Anda di halaman 1dari 31

TUGAS MAKALAH

PERENCANAAN BERBASIS MITIGASI

“BENCANA CUACA EKSTREM DI INDONESIA”

Disusun oleh :

Mutma Inna (D101201008)


Nesya Rizky Ananda (D101201053)
Nurul Fajri (D101201040)
Andi St. Faatima Mauldini Azizah (D101201077)

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata kuliah
Perencanaan Berbasisi Mitigasi. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang penulisan karya ilmiah yang baik dan benar bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak/ibu dosen yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang peneliti
tekuni. Serta kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari,
makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 23 September 2022

Kelompok 7

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1

C. Tujuan ............................................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 3

A. Gambaran Umum ............................................................................................................ 3

B. Penanggulangan Bencana Cuaca Ekstrem di Indonesia ................................................. 4

C. Pemetaan Tingkatan Cuaca Ekstrim Masing-Masing Kecamatan di Kota Kupang ..... 11

D. Analisis Iklim Ekstrem untuk Deteksi Perubahan Iklim di Sumatera Barat. ................ 17

E. Tipologi Kerusakan Bangunan Akibat Cuaca Ekstrem Studi Kasus Cuaca Ekstrem
Kabupaten Bantul 2019 ........................................................................................................ 19

F. Zonasi Tingkat Persebaran Cuaca Ekstrem Kabupaten Sorong Berbasis Geographic


Information System (GIS) .................................................................................................... 23

BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 27

A. Kesimpulan ................................................................................................................... 27

B. Saran ............................................................................................................................. 27

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 28

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cuaca merupakan salah satu hal yang sangat berpengaruh kepada kehidupan makhluk
hidup. Perubahan cuaca yang tidak menentu terdapat di beberapa daerah di Indonesia.
Namun dengan seiring perkembangan jaman, kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dapat dilakukan pendekatan guna memprediksi perubahan cuaca yang terjadi.

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) merupakan suatu lembaga


resmi dari pemerintah yang bertugas sebagai layanan informasi untuk memonitor
keadaan perubahan cuaca di Indonesia. BMKG bekerja sama dengan beberapa stasiun
pemantau cuaca di seluruh Indonesia dan meneruskan info tentang perubahan cuaca
atau iklim yang terjadi ke masyarakan lewat beberapa media. Namun info yang
diberikan hanya prediksi perubahan cuaca dan info secara keseluruhan, bukan terletak
pada satu titik daerah tertentu.

Karena itu banyak yang melakukan penelitian di Indonesia atau pun wilayah tertentu di
Indonesia untuk mengetahui penyabab terjadinya cuaca ekstrim, mendeteksi terjadinya
perubahan iklim, Mengetahui dampak cuaca ekstrem, meningkatkan pengetahuan serta
untuk kepertuan-keperluan lainnya. Pada pesempatan kali ini kami akan mereview 5
jurnal hasil penitian yang telah dilakukan, yang dimana diharapkan memudahkan
pembaca untuk memahami metodologi, cara menganalisis, serta mengetahui cara
menanggulangi masalah cuaca ekstrim yang ada di Indonesia.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan cuaca ekstrim?


2. Bagaimana bentuk penanggulangan bencana cuaca ekstrim di Indonesia?
3. Metode penelitian seperti apa yang digunakan pada jurnal yang telah di review?
4. Analisis seperti apa yang digunakan pada jurnal yang telah di review?

1
C. Tujuan

1. Untuk mengidentifikasi cuaca ekstrim serta penanggulangannya di Indonesia


2. Untuk mengetahui metode penelitian apa yang digunakan pada jurnal yang telah di
review
3. Untuk mengetahui analisis apa yang digunakan pada jurnal yang telah di review

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melalui Peraturan Kepala BNPB


Nomor 02 T ahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana menyebutkan
bahwa cuaca ekstrim berkaitan dengan kejadian luar biasa yang berpotensi menimbulkan
bencana, yaitu meliputi kejadian angin tornado, badai siklon tropis dan angin puting
beliung. Khusus untuk wilayah Indonesia, BNPB menetapkan cuaca ekstrim hanya angin
puting beliung saja. angin puting beliung didefinisikan sebagai angin kencang yang datang
secara tiba-tiba, mempunyai pusat, bergerak melingkar menyerupai spiral dengan
kecepatan 40-50 km/ jam hingga menyentuh permukaan bumi dan akan hilang dalam waktu
singkat (3-5 menit). Adapun peta bencana cuaca ekstrim di Indonesia, sebagai berikut :

Angin puting beliung lebih sering terjadi di wilayah tropis di antara garis balik utara dan
selatan, kecuali di daerah – daerah yang sangat berdekatan dengan khatulistiwa.Angin
puting beliung disebabkan oleh adanya perbedaan tekanan dalam suatu sistem cuaca. Angin
ini berasal dari awan Cumulonimbus (Cb) yaitu awan yang bergumpal berwarna abu-abu
gelap dan menjulang tinggi. Namun, tidak semua awan Cumulonimbus menimbulkan
puting beliung. Angin Putting beliung bisa terjadi kapan dan dimana saja, baik didarat
maupun di laut dan jika terjadi di laut durasinya lebih lama dibandingkan dengan darat.

