Disusun oleh:
No Nama NIM Presentasi
Pengerjaan
1 Arini Eka Pratiwi Sumarwanto 225080300111002 100%
2 Muhammad Rafi Firjatullah 225080300111004 100%
3 Muhammad Sutan Perlaungan Siregar 225080300111006 100%
4 Lolita Oktania Khairunnisa 225080300111008 100%
5 Laila Hapsah 225080300111010 100%
6 Ananda Adira Amalina Putri 225080300111014 100%
7 Nanik Febriana Dewi 225080300111016 100%
8 Inez Inayah Syarof 225080300111018 100%
9 Miranda Nadar Ayu 225080300111020 100%
Dampak Negatif Bioteknologi Bidang Biodiversitas
(Pemanfaatan Patogen Serangga)
Teknologi: Rekayasa Genetik
Makhluk Hidup: Menggunakan pathogen serangga
Definisi: Pemanfaatan patogen serangga dalam pengendalian hama adalah suatu
alternatif substitusi pestisida kimia patogen serangga yang masih memiliki banyak
kelemahan-kelemahan, seperti: daya bunuh yang lambat dan sempitnya kisaran
inang, sehingga dianggap kurang mampu bersaing dengan cara-cara pengendalian
hama lainnya
Teknik: Rekayasa genetik yang menggunakan patogen serangga pertama kali
dilakukan adalah terhadap bakteri Bacillus thuringiensis (Bt). Kristal protein (cry)
yang berasal dari Bt dipindahkan ke tanaman dengan teknik molekuler sehingga
tanaman penerima gen cry memiliki ketahanan terhadap serangan hama (Perlak et
al. 1991).
Sejarah: Penggunaan patogen serangga dalam pengendalian hama pertama kali
dikenalkan oleh Agostino Bassi, Louis Pasteur, dan Elie Metchnikoff (Falcon
1985), terutama pemanfaatan jamur patogenik sebagai agensi hayati pengendalian
serangga hama pada akhir abad ke-19. Sejak saat itu banyak penelitian-penelitian
tentang patogen serangga dilakukan, dan yang paling intensif diteliti adalah
bakteri Bacillus thuringiensis Berliner (Bt). Saat ini semakin banyak jenis patogen
serangga yang dimanfaatkan, misalnya untuk pengendalian serangga hama di
rumah kaca, kebun buah-buahan, tanaman hias, hama gudang, tanaman hutan,
maupun untuk bidang medis (Tanada dan Kaya 1993, Lacey dan Kaya 2000).
Dampak Negatif Bioteknologi dalam biodiversitas: Akan terjadi resistensi
hama pada penggunaan tanaman transgenik Bt, khususnya tanaman kapas, sudah
sering diperdebatkan sejak tanaman transgenik ini mulai direkomendasikan.
Daftar Pustaka
Widyastuti, D. A. (2017). Naskah Review TERAPI GEN : DARI BIOTEKNOLOGI
UNTUK KESEHATAN. 10(1), 49–62.
Dampak Negatif Bioteknologi Bidang Biodiversitas
(BIODIVERSITY: THE IMPACT OF BIOTECHNOLOGY)
Defenisi:
Keanekaragaman hayati adalah banyaknya makhluk hidup yang berbeda
dalam suatu ekosistem tertentu atau di seluruh bumi. Keanekaragaman hayati
dapat dilihat dan dipelajari pada tingkat organisasi yang berbeda: genetik,
organisme dan ekologi. Ini termasuk lingkungan yang berada di darat dan laut
serta pertanian dan lingkungan buatan manusia lainnya. Keanekaragaman hayati
sekarang adalah hasil dari evolusi selama3,5 miliar tahun (Braun, 2002). Melalui
proses mutasi dan seleksi semua organisme hidup yang kita kenal sekarang, serta
yang pernah hidup sebelumnya, berkembang dari satu mikroorganisme bersel
tunggal. kesatuan ini menjelaskan mengenai komponen kimia dasar organisme
yang sama: DNA selalu merupakan molekul penyimpanan informasi genetik dan
proses kompleks biosintesis protein hampir sama di semua organisme. Jalur
metabolisme juga serupa pada semua organisme, misalnya reaksi yang
menghasilkan energi atau cara pembuatan asam lemak, gula, dan asam amino.
