Anda di halaman 1dari 77

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED

LEARNING (PBL) UNTUK MENINGKATKAN


PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA
DI SMP NEGERI 3 MEDAN
T.A 2022/2023

Oleh :

Surya Damai Yanti Sitorus, S.Pd


NIM. 9213311047
Program Studi Pendidikan Matematika

SKRIPSI

PENELITIAN TINDAKAN KELAS


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Profesi
Guru (PPG) Prajabatan

PENDIDIKAN PROFESI GURU PRAJABATAN


UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2022
LEMBAR PENGESAHAN

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED


LEARNING (PBL) UNTUK MENINGKATKAN
PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA
DI SMP NEGERI 3 MEDAN
T.A 2022/2023

LAPORAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS

OLEH :

SURYA DAMAI YANTI SITORUS, S.Pd

Menyetujui

Dosen Pembimbing Guru Pamong

Muliawan Firdaus, S.Pd., M.Si. Karnace A.H Sirait, S.Pd.


NIP. 19790522 200502 1 004 NIP. 19700703 199501 2 001

Mengetahui

Plt Kepala SMP Negeri 3 Medan

Ariffuddin, S.Pd.
NIP. 19640820 198603 1 005
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmat dan karuniaNya serta atas kemurahanNya untuk memberikan
kesehatan, kesempatan, dan kemudahan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan ini dengan baik dan dengan waktu yang tepat.
Laporan ini berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematika di
SMP Negeri 3 Medan T.P 2022/2023”, yang disusun untuk memenuhi tugas
Pendidikan Profesi Guru (PPG) prajabatan, Universitas Negeri Medan.
Dalam penyusunan laporan ini, penulis telah banyak mendapatkan
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sehingga laporan ini dapat
diselesaikan dengan baik. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan
terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Abil Mansyur, S.Si., M.Si. selaku Koordinator Pendidikan
Profesi Guru (PPG) Prajabatan Universitas Negeri Medan.
2. Bapak Muliawan Firdaus, S.Pd., M.Si. selaku Dosen Pembimbing
yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis hingga
selesainya pelaksanaan penelitian ini.
3. Bapak/Ibu Dosen Pendidikan Profesi Guru (PPG) Prajabatan
Universitas Negeri Medan yang telah banyak membekali penulis
ilmu pengetahuan selama mengikuti perkuliahan.
4. Bapak Ariffuddin, S.Pd. selaku Plt Kepala SMP Negeri 3 Medan
yang telah memberikan izin bagi penulis untuk melakukan penelitian
di SMP Negeri 3 Medan
5. Ibu Karnace A H Sirait, S.Pd. selaku Guru Pamong dan Guru Bidang
Studi Matematika SMP Negeri 3 Medan yang telah memberikan
arahan dan bimbingan kepada penulis pada saat melaksanakan
penelitian.
6. Teristimewa untuk Inong Pagintubu Hamidda Simangunsong dan
Among Parsinuan Master Sitorus yang telah banyak berjuang untuk
mendoakan, memotivasi, memberi semangat, sabar dan mendukung
secara moril dan materil dalam menyelesaikan laporan ini.
iii

7. Teristimewa untuk saudara-saudara peneliti, Kak Christa, Bg Otniel,


Rufina dan Renol yang senantiasa memberi semangat dan doa untuk
mengerjakan laporan ini.
8. Teristimewa untuk sahabat serasa saudara Mitha, dan Yosia, yang
selalu mendukung dan mendoakan untuk mengerjakan laporan ini.
9. Teristimewa kawan-kawan APBK SMPN 3 Medan (Witri, Windi,
Zulfan) yang selalu mendorong untuk mengerjakan laporan ini
secepat-cepatnya dan mendoakan kelancaran pembuatan laporan.
10. Teman-teman kelas PPG Prajabatan Matematika 2021 yang menjadi
rekan dalam berjuang menyelesaikan Pendidikan Profesi di
UNIMED
11. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan masukan,
arahan, serta doa kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis berharap semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua
kebaikan dari semua pihak yang telah banyak membantu dan memotivasi dalam
menyelesaikan laporan ini, namun penulis menyadari banyak kelemahan baik dari
segi ini maupun tata bahasa. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun dari segi pembaca demi sempuranya laporan ini. Akhir
kata dengan kerendahan hati penulis mempersembahkan karya yang sederhana ini
semoga bermanfaat bagi kita semua dan menjadi bahan masukan dalam dunia
pendidikan .
Medan , Oktober 2022

Penulis,

Surya Damai Yanti Sitorus, S.Pd


NIM. 9213311047
DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Gambar
Daftar Tabel

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
1.2. Identifikasi Masalah
1.3. Batasan Masalah
1.4. Rumusan Masalah
1.5. Tujuan Penelitian
1.6. Manfaat Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Kerangka Teoritis
2.1.1. Belajar dan Pembelajaran Matematika
2.1.2. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika
2.1.3. Model Pembelajaran
2.1.4. Model Pembelajaran Problem Based Learning
2.1.4.1. Konsep Model Problem Based Learning
2.1.4.2. Ciri-Ciri Model Problem Based Learning
2.1.4.3. Tujuan Model Problem Based Learning
2.1.4.4. Langkah-Langkah Model Pembelajaran
Problem Based Learning
2.1.4.5. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran
Problem Based Learning

2.1.5. Materi Himpunan


2.2. Kerangka konseptual
v

2.3. Hasil Penelitian yang Relevan


2.4. Hipotesis Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.1.1. Lokasi Penelitian
3.1.2. Waktu Penelitian
3.2. Subjek dan Objek Penelitian
3.2.1. Subjek Penelitian
3.2.2. Objek Penelitian
3.3. Jenis Penelitian
3.4. Prosedur Penelitian
3.4.1. Tahap Permasalahan I
3.4.2. Perencanaan Tindakan I
3.4.3. Pelaksanaan Tindakan I
3.4.4. Pengamatan I
3.4.5. Refleksi I
3.5. Instrumen Pengumpulan Data
3.5.1. Tes Pemahaman Konsep Matematika
3.5.2. Lembar Observasi Kemampuan Guru dalam Mengelola
Pembelajaran
3.6. Teknik Analisis Data
3.6.1. Pencapaian Hasil Tes Kemampuan Pemahaman Konsep
3.6.2. Pencapaian Hasil Pengamatan Kemampuan Guru dalam
Mengelola Pembelajaran
3.7. Indikator Keberhasilan
3.8. Menarik Kesimpulan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Hasil Penelitian
4.1.1. Permasalahan I
4.1.2. Siklus I
vi

4.1.2.1. Perencanaan Tindakan I


4.1.2.2. Pelaksanaan Tindakan I
4.1.2.3. Pengamatan I
4.1.2.4. Refleksi I
4.1.3. Permasalahan II
4.1.4. Siklus II
4.1.4.1. Perencaaan Tindakan II
4.1.4.2. Pelaksanaan Tindakan II
4.1.4.3. Pengamatan II
4.1.4.4. Refleksi II
4.2. Pembahasan Hasil Penelitian
4.3. Temuan Penelitian

