KLIMATOLOGI
Disusun oleh:
Kelompok I C
Mamdhoka 23020222140142
i
RINGKASAN
Materi yang digunakan dalam praktikum ini berupa alat dan bahan yang dapat
menunjang pelaksanaan praktikum. Alat-alat yang digunakan yaitu laptop digunakan
untuk membuat tabel, hygrometer digunakan untuk mengukur suhu udara dan
kelembabab udara, kamera digunakan untuk mendokumentasikan awan. Bahan yang
digunakan adalah awan, suhu udara, kelembaban udara. Metodenya yaitu dengan
penulisan data awan dan pengambilan foto awan selama 14 hari, serta pengambilan data
dalam 1 hari selama 30 menit di waktu pagi, siang, dan sore hari untuk mendapatkan
siklus awan di depan Green House sebelah makam. Pengamatan awan dilakukan pada
pagi hari, siang hari, dan sore hari. Data suhu dan kelembaban yang diperoleh kemudian
di rata-rata . Dokumentasi awan yang telah diambil digunakan untuk pengamatan siklus
awan yang terjadi di wilayah tertentu.
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
karuniannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum
Klimatologi. Praktikum dengan acara pengamatan perawanan ini bertujuan agar
mahasiswa bisa membedakan atau mengetahui jenis-jenis awan. Laporan ini
disusun untuk menuntaskan mata kuliah Klimatologi.
Penulis
DAFTAR ISI
PENGESAHAN ……………………………………………………………..... i
RINGKASAN ………………………………………………………………… ii
KATA PENGANTAR ………………………………………………………… iii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………….. iv
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………... v
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………….. vi
BAB I. PENDAHULUAN
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tipe-tipe Awan ………………………………………………………. 2
2.1.1. Awan Horizontal…………………………………………….... 2
2.1.1.1. Awan Rendah ……………………………………… 3
2.1.1.2. Awan Sedang …………………………………….... 4
2.1.1.3. Awan Tinggi ………………………………………. 5
2.1.2. Awan Vertikal ………………………………………………… 6
2.2. Pengaruh Awan terhadap Cuaca dan Iklim ………………………….. 7
2.3. Siklus Awan........................................................................................... 8
iv
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Pengamatan Perawanan Minggu ke-I................................................................ 12
2. Pengamatan Perawanan Minggu ke-II.............................................................. 14
3. Perbandingan Pengamatan Minggu I dan II ..................................................... 17
4. Pengamatan Siklus Awan ..................................................................................18
v
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Form Pengamatan Indikator Cuaca Dan Iklim.................................................. 25
2. Form Pengamatan Indikator Cuaca Dan Iklim Minggu Ke- I........................... 25
3. Form Pengamatan Indikator Cuaca Dan Iklim Minggu Ke- II......................... 25
4. Perbandingan Pengamatan Minggu Ke I – II ................................................... 26
5. Suhu Dan Kelembaban Siklus Awan................................................................ 26
vi
BAB I
PENDAHULUAN
Awan adalah kumpulan tetesan air atau kristal beku yang dapat di lihat di
atmosfer diatas permukaan bumi. Awan terbentuk karena proses pemadatan uap
air yang terdapat dalam udara setelah melampaui keadaan jenuh. Awan terbentuk
dari proses kondensasi uap air di udara yang akan menjadi titik air lama kelamaan
semakin banyak uap air yang datang dan akan membentuk awan sekumpulan uap
air ini akan mengalami proses menjadi titik titik air karena suhu yang semakin
rendah. Titik titik air yang jatuh inilah yang kita sebut dengan hujan. Dalam awan
tetesan awan membentuk pada inti aerosol.
Siklus awan merupakan pergantian awan dari pagi hingga sore hari.
