Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

KOMUNIKASI DALAM KEPERAWATAN (KDK I)

KOMUNIKASI DALAM KONTEKS SOSIAL DAN LATAR BELAKANG BUDAYA


SERTA KEYAKINAN

DI SUSUN OLEH:

ACHMAD FAUZY

PERGURUAN TINGGI SI KEPERAWATAN

STIKES BUANA HUSADA PONOROGO

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji sykur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karna berkat rahmat dan
hidayahnya kami dapat menyesesaikan tugas makalah tentang “KOMUNIKASI DALAM
KONTEKS SOSIAL DAN LATAR BELAKANG BUDAYA SERTA KEYAKINAN”.
Walaupun tugas makalah ini belum dapat di sajikan secara sempurna, namun kami ingin
menyajikan dengan baik.

Dengan selesainya makalah ini kami harap bisa bermanfaat. Namun kami menyadari bahwa
masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Untuk itu kami harap bantuan untuk
menyempurnakan makalah ini.

Dengan demikian segala saran dan kritik yang bersifat membangun akan kami terima dengan
senang hati. Harapan kami semoga makalah ini bermanfaat.

MADIUN, 08 JUNI 2023

PENULIS
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................
BAB I KOMUNIKASI SOSIAL.....................................................................
1.1 Pengertian..........................................................................................
1.2 Fungsi Komunikasi Sosial.................................................................
1.2.1 Pembentukan konsep diri...................................................
1.2.2 Pernyataan eksistensi diri...................................................
1.2.3 Untuk kelangsungan hidup, memupuk hubungan, dan
memperoleh kebahagiaan
...........................................................................................
BAB II KOMUNIKASI BUDAYA
..........................................................................................................................
2.1 Pengertian
.................................................................................................................
2.2 Hakikat Komunikasi Antarbudaya
.................................................................................................................
2.2.1 Enkulturasi
.......................................................................................................
2.2.2 Akulturasi
.......................................................................................................
2.3 Fungsi-Fungsi Komunikasi Antarbudaya
.................................................................................................................
2.3.1 Fungsi Pribadi
.......................................................................................................
2.3.2 Fungsi Sosial
.......................................................................................................
2.4 Prinsip-Prinsip Komunikasi Antarbudaya
.................................................................................................................
2.4.1 Relativitas Bahasa
.......................................................................................................
2.4.2 Bahasa Sebagai Cermin Budaya
.......................................................................................................
2.4.3 Mengurangi Ketidak-pastian
.......................................................................................................
2.4.4 Kesadaran Diri dan Perbedaan Antarbudaya
.......................................................................................................
2.4.5 Interaksi Awal dan Perbedaan Antarbudaya
.......................................................................................................
2.4.6 Memaksimalkan Hasil Interaksi
.......................................................................................................
BAB III KOMUNIKASI KEYAKINAN
..........................................................................................................................
3.1 Pengertian
.......................................................................................................
3.2 Manfaat Dari Model Komunikasi Keyakinan Kesehatan
.......................................................................................................
3.3 Kosep Dari Model Komunikasi Keyakinan Kesehatan
.......................................................................................................
3.4Faktor-Faktor Esensial Dari Model Komunikasi Keyakinan
Kesehatan
................................................................................................
3.5 Konseptual Model Komunikasi Keyakinan Kesehatan
.......................................................................................................
3.6 Model Komunikasi Keyakinan Kesehatan Menurut Para
Ahli
................................................................................................
3.6.1 Ancaman
................................................................................................
3.6.2 Harapan
................................................................................................
3.6.3 Pencetus tindakan
................................................................................................
3.6.4 Faktor-faktor Sosio-demografi (pendidikan, umur,
jenis kelamin/gender, sukubangsa)
.......................................................................................
3.6.5 Penilaian diri (Persepsi tentang kesanggupan diri
untuk melakukan tindakan itu)
.......................................................................................
3.7 Ruang Lingkup Dan Aplikasi Model Komunikasi Keyakinan
Kesehatan
..........................................................................................................
BAB IV PENUTUP
...................................................................................................................
4.1 KESIMPULAN
..........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
...................................................................................................................
BAB I
KOMUNIKASI SOSIAL
1.1 Pengertian
Dalam kehidupannya, manusia senantiasa terlibat dalam aktivitas komunikasi. Manusia
mungkin akan mati, atau setidaknya sengsara manakala dikucilkan sama sekali sehingga ia
tidak bisa melakukan komunikasi dengan dunia sekelilingnya. Oleh sebab itu komunikasi
merupakan tindakan manusia yang lahir dengan penuh kesadaran, bahkan secara aktif
manusia sengaja melahirkannya karena ada maksud atau tujuan tertentu.
Memang apabila manusia dibandingkan dengan mahluk hidup lainnya seperti hewan, ia
tidak akan hidup sendiri. Seekor anak ayam, walaupun tanpa induk, mampu mencari makan
sendiri. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Manusia tidak dikaruniai Tuhan
dengan alat-alat fisik yang cukup untuk hidup sendiri.
Dapat dikatakan bahwa didalam kehidupan komunikasi adalah persyaratan yang utama
dalam kehidupan manusia. Tidak ada manusia yang melepaskan hidupnya untuk
berkomuikasi antar sesama. Dengan seperti itu, komunikasi sosial sangat penting dalam
kehidupan manusia pada umumnya untuk membantunya berinteraksi dengan sesama, karena
manusia tercipta sebagai mahluk sosial.
Karena sifat manusia yang selalu berubah-ubah hingga kini belum dapat diselidiki dan