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1. Kesimpulan
5.2. Saran

DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram Venn


Gambar 3.1 Prosedur Penelitian Tindakan Kelas
Gambar 4.1 Diagaram Nilai Kemampuan Pemahaman Konsep
Matematika Siswa Setiap Indikaor
Gambar 4.2 Diagram Rata-Rata Nilai Kemampuan Pemahaman
Konsep Matematika Siswa
Gambar 4.3 Diagram Peningkatan Hasil Pengamatan Kemampuan
Guru dalam Mengelola Pembelajaran
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sintaks Model Problem Based Learning


Tabel 3.1 Kisi-Kisi Tes Pemahaman Konsep Matematika
Tabel 3.2 Panduan Penskoran Tes Kemampuan Pemahaman Konsep
Matematika
Tabel 3.3 Kriteria Tingkat Pemahaman Konsep Matematika
Tabel 4.1 Deskripsi Tes Awal pada Tingkat Pemahaman Konsep
Tabel 4.2 Persentase Pemahaman Konsep Matematika Siswa Siklus I
Tabel 4.3 Persentase Pemahaman Konsep Matematika Siswa Siklus II
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan
teknologi modern dan mempunyai peran penting di berbagai bidang ilmu
pengetahuan. Untuk penguasaan teknologi dimasa depan diperlukan penguasaan
matematika yang memadai. Hal ini dikarenakan matematika dapat melatih
seseorang untuk berpikir secara logis, kritis, kreatif, dan terampil untuk
menyelesaiakan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Matematika merupakan
sarana penting yang berkontribusi menjadi sarana berpikir ilmiah yang sangat
diperlukan untuk mengembangkan daya pikir dan kemampuan logis. Santoso
menyatakan bahwa “kemajuan negara-negara maju, hingga sekarang menjadi
dominan ternyata 60%-80% menggantungkan kepada matematika”.(Hudojo,
2016:25).
Abdurrahman (2018:253) mengemukakan bahwa “matematika
merupakan bidang studi yang dipelajari semua siswa dari SD hingga SLTA dan
bahkan juga di perguruan tinggi”. Artinya di setiap jenjang pendidikan,
pengetahuan akan pendidikan matematika sangat penting. Matematika juga
dipakai sebagai tolak ukur kelulusan siswa pada Ujian Nasional. Banyak alasan
yang membuat mata pelajaran matematika perlu dipelajari oleh siswa.
Abdurrahman (2018:253) mengemukakan bahwa: “lima alasan perlunya belajar
matematika karena matematika merupakan (1) sarana berpikir yang jelas dan
logis, (2) sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, (3) sarana
mengenal pola-pola hubungandan generalisasi pengalaman, (4) sarana untuk
mengembangkan kreativitas, dan (5) sarana untuk meningkatkan kesadaran
terhadap perkembangan budaya.
Ironisnya, pentingnya pembelajaran matematika tidak sejalan dengan
minat dan prestasi belajar siswadalam mempelajari matematika. Kenyataan
dilapangan menunjukkan prestasi belajar siswa dibidang matematika masih
rendah. Hal ini tercermin dari hasil penelitian TIMSS (Itrends in International
Mathematics and Science Study) tahun 2015 menunjukkan Indonesia berada pada

1
2

posisi 41 dari 45 negara peserta dengan perolehan nilai 386. Hasil TIMSS yang
dicapai oleh Indonesia yang rendah ini dapat disebabkan antara lain karena peserta
didik Indonesia kurang terlatih dalam menyelesaikan soal- soal konstekstual,
menuntut penalaran, argumentasi dan kreativitas dalam menyelesaikannya. Untuk
kemampuan matematika peserta didik Indonesia dalam International Benchmark
TIMSS tahun 2011, pada level rendah (low), persentase yang dicapai oleh
Indonesia masih jauh di bawah rata- rata Internasional, peserta didik Indonesia
berhasil mencapai level sebesar 43%. Pada level menegah (intermemediate),
peserta didik Indonesia yang berhasil mencapai level ini sebesar 15%, berada pada
peringkat 40 dari 45 peserta. Sedangkan pada level tinggi (High), peserta didik
Indonesia yang berhasil mencapai level ini sebesar 2%, berada pada peringkat 41
dari 45 peserta. Pada level mahir (advance), peserta didik Indonesia belum ada
yang berhasil. Dengan kata lain, peserta didik Indonesia masih kesulitan untuk
dapat memberikan alasan dengan berbagai jenis bilangan (bilangan bulat, angka
negatif, pecahan dan persentase) dalam situasi rutin dan non-rutin dan masih
belum mampu menganalisis untuk memberikan alasan atas kesimpulan mereka.
Mereka belum dapat mengekspresikan generalisasi aljabar dan masih mengalami
kesulitan dalam memahami konsep matematika yang melibatkan persamaan,
rumus dan fungsi.
Persepsi siswa bahwa pembelajaran matematika merupakan pelajaran
yang sulit dan kurang menyenangkan menjadi salah satu faktor yang
menyebabkan kurang baiknya prestasi belajara matematika siswa. Sulitnya
matematika disebabkan oleh konsep yang dikaji dalam matematika bersifat
abstrak. Siswa yang sulit memahami konsep akan cenderung menghapalkan
konsep yang diberikan guru tanpa memahami maksud dari isinya. Selain itu, guru
juga jarang mengaitkan konsep yang sudah dimiliki siswa untuk menemukan
konsep baru. Hal tersebut menambah kebingungan siswa. Sebagaimana
dinyatakan oleh Dahar (2006:97) bahwa : “guru dan bahan-bahan pelajaran sangat
jarang menolong para siswa dalam menentukan dan menggunakan konsep-konsep
relevan dalam struktur kognitif mereka untuk mengasimilasikan pengetahuan
baru, akibatnya pada para siswa hanya terjadi belajar hapalan”. Belajar hapalan
membuat siswa tidak benar-benar memahami konsep matematika. Padahal,
3

pemahaman akan konsep adalah salah satu kecakapan matematika yang sangat
perlu untuk dicapai. Sebagaimana tercantum pada standart isi mata pelajaran
matematika “agar siswa mampu memahami konsep matematika, menjelaskan
keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara
luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah” (Wardhani, 2008 : 2).
Masalah di atas dapat dilihat dengan hasil observasi dan wawancara yang
penulis lakukan 07 September dan 16 September 2022 di SMP Negeri 3 Medan.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan guru mata pelajaran
matematika kelas VII di SMP Negeri 3 Medan (Karnace Sirait) diketahui bahwa
masih banyak siswa yang sulit memahami pelajaran matematika. Fakta dalam
matematika pada dasarnya merupakan kesepakatan-kesepakatan yang terkait
dengan lambang, notasi, ataupun aturan-aturan tertentu. Kurangnya siswa dalam
memahami konsep terlihat dengan banyaknya kesalahan siswa dalam
menyelesaikan soal-soal bilangan bulat, siswa terkadang salah dalam
menggunakan konsep yang sesuai dengan soal yang mereka hadapi dan terlebih
lagi jika mereka diberikan soal dengan sedikit bervariasi yang membutuhkan
pemahaman lebih maka yang terjadi ialah siswa sulit mencari penyelesaiannya.
Selain melakukan wawancara, penulis juga memberikan tes awal
mengenai materi bilangan bulat yang merupakan materi dasar pada pelajaran
matematika kepada 32 orang siswa di kelas VII-B dan diperoleh hasil yang tidak
memuaskan. Hal ini dapat dilihat dari hasil yang diperoleh di lapangan. Dari 32
siswa, 4 siswa (12,5%) memiliki tingkat pemahaman konsep matematika dalam
kategori “tinggi”, 3 siswa (9,375%) dalam kategori “cukup”, 2 siswa (6,25%)
dalam kategori “rendah” dan 23 siswa (71,875%) dalam kategori “sangat rendah”.
Jadi dapat dilihat bahwa pemahaman konsep matematika siswa masih sangat
rendah. Hal ini dapat dilihat dari kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa ketika
menjawab soal yang diberikan :
1) Saat diberikan soal agar siswa menyatakan ulang konsep bilangan bulat,
siswa menjawab :
 Tidak setuju, karena bilangan asli mulai dari 1 sampai 10.
 Tidak setuju, karena 0 bukan bilangan asli.
 Ya, karena bilangan asli dari 0 sampai 99.
4