3
Angin puting beliung umumnya terjadi pada siang atau sore hari, dan terkadang pada
malam hari dan lebih sering terjadi pada peralihan musim (pancaroba).

Angin putting beliung senidiri memiliki karakteristik, yaitu;

• Puting beliung merupakan dampak ikutan awan Cumulonimbus (Cb) yang biasa
tumbuh selama periode musim hujan, tetapi tidak semua pertumbuhan awan Cb akan
menimbulkan angin puting beliung.
• Kehadirannya belum dapat diprediksi. Terjadi secara tiba-tiba (5 - 10 menit) pada
area skala sangat lokal.
• Pusaran puting beliung mirip belalai gajah/selang vacuum cleaner.
• Jika kejadiannya berlangsung lama, lintasannya membentuk jalur kerusakan.
• Lebih sering terjadi pada siang hari dan lebih banyak di daerah dataran rendah

Proses terjadinya puting beliung sangat terkait erat dengan fase tumbuh awan
Cumulonimbus (Cb). Terjadinya angin puting beliung melalui tiga fase, yaitu;

• Fase Tumbuh. Dalam awan terjadi arus udara naik ke atas yang kuat. Hujan belum
turun, titik-titik air maupun kristal es masih tertahan oleh arus udara yang naik ke
atas puncak awan.
• Fase Dewasa/Masak. Titik-titik air tidak tertahan lagi oleh udara naik ke puncak
awan. Hujan turun menimbulkan gaya gesek antara arus udara naik dan turun.
Temperatur massa udara yang turun ini lebih dingin dari udara sekelilingnya. Antara
arus udara yang naik dan turun dapat timbul arus geser yang memuntir, membentuk
pusaran. Arus udara ini berputar semakin cepat, mirip sebuah siklon yang “menjilat”
bumi sebagai angin puting beliung. Terkadang disertai hujan deras yang membentuk
pancaran air (water spout).
• Fase Punah. Tidak ada massa udara naik. Massa udara yang turun meluas di seluruh
awan. Kondensasi berhenti. Udara yang turun melemah hingga berakhirlah
pertumbuhan awan Cb.

B. Penanggulangan Bencana Cuaca Ekstrem di Indonesia

Berdasarkan peraturan kepala badan penanggulangan bencana (BNPB) nomor 2 tahun 2012
tentang pedoman umum pengkajian risiko, secara garis besar Indonesia memiliki 13
ancaman bencana yakni gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, letusan gunung berapi,

4
gelombang ekstrem dan abrasi, cuaca ekstrem, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan,
kebakaran Gedung dan permukian, epidemi dan wabah penyakit, gagal teknologi, dan
konflik sosial. Tujuan penyusunan naskah akademik masterplan penanggulangan bencana
untuk jenis ancaman bencana cuaca ekstrem adalah :

- Mendukung perencanaan dan pengambilan kebijakan dalam penyelenggaraan


penanggulangan bencana, khususnya cuaca ekstrem

- Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan bagi semua pemangku kepentingan


dalam penyelenggranaan penanggulangan bencana

- Mendukung upaya mengurangi kerentangan dan meningkatkan kapasitas


masyarakat dalam menuju ketangguhan menghadapi bencana

1. Lingkup Cuaca Ektrem


BMKG mendefinisikan cuaca ektrem sebagai kejadian cuaca yang tidak normal,
tidak lazim, yang dapat mengakibatkan kerugian terutama keselamatan jiwa dan
harta. Prediksi cuaca ektrem adalah kegiatan untuk mengidentifikasi potensi gejala
cuaca ektrem yang akan terjadi dalam jangka waktu paling lama 30 menit sebelum
kejadian. Dalam membuat prediksi perlu dipertimbangkan unsur fenomena global,
fenomena regional, dan fenomena lokal.

