukan.
b. Perdarahan bercak/Spotting
 Lakukan tes kehamilan atau pemeriksaan ginekologik.
 Apabila tidak menimbulkan masalah kesehatan/tidak hamil, tidak perlu
tindakan khusus.
 Jelaskan kembali bahwa efek samping ini biasa terjadi pada penggunaan
3 bulan pertama dan akan berhenti.
17
 Apabila klien tetap tidak menerima keadaan tersebut, bantu memilih
metode kontrasepsi lain.
c. Mual, pusing/muntah
 Tes kehamilan atau pemeriksaaan ginekologi, bila tidak hamil berikan
konseling cara minum pil yang benar.
2) Suntik
a. Amenorrhoe
 Jelaskan kembali efek samping KB suntik.
 Pastikan kehamilan, jika tidak hamil maka tidak perlu diberi pengobatan
khusus, jelaskan bahwa darah haid tidak berkumpul dalam rahim.
 Bila klien tidak menerima kelainan haid tersebut, suntikan sebaiknya
tidak dilanjutkan, bantu klien memilih jenis alat kontrasepsi yang lain.
 Bila klien hamil, hentikan penyuntikan dan jelaskan bahwa hormon yang
terdapat dalam suntik KB sedikit sekali pengaruhnya terhadap janin.
b. Perdarahan
 Jelaskan bahwa perdarahan ringan/bercak (spotting) sering dijumpai,
namun tidak berbahaya. Apabila tetap berlanjut lebih dari 3 bulan
pemakaian, perlu dicari penyebab perdarahan tersebut. Sedangkan
apabila tidak ditemukan penyebabnya, maka tanyakan pada klien
apakah masih tetap ingin menggunakan metode kontrasepsi suntik, jika
tidak bantu klien memilih metode kontrasepsi yang lain.
 Bila ditemukan penyakit radang panggul atau penyakit akibat hubungan
seksual, klien perlu diberi pengobatan yang sesuai, klien dapat terus
melanjutkan penggunaan kontrasepsi suntik.
 Bila perdarahan banyak/memanjang (lebih dari 8 hari) atau dua kali lebih
banyak dari perdarahan yang biasanya dialami pada siklus haid normal,
jelaskan bahwa hal tersebut biasa terjadi pada bulan pertama suntikan.
 Bila gangguan tersebut menetap, perlu dicari penyebabnya, dan bila
ditemukan kelainan ginekologik, klien perlu diobati/dirujuk.
 Bila perdarahan yang terjadi tidak dapat diterima klien/mengancam
kesehatan klien, maka hentikan penyuntikan, bantu klien memilih metode
kontrasepsi yang sesuai.
3) Implant
a. Amenorrhea
 Pastikan kehamilan, apabila tidak hamil, lakukan konseling tidak perlu
penanganan khusus.
 Bila klien tidak dapat menerima keadaannya, cabut implant dan anjurkan
menggunakan kontrasepsi lain.

18
 Bila terjadi kehamilan, dan klien ingin melanjutkan kehamilan, cabut
implant dan jelaskan bahwa hormon progestin sintetik pada implant tidak
berbahaya bagi janin.
 Bila diduga terjadi kehamilan ektopik, rujuk klien.
b. Perdarahan bercak/Spotting
 Jelaskan kembali bahwa perdarahan ringan/bercak sering ditemukan
terutama pada tahun pertama panggunaan.
 Bila klien tetap saja mengeluh dan merasa tidak nyaman atas
keluhannya dan ingin tetap melanjutkan pemakaian, maka dapat
diberikan pil kombinasi selama satu siklus dan berikan Ibuprofen
3x800mg selama 5 hari, perdarahan akan terjadi setelah pil kombinasi
habis.
 Apabila terjadi perdarahan lebih dari biasanya, maka berikan 2 tablet pil
kombinasi untuk 3-7 hari dan kemudian dilanjutkan dengan satu siklus pil
kombinasi, dan atau berikan 50µg ethynilestradiol atau 1,25mg estrogen
equein konjugasi untuk 14-21 hari.
c. Ekspulsi batang implant
 Cabut kapsul yang ekspulsi, periksa apakah kapsul yang lain masih di
tempat, dan apakah terdapat tanda-tanda infeksi pada daerah insisi.
 Apabila tidak ditemukan adanya tanda-tanda infeksi dan kapsul yang lain
masih berada pada tempatnya, pasang kapsul baru satu buah pada
tempat insersi yang berbeda.
 Bila ada infeksi, cabut seluruh kapsul yang ada dan pasang kapsul baru
pada lengan yang lain, atau anjurkan klien menggunakan metode
kontrasepsi lain.
d. Infeksi pada daerah insersi
 Bila terjadi infeksi tanpa nanah, bersihkan dengan sabun dan air,
kemudian berikan antiseptik, lalu berikan antibiotik oral yang sesuai
untuk 7 hari.
 Untuk sementara implant tidak dilepas, ditunggu satu minggu, klien
diinstruksikan kembali dalam satu minggu.
 Apabila setelah satu minggu keadaan luka tidak membaik, cabut implant
dan pasang implant yang baru pada sisi lengan yang lain atau cari
metode kontrasepsi lain yang sesuai.
 Apabila ditemukan abses, bersihkan dengan antiseptic, lakukan insisi
dan alirkan pus keluar, cabut implant, lakukan perawatan luka, dan
berikan antibiotika oral yang sesuai selama 7 hari.
e. Berat badan naik/turun

