Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PRAKTIKUM

KLIMATOLOGI

Disusun oleh:

Kelompok I C

Muhammad Abyan 23020222140112

Nadia Mia Hidayat 23020222140114

Ikhlas Pebrian 23020222140116

Radya Mahendra 23020222140123

Mamdhoka 23020222140142

Melati Ayu 23020222140149

PROGRAM STUDI S-1 AGROEKOTEKNOLOGI


DEPARTEMEN PERTANIAN
FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2022

i
RINGKASAN

Kelompok I AgroekoteknologiC. 2022. Laporan Praktikum Klimatologi. (Asisten


: Sabrina Azalia Listuhayu)

Praktikum Acara 2 mengenai Pengamatan Perawanan, dilaksanakan pada hari


Minggu, tanggal 18 September 2022 sampai dengan hari Minggu, tanggal 25 September
2022 di Green House, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro.
Semarang. Praktikum ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui jenis-jenis awan
dengan cara melakukan pengamatan.

Materi yang digunakan dalam praktikum ini berupa alat dan bahan yang dapat
menunjang pelaksanaan praktikum. Alat-alat yang digunakan yaitu laptop digunakan
untuk membuat tabel, hygrometer digunakan untuk mengukur suhu udara dan
kelembabab udara, kamera digunakan untuk mendokumentasikan awan. Bahan yang
digunakan adalah awan, suhu udara, kelembaban udara. Metodenya yaitu dengan
penulisan data awan dan pengambilan foto awan selama 14 hari, serta pengambilan data
dalam 1 hari selama 30 menit di waktu pagi, siang, dan sore hari untuk mendapatkan
siklus awan di depan Green House sebelah makam. Pengamatan awan dilakukan pada
pagi hari, siang hari, dan sore hari. Data suhu dan kelembaban yang diperoleh kemudian
di rata-rata . Dokumentasi awan yang telah diambil digunakan untuk pengamatan siklus
awan yang terjadi di wilayah tertentu.

Hasil praktikum Pengamatan Perawanan adalah pada minggu ke I suhu dan


kelembaban di adalah 32°C dan 60,37%, dan jenis awan yang paling sering muncul adalah
awan Cirrus. Minggu ke II suhu dan kelembaban adalah 31,65°C dan 59,84 %, dan jenis
awan yang sering muncul adalah awan Cirrus. Pergerakan awan pada pagi-siang dan sore
adalah cirrus- altocumulus-stratocumulus.

Kata kunci : Awan, Suhu, Udara, Perawanan, Hygrometer.

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
karuniannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum
Klimatologi. Praktikum dengan acara pengamatan perawanan ini bertujuan agar
mahasiswa bisa membedakan atau mengetahui jenis-jenis awan. Laporan ini
disusun untuk menuntaskan mata kuliah Klimatologi.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Septrial Arafat, S.P., M.P.


selaku dosen mata kuliah Klimatologi dan Sabrina Azalia Listuhayu selaku
asisten praktikum mata kuliah Klimatologi. Tanpa mereka kami tidak akan
mampu menuntaskan laporan praktikum ini.

Kami menyadari laporan praktikum ini masih terdapat banyak sekali


kekurangan. Untuk itu, kami menunggu kritik dan saran anda agar laporan
praktikum ini bisa menjadi lebih baik. Kami berharap laporan praktikum ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca.

Semarang, 16 November 2022

Penulis
DAFTAR ISI

PENGESAHAN ……………………………………………………………..... i
RINGKASAN ………………………………………………………………… ii
KATA PENGANTAR ………………………………………………………… iii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………….. iv
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………... v
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………….. vi
BAB I. PENDAHULUAN
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tipe-tipe Awan ………………………………………………………. 2
2.1.1. Awan Horizontal…………………………………………….... 2
2.1.1.1. Awan Rendah ……………………………………… 3
2.1.1.2. Awan Sedang …………………………………….... 4
2.1.1.3. Awan Tinggi ………………………………………. 5
2.1.2. Awan Vertikal ………………………………………………… 6
2.2. Pengaruh Awan terhadap Cuaca dan Iklim ………………………….. 7
2.3. Siklus Awan........................................................................................... 8

BAB III. MATERI DAN METODE


3.1. Materi ……………………………………………………………….. 9
3.2. Metode ……………………………………………………………..... 9

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Pengamatan Perawanan Minggu I ………………………………….. 10
4.2. Pengamatan Perawanan Minggu II …………………………………. 12
4.3. Perbandingan Pengamatan Minggu I dan II ………………………... 13
4.4. Siklus Awan ……………………………………………………….... 15

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN


5.1. Simpulan ……………………………………………………………. 17
5.2. Saran ………………………………………………………………...

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………....


LAMPIRAN ……………………………………………………………………..

iv
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
1. Pengamatan Perawanan Minggu ke-I................................................................ 12
2. Pengamatan Perawanan Minggu ke-II.............................................................. 14
3. Perbandingan Pengamatan Minggu I dan II ..................................................... 17
4. Pengamatan Siklus Awan ..................................................................................18

v
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman
1. Form Pengamatan Indikator Cuaca Dan Iklim.................................................. 25
2. Form Pengamatan Indikator Cuaca Dan Iklim Minggu Ke- I........................... 25
3. Form Pengamatan Indikator Cuaca Dan Iklim Minggu Ke- II......................... 25
4. Perbandingan Pengamatan Minggu Ke I – II ................................................... 26
5. Suhu Dan Kelembaban Siklus Awan................................................................ 26

