Anda di halaman 1dari 20

MENINGKATKAN PENGETAHUAN PASIEN MENGENAI PENGGUNAAN OBAT DI

RUMAH MELALUI SISTEM E-PIO (PELAYANAN INFORMASI OBAT DI WILAYAH


GROGOL SELATAN)

Disusun oleh :

Pritta Adrianne Pertamawati, S.Farm, Apt


NIP 102038199202222016030126

PUSKESMAS KECAMATAN KEBAYORAN LAMA


SUKU DINAS KESEHATAN JAKARTA SELATAN
PROVONSI DKI JAKARTA
TAHUN 2023
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Makalah :

“MENINGKATKAN PENGETAHUAN PASIEN MENGENAI PENGGUNAAN OBAT DI


RUMAH MELALUI SISTEM E-PIO (PELAYANAN INFORMASI OBAT DI WILAYAH
GROGOL SELATAN)”

Disusun untuk memenuhi syarat mengikuti

Pemilihan Tenaga Kesehatan Teladan Tingkat Suku Dinas Jakarta Selatan

Tahun 2023

Disusun oleh :

Pritta Adrianne Pertamawati, S.Farm, Apt


NIP 102038199202222016030126

Pengesahan
Kepala Puskesmas Kecamatan Kebayoran Lama

drg. Avy Permata Sari,Sp.KGA, MARS


NIP 196805141994022002

ii
BIODATA PESERTA

Nama : Pritta Adrianne Pertamawati

NIP : 102038199202222016030126

Tempat/Tanggal lahir : Bogor / 22 Februari 1992

Alamat : Jalan Nangka Raya NO.3 RT: 004 RW: 009


Kel: Parung Panjang Kec: Parung Panjang
Kabupaten Bogor Barat 16360
Nomor STR : 19920222/STRA-UNJANI/2015/242480

Nomor SIP : 27/B.19/31.74.05.1006.03.004.C.I/3/-1.779.3/e/2020

Nama Puskesmas : Puskesmas Kelurahan Grogol Selatan

Alamat Puskesmas : Jl. Kubur Islam No.55, RT.10/RW.10 12220


Daerah Khusus Ibukota Jakarta Daerah
Khusus Ibukota Jakarta

Pendidikan Formal :
Lulus Tahun

1. SD Negeri Perumnas BP 2003

2. SMP Negeri 01 Parung Panjang, Kabupaten Bogor 2006

3. SMA Negeri 05 Kota Bogor 2009

4. Strata Satu (S1) Farmasi 2013

Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah


Prof.DR.Hamka
5. Profesi Apoteker 2015

Universitas Jenderal Achmad Yani, Program Studi Profesi Apoteker , CImahi

Riwayat Pekerjaan :

1. 02 Maret 2015 – 31 Maret 2015 Praktek Kerja di APotek Kimia Farma 167 Cimahi, bandung

2. 01 Maret 2016 – Desember 2019 Puskesmas Kecamatan Kebayoran Lama

3. 01 Januari 2020 – sekarang Puskesmas Kelurahan Grogol Selatan

iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia - Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
bertema “Meningkatkan Pengetahuan Pasien Mengenai Penggunaan Obat Di Rumah
Melalui Sistem E-Pio (Pelayanan Informasi Obat Di Wilayah Grogol Selatan)”.
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam
pemilihan tenaga kesehatan teladan tingkat Suku Dinas Jakarta Selatan Tahun 2023. Dalam
proses penyelesaian makalah penulis mendapatkan bimbingan dan arahan dari berbagai
pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :

1. drg. Avy Permata Sari,Sp.KGA, MARS, selaku Kepala Puskesmas Kecamatan


Kebayoran Lama
2. dr. Fitria Rosyada Rachmawati, selaku Wakil Manajemen Mutu Puskesmas
Kecamatan Kebayoran Lama
3. dr. Rabiatul Hasanah, selaku Ketua Tim Inovasi Puskesmas Kecamatan
Kebayoran Lama
4. dr. Milanda, selaku Kasatpel UKP Puskesmas Kecamatan Kebayoran Lama

5. dr. Eka Mayrina Sari, selaku Kepegawaian Puskesmas Kecamatan Kebayoran


Lama

Penulis menyadari makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca, khususnya dalam menurunkan tingginya obat kadaluwarsa yang ditemukan di
rumah warga di wilayah Kebayoran Lama.
Jakarta, Maret 2023
Penulis

