Anda di halaman 1dari 50

HALAMAN PERSETUJUAN

HALAMAN PERSETUJUAN

PROPOSAL INI TELAH DI PERIKSA DAN DI SETUJUI

PADA TANGGAL.................................................

Oleh

DANDIYANSYAH ICHTIAR USMAN

Stb. B1A3 16 019

Pembimbing 1, pembimbing 2,

Dr. Rosnawintang, SE M.Si. Dr. Ambo Wonua Nusantara, SE M.Si.


NIP. 19680808 199403 2 002 NIP. 19671029 200030 1 001

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya,
sehingga penulisan proposal ini dapat terselesaikan dengan judul: “Studi
Pemanfaatan Modal Sosial Pada Pasar Tradisional Mandonga Dalam
Penguatan Eksistensi Pasar Tradisional (Studi Kasus ; Pasar Tradisional
Mandonga) Kota Kendari”. Terselesaikannya proposal ini merupakan bentuk
kenikmatan yang diberikan kepada penulis. Semoga cita-cita untuk menjadi
manusia bermanfaat dapat terwujudkan dan semoga Allah SWT senantiasa
menaungi perjalanan untuk mewujudkannya dengan rahmat dan kebaikan.
Adapun tujuan penulisan proposal ini yaitu sebagai salah satu persyaratan guna
mendapatkan gelar sarjana ekonomi pada Jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas
Ekonomi dan Bisnis di Universitas Halu Oleo Kendari.
Penulis menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari kesempurnaan
mengingat keterbatasan yang penulis miliki baik dari segi kemampuan penulis
maupun prasana dan sarana yang kurang memadai. Oleh karena itu, dengan hati
yang tulus penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun
untuk memperbaiki proposal ini.
Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh
pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Semoga Allah
SWT, senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Amin

Kendari, Oktober 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI
halaman

HALAMAN SAMPUL DEPAN.............................................................................................


HALAMAN PERSETUJUAN............................................................................................... i
HALAMAN KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
HALAMAN DAFTAR ISI…………………………………………………………………. iii
HALAMAN DAFTAR GAMBAR........................................................................................ iv

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar 5
Belakang...................................................................................................... 11
1.2 Rumusan 11
Masalah................................................................................................. 12
1.3 Tujuan 12
Penelitian………......................................................................................
1.4 Manfaat Penelitian……………………............……………………………….
1.5 Ruang Lingkup Penelitian…………………….......…....……………………..
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori..................................................................................................... 13
2.1.1 Pengertian Modal Sosial.......................................................................... 14
2.1.2 Konsep Modal Sosial….......................................................................... 18
2.1.3 Modal Sosial pada Pasar Tradisional...................................................... 27
2.1.4 Pengaruh Modal Sosail Terhadap Pasar Tradisional .............................. 28
2.1.5 Ciri-ciri Pasar Tradisional ……….......................................................... 29
2.1.6 Pengertian Eksistensi………………………………............................... 30
2.2 Kajian Empirik...................................................................................................... 32
2.3 Kerangka Pikir Penelitian..................................................................................... 36
2.4 Hipotesis Penelitian…………........……………………………………......…… 38
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................................ 39
3.2 Populasi dan Sampel............................................................................................. 39
3.2.1 Populasi…..........……......………………………....................................... 39
3.2.2 Sampel…………………......…................................................................... 40
3.3 Jenis Dan Sumber Data......................................................................................... 40
3.3.1 Jenis data.................................................................................................... 40
3.3.2 Sumber data............................................................................................... 40
3.4 Teknik Pengumpulan Data.................................................................................... 41
3.5 Teknik Analisis Data…........................................................................................ 41
3.6 Devinisi Operasional Variabel............................................................................. 44

DAFTAR PUSTAKA

3
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul halaman


Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran kajian pemanfaatan modal sosial untuk
Eksistensi Pasar Tradisional............................................................... 37

4
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Kebutuhan yang bertambah mendorong masyarakat khususnya di

perkotaan untuk menciptakan ruang transaksi yang lebih besar dalam

memenuhi kebutuhannya. Ruang transaksi ini pun disesuaikan dengan

kemampuan masing-masing individu yang dijalankan dalam aktivitas tawar-

menawar. Pada akhirnya terbentuklah pasar sebagai harapan kelembagaan

untuk menjalankan aktivitas tersebut untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Ciri khas tampilan fisik dari pembangunan non-permanen hingga semi

permanen hingga transaksi secara manual,memberi kesan sederhana dari pola

pasar yang terbentuk sehingga digolongkan sebagai pasar tradisional.

Beragam kebutuhan mulai dari yang pokok hingga pelengkap pun

disediakan,melalui pemanfaatan hubungan yang dijalin dengan pemasok baik

dari luar daerah maupun dari hasil potensi sumber daya yang terdapat di

daerah itu sendiri

Manusia apabila ditinjau dari sisi sejarah sudah melakukan jual beli sejak

mengenal peradaban sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan (Kupita dan

Bintoro 2012:45). Transaksi jual beli dalam perkembangannya dilakukan pada

5
suatu tempat yang menjadi pusat kegiatan tersebut, yaitu pasar. Keberadannya

pasar merupakan salah satu jantung dari perekonomian suatu daerah. Dalam

hal ini pasar tradisional telah menjadi pasar yang sangat diminati masyarakat

dari semua kalangan,kalangan atas, menegah maupun kalangan kecil.

Pasar tradisional adalah pasar yang di bangun dan dikelola oleh

Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan

Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat

usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/di kelola oleh pedagang

kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha kecil dan

dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar. Adapun

keunggulan yang di milki oleh pasar tradisional di lihat dari lokasinya yang

strategis, keragaman barang yang di tawarkan, serta budaya tawar menawar

yang memungkinkan kedekatan penjual dan pembeli dan menjadi keunikan

pasar tradisional. Djau (2009) dalam Andriani dan Ali(2013) mengemukakan

bahwa pasar tradisional memiliki potensi sebagai ikon daerah dengan alasan

ekonomi dan sosial yang unik pada pasar tradisional sehingga diharapkan

dapat tetap eksis keberadaannya.

Pasar tradisional mempunyai peran dan fungsi yang tidak hanya sebagai

tempat perdagangan, tetapi juga sebagai peninggalan kebudayaan yang telah

ada sejak jaman dahulu (Kuptia dan Bintoro. 2012:46). Saat ini perlu disadari

bahwa keberadaan pasar tradisional sudah mulai tergusur oleh banyaknya

pasar modern yang memang sudah berkembang di berbagai daerah,

minimarket, hypermmart, maupun mall. Hal tersebut mempunyai pengaruh

terhadap eksistensi pasar tradisional itu sendiri, dimana harus bersaing dengan

6
pasar modern yang memang mempunyai keunggulan dalam produk, dan

managemen pemasaran.

Berdasarkan aspek metode pelayanan di pasar tradisional pedagang

melayani pembeli dan terjadi tawar menawar. Metode pelayanan di pasar

modern yaitu sistem swalayan di mana melayani dirinya sendiri dan harga

sudah pasti sehinngga tidak ada tawar menawar. Metode pelayanan di pasar

modern yaitu sistem swalayan di mana pembeli melayani dirinya sendiri dan

harga sudah pasti sehingga tidak ada tawar-menawar. Sarwoko (2008: 100)

mengatakan bahwa proses tawar-menawar harga di pasar tradisional

memungkinkan terjalinnya kedekatan personal dan emosional antar penjual

dengan pembeli.

Pasar tidak hanya membutuhkan modal financial dan modal manusia

dalam mempertahankan keberadaannya, tetapi juga membutuhkan modal

sosial. Pasar tradisional telah menunjukkan ketahanannya dalam persaingan

dengan pasar modern, meskipun jumlahnya berkurang. Menurut Syahyuti

(2008:36) dalam keadaan krisis yang sedang terjadi, ekonomi pasar tradisional

telah menunjukkan ketahanannya. Hal ini bukti bahwa dalam keadaan krisis,

masyarakat mampu menemukan akar-akar kekuatan modal sosial dari

ekonomi pasar tradisional. Pasar tradisional dapat bertahan karena adanya

modal sosial yang hidup di antara para pelakunya. Perbaikan fasilitas dan

suntikan dana memang penting, tetapi modal sosial juga harus di kawal karena

ini kekuatan yang sesungguhnya dari pasar tradisional.

Berdasarkan yang terjadi di lapangan, adanya kontradiksi antara harapan

dan realita yang terjadi mengindikasi terjadinya penurunan eksistensi pasar

7
tradisional saat ini. Adanya isu internal dan eksternal yang mengancam,

mengarahkan perlunya strategi dari para stakeholders untuk mengantisipasi

ancaman tersebut. Strategi yang di arahkan untuk mengelola pasar menjadi

lebih baik akan berjalan jika mendapat dukungan dari semua pemangku

kepentingan dengan menekankan peranannya secara personal dan kolektif.

Keunikan yang menjadi ciri khas pasar tradisional tidak terlepas dari para

penegak atau stakeholders yang terlibat. Hubungan sosial yang terjalin

dibangun atas dasar kepercayaan, norma dan jaringan. Modal yang terbentuk

secara alamiah inilah yang dijadikan sebagai modal sosial untuk menjalankan

fungsi pasar agar tetap sesuai yang diharapkanr. Kebijakan tentang konsep

pasar tradisional yang seharusnya pun di atur dalam Peraturan Menteri

Perdagangan Republik Indonesia NO 56/M-DAG/PER/9/2014 tentang

Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan

Toko Modern.