Spesies terpisah muncul, ketika mutasi antar kerabat tidak lagi memungkinkan
untuk kawin silang, misalnya setelah pemisahan geografis atau reproduksi.
Proses:
Hilangnya keanekaragaman hayati dapat diukur dengan hilangnya spesies
individu, kelompok spesies atau penurunan jumlah individu organisme. Di lokasi
tertentu, kehilangan seringkali mencerminkan degradasi atau kehancuran seluruh
ekosistem. Baru-baru ini Subsidiary Body on Scientific, Technical and
Technological Advice (SBSTTA) dari CBD memberi peringkat prioritas ancaman
terhadap keanekaragaman hayati global sebagai berikut: pertama hilangnya
habitat (sebagian besar melalui perluasan lahan budidaya), kedua pengenalan dari
spesies eksotik. Hilangnya habitat tidak hanya datang dari pengambilan lebih
banyak tanah di bawah bajak, tetapi juga dari perluasan kota dan pembangunan
jalan. Selain itu, habitat dapat rusak karena banjir, kekurangan air, perubahan
iklim, salinasi, dll., semua fenomena, baik yang alami maupun buatan manusia.
Karena hutan tropis lembab sangat kaya akan keanekaragaman hayati,
kehancurannya secara tidak proporsional merusak keanekaragaman hayati.
Diperkirakan oleh Pimm dan Raven bahwa dari 16 juta km2 hutan asli yang
diketahui seabad yang lalu, hanya setengahnya yang tersisa, dengan sekitar satu
juta km2 dihancurkan setiap 5 sampai 10 tahun. Pembakaran dan penebangan
selektif dapat merusak area yang lebih luas. Keanekaragaman hayati tidak
terdistribusi secara homogen di atas hutan tropis yang lembab, melainkan ada
hotspot dengan tingkat keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Hotspot
tersebut menurut Myers memiliki kepentingan khusus untuk implementasi
langkah-langkah konservasi.
Dampak Negatif Biodiversitas
Program, biodiversitas selain memberikan keuntungan, seperti
meningkatkan produksi keanekaragaman hayati. Namun program ini juga
menyebabkan berbagai kerugian, seperti mengakibatkan kepunahan anekaragam
varietas tanaman lokal di Indonesia (Fox, 1991; Shiva, 1991 & 1993). Punahnya
anekaragam varietas tanaman lokal tersebut telah menimbulkan kerugian yang
luar biasa. Seperti hilangnya bahan dasar untuk pemuliaan tanaman contohnya
tanaman padi guna. menghasilkan keanekaragam varietas padi guna berbagai
kebutuhan dalam program pembangunan pertanian di masa depan. Selain itu,
hilangnya anekaragam varietas tanaman lokal juga telah menyebabkan
menurunkan daya lenting petani untuk bercocok tanam dengan mengadaptasikan
pada berbagai kondisi dan perubahan lingkungan yang berubah-ubah, seperti
menghadapi perubahan iklim global serta kerentanan ketahanan pangan
(Hardiyoko & Saryoto, 2005). Tidak hanya itu, homogenisasi atau penyeragaman
penanaman varietas tanaman contohnya padi unggul, telah menyebabkan tanaman
padi sawah rentan terhadap serangan hama dan penyakit, seperti wereng coklat,
tungro dan lainnya (Fox, 1991; Jhamtani, 2008)
DAFTAR PUSTAKA
Fox, J. J. (1991). Managing the Ecology Of Rice Production in Indonesia. In J
Hardjono (ed), Indonesia: Resources, ecology and environment. Singafore:
Oxfod University Press, hal.61-64.