Misalnya pada pagi hari awannya adalah awan stratus, lalu pada siang hari
awannya adalah awan citrostatus, dan pada malam harinya adalah awan
altrostatus. Oleh karena itu, pengenalan jenis, bentuk, sifat-sifat awan sangat
diperlukan. Awan berdasarkan bentuknya di kelompokan menjadi 3 yaitu, awan
kumulus, awan stratus, dan awan stirrus. Awan kumulus adalah awan yang
dasarnya bergumpal gumpal dengan dasar yang merata yang secara horizontal.
Awan juga di bedakan berdasarkan ketinggiannya awan rendah, awan menengah
dan awan tinggi. Awan rendah ialah awan yang berada di bawah ketinggian 3000
meter. Kelompok yang termasuk awan menengah yaitu awan altokumulus dan
awan altostratus. Terakhir awan tinggi, awan ini berada pada ketinggian di atas
8000 meter.
Tujuan praktikum Klimatologi dengan acara Pengamatan Perawanan
adalah untuk mengetahui jenis-jenis awan dengan cara melakukan pengamatan
terhadap awan di suatu wilayah tertentu dengan mengamati karakteristik awan dan
siklus awan. Manfaat dilakukannya praktikum ini ialah dapat mengategorikan
jenis jenis awan pada suatu wilayah menurut pengamatan yang dilakukan yaitu
seperti mengukur suhu, mengukur kelembaban, bentuk awan, dan siklus awannya.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Awan adalah kumpulan butiran air atau kristal yang dapat di lihat, awan
dibagi menjadi 2 tipe secara umum yaitu ada awan horizontal yang dibedakan
berdasarkan ketinggiannya. Awan horizontal dibagi menjadi beberapa jenis yaitu,
awan rendah, awan sedang dan awan tinggi (Winarsih, 2019). Lalu awan jenis tipe
yang keduam ada awan vertikal,awan ini tumbuh secara vertikal ketika arus udara
kuat naik ke atas. Gerakan vertikal ini bisa ke naik atau ke turun, dan proses ini di
cukup terjadi di awan ( Maya, 2017).
Awan dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu awan rendah, awan
menengah, dan awan tinggi, awan rendah adalah awan dengan kelompok
ketinggian paling rendah, awan tipe sedang ini biasanya memiliki ketinggian
diatas awan tipe rendah, lalu untuk tipe awan tinggi merupakan tipe awan dengan
ketinggian yang paling tinggi. Ketinggian pada awan rendah yakni 0-2000 meter
dengan jenis awan stratus, stratocumulus, dan nimbostratus, lalu ketinggian untuk
awan sedang yaitu 2000-6000 meter dengan jenis awan yaitu altocumulus dan
altostratus, dan ketinggian untuk awan tinggi yaitu 6000-18000 meter dengan
jenis cirrus, cirrocumulus, dan cirrostratus (Kristanto et al., 2017). Awan cumulus
dan cumulonimbus dalam perkembangannya berada di awan vertikal. Awan
cumulus dan cumulunimbus merupakan awan jenis vertikal yang dimana awan ini
memiliki cloud base 1000 m untuk cumulus dengan cloud top yang bisa mencapai
12000 m atau 12 Km (Pandjaitan et al., 2019).
2
2.1.1. Awan Horizontal
Awan rendah adalah awan yang ketinggiannya kurang dari tiga ribu meter.
Awan rendah memiliki ketinggian berkisar antara 0 meter sampai 2000 meter
dengan jenis awan yaitu awan Stratus, awan Stratocumulus, dan awan
Nimbostratus (Kristanto, 2017). Awan rendah mempunyai suhu yang hangat dan
awan rendah biasanya dekat dengan permukaan bumi. Awan-awan rendah
umumnya suhunya lebih hangat dan berada relative dekat terhadap permukaan
bumi, sementara awan-awan bersuhu lebih dingin merupakan jenis awan-awan
tinggi (Kharisma & Widomurti, 2018). Awan stratocumulus merupakan awan
3
rendah yang memiliki warna abu abu terang atau gelap dan tidak berpotensi hujan
lebat. Awan Stratocumulus ini berada pada ketinggian kurang dari 1000 hingga
1500 mdpl dan berbentuk menyerupai selimut dan terbentang luas, memiliki
warna abu-abu terang hingga gelap, dan jenis awan ini tidak berpotensi hujan
lebat dan gerimis (Paski, 2017).