Penelitian Syahyuti (2008) berjudul “Peran Modal Sosial(social capital)

dalam Perdagangan Hasil Pertanian” memperoleh kesimpulan bahwa modal

sosial mampu mengurangi dampak dari ketidaksempurnaan pasar yang

dihadapi para pelaku perdagangan. Modal sosial mereduksi tingginya biaya

transaksi melalui tiga dimensi. Ketiga dimensi tersebut adalah relasi dengan

pedagang lain yang dapat membantu dalam biaya transaksi, relasi orang-orang

yang dapat membantu jika dihadapi kesulitan keuangan, dan relasi keluarga.

Modal sosial dapat ditumbuhkan secara formal misalnya melalui penumbuhan

asosiasi-asosiasi pedagang.

8
Keberadaan pasar tradisional di perkotaan dari waktu ke waktu semakin

terancam dengan maraknya pembangunan pasar modern. Satu hal yang tidak

dapat diingkari, daya tarik pasar tradisional menurun akibat buruknya kondisi

serta kelengkapan sarana dan prasarana pasar tradisonal, keadaan pasar yang

sangat padat dengan penataan barang dagangan yang meluber dari petak

jualan, ruang gerak yang sumpek dan kumuh, yang semua bertolak belakang

dengan keadaan pasar modern (Sulystiowati, 1999).

Beberapa hal yang harus menjadi landasan bagi pembuat kebijakan untuk

menjaga kelangsungan hidup pasar tradisional selain dari kebijakan

pemerintah yang bersifat regulasi, antara lain: pertama, memperbaiki sarana

dan prasarana pasar tradisional, kedua melakukan pembenahan total pada

manajemen pasar. Hal tersebut meruapakan salah satu faktor pendukung

eksistensi pasar tradisional, selain upaya dari pedagang sendiri

mempertahankan eksistensi pasar tradisional yang menjadi tempat mereka

menjadi nafkah.

Salah satu upaya pedagang adalah mempertahankan modal sosial di pasar

tradisional yang tercipta oleh adanya tradisi dalam kehidupan berusaha di

lingkungan pasar tradisional yang menjadi dasar acuan bertindak para

pedegang dalam berjualan sehari-hari di pasar tradisional. Modal sosial di

lingkungan pasar tradisional dengan mengembangkan pula usaha yang

memelihara nilai dan norma kejujuran, saling mempercayai, kerjasama

pedagang kepada konsumen maupun kepada diantara sesame pedagang di

pasar tradisional (Leksono, 2009).

9
Salah satu pasar tradisional yang masih bertahan di Kota Kendari adalah

Pasar Tradisional Mandonga yang sudah berdiri hampir 22 tahun. Salah satu

alasan dikatakan sebagai pasar tradisional karena masih terjadi tawar-menawar

di pasar. Kondisi fisik tempat berdagang di Pasar Tradisional Mandonga

merupakan bangunan temporer yaitu lapak bongkar pasang dan juga permanen

yaitu gedung yang telah di buat oleh pemernitah untuk para pedagang kaki

lima yang dahulu berjualan di jalan.

Beraneka ragam barang dagangan dijual di Pasar tradisional Mandonga.

Ada beberapa pedagang mejual barang dagangan dengan jenis yang sama.

Persaingan selalu ada di dunia perdagangan termasuk di Pasar Tradisional

Mandonga. Persaingan para pedagang berupa meningkatkan kualitas barang

dagangan dan memberikan pelayanan yang baik kepada pembeli.

Jumlah pedagang dan pengunjung di Pasar Tradisional Mandonga semakin

bertambah sejak dari awal berdiri. Peningkatan jumlah pengunjung dan

banyaknya keuntungan yang akan didapat menjadi daya tarik orang untuk

mencoba berdagang di Pasar Tradisional Mandonga. Kondisi tersebut

menujukkan bahwa sebagian masyarakat masih berminat terhadap pasar

tradisional. Pasar Tradisional Mandonga selaku pasar tradisional masih

mampu bertahan ditengah maraknya kemunculan pasar-pasar modern di Kota

Kendari.

Modal sosial berperan sebagai perekat yang mengikat semua orang dalam

masyarakat atau organisasi untuk mengakses sumber-sumber keuangan

mendapatkan informasi,menemukan pekerjaan, merintis usaha dan

meminimalkan biaya transaksi. Adanya jaringan sosial, kepercayaan, dan

10
norma sosial di Pasar Tradisional Mandonga memungkinkan terjalinnya

kerjasama antar aktor pasar. Kerjasama dilakukan untuk mencapai tujuan

bersama secara efisien. Sesuai dengan Fukuyama(2007:38) yang mengatakan

bahwa jika orang-orang yang bekerjasama dalam sebuah perusahaan atau

pasar saling mempercayai dan bekerja menurut serangkaian norma etis

bersama, maka berbisnis hanya memerlukan sedikit biaya.

Modal sosial di Pasar Tradisional Mandonga Kota Kendari memiliki

pengaruh terhadap eksistensinya, ketika jumlah pasar-pasar tradisional di Kota

Kendari mulai menurun. Pasar Tradisional Mandonga masih mampu

mempertahankan keberadannya. Berkenaan dengan hal tersebut, maka peneliti

merasa perlu dilakukan penelitian dengan judul Studi Pemanfaatan Modal

Sosial Pada Pasar Tradisional Mandonga Dalam Penguatan Eksistensi Pasar

Tradisional(Studi Kasus Pasar Tradisional Mandonga) Kota Kendari.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini yaitu:

1.2.1. Bagaimana Pemanfaatan Modal Sosial Penjual dan Pembeli di Pasar

Tradisional Mandonga?

1.2.2. Bagaimana Eksisitensi Pasar Tradisional Mandonga?

1.2.3. Bagaimana Hubungan Pemanfaatan Modal Sosial dan Eksistensi Pasar

Tradisional Mandonga?

1.3. Tujuan Penelitian

11
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Modal Sosial

dan Eksistensi Pasar Tradisional mandonga, serta Hubungan Modal Sosial

dan Eksistensi Pasar Tradisional Mandonga

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini di harapkan dapat memberikan manfaat, antara lain :

1.4.1. Manfaat Praktis

Dapat memberikan masukan,saran dan penguatan positif bagi

pedagang Pasar Tradisional Mandonga Kota Kendari dalam

meningkatkan modal sosial dan eksistensi pasar tradisional

1.4.2. Manfaat Teoritis

Menjadi bahan referensi bagi penelitian berikutnya yang

berhubungan dengan dengan studi social dan eksistensi pasar pada

pasar tradisional

1.4.3. Bagi penulis

Penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan yang

berkaitan dengan studi modal sosial dan eksistensi pasar pada pasar

tradisional

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Untuk lebih terarahnya penelitian ini, maka penulis membatasi ruang

lingkup penelitian pada pedagang Pasar Tradisional Mandonga. Studi modal

sosial dengan indikator kepercayaan, jaringan dan norma dan studi eksitensi

12
pasar dengan inidikator kebutuhan, kenyamanan dan keamanan, serta fasilitas

pada Pasar Tradisional Mandonga Kota Kendari.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

Menurut Woolcock (2000), pada 1990-an konsep modal sosial

didefinisikan di sini sebagai norma dan jaringan yang memunngkinkan orang

untuk bertindak secara kolektif, pada waktu itu modal sosial menonjol di

semua disiplin ilmu.

Sedangkan menurut Fukuyama (2001), modal sosial adalah norma

informal yang di dalamnya ada kerjasama antara individu atau lebih. Menurut

Butcher (2003), modal sosial merupakan salah satu konsep baru yang muncul

dari ekonomi dalam dekade terakhir, Ia membahas dan menggabungkan

pendekatan pasar tradisional dengan pemahaman tentang dimensi sosial

berwujud akivitas ekonomi, seperti kepercayaan dan masyarakat.

Sedangkan Hall (2013), mendefinisikan modal sosial menyebabkan

pertumbuhan ekonomi karena menciptakan lingkungan ekonomi menjadi

hidup yaitu dengan mengurangi biaya transaksi dan pengawasan,

menghubungkan arus informasi dan menciptakan kepercayaan dalam

13
pengaturan lembaga publik. Dalam pasar tradisional modal sosial yang terjalin

antar pedagang serta pedagang dengan pembeli pada kenyataannya

menghubungkan arus informasi, karena bagaimanapun mereka saling

berkomunikasi serta berinteraksi sehingga informasi mengalir dengan

sendirinya. Mengenai kepercayaan hal ini tergantung individu masing-masing

dalam memutuskan apakah ia akan percaya maupun tidak.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia eksistensi adalah keberadaan,

kehadiran yang mengandung unsure bertahan. Abidin(dalam kompasiana,

2012) menyatakan bahwa eksistensi adalah suatu proses yang dinamis, suatu

“menjadi atau “mengada”. Ini sesuai dengan asal kata eksistensi itu sendiri,

yakni exsistere, yang artinya keluar dari, “melampaui” atau “mengatasi”. Jadi

eksistensi tidak bersifat kaku dan terhenti, melainkan lentur atau kenyal dan

mengalami perkembangan atau sebaliknya kemunduran, tergantung pada

kemampuan dalam mengaktualisasikan potensi-potensinya.

