Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM

KLIMATOLOGI

Disusun oleh:
C
Kelompok II
Nastita Nayla Safa 23020222140107
Nugroho Fajar Arifin 23020222140113
Zhida Qurrotul Aini 23020222140120
Aliyah Alfita 23020222140145
Muhammad Alvin Nugroho 23020222140148
Delia Nazwa Zahra 23020222140156
Wulan Kurniawati 23020222140154

PROGRAM STUDI S-1 AGROEKOTEKNOLOGI


DEPARTEMEN PERTANIAN
FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya,

sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Klimatologi. Tidak lupa penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir.

Sutarno, M.S. selaku Koordinator Praktikum Klimatologi. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Enrico Adip Septian selaku

Asisten Pembimbing Praktikum Klimatologi, yang telah membimbing selama praktikum berlangsung hingga penyusunan Laporan Praktikum

Klimatologi ini selesai.

Penulis menyadari laporan praktikum ini masih banyak kesalahan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat

mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk perbaikan penyusunan laporan berikutnya. Penulis berharap Laporan

Praktikum Klimatologi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya bagi pembaca. Demikian kata pengantar ini penulis sampaikan,

penulis mengucapkan terimakasih atas perhatiannya dan penulis memohon maaf apabila terjadi kesalahan penulisan dalam penyusunan

laporan praktikum ini.

Semarang, Desember 2022

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

PENGESAHAN

RINGKASAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR ILUSTRASI

DAFTAR LAMPIRAN

ACARA I. ALAT-ALAT KLIMATOLOGI

BAB I. PENDAHULUAN

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengukur Radiasi Matahari


2.1.1. Gunn-Bellani
2.1.2. Actinograph Bimetal
2.1.3. Solarimeter
2.1.4. Automatic Solar Radiation System
2.2. Pengukur Lama Penyinaran Matahari
2.2.1. Campbell Stokes
2.3. Pengukur Suhu dan Kelembaban Udara
2.3.1. Psikrometer Standar
2.3.2. Thermohigrograf
2.4. Pengukur Suhu dan Kelembaban Tanah
2.4.1. Thermometer Tanah Bervegetasi
2.4.2. Thermometer Tanah Gundul
2.5. Pengukur Tekanan Udara
2.5.1. Barometer
2.5.2. Barograf
2.6. Pengukur Arah dan Kecepatan Angin
2.6.1. Anemometer
2.6.2. Wind Force
2.7. Pengukur Curah Hujan
2.7.1. Ombrometer Observatorium
2.7.2. Ombrometer tipe Hellmann
2.7.3. Automatic Rain Sampler
2.7.4. Automatic Rain Gauge
2.8. Pengukur Tingkat Penguapan Air
2.8.1. Open Pan Evaporimeter
2.9. Pengukur Tingkat Kualitas Udara
2.9.1. High Volume Sampler

BAB III. MATERI DAN METODE

3.1. Materi
3.2. Metode

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengukur Radiasi Matahari


4.1.1. Gunn-Bellani
4.1.2. Actinograph Bimetal
4.1.3. Solarimeter
4.1.4. Automatic Solar Radiation System
4.2. Pengukur Lama Penyinaran Matahari
4.2.1. Campbell Stokes
4.3. Pengukur Suhu dan Kelembaban Udara
4.3.1. Psikrometer Standar
4.3.2. Thermohigrograf
4.4. Pengukur Suhu dan Kelembaban Tanah
4.4.1. Thermometer Tanah Bervegetasi
4.4.2. Thermometer Tanah Gundul
4.5. Pengukur Tekanan Udara
4.5.1. Barometer
4.5.2. Barograf
4.6. Pengukur Arah dan Kecepatan Angin
4.6.1. Anemometer
4.6.2. Wind Force
4.7. Pengukur Curah Hujan
4.7.1. Ombrometer Observatorium
4.7.2. Ombrometer tipe Hellmann
4.7.3. Automatic Rain Sampler
4.7.4. Automatic Rain Gauge
4.8. Pengukur Tingkat Penguapan Air
4.8.1. Open Pan Evaporimeter
4.9. Pengukur Tingkat Kualitas Udara
4.9.1. High Volume Sampler

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan
5.2. Saran

DAFTAR PUSTAKA

ACARA II. PENGAMATAN PERAWANAN

BAB I. PENDAHULUAN
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tipe-tipe Awan


2.1.1. Awan Horizontal
2.1.1.1. Awan Rendah
2.1.1.2. Awan Sedang
2.1.1.3. Awan Tinggi
2.1.2. Awan Vertikal
2.1.2.1. Awan Cumulonimbus
2.2. Pengaruh Awan terhadap Cuaca dan Iklim
2.3. Siklus Awan

BAB III. MATERI DAN METODE

3.1. Materi
3.2. Metode

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengamatan Perawanan Minggu I


4.2. Pengamatan Perawanan Minggu II
4.3. Perbandingan Pengamatan Minggu I dan II
4.4. Siklus Awan

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan
5.2. Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. xxxxx
DAFTAR ILUSTRASI

Nomor Halaman

1. xxxxx
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. xxxxx
ACARA II

PENGAMATAN PERAWANAN

BAB I

PENDAHULUAN

Pengertian Awan adalah suatu briket minuman larutan yang berdasar oleh adanya periode kala larutan yang melantas berlinang

kelahirannya. Siklus kala larutan ini umum disebut oleh karet elemen serupa periode hidrologi. Adanya pemuaiaan larutan yang hanyut

beranjak sikap dikarenakan oleh adanya hangat api rat dan deraian cahaya matahari. Kemudian, kelahirannya pengembunan dan pemampatan

minuman larutan yang berbaur berperan esa hadirat periode kemuliaan terpatok diatas kawasan dan menuang awan.