Pritta Adrianne Pertamawati

4
DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan................................................................................................
Biodata....................................................................................................................
Kata Pengantar........................................................................................................
Daftar isi..................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................................
1.2 Identifikasi Masalah............................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................................
1.4 Manfaat Penulisan.............................................................................................
1.5 Visi dan Misi.......................................................................................................
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian Obat.................................................................................................
2.2 Pengolongan Obat.............................................................................................
2.3 Obat Kadaluwarsa.............................................................................................
2.4 Pengelolaan Obat..............................................................................................
2.5 Dagusibu............................................................................................................
2.6 Pengetahuan......................................................................................................
BAB III KERANGKA PIKIR
3.1 Permasalahan....................................................................................................
3.2 Bagan Kerangka Pikir........................................................................................
3.3 Rencana Kegiatan.............................................................................................
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Analisis Daftar Solusi.........................................................................................
4.2 Pelaksanaan Kegiatan.......................................................................................
4.3 Evaluasi Hasil Kegiatan.....................................................................................
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan........................................................................................................
5.2 Saran.................................................................................................................

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang optimal, sudah
tentu mutlak diperlukan suatu pelayanan yang bersifat terpadu komprehensiv
dan profesional dari para profesi kesehatan. Rumah sakit adalah merupakan
salah satu unit/instansi kesehatan yang sangat vital dan strategis dalam
melayani kesehatan masyarakat, dimana aspek pelayanan sangatlah
dominan dan menentukan.
Pelayanan kefarmasian merupakan bagian integral dari sistem pelayanan
kesehatan yang tidak terpisahkan, salah satu aspek pelayanan kefarmasian
yaitu pelayanan informasi obat yang diberikan oleh apoteker kepada pasien
dan pihak-pihak terkait lainya. Informasi obat adalah suatu bantuan bagi
dokter dalam pengambilan keputusan tentang pilihan terapi obat yang paling
tepat bagi seorang pasien. Pelayanan informasi obat yang diberikan tersebut
tentulah harus lengkap, obyektif, berkelanjutan dan selalu baru up to date.
Dengan pelaksaan pelayanan informasi obat yang rasional dirumah sakit.
Mengingat demikian pentingnya fungsi dari pelayanan informasi obat
dirumah sakit, maka diperlukan suatu acuan atau pedoman. Maka dari itu
makalah ini dibuat oleh penyusun dan dijelaskan berdasarkan sumber yang
didapatkan.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Untuk menghindari adanya kesimpang siuran dalam makalah ini, maka
kami membatasi masalah-masalah yang akan dibahas diantaranya :
1.2.1 Apa definisi dari Pelayanan informasi obat?
1.2.2 Apa ruang lingkup dari pelayanan informasi obat ?
1.2.3 Apa saja sumber-sumber informasi obat ?
1.2.4 Apa metode pelayanan informasi obat ?
1.2.5 Apa tujuan dan prioritas pelayanan informasi obat ?
1.2.6 Apa fungsi-fungsi pelayanan informasi obat ?
1.2.7 Apa sasaran dari informasi obat ?
1.2.8 Apa kategori dari informasi obat ?

6
1.3 TUJUAN DAN MANFAAT
Dalam penyusunan makalah ini saya memiliki beberapa tujuan dan
manfaat :
1.3.1 Agar mahasiswa/mahasiswi dapat mengetahui dan memahami
definisi dari Pelayanan informasi obat.
1.3.2 Agar mahasiswa/mahasiswi dapat mengetahui dan memahami ruang
lingkup dari pelayanan informasi obat.
1.3.3 Agar mahasiswa/mahasiswi dapat mengetahui dan memahami
sumber-sumber informasi obat.
1.3.4 Agar mahasiswa/mahasiswi dapat mengetahui dan memahami
metode pelayanan informasi obat.
1.3.5 Agar mahasiswa/mahasiswi dapat mengetahui dan memahami tujuan
dan prioritas pelayanan informasi obat.
1.3.6 Agar mahasiswa/mahasiswi dapat mengetahui dan memahami
fungsi-fungsi pelayanan informasi obat.
1.3.7 Agar mahasiswa/mahasiswi dapat mengetahui dan memahami
kategori pelayanan informasi obat.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI PELAYANAN INFORMASI OBAT