 Bilangan positif adalah bilangan yang dimulai dari kanan apabila pakai
garis bilangan.
 Bilangan positif adalah bilangan yang lebih dari 1.
 Bilangan positif adalah bilangan yang genap.
 Bilangan negatif adalah bilangan yang dimulai dari kiri apabila pakai
garis bilangan.
 Bilangan negatif adalah bilangan ganjil dari 1 sampai 10.
Dari jawaban tersebut dapat dilihat bahwa siswa tidak mengetahui
konsep apa yang sedang ditanyakan pada soal sehingga banyak siswa
menyampaikan alasan yang tidak sesuai dan tidak tepat mendefinisikan konsep
yang diminta.
2) Memberikan contoh operasi bilangan sesuai dengan ketentuan yang
diberikan, yaitu memberikan contoh bilangan negatif yang lebih dari -6, siswa
menjawab:
 −2+5=7 ;−2 (−5 ) =7
 5+ (−6 )=−1 ;−2+ 5=3
Dari jawaban tersebut dapat dilihat bahwa siswa tidak paham dengan
permintaan soal yang diharapkan.
3) Menyajikan operasi penjumlahan bilangan bulat kedalam bentuk garis
bilangan, kebanyakan siswa yang hanya menyajikan sketsa hasilnya saja
bukan proses operasinya.
Hal ini menunjukkan siswa belum dapat menyatakan soal cerita ke dalam
bentuk representasi lain. Siswa belum mampu mengubah bentuk soal cerita
kedalam operasi matematikanya.
4) Menyelesaiakan masalah operasi bilangan bulat. Pada soal seperti berikut :
Pada ulangan harian matematika, guru memberika 10 soal. Jawaban benar
diberikan nilai 1 dan untuk soal yang tidak dijawab atau dijawab salah
diberikan nilai 0. Reza hanya mampu menjawab 8 soal, dan 2 diantaranya
salah, bearapakah nilai Reza?
Siswa menjawab :
 Guru memberikan =10 soal
Dijawab salah / tidak dijawab nilainya = 0
5

Penyelesaian : reza mengerjakan 10 soal dan 2 soal salah


= 8 ×10=80 nilai Reza
 Reza mendapat nilai 8 ×1=8
Dan juga pada soal berikut :
Disaat jam istirahat Reza dan Yanti bermain cabut kartu. Kartu tersebut
sebelumnya sudah ditulis bilangan positif dan negatif secara acak. Bilangan
yang muncul mewakili nilai yang mereka peroleh. Reza mencabut 6 kartu
namun mereka lupa mencatat nilai dari kartu terakhir. Jika nilai yang
diperoleh Reza berturut-turut 80 ,−70 ,−30 , 75 , 40 , x serta jumlah nilai Reza
seluruhnya adalah 70. Berapakan nilai x tersebut ?
Siswa menjawab :
 −70+ (−75 )=−145
40+ 80=120+ 30=150−145=5
Nilai terakhir Reza asdalah 5
Dari jawaban-jawaban tersebut menunjukkan bahwa siswa tidak dapat
memahami dan memilih algoritma penyelesaian yang sesuai dengan soal yang
diberikan.
Dari hasil tes awal tersebut dapat dilihat bahwa kemampuan pemahaman
konsep matematika siswa di kelas VII-B masih rendah sehingga perlu adanya
usaha yang dilakukan guru untuk dapat meningkatkan kemampuan pemahaman
konsep siswa. Masalah lain yang juga ditemukan pada saat observasi yaitu siswa
yang kurang terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Hal tersebut disebabkan
oleh model yang digunakan guru dalam menyampaikan materi masih monoton.
Untuk meningkatakan keaktifan siswa, perlu dipilih sutu model yang
memungkinkan siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Prestasi
siswa dibidang matematika yang kurang memuaskan juga menjadi masalah yang
ditemukan dalam penelitian ini. Hal tersebut disebabkan oleh sistem mengajar
guru yang memberikan langsung rumus-rumus secara utuh dan kemudian
memberikan contoh soal dan penyelesaiannya sehingga membuat proses berpikir
siswa hanya terbatas pada tahapan-tahapan yang diberikan guru tanpa memahami
benar konsep yang sedang dipelajari. Hal tersebut mengakibatkan siswa akan
kesulitan menyelesaikan masalah-masalah yang berbeda dari yang diberikan oleh
6

guru dan membuat prestasi siswa menjadi kurang memuaskan. Anggapan siswa
bahwa pembelajaran matematika merupakan pembelajaran yang sulit
mengakibatkan kurang berminat dalam mempelajari matematika. Guru perlu
memberikan motivasi kepada siswa dan tak henti memberikan bimbingan jika
siswa mengalami kesulitan.
Berdasarakan masalah-masalah tersebut perlu adanya perbaikan proses
pembelajaran. Guru harus memilih suatu model pembelajaran yang berbeda
dimana model pembelajaran yang diterapkan nantinya harus mampu
menghadirkan situasi belajar bermakna bagi siswa sehingga tidak hanya
mendengarkan dan menghapalkan materi yang disampaikan guru namun
memaknai pelajaran dengan baik yang diharapkan mampu meningkatkan
kemampuan pemahaman konsep siswa. Siswa harus dilibatkan dalam
mengkontruksikan sendiri pengetahuan berdasarkan dengan pengetahuan
sebelumnya yang dimilikinya. Dengan mengkontruksi sendiri pengetahuannya
maka siswa akan lebih memahami kosep jika dibandingkan dengan guru yang
harus memberikan langsung konsep secara utuh. Model yang digunakan juga
harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat aktif dan menjadi
pusat pembelajaran bukan hanya sekedar mendengarkan serta mampu
meningkatkan motivasi belajar siswa agar tidak mengganggap matematika sebagai
pembelajaran yang sulit namun menjadikan matematika sebagai pembelajaran
yang mudah dan menyenangkan.
Salah satu model yang dianggap sejalan dengan keinginan di atas, yakni
yang memungkinkan siswa untuk mengkontruksi sendiri pengetahuannya,
berpusat pada siswa, mampu membentuk siswa menjadi pribadi yang mandiri,
mampu memunculkan ide dan gagasan, lebih aktif, meningkatkan motivasi siswa
serta meningkatkan motivasi siswa serta meningkatkan kemampuan berpikir
dalam belajara matematika sehingga menigkatkan pemahaman konsep siswa
adalah model pembelajaran problem based learning. Model problem based
learning menekankan pentingnya pemahaman struktur atau ide ide penting
terhadap suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan siswa secara aktif dalam proses
pembelajaran. Siswa yang merupakan subjek pembelajaran memiliki kemampuan
secara aktif mencari, mengolah, mengkontruksikan, dan menggunakan
7