2. Bencana Cuaca Ektrem


Khusus wilayah Indonesia, BNPB menetapkan bahwa lingkup ancaman bencana
cuaca ektrem hanya angin puting beliung. Angin puting beliung didefinisikan
sebagai angin kencang yang dating secara tiba-tiba, mempunyai pusat, bergerak
melingkar menyerupai spiral dengan kecepatan 40 – 50 Km/jam hingga menyentuh
permukaan bumi dan akan hilang dalam waktu singkat 3 – 5 menit.

5
Berikut merupakan indikasi terjadinya puting beliung :

- Satu hari sebelumnya udara pada malam hari hingga pagi terasa panas dan gerah

- Mulai pukul 10.00 pagi terlihat tumbuh awan cumulus atau awan berlapis-lapis,
di antara awan tersebut ada satu jenis awan yang mempunyai batas tepi sangat
jelas berwarna abu-abu menjulang tinggi

- Tahap berikutnya awan tersebut akan cepat berubah warna menjadi abu-abu atau
hitam

- Pepohonan disekitar tempat kita berdiri ada dahan atau ranting yang mulai
bergoyang-goyang cepat

- Terasa ada sentuhan udara dingin disekitar tempat kita berdiri

6
Adapun sebaran dari berbagai kejadian bencana cuaca ektrem tersebar di berbagai
wilayah di Indonesia tetapi lebih didominasi oleh pulau jawa.

Peta Distribusi Kejadian Putting Beliung Tahun 2011-2013

7
Sejauh ini, masih banyak ketimpangan yang terjadi dalam penanggulangan bencana.
Setidaknya ada interaksi 4 faktor utama yang menimbulkan banyak korban dan kerugian
besar yaitu :

a. Kurangnya pemahaman terhadap karakteristik bahaya

b. Sikap atau perilaku yang mengakibatkan penurunan kualitas sumbe daya alam

c. Kurangnya informasi atau peringatan dini yang menyebabkan ketidaksiapan

d. Ketidakberdayaan atau ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya

3. Penanggulangan Bencana
Penyediaan data dan informasi terkait metereologi, klimatologi, dan geofisika
merupakan tugas dan tanggungjawab dari BMKG. Peran BMKG dalam memberikan
informasi mengenai kondisi meteorologi diawali dengan melakukan prediksi.
Saat ini penanggulangan bencana puting beliung di Indonesia relatif masih baru.
Usulan rencana nasional penanggulangan cuaca ekstrim untuk tahun 2014 adalah :

a. Pemantapan definisi dan cakupan penanggulangan bencana cuaca ekstrim;

b. Revisi peraturan perundangan berdasarkan hasil redefinisi (koordinasi dengan


BMKG);

c. Analisis kebencanaan dan kerentanan kekeringan, hujan deras/intensitas


tinggi, dan gelombang;

d. Merancang Sistem Informasi cuaca ekstrim hasil redefinisi berbasis GIS


(bersama BMKG);

e. Sosialisasi dan diseminasi tentang penanggulangan bencana cuaca ekstrim;

f. Evaluasi sistem Kesiapsiagaan, Saat Darurat, dan Pemulihan berdasarkan


redefinisi cuaca ekstrim.

Untuk tahapan selanjutnya, usulan Rencana Nasional Penanggulangan Bencana


cuaca ekstrim 2015-2019 adalah sebagai berikut :

1) Rencana strategis

a. Revisi kebijakan peraturan perundang-undangan;

8
b. Evaluasi kapasitas kelembagaan penanggulangan bencana cuaca ekstrim

c. Membangun sistem informasi cuaca ekstrim nasional dan daerah (bersama


BMKG);

d. Pelaksanaan SOP dan NSPK penanggulangan bencana saat darurat;

e. Penetapan Rencana dan Pelaksanaan Rehabilitasi.

2) Program prioritas

a. Penyusunan Raperka penanggulangan bencana cuaca ekstrim (BNPB dan


BMKG);

b. Sosialisasi/desiminasi peraturan perundang-undangan;

c. Dataware dan Clearing House cuaca ekstrim (dengan BMKG);

d. Instalasi Sistem Informasi Nasional cuaca ekstrim dan peringatan dini serta
jalur/lokasi evakuasi;

e. Peningkatan kapasitas kelembagaan dan pemangku kepentingan serta


sistem operasional manajemen penanggulangan bencana (Nasional dan
Daerah);

f. Uji coba dan pelatihan rutin;

g. Sistem operasi peringatan dini dan evakuasi;

h. Kapasitas logistik, peralatan, SDM dan dana;

i. Pelaksanaan sistem evaluasi penanggulangan bencana;

j. Penetapan Rencana dan Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi.