dianalisis secara tuntas hubungan antara unsur-unsur didalam masyarakat secara lebih
mendalam dan terorganisir
1.2    Fungsi Komunikasi Sosial
Orang yang tidak pernah berkomunikasi dengan manusia bisa dipastikan akan tersesat,
karena ia tidak sempat menata dirinya dalam suatu lingkungan sosial. Komunikasi yang
memungkin individu membangun suatu kerangka rujukan dan menggunakannya sebagai
pantuan untuk menafsirkan, situasi apapun yang ia hadapi. Komunikasi pula yang
memungkinkannya mempelajari dan menerapkan strategi-strategi adaptif untuk mengatasi
situasi-situasi problematik yang ia masuki. Tanpa melibatkan diri dalam komunikasi,
seseorang tidak akan tahu bagaimana makan, minum, berbicara sebagai manusia dan
memperlakukan manusi lain secara beradap, karena cara-cara berprilaku tersebut harus
dipelajari lewat pengasuhan kluarga dan pergaulan dengan orang lain yang intinya adalah
komunikasi.
Implasif adalah fungsi komunikasi sosial ini adalah fungsi komunikasi kultural. Para
ilmuan sosial mengakui bahwa budaya dan komunikasi itu mempunyai hubungan timbal
balik, seperti dua sisi dari satu mata uang. Budaya menjadi bagian dari perilaku komunikasi,
dan pada gilirannya komunikasi pun turut menentukan, memelihara, mengembangkan atau
mewariskan budaya.
Fungsi komunikasi sosial bisa terbentuk dengan adanya pembentukan dari dalam:
pembentukan konsep diri, pernyataan eksistenssi diri dan untuk kelangsungan hidup,
memupuk hubungan & memperoleh kebahagiaan.
1.2.1 Pembentukan konsep diri
Konsep diri adalah pandangan kita mengenai siapa diri kita, dan itu hanya bisa kita
peroleh lewat informasi yang diberikan orang lain kepada kita. Manusia yang tidak
pernah berkomunikasi dengan manusia lainnya tidak mungkin mempunyai kesadaran
bahwa dirinya adalah manusia. kita sadar bahwa kita adalah manusia karena orang-orang
disekeliling kita menunjukkan kepada kita lewat perilaku verban dan nonverbal mereka
bahwa kita manusia.
Bahkan kita pun tidak akan pernah menyadari nama kita adalah “Badu” atau si
“Mincreung”, bahwa kita adalah lelaki, perrempuan, pintar atau menyenangkan, bila
tidak ada orang-orang disekitar kita yang menyebut kita demikian. Melalui komunikasi
dengan orang lain kita belajar bukan saja mengenai siapa kita, namun juga bagaimana
kita merasakan siapa kita. Anda mencintai diri anda bila anda telah dicintai, anda
berpikir anda cerdas bila orang-orang disekitar anda mengaggap anda cerdas, anda
merasa anda tampan atau cantik bila orang-orang disekitar anda juga mengatakan
demikian.
Konsep diri kita yang paling dini umumnya dipengaruhi oleh keluarga, dan orang
dekat lainnya disekitar kita, termasuk kerabat. Mereka itulah yang disebut significant
others. Orang tua kita, atau siapapun yang memelihara kita pertama kalinya, mengatakan
kepada kita lewat ucapan dan tindakan mereka bahwa kita baik, bodoh, cerdas nakal,
rajin, ganteng, cantik, dan sebagainya. Merekalah yang mengajari kita kata-kata pertama.
Hingga derajad tertentu kita bagai kertas putih yang dapat mereka tulisi apa saja atau
tanah liat yang dapat mereka bentuk sekehendak mereka. Penddeknya kita adalah
“ciptaan” mereka. Sayangnya tidak semua orang tua menyadari hal ini.
Seorang ibu, ayah atau kakak boleh jadi mengeluarkan kata-kata kepada anak:
“Bodoh!,” Dasar anak nakal!,” “Penakut!,” bila hal itu kerap terjadi sungguh itu akan
merusak konsep diri anak yang pada gilirannya akan mereka percayai. Seorang anak
mungkin saja cerdas tetapi karena dianggap bodoh, ia akan surut melakukan apa yang ia
ingin lakukan, karena ia mengaggap dirinya demikian. Pada gilirannya orang lain akan
menganggap dirinya bodoh. Ini lah yang disebut “nubuat yang dipenuhi sendiri” (self-
fulfilling prophecy), yakni ramalan yang menjadi kenyataan karena, sadar atau tidak, kita
percaya dan mengatakan bahwa ramalan itu akan menyadi kenyataan.
Dalam proses menjadi dewasa, kita menerima pesan dari orang-orang disekitar kita
mengenai siapa diri kita dan harus menjadi apa kita. Menjelang dewasa, kita menemui
kesulitan memisahkan siapa kita dari siapa kita menurut orang lain, dan konsep diri kita
memang terkait rumit dengan definisi yang diberikan orang lain kepada kita. Meskipun
kita berupaya berperilaku sebagaimana yang diharapkanorang lain, kita tidak pernah
secara total memenuhi pengharapan orang lain tersebut. Akan tetapi, ketika kita berupaya
berinteraksi dengan mereka, pengharapan, kesan, dan citra mereka tentang kita sangat
mempengaruhi konsep diri kita, perilaku kita, dan apa yang kita inginkan.
Orang lain itu “mencetak” kita, dan setidaknya kita pun mengasumsikan apa yang
orang lain asumsikan mengenai kita. Berdasarkan asumsi–asumsi itu, kita mulai
memainkan peran-peran tertentu yang diharapkan orang lain. Bila permainan peran ini
menjadi kebiasaan, kita pun menginternalisasikannya. Kita menamakan peran-peran itu
kepada diri kita sebagai panduan untuk berperilaku. Kita menjadikannya bagian dari
konsep diri kita. Dengan kata lain, kita merupakan cermin bagi satu sama lainnya.
Bayangkan saya pada cermin dikamar mandi menunjukkan apakah saya sudah bercukur
atau belum.
Saya harus melihat pada anda siapa saya. Proses pembentukan konsep diri itu dapat
digambarkan secara sederhana. Konsep diri kita tidak pernah terisolasi, melainkan
bergantung, pada reaksi dan respon orang lain. Dalam masa pembentukan konsep diri itu,
kita sering mengujinya, baik secara sadar ataupun secara tidak sadar. Kita dapat
memperkirakan perbedaan konsep diri seseorang dengan memperhatikan kata-kata yang
orang ucapkan, kita dapat menduga dari kelas atau golongan mana ia berasal. Sadar akan
pentingnya citra diri dimata orang lain, sebagian orang berbicara dengan menggunakan
banyak istilah asing, meskipun tatabahasa atau ucapannya keliru yang pada kata
sebenarnya juga tersedia pada bahasa Indonesia agar dipandang intelektual dan modern.
1.2.2    Pernyataan eksistensi diri
Orang berkomunikasi untuk menunjukan dirinya eksis. Inilah yang disebut
aktualisasi diri atau lebih tepatnya eksistensi diri. Kita dapat memodifikasi frasa filosof
Prancis Rene Descartes (1596-1650) yang terkenal itu Cogito Ergo Sum (“saya berpikir,
maka saya ada”) menjadi “Saya beerbicara, maka saya ada”. Bila kita berdiam diri, orang
lain akan memperlakukan kita seolah-olah kita tidak eksis. Namun kita berbicara, kita
menyatakan bahwa sebenarnya kita ada. Fungsi komunikasi sebagai eksistensi diri sering
terlihat pada uraian penanya seminar.
Meskipun penanya sudah di ingatkan moderator untuk berbicara singkat dan
langsung kepokok permasalahan, penanya atau komentator itu sering berbicara panjang
lebar, menguliahi hadirin, dengan argumen-argumen yang tidak relavan.eksistensi diri
juga sering dinyatakan oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam sidang-
sidang mereka yang bertele-tele, karena mereka merasa dirinya paling benar dan paling
penting, setiap orang ingin berbicara dan didengarkan.
Fenomena itu misalnya pernah muncul dalam sidang-sidang selama berlangsungnya
sidang umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) bulan Oktober 1999 malalui
banjir interupsi dari begitu banyak peserta sidang, khususnya pada 3 hari pertama.
Banyak interupsi yang asal-asalan, tidak relavan, kekanak-kanakan, kocak, konyol,
menjengkelkan, naif, dan terkadang memuakkan.