pengetahuan. Untuk itu pembelajaran harus berkenaan dengan kesempatan yang


diberikan kepada siswa untuk mengkonstruksikan sendiri pengetahuan dalam
proses kognitifnya.
Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) merupakan alternatif
model pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman konsep matematika
siswa karena sintaks / langkah-langkah pembelajarannya menitikberatkan pada
proses pemahaman konsep matematika. Menurut Kemendikbud, (2014 : 28)
mengemukakan bahwa langkah-langkah PBL yaitu : mengorientasikan siswa pada
masalah, mengorganisasikan siswa untuk belajar, membimbng pengalaman
individual / kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya,
menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Dalam pembelajaran
ini guru memancing cara berpikir siswa yaitu dengan pertanyaan-pertanyaan
terfokus sehingga dapat memungkinkan siswa untuk memahami dan
mengkonstruksikan konsep-konsep tertentu, membangun aturan-aturan dan
belajar menemukan sesuatu untuk memecahkan masalah. Masalah yang akan
diselesaikan siswa merupakan masalah yang direkayasa oleh guru.
Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengadakan
penelitian dengan judul : “Penerapan Model Pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematika pada
Koordinat Kartesius di Kelas VII SMP Negeri 3 Medan.”

1.2. Identifikasi Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat
diidentifikasi masalah sebagai berikut :
1. Kemampuan pemahaman konsep matematika siswa di kelas VII SMP
Negeri 3 Medan masih sangat rendah.
2. Penerapan model pembelajaran PBL belum dapat dilaksanakan semaksimal
mungkin.
3. Kurangnya media pembelajaran yang menarik perhatian siswa dan
membantu siswa memahami materi yang disampaikan.
4. Siswa menganggap pelajaran matematika sulit dan pelajaran yang
membingungkan.
8

1.3. Batasan Masalah


Berdasarkan identifikasi masalah di atas, perlu adanya pembatasan
masalah agar pembahasan lebih berfokus dan terarah. Masalah utama yang mau
dilihat pada penelitian ini berada pada kemampuan pemahaman konsep
matematika yang didukung oleh model pembelajaran dan media pembelajaran.
Jadi, masalah dalam penelitian ini dibatasi pada kemampuan pemahaman konsep
matematika siswa di kelas VII SMP Negeri 3 Medan setelah menerapkan model
pembelajaran Problem Based Learning (PBL).

1.4. Rumusan Masalah


Berdasarkan pemaparan yang telah diuraikan pada latar belakang
masalah dan batasan masalah diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah bagaimana peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa
di kelas VII SMP Negeri 3 Medan setelah diterapkan model pembelajaran
Problem Based Learning (PBL)?

1.5. Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah di atas maka yang menjadi tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan pemahaman konsep
matematika siswa di kelas VII SMP Negeri 3 Medan jika diterapkan model
pembelajaran Problem Based Learning (PBL).

1.6. Manfaat Penelitian


Keberhasilan pencapaian tujuan penelitian ini diharapkan memberikan
manfaat sebagai berikut :
1. Bagi guru : sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan inovasi
pembelajaran matematika melalui penerapan model pembelajaran Problem
Based Learning (PBL) untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep
matematika di sekolah.
9

2. Bagi siswa : melatih keterampilan siswa menemukan kembali berbagai


konsep dan prinsip matematika dengan mengimplementasikan model
pembelajaran Problem Based Learning (PBL).
3. Bagi sekolah : sebagai sumbangan pemikiran pembelajaran dalam rangka
meningkatkan kulitas pendidikan di sekolah dengan menerapkan model
pembelajaran Problem Based Learning (PBL) di sekolah.
4. Bagi peneliti berikutnya : dapat dijadikan bahan masukan dan perbandingan
bagi peneliti sejenis.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kerangka Teoritis


2.1.1. Belajar dan Pembelajaran Matematika
Belajar adalah proses perubahan perilaku akibat adanya interaksi
individu dengan lingkungan. Jika seseorang sudah dapat melakukan sesuatu yang
sebelumnya tidak dapat dilakukan berarti seseorang itu dikatakan sudah belajar.
Pengertian ini menitikberatkan pada interaksi antar individu dengan lingkungan.
Di dalam interaksi inilah terjadi serangkaian pengalaman belajar. Belajar pada
hakikatnya adalah suatu proses interaksi terhadap semua situasi yang ada disekitar
individu siswa. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada
pencapaian tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman yang
diciptakan guru. Mengajar harus dikaitkan dengan makna belajar yang perlu
menyentuh sejumlah prinsip belajar yang ada pada diri siswa (Hosnan, 2014).
Hamalik (2013:36) menyatakan bahwa: “belajar adalah modifikasi atau
memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is defined as the
modification or strengthening of behaviour through experience)”. Dari kalimat
tersebut dapat kita artikan, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan
bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih
luas daripada itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil
10

latihan, melainkan perubahan kelakuan. Perubahan perilaku yang dimaksud


meliputi aspek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan
(psikomotor). Perubahan-perubahan yang terjadi tersebut haruslah disadari
individu yang belajar, berkesinambungan dan dapat dimanfaatkan dalam proses
kehidupan lainnya. Perubahan yang terjadi haruslah haruslah dalam hal yang
positif, juga terjadi karena peran aktif dari pembelajar, tidak bersifat sementara,
bertujuan, dan perubahan yang terjadi meliputi keseluruhan tingkah laku pada
sikap, keterampilan, pengetahuan dan sebaginya. Dapat disimpulkan bahwa
belajar adalah suatu proses perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan ke
rah yang lebih baik karena adanya pengalaman yang diperoleh melalui interaksi
dengan lingkungannya.
Pembelajaran adalah suatu kondisi di mana terjadi proses belajar di
dalam diri siswa dibantu oleh seorang pendidik (guru). Hal tersebut sejalan
dengan pendapat Ngalimun (2016:30) yang menyatakan bahwa : “pembelajaran
pada dasarnya adalah suatu proses yang dilakukan oleh guru dan siswa sehingga
terjadi proses belajar dalam arti adanya perubahan perilaku individu siswa itu
sendiri”. Dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran siswa sebagi sumber dari
kegiatan dan guru sebagai fasilitator yang memfasilitasi siswa dalam
menggunakan dan mengembangkan sumber belajar yang diperlukan.
Menurut Dienes (Hudojo, 2016 :73) bahwa : “belajar Matematika
melibatkan suatu struktur hirarki dari konsep-konsep tingkat lebih tinggi yang
dibentuk atas dasar apa yang telah terbentuk sebelumnya”. Artinya, matematika
adalah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan konsep-konsep yang tersusun
secara hirarkis, terstruktur, logis, dan sistematis mulai dari konsep yang paling
sederhana samapai pada konsep yang paling kompleks. Konsep-konsep yang
terstruktur dan tersyusun secara hirarkis, artinya jika seorang siswa mengalami
kesulitan dalam memahami sebuah konsep dasar (konsep prasyarat) maka
kemungkinan besar siswa juga gagal dalam memahami konsep selanjutnya.
Pembelajaran matematika merupakan perpaduan dari dua aspek proses
yang saling mempengaruhi yaitu aspek belajar dan aspek mengajar aspek belajar
yang dilakukan oleh siswa sebagai peserta didik, dan aspek mengajar yang
dilakukan oleh guru sebagai pendidik. Proses belajar yang terjadi berorientasi
11