vi
BAB I

PENDAHULUAN

Awan adalah kumpulan tetesan air atau kristal beku yang dapat di lihat di
atmosfer diatas permukaan bumi. Awan terbentuk karena proses pemadatan uap
air yang terdapat dalam udara setelah melampaui keadaan jenuh. Awan terbentuk
dari proses kondensasi uap air di udara yang akan menjadi titik air lama kelamaan
semakin banyak uap air yang datang dan akan membentuk awan sekumpulan uap
air ini akan mengalami proses menjadi titik titik air karena suhu yang semakin
rendah. Titik titik air yang jatuh inilah yang kita sebut dengan hujan. Dalam awan
tetesan awan membentuk pada inti aerosol.
Siklus awan merupakan pergantian awan dari pagi hingga sore hari.
Misalnya pada pagi hari awannya adalah awan stratus, lalu pada siang hari
awannya adalah awan citrostatus, dan pada malam harinya adalah awan
altrostatus. Oleh karena itu, pengenalan jenis, bentuk, sifat-sifat awan sangat
diperlukan. Awan berdasarkan bentuknya di kelompokan menjadi 3 yaitu, awan
kumulus, awan stratus, dan awan stirrus. Awan kumulus adalah awan yang
dasarnya bergumpal gumpal dengan dasar yang merata yang secara horizontal.
Awan juga di bedakan berdasarkan ketinggiannya awan rendah, awan menengah
dan awan tinggi. Awan rendah ialah awan yang berada di bawah ketinggian 3000
meter. Kelompok yang termasuk awan menengah yaitu awan altokumulus dan
awan altostratus. Terakhir awan tinggi, awan ini berada pada ketinggian di atas
8000 meter.
Tujuan praktikum Klimatologi dengan acara Pengamatan Perawanan
adalah untuk mengetahui jenis-jenis awan dengan cara melakukan pengamatan
terhadap awan di suatu wilayah tertentu dengan mengamati karakteristik awan dan
siklus awan. Manfaat dilakukannya praktikum ini ialah dapat mengategorikan
jenis jenis awan pada suatu wilayah menurut pengamatan yang dilakukan yaitu
seperti mengukur suhu, mengukur kelembaban, bentuk awan, dan siklus awannya.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tipe-Tipe Awan

Awan adalah kumpulan butiran air atau kristal yang dapat di lihat, awan
dibagi menjadi 2 tipe secara umum yaitu ada awan horizontal yang dibedakan
berdasarkan ketinggiannya. Awan horizontal dibagi menjadi beberapa jenis yaitu,
awan rendah, awan sedang dan awan tinggi (Winarsih, 2019). Lalu awan jenis tipe
yang keduam ada awan vertikal,awan ini tumbuh secara vertikal ketika arus udara
kuat naik ke atas. Gerakan vertikal ini bisa ke naik atau ke turun, dan proses ini di
cukup terjadi di awan ( Maya, 2017).
Awan dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu awan rendah, awan
menengah, dan awan tinggi, awan rendah adalah awan dengan kelompok
ketinggian paling rendah, awan tipe sedang ini biasanya memiliki ketinggian
diatas awan tipe rendah, lalu untuk tipe awan tinggi merupakan tipe awan dengan
ketinggian yang paling tinggi. Ketinggian pada awan rendah yakni 0-2000 meter
dengan jenis awan stratus, stratocumulus, dan nimbostratus, lalu ketinggian untuk
awan sedang yaitu 2000-6000 meter dengan jenis awan yaitu altocumulus dan
altostratus, dan ketinggian untuk awan tinggi yaitu 6000-18000 meter dengan
jenis cirrus, cirrocumulus, dan cirrostratus (Kristanto et al., 2017). Awan cumulus
dan cumulonimbus dalam perkembangannya berada di awan vertikal. Awan
cumulus dan cumulunimbus merupakan awan jenis vertikal yang dimana awan ini
memiliki cloud base 1000 m untuk cumulus dengan cloud top yang bisa mencapai
12000 m atau 12 Km (Pandjaitan et al., 2019).

2
2.1.1. Awan Horizontal

Awan horizontal terdapat pada ketinggian yang relatif cukup sedang


dan terbagi menjadi beberapa kelompok yaitu awan rendah, awan sedang, dan
awan tinggi. Awan horizontal berada pada ketinggian 0 hingga 9 km dari
permukaan tanah dan awan horizontal dibedakan menjadi tiga yakni awan tinggi,
sedang, dan rendah (Winarsih, 2020). Awan horizontal yang terlalu rendah sering
dijuluki sebagai kabut. Awan dan kondisi cuaca pada suatu titik digunakan untuk
memprediksi adanya kabut dan biasanya awan horizontal yang rendah ini disebut
sebagai kabut (Suryanto & Luthfian, 2019).
Awan horizontal terdiri dari beberapa tipe ketinggian yaitu awan rendah,
awan sedang, dan awan tinggi. Awan dapat diklasifikasikan berdasarkan
ketiggiannya, ketinggian 0 sampai 2000 meter merupakan awan rendah, awan
sedang dengan ketinggian 2000 meter sampai 6000 meter, dan terakhir awan
tinggi dengan ketinggian 6000-8000 meter (Kristanto et al., 2017). Awan
horizontal di bagi berdasarkan ketinggian masing-masing tipe awan. Awan
horizontal terdiri atas awan yang terdiri dari sratus, stratocumulus, altostratus, dan
nimbo stratus, lalu untuk awan sedang terdiri dari altocumulus, altostratus, dan
cumulus, lalu yang terakhir awan tinggi terdiri dari cirrus, cirrostratus,
cirrocumulus, dan cumulonimbus (Anggraeni et al., 2022).

2.1.1.1. Awan Rendah

Awan rendah adalah awan yang ketinggiannya kurang dari tiga ribu meter.
Awan rendah memiliki ketinggian berkisar antara 0 meter sampai 2000 meter
dengan jenis awan yaitu awan Stratus, awan Stratocumulus, dan awan
Nimbostratus (Kristanto, 2017). Awan rendah mempunyai suhu yang hangat dan
awan rendah biasanya dekat dengan permukaan bumi. Awan-awan rendah
umumnya suhunya lebih hangat dan berada relative dekat terhadap permukaan
bumi, sementara awan-awan bersuhu lebih dingin merupakan jenis awan-awan
tinggi (Kharisma & Widomurti, 2018). Awan stratocumulus merupakan awan