Menurut Nadia Juli Indrani, eksistensi bisa kita kenal juga dengan satu

kata yaitu keberadaan. Dimana keberadaan yang dimaksud adalah adanya

pengaruh atas ada atau tidak adanya kita. Istilah “ hukuman” merupakan

istilah umum dan konvensional yang mempunyai arti yang luas dan dapat

berubah-ubah karena istilah itu dapat berkonotasi dengan bidang yang cukup

luas. Istilah tersebut tidak hanya sering digunakan dalam bidang hukum,

tetapi juga dalam istilah sehari-hari seperti di bidang moral, agama dan lain

sebagainya.

2.1.1. Pengertian Modal Sosial

14
Modal sosial sudah banyak ditulis dalam berbagai buku dan jurnal

namun masih banyak orang yang belum paham dengan baik tentang

makna modal sosial. Defenisi modal sosial sangat beragam, namun

secara umum modal sosial dapat dimaknai sebagai institusi, hubungan,

sikap dan nilai yang memfasilitasi interaksi antar individu antar

kelompok masyarakat dalam rangka peningkatan kesejahteraan melalui

pembangunan ekonomi dan pembangunan masyarakat itu sendiri. Ada

beberapa tokoh yang berperan memperkenalkan konsep modal sosial

dalam karya-karya mereka seperti Bourdieu, Coleman dan Putnam.

Menurut Bourdieu ada 3 dimensi modal yang berhubungan dengan

kelas sosial yaitu: modal ekonomi, modal kultural, dan modal sosial.

Bourdieu adalah ilmuwan sosial dari aliran Neo-Marxis yang

mengaitkan modal sosial dengan konflik kelas. Modal sosial bagi

Bourdieu adalah relasi sosial yang dapat dimanfaatkan seorang aktor

dalam rangka mengejar kepentingannya. Dengan demikian modal sosial

bisa menjadi alat perjuangan kelas.

Bourdieu (1986) mendefinisikan modal sosial sebagai sumber daya

yang dimiliki seseorang ataupun sekelompok orang dengan

memanfaatkan jaringan, atau hubungan yang terlembaga dan ada saling

mengakui antar anggota yang terlibat di dalamnya. Dari definisi

tersebut ada dua hal yang perlu mendapat perhatian dalam memahami

modal sosial yaitu: pertama, sumber daya yang dimiliki seseorang

berkaitan dengan keanggotaan dalam kelompok dan jaringan sosial.

Besarnya modal sosial yang dimiliki seseorang tergantung pada

15
kemampuan orang tersebut memobilisasi hubungan dan jaringan dalam

kelompok atau dengan orang lain di luar kelompok. Kedua, kualitas

hubungan antar aktor lebih penting daripada hubungan dalam kelompok

(Bourdieu 1986). Bourdieu melihat bahwa jaringan sosial tidak bersifat

alami, melainkan dibentuk melalui strategi investasi yang berorientasi

kepada pelembagaan hubungan kelompok yang dapat dipakai sebagai

sumber untuk meraih keuntungan. Karya Bourdieu walaupun

monumental tapi kurang dikenal luas kecuali oleh mereka yang bisa

berbahasa Perancis. Modal sosial baru menjadi perhatian setelah

Coleman menulis tentang topik ini.

Coleman melengkapi kajian Bourdieu dengan melihat modal sosial

berdasarkan fungsinya. Menurutnya, modal sosial mencakup dua hal

yaitu:

a. modal sosial mencakup aspek tertentu dari struktur sosial; dan

b. modal sosial memfasilitasi pelaku (aktor) bertindak dalam struktur

tersebut.

Lebih lanjut Coleman juga mengembangkan pemahaman modal

sosial yang meliputi asosiasi (hubungan) vertikal dan horisontal.

Asosiasi vertikal ditandai dengan hubungan yang bersifat hirarkis dan

pembagian kekuasaan yang tidak seimbang antar anggota masyarakat.

Hubungan semacam ini mempunyai konsekuensi positif maupun

negatif. Sedangkan asosiasi horisontal adalah hubungan yang sifatnya

egaliter dengan pembagian kekuasaan yang lebih merata.

16
Tokoh yang paling sering disebut memperkenalkan konsep modal

sosial adalah Robert Putnam. Putnam menjabarkan modal sosial sebagai

seperangkat asosiasi antar manusia yang bersifat horisontal yang

mencakup jaringan dan norma bersama yang berpengaruh terhadap

produktivitas suatu masyarakat. Intinya Putnam melihat modal sosial

meliputi hubungan sosial, norma sosial, dan kepercayaan (trust)

(Putnam 1995).

Penekanan modal sosial adalah membangun jaringan (networks) dan

adanya pemahaman norma bersama. Namun perlu disadari pemahaman

norma bersama belum cukup menjamin kerjasama antar individu karena

bisa saja ada yang tidak taat (moral hazard). Oleh karena itu

dibutuhkan sanksi sosial yang bersifat informal sehingga kualitas

hubungan dan interaksi sosial tetap terjaga dengan baik.

Dari berbagai uraian di atas tekanan berbagai definisi modal sosial

adalah sebagai kepercayaan, norma, dan jaringan yang memungkinkan

anggota komunitas bertindak kolektif. Definisi modal sosial yang telah

dipaparkan memang sederhana tapi perlu kritis melihatnya. Ada

beberapa hal yang perlu diperhatikan dengan berbagai defenisi yang

telah kita pelajari. Pertama, definisi di atas fokus pada sumber modal

sosial dan bukan akibat modal sosial (Portes 1998). Norma dan jaringan

dapat dianggap sebagai sumber modal sosial. Tentu di sini karakteristik

modal sosial seperti kepercayaan dan reprositas sudah tercakup di

dalamnya. Kedua, berbagai definisi di atas membuka peluang

dimasukannya berbagai dimensi modal sosial yang memungkinkan

17
pemahaman modal sosial menjadi lebih kompleks. Selain itu, ada

asumsi teoretis bahwa setiap komunitas mempunyai akses yang sama

terhadap modal sosial.

Definisi modal sosial memberi kesan bahwa suatu masyarakat dapat

mengisolir diri dan akan mampu bertahan jika mempunyai modal sosial

yang kuat. Pandangan isolasionis seperti ini lebih memilih memenuhi

semua kebutuhan dari sumber yang ada dalam masyarakat itu sendiri.

Pandangan ini tidak salah namun kita perlu menyadari bahwa ada sisi

negatif dari pemahaman modal sosial yang sempit. Misalnya, suatu

masyarakat karena lebih mementingkan pemenuhan kewajiban sosial,

mereka kurang memperhatikan peningkatan ekonomi rumah tangga

sehingga mengakibatkan menurunnya tingkat kesejahteraan rumah

tangga. Ini adalah salah satu kritik kelompok Neo-Klasik terhadap

konsep modal sosial. Menurut kelompok Neo-Klasik, interaksi sosial

individual dianggap sebagai tindakan tidak rasional karena biaya sosial

dan uang cukup besar namun produktivitas individu terus menurun

(Woolcock 2000).

2.1.2. Konsep Modal Sosial

Salah satu konsep yang dianggap sebagai jembatan antara konsep

sosiologi dan konsep ekonomi adalah konsep modal sosial. Konsep

modal sosial merupakan perkembangan teori dan penelitian yang relatif

baru, namun sekarang ini modal sosial telah banyak digunakan dalam

berbagai bidang.

18
Modal sosial pertama kali dikemukakan oleh Bourdieu(1992) yang

sering digunakan acuan oleh tokoh-tokoh lain dalam mendefiniskan

modal sosial. Menurut Bourdieu (1992) definisi modal sosial adalah

jumlah sumber-sumber daya, aktual atau virtual (tersirat) yang

berkembang pada seorang individu atau sekelompok individu karena

kemampuan untuk memiliki suatu jaringan yang dapat bertahan lama

dalam hubungan-hubungan yang lebih kurang telah diinstitusikan

berdasarkan pengetahuan dan pengenalan timbal balik.

Selain itu tokoh terkenal yang mendifinaskan modal sosial lainnya

adalah Putnam (1996) yang menyatakan bahwa modal sosial adalah

corak-corak kehidupan sosial jaringan-jaringan, norma-norma dan

kepercayaan yang menyanggupkan para partisipan untuk bertindak

bersama lebih efektif untuk mengejar tujuan-tujuan bersama. Burt

(dalam Portes, 1998) memaknai modal sosial sebagai teman, kolega,

dan lebih umum kontak lewat siapa pun yang membuka peluang bagi

pemanfaatan modal ekonomi dan manusia.

Seiring berjalannya waktu konsep modal sosial mengalami

perkembangan. Berbagai penelitian modal sosial telah dilakukan

sehingga menciptakan banyak konsep tentang modal sosial. Menuruut

Lyon (2000) modal sosial berasal dari interaksi dari berbagai faktor,

yang masing-masing memerlukan hubungan sosial yang membentuk

bagaimana masyarakat bereaksi, dan reaksi-reaksi ini dibentuk oleh

modal sosial yang ada. Secara umum modal sosial bisa didekati dari

dua perspektif. Pertama, mengkaji modal sosial dari perspektif pelaku

19
(actor’s perspective) yang diformulasikan oleh Bourdieu, yang melihat

modal sosial berisi sumber daya-sumber daya di mana pelaku individu

dapat menggunakannya kerena kepemilikannya terhadap jaringan

secara eksklusif (exclusive networks). Kedua, mencermati modal sosial

dari perspektif masyarakat (society’s perspective) yang

dikonseptualisasikan oleh Putnam, yang melihat modal sosial sebagai

barang publik yang diatur oleh organisasi dan jaringan horizontal yang

eksis dalam masyarakat. Coleman melihat langsung dari dua sudut

pandang tersebut, tetapi dengan cakupan yang lebih luas (wider range)

mengenai bentuk-bentuk modal sosial, termasuk ekspektasi, norma, dan

sanksi (Rosyadi, 2003).