Shiva, V. (1991). The Violence of Green Revolution: Third World Agriculture,
Ecology and Politics. London: Zed Books dan Penang: Third World
Network
Jamthani, H. (2008). Lumbung Pangan: Menata Ulang Kebijakan Pangan.
Yogyakarta: INSISTPre
Braun, R., & Ammann, K. (2002). Biodiversity: the impact of
biotechnology. Encyclopedia of Lifesupport Systems.
Dampak Negatif Bioteknologi Bidang Kesehatan
(Terapi Gen)
Teknologi: Terapi Gen
Biologi: Rekayasa Genetika
Makhluk Hidup: Penyisipan gen pada terapi ini menggunakan vektor virus
maupun non virus
Definisi: Terapi gen merupakan metode pengobatan terbaru yang dilakukan
dengan mentransfer atau menyisipkan gen fungsional tertentu yang dapat
menggantikan fungsi gen abnormal yang terkait dengan penyakit target. Penyakit-
penyakit yang selama ini belum ditemukan obat maupun vaksinnya dapat dicoba
untuk diobati dengan terapi gen. Terapi gen dapat mengatasi penyakit dengan
mengidentifikasi gen terkait terlebih dahulu. Terapi gen dapat dilakukan secara in
vivo maupun ex vivo baik menggunakan sel embrional maupun sel somatik.
Transfer gen fungsional pada terapi gen memanfaatkan vektor tertentu, baik
berupa vektor virus, seperti adenovirus, retrovirus, dan AAV maupun vektor non
viral menggunakan senyawa-senyawa organik tertentu.
Teknik: Terapi gen secara in vivo tetap menggunakan bantuan vektor untuk
mentransfer gen target ke dalam jaringan atau organ pasien penderita penyakit
tertentu. Adanya vektor transfer gen berupa virus yang dimodifikasi menjadi virus
rekombinan dengan menyisipkan DNA dengan gen target untuk terapi melalui
metode teknologi DNA rekombinan. Vektor virus yang telah mengandung gen
target tersebut kemudian diinjeksikan ke dalam tubuh pasien secara langsung
menuju jaringan atau organ target di mana gen untuk terapi tersebut dibutuhkan
atau diekspresikan. Terapi gen secara in vivo melibatkan proses transduksi secara
langsung di dalam tubuh, lebih mudah dilaksanakan dan dikembangkan dalam
skala tertentu, dan tidak membutuhkan fasilitas khusus karena injeksi atau transfer
gen bisa dilakukan dengan metode umum maupun menggunakan biolistic gene
gun. Terapi gen secara ex vivo memiliki tahapan yang lebih kompleks dibanding
secara in vivo. Terapi ini melibatkan transduksi di laboratorium dengan kondisi
spesifik tertentu sehingga membutuhkan fasilitas laboratorium yang lebih
lengkap. Metode ex vivo ini juga mengakibatkan kurangnya populasi sel yang
diproliferasi. Gambar 4 menunjukkan tahapan dalam metode terapi gen secara ex
vivo yang terdiri dari beberapa langkah, yaitu:
1. Isolasi sel yang memiliki gen abnormal dari pasien penderita penyakit
tertentu.
2. Sel hasil isolasi ditumbuhkan pada media kultur tertentu yang sesuai dengan
karakteristik sel
3. Sel target yang telah dikultur kemudian diinfeksi dengan retrovirus yang
mengandung rekombinan gen dalam bentuk gen normal untuk menggantikan
gen abnormal pada sel
4. Produksi rDNA dari RNA rekombinan (jika vektor virus merupakan virus
dengan materi genetik berupa RNA) dengan transkripsi balik (reverse
transcription)
5. Translasi gen normal pada sitoplasma sel menghasilkan protein yang
bertanggung jawab pada gen yang mengalami kerusakan (terjadi integrasi
antara gen target untuk terapi dengan gen pada sel yang dikultur
6. Seleksi, perbanyakan, dan pengujian sel yang telah ditransfeksi untuk
mendapatkan sel normal yang gen abnormalnya telah berhasil digantikan oleh
gen baru
7. Injeksi kembali sel yang telah berhasil direkayasa dengan terapi gen ke dalam
jaringan atau organ pasien.