3
rendah yang memiliki warna abu abu terang atau gelap dan tidak berpotensi hujan
lebat. Awan Stratocumulus ini berada pada ketinggian kurang dari 1000 hingga
1500 mdpl dan berbentuk menyerupai selimut dan terbentang luas, memiliki
warna abu-abu terang hingga gelap, dan jenis awan ini tidak berpotensi hujan
lebat dan gerimis (Paski, 2017).
Awan Stratus merupakan awan dengan bentuk seperti serat putih yang
berlapis-lapis seperti bentuk kabut. Ketinggian awan ini bisa mencapai 2
kilometer di atas permukaan laut yang berbentuk seperti kabut dengan potensi
hujan yang diakibatkan yaitu hujan ringan (Nugraheny, 2015). Awan stratus
nampak lebih tebal dari awan cirrus dan bisa menciptakan bayangan di tanah.
Awan statrus merupakan salah satu jenis awan rendah yang sangat luas dan
tingginya dibawah 2.000 m lapisannya yang melebar menjadikan awan ini seperti
kabut dan berlapis-lapis dengan bentuk nya seperti lapisan datar dan biasanya
cakupannya luas dan nampak lebih tebal dari awan cirrus dan bisa menciptakan
bayangan di tanah (Lusiana, 2019).
Awan Nimbostratus merupakan lapisan awan yang berwarna abu- abu
yang tampak gelap. Awan Nimbostratus merupakan lapisan awan yang tebal
dengan bentuk yang tidak teratur dan menimbulkan banyak hujan awan ini
seringkali berwarna gelap kelabu, umumnya menghasilkan curah hujan yang
sedang tapi stabil (Hey, 2014). Awan Nimbostratus memiliki bentuk yang tidak
pasti. Penutupan awan Nimbostratus dapat menutupi wilayah yang sangat luas.
Ketinggian yang dimiliki oleh awan ini yaitu 0.6 hingga 3 kilometer di atas
permukaan laut. Potensi hujan yang dimiliki awan ini yaitu hujan ringan hingga
sedang dengan durasi waktu lama (Nugraheny, 2015).

Stratus Stratocumulus Nimbrostratus


Sumber: Suryanto & Luthfian, 2019

4
2.1.1.2. Awan Sedang

Jenis awan menengah berada pada ketinggian kurang lebih dua hingga
enam kilometer dari permukaan bumi. Awan sedang terdiri dari awan yang
ketinggiannya antara 2.000 – 6.000 meter di atas permukaan laut, dimana awan ini
terdiri dari awan Altostatus dan Atlocumulus (Sendanayake, 2015). Awan
altostratus merupakan jenis awan yang berbentuk lembaran dan seringkali
berbentuk satu struktur berserat. Awan altostratus  ini memiliki bentuk yang
meluas dan menyebar di angkasa tebal dan berwarna putih kelabu, Awan
altostratus merupakan awan dengan bentuk yang melebar, dengan lebar yang
dimiliki oleh awan ini dapat menutupi seluruh bagian langit yang tampak dari
bumi (Chang et al., 2016).
Awan Altocumulus merupakan jenis awan yang bergerombol karena
jumlahnya banyak dan letaknya saling berdekatan satu sama lain. Awan
altocumulus biasanya berbentuk bola-bola yang agak tebal atau menggembung,
memiliki warna putih hingga pucat, dan kadang ada bagian yang kelabu, jumlanya
banyak dan saling berdekatan (Untara, 2014). Awan Altocumulus adalah awan
yang setara dengan awan altostratus dimana kedua awan ini termasuk dalam awan
sedang atau medium, awan ini biasanya mendatangkan hujan. Awan Altocumulus
tebal juga memberikan kontribusi terhadap keberlangsungan hujan yang terjadi
dan ketinggian awan altocumulus ini sekitar 2000-6000 meter (Adriat, 2015).

Altocumulus Altostratus
Sumber: Suryanto & Luthfian, 2019.

2.1.1.3. Awan Tinggi

5
Awan tinggi merupakan awan horizontal, awan ini terdiri dari awan
cirrus, cirrostratus, dan cirrocumulus. Kategori awan tinggi dikatakan jika
ketinggiannya di atas 6 km dari permukaan bumi, lalu jenis awan tinggi terdiri
dari cirrus, cirrostratus, dan cirrocumulus (Nardi & Nazori, 2016). Awan tinggi
merupakan awan yang dapat ditemukan pada daerah yang bercuaca cerah dengan
suhu udara yang dingin. Awan tinggi mengandung partikel es karena awan tinggi
biasa ditemukan di suhu udara yang sangat dingin dan bercuaca cerah dengan
ketinggian diatas 6000 meter (Kristanto et al., 2017).

Awan cirrocumulus merupakan jenis awan tinggi yang hampir sama


dengan awan cirrus dan cirrocumulus berbentuk putus-putus. Karakteristik dari
awan cirrocumulus tersebut yaitu terputus-putus, penuh dengan kristal-kristal es
dan cirrocumulus merupakan awan halus dengan tumpukan awan kecil dan
serpihan putih (Heymsfield et al., 2017). Awan Cirrocumulus merupakan awan
yang tersusun dari butiran dan kristal es, biasanya awan ini tidak mendatangkan
hujan. Awan cirrocumulus tidak menghasilkan presipitasi dan biasanya awan ini
berkaitan dengan cuaca cerah, cirocumulus berada pada ketinggian 6-12 kilometer
di atas permukaan tanah (Hariyanto et al., 2019).

Awan cirrus adalah awan yang terletak di bagian paling tinggi dalam
tingkatan awan dan juga sangat tipis, awan ini berbentuk serat seperti gula-gula
kapas. Awan cirrus mempunyai bentuk seperti serat putih yang halus tetapi awan
ini tidak menghasilkan hujan, biasanya awan cirrus berada pada ketinggian 6000-
10.000 meter (Hariyanto et al., 2019). Ciri-ciri awan cirrus ialah awan yang tidak
membawa hujan dan awan ini mengandung kristal es yang memiliki bentuk tidak
beraturan. Awan cirrus memiliki lapisan yang tersusun dari kristal-kristal es yang
memiliki bentuk yang tidak beraturan dan peranan awan cirrus cukup penting
dalam menjaga kesetimbangan radiasi bumi melalui proses penghamburan cahaya
inframerah, dan melalui penyerapan radiasi inframerah (Anggreni, 2018)

Awan cirrostratus adalah kelompok awan tinggi yang berwarna putih


merata, tipis, dan halus dan mampu menutupi sebagian atau seluruh langit. Awan

6
Cirrostratus memiliki bentuk halus sehingga matahari atau bulan masih tampak
menembus awan dan dapat menimbulkan efek halo, awan ini juga sangat
menerawang dan memberikan warna seperti air susu atau susunannya seperti serat
atau benang yang tidak teratur (Pradana, 2021). Awan cirrostratus merupakan
awan yang menandakan datangnya front panas oleh sebab itu mungkin akan
terjadinya hujan atau jatuhnya presipitasi. Cirrostratus muncul sekitar 12 hingga
24 jam sebelum terjadinya hujan atau badai salju biasanya awan ini berada pada
ketinggian 6 km (Nugent, 2018).