Awan Stratus merupakan awan dengan bentuk seperti serat putih yang
berlapis-lapis seperti bentuk kabut. Ketinggian awan ini bisa mencapai 2
kilometer di atas permukaan laut yang berbentuk seperti kabut dengan potensi
hujan yang diakibatkan yaitu hujan ringan (Nugraheny, 2015). Awan stratus
nampak lebih tebal dari awan cirrus dan bisa menciptakan bayangan di tanah.
Awan statrus merupakan salah satu jenis awan rendah yang sangat luas dan
tingginya dibawah 2.000 m lapisannya yang melebar menjadikan awan ini seperti
kabut dan berlapis-lapis dengan bentuk nya seperti lapisan datar dan biasanya
cakupannya luas dan nampak lebih tebal dari awan cirrus dan bisa menciptakan
bayangan di tanah (Lusiana, 2019).
Awan Nimbostratus merupakan lapisan awan yang berwarna abu- abu
yang tampak gelap. Awan Nimbostratus merupakan lapisan awan yang tebal
dengan bentuk yang tidak teratur dan menimbulkan banyak hujan awan ini
seringkali berwarna gelap kelabu, umumnya menghasilkan curah hujan yang
sedang tapi stabil (Hey, 2014). Awan Nimbostratus memiliki bentuk yang tidak
pasti. Penutupan awan Nimbostratus dapat menutupi wilayah yang sangat luas.
Ketinggian yang dimiliki oleh awan ini yaitu 0.6 hingga 3 kilometer di atas
permukaan laut. Potensi hujan yang dimiliki awan ini yaitu hujan ringan hingga
sedang dengan durasi waktu lama (Nugraheny, 2015).
4
2.1.1.2. Awan Sedang
Jenis awan menengah berada pada ketinggian kurang lebih dua hingga
enam kilometer dari permukaan bumi. Awan sedang terdiri dari awan yang
ketinggiannya antara 2.000 – 6.000 meter di atas permukaan laut, dimana awan ini
terdiri dari awan Altostatus dan Atlocumulus (Sendanayake, 2015). Awan
altostratus merupakan jenis awan yang berbentuk lembaran dan seringkali
berbentuk satu struktur berserat. Awan altostratus ini memiliki bentuk yang
meluas dan menyebar di angkasa tebal dan berwarna putih kelabu, Awan
altostratus merupakan awan dengan bentuk yang melebar, dengan lebar yang
dimiliki oleh awan ini dapat menutupi seluruh bagian langit yang tampak dari
bumi (Chang et al., 2016).
Awan Altocumulus merupakan jenis awan yang bergerombol karena
jumlahnya banyak dan letaknya saling berdekatan satu sama lain. Awan
altocumulus biasanya berbentuk bola-bola yang agak tebal atau menggembung,
memiliki warna putih hingga pucat, dan kadang ada bagian yang kelabu, jumlanya
banyak dan saling berdekatan (Untara, 2014). Awan Altocumulus adalah awan
yang setara dengan awan altostratus dimana kedua awan ini termasuk dalam awan
sedang atau medium, awan ini biasanya mendatangkan hujan. Awan Altocumulus
tebal juga memberikan kontribusi terhadap keberlangsungan hujan yang terjadi
dan ketinggian awan altocumulus ini sekitar 2000-6000 meter (Adriat, 2015).
Altocumulus Altostratus
Sumber: Suryanto & Luthfian, 2019.