Sejarah: Metode terapi gen mulai digunakan pada tahun 1990 ketika National
Health Institute dari Amerika Serikat memasukkan gen normal adenosine
deaminase (ADA) ke leukosit penderita defisiensi kekebalan kombinasi akut yang
berusia 4 tahun. Terapi gen ADA disetujui oleh Food and Drug Administration
(FDA) di Amerika Serikat pada tahun yang sama (Emengaha et al., 2015).
Dampak Negatif Bioteknologi bagi Kesehatan: Selain produk bioteknologi
memberikan manfaat dan dampak positif bagi masyarakat, namun perlu diketahui
pula bahwa produk-produk bioteknologi modern juga dapat menimbulkan dampak
negatif tidak hanya bagi manusia, akan tetapi juga bagi lingkungan sekitar. Hal ini
dikarenakan pada dasarnya produk bioteknologi modern. merupakan hasil dari
proses kimiawi dan biologis, di mana produk tersebut menghasilkan apa yang
disebut dengan Living Modified Organism (LMO) atau di Indonesia dikenal
dengan sebutan Organisme Hasil Modifikasi Genetik (selanjutnya disebut
OHMG). OHMG sendiri adalah organisme hidup yang memiliki kombinasi bahan
genetik baru yang diperoleh melalui aplikasi dari bioteknologi modern atau
rekayasa genetika. Berkenaan dengan hal tersebut, setelah produk bioteknologi
yang menghasilkan OHMG selesai digunakan, sisa dari OHMG akan dilepas ke
lingkungan sekitar. Pelepasan itulah yang kemudian menjadi permasalahan karena
tidak menutup kemungkinan bahwa pelepasan organisme termodifikasi hasil
bioteknologi menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan sekitar, seperti
mempengaruhi ekosistem, konservasi dan pemanfaatan secara berkelanjutan
keanekaragaman hayati, bahkan juga dapat membahayakan kesehatan manusia.
Dampak Negatif Terapi Gen bagi Kesehatan
1. Menargetkan sel yang salah
- Walaupun terapi gen dapat memberi harapan besar kepada manusia,
tetapi terapi ini juga bisa menimbulkan masalah. Karena virus bisa
menyerang lebih dari satu jenis sel, jika di suntikkan ke dalam tubuh
manusia bisa saja virus tersebut memasuki sel tubuh yang lain, bukan
hanya sel kanker yang di obati, bahkan dapat menimbulkan penyakit
baru.
- Apabila gen yang ditranser menempel pada lokasi yang salah dalam
rantai DNA, hal ini bisa menimbulkan mutasi yang berbahaya, bahkan
kanker jenis baru.
- Jika gen tersebut salah sasaran mengenai sel reproduksi, maka mutasi
ini akan di turunkan juga pada keturunan penderita, jika kelas si
penderita yang punya anak
2. Masih banyak terapi gen yang keberhasilannya pendek sehingga perlu di
ulang.
3. Sistem imun tubuh akan mengurangi efek terapi gen. Begitu pula terapi
gen yang berulang akan menyebabkan sistem imun tubuh akan meningkat
daya tolaknya.
Keberhasilan terapi gen sangat tergantung pada efisiensi transfer gen fungsional
serta efektivitas ekspresi gen fungsional tersebut. Sehingga sangat di mungkinkan
terapi gen ini bisa gagal.
Daftar Pustaka
Widyastuti, D. A. (2017). Naskah Review TERAPI GEN : DARI BIOTEKNOLOGI
UNTUK KESEHATAN. 10(1), 49–62.