Cirrocumulus Cirrostratus Cirrus


Sumber: Suryanto & Luthfian, 2019.

2.1.2. Awan Vertikal

Awan vertikal adalah awan yang bentuknya menyerupai garis lurus dan
secara vertikal naik ke atas. Awan yang diklasifikasikan sebagai awan dengan
perkembangan secara vertikal keatas yaitu awan jenis Cumulus dan
Cumulunimbus (Kristanto, 2017). Guruh terjadi pada waktu bersamaan dengan
terjadinya petir, biasanya berasal dari awan cumulonimbus. Guruh berasal dari
awan cumulonimbus yang terbentuk dari gumpalan awan dengan ukuran vertikal
mecapai 14 km dan ukuran horizontal 1,5-7,5 km (Akbar, 2020) . Kelompok awan
vertikal terbagi menjadi dua, antara lain awan cumulus dan awan cumulonimbus.
Awan vertikal merupakan awan yang tersusun secara vertikal yang terdiri dari
awan cumulus dan cumulusnimbus, perbedaan awan cumulus dan cumulonimbus
adalah awan cumulus biasanya muncul di hari yang cerah kalau cumulonimbus
adalah awan yang menyebabkan hujan dan petir (Zakir dan Hakim, 2017).

7
Awan cumulus mempunyai sifat yang tersebar di langit, dan biasanya
muncul pada hari yang cerah di dataran rendah. Awan cumulus adalah awan yang
terdapat pada dataran rendah dan memiliki permukaan semu yang tidak rata,
biasanya awan ini berbentuk tebal dengan puncak tinggi dan terdapat pada siang
hari (Zhang et al., 2017). Awan cumulonimbus adalah awan yang bisa
menyebabkan terjadinya hujan dan petir. Cumulonimbus adalah salah satu awan
vertikal yang dapat tumbuh menjulang hingga ketinggian 60 ribu kaki (18 km
lebih), dan terjadi pada suatu daerah dengan kondisi lembab sehingga
menyebabkan terjadinya hujan petir (Maya, 2017).

Cumulonimbus Cumulus
Sumber: Suryanto & Luthfian, 2019.

2.2. Pengaruh Awan terhadap Cuaca dan Iklim

Cuaca merupakan kondisi temperatur udara yang terjadi sementara pada


wilayah tertentu dan sewaktu waktu bisa berubah-ubah secara mendadak. Awan
mempengaruhi pergerakan cuaca disebuah wilayah dengan wilayah lainnya
dengan melihat kondisi awan kita dapat mengetahui dan memprediksi dengan
akurat tentang kapan dan bagaimana cuaca akan terjadi hari ini, besok, lusa
bahkan minggu depan (Tjasyono, 2012). Awan dapat mempengaruhi suhu
permukaan bumi dan awan juga dapat memprediksi cuaca yang akan datang, salah
satu contohnya adalah awan cumulus yang bisa mengakibatkan perubahan cuaca
menjadi hujan. Kemunculan awan cumulus dimanfaatkan untuk memprediksi dan
merekayasa cuaca di suatu wilayah karena dapat mempercepat terjadinya hujan
sekaligus menambah curah hujan (Renggono, 2013).

8
Awan-awan konvektif penghasil hujan lebat memiliki karakteristik yang
berbeda yang dapat dilihat dari segi ukuran, reflektivitas dan tinggi puncak, awan-
awan pada musim hujan lebih tinggi daripada musim kemarau. Dengan
Krakteristik awan yang berbeda-beda maka hal ini perlu dijadikan perhatian bagi
para prakirawan dalam pembuatan peringatan dini cuaca, prakiraan cuaca,
maupun threshold pada produk radar (Hidayah et al., 2019). Beberapa jenis awan
dapat mempengaruhi cuaca seperti awan Cirrus yang menunjukkan cuaca akan
turun hujan dan terdapat awan Stratus yang menunjukkan bahwa akan terjadi
hujan gerimis (Tjasyono, 2012).

2.3. Siklus Awan

Awan adalah benda langit berwarna putih dan hitam yang sering
dikaitkan dengan munculnya hujan. Awan adalah kumpulan kristal atau tetesan air
yang menyatu dengan atmosfer bumi. Hal ini merupakan proses panjang
pembentukan awan atau siklus air. Sirkulasi awan merupakan bagian penting dari
siklus air karena melibatkan proses dinamik dan juga proses mikrofisik. Proses
dinamik berhubungan dengan pergerakan parsel udara yang membentuk suatu
kondisi tertentu sehingga terbentuknya awan. Proses mikrofisik adalah proses
pembentukan awan melalui proses kondensasi uap air dan interaksi antar partikel
butir air (Gerald, 2020). Proses pembentukan awan terjadi karena adanya
penguapan atau evaporasi. Evaporasi merupakan proses uap – uap air yang naik
pada ketinggian tertentu yang akan mengalami kondensasi. Peristiwa kondensasi
diakibatkan oleh suhu sekitar uap air lebih rendah dari pada titik embun uap air.
Uap – uap air yang akan membentuk awan. ( Emanuel, 2021).

Siklus awan berpengaruh terhadap banyaknya jumlah sinar matahari


yang mencapai permukaan bumi. Awan dapat menyerap panas matahari sehingga
permukaan bumi tidak mendapat penyinaran matahari yang maksimal dan suhu di
suatu daerah akan rendah serta suhu rendah tersebut akan meningkatkan

9
kelembaban (Winarno et al., 2019). Beberapa tahapan penting dalam terjadinya
siklus pembentukan awan yaitu proses penguapan adalah proses berubahnya air
yang tertampung yang ada di sungai, danau, dan laut menjadi uap air karena
adanya panas matahari langsung. Proses evaporatranspirasi adalah peoses
penguapan air yang terjadi dipermukaan bumi termasuk air, tanah, dan makhluk
hidup di dalamnya. Proses hujan adalah proses mencairnya awan yang disebabkan
oleh suhu udara yang tinggi. proses aliran air adalah proses pergerakan air dari
daerah dataran tinggi menuju ke daerah dataran rendah dipermukaan bumi. Proses
pengendapan air tanah adalah proses pergerakan dari air ke dalam pori – pori
tanah, dan proses air tanah ke laut adalah proses air yang sudah mengalami siklus
hidrologi akan kembali lagi ke lautan (Syahputra dan Arifitama, 2018).