Adapun upaya mitigasi angin putting beliung menurut RBI atau Risiko Bencana
Indonesia, mitigasi bencana angin putting beliung dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
Sebelum Bencana, Saat Bencana dan Sesudah Bencana. Dengan penjelasan lebih
lanjutnya sebagai berikut :

9
Sebelum bencana

• Perlu dilakukan sosialisasi mengenai puting beliung agar masyarakat memahami


dan mengenal puting beliung, baik difinisi, gejala awal, karakteristik, bahaya dan
mitigasinya.
• Menyusun peta rawan bencana puting beliung berdasarkan data historis.
• Memangkas ranting pohon besar dan menebang pohon yang sudah rapuh serta tidak
membiasakan memarkir kendaraan di bawah pohon besar.
• Jika tidak penting sekali, hindari bepergian apabila langit tampak awan gelap dan
menggantung.
• Mengembangkan sikap sadar informasi cuaca dengan selalu mengikuti informasi
prakiraan cuaca atau proaktif menanyakan kondisi cuaca kepada instansi yang
berwenang.
• Penyiapan lokasi yang aman untuk tempat pengungsian sementara

Saat Bencana

• Segera berlindung pada bangunan yang kokoh dan aman begitu angin kencang
menerjang.
• Jika memungkinkan segeralah menjauh dari lokasi kejadian karena proses terjadinya
puting beliung berlangsung sangat cepat.
• Jika saat terjadi puting beliung kita berada di dalam rumah semi permanen/rumah
kayu, hingga bangunan bergoyang, segeralah keluar rumah untuk mencari
perlindungan di tempat lain karena bisa jadi rumah tersebut akan roboh.
• Hindari berteduh di bawah pohon besar, baliho, papan reklame dan jalur kabel listrik.
• Ancaman puting beliung biasanya berlangsung 5 hingga 10 menit, sehingga jangan
terburu-buru keluar dari tempat perlindungan yang aman jika angin kencang belum
benar-benar reda.

Setelah bencana

• Melakukan koordinasi dengan berbagai pelaksana lapangan dalam pencarian dan


pertolongan para korban.
• Mendirikan posko dan evakuasi korban yang selamat.
• Mendirikan tempat penampungan korban bencana secara darurat di dekat lokasi
bencana atau menggunakan rumah penduduk untuk pengobatan dan dapur umum.

10
• Melakukan koordinasi bahan bantuan agar terdistribusi tepat sasaran dan sampai
kepada mereka yang benar-benar membutuhkan dan menghindari para oknum yang
memanfaatkan situasi.
• Melakukan evaluasi pelaksanaan pertolongan dan estimasi kerugian material

C. Pemetaan Tingkatan Cuaca Ekstrim Masing-Masing Kecamatan di Kota Kupang


1. Metode Penelitian
Pengkajian cuaca ekstrem di Provinsi Nusa Tenggara Timur menggunakan teknik
analisis overlay dengan skoring berdasarkan dari Perka No. 2 BNPB Tahun 2012.
Berdasarkan Peraturan KBMKG Nomor : KEP.009 tahun 2010 dan Perka No. 2 BNPB
Tahun 2012 diketahui aspek penskoran cuaca ekstrim dari aspek intensitas curah hujan,
penggunaan lahan, dan kelas lereng. Selanjutnya dari parameter curah hujan,
penggunaan lahan, dan kelas lereng dibuat peta tingkatan cuaca ekstrim mengunakan
analisis overlay dengan metode skoring dengan 3 kelas tingkatan, yaitu rendah, sedang,
dan tinggi

2. Analisis
a. Curah Hujan
Untuk parameter curah hujan digunakan analisis polygon thiessen dengan
menggunakan data dari 3 stasiun pencatat hujan dari tahun 2015-2020 yaitu: sta el-
tari, sta Kupang, dan sta Lasiana. Berikut ini hasil dari analisis polygon Thiessen
yang dijabarkan dalam peta :

11
Selanjutnya hasil perhitungan dari luad polygon Thiessen, di dapatkan luas dari
berdasarkan intesitas curah hujannya. Berikut ini merupakan tabel presentase intrsitas
curah hujan di Kota Kupang :

NO. Intesitas Curah Hujan Luas (km2) Presentase (%)


1 Rendah (<60 mm) 139,53417 77.39
2 Sedang (60-100 mm) 40,76583 22,61
3 Tinggi (>100 mm) 0 0

b. Penggunaan Lahan

Parameter penggunaan lahan menggunakan data dari landsat 8 Oli kemudian


dilakukan analisis klasifikasi terbimbing. Klasifikasi terbimbing adalah klasifikasi