Berdasarkan ketinggiannya, awan dapat dibedakan menjadi awan horizontal dan awan vertikal. Awan horizontal adalah jenis

awan yang terbentuk karena pergerakan udara secara horizontal. Awan rendah adalah jenis awan yang ketinggian dasarnya kurang dari 2000

m. Awan sedang berada pada ketinggian 3000 hingga 6000 m di atas permukaan tanah. Awan tinggi berada di atas 20.000 kaki di atas

permukaan laut. Awan Cirrus adalah sekelompok awan yang sangat rendah yang berada di mana saja dari 0,5 km hingga 1,5 km di atas

permukaan laut. Awan cumulonimbus adalah awan dengan suhu sangat rendah yang bisa mencapai -100 °C.

Perubahan awan memiliki dampak besar pada cuaca dan perubahan iklim. Awan sangat berpengaruh sebagai unsur cuaca

karena awan pada hakekatnya merupakan hasil dari banjir yang kemudian menjadi hujan. Siklus air adalah pergerakan air yang terus menerus

dari bumi ke atmosfer dan kembali ke bumi. Tujuan dari praktikum ini untuk mengetahui jenis-jenis awan, kondisi cuaca, dan dapat mengukur

suhu dan kelembapan pada suatu tempat.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tipe-Tipe Awan

Awan adalah kumpulan tetesan air dengan jumlah 100 per cm³ yang memiliki jari-jari 10 μm. Presipitasi (hujan) akan terjadi

apabila populasi awan menjadi tidak stabil dan beberapa droplet muncul tumbuh membesar. Awan dilihat dari satelit dapat dibagi menjadi 5

(lima), yaitu : tidak ada awan (clear), awan tinggi, awan sedang, awan rendah, awan cumulonimbus (Nardi, 2012).

Jenis awan dapat dibagi menjadi awan horizontal dan vertikal berdasarkan ketinggiannya. Awan horizontal dibagi menjadi

awan rendah, sedang dan tinggi, dan awan vertikal adalah awan kumulus. Awan rendah kurang dari 2 km, awan sedang 2 - 7 km dan awan

tinggi lebih dari 7 km (Sabaruddin, 2012). Awan horizontal meliputi awan tingkat rendah, awan tingkat menengah, dan awan tingkat tinggi.

Awan cumulonimbus adalah awan tebal yang menghasilkan kilat dan guntur, sedangkan awan cumulonimbus adalah awan tebal yang

terbentuk karena udara naik pada siang hari. (Nugraheny, 2015).

2.1.1. Awan Horizontal

Awan horizontal merupakan jenis awan yang terbentuk sebagai akibat dari pergerakan udara secara horizontal, Ketika

konvergensi terjadi dalam arus udara horizontal dari massa udara tebal yang besar, gerakan ke atas akan terjadi. Naiknya udara di zona

konvergensi dapat menyebabkan pertumbuhan awan. Ketika dua massa udara yang mendekat secara horizontal memiliki suhu dan kepadatan

yang berbeda, massa udara yang lebih hangat dipaksa naik di atas massa udara yang lebih dingin (Yeli, 2014). Awan yang termasuk dalam

kategori awan rendah adalah awan stratus dan cumulonimbus, sedangkan awan yang termasuk dalam kategori awan sedang adalah awan

altocumulus dan altostratus, dan awan yang termasuk dalam kategori awan tinggi adalah awan cirrus, awan cirrostratus dan awan

cirrocumulus. Jenis awan horizontal memiliki bentuk seperti kapas tipis, namun ada juga yang tebal membentuk bola-bola (Hodi, 2013).

Secara teori, efek menguntungkan dari aerosol adalah pengurangan ukuran partikel awan cair/es, peningkatan masa pakai awan

dan fraksinasi. Hal ini menyebabkan penurunan tekanan di atas awan, yang berarti bahwa aerosol berkontribusi pada pembentukan awan

tinggi. Berdasarkan International Climate Satellite Cloud Index, cloud top pressure (CTP) dapat digunakan untuk mengklasifikasikan awan,

dan awan dengan CTP lebih besar dari 680 hPa disebut awan rendah. Efek peningkatan aliran aerosol di Indonesia diterjemahkan menjadi

peningkatan nilai tekanan puncak awan, yang berarti mendukung pembentukan awan rendah (Susanti, 2014).