pada apa yang harus dilakukan oleh peserta didik sebagai subjek yang berperan
membangun pengetahuan, sedangkan proses mengajar berorientasi pada apa yang
harus dilakukan oleh guru sebagai fasilitator pembelajaran.
Pembelajaran matematika bagi para siswa merupakan pembentukan pola
pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu
hubungan diantara pengertian-pengertian itu. Dalam pembelajaran matematika,
para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui pengalaman
tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek
(abstraksi).
Wardhani (2008:8) menyatakan bahwa tujuan mata pelajaran matematika
diuraikan sama untuk semua satuan pendidikan dasar dan menengah (SD/MI,
SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK), yaitu agar siswa memiliki kemampuan :
(1)memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan atarkonsep,
dan mengaplikasikan konsep dan algoritma secara luwes, akurat, efisien,
dan tepat dalam pemecahan masalah; (2) menggunakan penalaran pada
pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat
generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan
matematika; (3) memecahakan masalah yang meliputi kemampuan
memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaiakn
model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) mengkomunikasikan
gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk
memperjelas keadaan atau masalah; (5) memiliki sikap menghargai
kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu rasa ingin tahu, perhatian,
dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya
diri dalam pemecahan masalah.
Dari uraian tersebut dapat kita lihat bahwa pembelajaran matematika
penting dalam kehidupan manusia. Matematika dapat mengembangkan
kemampuan berpikir, membentuk karakter, dan sikap yang positif. Melalui
pembelaran matematika digharapkan membuat siswa cermat dalam melakukan
pekerjaan, kritis dan konsisten dalam bersikap, jujur dan disiplin.
Tujuan pembelajaran matematika tersebut dapat dicapai melalui proses
pembelajaran matematika yang dilakukan. Tetapi belum tentu setiap pembelajaran
efektif, mengingat kemampuan yang dimiliki siswa dalam menangkap pelajaran
berbeda-beda. Maka diperlukan keterampilan dari guru mata pelajaran matematika
dalam memilih dan menggunakan model dengan media pembelajaran yang tepat
agar siswa dapat menguasai materi yang diajarkan sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai.
12

2.1.2. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika


Pemahaman merupakan terjemahan dari istilah understanding yang
diartikan sebagai penyerapan arti suatu materi yang dipelajari. Dalam Kamus
Besar BahasaIndonesia (KBBI), paham berarti mengerti dengan tepat.
Pemahaman adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan seseorang mampu
memahami arti atau konsep, situasi serta fakta yang diketahuinya. Taksonomi
belajar dalam domain kognitif yang dikenal dengan Taksonomi Bloom
menempatkan pemahaman (comprehension) sebagai hasil belajar yang berada satu
jenjang pengetahuan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bahwa : “Konsep : (1)
rancangan atau buram suratdan sebagainya ; (2) ide atau pengertian yang
diabstrakkan dari peristiwa konkret ; (3) gambaran mental dari objek, proses, atau
apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami
hal-hal lain. Pengertian lain tentang konsep dikemukakan oleh Wardhani (2008 :
9) menyatakan bahwa : “konsep adalah ide (abstrak) yang dapat digunakan atau
memungkinkan seseorang untuk mengelompokkan atau menggolongkan sesuatu
objek.”
Suatu konsep matematika adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan
kita mengklasifikasikan objek-objek atau peristiwa-peristiwa serta
mengklasifikasikan apakah objek-objek dan peristiwa-peristiwa itu termasuk atau
tidak termasuk ke dalam ide abstrak tersebut (Hudojo, 2016 : 108). Dapat
dikatakan bahwa konsep matematika adalah ide atau gagasan abstrak yang dapat
digunakan untuk mengelompokkan atau mengklasifikasikan objek-objek
matematika berdasarkan ciri-ciri yang sama sehingga terdapat contoh-contoh dan
yang bukan contoh berdasarkan pengertian objek yang dirumuskan. Sebuah
konsep yang dipelajari idealnya diberi defenisi dan label.
Berdasarkan uraian tersebut maka yang dimaksud dengan konsep adalah
cara memahami sesuatu yang sudah berpola atau tersruktur dalam pikiran
seseorang. Pemahaman tentang konsep dasar dalam pembelajaran matematika
menjadi prasyarat untuk melanjut ke konsep selanjutnya yang lebih kompleks.
13

Istilah pemahaman Asesmen sebagai terjemahan dari istilah


mathematical understanding berbeda dengan jenjang memahami dalam taksonomi
Bloom. Dalam taksonomi Bloom, secara umum indikator memahami matematik
meliputi: mengenal dan menerapkan konsep, prosedur, prinsip dan idea
matematika dengan benar pada kasus sederhana.
The definition of understanding by Sierpinska as the mental experience
of a subject by which he/she relates an object (sign) to another object (meaning)
emphasizes one of senses in which the term “understanding” is used, well adapted
for studying the psychological processes involved (Juan, 2013:4). Maknanya
yaitu: defenisi pemahaman konsep menurut Sierpinska adalah sebagai suatu
pengalaman mental dari suatu objek yang dengan itu ia dapat menghubungkan
suatu benda (tanda) dengan objek lain (makna) yang menekankan salah satu indra
di mana pemahaman tersebut digunakan.
Pemahaman konsep terdiri dari dua kata yaitu pemahaman dan konsep.
Menurut Sardiman pemahaman (understanding) dapat diartikan menguasai
sesuatu dengan pikiran. Sementara konsep menurut (Sagala, 2009) merupakan
buah pemikiran seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam defenisi
sehingga melahirkan produk pengetahuan meliputi prinsip, hukum, dan teori.
Menurut Hudojo (2016,108) bahwa “Konsep matematika adalah suatu
ide abstrak yang memungkinkan kita mengklasifikasikan objek-objek atau
peristiwa-peristiwa serta mengklasifikasikan apakah objek-objek dan peristiwa –
peristiwa itu termasuk atau tidak termasuk ke dalam ide abstrak tersebut”. Konsep
matematika disusun secara berurutan sehingga konsep sebelumnya akan
digunakan untuk mempelajari konsep selanjutnya. Misalnya konsep luas persegi
diajarkan terlebih dahulu daripada konsep luas permukaan kubus. Hal ini
dikarenakan sisi kubus terdiri dari persegi sehingga konsep luas persegi digunakan
untuk menghitung luas permukaan kubus.
Pemahaman terhadap konsep materi prasyarat sangat penting karena
apabila siswa telah memahami konsep materi prasyarat maka siswa akan lebih
mudah untuk memahami konsep selanjutnya. Selain itu pemahaman konsep dapat
digunakan untuk menggeneralisasikan suatu obejek. Konsep matematika harus
diajarkan secara berurutan. Hal ini karena pembelajaran matematika tidak dapat
14