Modal sosial merupakan hasil dari kerja sama, mengembangkan

kepercayaan, dan membangun rangkaian sosial. Membangun modal

sosial untuk menyusun lingkungan sosial yang kaya akan partisipasi

dan peluang. Seperti suatu lingkungan yang memungkinkan pelaku

untuk kerap bertemu, di mana berbagi nilai dan norma sosial dapat terus

dipelihara. Hal ini lalu mendongkrak kemungkinan atas keberlanjutan

interaksi berulang ke depan, kemudian mengurangi ketidakpastian dan

memperkecil risiko (Ramstrom dalam Yustika, 2008). Bourdieu (dalam

Yustika, 2008) memandang modal sosial sebagai aset prod,uktif yang

dibangun melalui investasi pada hubungan sosial; memerlukan waktu,

usaha, bahkan uang untuk mengakumulasinya. Sekali terbangun, seperti

modal lainnya (fisik maupun manusia), modal sosial kembalian,

terdepresiasi oleh waktu, dan harus terus dijaga agar tidak berhamburan

20
dan menjadi usang. Suatu investasi individual atas modal sosial

tergantung pada karakteristik sosio-ekonomi perseorangan, pada usia

tertentu, latar belakang keluarga tertentu, tingkat modal manusia

(pendidikan dan pekerjaan), serta pendapatan (Coleman, 1988).

Modal sosial mengasumsikan sumber daya yang terdapat dalam

salah satu hubungan sosial dapat digunakan untuk mendukung adanya

kewirausahaan, yang diekspektasikan pada kepastian penjelasan yang

lebih lengkap tentang fenomena, dan mengungkapkan tambahan

wawasan untuk keberhasilan pembangunan kewirausahaan dalam

kontek negara berkembang.

Dimensi relasional modal sosial mengacu pada kualitas atau

kekuatan ikatan sosial, yang biasanya merupakan cerminan dari durasi

hubungan yang berkelanjutan, tingkat keintiman emosional, dan

frekuensi perilaku timbal balik. Menurut Lesser (2000), modal sosial

sangat penting bagi komunitas karena (1) memberikan kemudahan

dalam mengakses informasi bagi anggota komunitas; (2) menjadi media

pembagian kekuasaan dalam komunitas; (3) mengembangkan

solidaritas; (4) memungkinkan mobilisasi sumber daya komunitas; (5)

memungkinkan pencapaian bersama; dan (6) membentuk perilaku

kebersamaam dan berorganisasi komunitas.

Coleman (dalam Yustika 2013) menyebut setidaknya terdapat tiga

bentuk dari modal sosial. Pertama, struktur kewajiban (obligations),

ekspektasi (expectations), dan kepercayaan (trustworthiness). Kedua,

jaringan informasi (information channels). Informasi sangatlah penting

21
sebagai basis tindakan. Dengan demikian individu yang memiliki

jaringan lebih luas akan lebih mudah (dan murah) untuk memeroleh

informasi, sehingga bisa dikatakan modal sosialnya tinggi; demikian

pula sebaliknya. Ketiga, norma dan sanksi yang efektif (norms and

effective sanctions).

Modal sosial merupakan variabel tambahan yang baru dalam

permodelan pertumbuhan yang mewakili bentuk dari kepercayaan dan

jaringan sosial pada produktivitas yang menyebabkan pertumbuhan.

Dengan kata lain yang dimaksud disini bahwa modal sosial merupakan

salah satu variabel yang mendorong adanya pertumbuhan ekonomi

melalui kepercayaan dan jaringan sosial. Karena menurut Robison et.

Al (2011) modal sosial merupakan orang atau kelompok yang memiliki

simpati atau perasaan wajib seseorang pada kelompok atau orang lain.

Dari definisi-definisi modal sosial yang berkembang, secara umum

modal sosial dapat diartikan sebagai jaringan, norma dan kepercayaan

dalam hubungan sosial individu maupun kelompok (Lukatela, 2007)

Konsep modal sosial dalam ekonomi digunakan untuk menjelaskan

fenomena ranging dari adopsi tekhnologi kelembagaan formal dan

informal. Pada level mikro, sosial capital berdampak yang berfokus

pada agribisnis, perdagangan internasional, pendapatan rumah tangga,

transaksi keuangan, dan pengetahuan pertukaran antara pemodal dan

perusahaan. Selain itu, modal sosial digunakan untuk menjelaskan

fenomena pada level agregat seperti wilayah dan nasional. Berdasarkan

bukti empiris dan teori menyatakan bahwa modal sosial merupakan

22
konsep kekuatan yang menjelaskan tentang fenomena ekonomi

(Shideler dan Kraybill, 2009).

Jones (2005) menyatakan bahwa modal sosial dibedakan menjadi

dua dimensi yaitu kognitif dan struktural. Dimensi kognitif meliputi

nilai, tingkah laku, norma, dan kepercayaan. Dengan kata lain dimensi

ini memiliki persepsi perilaku motivasi atau dorongan, timbal balik,

berbagi dan saling percaya. Modal sosial kognitif merupakan mediator

yang menghubungkan antara manfaat ekonomi dan penduduk yang

berperilaku pro lingkungan. Sedangkan modal sosial dalam dimensi

struktural meliputi komposisi, praktek, kelembagaan formal dan

informal yang membantu memfasilitasi saling memanfaatkan dalam

tindakan kolektif. Baik dari segi kognitif maupun struktural modal

sosial secara positif berhubungan dengan aktifitas dan lingkungan

masyarakat (Jones, 2010).

Penelitian Pretty dan Smith (2003) menunjukan bahwa hubungan

antara kepercayaan, timbal balik dan pertukaran, peraturan biasa, norma

dan sanksi dan keterkaitan dengan masyarakat semuanya merupakan hal

penting untuk mencegah adanya tindakan individual agar secara positif

menghasilkan outcome yang baik.

Modal sosial merupakan fitur organisasi sosial seperti jaringan,

norma, dan kepercayaan sosial yang dapat memfasilitasi koordinasi dan

kerja sama untuk manfaat bersama. Dengan demikian atribut pokok

modal sosial terdiri dari norma (norm), kepercayaan (trust), jaringan

(networking). Menurut Frick et.al (2012) modal sosial dilihat sebagai

23
penghubung dalam menciptakan norma dan kepercayaan dalam struktur

jaringan.

a. Norma

Norma adalah sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan

diikuti oleh anggota masyarakat pada suatu entitas sosial tertentu.

Menurut Hasbullah (2006) aturan-aturan kolektif tersebut biasanya

tidak tertulis tapi dipahami oleh setiap anggota masyarakat dan

menentukan pola tingkah laku yang diharapkan dalam konteks

hubungan sosial. Menurut Fukuyama (2000), norma merupakan

bagian dari modal sosial yang terbentuknya tidak diciptakan oleh

birokrat atau pemerintah.

Norma terbentuk melalui tradisi, sejarah, tokoh kharismatik

yang membangun sesuatu tata cara perilaku seseorang atau sesuatu

kelompok masyarakat, didalamnya kemudian akan timbul modal

sosial secara spontan dalam kerangka menentukan tata aturan yang

dapat mengatur kepentingan pribadi dan kepentingan kelompok.

b. Kepercayaan

Kepercayaan(trust) adalah suatu bentuk keinginan untuk

mengambil resiko dalam hubungan sosialnya yang didasari oleh

perasaan yakin bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti

yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam suatu pola

tindakan yang saling mendukung, paling tidak yang lain tidak akan

bertindak merugikan diri dan kelompoknya (Putnam, 1995).

Menurut Fukuyama (2001), trust merupakan sikap saling

24
mempercayai di masyarakat tersebut saling bersatu dengan yang

lain dan memberikan kontribusi pada peningkatan modal sosial.

Francois (2003) memandang trust sebagai komponen ekonomi yang

relevan melekat pada kultur yang ada pada masyarakat yang akan

membentuk kekayaan modal sosial.

c. Jaringan

Aspek ketiga dalam modal sosial adalah jaringan. Menurut J.

Mawardi (2007) modal sosial tidak dibangun hanya oleh satu

individu, melainkan terletak pada kecenderungan yang tumbuh

dalam suatu kelompok untuk bersosialisasi sebagai bagian penting

dari nilai-nilai yang melekat. Jaringan hubungan sosial biasanya

akan diwarnai oleh suatu tipologis khas sejalan dengan

karakteristik dan orientasi kelompok. Pada kelompok sosial

biasanya terbentuk secara tradisional atas dasar kesamaan garis

turun temurun (repeated sosial experiences) dan kesamaan

kepercayaan pada dimensi kebutuhan (religious beliefs) cenderung

memiliki kohesif tinggi, tetapi rentang jaringan maupun trust yang

terbangun sangat sempit. Sebaliknya pada kelompok yang

dibangun atas dasar kesamaan orientasi dan tujuan serta dengan ciri

pengelolaan organisasi yang lebih modern, akan memiliki tingkat

partisipasi anggota yang lebih baik dan memiliki rentang jaringan

yang lebih luas. Pada tipologi kelompok yang disebut terakhir akan

lebih banyak menghadirkan dampak positif bagi kelompok maupun

25
kontribusinya pada pembangunan masyarakat secara luas

(Hasbullah, 2006).

eraturan Menteri Dalam Negeri Rupublik Indonesia

Nomor:56/M/DAG/PER/9/2014 tentang Pedoman Penataan dan

Pembinaan Pasar Tradisional, pusat Perbelanjaan dan Toko Modern,

memberikan definisi pasar tradisional dan pasar modern atau toko modern

sebagai berikut :

Pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh

Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan

Baddan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan

tempat usaha berupa toko, kios, los dan tnda yang dimilik/dikelola oleh

pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan

usaha skala kecil, modal kecil, dan dengan proses jual beli barang

dagangan melalui tawar menawar.

