Hj.Nurjannah,BSc.,SPd.,MPd
Oleh
TABEL 3.3
Cara Pelatihan Orang Tua dan Dampaknya Terhadap Kepribadian Anak
Cara Pelatihan Dampak
A. Sikap Keras 1. Bersikap berlebihan dalam ketertiban
(Sering menghukum) atau kebersihan
2. Bersikap kikir
3. Stereotif-kurang kreatif
4. Bersikap kejam/keras/sikap memusuhi
5. Penakut
6. Bersikap kaku
B. Selalu Memuji 1. Selalu ingin dipuji
2. Kurang Mandiri (Manja)
C. Sikap Pengertian 1. Mampu berdaptasi atau menyesuaikan
diri
2. Egonya berkembang dengan wajar
4. Tahap Latensi
Tahap latensi berkisar antara usia 6 sampai 12 tahun (masa sekolah dasar).
Tahap ini merupakan masa tenang seksual, karena segala sesuatu yang terkait
dengan seks dihambat atau didepres (ditekan). Dengan kata lain masa ini
adalah periode tertahannya dorongan-dorongan seks dan agresif. Selama masa
ini, anak mengembangkan kemampuannya bersublimasi (seperti mengerjakan
tugas-tugas sekolah, bermain olah raga dan kegiatan-kegiatan lainnya) dan
mulai menaruh perhatian untuk berteman (bergaul dengan orang lain).
Mereka belum mempunyai perhatian khusus kepada lawan jenis (bersikap
netral) sehingga dalam bermainpun anak laki-laki akan berkelompok dengan
anak laki-laki lagi, begitupun anak wanita. Bahkan anak merasa malu apabila
anak disuruh duduk sebangku dengan teman lawan jenisnya (seperti anak laki-
laki sebangku dengan wanita dan sebaliknya).
Tahap ini dipandang sebagai masa perluasan kontak sosial dengan orang-
orang di luar keluarganya. Oleh karena itu proses identifikasi pun mengalami
perluasan atau pengalihan objek. Yang semula objek identifikasi anak adalah
orang tua, sekarang meluas kepada guru, tokoh-tokoh sejarah atau para
bintang (seperti film, musik dan olah raga).[14]
5. Tahap Genital
Tahap ini dimulai sekitar usia 12 atau 13 tahun. Pada masa ini anak sudah
masuk usia remaja. Masa ini ditandai dengan matangnya organ reproduksi
anak. Pada periode ini, instink seksual dan agresif menjadi. Anak mulai
mengembangkan motif untuk mencintai orang lain atau mulai berkembangnya
motif altruis (keinginan untuk memperhatikan kepentingan orang lain).
Motif-motif ini mendorong anak (remaja) untuk berpartisipasi aktif dalam
berbagai kegiatan dan persiapan untuk memasuki dunia kerja, pernikahan dan
berkeluarga. Masa ini ditandai dengan proses pengalihan perhatian, dari
mencari kepuasan atau kenikmatan sendiri (yang bersifat kekanak-kanakan
atau selfish) kepada kehidupan sosial orang dewasa dan berorientasi kepada
kenyataan (prinsip realitas) atau sikap altruis.
Kelima tahapan perkembangan di atas secara ringkas dapat digambarkan
sebagai berikut.
TABEL 3.5
Tahapan Perkembangan Menurut Freud
Tahapan Usia Pusat Erotis Pengalaman
atau Tugas
Kunci
Oral 0-1 Tahun Mulut Penyapihan dari
menyusu
Anal 1-3 Tahun Anus Toilet Training
Phallik 3-5 Tahun Penis Identifikasi
kepada model-
model peranan
orang dewasa
dan mengatasi
krisisoedipal
Latensi 6-12 Tahun Tidak ada Memperluas
kontak sosial
Genital 12 Tahun ke Genital Membangun
Atas hubungan yang
lebih intim
(akrab) dan
memberikan
kontribusi
kepada
masyarakat
melalui bekerja
1. Psikososial tahap 1
Trust vs Mistrust (kepercayaan vs kecurigaan)
Tahap ini berlangsung pada masa oral, pada umur 0-1 tahun atau 1,5 tahun
(infancy).Bayi pada usia 0-1 tahun sepenuhnya bergantung pada orang lain,
perkembangan rasa percaya yang dibentuk oleh bayi tersebut berdasarkan
kesungguhan & kualitas penjaga (yang merawat) bayi tersebut. Apabila bayi
telah berhasil membangun rasa percaya terhadap si penjaga, dia akan merasa
nyama n & terlindungi di dalam kehidupannya. Akan tetapi, jika
penjagaannya tidak stabil & emosi terganggu dapat menyebabkan bayi
tersebut merasa tidak nyaman dan tidak percaya pada lingkungan sekitar.
Kegagalan mengembangkan rasa percaya menyababkan bayi akan merasa
takut dan yakin bahwa lingkungan tidak akan memberikan kenyamanan bagi
bayi tersebut, sehingga bayi tersebut akan selalu curiga pada orang lain.