dilakukan secara melompat-lompat tetapi harus tahap demi tahap, dimulai dengan
pemahaman ide dan konsep yang sederhana sampai ke tahap yang lebih kompleks.
Menurut S. Nasution (2005) apabila siswa telah memahami suatu konsep
maka ia akan dapat menggeneralisasikan suatu objek dalam berbagai situasi lain
yang tidak digunakan dalam situasi belajar.
Menurut Suhendra, seseorang dikatakan memahami konsep matematika
bila ia telah mampu melakukan beberapa hal di bawah ini, antara lain:
1. Menemukan kembali suatu konsep yang sebelumnya belum diketahui
berlandaskan pengetahuan dan pengalaman yang telah diketahui dan
dipahami sebelumnya.
2. Mendefenisikan atau mengungkapkan suatu konsep dengan cara membuat
kalimat sendiri namun tetap memenuhi ketentuan berkenaan dengan gagasan
konsep tersebut.
3. Mengidentifikasi hal-hal yang lebih relevan dengan suatu konsep dengancara-
cara yang tepat.
4. Memberikan contoh dan non contoh atau ilustrasi yang berkaitan dengan
suatu konsep guna memperjelas konsep tersebut.
Menurut NCTM (2000), pemahaman matematika merupakan aspek yang
sangat penting dalam prinsip pembelajaran matematika. Siswa dalam belajar
matematika harus disertai dengan pemahaman, hal ini merupakan visi dari belajar
matematika. Hal tersebut berakibat bahwa dalam setiap pembelajaran matematika
harus ada unsure pemahaman matematikanya.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep
matematika merupakan suatu kemampuan siswa dalam memahasi suatu konsep
yang telah dipelajari sebelumnya.
Beberapa pakar menggolongkan tingkat kedalaman tuntutan kognitif
pemahaman matematik dalam beberapa tahap. Polya dalam (Hendriana, 2014)
merinci kemampuan pemahamnan ada empat tingkat, yaitu:
1. Pemahaman mekanikal yang dicirikan oleh kegoatan mengingat dan
menerapkan rumus secara rutindan menghitung secara sederhana.
2. Pemahamn induktif; menerapkan rumus atau konsep dalam kasus sederhana
atau dalam kasus serupa.
15

3. Pemahaman rasional; membuktikan kebenaran suatu rumus dan teorema.


4. Kemampuan intuitif; memperkirakan kebenaran dengan pasti (tanpa ragu-
ragu) sebelum menganalisis lebih lanjut.
Berbeda dengan Pollatsek, Skem (dalam Hendriana, 2014)
menggolongkan pemahman dalam dua tingkat, yaitu:
1. Pemahaman instrumental; hafal konsep/prinsip tanpa kaitan dengan yang
lainnya, dapat menerapkan rumus dalam perhitungan secara algoritmik.
2. Pemahaman relasional, mengaitkan suatu konsep/ prinsip dengan konsep
/prinsip lainnya.
Hal serupa dengan Polya, Pollatsek (dalam Hendriana,2014),
menggolongkan pemahaman dalam dua tingkat, yaitu:
1. Pemahaman komputasional; menerapkan rumus dalam perhitungan
sederhana, dan mengerjakan perhitungan secara algoritmik.
2. Pemahaman fungsional; mengaitkan satu konsep/prinsip dengan
konsep/prinsip lainnya dan menyadari proses yang dikerjakannya.
Indikator pemahaman konsep pada penjelasan teknis Peraturan Dirjen
Dikdasmen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP?2004 tanggal 11 November 2004
(Wardhani, 2008:10-11) tentang penilaian perkembangan anak didik
dicantumkan indikator dari kemampuan pemahaman konsep sebagai hasil belajar
matematika. Indikator tersebut adalah mampu :
1. Menyatakan ulang sebuah konsep,
2. Mengklasifikasi objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya,
3. Memberi contoh dan bukan contoh dari suatu konsep,
4. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika,
5. Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari suatu konsep,
6. Menggunakan dan memanfaatkan serta memilih prosedur atau operasi
tertentu,
7. Mengaplikasikan konsep atau algoritma pada pemecahan masalah.
Dalam taksonomi Bloom, secara umum indikator memahami matematik
meliputi: mengenal dan menerapkan konsep, prosedur, prinsip dan idea
matematika dengan benar pada kasus sederhana. Menurut W.Gulo (2004:58-69)
pemahaman (comprehension) merupakan kemampuan memahami dapat juga
16

disebut dengan istilah “mengerti”. Seseorang siswa dikatakan telah mempunyai


kemampuan mengerti atau memahami apabila siswa tersebut dapat menjelaskan
suatu konsep tertentu dengan kata-kata sendiri, dapat membandingka, dapat
mebedakan dan dapat mempertentangkan konsep tersebut dengan konsep lain.
Kemampuan yang tergolong dalam kemampuan memahami adalah:
1. Translasi;kemampuan mengubah symbol tertentu menjadi symbol lain tanpa
perubahan makna. Misalnya symbol berupa kata-kata (verbal) diubah menjadi
gambar, bagan atau grafik.
2. Interpretasi; kemampuan untuk menjelaskan makna yang terdapat di dalam
symbol, baik symbol verbal maupun nonverbal. Misalnya kemampuan
menjelaskan konsep atau prinsip dan teori tertentu.
3. Ekstrapolasi; yaitu kemampuan untuk melihat kecenderungan atau arah atau
kelanjutan dari suatu temuan.
Hal serupa diungkapkan Ruseffendi (2006:221) bahwa ada tiga macam
pemahaman yaitu: pengubahan (translation), pemberian arti (interpretation), dan
pembuatan ekstrapolasi (ekstrapolation). Pemahaman translasi digunakan untuk
menyampaikan informasi dengan bahasa dan bentuk yang lain dan menyangkut
pemberian makna dari suatu informasi yang bervariasi. Pemahaman interpolasi
digunakan untuk menafsirkan maksud dari bacaan, tidak hanya dengan kata-kata,
tetapi juga mencakup pemahaman suatu informasi dari sebuah ide, dan
pemahaman ekstrapolasi mencakup estimasi dan prediksi yang didasarkan pada
sebuah pemikiran, gambaran kondisi dari suatu informasi, juga mencakup
pembuatan kesimpulan dengan konsekuensi yang sesuai dengan informasi jenjang
kognitif ketiga yaitu penerapan (application).
Ada tiga macam pemahaman matematik (dalam Herdian,2010) yaitu :
pengubahan (translation), pemberian arti (interpretasi) dan pembuatan
ekstrapolasi (ekstrapolation). Pemahaman translasi digunakan untuk
menyampaikan informasi dengan bahasa dan bentuk yang lain dan menyangkut
pemberian makna dari suatu informasi yang bervariasi. Interpolasi digunakan
untuk menafsirkan maksud dari bacaan, tidak hanya dengan kata-kata dan frase,
tetapi juga mencakup pemahaman suatu informasi dari sebuah ide. Sedangkan
ekstrapolasi mencakup estimasi dan prediksi yang didasarkan pada sebuah
17

pemikiran, gambaran kondisi dari suatu informasi, juga mencakup pembuatan


kesimpulan dengan konsekuensi yang sesuai dengan informasi jenjang kognitif
ketiga yaitu penerapan (application) yang menggunakan atau menerapkan suatu
bahan yang sudah dipelajari ke dalam situasi baru, yaitu berupa ide, teori atau
petunjuk teknis.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa indikator pemahaman
konsep matematika siswa adalah :
1. Menyatakan ulang konsep
2. Memberikan contoh dan noncontoh dari suatu konsep yang telah dipelajari
3. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika.
4. Mengaplikasikan konsep atau algoritma dalam penyelesaian masalah.