Dampak Negatif Bioteknologi Bidang Kesehatan
(Kontroversi Produk Rekayasa Genetika)
Definisi
Ada beberapa pengertian GMO (Genetically Modified Organism) yang di kutip
dari WHO, FAO, UCS, EPA, EU, dan Suwanto
1. "GMO adalah organisme yang materi genetikanya telah diubah pada cara
yang tidak terjadi secara alami melalui persilangan atau rekombinasi
genetik yang terjadi secara alami." - World Health Organization (WHO)
2. "GMO adalah organisme yang genetikanya diubah melalui teknik yang
melibatkan manipulasi langsung pada materi genetik yang termasuk
pengembangan dan penggunaan teknik recombinant DNA (rDNA) dan
teknologi sel somatik." - Food and Agriculture Organization (FAO)
3. "GMO adalah organisme hidup yang genetikanya telah dimanipulasi
secara sengaja dengan menggunakan teknologi rekayasa genetika untuk
menciptakan sifat-sifat baru atau mengubah sifat-sifat yang ada." - Union
of Concerned Scientists (UCS)
4. "GMO adalah organisme yang genetikanya telah dimodifikasi melalui
teknik rekayasa genetika, yang memungkinkan gen dari organisme satu
dapat ditransfer ke organisme lain, termasuk antar spesies, untuk
menciptakan karakteristik baru atau mengubah karakteristik yang ada." -
United States Environmental Protection Agency (EPA)
5. "GMO adalah organisme hidup yang genetikanya telah dimodifikasi
dengan cara yang tidak dapat terjadi secara alami melalui persilangan atau
rekombinasi genetik tradisional." - European Union (EU)
6. pengertian GMO menurut Suwanto (2006) adalah makhluk hidup hasil
modifikasi bahan genetik melalui teknologi DNA, sedangkan yang melalui
persilangan, mutasi kimia atau fisika tidak dikategorikan sebagai GMO.
Sejarah
Para ahli menganggap bahwa sejarah GMO dimulai pada awal abad ke-20
ketika para ilmuwan mulai melakukan eksperimen pada tanaman dengan
memanipulasi genetiknya. Pada tahun 1973, Herbert Boyer dan Stanley Cohen
berhasil memproduksi DNA rekombinan pertama dengan menggabungkan DNA
dari bakteri yang berbeda. Kemudian pada tahun 1980, Amerika Serikat
memberikan paten pada bakteri yang telah dimanipulasi secara genetik untuk
menghasilkan produk tertentu. Penggunaan GMO awalnya hanya terbatas pada
bidang kedokteran dan farmasi, seperti pengembangan insulin rekombinan untuk
pengobatan diabetes. Namun, pada tahun 1982, Monsanto meluncurkan produk
pertama yang mengandung GMO, yaitu tanaman tembakau yang telah
dimanipulasi secara genetik. Selanjutnya, penggunaan GMO semakin meluas di
bidang pertanian pada tahun 1990-an, di mana tanaman seperti jagung, kedelai,
dan kapas telah dimanipulasi secara genetik untuk meningkatkan hasil produksi
dan ketahanannya terhadap serangan hama dan penyakit. Namun, penggunaan
GMO juga menimbulkan kontroversi dan kekhawatiran tentang dampaknya pada
kesehatan manusia dan lingkungan. Pada tahun 2000-an, gerakan anti-GMO
semakin kuat di berbagai negara, di mana beberapa negara bahkan melarang
penggunaan GMO atau mengharuskan produk yang mengandung GMO untuk
diberi label. Walaupun masih banyak kontroversi dan perdebatan tentang
penggunaan GMO, para ilmuwan terus melakukan penelitian untuk memahami
dampaknya pada kesehatan manusia dan lingkungan serta mengembangkan
teknologi yang lebih aman dan bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan.