10
BAB III

MATERI DAN METODE

Praktikum Klimatologi Acara 2 “Pengamatan Perawaan” dilaksanakan


pada tanggal 18 September 2022 hingga 24 September 2022 di Green House,
Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang.

3.1. Materi

Materi yang digunakan dalam praktikum acara Pengamatan Perawaan


terdiri dari alat dan bahan. Alat-alat yang digunakan yaitu kamera digunakan
untuk mendokumentasikan awan dan Termohigrograf digunakan untuk mengukur
suhu udara dan kelembabab udara. Bahan yang digunakan adalah awan.

3.2. Metode

Metode yang digunakan dalam acara praktikum pengamatan perawanan


dengan menggunakan alat Termohigrograf. Lokasi pengamatan awan dipilih pada
tiga waktu pengamatan yang berbeda yaitu pagi, siang dan sore hari per kelompok
praktikum. Pengamatan perawanan dilakukan selama empat belas hari dengan
intensitas lima menit per pengamatan dimana suhu dan kelembaban dicatat
menggunakan alat thermohigrograf dan mengambil awan yang tampak dengan
menggunakan alat kamera. Siklus awan diamati selama 30 menit dan setiap 5
menit difoto pada salah satu hari pengamatan

11
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengamatan Perawanan Minggu ke-I

Berdasarkan pengamatan awan, dan pencatatan indikator suhu,


kelembaban, dan curah hujan yang tampak pada minggu ke-I didapatkan
pengelompokan data berdasarkan tabel berikut:

Tabel 1. Pengamatan Perawanan Minggu ke-I


Rata-
Rata-
rata
rata
Hari Waktu pengamatan kelem
suhu
ke- baban
(°C)
(%)
Pagi Siang Sore

1 33,7 49

Awan Awan Awan


Cirrus Ciruus Cirrostratus

2 32,8 52,3

Awan Awan Awan


Nimbrostratus Stratocumulus Cirrostratus

3 29,3 67

Awan Awan Awan


Startocumulus Nimbrostratus Nimbrostratus

12
4 29,2 77

Awan Awan Awan


Altostratus Altocumulus Altoculumulus

5 32,3 66

Awan Awan Awan


Altocumulus Cirrus Cirrus

6 36,8 37

Awan Awan Awan


Cirrus Cirrus Strarus

7 29,9 74,3

Awan Awan Awan


Stratocumulus Cirrus Cirrus
Rata-rata (Minggu ke-I) 32 60,37
Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2022.

Berdasarkan hasil pengamatan selama satu minggu pertama, dapat


diketahui bahwa rata-rata suhu dan kelembapan awan yang dihasilkan adalah
320C, dan 60,37%. Jenis awan yang paling sering muncul selama pengamatan 1
minggu pertama ini adalah awan cirrus yang merupakan tipe awan tinggi. Hal ini
di dukung oleh pendapat Hariyanto et al. (2019) yang menyatakan awan cirrus
adalah awan tinggi yang memiliki tekstur berserat dan relatif tidak berpotensi

13
turun sebagai presipitasi. Awan cirrus tidak mendatangkan hujan ke permukaan
bumi. Hal ini didukung oleh Kristanto et al. (2017) yang menyatakan bahwa awan
cirrus muncul ditandai dengan cuaca yang cerah atau langit yang cerah, awan ini
memiliki tekstur memanjang dan halus.

Awan cirrus adalah awan yang termasuk ke dalam kategori awan tinggi,
yang bisa berada di ketinggian sekitar sembilan kilometer dan terlihat halus
seperti serat. Hal ini didukung oleh pendapat Ulhaq et al. (2022) yang
menyatakan bahwa awan cirrus terlihat pada ketinggian 18000-40000 kaki dan
terlihat tipis dan pendek. Awan cirrus tersusun atas kristal-kristal es yang tidak
beraturan dan dibentuk dengan dua mekanisme. Hal ini sesuai dengan pendapat
Iek dan Moniaga. (2014) yang menyatakan bahwa awan cirrus dibentuk melalui
dua mekanisme, yaitu proses nimbus tebal dibawah lapisan tipis kristal es, dan
pengintian insitu kristal es terjadi pada tropopause yang saling berkaitan dengan
homogenus freezing partikel-partikel uap asam sulfur.

14
4.2. Pengamatan Perawanan Minggu ke-II

Berdasarkan pengamatan awan, dan pencatatan indikator suhu,


kelembaban, dan curah hujan yang tampak pada minggu ke-II didapatkan
pengelompokan data berdasarkan tabel berikut:

Tabel 1. Pengamatan Perawanan Minggu ke-II


Rata
Rata-rata
-rata
Hari Waktu pengamatan kelemba
suhu
ke- ban (%)
(°C)
Pagi Siang Sore

31,4
1 59
3

Awan Awan Awan


Cirrus Stratocumulus Stratocumulus

Awan Awan Awan 32,9 53,03


Altocumulus Cirrus Altocumulus

31,8
55,33
7

3 Awan Awan Awan


Cirrus Nimbostratus Stratus

15
31,3
4 3
56,53

Awan Awan
Awan Cirrus Cirrostratus Nimbostratus

32,3
5 57,47
3

Awan
Cirrostratus Awan Cumulus Awan Cirrus

31,0
6 3
67,3

Awan Awan Awan


Altocumulus Nimbostratus Cirrostratus

30,6
7 70,8
7

Awan
Awan Stratus Awan Stratus Nimbustratus
Rata-rata (Minggu ke-II) 31,6
59,84
5
Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2022.