12
yang dilakukan dengan arahan analis (supervised), dimana kriteria pengelompokkan
kelas ditetapkan berdasarkan penciri kelas yang diperoleh melalui pembuatan area
contoh. Berikut ini hasil pemetaan penggunaan lahan Kota Kupang :

Dengan hasil presentase luasan penggunaan lahannya, sebagai berikut :

NO. Intesitas Curah Hujan Luas (km2) Presentase (%)


1 Tanah Kosong 7,26609 4,03
2 Tegalan 79,74669 44,23
3 Hutan 17,34486 9,62
4 Permukiman 75,94236 42,12
c. Kelas Lereng

Parameter kelas lereng didapatkan dari analisis data Dem Kota Kupang dengan
menggunakan raster analisis (slope) yang kemudian masukan ke dalam klasifikasi van
zuidam. Klasifikasi Van Zuidam sebagai berikut :

13
NO. Kelas Presentase (%)
1 Kelas 1 0-2
2 Kelas 2 3-7
3 Kelas 3 8-13
4 Kelas 4 14-20

Berdasarkan klasifikasi diatas, didapatkan pemetaan sebagai berikut :

Dengan presentase luas masing-masing kelas lereng, sebagai berikut :

NO. Kelas Lereng Luas (km2) Presentase (%)


1 Kelas 1 139,40796 77,32
2 Kelas 2 34,65366 19,22
3 Kelas 3 6,23838 3,46
4 Kelas 5 0 0

14
3. Hasil Analisis

Berdasarkan parameter curah hujan, penggunaan lahan, dan kelas lereng kemudian
akan dibuat peta tingkatan cuaca ekstrim mengunakan analisis overlay dengan metode
skoring dengan 3 kelas tingkatan, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Dengan skoring yang
digunakan untuk setiap aspeknya, sebagai berikut :

Aspek Kriteria Skor


Rendah 3
Intensitas Curah Hujan Sedang 2
Tinggi 1
Sawah, Tegalan, Tanah Kosong 3
Penggunaan Lahan Permukiman 2
Hutan 1
Kelas 1 dan Kelas 2 3
Kelas Lereng Kelas 3 2
Kelas 4 1

Selanjutnya untuk skoring kriteria tingkatan cuaca ekstrim menggunakan Peraturan KBMKG
Nomor : KEP. 009 Tahun 2010. Dengan skoring sebagai berikut :

Kriteria Skor
Cuaca Ekstrim Rendah 0-3
Cuaca Ekstrim Sedang 4-6
Cuaca Ekstrim Tinggi 7-9

Sehingga didapatkan peta overlay sebagai berikut :

15
Dengan presentase luas kawasan tiap tingkatan, sebagai berikut :

Kriteria Luas (km2) Presentase (%)


Rendah 10,316 5,72
Sedang 26,555 14,73
Tinggi 143,399 79,53

16
D. Analisis Iklim Ekstrem untuk Deteksi Perubahan Iklim di Sumatera Barat.

1. Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini menggunakan beberapa indeks
iklim ekstrim dari ETCCDMI atau Expert Team on Climate Change Detection, Monitoring
and Indices. Adapun indeks iklim ekstrim yang digunakan yaitu : Suhu Udara Ekstrim dan
Curah Hujan Ekstrim. Selanjutnya akan dilakukan perhitungan menggunakan software R
untuk mendeteksi dan monitoring iklim ekstrim.

2. Hasil Analisis.

Berikut ini merupakan tabel indek iklim ekstrim yang digunakan dalam penelitian ini.

a. Indek Suhu Ekstrim

Berikut ini merupakan tabel hasil perhitungan indek suhu ekstrim :

17
Bisa dilihat bahwa secara umum baik dataran tinggi maupun rendah menunjukkan
trend yang positif. Indek TNx terlihat paling menonjol, Trend indek TNx yang
bernilai positif mengindikasikan terjadinya kenaikan suhu udara minimum paling
maksimum. Selanjutnya untuk kategori frekuensi (TN10p, TX10, TN90p dan
TX90p), terjadi penurunan untuk indek TN10p dan TX10p. Trend negatif dari indek
TN10p atau cool nights menunjukan suhu udara yang semakin hangat pada malam
hari. Untuk indek TX10p atau cool days menunjukan suhu udara yang semakin
hangat pada siang hari.

b. Indek Curah Hujan Ekstrim

Berikut ini merupakan tabel hasil perhitungan indek curah hujan ekstrim :

Secara umum curah hujan dengan intesitas (RX1D, RX5D, R95p, R99p dan
PRCPTOT) menunjukan trend yang positif untuk di dataran tinggi, namun untuk
wilayah dataran rendah terjadi penurunan trend.