7
Kemenkes no 1197 tahun 2004 BAB VI mendefinisikan PIO sebagai
kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk memberikan
informasi secara akurat, tidak bias, dan terkini baik kepada dokter, apoteker,
perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien1. Kegiatan yang dilakukan
dalam PIO dapat berupa :
a. Pemberian informasi kepada konsumen secara aktif maupun pasif melalui
surat, telfon, atau tatap muka
b. Pembuatan leaflet, brosur, maupun poster terkait informasi kesehatan
c. Memberikan informasi pada Panitia Farmasi Terapi (PFT) dalam
penyususnan formularium Rumah Sakit
d. Penyuluhan
e. Penelitian
Informasi yang diberikan pada pasien dapat berupa waktu
penggunaan, lama penggunaan, cara penggunaan obat yang benar, efek
yang timbul dari pengobatan, cara penyimpanan obat, serta informasi penting
lainnya seperti efek samping, interaksi obat, kontra indikasi, atau kondisi
tertentu seperti hamil dan menyusui2.
Keputusan Dirjen Bina Farmasi dan Alat Kesehatan No
HK.00.DJ.II.924 menuliskan prosedur tetap dalam PIO:
a. Menyediakan dan memasang spanduk, poster, booklet, leaflet yang berisi
informasi obat pada tempat yang mudah dilihat oleh pasien.
b. Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tertulis, langsung atau tidak
langsung dengan jelas dan mudah dimengerti, tidak bias, etis dan
bijaksana melalui penelusuran literatur secara sistematis untuk
memberikan informasi yang dibutuhkan.
c. Mendokumentasikan setiap kegiatan pelayanan informasi obat secara
sistematis.
2.2 RUANG LINGKUP PELAYANAN INFORMASI OBAT
Ruang lingkup jenis pelayanan informasi rumah sakitdi suatu rumah
sakit, antara lain3:
a. Pelayanan informasi obat untuk menjawab pertanyaan
1 Anonim, 2004, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1197/Menkes/Sk/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi Di Rumah Sakit.
2 Anonim, 2006, Keputusan Direktur Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan
No.Hk.00.Dj.Ii.924 entang Pembentukan Tim Penyusun Pedoman Pelayanan Kefarmasian Di
Puskesmas.

8
b. Pelayanan informasi obat untuk mendukung kegiatan panitia farmasi dan
terapi.
c. Pelayanan informasi obat dalam bentuk publikasi.
d. Pelayanan informasi obat  untuk edukasi.
e. Pelayanan informasi obat untuk evaluasi penggunaan obat.
f. Pelayanan informasi obat dalam studi obat investigasi.
2.3 SUMBER INFORMASI OBAT
Sumber informasi obat adalah Buku Farmakope Indonesia, Informasi
Spesialite Obat Indonesia (ISO), Informasi Obat Nasianal Indonesia (IONI),
Farmakologi dan Terapi, serta buku-buku lainnya. Informasi obat juga dapat
diperoleh dari setiap kemasan atau brosur obat yang berisi :
1. Nama dagang obat jadi
2. Komposisi
3. Bobot, isi atau jumlah tiap wadah
4. Dosis pemakaian
5. Cara pemakaian
6. Khasiat atau kegunaan
7. Kontra indikasi (bila ada)
8. Tanggal kadaluarsa
9. Nomor ijin edar/nomor regristasi
10. Nomor kode produksi
11. Nama dan alamat industri
Sumber informasi obat mencakup dokumen, fasilitas, lembaga, dan
manusia. Dokumen mencakup pustaka farmasi dan kedokteran, terdiri atas
majalaj ilmiah, buku teks, laporan penelitian, dan farmakope. Fasilitas
mencakup fasilitas ruangan, peralatan, computer, internet, perpustakaan dan
lain-lain. Lembaga mencakup industri farmasi, Badan POM, pusat informasi
obat, pendidikan tinggi farmasi, organisasi profesi dokter dan apoteker.
Manusia mencakup dokter, dokter gigi, perawat, apoteker, dan profesional
kesehatan lainnya di rumah sakit. Apoteker yang mengadakan pelayanan
informasi obat harus mempelajari juga cara terbaik menggunakan berbagai
sumber tersebut. Pustaka obat digolongkan dalam empat kategori, yaitu:
1. Pustaka primer