2.1.3. Model Pembelajaran


Model pembelajaran disebut sebagai alat untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Tujuan adalah suatu cita-cita yang akan dicapai setelah terjadi
proses belajar mengajar. Untuk mencapai tujuan tersebut mak setiap komponen
dalam pencapaian tujuan harus dijalankan dengan baik. Salah satu komponen itu
adalah model. Secara umum istilah “model” diartikan sebagai barang tiruan dari
benda sesungguhnya.
Arends (Ngalimun 2016:25) mengungkapkan bahwa : “istilah model
pembelajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu, termasuk
tujuan, langkah-langkah (sintaks), lingkungan, dan sistem pengelolannya,
sehingga model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada
pendekatan, strategi, metode, atau prosedur. Selain itu model pembelajaran
berfungsi sebagai sarana komunikasi yang penting”. Model pembelajaran dapat
membantu siswa mendapatkan atau memperoleh informasi, ide, keterampilan,
dan mengekspresikan diri sendiri. Model pembelajaran juga didefenisikan sebagai
suatu pola yang menerangkan suatu proses penyebutan dan menghasilkan suatu
situasi lingkungan yang menyebabkan para siswa berinteraksi dengan terjadinya
perubahan, khususnya pada tingkah laku. Dengan kata lain, model pembelajaran
adalah rancangan kegiatan belajar agar pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
18

dapat berjalan dengan baik, menarik, mudah dipahami, dan sesuai dengan urutan
yang logis. Hal ini sejalan dengan Ngalimun (2016:24) yang mengungkapkan
bahwa : “model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang
digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas”.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa yang
dimaksud dengan model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang
menyajikan prosedur yang sistematika dalam mengorganisasikan pengalaman
belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Guru perlu mengembangkan kemampuan pemahaman konsep peserta
didik secara terencana yang tertuang dalam proses pembelajaran. Dengan
demikian guru perlu memilih berbagai langkah seperti model dan pendekatan
pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran. Pemilihan model serta
pendekatan pembelajaran yang baik akan berpengaruh terhadap tercapainya tujuan
pembelajaran. Perlu diperhatikan untuk memilih model pembelajaran yang
berpusat pada siswa bukan guru. Model pembelajaran yang berpusat pada guru
akan membuat proses belajar siswa rendah karena guru yang lebih berperan
aktifdaripada siswa. Dalam interaksi kegiatan belajar mengajar, guru berperan
sebagai penggerak atau pembimbing, sedangkan siswa sebagai penerima yang
dibimbing. Proses interaksi akan berjalan dengan baik jika siswa lebih banyak
aktif daripada guru. Oleh sebab itu, model pembelajaran yang baik adalah model
yang dapat menumbuhkan aktivitas belajar siswa. Selain itu, pemilihan model
juga harus disesuaikan dengan materi dan kemampuan siswa. Tidak semua model
pembelajaran dapat diterapkan pada semua materi, disinilah perlu kecakapan guru
dalam memilih dan mengaplikasikan model pembelajaran. Atas dasar tersebut
dipilihlah model pembelajaran Problem Based Learning (PBL).

2.1.4. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)


2.1.4.1. Konsep Model Problem Based Learning
Model Problem Based Learning (PBL) dikembangkan berdasarkan
konsep-konsep yang dicetuskan oleh Jerome Bruner. Konsep tersebut adalah
belajar penemuan atau discovery learning. Konsep tersebut memberikan
dukungan teoritis terhadap pengembangan model PBL yang berorientasi pada
19

kecakapan memperoleh informasi. Menurut Kemendikbud (2014 : 27) PBL


merupakan suatu model pembelajaran yang menantang siswa untuk “belajar
bagaimana belajar” bekerja bersama kelompok untuk mencari solusi dari
permasalahan nyata siswa.

2.1.4.2. Ciri – Ciri Model Problem Based Learning (PBL)


Setiap model pembelajaran, memiliki karakteristik masing-masing untuk
membedakan model yang satu dengan model yang lain. PBL merupakan
penggunaan berbagai macam kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan
konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi segala
sesuatu yang baru dan kompleks yang ada. Seperti yang diungkapkan Gijbelc
(dalam Yamin, 2013: 64) karakteristik model PBL yaitu:
1. Pembelajaran dimulai dengan mengangkat suatu permaslahan atau suatu
pertanyaan yang nantinya menjadi focal poin untuk keperluan usaha-usaha
investigasi siswa.
2. Siswa memiliki tanggung jawab utama dalam menyelidiki masalah-masalah
dan memburu pertanyaan-pertanyaan.
3. Guru dalam pembelajaran PBL berperan sebagai fasilitator.
Sedangkan karakteristik model PBL menurut Rusman (2014: 232) adalah
sebagai berikut :
1. Permasalahan menjadi starting point dalam belajar.
2. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata
yang tidak terstruktur.
3. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective).
4. Permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan
kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar
dan bidang baru dalam belajar.
5. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama.
6. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan
evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBL.
7. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif.
20

8. Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama


pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari
sebuah permasalahan.
9. Sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar.
10. PBL melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar
Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa dalam model pembelajaran
Problem Based Learning (PBL) berfokus pada diskusi kelompok. Dengan adanya
diskusi kelompok, siswa dapat menemukan dan membangun sendiri konsep
materi yang dipelajarinya. Sehingga melalui model pembelajaran PBL ini, siswa
lebih mudah untuk memahami konsep matematika.

2.1.4.3. Tujuan Model Problem Based Learning


Proses pembelajaran di dalam kelas tentunya memiliki tujuan yang akan
dicapai sehingga dalam proses pembelajaran siswa memperoleh sesuatu dari apa
yang dipelajari. Yamin (2014 : 63-64) menyatakan bahwa tujuan model PBL
adalah untuk membantu siswa mengembangkan pengetahuan fleksibel yang dapat
diterapkan dalam situasi yang berlawanan dengan inter knowledge.
Tujuan PBL adalah kemampuan untuk berpikir kritis, analitis, sistematis,
dan logis untuk menemukan alternative pemecahan masalah melalui eksplorasi
data secara empiris dalam rangka menumbuhkan sikap ilmiah (Sanjaya, 2013 :
216). Sedangkan Ibrahim dan Nur (dalam Rusman, 2014 : 242) mengemukakan
tujuan model PBL secara lebih rinci, yaitu :
1. Membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir dan memecahkan
masalah.
2. Belajar berbagai peran orang dewasa melalui keterlibatan mereka dalam
pengalaman nyata.
3. Menjadi siswa yang otonom atau mandiri.
Maka, dapat dikatakan bahwa tujuan dari pembelajaran problem based
learning adalah untuk meningkatkan kemmapuan dalam menerapkan konsep-
konsep pada permasalahan baru/nyata, pengintegrasian konsep Higher Order
21

Thinking Skills (HOTS’s), keinginan dalam belajar, mengarahkan belajar diri


sendiri dan keterampilan yang dimiliki dalam memahami konsep di dalam suatu
kelompok dengan terlibat aktif untuk membangun kerjasama yang baik dalam
menghasilkan konsep yang ditemukan sendiri.