1.2.3 Untuk kelangsungan hidup, memupuk hubungan, dan memperoleh


kebahagiaan
Sejak lahir, kita tidak dapat hidup sendiri untuk mempertahankan hidup. Kita perlu
dan harus berkomunikasi dengan orang lain, untuk memenuhi kebutuhan biologis kita
seperti makan dan minum, dan memenuhi kebutuhan psikologis kita seperti sukses dan
kebahagiaan. Komunikasi, dalam konteks apa pun, adalah bentuk dasar adaptasi terhadap
lingkungan. Menurut Rene Spitz, komunikasi (ujaran) adalah jembatan antara bagian luar
dan bagian dalam kepribadian: “mulut sebagai rongga utama adalah jembatan antara
persepsi dalam dan persepsi luar, ia adalah tempat lahir semua persepsi luar dan model
dasarnya, ia adalah tempat transisi bagi perkembangan aktivitas internasional, bagi
munculnya kemauan dari kepasifan.
Melalui komunikasi pula kita dapat memenuhi kebutuhan emosional kita dan
meningkatkan kesehatan mental kita. Kita belajar makna cinta, kasih sayang, keintiman,
simpati, rasa hormat, rasa bangga, bahkan irihati, dan kebencian. Melalui komunikasi
sosial, kita dapat mengalami berbagai kualitas perasaan itu dan membandingkannya
antara perasaan yang satu dengan perasaan yang lainnya. Karena itu, kita tidak mungkin,
kita dapat mengenal cinta bila kita pun tidak mengenal benci. Kita tidak akan mengenal
makna pelecehan bila kita tidak mengenal makna penghormatan.
Lewat umpan balik dari orang lain kita memperoleh informasi bahwa kita orang
yang berharga. Penegasan orang lain atas diri kita membuat kita merasa nyaman dengan
diri sendiri dan percaya diri. Melalui komunikasi dengan orang lain, kita dapat
memenuhi kebutuhan emosional dan intelektual kita, dengan memupuk hubungan yang
hangat dengan orang-orang disekitar kita. Tanpa pengasuhan dna pendidikan yyang
wajar, manusia akkkan mengalami kemerosotan emosional dan intelektual. Kebutuhan
emosional dan intelektual itu kita peroleh petama-tama dari keluarga kita, lalu dari
orang-orang dekat disekeliling kita seperti kerabat dan kawan-kawan sebaya dan barulah
dari masyarakat umumnya.
Orang yang tidak memperoleh kasih sayang dan kehangatan dari orang-orang
disekelilingnya cendrung agresif. Pada gilirannya, agresifitas ini melahirkan kekerasaan
terhadap orang lain. Stewart menunjukkan bahwa orang yang terkucil secara sosial
cendrung lebih cepat mati. Selain itu, kemampuan berkomunikasi yang buruk ternyata
mempunyai andil dalam kematian seseorang. Misalnya, Kaisar Frederick II, penguasa
romawi abad ke-13, membuat percobaan dengan memasukkan sejumlah bayi ke
labotarium.
Anak-anak itu dimandikan dan disusui oleh ibu-ibu, namun bayi-bayi itu tidak diajak
berbicara. Ia ingin mengetahui apakah bayi-bayi itu akan berbicara dalam bahasa
Hebrew, atau Yunani, atau Latin, atau Arab, atau bahasa orang yang telah melahirkan
mereka. Upaya tersebut sia-sia karena sebuah bayi itu mati. Mereka tidak dapat hidup
dalam belaian, wajah riang, dan kata-kata sayang dari ibu angkat mereka. Sementara Eric
Berne mengembangkan suatu teori hubungan sosial yang ia sebut Transactional Analysis
(1961).
Terinya berdasarkan hasil penelitian mengenai keterlantaran indrawi (sensory
deprivation) yang menunjukan bahwa bayi-bayi yang kekurangan belaian dan hubungan
manusiawi yang normal menunjukan tanda-tanda kemerosotan fisik dan mental yang bisa
berakibat fatal. Ia menyimpulkan bahwa senthan emosional dan indrawi itu penting bagi
kelangsungan hidup manusia. ia menyimpulkan teorinya dengan ungkapan “If you are
not stroked, your spinal cord will shrivel up” (Jika engkau tidak mendapatkan belaian,
urat saraf tulang belakang mu akan layu). Menutut Berne, dalam arti luas, belaian
mengisyaratkan pengakuan atas kehadiran orang lain. Karena itu, belaian dapat
digunakan sebagai unit dasar tindakan sosial.
Tidak bisa disangkal, berbicara adalah salah satu keahlian manusia yang sudah
dilatih sejak usia balita. Tapi, walaupun terus saja sepanjang hidupnya manusia
berbicara, dapat dibedakan antara orang yang “bisa” berbicara dan orang yang “tidak
bisa” berbicara. Bisa jadi suara dan kalimat yang muncul dari mulut kita bukan lah
sesuatu yang seharusnya, atau bukan suatu yang bermakna, atau tidak ada isinya, atau
tidak ada manfaatnya, atau tidak bisa digunakan untuk mengambil manfaat, dan
seterusnya. Bahkan peribahasa mengatakan, pedang yang paling tajam adalah lidah kita.
Larry King adalah seorang pembawa acara di CNN, yang acaranya meraih rating
tertinggi dan merupakan satu-satunya talk show interaktif yang menjangkau dan
dipancarkan di seluruh dunia. Ia sudah berpengalaman dalam profesi pembawa acara,
baik di radio, televisi, seminar, dll, selama lebih dari 40 tahun. Larry King mampu
membuat aturan-aturan utama dalam seni berbicara yang menurutnya dapat menjadi
kunci sukses menjadi pembicara yang baik, baik itu di dalam konteks keseharian, acara
formal, maupun sebagai sebuah profesi, seperti pembawa acara.
Buku Larry King ini disusun dengan format yang menarik, karena tidak melulu
bicara tentang teori bagaimana berbicara dengan baik. Bahkan bisa dikatakan hanya
sedikit teori, selebihnya adalah tip-tip dan cerita tentang pengalaman King berhadapan
dengan orang-orang yang menjadi lawan bicaranya baik di acara-acara talk show
maupun pembicaraan tidak resminya. Judul-judul dari isi buku tersebut sangat membuat
penasaran, seperti “Percakapan trendi dan ketepatan bahasa politis”, “Tamu terbaik dan
terburuk saya serta alasannya”, dan masih banyak lagi.
Bagian cerita tentang pengalaman King dalam menghadapi orang lain, yang tersebar
hampir di seluruh penjuru buku, adalah bagian yang paling menarik untuk disimak dan
diambil pelajaran. Nampaknya, King memang sengaja menjadikan cerita-cerita tersebut
sebagai alat untuk mempermudah pembaca memahami maksud King. Dari gaya
penulisan tersebut, King memberikan tip-tip dan pelajaran bukan dengan apa-apa yang
dilakukan oleh dirinya, tetapi dari apa-apa yang dilakukan orang-orang hebat yang ia
temui dan berbicara dengan dirinya.
Buku King tentang seni berbicara ini tergolong sebagai buku yang ringkas dan
padat, dituliskan dengan bahasa seadanya. Mungkin saja King lebih pandai berbicara
daripada menulis, sehingga belum semua idenya dapat dituangkan dalam buku ini. Buku
ini bukanlah suatu hasil riset maupun pemikiran mendalam tentang seni berbicara, lebih
tepat dikatakan sebagai tip dari King. Karena buku ini mempunyai sudut pandang yang
cukup sempit, yaitu King, dan budaya Amerika tentunya. Masih banyak nilia-nilai dan
tip dalam berbicara yang belum dielaborasi khususnya yang terkait dengan keragamanan
budaya manusia di dunia. Ada baiknya, apabila buku ini ingin menjadi buku
internasional yang lebih mapan, nilai-nilai berbicara dari budaya mainstream di dunia
juga diberi tempat, sebagai contoh seperti bagaimana orang Jepang berbicara, atau nilai
Asia, nilai Afrika, nilai Eropa, dan seterusnya.
Dari banyak sekali pelajaran yang berharga di dalam buku King tersebut, ada
beberapa hal yang saya selalu ingat dalam hal seni berbicara, yaitu antusiasme, bertanya,
