Anda di halaman 1dari 3

Nama : Henokh Hariwibowo Nuryanto

NIM : 2131037

Sumber: https://www.pajak.go.id/index.php/id/artikel/kewajiban-perpajakan-freelancer

“Kewajiban Perpajakan Freelancer”


Dalam kurun waktu tujuh bulan yaitu Agustus 2020 sampai dengan Februari 2021, terjadi
peningkatan pekerja paruh waktu sebesar 3,74 juta orang dan pekerja informal sebesar 2,64 juta
orang. Padahal menurut data Badan Pusat Statistik, pada Agustus 2020 terdapat 29,12 juta orang
atau 14,28 persen penduduk usia kerja yang terdampak Covid-19 dengan 2,56 juta pengangguran
baru.
Laporan Emerging Global Labor dari McKinsey (2018) menyatakan Indonesia sebagai negara
ke-16 dalam daftar negara dengan perekonomian terbesar memiliki 55 juta pekerja profesional.
Diperkirakan pekerja profesional di Indonesia akan meningkat menjadi 113 juta orang di tahun
2030.
Freelancer didefinisikan sebagai seseorang yang bekerja sendiri, tidak terikat jam kerja, dan
biasanya memiliki keahlian tertentu. Berdasarkan definisi ini maka pekerja informal dan paruh
waktu masuk dalam definisi tersebut.
Bagi seorang freelancer yang merupakan wajib pajak dalam negeri, kewajiban perpajakannya
adalah menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri pajak terutang.
Proses menghitung, memperhitungkan, dan membayar pajak sudah tidak perlu lagi dilakukan
oleh seorang freelancer apabila seluruh penghasilan yang diterimanya sudah dilakukan
pemotongan pajak. Hanya kewajiban melaporkan pajaknya saja yang perlu dilakukan sendiri.
Apabila penghasilan yang diterima sebagian atau seluruhnya belum dilakukan pemotongan,
maka seorang freelancer harus menghitung, memperhitungkan, dan membayar pajak sendiri
sebelum melakukan pelaporan. Untuk menghitung besarnya pajak terutang dilakukan dengan
menggunakan metode norma perhitungan penghasilan neto (NPPN).
Persentase NPPN sudah ditentukan oleh pemerintah berdasarkan jenis pekerjaan atau usaha
melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2015 tentang Norma Perhitungan
Penghasilan Neto. Persentase NPPN untuk wajib pajak perseorangan tersebut dibagi ke dalam
tiga kelompok berdasarkan wilayah. Pembagian wilayah tersebut yaitu 10 Ibu Kota Provinsi, Ibu
Kota Provinsi lainnya, dan Daerah lainnya.
Cara menghitung besaran PPh terutang melalui beberapa tahapan. Pertama, mencari penghasilan
neto dengan mengalikan penghasilan bruto yang diterima terhadap persentase NPPN.
Penghasilan neto ini kemudian dikurangkan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) yang
menghasilkan Penghasilan Kena Pajak (PKP). Adapun besaran PTKP disesuaikan dengan
kondisi setiap wajib pajak. Besaran PTKP yang berlaku diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 101/PMK.010/2016 tentang Penyesuaian Besarnya
Penghasilan Tidak Kena Pajak.
Nilai PTKP berada dalam rentang Rp54.000.000 sampai dengan Rp126.000.000 untuk setiap
orangnya. PPh terutang didapat dengan mengalikan PKP dengan tarif PPh. Besaran tarif PPh
menggunakan jenis tarif progresif dengan besaran 5% sampai 30%. Semakin besar penghasilan
yang diterima, maka tarif yang dikenakan akan semakin besar.
Sebelum melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan, seluruh pajak yang telah dipotong
dan dibayar diperhitungkan ulang dengan hasil perhitungan pajak terutang di akhir tahun.
Apabila ada kekurangan bayar, maka dilakukan pelunasan terlebih dahulu oleh wajib pajak.
Kode akun pajak dan kode jenis setoran yang digunakan saat pelunasan adalah 411125/200.
Pelaporan dilakukan pada tiga bulan pertama tahun pajak berikutnya. Apabila tahun pajak yang
digunakan sama dengan tahun kalender, maka pelaporan dilakukan paling lambat akhir bulan
Maret tahun berikutnya. Pelaporan dilakukan dengan mengisi formulir SPT Tahunan PPh Orang
Pribadi 1770. Penyampaian SPT Tahunan dilakukan secara daring melalui laman pajak.go.id.
SPT Tahunan yang disampaikan harus lengkap, benar, dan jelas.
Selain PPh, dalam transaksi penyerahan jasa freelance bisa juga dikenakan pajak pertambahan
nilai (PPN). Hal ini karena jasa yang diberikan beraneka ragam. Apabila jasa yang diberikan
tidak masuk dalam negative list jasa kena pajak, maka jasa yang diserahkan bisa dikenakan PPN.
Jasa yang diserahkan harus dikenakan PPN apabila freelancer adalah Pengusaha Kena Pajak.
Apabila pengguna jasa adalah pemungut PPN, maka atas pembayaran yang dilakukan
diperhitungkan dengan PPN yang dipungut.

Kesimpulan:
Penghasilan yang diterima seorang freelancer akan dipotong pajak penghasilan (PPh) Pasal 21
atau PPh Pasal 26 oleh pengguna jasa. PPh Pasal 21 dipotong apabila penerima penghasilan
merupakan subjek pajak dalam negeri dan PPh Pasal 26 apabila penerima penghasilan subjek
pajak luar negeri.
Pemotongan ini dilakukan apabila pengguna jasa merupakan pemotong pajak. Apabila pengguna
jasa bukan pemotong pajak, maka atas penghasilan yang diterima seorang freelancer tidak
dipotong PPh.
Opini:

Terkait dengan banyaknya lapangan pekerjaan yanq tutup dan terbatasnya


Kegiatan eknomi yg bisa dilakutran , maka peluang bisnis yang
Ketanyakan bermodalkan internet dan gadget yang memadar menjadi
Pillhan yg banyak diambil orang.
Mara melihat maraknya masyarakat
saat ini yang beralih profesi menjadi freelancer, sudah sepatutnya Pajak juga turut ikut andil
didalamnya.

Anda mungkin juga menyukai