2.1.1.1. Awan Rendah


Awan rendah merupakan jenis awan yang mempunyai ketinggian dasar kurang dari 2000 m. Menurut pernyataan (Saputra,

2015) suhu udara permukaan dalam meteorologi adalah suhu udara pada ketinggian 1,25 m sampai 2 m di atas permukaan tanah. Awan

rendah antara lain awan cumulonimbus (Cb) dan awan cumulus menjulang (Tcu). Langit-langitnya adalah dasar awan yang tingginya kurang

dari 6.000 m (20.000 kaki) dan menutupi lebih dari setengah ruang di atas area pengamatan. Awan cumulonimbus merupakan awan tebal

dengan puncak tinggi yang terbentuk pada siang hari (Nugraheny, 2015). Awan rendah memilki turbulensi lemah, kelembaban sangat tinggi,

dan titik dasar awan rendah, Awan jenis ini diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu awan Nimbostratus (NS), Stratocumulus (Sc), Stratus (St).

Hampir semua jenis awan dapat menghasilkan hujan salju, tetapi beberapa awan yang lebih rendah, termasuk Nimbostratus dan

Stratocumulus, menghasilkan presipitasi. Awan nimbostratus merupakan jenis awan yang sangat tebal namun banyak mengandung air, Awan

stratocumulus merupakan jenis awan yang berwarna paling terang dan menunjukkan bahwa suatu daerah rawan hujan, tetapi terkadang juga

merupakan pertanda cuaca buruk. Awan stratus merupakan jenis awan yang berupa lapisan berlapis lebih dekat ke permukaan bumi,

seringkali menutupi ketinggian, awan lapisan berwarna abu-abu. Awan stratus dapat berubah menjadi kabut dan menimbulkan hujan (Yeli,

2014). Suhu udara permukaan dalam meteorologi adalah suhu udara pada ketinggian 1,25 m sampai 2 m di atas permukaan tanah (Saputra,

2015).

Awan Stratus Awan Nimbostratus Awan Stratokumulus

Sumber: coclouds.com, flickr.com, pixabay.com

2.1.1.2. Awan Sedang

Awan sedang merupakan jenis awan yang terbentuk pada ketinggian 2000-6000 m, awan jenis ini tersusun dengan komposisi

utama titik-titik air, meskipun demikian awan ini kadang juga tersusun dari kristal-kristal es, terutama saat suhunya cukup dingin . Dalam

kelompok awan sedang terbagi menjadi dua. Berikut dua jenis awan sedang. Awan altocumulus berkepul-kepul, tidak rata dan berlapis, awan

ini menandakan keadaan cuaca yang baik. Tiap-tiap elemen nampak jelas tersisih antara satu sama lain dengan warna putih ke kelabuan.

Altostratus awan kekelabuan (bergantung kepada ketebalan) peringkat pertengahan yang menghasilkan hujan apabila cukup tebal. Awan-

awan ini terjadi dalam lapisan atmosfera stabil dan boleh menjadi tebal apabila cukup kelembapan dan penyejukan. (Lely, 2021). Menurut

pernyataan (Nelfia dan Supriyadi, 2013) Altocumulus adalah genus awan yang terletak pada ketinggian 4000 - 6000 m, merupakan kelompok
awan sedang atau awan menengah. Awan ini berbentuk lapisan dengan gugusan berwarna putih sampai abu-abu. Awan Altostratus berwarna

abu-abu atau kebiruan dan membentuk lapisan homogen, seluruh atau sebagian awan menutupi langit dan mengandung tetesan air (Adriatica,

2015).

Awan Altocumulus termasuk kedalam awan sedang atau awan menengah


dengan ketinggian 4,5-6 km. Awan Altocumulus memiliki spesies awan yaitu
Altocumuluscongestus biasanya menandakan akan datangnya Thunderstrom atau
yang dikenal dengan istilah hujan badai (Platridge et al., 2016). Altocumulus
memiliki laporan awan berwarna putih atau kelabu,memiliki unsur berbentuk
bulatan pipih,terbentuk karena turbulensi atau konveksi yang berada pada lapisan
atmosfer menengah. Altocumulus terdiri dari tetes air,pada temperature sangat
rendah awan ini akan membentuk kristal es ( Tjahyono,2012).

Altocumulus Altostratus

Sumber: Lely, 2021

2.1.1.3. Awan Tinggi

Awan tinggi merupakan jenis awan yang dikatakan sebagai kelompok awan tinggi apabila awan itu terbentuk pada ketinggian

lebih dari 20.000 kaki diatas permukaan laut, dalam kelompok awan tinggi terbagi menjadi tiga. Altocumulus adalah genus awan yang

terletak pada ketinggian 4000 - 6000 m, merupakan kelompok awan sedang atau awan menengah. Awan ini berbentuk lapisan dengan

gugusan berwarna putih sampai abu-abu (Nelfia dan Supriyadi, 2013) Awan Altostratus berwarna abu-abu atau kebiruan dan membentuk

lapisan homogen, seluruh atau sebagian awan menutupi langit dan mengandung tetesan air (Adriatica, 2015). Berikut ketiga jenis awan tinggi,