Teknik/metode GMO
Suwanto (2006) menjelaskan secara detail bahwa rekayasa genetika
merupakan suatu teknik alternatif untuk melakukan modifikasi bahan genetik pada
suatu mahluk hidup. Perbedaan utamanya dengan teknik pemuliaan yang lain
adalah dalam hal tingkat ketepatan dan kecepatan hasil mutasinya. Mutan yang
diperoleh melalui teknologi DNA merupakan hasil mutagenesis langsung pada
sasarannya (site directed mutagenesis), sedangkan mutasi buatan secara fisika atau
kimia bersifat acak (random mutagenesis) seringkali menghasilkan mutan yang
bersifat pleiotrof (mutasi di luar gen sasaran). Selain itu, teknologi DNA juga
memungkinkan penambahan atau penyisipan gen dari kelompok mahluk hidup
yang secara filogenetik sangat jauh hubungan kekerabatannya atau secaraseksual
tidak kompatibel.
Daftar Pustaka
Widyastuti, D. A. (2017). Naskah Review TERAPI GEN : DARI BIOTEKNOLOGI
UNTUK KESEHATAN. 10(1), 49–62.
Dampak Negatif Bioteknologi Bidang Etika
(Kloning terhadap Manusia)
Definisi: Kloning adalah serangkaian proses penggandaan makhluk hidup yang
dilakukan melalui campur tangan manusia atau proses perkembangbiakan buatan
yang dilakukan untuk mendapatkan individu baru yang identik dengan induknya.
Keberhasilan kloning pada sedemikian banyak mamalia telah meningkatkan
spekulasi tentang kloning manusia (reproductive cloning). Selain kloning
reproduktif (reproductive cloning) yang bertujuan untuk menghasilkan individu
baru, dikenal juga kloning terapeutik (therapeutic cloning). Dalam kloning
terapeutik, embrio manusia diklon bukan untuk tujuan reproduksi, melainkan
untuk pembuatan sel-sel punca (stem cells) untuk mengobati berbagai penyakit
manusia. Sel-sel punca embrionik diperoleh dari embrio yang didonorkan oleh
pasien-pasien yang menjalani terapi kesuburan atau dari kultur sel jangka panjang
yang awalnya dibuat dengan sel-sel yang diisolasi dari embrio donor.
Sejarah: Keberhasilan kloning tumbuhan utuh dari sel-sel tunggal yang telah
terdiferensiasi dicapai pada tahun 1950-an oleh F.C. Steward dan mahasiswa-
mahasiswanya di Cornell University yang meneliti tumbuhan wortel. Pada tahun
1997 para peneliti telah mengklon banyak mamalia antaralain mencit, kucing,
sapi, kuda, bagal, babi, dan anjing. Keberhasilan para ilmuwan mendorong
beberapa ilmuwan lain ingin melangkah lebih jauh untuk membuat klon manusia.
Tujuan utama para ilmuwan tersebut adalah untuk membuat kloning manusia agar
pasangan infertil dapat mempunyai keturunan. Teknik kloning merupakan hal
yang revolusioner karena seseorang yang tidak dapat menghasilkan sperma atau
telur dapat mempunyai keturunan.
Teknik/Proses Kloning Manusia
Proses kloning manusia sebetulnya tidak jauh berbeda dengan proses kloning
yang dilakukan terhadap hewan. Prosesnya dapat digambarkan dan
dikelompokkan dan menjadi beberapa tahapan seperti yang ditunjukkan Reuters
serta bisa dijelaskan secara sederhana sebagai berikut:
a. Langkah pertama, mempersiapkan sel sistem atau sel tunas, yaitu suatu sel
awal yang akan tumbuh menjadi berbagai bentuk sel tubuh. Sel ini diambil
dari sel induk yang berasal dari manusia yang hendak dikloning.
b. Langkah kedua, sel stem (tunas) itu diambil inti selnya, yang mengandung
informasi genetik kemudian dipisahkan dari sel.
c. Langkah ketiga, mempersiapkan sel telur, yaitu suatu sel yang diambil dari
sukarelawan perempuan sebagai donasi sel telur tersebut, lalu intinya
dipisahkan dari sel telur seperti yang awal tadi.
d. Langkah keempat, inti sel dari sel stem-inti sebuah sel-sel apa saja dalam
tubuh yang diambil dari individu yang akan dikloning diimplantasikan
kedalam sel telur (dimasukkan ke dalam sel telur yang telah dilubangi).
e. Langkah kelima, sel telur tersebut kemudian dipicu supaya terjadi
pembelahan dan pertumbuhan. Setelah membelah pada hari kedua sel telur
akan menjadi sel embrio.
f. Langkah keenam, sel embrio yang terus membelah disebut blastosis.