dan diam. Semoga tulisan ini bermanfaat.
BAB II
KOMUNIKASI BUDAYA
2.1 Pengertian
Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang
memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau sosioekonomi, atau gabungan
dari semua perbedaan ini. Menurut Stewart L. Tubbs,komunikasi antarbudaya adalah
komunikasi antara orang-orang yang berbeda budaya (baik dalam arti ras, etnik, atau
perbedaan-perbedaan sosio ekonomi).Kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan
dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung dari generasi ke generasi. Hamid Mowlana
menyebutkan komunikasi antarbudaya sebagai human flow across national boundaries.
Misalnya; dalam keterlibatan suatu konfrensi internasional dimana bangsa-bangsa dari
berbagai negara berkumpul dan berkomunikasi satu sama lain. Sedangkan Fred E. Jandt
mengartikan komunikasi antarbudaya sebagai interaksi tatap muka di antara orang-orang
yang berbeda budayanya.
Intercultural communication generally refers to face-to-face interaction among people of
diverse culture.
Guo-Ming Chen dan William J. Sartosa mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya
adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang membimbing perilaku manusia
dan membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok. Selanjutnya
komunikasi antarbudaya itu dilakukan:
Dengan negosiasi untuk melibatkan manusia di dalam pertemuan antarbudaya yang
membahas satu tema (penyampaian tema melalui simbol) yang sedang dipertentangkan.
Simbol tidak sendirinya mempunyai makna tetapi dia dapat berarti ke dalam satu konteks dan
makna-makna itu dinegosiasikan atau diperjuangkan. Melalui pertukaran sistem simbol yang
tergantung daripersetujuan antarsubjek yang terlibat dalam komunikasi, sebuah keputusan
dibuat untuk berpartisipasi dalam proses pemberian makna yang sama;
Sebagai pembimbing perilaku budaya yang tidak terprogram namun bermanfaat karena
mempunyai pengaruh terhadap perilaku kita. Menunjukkan fungsi sebuah kelompok sehingga
kita dapat membedakan diri dari kelompok lain dan mengidentifikasinya dengan pelbagai
cara.
2.2 Hakikat Komunikasi Antarbudaya
2.2.1 Enkulturasi
Tarian adalah salah satu bentuk enkulturasi budaya yang ditransmisikan sejak kecil
Enkulturasi mengacu pada proses dengan mana kultur (budaya) ditransmisikan dari
satu generasi ke generasi berikutnya. Kita mempelajari kultur, bukan mewarisinya.
Kultur ditransmisikan melalui proses belajar, bukan melalui gen. Orang tua, kelompok,
teman, sekolah, lembaga keagamaan, dan lembaga pemerintahan merupakan guru-guru
utama dibidang kultur. Enkulturasi terjadi melalui mereka.
2.2.2 Akulturasi
Cina dan Inggris yang berakulturasi
Akulturasi mengacu pada proses dimana kultur seseorang dimodifikasi melalui kontak
atau pemaparan langsung dengan kultur lain. Misalnya, bila sekelompok imigran
kemudian berdiam di Amerika Serikat (kultur tuan rumah), kultur mereka sendiri akan
dipengaruhi oleh kultur tuan rumah ini. Berangsur-angsur, nilai-nilai, cara berperilaku,
serta kepercayaan dari kultur tuan rumah akan menjadi bagian dari kultur kelompok
imigran itu. Pada waktu yang sama, kultur tuan rumah pun ikut berubah.
2.3 Fungsi-Fungsi Komunikasi Antarbudaya
2.3.1 Fungsi Pribadi
Fungsi pribadi adalah fungsi-fungsi komunikasi yang ditunjukkan melalui perilaku
komunikasi yang bersumber dari seorang individu. Pendeta Budha Jepang menyatakan
identitas melalui baju yang dikenakan
a. Menyatakan Identitas Sosial
Dalam proses komunikasi antarbudaya terdapat beberapa perilaku komunikasi
individu yang digunakan untuk menyatakan identitas sosial. Perilaku itu dinyatakan
melalui tindakan berbahasa baik secara verbal dan nonverbal. Dari perilaku berbahasa
itulah dapat diketahui identitas diri maupun sosial, misalnya dapat diketahui asal-usul
suku bangsa, agama, maupun tingkat pendidikan seseorang.
b. Menyatakan Integrasi Sosial
Inti konsep integrasi sosial adalah menerima kesatuan dan persatuan antarpribadi,
antarkelompok namun tetap mengakui perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh setiap
unsur. Perlu dipahami bahwa salah satu tujuan komunikasi adalah memberikan makna
yang sama atas pesan yang dibagi antara komunikator dan komunikan. Dalam kasus
komunikasi antarbudaya yang melibatkan perbedaan budaya antar komunikator dengan
komunikan, maka integrasi sosial merupakan tujuan utama komunikasi. Dan prinsip
utama dalam proses pertukaran pesan komunikasi antarbudaya adalah: saya
memperlakukan anda sebagaimana kebudayaan anda memperlakukan anda dan bukan
sebagaimana yang saya kehendaki. Dengan demikian komunikator dan komunikan dapat
meningkatkan integrasi sosial atas relasi mereka.
c. Menambah Pengetahuan
Seringkali komunikasi antarpribadi maupun antarbudaya menambah pengetahuan
bersama, saling mempelajari kebudayaan masing-masing.
d. Melepaskan Diri atau Jalan Keluar
Kadang-kadang kita berkomunikasi dengan orang lain untuk melepaskan diri atau
mencri jalan keluar atas masalah yang sedang kita hadapi. Pilihan komunikasi seperti itu
kita namakan komunikasi yang berfungsi menciptakan hubungan yang komplementer
dan hubungan yang simetris. Hubungan komplementer selalu dilakukan oleh dua pihak
mempunyai perlaku yang berbeda.
Perilaku seseorang berfungsi sebagai stimulus perilaku komplementer dari yang lain.
Dalam hubungan komplementer, perbedaan di antara dua pihak dimaksimumkan.
Sebaliknya hubungan yang simetris dilakukan oleh dua orang yang saling bercermin
pada perilaku lainnya. Perilaku satu orang tercermin pada perilaku yang lainnya.
2.3.2     Fungsi Sosial
a. Pengawasan
Fungsi sosial yang pertama adalah pengawasan. Praktek komunikasi antarbudaya
di antara komunikator dan komunikan yang berbada kebudayaan berfungsi saling
mengawasi. Dalam setiap proses komunikasi antarbudaya fungsi ini bermanfaat
untuk menginformasikan "perkembangan" tentang lingkungan. Fungsi ini lebih
banyak dilakukan oleh media massa yang menyebarlusakan secara rutin
perkembangan peristiwa yang terjadi disekitar kita meskipun peristiwa itu terjadi
dalam sebuah konteks kebudayaan yang berbeda.
b. Mejembatani
Dalam proses komunikasi antarbudaya, maka fungsi komunikasi yang dilakukan
antara dua orang yang berbeda budaya itu merupakan jembatan atas perbedaan di
antara mereka. Fungsi menjembatani itu dapat terkontrol melalui pesan-pesan yang
mereka pertukarkan, keduanya saling menjelaskan perbedaan tafsir atas sebuah
pesan sehingga menghasilkan makna yang sama. Fungsi ini dijalankan pula oleh
pelbagai konteks komunikasi termasuk komunikasi massa.
c. Sosialisasi Nilai
Fungsi sosialisasi merupakan fungsi untuk mengajarkan dan memperkenalkan nilai-
nilai kebudayaan suatu masyarakat kepada masyarakat lain.
d. Menghibur
Fungsi menghibur juga sering tampil dalam proses komunikasi antarbudaya.
Misalnya menonton tarian hula-hula dan "Hawaian" di taman kota yang terletak di
depan Honolulu Zaw, Honolulu, Hawai. Hiburan tersebut termasuk dalam kategori
hiburan antarbudaya.