awan cirrus adalah awan berwarna putih yang terpisah, memiliki serat halus disertai dengan efek kilau bagai sutra. Berbentuk seperti halnya
kelambu yang berwarna putih serta bertekstur halus, lembut, dan mengental. Menurut pernyataan (Juraida dan Nursalam, 2016) awan Cirrus

adalah awan tipis berbentuk balon seperti kapas yang terbentuk dari kristal es. Awan cirrostratus memiliki bakat untuk menutupi langit secara

sempurna dengan dihiasi warna cerah dari awan tersebut. Awan cirrostratus memiliki ukuran yang sangat lebar dan luas. Bentuk awan

cirrostratus seperti sebuah anyaman yang bentuknya tidak beraturan. Awan cirrocumulus memiliki bentuk indah bak ombak di pantai, awan

ini juga memiliki bentuk bulat, kecil, putih, dan berbaris layaknya domba di padang rumput. Tingkat eksistensi dari awan cirrocumulus

biasanya bersamaan dengan awan cirrus dana cirrostratus sehingga membuat awan ini tampak seperti terdegradasi dengan kedua awan

tersebut ( Richard, 2016).

Cirrus Cirrostratus Cirrocumulus

Sumber: NASA, wikimedia.org, wikipedia

2.1.2. Awan Vertikal

Pembentukan awan terjadi sebagai akibat dari evaporasi atau evapotranspirasi dan transpirasi, yaitu proses evaporasi

tumbuhan. Uap air mengembun atau mengembun, yang kemudian membentuk awan. Awan ini bergerak ke tempat yang berbeda dengan

bantuan angin vertikal atau horizontal. Gerakan angin vertikal ke atas menyebabkan massa udara memuai dan menyatu (Ardhitama, 2013).

Potensi uap air dengan energi serapan air yang tinggi untuk pertumbuhan awan konveksi memberikan peluang yang baik bagi terbentuknya

awan cumulonimbus (Syaifullah, 2013). Menurut pernyataan (Renggono, 2015) awan cumulonimbus yang terbentuk secara vertikal merupakan

salah satu ciri awan hujan konvektif yang mengandung butiran air yang sangat besar dengan laju curah hujan lebih dari 10 mm/jam. Awan

hujan konvektif adalah awan hujan yang ketinggiannya sekitar 4-5 km di atas permukaan es.

Awan vertikal merupakan jenis awan dengan ketinggian yang sangat rendah, terletak di semua wilayah dari sekitar 0,5 km

hingga 1,5 km di atas permukaan laut. Jenis awan ini memberikan pemandangan yang bagus pada siang hari karena ketinggiannya yang

sangat rendah, sehingga sangat mudah dan jelas untuk diamati. Ada dua jenis awan perkembangan vertikal yaitu awan cumulus dan awan

cumulonimbus (Bety, 2018)


Cumulus Cumulonimbus

Sumber: letakastronomiindonesia, zonareferensi

2.1.2.1. Awan Cumulonimbus

Awan cumulonimbus adalah awan vertikal yang terbentuk dan tumbuh secara vertikal hingga ketinggian 60.000 kaki atau sekitar 18 km.

Penyebab munculnya awan tersebut adalah proses konveksi akibat pemanasan permukaan bumi akibat radiasi matahari dan kondisi atmosfer yang tidak

stabil (Maya, 2015). Awan cumulonimbus tergolong awan rendah dengan ketinggian dasar lebih dari 2000 m, namun awan ini terbentuk secara vertikal ke

atas dan memiliki ketinggian puncak awan lebih dari 6000 m, yang sesuai dengan posisi awan cirrus (Avia dan Haryanto, 2013). Awan cumulonimbus

merupakan jenis awan besar yang berkembang di daerah rendah. Secara umum, awan cumulonimbus bersuhu rendah dan pembentukan awan

ini mempengaruhi udara permukaan (Bety, 2018).

Awan cumulonimbus bentuknya menyerupai kubah atau menara. termasuk golongan awan pembawa hujan. Warna dasarnya

putih, namun apabila sebagian terkena sinar matahari maka akan menimbulkan bayangan berwarna kelabu. terbentuk karena proses konveksi

dan juga disebabkan oleh ketidakstabilan di lapisan atmosfer (Bety, 2018). Awan kumulonimbus adalah sebuah awan vertikal menjulang yang

sangat tinggi, padat, dan terlibat dalam badai petir dan cuaca dingin lainnya. Kumulonimbus berasal dari bahasa Latin, "cumulus" berarti

terakumulasi dan "nimbus" berarti hujan. Awan ini terbentuk sebagai hasil dari ketidakstabilan atmosfer. (Yusuf, 2012)

Cumulonimbus

Sumber: simomot
2.2. Pengaruh Awan terhadap Cuaca dan Iklim

Cuaca dan iklim adalah keadaan atau keadaan fisik atmosfer yang merupakan hasil interaksi berbagai unsur atau komponen

unsur, antara lain radiasi atau lamanya penyinaran matahari, suhu, kelembaban, tekanan udara, angin, awan, curah hujan, dan penguapan

(Sabaruddin, 2020). Awan memiliki pengaruh yang besar sebagai unsur cuaca karena pada dasarnya awan merupakan hasil luapan dari air yag

mekemudian menjadi hujan. Peluapan ini dapat terjadi dengan dua cara, ketika cuaca panas, uap air di udara lebih banyak karena air lebih

cepat menguap. Air bermuatan panas naik sampai mencapai lapisan suhu yang lebih rendah, uap mencair, dan jumlah molekul air yang tak

terbatas terbentuk (Azhar, 2016).