Pasar tradisonal merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli

serta ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung

dan biasanya adda proses tawar-menawar, bangunann baisanya terdiri dari

kios-kios atau gerasi, los dan dasaran terbukaa yang dibuka oleh penjual

maupun suatu pengelola pasar. Kebanyakan menjual kebutuhan sehari-hari

sepperti bahan-bahan makanan berupa ikan, buah, sayur-sayuran, telur,

daging, kain, pakaian barng elektronik, jasa dan lain-lain. Selain itu, ada

pula yang menjual kue-kue dan barang-barang laainnya. Pasar seperti ini

masih banyak ditemukan di Indonesia, dan umumnya terletak dekat

26
kawasan perumahan agar memudahkan pembeli uuntuk mencapai pasar.

Beberapa pasar tradisional yang “legendaris” antaraa lain adalah Pasar

Tradisional Mandonga.

2.1.3. Modal Sosial dan Pasar Tradisional

Pemahaman tentang pasar dapat kita terjemahkan kedalam pola

piker dan sudut pandang yang berbeda-beda. Memahami arti pasar dari

sudut pandang ekonomi jelas berbeda jika dibandingkan dengan sudaut

pandang sosiologi. Dari sudut pandang ekonomi, pasar dapat di artikan

sebagai tempa bertemunya antara penawaran dan permintaan.

Pandangan teori ekonomi neo klasik mengatakan bahwa tansaksi di

pasar tidak terkait dengan faktor sosial, karena hanyaa faktor ekonomi

yang berperan. Pandangan ahli ekonomi sosiologi berpendapat bahwa

pasar tidak bisa dipisahkan dari ikatan sosial para pelakunya.

Mengesampingkan faktor ekonomi (harga) dan mengutamakan

faktor sosial di anggap dapat menyelamatakan konsumen. Pandangan

pasar menurut ahli ekonomi sosiologi tampaknya lebih tepat untuk

memahami pasar tradisonal. Ikatan sosial di pasar tradisional sangat

kkuat, bahkan dapat pula di analogikan bahwa pasar traisional

merupakan rumah kedua bagi para pelaku pasar (Leksono, 2009).

Keberdaan pasar tidak bisa lepas dari ketersediaan modal.

Modal sosial adalah sejumlah sumberdaya yang dimiliki individu

atau kelompok individu karena kemampuannya untuk memiliki suatu

jaringan. Inti dari modal sosial adalah jaringan atau hubungan, dan dari

jaringan adalah sebuah kepercayaan (Field, 2005). Seseorang yang

27
dapat dipercaya memiliki peluang besar untuk sukses dalam jaringan

bisnisnya.

2.1.4. Pengaruh Modal Sosial terhadap Pasar Tradisonal

Menurut Woolcock(2000), Pada 1990-an konsep modal sosial

didefinisikan di sini sebagai norma dan jaringan yang memungkinkan

orang untuk bertindak secara kolektif, pada waktu itu modal sosial

menonjol di semua disiplin ilmu. Sedangkan menurut Fukuyama

(2001), Modal sosial adalah norma informal yang di dalamnya ada

kerjasama antara individu atau lebih. Lahirnya pasar tradisional di

indonesia membawa dua modal utama yaitu modal ekonomi dan modal

sosial, khususnya modal sosial yang tercipta dalam iklim perekonomian

pasar tradisional adalah kerjasama dan kepercayaan, adanya dimensi

kerjasama dalam konteks pasar tradisional di indonesia sendiri

mengajarkan bahwa kegiatan-kegiatan transaksi ekonomi tidak selalu

memikirkan profitabilitas dan keuntungan ekonomi semata, tetapi juga

membangun hubungan kekeluargaan dan persaudaraan terhadap sesama

(Jati, 2012).

De Tocqueville (dalam Defilippis, 2001) menyatakan bahwa Modal

sosial mengacu pada relasi antar individu (jaringan sosial) dan norma-

norma timbal balik serta kepercayaan yang tercermin di antara mereka,

hal ini sesuai dengan pendapat putnam mengenai ‘civic virtue’ (Putnam,

2000 dalam Defilippis, 2001). Sehingga, kepentingan pribadi

dikesampingkan dan mengedepankan "jaringan sosial, norma-norma,

28
dan kepercayaan yang digunakan indovidu-individu dalam mencapai

tujuan bersama" (dalam Defilippis, 2001). Modal sosial di sini adalah

relasi antarperorangan (jaringan sosial), norma-norma timbal balik, dan

kepercayaan yang timbul dari tindakan individu di masyarakat (dalam

Putnam, 2000).

Pasar tradisional tidak hanya dimaknai sebagai pranata ekonomi

yang berfungsi mendinamiskan transaksi perdagangan antara penjual

dan pembeli tetapi lebih dari itu pasar tradisional juga berfungsi sebagai

ruang budaya dimana adanya proses percampuran budaya antara

berbagai ragam mata pencarian ekonomi dalam satu naungan (Jati,

2012). Pasar tradisional dan pasar modern walaupun berada dalam kelas

dan mutu pelayanan yang berbeda tetapi memiliki fungsi yang sama,

yaitu sebagai fasilitas perbelanjaan yang menyediakan atau menjual

barang-barang kebutuhan sehari-hari bagi masyarakat sekitar.

Karakteristik pasar tradisional dan pasar modern dapat ditinjau dari

berbagai ciri pengelolaan, organisasi, kondisi fisik tempat usaha,

barang, hubungan antara pembeli dan penjual, waktu kegiatan,

mekanisme perolehan komoditas, dan lokasi.

2.1.5. Ciri Pasar Tradisional

Ciri-ciri pasar tradisional adalah sebagai berikut:

1. Adanya sistem tawar menawar antara penjual dan pembeli. Tawar

menawar mampu memberikan dampak psikologis yang penting bagi

masyarakat. Setiap orang yang berperan pada transaksi jual beli akan

melibatkan seluruh emosi dan perasaannya, sehingga timbul interaksi

29
sosial dan persoalan kompleks. Penjual dan pembeli saling bersaing

mengukur kedalaman hati masing-masing, lalu muncul pemenang

dalam penetapan harga. Tarik tambang psikologis itu biasanya diakhiri

perasaan puas pada keduannya. Hal ini yang dapat menjalin hubungan

sosial yang lebih dekat. Konsumen dapat menjadi langganan tetap stan

pada pasar tradisional. Kelancaran komunikasi sosial antar pembeli

dan penjual dalam pasar tradisional tersebut menunjang ramainya stan

tersebut. Maka, dibutuhkan ruang sirkulasi berupa ruang pedestrian

dengan lebar yang cukup.

2. Pedagang di pasar tradisional berjumlah lebih dari satu, dan pedagang

tersebut memiliki hak atas stan yang telah dimiliki, dan memiliki hak

penuh atas barang dagangan pada stan masing-masing, sehingga tidak

terdapat satu manajemen seperti yang ada di pasar modern.

2.1.6. Pengertian Eksistensi

Dalam kamus ilmiah arti kata eksistensi adalah keberadaan wujud

yang tampak. Eksisitensi juga bisa diartikan maksud adalah adanya

pengaruh atas ada atau tidak adanya sesuatu yang diusahakan.

Eksistensi merupkan pembuktian akan hasil kerja (performa) di dalam

suatu kejadian.

Menurut Nadia Juli Indrani, eksistensi bisa kita kenal juga dengan

satu kata yaitu keberadaan. Dimana keberadaan yang dimaksud adalah

adanya pengaruh atas ada atau tidak adanya kita. Istilah “ hukuman”

merupakan istilah umum dan konvensional yang mempunyai arti

yang luas dan dapat berubah-ubah karena istilah itu dapat

30
berkonotasi dengan bidang yang cukup luas. Istilah tersebut tidak

hanya sering digunakan dalam bidang hukum, tetapi juga dalam istilah

sehari-hari seperti di bidang moral, agama dan lain sebagainya.

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia Eksistensi adalah

keberadaan, kehadiran yang mengandung unsur bertahan. Sedangkan

menurut Abidin Zaenal (2007:16) “Eksistensi adalah suatu proses yang

dinamis, suatu, menjadi atau mengada. Ini sesuai dengan asal kata

eksistensi itu sendiri, yakni exsistere, yang artinya keluar dari,

melampaui atau mengatasi. Jadi eksistensi tidak bersifat kaku dan

terhenti, melainkan lentur atau kenyal dan mengalami perkembangan

atau sebaliknya kemunduran, tergantung pada kemampuan dalam

mengaktualisasikan potensi-potensinya”.