Indek SDII dan PRCPTOT merupakan indek yang paling jelas untuk
membandingkan kejadian curah hujan ekstrim di wilayah dataran tinggi dan dataran
rendah. Sedangkan untuk intesitas frekuensi terjadinya hujan ≥ 100 mm per hari
(R100), terlihat adanya trend positif di wilayah penelitian pada dataran tinggi dan
namun terjadi trend negatif di wilayah dataran rendah.

Berdasarkan dua indek iklim ekstrim diatas dapat disimpulkan bahwa suhu udara
ektrim memiliki pola yang lebih jelas dibandingkan dengan indek curah hujan
ekstrem. Hal ini membuktikan bahwa perubahan suhu udara memiliki respon yang
baik di wilayah penelitian ini.

18
E. Tipologi Kerusakan Bangunan Akibat Cuaca Ekstrem Studi Kasus Cuaca Ekstrem
Kabupaten Bantul 2019

1. Metode

Bencana cuaca ekstrem yang terjadi di kabupaten Bantul pada 17 Maret 2019
menimbulkan banyak kerusakan terutama kerusakan bangunan. data kerusakan bangunan
dikelompokkan dan diolah dalam format grafik untuk mengidentifikasi pola-pola informasi
sebagai bahan analisis selanjutnya.

2. Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan hasil pengelompokkan dan pengolahan data diketahui pola sebaran


kerusakan bangunan yang tidak merata secara spasial wilayah. Gradasi warna hijau sampai
merah pada peta menunjukkan perbedaan tingkat kerusakan bangunan. Dari 75 kelurahan
di kabupaten Bantul, terdapat 24 kelurahan terdampak cuaca ekstrem. Tetapi dari 24
kelurahan, 8 diantaranya tidak terdapat kerusakan bangunan yang disebabkan oleh letaknya
di dataran rendah dan kontur yang relatif landai.

19
Gambar peta sebaran dampak

Gambar peta sebaran kerusakan


bangunan dan korban jiwa

20
Gambar peta kontur
kabupaten Bantul

Data kerusakan bangunan dibagi menjadi 4 kelompok berdasarkan presentase : ringan (1%
- 24%), sedang (25% - 49%), berat (50% - 90%), dan rusak total (90% - 100%). Berikut
merupakan diagram tingkat kerusakan bangunan dari cuaca ekstrem yang terjadi di
kabupaten Bantul.

Diagram tingkat kerusakan bangunan

Berdasarkan angka tingkat kerusakan pada bangunan, kerusakan sedang sampai rusak
total mencapai hampir setengah (44,64%) menunjukkan kejadian cuaca ektrem ini bisa
sangat destruktif pada bangunan.

21
Karakteristik kerusakan bangunan membentuk konfigurasi komponen bangunan
sederhana berupa bangunan secara vertikal dan bangunan secara horizontal. Secara
vertikal, bagian bangunan yang mengalami kerusakan paling parah adalah dinding.
Sedangkan secara horizontal, bagian bangunan yang mengalami kerusakan paling parah
adalah bagian belakang atau dapur. Elemen dinding secara arsitektur pada rumah tinggal
sederhana memiliki fungsi menyekat ruang-ruang dalam bangunan yang konstruksinya
relative rapuh menghadapi bahaya cuaca ekstrem. Dinding sebagai penyekat seharusnya
mendapat perhatian dalam proses konstruksi sebab dinding dapat menambah kekakuan dan
kekuatan bangunan dalam menahan beban. Bagian dapur atau area servis juga sering luput
dari perhatian dalam proses konstruksi karena posisinya yang kurang nampak secara visual
sehingga focus pembangunannya hanya pada fungsi semata.

3. Simpulan

Dari hasil kajian menunjukkan adanya hal-hal yang harus dilakukan sebagai berikut :

- Sebaran kerusakan bangunan yang didominasi oleh wilayah dengan kontur curam dan
dataran tinggi mengindikasikan agar kewaspadaan harus lebih ditingkatkan bagi
masyarakat yang bermukim pada topografi demikian.

- Meski kerusakan yang ditimbulkan tidak merata di seluruh wilayah, tetapi dampaknya
terasa secara menyeluruh sehingga perlu kewaspadaan bersama seluruh elemen
masyarakat di wilayah potensi tinggi cuaca ekstrem.

- Kontruksi bangunan harus lebih memperhatikan pemilihan kualitas bahan dan


kekuatan konstruksi.