2. Psikososial Tahap 2
Otonomi vs perasaan malu dan ragu-ragu.
Tahap ini merupakan tahap anus-otot (anal/mascular stages), masa ini
disebut masa balita yang berlangsung mulai usia 1-3 tahun (early childhood).
Pada masa ini anak cenderung aktif dalam segala hal, sehingga orang tua
dianjurkan untuk tidak terlalu membatasi ruang gerak serta kemandirian anak.
Namun tidak pula terlalu memberikan kebebasan melakukan apapun yang dia
mau.Pembatasan ruang gerak pada anak dapat menyebabkan anak akan mudah
menyerah dan tidak dapat melakukan segala sesuatu tanpa bantuan orang lain.
Begitu pun sebalikny, jika anak terlalu diberi kebebasan mereka akan
cenderung bertindak sesuai yang dia inginkan tanpa memperhatikan baik
buruk tindakan tersebut. Sehingga orang tua dalam mendidik anak pada usia
ini harus seimbang antara pemberian kebebasan dan pembatasan ruang gerak
anak. Karena dengan cara itulah anak akan bisa mengembangkan sikap kontrol
diri dan harga diri.
3. Psikososial Tahap 3
Inisiatif vs kesalahan
Tahap ini dialami pada anak saat usia 4-5 tahun (preschool age)
Anak-anak pada usia ini mulai berinteraksi dengan lingkungak sekitarnya
sehingga menimbulkan rasa ingin tahu terhadap segala hal yang dilihatnya.
Mereka mencoba mengambil banyak inisiatif dari rasa ingin tahu yang mereka
alami. Akan tetapi bila anak-anak pada masa ini mendapatkan pola asuh yang
salah, mereka cenderung merasa bersalah dan akhirnya hanya berdiam diri.
Sikap berdiam diri yang mereka lakukan bertujuan untuk menghindari suatu
kesalahan-kesalahan dalam sikap maupun perbuatan.
4. Psikososial Tahap 4
Kerajinan vs inferioritas
Tahap ini merupakan tahp laten usia 6-12 tahun (school age) ditingkat ini
anak mulai keluar dari lingkungan keluarga ke lingkungan sekolah sehingga
semua aspek memiliki peran misal orang tua harus selalu mendorong, guru
harus memberi perhatian, teman harus menerima kehadirannya. Pada usia ini
anak dituntut untuk dapat merasakan bagaimana rasanya berhasil melalui
tuntutan tersebut. Anak dapat mengembangkan sikap rajin, jika anak tidak
dapat meraih sukses karena mereka merasa tidak mampu (infieoritas), anak
dapat mengembangkan sikap rendah diri. Sebab itu, peranan orang tua
maupun guru sangat penting untuk memperhatikan apa yang menjadi
kebutuhan anak pada usia ini usaha yang sangat baik pada tahap ini adalah
dengan mengembangkan kedua karakteristik yang ada. Dengan begitu ada
nilai positif yang dapat dipetik dan dikembangkan dalam diri setiap pribadi
yakni kompetensi.
5. Psikososial Tahap 5
Identitas vs kekacauan identitas
Tahap ini merupakan tahap adolense (remaja), dimulai pada saat masa
puber dan berakhir pada usia 12-18 tahun/anak. Di dalam tahap ini lingkup
lingkungan semakin luas, tidak hanya di lingkungan keluarga atau sekolah,
namun juga di masyarakat. Pencarian jati diri mulai berlangsung dalam tahap
ini. Apabila seorang remaja dalam mencari jati dirinya bergaul dengan
lingkungan yang baik maka akan tercipta identitas yang baik pula. Namun
sebaliknya, jika remaja bergaul dalam lingkungan yang kurang baik maka
akan timbul kekacauan identitas pada diri remaja tersebut.
6. Psikososial Tahap 6
Keintiman vs isolasi
Tahap ini terjadi pada masa dewasa awal (young adult), usia sekitar 18/20-
30 tahun. Dalam tahap ini keintiman dan isolasi harus seimbang untuk
memunculkan nilai positif yaitu cinta. Cinta yang dimaksud tidak hanya
dengan kekasih melainkan cinta secara luas dan universal (misal pada
keluarga, teman, sodara, binatang, dll).
7. Psikososial Tahap 7
Generatifitas vs stagnasi
Masa dewasa (dewasa tengah) ditempati oleh orang-orang yang berusia
yang berusia sekitar 20 tahunan sampai 55 tahun (middle adult). Dalam tahap
ini juga terdapat salah satu tugas yang harus dicapai yaitu dapat mengabdikan
diri guna mencapai keseimbangan antara sifat melahirkan sesuatu
(generatifitas) dengan tidak melakukan apa-apa (stagnasi). Harapan yang ingin
dicapai dalam masa ini adalah terjadinya keseimbangan antara generatifitas
dan stagnasi guna mendapatkan nilai positif yaitu kepedulian. Ritualisasi
dalam tahap ini meliputi generational dan otoritisme. Generational merupakan
interaksi yang terjalin baik antara orang-orang dewasa dengan para
penerusnya. Sedangkan otoritisme merupakan interaksi yang terjalin kurang
baik antara orang dewasa dengan para penerusnya karena adanya aturan-
aturan atau batasan-batasan yang diterapkan dengan paksaan.