Berdasarkan data pengamatan pada minggu ke II diatas dapat diketahui


bahwasannya rata-rata suhu dalam seminggu yaitu 31,65°C lalu memiliki rata-rata
kelembaban udara dalam satu minggu yaitu 59,84 % dan jenis awan yang sering
muncul selama pada minggu ke II adalah awan cirrus, Hal ini
didukung oleh pendapat Suryanto dan Luthfian (2019) yang menyatakan bahwa
awan cirrus merupakan tipe awan paling tipis dan sulit dideteksi keberadaanya

16
pada citra satelit dan Indonesia sebagai negara tropis diliputi oleh awan cirrus
hampir sepanjang tahun. Awan Cirrus memiliki ciri bentuk seperti serat putih dan
kelihatan halus. Hal ini didukung oleh Hariyanto et al. (2019) yang menyatakan
bahwa ciri-ciri awan cirrus ialah awan yang mempunyai bentuk halus dan berserat
putih.
Awan cirrus merupakan salah satu jenis awan yang tidak mendatangkan
hujan ke permukaan bumi. Hal ini didukung oleh Kristanto et al. (2017) yang
menyatakan bahwa awan cirrus muncul ditandai dengan cuaca yang cerah atau
langit yang cerah, awan ini memiliki tekstur memanjang dan halus. Awan cirrus
adalah awan yang tidak membawa hujan, namun awan ini memiliki kandungan
kristal es didalamnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Diniyati et al. (2021) yang
menyatakan bahwa awan cirrus memiliki kandungan partikel es di dalamnya,
namun tidak membawa hujan ke wilayah yang ada.

17
4.3. Perbandingan Pengamatan Minggu I dan II

Berdasarkan kedua kelompok pengamatan minggu ke-I dan II yang telah


dibahas, dapat dibandingkan hasil pengamatannya berdasarkan tabel dibawah ini :

Tabel 3. Perbandingan Pengamatan Minggu ke I dan II


Paramater Minggu ke I Minggu ke II
Suhu (°C) 32,7 31,6
Kelembaban (%) 62,1 59,8
Jenis awan yang paling
Awan Altocumulus Awan Cirrus
sering muncul
Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2022.

Berdasarkan perbandingan pengamatan minggu ke I dan II, dapat


diketahui bahwa berdasarkan data perbandingan yang didapatkan memiliki hasil
yang berbeda yaitu pada minggu I awan yang paling banyak muncul yaitu Awan
Altomulus, sedangkan minggu ke II awan yang sering muncul yaitu Awan Cirrus.
Hal ini terjadi karena pada saat pengamatan minggu ke I dan II memiliki kondisi
iklim panas dan cuaca yang sedikit berawan. Awan yang paling sering muncul
selama pengamatan 1 minggu pertama ini adalah awan altomulus yang merupakan
tipe awan sedang. Hal ini sesuai dengan pendapat Sidharta et al. (2022) yang
menyatakan bahwa Awan Altomulus menggumpal di langit dan bergerak
mengikuti kemana arah angin bergerak. Cuaca pada saat pengamatan cenderung
konstan, dan awan cirrus ini tidak memiliki potensi untuk hujan. Hal ini sesuai
dengan pendapat dari Paltridge et al. (2016) bahwa awan cirrus tidak membawa
hujan, dan cenderung dilihat pada cuaca cerah.

Pada pengamatan minggu ke II awan yang sering muncul adalah awan


jenis cirrus yang memiliki bentuk tipis seperti bulu tidak beraturan dan berbentuk
dari Kristal yang ditiup angin sehingga terlihat berserat dan menyebar. Hal ini
didukung oleh oleh Paltridge et al. (2016) yang menyatakan bahwa awan cirrus
merupakan awan yang berbentuk seperti bulu tidak beraturan dan menyebar

18
dengan luas. Awan cirrus merupakan awan yang terdiri dari uap air yang
membentuk Kristal es pada ketinggian sekitar delapan ribu meter. Hal ini sesuai
dengan Kristanto et al. (2017) yang menyatakan bahwa awan merupakan
kumpulan dari butiran air dan kristal es yang sangat kecil, awan terjadi jika
volume udara lembab akan mengalami pendinginan sampai di bawah temperatur
titik embun.

4.4. Siklus Awan

Berdasarkan pengamatan siklus awan dan pencatatan indikator suhu,


kelembaban dan curah hujan yang tampak setiap lima menit sekali pada pagi,
siang dan sore hari pengelompokan data berdasarkan tabel berikut:

Tabel 4. Pengamatan Siklus Awan


Waktu Pengamatan Rata-
Rata-rata
Menit rata
Kelembaba
ke- Suhu
Pagi Siang Sore n (%)
(oC)

5 33,8 41
Stra
Cirrus Cirrus tocumulus

10 31,4 53
Str
Cirrus Cirrus atocumulus

15 30,6 50
Str
Cirrus Cirrus atocumulus

19
20 33,1 48
Str
Cirrus Altocumulus atocumulus

25 30,3 51
Str
Cirrus Altocumulus atocumulus

30 30,9 54
Str
Cirrus Altocumulus atocumulus
Rata-rata 31,68 49,5

Berdasarkan pengamatan siklus awan selama 30 menit pada tanggal 22


September 2022, diperoleh hasil pengamatan bahwa siklus awan dapat diketahui
bahwa rata-rata suhu dan kelembaban udara selama 30 menit pada waktu
pengamatan pagi, siang dan sore di lingkungan pengamatan termasuk sedang yaitu
sebesar 33.68°C dan 49,5% pergerakan awan terjadi pada pagi, siang dan sore hari
adalah Cirrus – Altocumulus – Stratocumulus dengan awan yang paling banyak
muncul adalah Cirrus. Pada menit ke-5 sampai menit ke-30 terjadi kenaikan dan
penurunan suhu disebabkan pengaruh penyerapan sinar radiasi matahari yang
berbeda-beda setiap awannya. Hal ini didukung oleh Ibrahim (2015) yang
menyatakan bahwa kondisi awan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
aktivitas matahari yang mempengaruhi radiasi matahari, jumlah energi matahari
yang sampai ke bumi, mempengaruhi dinamika atmosfer dan lautan, serta proses
pembentukan awan dan hujan. Awan terjadi karena adanya proses evaporasi atau
penguapan sehingga terbentuk tinggi dan rendahnya evaporasi itu sendiri. Hal ini
sesuai dengan pendapat Tangke (2015) menyatakan bahwa siklus awan

20
dipengaruhi oleh evaporasi, yang mna evaporasi sendiri dipengaruhi oleh suhu
udara, kelembaban udara, adanya panas, dan adanya angin di atas permukaan.