2.4 Prinsip-Prinsip Komunikasi Antarbudaya


Terdapatnya golongan ningrat sebagai budaya yang tertinggi. Hal ini terlihat dari adanya
ketimpangan pemlihan calon gubernur yang mengharuskan dari keturunan darah biru.
2.4.1 Relativitas Bahasa
Gagasan umum bahwa bahasa memengaruhi pemikiran dan perilaku paling banyak
disuarakan oleh para antropologis linguistik. Pada akhir tahun 1920-an dan disepanjang
tahun 1930-an, dirumuskan bahwa karakteristik bahasa memengaruhi proses kognitif
kita. Dan karena bahasa-bahasa di dunia sangat berbeda-beda dalam hal karakteristik
semantik dan strukturnya, tampaknya masuk akal untuk mengatakan bahwa orang yang
menggunakan bahasa yang berbeda juga akan berbeda dalam cara mereka memandang
dan berpikir tentang dunia.
2.4.2 Bahasa Sebagai Cermin Budaya
Bahasa mencerminkan budaya. Makin besar perbedaan budaya, makin perbedaan
komunikasi baik dalam bahasa maupun dalam isyarat-isyarat nonverbal. Makin besar
perbedaan antara budaya (dan, karenanya, makin besar perbedaan komunikasi), makin
sulit komunikasi dilakukan.Kesulitan ini dapat mengakibatkan, misalnya, lebih banyak
kesalahan komunikasi, lebih banyak kesalahan kalimat, lebih besar kemungkinan salah
paham, makin banyak salah persepsi, dan makin banyak potong kompas (bypassing).
2.4.3 Mengurangi Ketidak-pastian
Makin besar perbedaan antarbudaya, makin besarlah ketidak-pastian dam ambiguitas
dalam komunikasi. Banyak dari komunikasi kita berusaha mengurangi ketidak-pastian
ini sehingga kita dapat lebih baik menguraikan, memprediksi, dan menjelaskan perilaku
orang lain. Karena letidak-pasrtian dan ambiguitas yang lebih besar ini, diperlukan lebih
banyak waktu dan upaya untuk mengurangi ketidak-pastian dan untuk berkomunikasi
secara lebih bermakna.
2.4.4 Kesadaran Diri dan Perbedaan Antarbudaya
Makin besar perbedaan antarbudaya, makin besar kesadaran diri (mindfulness) para
partisipan selama komunikasi. Ini mempunyai konsekuensi positif dan negatif.
Positifnya, kesadaran diri ini barangkali membuat kita lebih waspada. ini mencegah kita
mengatakan hal-hal yang mungkin terasa tidak peka atau tidak patut. Negatifnya, ini
membuat kita terlalu berhati-hati, tidak spontan, dan kurang percaya diri.
2.4.5 Interaksi Awal dan Perbedaan Antarbudaya
Perbedaan antarbudaya terutama penting dalam interaksi awal dan secara berangsur
berkurang tingkat kepentingannya ketika hubungan menjadi lebih akrab. Walaupun kita
selalu menghadapi kemungkinan salah persepsi dan salah menilai orang lain,
kemungkinan ini khususnya besar dalam situasi komunikasi antarbudaya.
2.4.6 Memaksimalkan Hasil Interaksi
Dalam komunikasi antarbudaya - seperti dalam semua komunikasi - kita berusaha
memaksimalkan hasil interaksi. Tiga konsekuensi yang dibahas oleh Sunnafrank (1989)
mengisyaratkan implikasi yang penting bagi komunikasi antarbudaya. Sebagai contoh,
orang akan berintraksi dengan orang lain yang mereka perkirakan akan memberikan hasil
positif. Karena komunikasi antarbudaya itu sulit, anda mungkin menghindarinya. Dengan
demikian, misalnya anda akan memilih berbicara dengan rekan sekelas yang banyak
kemiripannya dengan anda ketimbang orang yang sangat berbeda.
Kedua, bila kita mendapatkan hasil yang positif, kita terus melibatkan diri dan
meningkatkan komunikasi kita. Bila kita memperoleh hasil negatif, kita mulai menarik
diri dan mengurangi komunikasi.
Ketiga, kita mebuat prediksi tentang mana perilaku kita yang akan menghasilkan
hasil positif. dalam komunikasi, anda mencoba memprediksi hasil dari, misalnya, pilihan
topik, posisisi yang anda ambil, perilaku nonverbal yang anda tunjukkan, dan
sebagainya. Anda kemudian melakukan apa yang menurut anda akan memberikan hasil
positif dan berusaha tidak melakkan apa yang menurut anda akan memberikan hasil
negatif.
BAB III
KOMUNIKASI KEYAKINAN
3.1 Pengertian
Model Keyakinan Kesehatan (Health Belif Model-HBM) dikembangkan sejak 1950
olehn kelompok ahli psikologi sosial dalam pelayanan kesehatan masyarakat Amerika. Model
ini digunakan untuk menjelaskan kegagalan partisipasi masyarakat secara luas dalam
program pencegahan atau deteksi penyakit. Model ini juga sering dipertimbangkan sebagai
kerangka utama perilaku kesehatan yang dimulai dari pertimbangan orang-orang tentang
kesehatan. Selain itu, model keyakinan kesehatan digunakan untuk mengidentifikasi  prioritas
