Anda di halaman 1dari 4

PPh Badan dan Orang Pribadi

Norma Penghitungan WP Orang Pribadi

NAMA KELOMPOK :

1. Namira Chairani (1907341050)


2. Ida Bagus Ram Perdata Sibret (1907341051)
3. Stefanus Rame (1907341058)
4. Bella Fitri Ariesta Dewi (1907341060)
5. Kadek Cahayana Putra (1907341062)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2020
Penggunaan Norma Penghitungan untuk menghitung
Penghasilan Netto WP Orang Pribadi

Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) adalah norma yang dapat digunakan oleh
wajib pajak dalam penghitungan penghasilan neto dalam satu tahun pajak sebagai dasar
penghitungan PPh Pasal 25/29 terutang. Norma penghitungan ini bertujuan untuk
menyederhanakan penghitungan untuk mencari penghasilan neto. Setelah mendapatkan
besaran penghasilan neto, wajib pajak dapat menghitung besaran PPh terutang untuk
kebutuhan pembayaran dan pelaporan pajaknya.
Syarat Menggunakan Norma Penghitungan Netto
Dasar hukum norma penghitungan netto ini tercantum dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 36 tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan pada pasal 14, dan dijelaskan lebih dalam di Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-17/PJ/2015 Tentang Norma Penghitungan Penghasilan
Neto. Syarat wajib pajak untuk menggunakan norma penghitungan ini adalah:
Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dengan
peredaran bruto dalam 1 tahunnya kurang dari Rp4,8 miliar wajib menyelenggarakan
pencatatan, kecuali jika yang bersangkutan memilih menyelenggarakan pembukuan. Jika lebih
dari Rp4,8 miliar, wajib pajak wajib menyelenggarakan pembukuan.
Wajib pajak orang pribadi yang wajib menyelenggarakan pencatatan dan menerima atau
memperoleh penghasilan tidak dikenai pajak penghasilan bersifat final, menghitung
penghasilan netto dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan netto.
Wajib pajak orang pribadi yang boleh menggunakan NPPN harus memberitahukan ke Ditjen
Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan. Jika tidak,
wajib pajak dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan.
Jika wajib pajak badan atau orang pribadi yang melakukan pembukuan, tidak atau tidak
sepenuhnya melakukan hal tersebut serta tidak bersedia memperlihatkan pembukuan maupun
bukti-bukti pendukungnya, penghasilan nettonya dihitung dengan menggunakan NPPN.
Bagaimana jika wajib pajak memiliki lebih dari satu jenis usaha? Maka penghitungan
penghasilan nettonya dilakukan terhadap masing-masing jenis usaha atau pekerjaan bebas
dengan memperhatikan pengelompokan wilayah pengenaan norma. Penghasilan neto wajib
pajak yang memiliki lebih dari satu jenis usaha adalah penjumlahan penghasilan neto dari
masing-masing jenis usaha atau pekerjaan bebas yang dihitung.
Wajib pajak yang dapat menggunakan NPPN harus menyelenggarakan pencatatan. Sedangkan
wajib pajak yang tidak menggunakan NPPN harus menyelenggarakan pembukuan.
Besaran NPPN
Besaran norma penghitungan penghasilan neto ini tidaklah sama. Jumlah persentase NPPN
ini terbagi atas:
Persentase NPPN Dikelompokkan menurut wilayah sebagai berikut:
1. Sepuluh ibukota provinsi, yaitu Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang,
Surabaya, Denpasar, Manado, Makassar, dan Pontianak.
2. Ibukota provinsi lainnya.
3. Daerah lainnya.
 Persentase NPPN untuk wajib pajak orang pribadi yang menghitung penghasilan netto
menggunakan NPPN.
 Persentase NPPN untuk wajib pajak orang pribadi yang ternyata tidak atau tidak
sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan atau tidak bersedia memperlihatkannya.
 Persentase NPPN untuk wajib pajak badan yang tidak atau tidak sepenuhnya
menyelenggarakan pembukuan atau tidak bersedia memperlihatkannya.
Kesemuanya lampiran PER-17/PJ/2015 tentang Norma Penghitungan Penghasilan Bruto.
Jadi untuk menemukan persentase norma penghitungan penghasilan neto yang tepat, cek
kode klasifikasi lapangan usaha (KLU) yang cocok dengan SPT, kelompok usaha, dan tarif
sesuai wilayah.

Rumus NPPN dan Contoh Soal


Secara sederhana, rumusnya adalah:
Penghasilan neto:
 Peredaran/Penghasilan bruto dari kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dalam 1 tahun
pajak x tarif persentase NPPN

Contoh penghitungannya:
Bapak Setia merupakan seorang agen asuransi yang berdomisili di Surabaya. Selama masa
tahun pajak 2019, ia memiliki penghasilan bruto sebesar Rp500 juta. Berapa besaran
penghasilan netonya?
Pertama-tama, mari mencari tarif persentase penghitungan netonya. Berdasarkan informasi
pekerjaan dan domisili dari soal, tarif persentase NPPN Bapak Setia adalah 50% sesuai
lampiran PER-17/PJ/2015. Maka, cara menghitungnya sebagai berikut:

 Penghasilan netto: Rp500.000.000 x 50%


 Penghasilan netto: Rp250.000.000
Selanjutnya untuk mendapatkan PPh terutang, wajib pajak harus mengalikan penghasilan
neto dengan tarif Pasal 17 Undang-Undang PPh.
PPh Terutang: Penghasilan neto x tarif Pasal 17 Undang-Undang PPh
Khusus untuk wajib pajak orang pribadi, penghasilan neto tersebut harus dikurangi dengan
penghasilan tidak kena pajak, baru dikalikan dengan tarif Pasal 17 Undang-Undang PPh.
PPh Terutang Wajib Pajak Orang Pribadi:
(Penghasilan neto – penghasilan tidak kena pajak) x tarif umum Pasal 17 Undang-Undang
PPh

Contoh Kasus 2

Cara Menghitung Besaran Norma Penghitungan Penghasilan Neto

Penghasilan neto adalah Penghasilan bruto dari kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dalam 1
tahun pajak dikalikan tarif persentase NPPN. Misalnya Seorang wajib pajak yang berprofesi
sebagai seorang agen asuransi dan berdomisili di Jakarta. Selama masa tahun pajak 2019, wajib
pajak tersebut memiliki penghasilan bruto sebesar Rp 500.000.000,00 juta dengan total
penghasilan tidak kena pajak sebesar Rp 100.000,000.00

Dari masalah di atas untuk mengetahui besaran NPPN, maka bisa dilakukan dengan langkah-
langkah berikut:

• Mencari tarif persentase penghitungan netonya. Berdasarkan informasi pekerjaan dan


domisili. Sesuai lampiran PER-17/PJ/2015 diperoleh persentase wajib tersebut adalah 50%.

• Menghitung penghasilan Neto = Rp500.000.000,00 x 50% Rp 250.000.000,00

• Menghitung PPh terutang dengan cara mengurangkan penghasilan neto dengan PTKP
kemudian dikalikan dengan tarif Pasal 17 UU PPh. Besaran tarif pasal 17 UU PPh untuk wajib
pajak orang pribadi dengan penghasilan Rp 250.000.001,00 sampai dengan Rp500.000.000,00
adalah sebesar 25%.

PPh Terutang = (Penghasilan neto – PTKP) x tarif Pasal 17 UU PPh

= (Rp250.000.000,00 – Rp 100.000.000,00)x 25%

= Rp 37.500.000,00

Anda mungkin juga menyukai