Menurut Andriani dan Ali (2013) eksistensi tidak bersifat kaku dan

terhenti, melainkan lentur dan mengalami perkembangan meningkat,

stagnan atau sebaliknya mengalami kemunduran, tergantung pada

kemampuan dalam mengaktualisasikan potensi-potensinya. Jika

dikaitkan dengan keberadaan pasar eksistensi merupakan pembuktian

akan hasil kerja (performa) di dalam suatu aktivitas pasar, dalam hal ini

pasar tradisional. Adapun indikator yang indikator kelangsungan

eksistensi pasar tradisional ditunjukkan dari keminatan atau

kelebihsukaan (preference) konsumen dalam berbelanja (Andriani dan

Ali 2013).Indikator kelangsungan eksistensi pasar tradisional

ditunjukkan dari keminatan atau kelebihsukaan (preference) konsumen

dalam berbelanja. Preferensi konsumen tersebut dipengaruhi oleh

31
persepsi seseorang mengenai suatu hal. Selain itu faktor seperti situasi,

kebutuhan, keinginan, dan juga kesediaan seseorang terhadap preferensi

disebabkan oleh adanya latar belakang serta tujuan seseorang dalam

melakukan atau memutuskan seseuatu.(Adinugroho,2009:51).

Lebih lanjut Adinugroho (2009) mengemukakan

variabel eksistensi pasar tradisional terdiri dari beberapa kajian

yang dispesifikkan lagi menjadi beberapa variabel, yang pertama dilihat

dari karakteristik pasar tradisional dimana karakteristik pasar

tradisional dilihat lagi dari beberapa kajian, yaitu sarana prasarana

pasar, karakteristik konsumen (segmen pasar), komoditas dan aktivitas

pasar. Variabel dari sarana prasarana pasar terdiri dari kondisi fisik

pasar dan kelengkapan dan kualitas prasarana penunjang pasar.

2.2. Kajian Empirik

Penelitian yang dilakukan oleh Andi Pallawa Rukka pada tahun 2015,

Studi modal sosial pada pasar tradisional (studi kasus : Pasar Tradisional

Manddonga) kota kendari. Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan

alat analisis scoring jenjang Pedagang pasar Tradisional Mandonga Kota

Kendari yang mengakui menerapkan modal sosial, dapat dilihat sejauh mana

penerapannya berdasarkan tiga indikator modal sosial, yaitu kepercayaan,

jaringan, dan norma. Ketiga indikator tersebut dianalisis dengan uraian

indikator Kepercayaan : Pelayanan adil dan spekulasi harga, jujur apa adanya

dan sadar diri, bertanggung jawab, contoh barang, harga barang, kualitas

barang, sopan santun. Jaringan : Mengarahkan pembeli dan tolong menolong,

32
mitra kerja dan persaingan sehat, penghasilan, pengunjung/pembeli,

pemasokan stok barang, akses informasi, perlakuan adil. Norma : Mentaati

aturan yang berlaku (tertulis dan tidak tertulis), membayar iuran, kebersihan,

barang tidak resmi (ilegal), buka/tutup sesuai aturan. (1) Kepercayaan

memperoleh hasil 95,13%. Artinya pedagang pasar Tradisional Mandonga

Kota Kendari sekitar 95,13% menerapkan rasa kepercayaan antar pedagang

dan menumbuhkan rasa percaya konsumen terhadap pedagang dan barang

yang akan dibeli. Dapat dilihat dari persentase yang menunjukan kategori

sangat tinggi dalam penerapannya. (2) Jaringan memperoleh hasil 80,6%.

Artinya sekitar 80,6% pedagang pasar Tradisional Mandonga Kota Kendari

menggunakan indikator modal sosial jaringan dalam berdagang mulai dari

sikap tolong menolong mitra kerja sampai akses pada pengelola pasar dan

perlakuan yang sama dari pengelola pasar. Jika di lihat dari ke tiga indikator,

indikator jaringan ini berada pada penerapan modal sosial dengan tingkat

kategori sangat tinggi. (3) Norma memperoleh hasil 100%. Artinya pedagang

pasar Tradisional Mandonga Kota Kendari mentaati seluruh aturan yang

berlaku baik tertulis maupun tidak tertulis. Dengan tingkat kategori penerapan

sangat tinggi yaitu 100%.

Penelitian yang dilakukan oleh Maritfa Nika Andriani, Mohammad Mukti

Ali pada tahun 2013, Kajian Eksistensi Pasar Tradisional Kota Surakarta.

Kota Surakarta meliputi lima kabupaten yang dihuni oleh sekitar 588.110

orang dan sebagai pusat pertumbuhan dengan penduduk lebih dari 500 ribu

orang di wilayah pedalaman sehingga menjadi target pasar modern karena

memiliki pangsa pasar yang luar biasa. Perkembangan pasar modern

33
meningkat di Surakarta keduanya terletak di pusat kota dan terletak di daerah

pedesaan dan perbatasan dengan daerah sekitarnya.

Menilai keberadaan pasar tradisional Kota Surakarta dianalisis tiga

sasaran termasuk: analisis pasar keberadaan tradisional, mengetahui kondisi

pasar eksistensi tradisional berdasarkan karakteristik pasar, pedagang dan

pengunjung persepsi pasar terhadap keberadaan pasar tradisional. Setelah

mengetahui kondisi keberadaan mereka maka analisis selanjutnya adalah apa

upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga eksistensi pasar tradisional

melalui dua analisis meliputi analisis kebijakan pemerintah yang berkaitan

dengan pasar tradisional dan analisis modal sosial sebagai upaya pedagang

untuk mempertahankan eksistensi dari pasar tradisional.

Upaya untuk mempertahankan keberadaan kedua pasar tradisional dengan

kebijakan peraturan dan pembangunan infrastruktur pasar serta menjaga

modal sosial terdiri dari norma-norma, keyakinan, dan perundingan sebagai

upaya pedagang untuk mempertahankan keberadaan pasar tradisional. Salah

satu rekomendasi yang diberikan adalah untuk memberikan dan

meningkatkan sarana dan prasarana pasar baik yang berada di pasar dan di

pasar Legi Mojosongo sehingga pengunjung merasa nyaman saat berbelanja

dan enggan untuk beralih ke pasar lain yang infrastruktur pasar yang lebih

baik daripada yang ditemukan baik di pasar tradisional, dan untuk

mempertahankan modal sosial terdiri dari norma-norma, keyakinan, dan

tawar-menawar di mana modal sosial dapat menjaga hubungan kepercayaan

pembeli dan meningkatkan loyalitas pembeli untuk terus datang kembali

untuk berbelanja di pasar tradisional.

34
Penelitian yang dilakukan oleh Romanna Trya Debora Aritonang, pada

tahun 2014. Kajian pemanfaatan modal sosial oleh stakeholders dalam

penguatan eksistensi pasar tradisional.

Modal sosial adalah salah satu sarana penting bagi upaya memperkuat

eksistensi pasar tradisional. Sebagai upaya untuk memperkuat eksistensi pasar

tradisional keberadaan stakeholders menjadi penting, dimana masing-masing

stakeholders mempunyai peran dan kepentingan tertentu dalam menjalankan

sistem operasional pasar. Modal sosial para pihak yang terbentuk dari norma,

kepercayaan, dan jaringan berpengaruh terhadap eksistensi pasar tradisional

jika dimanfaatkan dengan optimal. Secara prinsip kekuatan modal sosial dan

stakeholders menjadi faktor penting dari keberadaan pasar tradisional.

Penelitian yang dilakukan oleh Rinda Roflatul Maziyrah tahun 2014

dengan judul Peranan Modal Sosial terhadap Eksistensi Pasar Tradisional

(studi kasus di pasar besar Malang). Pasar tradisional sudah menjadi

kebutuhan masyarakat Indonesia, akan tetapi akhir-akhir ini kehadiran pasar

modern mengancam eksisitensi dari pasar tradisional kedepannya. Pada

kenyataanya di pasar besar Malang pasar tradisional bisa bertahan

berdampingan dengan ritel modern. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui peran modal sosial terhadap eksisitensi pasar tradisional.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi

kasus. Hasil dari penelitian ini, yaitu modal sosial yang terbentuk pada pasar

besar Malang telah ada dan menjadi pendorong bagi pasar itu sendiri untuk

bertahan, hal ini tercermin pada hubungan antar pedagang yang telah ada dan

terpelihara dengan baik serta hubungan pedagang dengan pelanggan atau

35
pembeli yang juga merupakan bentuk modal sosial, hubungan-hubungan ini

menyangkut kepercayaan, jaringan, serta nilai dan norma

2.3. Kerangka Pikir Penelitian

Merebaknya pasar modern di berbagai daerah secara langsung ataupun

tidak langsung menimbulkan dampak atau efek terhadap e k s i s t e n s i

pasar tradisional. Pasar Tradisional Mandonga adalah salah satu contoh

pasar tradisional yang ada di Kota Kendari merasakan dampak akibat

munculnya pasar modern yang ada di sekitarnya. Baik pedagang,

pengunjung dan masyarakat sekitar merasakan dampaknya.

Pasar tradisional merupakan tempat dimana bertemunya penjual dan

pembeli untuk melakukan transaksi secara langsung. Adanya pasar tradisional

diklasifikasikan berdasarkan mutu kelas tampilan pasar.

Adapun hubungan tersebut akan berpengaruh untuk memberikan

gambaran dari bentuk modal sosial yang terdapat di suatu pasar tradisional.

Hubungan tersebut dapat dapat dilihat dari pengaruh ada atau tidaknya

kelompok dan jejaring kerja, tingkat kepercayaan dan solidaritas, ada atau

tidaknya aksi kolektif dan kerjasama, kelancaran informasi dan komunikasi,

tingkat kohesi dan inklusivitas sosial. Adanya respon positif dari keadaan

modal sosial yang diukur berdasarkan indikator tersebut berpegerah terhadap

bentuk modal sosial yang dimanfaatkan yaitu mulai dari norma yang berlaku

baik norma lokal maupun eksternal, tingkat kepercayaan, dan jaringan yang

terbentuk.