beberapa faktor penting yang berdampak terhadap pengambilan keputusan secara rasional
dalam situasi yang tidak menentu (Rosenstock, 1990).
Pada 1974, pendidikan kesehatan mencurahkan seluruh perhatian terhadap isu keyakinan
kesehatan dan perilaku kesehatan individu. Isu tersebut merupakan kesimpulan dari riset
keyakinan kesehatan dalam memahami alasan individu melakukan atau tidak melakukan
tindakan kesehatan, berkaitan dengan berbagai hubungan variasi yang lebih luas. Isu tersebut
juga memberikan dukungan penting dari  Model Keyakinan Kesehatan dalam menjelaskan
prilaku pencegahan dan respns terhadap gejala atau diagnosis penyakit.
Model keyakinan kesehatan merupakan model kognitif yang digunakan untuk
meramalkan perilaku peningkatan kesehatan. Menurut Model Keyakinan Kesehatan, tindakan
pencegahan yang mungkin dilakukan seseorang dipengaruhi secara langsung dari hasil dua
keyakinan atau penilaian kesehatan antara lain ancaman yang dirasakan setara penilaian
terhadap keuntungan dan kerugian.
Acaman yang dirasakan dari sakit atau luka (perceived threat of injury or illness)
mengacu pada sejauh mana seseorang berpikir bahwa penyakit atau rasa sakt benar-benar
mengancan dirinya. Jika ancaman meningkat, maka perilaku pencegahan juga akan
meningkat. Penilaian tentang ancaman berdasar pada kerentanan (perceived vurnerabilitiy)
dan derajat keparahan (perceived severity) yang dirasakan. Induidu mungkin dapat
menciptakan masalah kesehatannya sendiri sesuai dengan kondisi. Individu mengevaluasi
keseriusan penyakit jika penyakit tersebut muncul akibat ulah dirinya sendiri atau penyakit
sengaja tidak ditanagani.
Pertimbanagan antara keuntungan dan kerugian perilaku memengaruhi seseorang untuk
memutuskan melakukan melakukan tindakan pencegahan atau tidak. Petunjuk berperilaku
yang disebut sebagai keyakinan terhadap posisi yang menonjol (salient position) diduga tepat
memulai proses perperilaku. Hal ini berupa berbagai informasi dari luar atau nasihat
mengenai permasalahan kesehatan (misalnya media massa, kampanye, nasihat orang lain,
pengalaman penyakit dari anggota keluarga yang lain atau teman.
Ancaman dan pertimbangan keuntungan dan kerugian dipengaruhi oleh berbagai
variabel, yaitu variabel demografi (umur, jenis kelamin, latar belakang budaya), variabel
sosiopsikologis (kepribadaian, kelas, sosial, tekanan sosial),dan variabel struktrual
(pengetahuan dan pengalaman sebelumnya). Sebagai contoh, orang tua dan remaja akan
memandang penyakit jantung atau kanker secara berbeda. Sikap orang sudah memiliki
pengalaman dan penyakit tertentu akan berbeda dibandingkan orang yang tidak memiliki
pengalaman ini.
3.2 Manfaat Dari Model Komunikasi Keyakinan Kesehatan.
Model Kepercayaan kesehatan (HBM) ini digunakan untuk meramalkan perilaku
peningkatan kesehatan. Model kepercayaan kesehatan merupakan model kognitif yang berarti
bahwa khususnya proses kognitif dipengaruhi oleh informasi dari lingkungan. Menurut
model kepercayaan kesehatan kemungkinan individu akan melakukan tindakan pencegahan
tergantung secara langsung pada hasil dari dua keyakinan atau penilaian kesehatan yaitu
ancaman yang dirasakan dari sakit dan pertimbangan tentang keuntungan dan kerugian.
Penilaian pertama adalah ancaman yang dirasakan terhadap resiko yang akan muncul.
Hal ini mengacu pada sejauh mana seseorang berpikir penyakit atau kesakitan betul-betul
merupakan ancaman bagi dirinya. Asumsinya adalah bahwa bila ancaman yang dirasakan
tersebut maka perilaku pencegahan juga akan meningkat.
Penilaian tentang ancaman yang dirasakan ini berdasarkan pada ketidakkekebalan yang
merupakan kemungkinan bahwa orang-orang dapat mengembangkan masalah kesehatan
menurut kondisi mereka. Keseriusan yang dirasakan orang-orang yang mengevaluasi
seberapa jauh keseriusan penyakit tersebut apabila mereka mengembangkan masalah
kesehatan mereka atau membiarkan penyakitnya tidak ditangani.
Penilaian kedua yang dibuat adalah antara keuntungan dan kerugian dari perilaku dalam
usaha untuk memutuskan tindakan pencegahan atau tidak yang berkaitan dengan dunia medis
dan mencakup berbagai ancaman, seperti check up untuk pemeriksaan awal dan imunisasi.
Penilaian ketiga yaitu petunjuk berperilaku sehat. Hal ini berupa berbagai informasi dari
luar atau nasihat mengenai permasalahan kesehatan, misalnya media massa, promosi
kesehatan dan nasihat orang lain atau teman (Maulana, 2009).