Awan Cirrus tidak menghasilkan hujan ke permukaan bumi dan identik


dengan cuaca yang cerah. Hal ini didukung oleh Kristanto et al. (2017) yang
menyatakan bahwa cuaca cerah ditandai adanya awan cirrus dan awan ini juga
memiliki tekstur memanjang dan halus. Awan Cirrus termasuk kedalam kategori
awan tinggi dengan ketinggian 5 – 12 km yang memiliki karakteristik awan yang
terlihat tipis. Hal ini didukung oleh Paski (2017) yang menyatakan bahwa cirrus
berada pada ketinggian 18000- 40000 kaki dari permukaan tanah, terlihat tipis dan
pendek. Cirrus memiliki korelasi positif paling tinggi jika dibandingkan jenis
awan lainnya. Hal ini didukung oleh Adriat (2015) yang menyatakan bahwa
korelasi positif antara sinar kosmik dan awan tinggi untuk jenis Cirrus
kemungkinan juga disebabkan oleh mekanisme ion aerosol-clear air dan
mekanisme tambahan yaitu mekanisme ion aerosol-near cloud.

21
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan Praktikum Klimatologi dalam acara Pengamatan Perawanan


yang telah dilaksanakan selama dua minggu dapat disimpulkan bahwa jenis awan
mempengaruhi keadaan suatu wilayah khususnya lokasi pengamatan praktikum.
Jenis awan yang sering muncul dalam waktu dua minggu ini adalah awan cirrus
yang mana awan ini tidak membawa hujan di dalamnya. Keadaan suhu dan
kelembabpan tergolong sedang dan cukup signifikan pergerakannya. Pergerakan
awan yang terjadi pada pagi, siang, dan sore hari adalah awan Cirrus, awan yang
tidak menghasilkan hujan ke permukaan bumi dan identik dengan cuaca yang
cerah.

5.2. Saran

Saran yang dapat diberikan untuk agar praktikum dapat berlangsung


dengan baik adalah dengan selalu mengawasi cuaca dan keadaan wilayah, karena
alat yang digunakan tergolong rentan akan rusak karena keadaan suatu wilayah,
seperti kepanasan ataupun kedinginan.

22
DAFTAR PUSTAKA

Anggreni, R., Muliadi, M., & Adriat, R. (2018). Analisis pengaruh tutupan awan
terhadap radiasi matahari di kota Pontianak. J. Prisma fisika, 6(3): 214-219.
Anggraeni, R., Mahrup, M., Kusnarta, I. G. M., & Silawibawa, P. (2022). Variasi
regim lengas dan suhu tanah pada lahan yang mengalami penutupan awan
rendah berbasis peta terra modis di pulau Lombok. J. of Soil Quality and
Management, 1(1): 7-15.
Adriat, R. 2015. Keterkaitan variasi sinar kosmik dengan tutupan awan. J.
Positron, 5 (1): 36-41.
Chang, K., Bench, J., Brege, M., Cantrell, W., Chandrakar, K., Ciochetto, D.,
Mazzoleni, C., Mazzoleni, L. R., Niedermeier, D., & Shaw, R. A. (2016). A
laboratory facility to study gas–aerosol–cloud interactions in a turbulent
environment: The Π chamber. Bulletin of the American Meteorological
Society, 97(12), 2343-2358.
Diniyati, E., Syofyan, D. Q., dan A. Mulya. 2021. Pemanfaatan satelit himawari-8
dengan metode NWP dan RGB untuk menganalisis kondisi atmosfer saat
banjir di Sidoarjo tanggal 28 Mei 2020. J. Pendidikan dan Ilmu Geografi,
6(1) : 1-14.
Endarwin, E. (2010). Deteksi potensi gerak vertikal atmosfer di atas wilayah
bandung dan sekitarnya. J. Meteorologi dan Geofisika, 11(1).
Hariyanto, S., Irawan, B., Moehammadi, N., Soedarti, T. (2019). Lingkungan
Abiotik: Jilid 1. Airlangga University Press: Surabaya.
Heymsfield, A.J., M. Krämer, A. Luebke, P. Brown, D.J. Cziczo, D.J, C. Franklin,
P. Lawson, U. Lohmann, G. McFarquhar, Z. Ulanowski, dan K. Van Tricht.
2017. Cirrus clouds. Meteorological Monographs, 58: 2.1 – 2.26.
Hey, J.D.V., 2014. Introduction and Literature Review. A Novel Lidar
Ceilometer. Springer: London.
Ibrahim, M., E. Ervianto., dan Firdaus. 2015. Pengaruh sambaran petir terhadap
sistem proteksi pada peralatan telekomunikasi PT. Telkom Pekanbaru. J.
Online Mahasiswa Fakultas Teknik, 2(2) : 1 – 11.
Kristanto, Y., Agustin, T., Muhammad, F. R. 2017. Pendugaan karakteristik awan
berdasarkan data spektral citra satelit resolusi spasial menengah landsat 8
Oli/Tirs (studi kasus: Provinsi Dki Jakarta). J.Meteorologi Klimatologi Dan
Geofisika, 4(2): 42-50.