- Tak boleh ada satupun bagian bangunan yang dikesampingkan kualitas konstruksinya
mengingat resiko kerusakan akibat cuaca ekstresm dapat menimpa bagian bangunan
mana saja.

- Penjagaan yang lebih ketat terhadap kelompok rentan seperti lanjut usia dan anak-
anak dapat meminimalisir risiko korban jiwa.

22
F. Zonasi Tingkat Persebaran Cuaca Ekstrem Kabupaten Sorong Berbasis Geographic
Information System (GIS)

Wilayah yang dijadikan sebagai sumber penelitian yaitu Kabupaten Sorong yang terletak
di Provinsi Papua Barat, disesuaikan dengan zonasi cuaca ekstrem dimana tiap daerah dalam
Kabupaten Sorong memiliki titik-titik cuaca ekstrem dengan tingkat zona yang berbeda.

1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif-kualitatif, yaitu
metode penelitian yang menginterpretasi data berdasarkan data kualitatif yang didapatkan,
bukan pada teknik statistik dan matematik. Fokus dalam penelitian ini yaitu cuaca ekstrem
meliputi suhu udara, kelembapan, tekanan udara, kecepatan angin, penyinaran matahari,
dan curah hujan.

2. Data yang Digunakan

Data yang digunakan dan diolah merupakan data SHP yang bersumber dari Bappeda
dan Badan Meterologi, Klimatologi dan Geofisika Kabupaten Sorong. Selain itu, data juga
diperoleh dari lembaga/instansi berupa materi-materi tentang cuaca, artikel-artikel ilmiah
dan jurnal yang dapat menunjang bahan penelitian. Data SHP berupa format data vector
yang digunakan untuk menyimpan lokasi, bentuk, dan atribut dari fitur geografis kemudian
diolah menggunakan aplikasi Geographic Information System (GIS). Pengolahan data
dengan menggunakan GIS dilakukan dengan cara digitasi dan tabulasi.

3. Analisis
Tabel 1. Rata-rata Suhu dan Kelembapan Udara Menurut Bulan di Kabupaten Sorong

23
Tabel 1 menunjukkan suhu udara tertinggi berada di angka 31,8°C yang terjadi pada bulan
Januari dan Desember 2019. Sedangkan suhu terendah berada pada titik 24,0°C di bulan
Agustus dan Oktober. Kelembapan udara maksimal berada level 94% di bulan Juni, Oktober,
November, dan Desember) dan level terendah berada pada 75% di bulan Maret. Namun rerata
data suhu dan kelembapan udara di Kab. Sorong tidak mengalami perubahan signifikan setiap
bulan.

Adapun data tekanan udara, kecepatan angin dan penyinaran matahari setiap bulan di tahun
2019 ditunjukkan padaTabel
Tabel 2 dibawah
2. Rata-rata ini. Udara, Kecepatan Angin dan
Tekanan
Penyinaran Matahari Menurut Bulan di Kabupaten Sorong

Dari data diatas menunjukkan tekanan udara tertinggi yaitu 1010,2 mb yang terjadi di bulan
Agustus. Kecepatan angin yang tertinggi juga terjadi di bulan Agustus dengan kecepatan 6,2
knot. Adapun intensitas penyinaran matahari tertinggi di Kabupaten Sorong pada tahun 2019
terjadi pada bulan Mei waktu penyinaran selama 6,1 jam. Dari keseluruhan data diatas tidak
menunjukkan perubahan yang signifikan pada tekanan udara, kecepatan angin dan intensitas
penyinaran matahari di Kabupaten Sorong pada tahun 2019.

Dari data analisis aplikasi GIS menunjukkan bahwa cuaca ekstrem hanya terjadi di bagian
wilayah Kecamatan Aimas. Cuaca ekstrem dengan tingkat sedang terjadi di kecamatan Seget,
Moisegen, Salawati, Mayamuk, Aimas, Kiamono, Segun, dan Beraur. Sedangkan cuaca
ekstrem tingkat rendah terjadi di beberapa desa di wilayah Sayosa, Klamono, Mayamuk, Seget,

24
Salawati Selatan, dan Aimas. Sebagian besar wilayah Kabupaten Sorong memiliki intensitas
cuaca ektrem yang rendah, seperti yang tampak pada Gambar 1.

Adapun efek dari cuaca ekstrem salah satunya yaitu kekeringan. Hal ini dipengaruhi oleh
jumlah curah hujan dan lamanya hujan yang terjadi setiap tahun. Dari data Badan Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika Sorong ditunjukkan pada Tabel 4 dibawah.