8. Psikososial Tahap 8
Integritas vs keputus asaan
Tahap ini merupakan tahap usia senja (usia lanjut). Ini merupakan tahap
yang sulit dilewati karena orang pada masa ini cenderung melakukan
introspeksi diri. Mereka akan memikirkan kembali hal-hal yang telah terjadi
pada masa sebelumnya, baik itu keberhasilan maupun kegagalan. Jika dalam
masa sebelumnya orang tersebut memiliki integritas yang tinggi dalam segala
hal dan banyak mencapai keberhasilan maka akan menimbulkan kepuasan di
masa senja nya. Namun sebaliknya, jika orang tersebut banyak mengalami
kegagalan maka akan timbul keputus asaan.
A. PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK MENURUT PIAGET
Tingkat 1 (Pra-Konvensional)
1. Orientasi kepatuhan dan hukuman
2. Orientasi minat pribadi ( Apa untungnya buat saya?)
Tingkat 2 (Konvensional)
1. Orientasi keserasian interpersonal dan konformitas ( Sikap anak baik)
2. Orientasi otoritas dan pemeliharaan aturan sosial ( Moralitas hukum dan
aturan)
Tingkat 3 (Pasca-Konvensional)
1. Orientasi kontrak sosial
2. Prinsip etika universal ( Principled conscience)
1. Taraf Pra-konvensional
Penalaran prakonvensional adalah tingkat yang paling rendah dalam teori
perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini, anak tidak memperlihatkan
internalisasi nilai-nilai moral, penalaran moral dikendalikan oleh imbalan
(hadiah) dan hukuman ekternal.
Tingkat pra-konvensional dari penalaran moral umumnya ada pada anak-
anak, walaupun orang dewasa juga dapat menunjukkan penalaran dalam tahap
ini. Seseorang yang berada dalam tingkat pra-konvensional menilai moralitas
dari suatu tindakan berdasarkan konsekuensinya langsung. Tingkat pra-
konvensional terdiri dari dua tahapan awal dalam perkembangan moral, dan
murni melihat diri dalam bentuk egosentris.
Pada taraf ini anak telah memiliki sifat responsive terhadap peraturan dan
cap baik dan buruk, hanya cap tersebut ditafsirkan secara fisis dan hedonistis
(berdasarkan dengan enak dan tidak enak, suka dan tidak suka) kala jahat
dihukum kalau baik diberi hadiah. Anak pada usia ini juga menafsirkan baik
buruk dari segi kekuasaan dari asal peraturan itu diberi, orang tua, guru, dan
orang dewasa lainnya. Pada taraf ini terdiri dari dua tahapan yaitu :
a. Punishment and obedience orientation.
Dalam tahap pertama, individu-individu memfokuskan diri pada
konsekuensi langsung dari tindakan mereka yang dirasakan sendiri.
Sebagai contoh, suatu tindakan dianggap salah secara moral bila orang
yang melakukannya dihukum. Semakin keras hukuman diberikan
dianggap semakin salah tindakan itu. Sebagai tambahan, ia tidak tahu
bahwa sudut pandang orang lain berbeda dari sudut pandang dirinya.
Tahapan ini bisa dilihat sebagai sejenis otoriterisme. Akibat – akibat dari
tindakan menentukan baik buruknya tindakan tersebut menghindari
hukuman dan taat pada yang berkuasa dianggap bernilai pada dirinya
sendiri, individu-individu memfokuskan diri pada konsekuensi langsung
dari tindakan mereka yang dirasakan sendiri.
b. Instrument-relativist orientation.
Tahap dua menempati posisi apa untungnya buat saya, perilaku
yang benar didefinisikan dengan apa yang paling diminatinya. Penalaran
tahap dua kurang menunjukkan perhatian pada kebutuhan orang lain,
hanya sampai tahap bila kebutuhan itu juga berpengaruh terhadap
kebutuhannya sendiri, seperti “kamu garuk punggungku, dan akan kugaruk
juga punggungmu. Dalam tahap dua perhatian kepada oranglain tidak
didasari oleh loyalitas atau faktor yang berifat intrinsik. Kekurangan
perspektif tentang masyarakat dalam tingkat pra-konvensional, berbeda
dengan kontrak sosial (tahap lima), sebab semua tindakan dilakukan untuk
melayani kebutuhan diri sendiri saja. Bagi mereka dari tahap dua,
perpektif dunia dilihat sebagai sesuatu yang bersifat relatif secara moral.
Akibat dalam tahap ini beranggapan bahwa tindakan yang benar
adalah tindakan yang dapat menjadi alat untuk memuaskan kebutuhannya
sendiri dan kadang-kadang juga kebutuhan orang lain. Hubungan antar
manusia dianggap sebagai hubungan jual beli dipasar. Engkau menjual
saya membeli, saya menyenangkan kamu, maka kamu mesti
menyenangkan saya.
2. Tahap Konvensional