23
Lusiana.2019. Prediksi bentuk awan berdasarkan kriteriacurah hujan di perairan
Cilacap. J. Saintara, 3 (2): 7-9.
Maya, R. (2017). Fenomena awan cumulonimbus dalam al-qur'an. J. Ilmu Al-
Qur'an dan Tafsir, 2(2): 199-220.
Mulsandi, A., Mamenun, M., Fitriano, L., & Hidayat, R. (2019). Perbaikan
Estimasi Curah Hujan Berbasis Data Satelit Dengan Memperhitungkan
Faktor Pertumbuhan Awan. Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca,
20(2), 67-78.
Nardi, N., & Nazori, A. Z. (2016). Otomasi klasifikasi awan citra satelit mtsat
dengan pendekatan fuzzy logic. J. Telematika MKOM, 4(1): 104-117.
Niyati, N., Muliadi, M., & Adriat, R. Estimasi curah hujan di kota Pontianak
berdasarkan suhu, ketebalan dan tekanan puncak awan. J. Prima
Fisika, 6(3): 4-6
Nugraheny, D. (2015). Metode nilai jarak guna kesamaan atau kemiripan ciri
suatu citra (kasus deteksi awan cumulonimbus menggunakan principal
component analysis). J. Ilmiah Bidang Teknologi, 7(2), 21–30.
Paski, J. A. I. 2017. Pengaruh asimilasi data penginderaan jauh (radar dan satelit)
pada prediksi cuaca numerik untuk estimasi curah hujan. J. Pengindraan
Jauh dan Pengolahan Data Citra Digital, 14(2) : 79-88.
Pandjaitan, B. S., Rachmawati, A., Hidayat, R., Wirahma, S., Vahada, A. D.
(2019). Pemanfaatan skema daytime microphysics rgb himawari 8 untuk
mendeteksi awan cumulus potensial dalam kegiatan teknologi modifikasi
cuaca. J. Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, 20(2): 91-103.
Pradana, A. B. (2021). Meteorologi Penerbangan dan Pengaruhnya terhadap
Operasi Pesawat Udara-Rajawali Pers. PT. RajaGrafindo Persada: Depok.
Renggono, F. (2013). analisis awan hujan pada saat banjir DKI dengan C-band
radar. J. Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, 14(1), 51-58.
Sani, N. M., & Gernowo, R. (2018). Analisis turbulensi pada pesawat Etihad
Airways EY-474 tanggal 4 Mei 2016 dengan metode Weather Research and
Forecasting. Youngster Physics Journal, 7(1), 34-39.
Sendanayake, S., Miguntanna, N. P., dan Jayasinghe, M. T. R. (2015). Predicting
Solar Radiation for Tropical Islands from Rainfall Data. Journal of Urban
and Environmental Engineering. 9(2), 109-118.
Suryanto, W., & Luthfian, A. (2019). Pengantar meteorologi. UGM PRESS:
Yogyakarta.
Wang, P.K., 2013. Physics and dynamics of clouds and precipitation. Cambridge
University Press: Cambridge.

24
Kharisma, S., & Widomurti, L. (2018). Analisis hujan lebat dengan menggunakan
data citra satelit di kabupaten banjarnegara (studi kasus 18 juni
2016). Jurnal Material dan Energi Indonesia, 8(01), 36-43.
Ulhaq, N. D., & Haryanto, Y. D. (2022). Pemanfaatan data satelit cuaca
himawari-8 dan radiosonde dalam analisis hujan lebat (studi kasus: Cilacap,
13 januari 2021). Jurnal Penelitian Sains, 24(2), 69-77.
Untara, W. (2014). Kamus sains. Redaksi IndonesiaTera: Yogyakarta.
Winarsih, S., 2019. Seri Sains: Iklim. Alprin: Semarang.
Widomurti, L., & Suswantoro, D. K. (2020). Efektifitas elevasi dan produk
terbaik estimasi curah hujan radar cuaca berdasarkan klasifikasi awan. J.
Widya Climago, 2(1).
Zakir, A., & Hakim, O. S. (2017). Analisis vertical wind shear dan buoyancy
terhadap pertumbuhan awan cumulonimbus di stasiun meteorologi
juanda surabaya. J. Meteorologi Klimatologi Dan Geofisika, 4(1): 1-7.
Zhang, Z., X. Liang, C. Yuan, dan F.W. Li. 2017, October. Modeling cumulus
cloud scenes from high‐resolution satellite images. Computer Graphic
Forum, 36 (7) : 229 – 238.

25
LAMPIRAN

Lampiran 1. Form Pengamatan Indikator Cuaca dan Iklim Harian


Suhu
Hari Rata- Kelembaban (pukul)
(pukul) Rata-rata
ke- rata
7 12 17 7 12 17
31,
1 36,6 33,2 33,7 59 37 51 49
3
32,
2 34,0 32,2 32,8 56 48 53 52,3
4
29,
3 29,7 29,1 29,3 62 64 75 67
0
28,
4 29,4 30,0 29,2 71 81 79 77
3
28,
5 38,5 30,1 32,3 71 37 90 66
3
37,
6 40,7 32,3 36,8 41 27 43 37
5
27,
7 32,1 30,3 29,9 80 60 83 74,3
5
30,
8 32,7 31,2 31,43 62,3 55,5 59,2 59
4
31,
9 34,6 32,6 32,9 57,6 47,1 54,4 53,03
5
31,
10 32,4 31,8 31,87 57,9 51,4 56,7 55,33
4
30,
11 32,1 31,2 31,33 61,7 50,8 57,1 56,53
7
30,
12 33,7 32,5 32,33 61,5 49,7 61,2 57,47
8
29,
13 32,9 30,7 31,03 63,1 61,3 77,5 67,3
5
28,
14 32,4 29,2 30,67 71,4 60,6 80,4 70,8
6
Sumber : Data Primer Praktikum Klimatologi, 2022.

Lampiran 2. Form Pengamatan Indikator Cuaca dan Iklim Minggu ke-I


Parameter Hari ke- Rata-
1 2 3 4 5 6 7 rata
Suhu (°C) 33,7 32,8 29,3 29,2 32,3 36,8 29,9 32
Kelembapan
49 52,3 67 77 66 37 74,3 60,37
(%)

Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2022.

26
Lampiran 3. Form Pengamatan Indikator Cuaca dan Iklim Minggu ke-II
Parameter Hari ke- Rata-
1 2 3 4 5 6 7 rata
Suhu (°C) 31,4 31,3
32,9 31,87 32,33 31,03 30,67 31,65
2 3
Kelembapan (%) 56,5
59 53,03 55,33 57,47 67,3 70,8 59,92
3
Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2022.

27
Lampiran 4. Perbandingan Pemangatan Minggu
Parameter Minggu ke I Minggu ke II
Suhu (˚C) 32 31,65
Kelembaban (%) 60,37 59,92
Jenis awan yang paling
Awan Cirrus Awan Cirrus
sering muncul

Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2022.

Lampiran 5. Suhu dan Kelembaban Siklus Awan


Suhu Kelembaban
Menit
(pukul) Rata-rata (pukul) Rata-rata
ke-
7 12 17 7 12 17
5 31,3 36,6 34 33,96 59 37 40 45,3
10 29,7 38,0 33,2 33,63 55 34 51 47,6
15 26,7 40,5 32,7 33,3 58 30 55 47,6
20 31,0 29,6 30,5 30,36 68 70 65 67,6
25 31,2 29,0 29,8 29,83 66 73 67 68,6
30 31,4 28,8 29,5 29,9 64 74 66 68
Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2022.

28

Anda mungkin juga menyukai