Tabel 3. Jumlah Curah Hujan dan Hari Hujan

Curah hujan Kabupaten Sorong terjadi di bulan Juni dengan besaran 384 mm3 yang memiliki
25 hari hujan. Sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan September dengan intensitas
102 mm3 dengan 17 hari hujan. Adapun hari hujan terlama terjadi di bulan Mei selama 27 hari
dengan intensitas curah hujan 310 mm3 .

25
Dari data tersebut menunjukkan tidak terjadi perubahan curah hujan yang signifikan dari bulan
ke bulan sehingga curah hujan di Kabupaten Sorong dikategorikan merata di setiap daerah. Hal
ini juga ditunjukkan pada data analisis aplikasi GIS dimana bencana kekeringan yang terjadi
masih dalam kategori sedang diseluruh wilayah Kabupaten Sorong.

Hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan terdapat satu wilayah di Kabupaten Sorong
yang mengalami tingkat cuaca ekstrem yang tinggi yaitu Aimas. Dari hasil data Badan
Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Kabupaten Sorong, cuaca ekstrem terjadi dibulan Mei
dengan tekanan udara 1010,2 mb dan durasi penyinaran matahari terlama yaitu 6,1 jam. Namun
cuaca ekstrem yang terjadi tidak menyebabkan bencana kekeringan di Kabupaten Sorong.
Penggunaan Geographic Information System (GIS) sangat tepat dalam menggambarkan zonasi
tingkat penyebaran cuaca ektrem di Kabupaten Sorong. Hal ini didasarkan pada data yang
diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Kabupaten Sorong sejalan
dengan hasil analisis data menggunakan aplikasi GIS.

26
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Cuaca Ekstrim merupakan rangkaian peristiwa yang mengancam serta mengganggu
kehidupan masyarakat yang diakibatkan oleh kejadian cuaca yang tidak normal dan
tidak lazim sehingga mengakibatkan kerugian. BNPB menetapkan bahwa lingkup
ancaman bencana cuaca ektrem hanya angin puting beliung. Adapun penanggulangan
bencana untuk angin puting beliung, dibagi menjadi 3 bagian, yaitu : Sebelum Bencana,
Saat Bencana dan Setelah Bencana.

Untuk metode penetuan cuaca ekstrim terdapat beberapa metode berdasarkan jurnal
yang di review yaitu: teknik overlay untuk pemetaan, menggunakan indek iklim ekstrim
dari ETCCDMI atau Expert Team on Climate Change Detection, Monitoring and
Indices. Dari beberpa metode di atas menghasilkan analisis yang berbeda tergantung
tujuan dari penelitiannya.

B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, disarankan untuk penelitian selanjutnya perubahan iklim
dilihat dari unsur-unsur cuaca iklim lain seperti suhu, penyinaran matahari serta
kelembaban relatif. Disarankan juga agar masyarakat serta pemerintah khususnya
petani lebih waspada terhadap perubahan iklim yang terjadi secara ekstrim agar tidak
berdampak pada sektor pertanian dan bidang lainnya.

27
DAFTAR PUSTAKA

Prabowo, Rachmat Wahyu. “Tipologi Kerusakan Bangunan akibat Cuaca Ekstrem Studi Kasus Cuaca
Ekstrem Kabupaten Bantul 2019”. Sustainable, Planning and Culture (SPACE): Jurnal Perencanaan
Wilayah dan Kota 2, no. 2 (2020): 31 – 36. Diakses pada selasa 20 september 2022.

Nugroho Sugeng, Febriamansyah Rudi. Analisis Iklim Ekstrim untuk Deteksi Perubahan Iklim di
Sumatera Barat. JURNAL ILMU LINGKUNGAN. volume 17 Issue 1(2019): 7-14

Nurlambang T. Kusratmoko E, dkk. PENANGGULANGAN BENCANA CUACA EKSTRIM DI


INDONESIA. Prosiding Seminar Nasional Riset Kebencanaan, Mataram 8-10 Oktober 2013

Widodo Slamet, Manaf Murshal. Zonasi Tingkat Persebaran Cuaca Ekstrem Kabupaten Sorong
Berbasis Geographic Information System (GIS). 1 Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota,
Program Pascasarjana, Universitas Bosowa. l Ilmiah Ecosystem Volume 21 Nomor 2, Hal. 229-
235, Mei - Agustus 2021.

Rahmawati, Afrita. Theo Bbella. Pemetaan Tingkatan Cuaca Ekstrim Masing-Masing Kecamatan di
Kota Kupang. Jurnal geoedusains, Volume 2, Nomor 1, Juni 2021.

28

Anda mungkin juga menyukai