Perubahan iklim juga disebabkan oleh perubahan permukaan atmosfer yang pada akhrinya menyebabkan Perubahan jangka

panjang dalam pola cuaca rata-rata yang mempengaruhi iklim bumi pada skala lokal, regional, dan global (Odi, 2021). Dalam hal ini

permukaan atmosfer yang semula ditutupi oleh lapisan ozon yang kini kian menipis dan hampir terbuka, hal ini juga mempengaruhi kecepatan

siklus awan yang akan mempengaruhi siklus hidrologi (Nugroho, 2022)

2.3. Siklus Awan

Siklus awan adalah proses pergerakan air yang terus menerus dari bumi ke atmosfer dan kembali ke bumi. Hal ini sesuai

dengan pendapat (Triadmodjo, 2008) yang menyatakan bahwa siklus awan berasal dari pergerakan air dari bumi ke atmosfer. Siklus air tidak

hanya terus menerus, tetapi juga siklus terus menerus di wilayah manapun. Hal ini sejalan dengan pendapat (Wisler dan Brater, 2013) yang

menyatakan bahwa siklus air terjadi secara merata. Siklus air dimulai dengan penguapan air ke udara. Air yang menguap kemudian

mengembun di udara, yang kemudian membentuk gugusan yang disebut awan (Triadmodjo, 2008).

Awan yang terbentuk kembali ke bumi dalam bentuk hujan atau salju yang disebabkan oleh perubahan iklim dan cuaca. Hal ini sejalan

dengan pendapat (Kusuma, 2016) yang menyatakan bahwa hujan disebabkan oleh perubahan iklim dan cuaca. Beberapa tetesan air mencapai

permukaan tanah secara langsung (infiltrasi) dan beberapa mengalir sebagai air permukaan. Hal ini sejalan dengan pendapat (Nugroho, 2022)

bahwa limpasan permukaan yang dihasilkan kemudian memasuki badan air seperti sungai, danau, waduk, dan DAS hilir lainnya, mengulangi

rangkaian siklus hidrologi.


BAB III

MATERI DAN METODE

Praktikum klimatologi dengan acara alat alat klimatologi dilaksanakan pada hari rabu, 14 September 2022. Secara luring di

ruang RSG. Pengamatan klimatologi dengan bahan pengamatan awan akan berlangsung dari tanggal 20 September 2022 sampai dengan 3

Oktober 2022 selama empat belas hari. Titik observasi terletak di depan gedung mushola FPP mulai pukul 07.00 hingga 17.00 WIB.

3.1. Materi

Materi yang digunakan dalam Praktikum acara ini terdiri atas alat dan bahan. Alat yang digunakan adalah thermohygrometer.

Untuk mengukur tingkat kelembapan dan suhu pada awan yang di amati. Bahan yang digunakan ini terdiri dari komponen alat dan bahan.

Alat yang digunakan dalam praktek pengenalan instrumen klimatologi adalah pensil yang berfungsi sebagai alat dan alat untuk merekam

pengamatan, dan kamera sebagai alat untuk menyimpan gambar dari objek yang diamati.

3.2. Metode

Metode yang digunakan dalam Praktikum Klimatologi ini adalah pengukuran suhu dan kelembapan pada awan yanh di

lakukan di jam 07:00, 12:00, dan 17:00. Metode pengenalan alat klimatologi ke dalam praktek adalah bahwa alat klimatologi diamati, isu-isu

penting dari penggunaan alat dicatat, dan dokumen diformalkan.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengamatan Perawanan Minggu ke-I

Berdasarkan pengamatan awan, dan pencatatan indikator suhu, kelembaban, dan curah hujan yang tampak pada minggu ke-I

didapatkan pengelompokan data berdasarkan tabel berikut:

Tabel 1. Pengamatan Perawanan Minggu ke-I

Hari ke- Waktu pengamatan Rata-rata suhu Rata-rata

Pagi Siang Sore (°C) kelembaban (%)

1. 33,5 49

Awan Awan Cirrus Awan Cirrus


Stratocumulus
2. 33,7 61,3

Awan Nimbostratus Awan Cumulus Awan Cirrus

3. 33,5 61,3

Awan Cumulus Awan Altostratus Awan Altostratus


4. 33,6 47,6

Awan Altostratus Awan Cumulus Awan Altostratus


5. 33,2 52

Awan Cirrus Awan Cirrus Awan Alto


6. 32,9 57,3
Awan Cirrus Awan Cumulus Awan Cirrus
7. 33,2 57,6

Awan Cirrus Awan Cirrus Awan Cumulus

Rata-rata (Minggu ke-I) 33,3 55,1

Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2022.