5
Awan tinggi merupakan awan horizontal, awan ini terdiri dari awan
cirrus, cirrostratus, dan cirrocumulus. Kategori awan tinggi dikatakan jika
ketinggiannya di atas 6 km dari permukaan bumi, lalu jenis awan tinggi terdiri
dari cirrus, cirrostratus, dan cirrocumulus (Nardi & Nazori, 2016). Awan tinggi
merupakan awan yang dapat ditemukan pada daerah yang bercuaca cerah dengan
suhu udara yang dingin. Awan tinggi mengandung partikel es karena awan tinggi
biasa ditemukan di suhu udara yang sangat dingin dan bercuaca cerah dengan
ketinggian diatas 6000 meter (Kristanto et al., 2017).
Awan cirrus adalah awan yang terletak di bagian paling tinggi dalam
tingkatan awan dan juga sangat tipis, awan ini berbentuk serat seperti gula-gula
kapas. Awan cirrus mempunyai bentuk seperti serat putih yang halus tetapi awan
ini tidak menghasilkan hujan, biasanya awan cirrus berada pada ketinggian 6000-
10.000 meter (Hariyanto et al., 2019). Ciri-ciri awan cirrus ialah awan yang tidak
membawa hujan dan awan ini mengandung kristal es yang memiliki bentuk tidak
beraturan. Awan cirrus memiliki lapisan yang tersusun dari kristal-kristal es yang
memiliki bentuk yang tidak beraturan dan peranan awan cirrus cukup penting
dalam menjaga kesetimbangan radiasi bumi melalui proses penghamburan cahaya
inframerah, dan melalui penyerapan radiasi inframerah (Anggreni, 2018)
6
Cirrostratus memiliki bentuk halus sehingga matahari atau bulan masih tampak
menembus awan dan dapat menimbulkan efek halo, awan ini juga sangat
menerawang dan memberikan warna seperti air susu atau susunannya seperti serat
atau benang yang tidak teratur (Pradana, 2021). Awan cirrostratus merupakan
awan yang menandakan datangnya front panas oleh sebab itu mungkin akan
terjadinya hujan atau jatuhnya presipitasi. Cirrostratus muncul sekitar 12 hingga
24 jam sebelum terjadinya hujan atau badai salju biasanya awan ini berada pada
ketinggian 6 km (Nugent, 2018).
Awan vertikal adalah awan yang bentuknya menyerupai garis lurus dan
secara vertikal naik ke atas. Awan yang diklasifikasikan sebagai awan dengan
perkembangan secara vertikal keatas yaitu awan jenis Cumulus dan
Cumulunimbus (Kristanto, 2017). Guruh terjadi pada waktu bersamaan dengan
terjadinya petir, biasanya berasal dari awan cumulonimbus. Guruh berasal dari
awan cumulonimbus yang terbentuk dari gumpalan awan dengan ukuran vertikal
mecapai 14 km dan ukuran horizontal 1,5-7,5 km (Akbar, 2020) . Kelompok awan
vertikal terbagi menjadi dua, antara lain awan cumulus dan awan cumulonimbus.
Awan vertikal merupakan awan yang tersusun secara vertikal yang terdiri dari
awan cumulus dan cumulusnimbus, perbedaan awan cumulus dan cumulonimbus
adalah awan cumulus biasanya muncul di hari yang cerah kalau cumulonimbus
adalah awan yang menyebabkan hujan dan petir (Zakir dan Hakim, 2017).
7
Awan cumulus mempunyai sifat yang tersebar di langit, dan biasanya
muncul pada hari yang cerah di dataran rendah. Awan cumulus adalah awan yang
terdapat pada dataran rendah dan memiliki permukaan semu yang tidak rata,
biasanya awan ini berbentuk tebal dengan puncak tinggi dan terdapat pada siang
hari (Zhang et al., 2017). Awan cumulonimbus adalah awan yang bisa
menyebabkan terjadinya hujan dan petir. Cumulonimbus adalah salah satu awan
vertikal yang dapat tumbuh menjulang hingga ketinggian 60 ribu kaki (18 km
lebih), dan terjadi pada suatu daerah dengan kondisi lembab sehingga
menyebabkan terjadinya hujan petir (Maya, 2017).