3 Siregar, Charles. JP., 2004. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Cetakan. I, Penerbit
EGC: Jakarta.

9
Sumber pustaka primer adalah artikel orisinil yang dipublikasikan
atau yang tidak dipublikasikan penulis atau peneliti, yang memperkenalkan
pengetahuan baru atau peningkatan pengetahuan yang telah ada tentang
suatu persoalan. Sumber pustaka primer ini termasuk hasil penelitian, laporan
kasus, juga studi evaluatif, dan laporan deskriptif. Pustaka primer memberikan
dasar untuk pustaka sekunder dan tersier. Artikel dalam majalah ilmiah adalah
yang paling sering disebut sebagai contoh sumber pustaka primer, walaupun
semua artikel dalam majalah ilmiah bukan merupakan sumber pustaka primer.
Contoh pustaka primer lain termasuk prosiding seminar, buku catatan
laboratorium, korespondensi, seperti surat dan memo, tesis, disertasi, dan
laporan teknis (Siregar dan Lia, 2003)4.
Sumber pustaka primer memberikan informasi paling mutakhir
tentang pokok tertentu pada waktu tertentu karena karya itu merupakan
refleksi pengamatan penulis saja, hasilnya tidak diinterpretasikan.
Keterbatasan utama dari sumber pustaka primer adalah ketidakpraktisan.
Dalam pustaka primer, seseorang tidak dapat secara efisien mencari
informasi khusus, kecuali orang itu memiliki pengetahuan yang dalam tentang
organisasi dan jenis pustaka. Dalam banyak situasi, apoteker harus
menelusur kembali pustaka primer untuk menjawab suatu pertanyaan spesifik
penderita. Kemampuan dalam hal penelusuran kembali dan interpretasi
pustaka primer memerlukan pengalaman melalui praktik yang terus-menerus.
Satu cara agar apoteker terbuka kepada pustaka primer adalah membaca
sendiri. Semua apoteker harus memenuhi suatu komitmen profesional, yaitu
tetap mutakhir. Salah satu mekanisme untuk untuk mencapai hal tersebut
adalah membaca majalah ilmiah secara tetap. Ada dua contoh pertanyaan
informasi obat tertentu yang sering timbul di rumah sakit, yaitu tentang
penggunaan obat baru dari obat yang dipasarkan atau obat yang baru-baru ini
dilaporkan menimbulkan efek merugikan. Penggunaan pustaka primer sering
kali perlu untuk dapat menjawab pertanyaan tersebut (Siregar dan Lia, 2003).
Contoh beberapa sumber informasi primer: Annals of Pharmacotherapy,
British Medical Journal, Journal of American Medical Association (JAMA),
Journal of Pediatrics, New England Journal of Medicine (Siregar dan Endang,
2006)5.

4 Siregar dkk. 2003. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Buku Kedokteran EGC : Jakarta.
5 Siregar, Charles .2006. Farmasi klinik,teori dan penerapan. EGC : Jakarta.

10
2. Pustaka sekunder
Pustaka sekunder memuat berbagi abstrak, yang merupakan sistem
penelusuran kembali untuk pustaka primer dan digunakan untuk menemukan
artikel pustaka primer. Informasi yang diperoleh dari pustaka sekunder
tersendiri jarang digunakan untuk keputusan klinik. Dengan pustaka sekunder,
memungkinkan paoteker memasuki multi sumber informasi secara cepat dan
efisien. Informasi dalam pustaka sekunder dikatagorikan atau diindekskan dan
diabstrak dari sumber pustaka primer. Dalam tahun-tahun akhir ini, sumber ini
terutama telah dapat diperoleh melalui penelusuran komputer. Sumber
informasi sekunder adalah rumit dan sering memerlukan pelatihan tambahan
untuk penggunaannya (Siregar dan Lia, 2003). Contoh beberapa sumber
informasi sekunder: Inpharma, International Pharmaceutical Abstract (IPA),
Medline, Pharmline (Kurniawan dan Chabib, 2010)6.
3. Pustaka tersier
Pustaka tersier biasanya dikaitkan dengan buku teks atau acuan
umum. Sumber ini menyoroti data yang diterima secara luas dari pustaka
primer; mengevaluasi informasi ini dan menerbitkan hasilnya. Sumber pustaka
tersier termasuk buku teks atau “data base”, kajian artikel, kompendia, dan
pedoman praktis. Sumber pustaka tersier adalah acuan pustaka yang paling
umum digunakan, mudah dimasuki, dan biasanya dapat memenuhi
kebanyakan permintaan informasi obat spesifik penderita. Lagipula, sumber
tersier memberikan informasi yang disusun dan dievaluasi dari acuan pustaka
yang banyak dan dinyatakan dalam suatu cara yang praktis. Karena banyak
ahli memberi kontribusi pada sumber ini, penggunaan dan interpretasi
informasi diperkaya (Siregar dan Lia, 2003).
Keterbatasan utama dari pustaka tersier adalah ketinggalan waktu
beberapa bulan bahkan sampai mungkin beberapa tahun. Apabila informasi
atau pandangan paling mutakhir dibutuhkan, diperlukan sumber pustaka
sekunder dan primer. Seoran penulis mempunyai hak prerogative untuk
memasukkan atau mengeluarkan informasi sehingga tidak semua bagian dari
pustaka primer perlu menjadi bagian dari pustaka tersier. Informasi dalam
sumber pustaka tersier mencerminkan pandangan dari penulis yang dapat