3.3 Kosep Dari Model Komunikasi Keyakinan Kesehatan.


a. HBM, mengandung konsep utama yaitu memprediksikan mengapa seseorang
melakukan tindakan tertentu  untuk menjaga, melindungi dan mengendalikan kondisi
sakit, dengan melihat beberapa sudut pandang antara lain :
b. Kerentanan (Perceived Susceptibility) yaitu seseorang merasakan keyakinan / percaya
akan kemungkinan sakit yang terjadi pada dirinya.Misalnya seseorang wanita yang
beresiko mempunyai pasangan yang tidak setia, akan merasakan dirinya rentan
terkena suatu penyakit menular seksual.
c. Keseriusan (Perceived Severity/seriousility) yaitu Seseorang memprediksikan tingkat
keparahan apabila menderita penyakit tersebut.
d. Hambatan (Perceived Barrier) yaitu hambatan yang ada dalam seseorang berperilaku
sehat, misalnya pada kasus perempuan yang beresiko terkena penyakit IMS, Dia akan
mencari pencegahan dengan pendeteksian dini melalui pemeriksaan Papsmear, namun
dari pihak suami tidak mendukung, hal ini merupakan hambatan.
e. Keuntungan (Benefit) yaitu seseorang menimbang keuntungan yang diperoleh antara
biaya yang dikeluarkan dengan tingkat sakitnya, misalnya apakah efektif biaya yang
dikeluarkan pada pemeriksaan Papsmear yang mahal bila dibandingkan dengan
tingkat keseriusan atau resiko penyakitnya.
f. Self Eficacy yaitu kemampuan seseorang untuk mendapatkan hasil tertentu 
(Bandura,1997).
g. Cues To Action, yaitu isyarat pada suatu tindakan atau kesiapan seseorang dalam
bertindak.

3.4 Faktor-Faktor Esensial Dari Model Komunikasi Keyakinan Kesehatan


Health belief Model didasarkan atas 3 faktor esensial ;
a. Kesiapan individu intuk merubah perilaku dalam rangka menghindari suatu penyakit
atau memperkecil risiko kesehatan.
b. Adanya dorongan dalam lingkungan individu yang membuatnya merubah perilaku.
c. Perilaku itu sendiri.
Ketiga faktor diatas dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang berhubungan dengan
kepribadian dan lingkungan individu, serta pengalaman berhubungan dengan sarana &
petugas kesehatan. Kesiapan individu dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti persepsi tentang
kerentanan terhadap penyakit, potensi ancaman, motivasi untuk memperkecil kerentanan
terhadap penyakit, potensi ancaman, dan adanya kepercayaan bahwa perubahan perilaku akan
memberikan keuntungan.
Faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku adalah perilaku itu sendiri yang dipengaruhi
oleh karakteristik individu, penilaian individu terhadap perubahan yang di tawarkan, interaksi
dengan petugas kesehatan yang merekomen-dasikan perubahan perilaku, dan pengalaman
mencoba merubah perilaku yang serupa.
3.5 Konseptual Model Komunikasi Keyakinan Kesehatan.
a. Model asli termasuk empat konstruk:
b. Dirasakan kerentanan (penilaian individu terhadap risiko mereka mendapatkan
kondisi).
c. Persepsi tingkat keparahan (penilaian individu terhadap keseriusan kondisi, dan
potensi konsekuensinya).
d. Persepsi hambatan (penilaian individu dari pengaruh yang memfasilitasi atau
menghambat adopsi dari perilaku dipromosikan).
e. Merasakan manfaat (penilaian individu konsekuensi positif dari mengadopsi
perilaku).
Sebuah varian dari model ini termasuk biaya yang dirasakan mengikuti intervensi yang
ditentukan sebagai salah satu keyakinan inti. Konstruksi dari faktor mediasi kemudian
ditambahkan untuk menghubungkan berbagai jenis persepsi dengan perilaku kesehatan
meramalkan:
a. Demografi variabel (seperti usia, jenis kelamin, etnis, pekerjaan).
b. Sosio-psikologis variabel (seperti status sosial ekonomi, kepribadian, strategi coping).
c. Dirasakan efikasi (individu penilaian diri dari kemampuan untuk berhasil mengadopsi
perilaku yang diinginkan).
d. Isyarat untuk tindakan (pengaruh eksternal mempromosikan perilaku yang diinginkan,
mungkin termasuk informasi yang diberikan atau dicari, pengingat kuat oleh orang
lain, komunikasi persuasif, dan pengalaman pribadi).
e. Kesehatan motivasi (baik individu didorong untuk tetap pada tujuan kesehatan
tertentu).
f. Dirasakan kontrol (ukuran tingkat self-efficacy).
g. Ancaman (baik bahaya yang dikenakan dengan tidak melakukan tindakan kesehatan
tertentu yang dianjurkan adalah besar)
Prediksi dari model tersebut adalah kemungkinan individu yang bersangkutan untuk
melakukan tindakan kesehatan yang direkomendasikan (seperti kebijakan kesehatan preventif
dan kuratif).