Cumulonimbus Cumulus
Sumber: Suryanto & Luthfian, 2019.
8
Awan-awan konvektif penghasil hujan lebat memiliki karakteristik yang
berbeda yang dapat dilihat dari segi ukuran, reflektivitas dan tinggi puncak, awan-
awan pada musim hujan lebih tinggi daripada musim kemarau. Dengan
Krakteristik awan yang berbeda-beda maka hal ini perlu dijadikan perhatian bagi
para prakirawan dalam pembuatan peringatan dini cuaca, prakiraan cuaca,
maupun threshold pada produk radar (Hidayah et al., 2019). Beberapa jenis awan
dapat mempengaruhi cuaca seperti awan Cirrus yang menunjukkan cuaca akan
turun hujan dan terdapat awan Stratus yang menunjukkan bahwa akan terjadi
hujan gerimis (Tjasyono, 2012).
Awan adalah benda langit berwarna putih dan hitam yang sering
dikaitkan dengan munculnya hujan. Awan adalah kumpulan kristal atau tetesan air
yang menyatu dengan atmosfer bumi. Hal ini merupakan proses panjang
pembentukan awan atau siklus air. Sirkulasi awan merupakan bagian penting dari
siklus air karena melibatkan proses dinamik dan juga proses mikrofisik. Proses
dinamik berhubungan dengan pergerakan parsel udara yang membentuk suatu
kondisi tertentu sehingga terbentuknya awan. Proses mikrofisik adalah proses
pembentukan awan melalui proses kondensasi uap air dan interaksi antar partikel
butir air (Gerald, 2020). Proses pembentukan awan terjadi karena adanya
penguapan atau evaporasi. Evaporasi merupakan proses uap – uap air yang naik
pada ketinggian tertentu yang akan mengalami kondensasi. Peristiwa kondensasi
diakibatkan oleh suhu sekitar uap air lebih rendah dari pada titik embun uap air.
Uap – uap air yang akan membentuk awan. ( Emanuel, 2021).
9
kelembaban (Winarno et al., 2019). Beberapa tahapan penting dalam terjadinya
siklus pembentukan awan yaitu proses penguapan adalah proses berubahnya air
yang tertampung yang ada di sungai, danau, dan laut menjadi uap air karena
adanya panas matahari langsung. Proses evaporatranspirasi adalah peoses
penguapan air yang terjadi dipermukaan bumi termasuk air, tanah, dan makhluk
hidup di dalamnya. Proses hujan adalah proses mencairnya awan yang disebabkan
oleh suhu udara yang tinggi. proses aliran air adalah proses pergerakan air dari
daerah dataran tinggi menuju ke daerah dataran rendah dipermukaan bumi. Proses
pengendapan air tanah adalah proses pergerakan dari air ke dalam pori – pori
tanah, dan proses air tanah ke laut adalah proses air yang sudah mengalami siklus
hidrologi akan kembali lagi ke lautan (Syahputra dan Arifitama, 2018).
10
BAB III
3.1. Materi
3.2. Metode
11
BAB IV
1 33,7 49
2 32,8 52,3
3 29,3 67
12
4 29,2 77
5 32,3 66
6 36,8 37
7 29,9 74,3
13
turun sebagai presipitasi. Awan cirrus tidak mendatangkan hujan ke permukaan
bumi. Hal ini didukung oleh Kristanto et al. (2017) yang menyatakan bahwa awan
cirrus muncul ditandai dengan cuaca yang cerah atau langit yang cerah, awan ini
memiliki tekstur memanjang dan halus.