19
 Informasikan kembali pada klien tentang efek samping implant terhadap
peningkatan berat badan, apabila terjadi perubahan berat badan 1-2 kg,
maka hal ini masih dapat dikatakan normal.
 Kaji ulang diit klien apabila terjadi perubahan berat badan 2 kg atau
lebih.
 Apabila perubahan berat badan ini tidak dapat diterima, maka bantu klien
mencari metode kontrasepsi lain.
4) Intra Uterine Devices (IUD)
a. Perdarahan
 Yakinkan klien bahwa jumlah darah haid atau perdarahan diantara haid
menjadi lebih banyak pada pengguna AKDR terutama pada beberapa
bulan pertama.
 Lakukan evaluasi penyebab-penyebab perdarahan lainnya dan lakukan
penanganan yang sesuai jika diperlukan.
 Jika tidak ditemukan penyebab lainnya, beri NSAID (Non Steroid Anti
Inflamatory) seperti ibuprofen selama 5-7 hari.
 Jika perdarahan masih terjadi dan klien merasa sangat terganggu,
tawarkan metode pengganti bila klien ingin menghentikan penggunaan
AKDR.
b. Kram dan nyeri
 Jelaskan bahwa spasme otot rahim dan dismenorhoe dapat terjadi pada
pengguna AKDR, khususnya dalam beberapa bulan pertama.
 Cari penyebab perdarahan dan beri penanganan yang sesuai jika
diperlukan.
 Jika tidak ditemukan penyebab yang lainnya, lakukan rujukan, sementara
berikan Asetaminophen atau Ibuprofen setiap hari pada beberapa hari
pertama menstruasi.
 Jika perdarahan masih terjadi dan klien merasa sangat terganggu,
tawarkan metoda pengganti bila klien ingin menghentikan penggunaan
AKDR.
c. Penanganan keluhan benang AKDR
 Jelaskan bahwa keluhan ini umum terjadi dan bukan masalah yang
serius. Petugas akan mencoba untuk memeriksa kembali dan mencoba
menghilangkan keluhan yang ada.
 Pastikan AKDR terpasang baik dan tidak ada bagian-bagian yang
terlepas sebagian.

20
 Jika AKDR terpasang baik pada tempatnya, lakukan perbaikan dengan
menggunting benang hingga tidak menimbulkan gangguan atau melepas
AKDR apabila setelah perbaikan masih ada keluhan.
 Saat dilakukan perbaikan benang dengan memotong benang, maka
guntinglah benang dengan tepat sehingga tidak menonjol keluar dari
mulut rahim (muara cerviks). Jelaskan pula bahwa benang AKDR tidak
lagi keluar dari mulut rahim dan pasangannya tidak akan merasakan
juluran benang tersebut. Kemudain buatlah catatan untuk klien bahwa
benang telah terpotong rata setinggi permukaan cerviks (penting
dicantumkan guna kemudahan saat mencabut AKDR).

21
BAB IX
PENUTUP

Panduan Pelayanan Pelayanan Klinis KIA / KB UPT Puskesmas Mlarakini


digunakan sebagai acuan pelaksanaan pelayanan Pelayanan Klinis KIA / KB di UPT
Puskesmas Ponorogo Utara. Untuk keberhasilan pelaksanaan Panduan Pelayanan
Pelayanan Klinis KIA / KB UPT Puskesmas Mlarakdiperlukan komitmen dan kerja
sama semua pihak.
Hal tersebut akan menjadikan Pelayanan Pelayanan KIA / KB di UPT
Puskesmas Mlaraksemakin optimal dan dapat dirasakan manfaatnya oleh pasien dan
masyarakat yang pada akhirnya dapat meningkatkan citra puskesmas dan kepuasan
pasien atau masyarakat.

22

Anda mungkin juga menyukai