36
Selain itu, manfaat dari modal sosial akan berpengaruh juga terhadap

persepsi pengunjung, pedagang, terhadap eksistensi pasar tradisional.

Persepsi pedagang berkaitan dengan jumlah pembeli, ragam barang, fasilitas

dan harga barang. Persepsi pengunjung berkaitan dengan faktor kenyamanan,

faktor keamanan, harga barang, ragam barang, kemudahan pencapaian,

kualitas barang, fasililitas dan pelayanan pasar.

PASAR
MODERN

 KEBUTUHAN
 KENAYAMAN
AN DAN EKSISTENSI PASAR
KEAMANAN
 FASILITAS TRADISIONAL

P
PERSEP PERSEP
SI SI

 KEPERCAYA
AN
 JARINGAN
PEMANFAATAN
 NORMA MODAL SOSIAL

Ket:

(Mempengaruhi)

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Kajian Pemanfataan Modal Sosial untuk

Eksistensi Pasar Tradisional

37
2.4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan permasalahan dan tujuan penelitian maka penulis mengajukan

hipotesis yaitu:

2.4.1. Ada pemanfaatan modal sosial penjual dan pembeli pada pasar

tradisional mandonga?

2.4.2. Ada eksistensi pasar pada pasar tradisional mandonga

2.4.3. Ada hubungan antara modal sosial dengan eksistensi pasar

38
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian di laksanakan di Pasar Tradisional Mandonga Kota

Kendari dan waktu penelitian selama 8 bulan.

3.2. Populasi dan Sampel

3.2.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah stakeholders pada Pasar Tradisional

Mandonga kota Kendari yang meliputi penjual dan pembeli pasar

tradisional mandonga. Jumlah seluruh pedagang yang terdaftar secara

resmi pada pasar Tradisonal Mandonga ini sebanyak 629 pedagang

serta pengunjung pasar yang datang melakukan transaksi jual beli di

Pasar Tradisional Mandonga. Berdasarkan hasil wawancara kepala

pasar pada hari Sabtu tanggal 18 Maret 2017 jumlah pegunjung kurang

lebih 400 orang perhari yang datang di pasar tradisional mandonga.

Pengambilan sampel dengan menggunakan tehnik accidental

sampling bertujuan untuk mengambil sampel penjual yang ditemui di

Pasar Tradisional Mandonga serta mengambil sampel pembeli yang di

temui di Pasar Tradisional Mandonga.

39
3.2.2. Sampel

Maka sampel/responden penelitian ini sebanyak 100 responden

yaitu 60 pedagang pasar yang terdaftar secara resmi maupun musiman

pasar di Pasar Tradisional Mandonga. Dengan memproporsionalkan

pengambilan sampel dari 6 kelompok pedagang. Sehingga sampel yang

diambil berjumlah 14 penjual ayam, 12 penjual telur, 7 penjual bahan

dapur, 13 penjual pakaian, 3 pedagang sayur, 11 penjual sembako. Serta

40 pembeli/pengunjung Pasar Tradisional Mandonga.

3.3. Jenis dan Sumber Data

3.3.1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data kuantitatif

dan kualitatif. Kuantitatif diperoleh langsung oleh Kepala Pasar

Tradisional Mandonga Kota Kendari yaitu data mengenai jumlah

pedagang dan peraturan/norma yang ada pada pasar tradisional

mandonga, sedangkan kualitatif diperoleh dari terjun lapangan

penelitian yaitu kusioner dan wawancara.

3.3.2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

primer dan sekunder. Data primer diperoleh langsung melalui

wawancara yang di ajukan kepada responden dalam hal ini adalah

pedagang-pedagang serta pembeli yang berada di Pasar Tradisional

Mandonga Kota Kendari. Sedangkan data sekunder diperoleh dari

Kepala Pasar Tradisional Mandonga Kota Kendari yaitu data mengenai

40
jumlah pedagang dan peraturan/norma yang ada pada pasar tradisional

mandonga serta jumlah pengunjung yang datang setiap harinya di pasar.

3.4. Tehnik Pengumpulan Data

Metode pengupulan data adalah cara tehnik yang diterapakan dalam rangka

memperoleh data/informasi yang dibutuhkan. Pengumpulan data dalam

penelitian ini dilakukan dengan tehnik sebagai berikut

3.4.1. Kusioner

Merupakan tehnik pengumpulan data melalui kusioner kepada

responden.Responden menjawab pertanyaan dengan memilih salah satu

dari pilihan jawaban. Responden tidak mengisi sendiri kusioner yang

akan terjawab melalui pengamatan peneliti.

3.4.2. Wawancara

Tehnik ini melakukan kontak muka langsung dengan responden

dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan

penelitian ini.

3.5. Teknik Analisis Data

Dengan digunakannya metode deskriptif akan diperoleh suatu gambaran

dan jawaban yang jelas mengenai pokok permasalahan. Dengan demikian

akan terlebih dahulu dilakukan pengkajian terhadap data dari indikator

variabel, kemudian jumlah skor hasil wawancara tersebut disesuaikan

berdasarkan kategori.

41
etelah data yang diperlukan terkumpul secara lengkap dan disusun secara

sistematis, selanjutnya dianalisis. Penelitian ini digunakan teknik pengukuran

dengan metode skala likert (Rianse dan Abdi, 2009) dan uji koefisien korelasi

spearman(Sudjana,1988:439). Setiap jawaban responden diberi skor, yaitu

jawaban responden yang menginterpretasikan modal sosial dan eksistensi

pasar dalam pasar tradisional. Dalam penyebaran kuesioner, setiap jawaban

yang tersedia yang sesuai dengan pertanyaannya, terdapat skor/nilai yang

diurutkan berdasarkan tingakatannya (Rianse dan Abdi, 2009).

a. Skala Likert :

1. Mentabulasi jawaban responden

2. Menghitung batas nilai awal dan nilai akhir dengan mencari indeks

maksimal, indeks minimal serta interval dengan rumus sebagai berikut:

a. Indeks minimal = Bt x P x n

b. Indeks maksimal = Bb x P x n

c. Interval = Imax – Imin

Jumlah indeks

Keterangan:

Bb = Skor tertinggi

Bt = Skor terendah

P = Variabel yang diteliti

n = Jumlah responden

d. Membuat skala likert sebagai berikut:

42
0% SR 20% R 40% S 60 % T 80%

ST 100%

Sumber : Rianse dan Abdi,2009

Keterangan:

 81-100%(ST) = Modal sosial dan eksistensi pasar tergolong dalam


kategori sangat tinggi
 61-80%(T)= Modal sosial dan eksistensi pasar tergolong dalam
kategori tinggi
 41-60%(S) = Modal sosial dan eksistensi pasar tergolong dalam
kategori sedang
 21-40%(R)= Modal sosial dan eksistensi pasar tergolong dalam
katergori rendah
 0-20%(SR)= Modal sosial dan eksistnsi pasar tergolong dalam kategori
sangat rendah
b. Tehnik uji koefisien korelasi spearman

1) Mencari koefisien korelasi dengan menggunakan rumus:

6 ∑ di2
1
r = 1
n (n2-1)

2) Dengan dasar pengambilan keputusan dalam uji korelasi spearman:

a. Jika nilai sig. > 0.05 maka, dapat disimpulkan bahwa terdapat

korelasi yang signifikan antara variabel yang di hubungkan

b. Sebaliknya, Jika nilai sig. < 0.05 maka, dapat disimpulkan bahwa

tidak terdapat korelasi yang signifikan antara variabel yang di

hubungkan.

43
3) Kriteria tingkat hubungan (kofisien korelasi) antar variabel berkisar

antara ± 0.00 sampai ± 1.00 tanda (+) adalah positif dan tanda ( - )

adalah negatif. Adapun kriteria penafsirannya adalah:

a. 0.00 sampai 0.20, artinya : hampir tidak ada korelasi

b. 0.21 sampai 0.40, artinya : korelasi rendah

c. 0.41 sampai 0.60, artinya : korelasi sedang

d. 0.61 sampai 0.80, artinya : korelasi tinggi

e. 0.81 sampai 1.00, artinya : korelasi sempurna.


Sumber : http://www.konsistensi.com/2015/02/uji-koefisien-korelasi-
spearman-dengan.html

3.6. Definisi Operasional Variabel

Untuk menghindari pemahaman yang berdeda-beda, maka penulis

melakukan operasionalisasi varibel sebagai berikut:

3.6.1. Eksistensi pasar tradisional ditunjukan dari keminatan atau

kelebihsukaan (preference) konsumen dalam berbelanja. Prefenrensi

konsumen tersebut dipengaruhi oleh persepsi seseorang mengenai satu

hal. Selain itu factor sepertisituasi, kebutuhan, keinginan, dan juga

kesediaan seseorang terhadap preferensi disebabkan oleh adanya latar

belakang serta tujuan seseorang dalam melakukan atau memutuskan

sesuatu. Indikator lain yang mempengaruhi eksistensi pasar adalah

factor kenyamanan, keamananan, ketersediaan barang dan factor

penunjang lainnya yaitu sarana dan prasarana yang ada pada pasar

tersebut menjadi acuan dari penilaian ini. Eksistensi pasar juga di

tunjukkan melalui preferensi penjual dimana indikatornya adalah faktor

44
penghasilan, pengunjung dan pembeli, kenyamanan, keamanan dan

faktor penunjang lainnya yaitu sarana dan prasarana.

a. Faktor-faktor eksistensi pasar (Preferensi pembeli dan penjual)

b. Ketersediaan/kebutuhan

Ketersediaan barang yang diperjualkan di pasar untuk memenuhi

kebutuhan sehari-hari pembeli

c. Keamanan dan Kenyamanan

Keamanan barang dan kendaraan yang dititipkan/disimpan di pasar

tidak hilang maupun rusak serta kenyamanan yakni menyangkut

perilaku sopan dan ramah yang ditunjukkan penjual.

d. Penghasilan

Penghasilan merupakan tolak ukur apakah pedagang ini eksis tiap

harinya sehingga mendapatkan penghasilan yang lebih.

e. Pengunjung dan Pembeli

Apakah pengunjung yang datang tiap harinya meningkat dan

pembeli meningkat tiap harinya.

f. Fasilitas

Selalu menggunakan faslitas yang ada di pasar seperti WC,

lapangan parkir serta fasilitas penerangan yang disediakan.