Awan cirrus adalah awan yang termasuk ke dalam kategori awan tinggi,
yang bisa berada di ketinggian sekitar sembilan kilometer dan terlihat halus
seperti serat. Hal ini didukung oleh pendapat Ulhaq et al. (2022) yang
menyatakan bahwa awan cirrus terlihat pada ketinggian 18000-40000 kaki dan
terlihat tipis dan pendek. Awan cirrus tersusun atas kristal-kristal es yang tidak
beraturan dan dibentuk dengan dua mekanisme. Hal ini sesuai dengan pendapat
Iek dan Moniaga. (2014) yang menyatakan bahwa awan cirrus dibentuk melalui
dua mekanisme, yaitu proses nimbus tebal dibawah lapisan tipis kristal es, dan
pengintian insitu kristal es terjadi pada tropopause yang saling berkaitan dengan
homogenus freezing partikel-partikel uap asam sulfur.
14
4.2. Pengamatan Perawanan Minggu ke-II
31,4
1 59
3
31,8
55,33
7
15
31,3
4 3
56,53
Awan Awan
Awan Cirrus Cirrostratus Nimbostratus
32,3
5 57,47
3
Awan
Cirrostratus Awan Cumulus Awan Cirrus
31,0
6 3
67,3
30,6
7 70,8
7
Awan
Awan Stratus Awan Stratus Nimbustratus
Rata-rata (Minggu ke-II) 31,6
59,84
5
Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2022.
16
pada citra satelit dan Indonesia sebagai negara tropis diliputi oleh awan cirrus
hampir sepanjang tahun. Awan Cirrus memiliki ciri bentuk seperti serat putih dan
kelihatan halus. Hal ini didukung oleh Hariyanto et al. (2019) yang menyatakan
bahwa ciri-ciri awan cirrus ialah awan yang mempunyai bentuk halus dan berserat
putih.
Awan cirrus merupakan salah satu jenis awan yang tidak mendatangkan
hujan ke permukaan bumi. Hal ini didukung oleh Kristanto et al. (2017) yang
menyatakan bahwa awan cirrus muncul ditandai dengan cuaca yang cerah atau
langit yang cerah, awan ini memiliki tekstur memanjang dan halus. Awan cirrus
adalah awan yang tidak membawa hujan, namun awan ini memiliki kandungan
kristal es didalamnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Diniyati et al. (2021) yang
menyatakan bahwa awan cirrus memiliki kandungan partikel es di dalamnya,
namun tidak membawa hujan ke wilayah yang ada.
17
4.3. Perbandingan Pengamatan Minggu I dan II
18
dengan luas. Awan cirrus merupakan awan yang terdiri dari uap air yang
membentuk Kristal es pada ketinggian sekitar delapan ribu meter. Hal ini sesuai
dengan Kristanto et al. (2017) yang menyatakan bahwa awan merupakan
kumpulan dari butiran air dan kristal es yang sangat kecil, awan terjadi jika
volume udara lembab akan mengalami pendinginan sampai di bawah temperatur
titik embun.
5 33,8 41
Stra
Cirrus Cirrus tocumulus
10 31,4 53
Str
Cirrus Cirrus atocumulus
15 30,6 50
Str
Cirrus Cirrus atocumulus
19
20 33,1 48
Str
Cirrus Altocumulus atocumulus
25 30,3 51
Str
Cirrus Altocumulus atocumulus
30 30,9 54
Str
Cirrus Altocumulus atocumulus
Rata-rata 31,68 49,5
20
dipengaruhi oleh evaporasi, yang mna evaporasi sendiri dipengaruhi oleh suhu
udara, kelembaban udara, adanya panas, dan adanya angin di atas permukaan.
21
BAB V
5.1. Simpulan
5.2. Saran
22
DAFTAR PUSTAKA
Anggreni, R., Muliadi, M., & Adriat, R. (2018). Analisis pengaruh tutupan awan
terhadap radiasi matahari di kota Pontianak. J. Prisma fisika, 6(3): 214-219.