6 Kurniawan, W. K., dan Chabib, L. 2010. Pelayanan Informasi Obat Teori dan Praktik, Graha
Ilmu. Yogyakarta.

11
menghasilkan salah interpretasi dari pustaka primer, dan melalui
ketidaksetujuan (Siregar dan Lia, 2003). Contoh beberapa sumber informasi
tersier: Textbook of Advers Reactions, Drug Information full text, Handbook of
Clinical Drug Data, Drug Facts and Comparison, dan AHFS DI (Siregar dan
Endang, 2006).
Pada umumnya, sumber pustaka primer mengandung informasi yang
paling mutakhir, sedang pustaka sekunder dan tersier karena mengandung
abstrak dan acuan dari sumber primer, mempunyai informasi yang kurang
mutakhir. Sumber pustaka sekunder dan tersier, kemungkinan kurang akurat
atau kurang dapat dipercaya karena informasi dalam kedua sumber tersebut
dibuat melalui transformasi oleh berbagai penulis dan / atau penerbit, guna
mencapai format yang diperlukan (Siregar dan Lia, 2003).
4. Sumber lain
Sumber informasi lain mencakup sumber yang tidak termasuk
kategori pustaka primer, sekunder, atau tersier; misalnya, komunikasi dengan
tenaga ahli, manufaktur, dan brosur penelitian. Komunikasi tenaga ahli terdiri
atas informasi yang tidak dipublikasikan yang diperoleh khusus dari seorang
tenaga ahli. Komunikasi ini dapat merupakan suatu pendapat didasarkan
pada pengalaman tenaga ahli tersebut atau berdasarkan data dari suatu studi
evaluatif pendahuluan yang dipublikasikan (Siregar dan Lia, 2003).
Brosur penelitili, kadang-kadang berhubungan dengan suatu
monografi penelitian, adalah informasi tentang obat investigasi. Industri
farmasi tidak diperkenankan memberikan informasi umum tentang obat
investigasi, tetapi mereka dapat memberikan monografi tentang zat aktif
individu kepada peneliti yang melakukan penelitian tentang zat itu. Brosur ini
mengandung sejumlah besar informasi tentang produk mencakup
farmakologi, farmakokinetik, efek klinis yang diketahui, kejadian merugikan
yang diketahui, dosis yang direkomendasikan, prosedur pemberian,
persyaratan penyimpanan, stabilitas dan pustaka (Siregar dan Endang,
2006).
2.4 METODE PELAYANAN INFORMASI OBAT
1. Pelayanan informasi obat dilayani oleh apoteker selama 24 jam atau on
call disesuaikan dengan kondisi rumah sakit.
2. Pelayanan informasi obat dilayani oleh apoteker pada jam kerja, sedang
diluar iam kerja dilayani oleh apoteker instalasi farmasi