Berdasarkan pengelompokan data pada table diatas, dapat diketahui bahwa rata-rata suhu dan kelembapan minggu ke 1 di
o
lingkungan pengamatan adalah 33,3 C dan 55,1%, dan yang paling sering muncul dipengamatan satu minggu adalah awan tinggi dengan

jenis awan cirrus dan awan cumulus, berdasarkan analisis terhadap tipe awan terhadap tinggkat suhu dan kelembapan, dapat dikatakan bahwa

jenis awan cirrus yang paling sering muncul pada pengamatan satu minggu mempengaruhi rata-rata suhu dan kelembaban yang dicatat. Hal

ini sesuai dengan pendapat Avia dan Haryanto (2013) yang menyatakan bahwa awan cirrus berada pada ketinggian 6000 m dan umumnya

terbentuk di troposfer. Awan Cirrus memiliki struktur berserat dan tipis, dan hal ini juga sesuai dengan pendapat Juraida dan Nursalam (2016)

yang mengatakan bahwa awan cirrus adalah awan tipis, bengkak, seperti kapas yang terbentuk dari kristal es.

Cirrus merupakan awan yang terlihat lembut dan halus seperti bulu dan berwarna putih hal ini didukung oleh Mulyana (2015)

yang menyatakan bahwa awan cirrus adalah suatu jenis awan yang sangat tipis, atau tersusun atas kristal-kristal es yang memiliki bentuk yang

tidak beraturan Awan cirrus terbentuk melalui dua mekanisme. Hal ini sesuai dengan pendapat Iek dan Moniaga (2014) yang menyatakan

bahwa pembentukan awan cirrus dapat terjadi melalui dua mekanisme, yaitu proses nimbus yang tebal di bawah lapisan tipis kristal es, dan

pengintian insitu kristal-kristal es di dekat tropopause yang terjadi berkaitan dengan homogeneous freezing partikel-partikel uap asam sulfur.

4.2. Pengamatan Perawanan Minggu ke-II

Berdasarkan pengamatan awan, dan pencatatan indikator suhu, kelembaban, dan curah hujan yang tampak pada minggu ke-II

didapatkan pengelompokan data berdasarkan tabel berikut:

Tabel 1. Pengamatan Perawanan Minggu ke-II

Hari ke- Waktu pengamatan Rata-rata suhu Rata-rata

Pagi Siang Sore (°C) kelembaban (%)

1. 31 77

Awan Awan Awan


2. 33,2 61,3

Awan Awan Awan


3. 29,6 68

Awan Awan Awan


4. 33,1 68,6

Awan Awan Awan


5. 29,1 82

Awan Awan Awan


6. 32,9 66

Awan Awan Awan


7. 34,3 67

Awan Awan Awan

Rata-rata (Minggu ke-II) 0 0

Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2022.

Berdasarkan pengelompokan data pada table diatas, dapat diketahui bahwa rata-rata suhu dan kelembapan minggu ke 2 di lingkungan

pengamatan adalah 0 dan 0 dan yang paling sering muncul dipengamatan satu minggu adalah awan jenis Cirrus, berdasarkan

analisis terhadap tipe awan terhadap tinggkat suhu dan kelembapan, dapat dikatakan bahwa jenis awan Cirrus yang paling sering muncul

pada pengamatan satu minggu mempengaruhi rata-rata suhu dan kelembaban yang dicatat. Hal ini sesuai dengan pendapat Sabaruddin (2012) yang

menyatakan bahwa awan Cirrus merupakan tipe awan yang paling tipis dan sulit dideteksi keberadaannya pada citra satelit. Indonesia sebagai negara tropis

diliputi oleh awan Cirrus hampir sepanjang tahun. Berdasarkan analisis pengaruh tipe awan terhadap tingkat suhu dan kelembapan, dapat dikatakan bahwa

jenis awan Cirrus yang sangat sering muncul pada pengamatan satu minggu mempengaruhi rata-rata suhu dan kelembapan yang dicatat. Hal ini didukung

oleh Hamdi dan Kaloka (2012) hal ini disebabkan karena awan Cirrus terbentuk di lapisan troposfer atas dan menarik untuk diteliti karena peranannya yang

cukup penting dalam menjaga kesetimbangan radiasi bumi melalui proses penghamburan cahaya inframerah dan cahaya tampak,melalui penyerapan

terhadap radiasi inframerah.

Awan Cirrus termasuk kategori awan tertinggi dengan ketinggian mencapai diatas 9km. Cirrus merupakan awan yang terlihat lembut dan

halus seperti bulu dan berwarna putih hal ini didukung oleh Mulyana (2015) yang menyatakan bahwa awan Cirrus adalah suatu jenis awan yang sangat
tipis, atau tersusun atas kristal-kristal es yang memiliki bentuk yang tidak beraturan awan Cirrus terbentuk melalui dua mekanisme. Hal ini seusai dengan

pendapat lek dan Moniaga (2014) yang menyatakan bahwa pembentukan awan Cirrus dapat terjadi melalui dua mekanisme, yaitu proses nimbus yang tebal

dibawah lapisan tipis kristal es,dan pengintian insitu kristal-kristal es didekat tropopause yang terjadi berkaitan dengan homogenous freezing partikel-

partikel uap asam sulfur

4.3. Perbandingan Pengamatan Minggu I dan II

Berdasarkan kedua kelompok pengamatan minggu ke-I dan II yang telah dibahas, dapat dibandingkan hasil pengamatannya berdasarkan

tabel dibawah ini:

Tabel 3. Perbandingan Pengamatan Minggu ke I dan II

Paramater Minggu ke I Minggu ke II

Suhu (°C) 33,3 0


Kelembaban (%) 55,1 0
Curah hujan (mm/hari)
Jenis awan yang paling sering muncul Awan Cirrus Awan

Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2022.