Mulai memisahkan diri pada hari ke lima dan setelah itu siap
diimplantasikan ke dalam rahim (ditanam di dalam uterus seorang wanita).
g. Langkah ketujuh, embrio dalam rahim tumbuh menjadi bayi dengan kode
genetik yang identik dengan sel stem donor.
Maka akan menghasilkan sebuah individu baru yang mempunyai sifat genetik
yang "identik" (sama).
Tinjauan Etika terhadap Kloning Manusia:
Dari sudut pandang sosiologis, kloning secara tidak langsung dapat
berimbas negatif terhadap pranatasosial dan interaksi sosial yang selama
ini diyakini sebagai basis kerukunan dan kedamaian antar sesama manusia.
Dari sudut pandang ekonomi, kloning dapat juga memudarkan etika bisnis,
dengan memperjual belikan sesuatu yang tidak seharusnya di perjual
belikan, yang berdampak pada rendahnya harkat martabat dan manusia itu
sendiri. Perdagangan kloning manusia seperti ini, tentu saja telah
meletakkan martabat manusia setara dengan hewan dan tumbuhan.
Dari sudut gender, kloning juga mendatangkan efek negatif bagi posisi
perempuan. Dari sudut pandang gender, penerapan kloning manusia tetap
saja mendiskreditkan harkat dan martabat manusia.
The Council on Bioethics (2002) di Washington D.C. dalam ringkasan
eksekutifnya bersepakat penuh menyatakan bahwa kloning reproduktif bukan
hanya tidak aman, tapi juga tidak dapat diterima secara moral, dan seharusnya
tidak dilakukan. Ada lima hal yang diidentifikasi terkait dengan kloning
reproduktif, yaitu masalah identitas dan individualitas manusia hasil kloning,
kekhawatiran akan komersialisasi dan industrialisasi terhadap manusia hasil
kloning, prospek terhadap eugenika baru, masalah dalam hubungan keluarga, dan
pengaruh terhadap masyarakat.
Beberapa argumen yang dikemukakan dalam menentang kloning manusia:
- Kloning dapat dilakukan untuk membuat sekelompok orang hasil
rekayasa genetika untuk tujuan tertentu, misalnya prajurit atau budak.
- Kloning dapat menyebabkan penambahan kelainan padagene pool
manusia.
- Kloning tidak lah aman. Terdapat begitu banyak faktor yang tidak
dapat diketahui yang dapat mempengaruhi keturunannya.
- Seorang klon mungkin mempunyai lebih sedikit hak dibandingkan
orang lain.
- Dokter mungkin menggunakan klon-klon sebagai sumber organ untuk
transplantasi organ.
- Kloning bertentangan dengan konsep keluarga.
- Kloning bertentangan dengan kehendak Tuhan.
- Beberapa aspek dari kehidupan manusia sepatut-nya mempunyai
batasan terhadap ilmu (World Book, 2002).
- Variasi genetik pada umat manusia akan berkurang.
- Akan muncul pasar gelap fetus yang merupakan klon dari seseorang
yang diidolakan seperti atlet, bintang film, dan sebagainya
(Farnsworth, 2000).
- Kombinasi kloning dan teknik transgenik memungkinkan pembuatan
bayi yang telah direkayasa secara genetis (ARHP Presents, 1997).
Daftar Pustaka
Widyastuti, D. A. (2017). Naskah Review TERAPI GEN : DARI BIOTEKNOLOGI
UNTUK KESEHATAN. 10(1), 49–62.