Anggraeni, R., Mahrup, M., Kusnarta, I. G. M., & Silawibawa, P. (2022). Variasi
regim lengas dan suhu tanah pada lahan yang mengalami penutupan awan
rendah berbasis peta terra modis di pulau Lombok. J. of Soil Quality and
Management, 1(1): 7-15.
Adriat, R. 2015. Keterkaitan variasi sinar kosmik dengan tutupan awan. J.
Positron, 5 (1): 36-41.
Chang, K., Bench, J., Brege, M., Cantrell, W., Chandrakar, K., Ciochetto, D.,
Mazzoleni, C., Mazzoleni, L. R., Niedermeier, D., & Shaw, R. A. (2016). A
laboratory facility to study gas–aerosol–cloud interactions in a turbulent
environment: The Π chamber. Bulletin of the American Meteorological
Society, 97(12), 2343-2358.
Diniyati, E., Syofyan, D. Q., dan A. Mulya. 2021. Pemanfaatan satelit himawari-8
dengan metode NWP dan RGB untuk menganalisis kondisi atmosfer saat
banjir di Sidoarjo tanggal 28 Mei 2020. J. Pendidikan dan Ilmu Geografi,
6(1) : 1-14.
Endarwin, E. (2010). Deteksi potensi gerak vertikal atmosfer di atas wilayah
bandung dan sekitarnya. J. Meteorologi dan Geofisika, 11(1).
Hariyanto, S., Irawan, B., Moehammadi, N., Soedarti, T. (2019). Lingkungan
Abiotik: Jilid 1. Airlangga University Press: Surabaya.
Heymsfield, A.J., M. Krämer, A. Luebke, P. Brown, D.J. Cziczo, D.J, C. Franklin,
P. Lawson, U. Lohmann, G. McFarquhar, Z. Ulanowski, dan K. Van Tricht.
2017. Cirrus clouds. Meteorological Monographs, 58: 2.1 – 2.26.
Hey, J.D.V., 2014. Introduction and Literature Review. A Novel Lidar
Ceilometer. Springer: London.
Ibrahim, M., E. Ervianto., dan Firdaus. 2015. Pengaruh sambaran petir terhadap
sistem proteksi pada peralatan telekomunikasi PT. Telkom Pekanbaru. J.
Online Mahasiswa Fakultas Teknik, 2(2) : 1 – 11.
Kristanto, Y., Agustin, T., Muhammad, F. R. 2017. Pendugaan karakteristik awan
berdasarkan data spektral citra satelit resolusi spasial menengah landsat 8
Oli/Tirs (studi kasus: Provinsi Dki Jakarta). J.Meteorologi Klimatologi Dan
Geofisika, 4(2): 42-50.
23
Lusiana.2019. Prediksi bentuk awan berdasarkan kriteriacurah hujan di perairan
Cilacap. J. Saintara, 3 (2): 7-9.
Maya, R. (2017). Fenomena awan cumulonimbus dalam al-qur'an. J. Ilmu Al-
Qur'an dan Tafsir, 2(2): 199-220.
Mulsandi, A., Mamenun, M., Fitriano, L., & Hidayat, R. (2019). Perbaikan
Estimasi Curah Hujan Berbasis Data Satelit Dengan Memperhitungkan
Faktor Pertumbuhan Awan. Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca,
20(2), 67-78.
Nardi, N., & Nazori, A. Z. (2016). Otomasi klasifikasi awan citra satelit mtsat
dengan pendekatan fuzzy logic. J. Telematika MKOM, 4(1): 104-117.
Niyati, N., Muliadi, M., & Adriat, R. Estimasi curah hujan di kota Pontianak
berdasarkan suhu, ketebalan dan tekanan puncak awan. J. Prima
Fisika, 6(3): 4-6
Nugraheny, D. (2015). Metode nilai jarak guna kesamaan atau kemiripan ciri
suatu citra (kasus deteksi awan cumulonimbus menggunakan principal
component analysis). J. Ilmiah Bidang Teknologi, 7(2), 21–30.