Apa sajakah yang dibahas?

Buatlah hipotesis apakah hasil pengamatan minggu ke-I dan II saling berkaitan apa tidak (hasilnya signifikan apa berbeda), bila signifikan, berikan

penjelasan yang dikaitkan dengan cuaca dan iklim di lokasi tersebut yang sedang terjadi dalam periode pengamatan kalian. Semisal, pada saat pengamatan

cuacanya berawan, dan dalam iklim basah/musim hujan, sehingga hasil parameter pengamatan minggu ke I dan II tidak berbeda/signifikan hasilnya

(karena pengamatan hanya empat belas hari). Bila hasilnya berbeda jauh, berikan penjelasan mengapa bisa seperti itu, garis bawahi parameter yang paling

menunjukkan perbedaan (suhu, kelembaban, curah hujan, atau jenis awan) dan analisis mengapa berbeda. Semua hipotesis didukung oleh sitasi yang ada.

Contoh pembahasan 🡪 Berdasarkan perbandingan pengamatan minggu ke I dan II, dapat dianalisis bahwa perbandingan pengamatan minggu ke I dan II

berdasarkan parameter yang dicatat memiliki hasil yang tidak berbeda/berbeda jauh. Hal ini disebabkan karena... (tuangkan hipotesis kalian, dan

didukung oleh sitasi)

4.4. Siklus Awan

Berdasarkan pengamatan siklus awan dan pencatatan indikator suhu, kelembaban dan curah hujan yang tampak setiap lima menit sekali pada

pagi, siang dan sore hari pengelompokan data berdasarkan tabel berikut:
Tabel 4. Pengamatan Siklus Awan

Waktu Pengamatan Rata-rata


Rata-rata
Menit ke- Suhu
Pagi Siang Sore o Kelembapan (%)
( C)

5 32,6 65,6

10 33,4 63

15 34 60,3

20 34,1 60,6

25 34,4 59,6

30 34,4 59,3

Rata-rata 33,8 61.4

Sumber : Data Primer Praktikum Klimatologi, 2020.

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan praktikum tentang pengamatan perawanan, dapat ditarik kesimpulan bahwa jenis awan yang berbeda mempengaruhi indikator

cuaca dan iklim yang terjadi pada lokasi pengamatan. Jenis awan yang sering muncul dua minggu tersebut adalah awan Cirrus yang awan ini tidak
membawa hujan didalamnya. Keadaan suhu dan kelembapan udara tergolong sedang dan cukup signifikan pergerakannya dengan awan Cirrus yang terus

mengisi disetiap waktu. Pergerakan awan terjadi pada pagi,siang dan sore hari adalah Cirrus dengan awan yang paling banyak muncul adalah awan Cirrus

yang tidak menghasilkan hujan ke permukaan bumi dan indentik dengan cuaca yang cerah

5.2. Saran

Saran yang dapat diberikan untuk menunjang hasil praktikum yang lebih baik adalah agar selalu mengawasi cuaca dan keadaan wilayah,

karena alat yang digunakan tergolong rentan akan rusak karena keadaan suatu wilayah, seperti kepanasan ataupun kedinginan

DAFTAR PUSTAKA

Adriat, R. (2015). Keterkaitan variasi sinar kosmik dengan tutupan awan. J. Positron, 5 (1) : 36 – 41.

Avia, L. Q. dan A. Haryanto, A. 2013. Penentuan suhu threshold awan hujan di

wilayah Indonesia berdasarkan data satelit MTSAT dan TRMM. J. Sains

Dirgantara, 10 (2) : 82 – 89.

Boy, P. S. 2020. Peran Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kelas II Tanjung Emas Semarang Dalam Memperkirakan dan

Menginformasikan Laporan Berita Keadaan Cuaca ke Nelayan dan Kapal Niaga Untuk Menunjang Keselamatan

Pelayaran. Karya tulis.

Juraida dan L. O. Nursalam. (2016). Penerapan model pembelajaran kooperatif

tipe think pair share (TPS) untuk meningkatkan hasil belajar geografi studi

kasus materi atmosfer pada siswa kelas X4 SMA Negeri 1 Mawasangka

Tengah. J. Penelitian Pendidikan Geografi, 1(1) : 351 – 366.

Nardi, N., A. Z. Nazori. 2016. Otomasi klasifikasi awan citra satelit mtsat dengan pendekatan fuzzy logic.

Nugraheny, D. 2015. Metode nilai jarak guna kesamaan atau kemiripan ciri suatu citra (kasus deteksi awan cumulonimbus menggunakan

principal component analysis). J. Angkasa, 2 (2) : 21 – 30.