12
yang sedang tugas jaga.
3. Pelayanan informasi obat dilayani oleh apoteker pada jam kerja, dan tidak
ada pelayanan informasi obat diluar jam kerja.
4. Tidak ada petugas khusus pelayanan informasi obat, dilayani oleh semua
apoteker instalasi farmasi, baik pada jam kerja maupun diluar jam kerja.
5. Tidak ada apoteker khusus, pelayanan informasi obat dilayani oleh semua
apoteker instalasi farmasi di jam kerja dan tidak ada pelayanan informasi
obat diluar jam kerja. (Direktorat jendral pelayanan kefarmasian dan alat
kesehatan departemen kesehatan RI : 2006)7.
2.5 TUJUAN DAN PRIORITAS PELAYANAN INFORMASI OBAT
2.5.1 TUJUAN PELAYANAN INFORMASI OBAT
1. Mendorong penggunaan obat secara :
a. Efektif
Efektif yaitu tercapainya tujuan terapi secara optimal, termasuk
juga efektivitas biaya, yang ditandai dengan keluaran positif lebih besar
dari pada keluaran negatif.
b. Aman
Aman berarti bahwa efek obat yang merugikan dapat
diminimalkan dan tidak membahayakan pasien.
c. Rasional
Rasional yaitu bahwa pengobatan dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah, sehingga dengan adanya pelaksanaan pelayanan
informasi obat diharapkan obat yang diberikan kepada pasien dapat
memenuhi kriteria, yaitu tepat pasien, tepat dosis, tepat rute pemberian,
dan tepat cara penggunaan.
2. Memberikan pelayanan terhadap kebutuhan informasi obat untuk setiap
sektor profesi tenaga kesehatan dan berkontribusi aktif dalam
pertumbuhan komunitas masyarakat yang membutuhkan informasi obat.
2.5.2 PRIORITAS PELAYANAN INFORMASI OBAT
Sasaran utama pelayanan informasi obat adalah penyempurnaan
perawatan pasien melalui terapi obat yang rasional. Oleh karena itu,
prioritas harus diberikan kepada permintaan informasi obat yang paling

7 Direktorat jendral pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan departemen kesehatan RI : 2006

13
memoengaruhi secara langsung pada perawatan pasien. prioritas untuk
permintaan informasi obat diurutkan sebagai berikut8:
a. Penanganan/pengobatan darurat pasien dalam situasi hidup atau mati
b. Pengobatan pasien rawat tinggal dengan masalah terapi obat khusus
c. Pengobatan pasien ambulatori dengan masalah terapi obat khusus
d. Bantuan kepada staf profesiional kesehatan untuk penyelaesaian
tanggung jawab mereka
e. Keperluan dari berbagai fungsi PFT
f. Berbagai proyek penelitian yang melibatkan penggunaan obat.
2.6 FUNGSI-FUNGSI PELAYANAN INFORMASI OBAT
Seluruh jawaban yang diberikan oleh Pelayanan Informasi Obat harus
didokumentasikan sebagai catatan dari kegiatan yang dilakukan maupun
sebagai informasi yang berguna bagi pertanyaan berikutnya dan evaluasi
terhadap kegiatan pelayanan informasi obat dan program jaminan mutu9.
1. Umpan Balik
Permintaan informasi sebaiknya ditinda lanjuti baik secara langsung
maupun melalui mekanisme umpan balik. Hal ini dapat membantu dalam
menentukan hasil dan apakah informasi yang diberikan telah mengenai
sasaran. Informasi umpan balik penting sebagai ukuran jaminan mutu serta
dalam kaitan dengan tanggung jawab profesional.
2. Kerahasiaan Informasi
Informasi yang diberikan oleh industri farmasi termasuk data formulasi,
data efek samping atau data obat investigasi yang diberikan untuk
kenyamanan pasien harus bersifat rahasia. Informasi obat seperti ini hanya
digunakan untuk kondisi yang memungkinkan untuk dipublikasikan atau tidak.
Apoteker informasi obat mempunyai tanggung jawab untuk menyimpan
sumber informasi rahasia kepada penanya. Informasi yang berhubungan
dengan pasien harus dirahasiakan. Ketika pasien diberikan informasi khusus
lainnya sebagai tambahan informasi yang diperlukan pasien seperti literatur,
publikasi dan lain lain, identitas pasien harus disimpan. Identitas pasien harus
dirahasiakan dari pihak lain kecuali ada persetujuan dari pasien.
Dan fungsi-fungsi pelayanan informasi obat yang lainnya yaitu :
a. Mengkoordinasikan pemantauan dan pelayanan ESO.