Paski, J. A. I. 2017. Pengaruh asimilasi data penginderaan jauh (radar dan satelit)
pada prediksi cuaca numerik untuk estimasi curah hujan. J. Pengindraan
Jauh dan Pengolahan Data Citra Digital, 14(2) : 79-88.
Pandjaitan, B. S., Rachmawati, A., Hidayat, R., Wirahma, S., Vahada, A. D.
(2019). Pemanfaatan skema daytime microphysics rgb himawari 8 untuk
mendeteksi awan cumulus potensial dalam kegiatan teknologi modifikasi
cuaca. J. Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, 20(2): 91-103.
Pradana, A. B. (2021). Meteorologi Penerbangan dan Pengaruhnya terhadap
Operasi Pesawat Udara-Rajawali Pers. PT. RajaGrafindo Persada: Depok.
Renggono, F. (2013). analisis awan hujan pada saat banjir DKI dengan C-band
radar. J. Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, 14(1), 51-58.
Sani, N. M., & Gernowo, R. (2018). Analisis turbulensi pada pesawat Etihad
Airways EY-474 tanggal 4 Mei 2016 dengan metode Weather Research and
Forecasting. Youngster Physics Journal, 7(1), 34-39.
Sendanayake, S., Miguntanna, N. P., dan Jayasinghe, M. T. R. (2015). Predicting
Solar Radiation for Tropical Islands from Rainfall Data. Journal of Urban
and Environmental Engineering. 9(2), 109-118.
Suryanto, W., & Luthfian, A. (2019). Pengantar meteorologi. UGM PRESS:
Yogyakarta.
Wang, P.K., 2013. Physics and dynamics of clouds and precipitation. Cambridge
University Press: Cambridge.
24
Kharisma, S., & Widomurti, L. (2018). Analisis hujan lebat dengan menggunakan
data citra satelit di kabupaten banjarnegara (studi kasus 18 juni
2016). Jurnal Material dan Energi Indonesia, 8(01), 36-43.
Ulhaq, N. D., & Haryanto, Y. D. (2022). Pemanfaatan data satelit cuaca
himawari-8 dan radiosonde dalam analisis hujan lebat (studi kasus: Cilacap,
13 januari 2021). Jurnal Penelitian Sains, 24(2), 69-77.
Untara, W. (2014). Kamus sains. Redaksi IndonesiaTera: Yogyakarta.
Winarsih, S., 2019. Seri Sains: Iklim. Alprin: Semarang.
Widomurti, L., & Suswantoro, D. K. (2020). Efektifitas elevasi dan produk
terbaik estimasi curah hujan radar cuaca berdasarkan klasifikasi awan. J.
Widya Climago, 2(1).
Zakir, A., & Hakim, O. S. (2017). Analisis vertical wind shear dan buoyancy
terhadap pertumbuhan awan cumulonimbus di stasiun meteorologi
juanda surabaya. J. Meteorologi Klimatologi Dan Geofisika, 4(1): 1-7.
Zhang, Z., X. Liang, C. Yuan, dan F.W. Li. 2017, October. Modeling cumulus
cloud scenes from high‐resolution satellite images. Computer Graphic
Forum, 36 (7) : 229 – 238.
25
LAMPIRAN
26
Lampiran 3. Form Pengamatan Indikator Cuaca dan Iklim Minggu ke-II
Parameter Hari ke- Rata-
1 2 3 4 5 6 7 rata
Suhu (°C) 31,4 31,3
32,9 31,87 32,33 31,03 30,67 31,65
2 3
Kelembapan (%) 56,5
59 53,03 55,33 57,47 67,3 70,8 59,92
3
Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2022.
27
Lampiran 4. Perbandingan Pemangatan Minggu
Parameter Minggu ke I Minggu ke II
Suhu (˚C) 32 31,65
Kelembaban (%) 60,37 59,92
Jenis awan yang paling
Awan Cirrus Awan Cirrus
sering muncul
28