3.6 Model Komunikasi Keyakinan Kesehatan Menurut Para Ahli


Menurut Rosenstock (1974, 1977), model ini dekat dengan Pendidikan Kesehatan.Konsep : 
Perilaku kesehatan merupakan fungsi dari pengetahuan dan sikap. Secara khusus bahwa
persepsi seseorang tentang kerentanan dan kemujaraban pengobatan dapat mempengaruhi
keputusan seseorang dalam perilaku kesehatannya.
Aspek-aspek pokok perilaku kesehatan menurut Rosenstock:
3.6.1 Ancaman
a. Persepsi tentang kerentanan diri terhadap penyakit (atau kesediaanmenerima
diagnosa penyakit).
b. Persepsi tentang keparahan penyakit/kondisi kesehatannya.
3.6.2 Harapan
a. Persepsi tentang keuntungan suatu tindakan.
b. Persepsi tentang hambatan-hambatan untuk melakukan tindakan itu.
3.6.3 Pencetus tindakan:
a. Media,
b. Pengaruh orang lain,
c. Hal-hal yang mengingatkan (reminders).
3.6.4 Faktor-faktor Sosio-demografi (pendidikan, umur, jenis kelamin/gender,
sukubangsa).
3.6.5 Penilaian diri (Persepsi tentang kesanggupan diri untuk melakukan
tindakan itu).
Ancaman suatu penyakit dipersepsikan secara berbeda oleh setiap individu.
Health Belief Model menurut Becker (1979) ditentukan oleh :
a. Percaya bahwa mereka rentan terhadap masalah kesehatan
b. Menganggap serius masalah.
c. Yakin terhadap efektivitas pengobatan.
d. Tidak mahal.
e. Menerima anjuran untuk mengambil tindakan kesehatan.
Kelemahan :
a. Bersaing dengan kepercayaan dan sikap-sikap lain.
b. Pembentukan kepercayaan seiring dengan perubahan perilaku.
Model Kepercayaan kesehatan oleh Becker (1974, 1979) :
a. Percaya Bahwa Mereka Rentan Terhadap Masalah Kesehatan Tertentu
Bagaimana menyadarkan masyarakat tersebut jika dirinya dapat mengalami diare
setiap saat. Oleh karena adanya lingkungan dengan sanitasi yang buruk dan
perilaku yang buruk terhadap kesehatan, seperti cakupan jamban yang rendah serta
sumber air bersih yang dikonsumsi berpotensi tercemar oleh kuman. Tidak adanya
WC memungkinkan adanya lalat sebagai vektor penyebab terjadinya penularan ke
manusia yang sehat lainnya. Sumber air yang digunakan dari sumur pinggir
sungai/menggali lubang pasir di pinggir sungai sangat membahayakan bilamana
ada penderita cholera yang BAB disungai tersebut.
b. Menganggap Masalah Ini Serius
Terjadinya diare bukan saja dapat menyebabkan kesakitan tetapi juga bahaya
kematian. Terutama akibat dehidasi berat oleh diare. Penyakit ini setiap tahunnya
merupakan pembunuh no 1 atau no 2 di Indonesia.
c. Meyakini Efektifitas Tujuan Pengobatan Dan Pencegahan
Model pengobatan dini dapat mencegah ke tahapan diare berat dengan dehidasi
hebat, sehingga tidak perlu dirujuk ke RS. Pencegahan merupakan upaya terbaik
dan murah melalui kebiasaan perilaku hidup bersih dan sehat terutama sumber air
yang steril, penggunaan WC dan kebiasaan cuci tangan dengan sabun.
Dimaksudkan memutuskan penularan penyakit diare.
d. Tidak Mahal
Biaya yang tidak mahal karena hanya dengan merubah kebiasaan buruk
dimasyarakat. Jika dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk
kesembuhan ditambah dengan hilangnya produktifitas (waktu kerja).
Menerima anjuran untuk mengambil tindakan kesehatan
Melaksanakan anjuran oleh petugas kesehatan merupakan tujuan dari perubahan
perilaku.

3.7 Ruang Lingkup Dan Aplikasi Model Komunikasi Keyakinan Kesehatan


Health Belief Model telah diterapkan pada berbagai perilaku kesehatan dan populasi
subjek. Tiga bidang yang luas dapat diidentifikasi (Conner & Norman, 1996):
a. Perilaku kesehatan preventif, yang meliputi promosi kesehatan (misalnya diet,
olahraga) dan kesehatan berisiko (misalnya merokok) perilaku serta vaksinasi dan
praktik kontrasepsi.
b. Perilaku peran Sakit, yang mengacu pada kepatuhan terhadap rejimen medis
direkomendasikan, biasanya setelah diagnosis profesional penyakit.
c. Klinik digunakan, yang meliputi kunjungan ke dokter untuk berbagai alasan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Komunikasi sangatlah penting dalam setiap konteks kehidupan manusia. Sebagai
perawat,kita sudah semestinya mempelajari dan memahami berbagai macam komunikasi
dalam konteks-konteks yang berbeda sehingga memudahkan kita dalam melakukan tindakan
keperawatan yang benar dan tepat terhadap pasien. Dengan telah mengetahui peran
komunikasi secara tidak langsung melalui pembelajaran ini yaitu konsep komunikasi dalam
konteks sosial,dan budaya, serta keyakinan.

 
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. “Model Kepercayaan Kesehatan (Health Belief Model)”.


Anonim. _______. “Model Kepercayaan Kesehatan”.
http://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi_sosial
http://www.psychologymania.com/2012/06/model-kepercayaan-kesehatan-health.html
http://www.slideshare.net/theshizuka11/komunikasi-14456357
http://www.utwente.nl/cw/theorieenoverzicht/Theory%20clusters/Health
%20Communication/Health_Belief_Model.doc/
Jallaludi Rakhmat, Psikologi Komunikasi. Bandung: Remadja Karya, 1985
King Larry dan Gilbert Bill. Seni Berbicara Kepada Siapa Saja, Kapan Saja, Dimana Saja.
Jakarta: gramedia Pustaka Utama. 2000
Mulyana Deddy, M.A., Ph.D. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja
Rosdakarya. 2009
Mulyanti, Sri. 2012. “Model Kepercayaan Kesehatan (Health Belief Model)”.

Anda mungkin juga menyukai