8 Siregar, Charles. JP., 2004. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Cetakan. I, Penerbit
EGC: Jakarta.
9 Direktorat jendral pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan departemen kesehatan RI : 2006

14
b. Memberikan respon terhadap pertanyaan tentang obat
c. Memberikan masukan terhadap komite farmasi dan terapi di RS
d. Drug utilization review ( DUR ) / drug utilization review evaluation (DUE)
e. Pelaporan efek samping obat ( ESO )
f. Konseling pasien
g. Pembuatan buletin / news leter
h. Edukasi
i. Riset danpenelitian
2.7 SASARAN INFORMASI OBAT
Yang dimaksud dengan sasaran informasi obat adalah orang,
lembaga, kelompok orang, kepanitiaan, penerima informasi obat, seperti
yang tertera dibawah ini :
A. Dokter
Dalam proses penggunaan obat, pada tahap penetapan pilihan obat
serta regimennya untuk seorang pasien tertentu, dokter memerlukan
informasi dari apoteker  agar ia dapat membuat keputusan yang rasional.
Informasi obat diberikan langsung oleh apoteker, menjawab pertanyaan
dokter melalui telepon atau sewaktu apoteker menyertai tim medis dalam
kunjungan ke ruang perawatan pasiean atau dalam konferensi staf medis
(Siregar, 2004)10.
B. Perawat
Dalam tahap penyampaian atau distribusi oabt kepada PRT dalam
rangkaian proses penggunaan obat, apoteker memberikan informasi obat
tentang berbagai aspek oabt pasien, terutama tentang pemberian obat.
Perawat adalah profesional kesehatan yaang paling banyak berhubungan
dengan pasien karena itu, perawatlah yang pada umumnya yang pertama
mengamati reaksi obat merugikan atau mendengar keluhan mereka.
Apoteker adalah yang paling siap, berfungsi sebai sumber informasi bagi
perawat. Informasi yang dibutuhkan perawat pada umumnya harus praktis,
seera, dan ringkas, misalnya frekuensi pemberian dosis, metode pemberian
obat, efek samping yang mungkin, penyimpanan obat, inkompatibilitas
campuran sediaan intravena, dll (Siregar, 2004).

10 Siregar, Charles. 2004. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Cetakan I. Penerbit
EGC: Jakarta.

15
C. Pasien
Informasi yang dibutuhkan pasien, pada umumnya adalah informasi
praktis dan kurang ilmiah dibandingkan dengan informasi yang dibutuhkan
profesional kesehatan. Informasi obat untuk PRT diberikan apoteker sewaktu
menyertai kunjungan tim medik ke ruang pasien; sedangkan untuk pasien
rawat jalan, informasi diberikan sewaktu penyerahan obatnya. Informasi obat
untuk pasien pada umumya mencangkup cara penggunaan obat, jangka
waktu penggunaan, pengaruh makanan pada obat, penggunaan obat bebas
dikaitkan dengan resep obat, dan sebagainya (Siregar, 2004).
D. Apoteker
Setiap apoteker suatu rumah sakit masing-msaing mempunyai tugas
atau fungsi tertentu, sesuai dengan pendalaman pengetahuan pada bidang
tertentu. Apoteker yang langsung berinteraksi dengan profesional kesehatan
dan pasien, seing menerima pertanyaan mengenai informasi obat dan
pertanyaan yang tidak dapat dijawabnya dengan segera, diajukan kepada
sejawat apoteker yang lebih mendalami pengetahuan informasi obat.
Apoteker apotek dapat meminta bantuan informasi obat dari sejawat di
rumah sakit (Siregar, 2004).
E. Kelompok, Tim, Kepanitiaan, dan Peneliti
Selain kepada perorangan, apoteker juga memberikan informasi obat
kepada kelompok profesional kesehatan, misalnya mahasiswa, masyarakat,
peneliti, dan kepanitiaan yang berhubungan dengan obat. Kepanitiaan di
rumah sakit yang memerlukan informasi obat antara lain, panitia farmasi dan
terapi, panitia evaluasi penggunaan obat, panitia sistem pemantauan
kesalahan obat, panitia sistem pemantauan dan pelaporan reaksi obat
merugikan, tim pengkaji penggunaan oabt retrospektif, tim program
pendidikan “in-service” dan sebagainya (Siregar, 2004).