Avia, L. Q. dan Haryanto, A. (2013). Penentuan suhu threshold awan hujan di

wilayah indonesia berdasarkan data satelit MTSAT dan TRMM. J. Sains

Dirgantara, 10 (2) : 82 – 89.

Rozi, M. F. 2019. Prediksi pertumbuhan awan cumulonimbus pada citra himawari ir enhanced menggunakan deep echo state network

(deepesn). Undergraduate thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya.

Syaifullah, M. D. (2013). Kondisi curah hujan pada kejadian banjir Jakarta dan

analisis kondisi udara atas wilayah Jakarta Bulan Januari – Februari 2013.J.

Sains dan Teknologi Modifikasi Cuaca, 14(1) : 19 – 27.

Hamdi,S.,dan S.Kaloka.2012. Pengamatan awan Cirrus subvisible diatas Bandung menggunakan raman lidar ( studi kasus : bulan September

2000). J. Sains Dirgantara,2 (1). 20-39

Sabaruddin, L. (2012). Agroklimat Aspek-aspek Klimat untuk Sistem Budidaya

Tanaman. Penerbit Alfabeta, Jakarta.

Saputra, A. D., I. Muthohar, S. Priyanto, dan M. Bhinnety. 2015. Pengaruh kondisi cuaca penerbangan terhadap beban kerja mental pilot. J.

Transportasi, 15 (3) : 159 – 168.

Susanti, I., L. R. Tursilowati, dan N. Cholianawati. 2014. Analisis pengaruh aerosol pada awan di Indonesia. J. Sains Dirgantara, 12 (1) : 22 –

31.

Syaifullah, M. D. (2013). Kondisi curah hujan pada kejadian banjir Jakarta dan

analisis kondisi udara atas wilayah Jakarta Bulan Januari– Februari 2013. J. Sains dan Teknologi Modifikasi Cuaca, 14(1) :

19 – 27.

Y lek, I. Moniaga, Sabua. 2014. Jurnal Lingkungan Binaan dan Arsitektur.

Yudha, K., Tiara, A., Fadhlil, R. M. 2017. Jurnal Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, 4 (2)

Nelfia, H., dan Supriyadi, S. (2013). Hujan Sumber Kehidupan. Bestari Kids,

Jakarta Timur.

Mulayana, E. 2015 . Analisis cuaca pada saat pelaksaan TMC Penanggulangan banjir Jakarta Januari Februari 2014. J. Sains dan Teknologi

Modifikasi Cuaca, 16(1) : 15-20.

Platridge,, G. W., W . J . King., dan C. M. R. Platt. 2016. Studi kasus pertumbuhan partikel es di awan altrostratus fase campuran. J.

Meteorologi Australia, 24(4) : 149-154.


Tjasyono, B. 2012. Mikrofisika awan dan hujan. Badan meteorologi klimatologi dan geofisika, Jakarta.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Form Pengamatan Indikator Cuaca dan Iklim Harian

Hari Suhu Rata-rata Kelembaban (pukul) Rata-rata


ke- (pukul)

7 12 17 7 12 17

1 33,5 49
2 33,7 61,3
3 33,5 61,3
4 33,6 47,6
5 33,2 52
6 32,9 57,3
7 33,2 57,6
8 29,0 32,9 31,1 31 77 71 83 77
9 34,0 35,9 29,7 33,2 81 44 59 61,3
10 29,6 29,6 29,8 29,6 78 58 68 68
11 30,8 37,9 30,6 33,1 77 63 66 68,6
12 27,4 30,3 29,7 29,1 91 74 84 82
13 30,4 38,3 30,1 32,9 82 40 76 66
14 28,5 45,1 29,5 34,3 93 34 74 67

Sumber : Data Primer Praktikum Klimatologi, 2022.

Lampiran 2. Form Pengamatan Indikator Cuaca dan Iklim Minggu ke-I

Parameter Hari ke- Rata-rata

1 2 3 4 5 6 7

Suhu (°C)
Kelembapan (%)

Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2022.


Lampiran 3. Form Pengamatan Indikator Cuaca dan Iklim Minggu ke-II

Parameter Hari ke- Rata-rata

1 2 3 4 5 6 7

Suhu (°C)
Kelembapan (%)

Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2022.

Lampiran 4. Perbandingan Pemangatan Minggu

Parameter Minggu ke I Minggu ke II

Suhu (˚C)

Kelembaban (%)

Jenis awan yang paling sering muncul

Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2022.

Lampiran 5. Suhu dan Kelembaban Siklus Awan

Menit Suhu Rata-rata Kelembaban (pukul) Rata-rata

ke- (pukul)

7 12 17 7 12 17

5 29,5 38,7 29,8 32,6 74 44 79 65,6

10 29,5 41,9 29,0 33,4 72 36 81 63

15 29,8 43,0 29,3 34 68 34 79 60,3

20 30,0 43,1 29,2 34,1 70 33 79 60,6

25 30,5 43,7 29,0 34,4 67 32 80 59,6

30 30,6 43,6 29,0 34,4 66 32 80 59,3

Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2022.

Anda mungkin juga menyukai