1. Modal sosial merupakan bagian dari organisasi sosial, seperti

kepercayaan, jaringan, dan norma yang dapat memperbaiki efisiensi

masyarakat dengan memfasilitasi tindakan terkoordinasi.

45
2. Kepercayaan (trust) yang diartikan dalam pasar tradisional ini adalah

a. Pelayanan adil dan spekulasi harga

Artinya bahwa apakah pedagang memberikan pelayanan yang adil

kepada seluruh pembeli tanpa membedakan kelas sosial masing-

masing pembeli, dan apakah pedagang memberikan potongan

harga (spekulasi) terhadap seluruh pembeli yang datang, tanpa

membeda-bedakan pembeli.

b. Jujur, apa adanya dan sadar diri

Adalah sikap seluruh pedagang memberikan takaran barang

dengan sejujurnya, dan berkata apa adanya mengenai kekurangan

barang, juga dengan sadar diri menerima kembali barang yang

dikembalikan bila tidak sesuai.

c. Tanggung jawab dan contoh barang (tester)/mencoba atau memilih

barang

Tanggung jawab yang dimaksudkan pedagang pasar ini adalah

bertanggung jawab terhadap pembeli yang protes dan

memperbolehkan pembeli untuk mencoba terlebih dahulu barang

yang akan dibeli (tester) dan melihat-lihat barang yang akan dibeli.

d. Harga Barang

Harga barang yang dimaksudkan disini adalah penentuan harga

secara umum oleh pemerintah, apakah pedagang pasar mengikuti

penentuan harga secara umum oleh pemerintah, atau menetapkan

harga sendiri.

46
e. Kualitas Barang

Bahwa seluruh barang yang di jual oleh pedagang diyakini dengan

kualitas tinggi tanpa ada cacat, kadaluarsa, atau tidak segar, layu

dan tidak layak konsumsi.

3. Jaringan sosial yang diartikan dalam Pasar Tradisional Mandonga Kota

Kendari adalah:

a. Mengarahkan pembeli dan tolong-menolong

Apakah pedagang selalu mengarahkan pembelinya kepada

pedagang lain bila tidak menemukan barang yang dicari

ditempatnya agar dapat menemukan barang yang diinginkannya,

ataukah memaksakan pembeli untuk membeli barang ditempatnya,

dan juga apakah pedagang selalu menolong pedagang lain apabila

mengalami kesulitan dalam prosess perdagangannya.

b. Mitra kerja dan persaingan sehat

Apakah pedagang menganggap pedagang lain yang menjual

prodak yang sama atau sejenis dengan jualannya sebagai mitrakerja

atau malah sebagai saingan dan apakah seluruh pedagang dalam

pasar ini melakukan persaingan yang sehat antar pedagang tanpa

melakukan kecurangan-kecurangan untuk memperoleh keuntungan

lebih.

c. Penjual yang dipercaya dan dikenal

Membeli barang dipasar tradisional mandonga karena ada penjual

yang di percaya dan dikenal.

47
4. Norma

Penulis mengklasifikasikan pengertian norma dalam pasar ini agar

mendapatkan hasil yang lebih meyakinkan dan lebih memuaskan

sehingga norma yang dimaksudkan dalam pasar tradisional Mandonga

Kota Kendari adalah.

a. Menaati Aturan (tertulis dan tidak tertulis)

Apakah para pedagang pasar ini menaati seluruh atauran dari

pengelola pasar, dan sadar diri terhadap aturan yang tidak terlulis.

b. Membayar iuran

Apakah pedagang selalu membayar kewajiban mereka masing-

masing.

c. Menjaga Kebersihan

Apakah pedagang juga menciptakan lingkungan yang bersih agar

pembeli nyaman dalam berbelanja.

48
DAFTAR PUSTAKA

[Kemendag] Kementrian Perdagangan RI. 2012. Peraturan Menteri Perdagangan


Republik Indonesia NO 56/M-DAG/PER/9/2014 tentang Pedoman
Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko
Modern. [Internet]. [Dikutip 29 September 2014). Dapat diunduh
dari:www.kemendag.go.id

Abidin, Zaenal. 2012. Definisi Eksistensi.


http://Zaenalabidin.wordpress.com/2012/10/03/definisi-eksistensi/.
Diakses pada 17 Januari 2013.

Adinugroho, Dwi. 2009. “Eksistensi Pasar Tradisional Peterongan Berdasarkan


Persepsidan Preferansi Konsumen dan Pedagang”. Tesis Jurusan Teknik
Pembangunan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro.

Andriani MN dan Ali MM. 2013. Kajian Eksistensi Pasar Tradisional Kota
Surakarta. Teknik PWK. [Internet].[Dikutip 29 September 2014].2(2);
252-269. Dapat diunduh dari:
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/pwk.

Aritonang, RTD Debora, 2014, Kajian Pemanfaatan Modal Sosial Oleh


Stakeholders Dalam Penguatan Eksistensi Pasar Tradisional, Bogor,
Laporan Studi Pustaka (Kpm 403).

Bourdieu, P. 1986. The Form of Capital. In J. Richardson (Ed). Handbook of


Theory and Research for Sociology of Education. New York: Greenwood
Press.
-------------. (1992). An Invitation to Reflexive Sociology. Chicago: University of
Chicago Press.

Butcher, Spies Benjamin. 2003. Sosial Capital in Economics : Why Sosial Capital
Does Not Mean The End of Ideology. School of Economics and Political
Science. University of Sydney, Vol. 3, (No. 3).

Defilippis, James. 2001. The Myth of Social Capital in Community Development.


Housing Policy Debate. Vol. 12 (No. 4). King’s College. London.

Endi Sarwoko. 2008. Kajian Faktor-faktor Penentu Keberhasilan Usaha Small


Business.JurnalEkonomiModernisasihal 226-239.Fakultas Ekonomi –
UniversitasKanjuruhan Malang

Field, Jhon. 2005. Modal Sosial. Medan : Media Perintis.

--------------. 2010. Modal sosial. Kreasi Wacana : Bantul

49
Francois, P. 2003.Sosial Capital and Economic Development. London: Routledge.

Frick, JE., Eriksson, LT., Hallen, L. 2012. Effects of Social Capital on Processes
in A Regional Strategic Network. Industrial Marketing Management 41,
pp: 800 806

Fukuyama, F. 2000. Social Capital and Civil Society. International Monetary


Fund Working Paper, WP/00/74, 1-8. In Elinor Ostrom and T.K. Ahn.
2003. Foundation of Social Capital. Massachusetts: Edward Elgar
Publishing Limited.
--------------. 2001. Social capital, Civil Society and Development. Third World
Quarterly, Vol. 22, (No. 1), hal 7– 20.

Hasbullah, J., 2006. Sosial Kapital: Menuju Keunggulan Budaya Manusia


Indonesia. Jakarta: MR-United Press.

Hall, Stephen G and Mahyudin Ahmad. 2013. Can Trust Explain Social Capital
Effect on Property Rights and Growth?. University of Leicester,
University Teknologi MARA.

Jati, Wasisto Raharjo. 2012. Dilema Ekonomi: Pasar Tradisional versus


Liberalisasi Bisnis Ritel di Indonesia. Jurnal Ekonomi Studi
Pembangunan. Vol. 4. No. 2. Yogyakarta.

J. Mawardi M. 2007. Peranan Sosial Capital Dalam Pemberdayaan Masyarakat.


Komunitas Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam, Volume 3 Nomor 2.

Jones S. 2005. Community-Based Ecotourism the significance of Sosial Capital.


Annals of Tourism Research Vol. 32 No 2.

----------. 2010. Enviromental activation of citizen in the context of policy agenda


formation and the influence of sosial capital. The Sosial capital Journal
47, 121-136

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2012. Kamus Besar Bahasa Indonesia


(KBBI). (www.kbbi.web.id, diakses 11 Desember 2014).

Kupita, dan Bintoro. 2012. Implementasi Kebijakan Zonasi Pasar Tradisional dan
Pasar Modern (Studi di Kabupaten Purbalingga). Jurnal Dinamika
Hukum, Vol. 12 No. 1 Januari 2012.
(www.e-jurnal.com/2013/12/implementasi-kebijakan-zonasi-pasar.html, di
akses 12 Desember 2014).

Leksono. 2009. Runtuhnya Modal Sosial, Pasar Tradisional : Perspektif Emic


Kualitatif. Malang : CV. Citra.

50

Anda mungkin juga menyukai