2.8 KATEGORI PELAYANAN INFORMASI OBAT


a. Menjawab pertanyaan spesifik yang diajukan melalui telpon, surat atau
tatap muka.
b. Meyiapkan materi brosur atau leflet informasi obat (pelayanan cetak
ulang atau re print).

16
c. Konsultasi tentang cara penjagaan terhadap reaksi ketidakcocokan obat,
konsep-konsep obat yang sedang dalam penelitian atau peninjauan
penggunaan obat-obatan.
d. Mendukung kegiatan panitia farmasi terapi dalam menyusun formularium
rumah sakit dan meninjau terhadap obat-obat baru yang diajukan untuk
masuk dalam formularium rumah sakit.

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

17
3.1.1 PIO adalah suatu kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk
memberikan informasi secara akurat, tidak bias, dan terkini baik kepada
dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.
3.1.2 Sumber informasi obat mencakup dokumen, fasilitas, lembaga, dan
manusia. Dokumen mencakup pustaka farmasi dan kedokteran, terdiri
atas majalaj ilmiah, buku teks, laporan penelitian, dan farmakope.
Pustaka obat digolongkan dalam empat kategori, yaitu:
1. Pustaka primer
2. Pustaka sekunder
3. Pustaka tersier
3.1.3 Metode pelayanan informasi obat terdiri dari :
a. Pelayanan informasi obat dilayani oleh apoteker selama 24 jam atau
on call disesuaikan dengan kondisi rumah sakit.
b. Pelayanan informasi obat dilayani oleh apoteker pada jam kerja,
sedang diluar iam kerja dilayani oleh apoteker instalasi farmasi yang
sedang tugas jaga.
c. Pelayanan informasi obat dilayani oleh apoteker pada jam kerja, dan
tidak ada pelayanan informasi obat diluar jam kerja.
d. Tidak ada petugas khusus pelayanan informasi obat, dilayani oleh
semua apoteker instalasi farmasi, baik pada jam kerja maupun diluar
jam kerja.
e. Tidak ada apoteker khusus, pelayanan informasi obat dilayani oleh
semua apoteker instalasi farmasi di jam kerja dan tidak ada pelayanan
informasi obat diluar jam kerja.
3.1.3 Tujuan pelayanan informasi obat yaitu :
a. Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga
kesehatan di lingkungan rumah sakit.
b. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang
berhubungan dengan obat, terutama bagi Panitia/Komite Farmasi dan
Terapi.
c. Meningkatkan profesionalisme apoteker.
d. Menunjang terapi obat yang rasional
3.1.4 Fungsi-fungsi pelayanan informasi obat yang lainnya yaitu :
a. Mengkoordinasikan pemantauan dan pelayanan ESO.
b. Memberikan respon terhadap pertanyaan tentang obat

18
c. Memberikan masukan terhadap komite farmasi dan terapi di RS
d. Drug utilization review ( DUR ) / drug utilization review evaluation
(DUE)
e. Pelaporan efek samping obat ( ESO )
f. Konseling pasien
g. Pembuatan buletin / news leter
h. Edukasi
i. Riset danpenelitian
3.1.5 Yang dimaksud dengan sasaran informasi obat adalah orang, lembaga,
kelompok orang, kepanitiaan, penerima informasi obat, seperti yang
tertera dibawah ini :
a. Dokter
b. Perawat
c. Pasien
d. Apoteker
e. Kelompok, Tim, Kepanitiaan, dan Peneliti

3.1 SARAN
Dari makalah ini kami mengharapkan agar para pembaca bisa
membacanya, memahaminya dan membuat makalah ini menjadi referensi
para pembaca dalam mengetahui dan memahami tentang pelayanan
informasi obat. Demi sempurnanya makalah ini kami mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari para pembaca agar makalah ini bisa
menjadi lebih baik untuk selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

19
Machfoedz Ircham Drg. M.S. 2008. Pendidikan Kesehatan bagian dari promosi
kesehatan. Yogyakarta, Fitramaya

Notoatmodjo Soekidjo Prof. Dr. S.K.M, M.Com. 2010. Promosi kesehatan; teori


dan aplikasi. Jakarta PT Rineka Cipta

Notoatmodjo Soekidjo Prof. Dr. S.K.M, M.Com. H. 2012. Promosi Kesehatan dan
Perilaku Kesehatan. Jakarta. PT Rineka Cipta

20

Anda mungkin juga menyukai