2.1.4.4. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Discovery Learning


Syah dalam Hosnan (2014: 289) mengemukakan Sintaks atau tahap-
tahap pada model discovery learning seperti pada tabel 2.1
Tabel 2.1.
Sintaks Model Problem Based Learning
Langkah Kerja Kegiatan guru
Orientasi peserta didik pada Guru menyampaikan masalah yang akan
masalah dipecahkan secara kelompok. Masalah yang
diangkat hendaknya kontekstual. Masalah bisa
ditemukan sendiri oleh peserta didik melalui
bahan bacaan atau lembar kegiatan.
Mengorganisasikan peserta Guru memastikan setiap anggota memahami
didik untuk belajar tugas masing-masing.
Membimbing penyelidikan Guru memantau keterlibatan peserta didik dalam
individu maupun kelompok pengumpulan data/bahan selama proses
penyelidikan.
Mengembangkan dan Guru memantau diskusi dan membimbing
menyajikan hasil karya pembuatan laporan sehingga karya setiap
kelompok siap untuk dipresentasikan.
Menganalisis dan Guru membimbing presentasi dan mendorong
mengevaluasi proses kelompok memberikan penghargaan serta
pemecahan masalah masukan kepada kelompok lain. Guru bersama
peserta didik menyimpulkan materi.
Di dalam sintaks model pembelajaran problem based learning lebih
memusatkan proses pembelajaran kepada siswa. Namun, guru tetap memiliki
peran yang tidak bisa dilepaskan dari proses pembelajaran yaitu mengarahkan
22

siswa tersebut ke tujuan yang akan dicapai. Tanpa pengarahan dari guru, siswa
akan memiliki kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran tersebut.

2.1.4.5. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Discovery Learning


Menurut Susanto (2014: 88-89) kelebihan PBL antara lain:
1. Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup baik untuk memahami isi
pembelajaran.
2. Pemecahan masalah dapat menantang kemampun siswa serta memberikan
kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru.
3. Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
4. Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentransfer
pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
5. Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan
pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang
mereka lakukan.
6. Pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan diskusi siswa.
7. Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berfikir
kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan
pengetahuan baru.
8. Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk
mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
Adapun kelebihan model problem based learning antara lain:
1. Pembelajaran berpusat pada peserta didik.
2. Mengembangkan pengendalian diri peserta didik.
3. Memungkinkan peserta didik mempelajari peristiwa secara multidimensi
dan mendalam.
4. Mengembangkan keterampilan pemecahan masalah.
5. Mendorong peserta didik mempelajari materi dan konsep baru Ketika
memecahkan masalah.
6. Mengembangkan kemampuan social dan keterampilan berkomunikasi yang
memungkinkan mereka belajar dan bekerja dalam tim.
7. Mengembangkan keterampilan berpikir ilmiah tingkat tinggi/ kritis.
23

8. Mengintegrasikan teori dan praktek yang memungkinkan peserta didik


menggabungkan pengetahuan lama dengan pengetahuan baru.
9. Memotivasi pembelajaran.
10. Peserta didik memeroleh keterampilan mengelola waktu.
11. Pembelajaran membantu cara peserta didik untuk belajar sepanjang hayat.
Dari sekian banyak kelebihan yang diungkapkan oleh Susanto tersebut
dapat disimpulkan bahwa kelebihan dari model pembelajaran ini adalah
menimbulkan sikap mandiri siswa secara pribadi dalam menghasilkan konsep
dasar dan ide-ide sehingga memperkuat pengertian, ingatan dan transfer.
Sedangkan kekurangan model problem based learning antara lain:
1. Bila siswa tidak memiliki minat atau tidak memiliki kepercayaan bahwa
masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa
enggan untuk mencoba.
2. Keberhasilan pendekatan pembelajaran melalui pemecahan masalah
membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.
3. Tanpa pemahaman mereka untuk berusaha memecahkan masalah yang
sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar dari apa yang mereka
pelajari.
Kekurangan dari pembelajaran ini adalah menuntut guru untuk
mengetahui kemampuan berpikir setiap siswa yang menyita banyak waktu
sehingga guru tidak salah memilih siswa yang digabungkan dalam satu kelompok.

2.1.5. Materi Himpunan


A. Konsep Himpunan
1. Pengertian himpunan
Himpunan adalah sekumpulan obyek atau benda yang memiliki
batasan yang jelas.
Catatan :
 Setiap himpunan diberi nama sesuai abjad dalam huruf kapital,
misalnya A, B, C, dan seterusnya.
 Anggota himpunan dibatasi dalam kurung kurawal
left lbrace … right rbrace
24

 Anggota himpunan dinyatakan dengan ∈ (dibaca elemen) dan setiap


anggota dipisahkan dengan tanda koma (, ¿
Contoh himpunan adalah sebagai berikut :
a. P=¿ kumpulan nama bulan dalam setahun.
Ditulis : P= { nama−namabulan dalam setahun }
Februari ∈ P , April ∈ P , dan seterusnya.
b. Q=¿ Kumpulan huruf vokal.
Jadi, himpunan Q= { a ,i , u , e , o }
2. Menyatakan suatu himpunan
a. Menggunakan kata-kata atau menyebutkan syarta-syarat keanggotaan.
Contoh :
P= { bilanganasli antara6 dan11 }
Q= { bilangan genap positif yang kurang dari20 }
b. Menggunakan, menyebutkan, atau mendaftar anggotanya.
Contoh :
P= {7 ,8 , 9 , 10 }
Q= { 2, 4 , 6 , 8 ,10 , 12 ,14 ,16 , 18 }
c. Menggunakan notasi pembentuk himpunan.
Contoh :
P= { x|6< x<11 , x ∈ bilangan asli }
Dibaca : Himpunan setiap x dimana x kurang dari 11 dan lebih dari 5
dan x elemen / anggota bilangan asli.
Q= { x|x <20 , x ∈ bilangan genap positif }
Dibaca : Himpunan setiap x dimana x kurang dari 20 dan x elemen /
anggota bilangan genap positif.
3. Mengenal beberapa himpunan bilangan
 C=¿ himpunan bilangan cacah, ditulis C={ 0 , 1 ,2 , … }
 A=¿ himpunan bilangan asli, ditulis A={ 1, 2 , 3 , 4 , … }
 B=¿ himpunan bilangan bulat, ditulis B= { … ,−3 ,−2 ,−1 ,0 , 1 ,2 , 3 , … }
 Gn=¿himpunan bilangan genap positif, ditulis Gn={ 2 , 4 , 6 , 8 , … }
 G=¿ himpunan bilangan ganjil positif, ditulis G= {1 , 3 , 5 ,7 , … }
 P=¿ himpunan bilangan prima, ditulis P= {2 , 3 , 5 ,7 , … }
25

B. Himpunan Kosong dan Himpunan Nol


1. Himpunan kosong
Himpunan kosong adalah himpunan yang tidak memiliki anggota.
Notasi himpunan kosong ¿ {}atau ∅
2. Himpunan nol
Himpunan nol adalah himpunan yang anggotanya hanya nol saja.
Contoh :
B= {0 }

C. Himpunan Semesta dan Diagram Venn


1. Himpunan semesta
Himpunan semesta adalah himpunan yang memuat semua objek
yang sedang dibicarakan, dinotasikan dengan S.
2. Diagram Venn
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat diagram Venn
adalah sebagai berikut :
 Himpunan semesta digambarkan dengan persegi panjang dan lambing S
ditulis pada sudut kiri atas gambar persegi panjang.
 Setiap himpunan lain yang dibicarakan (selain himpunan kosong)
digambarkan dengan lingkaran (kurva tertutup).
 Setiap anggota ditunjukkan dengan noktah (titik) dan anggota
himpunan ditulis di samping noktah tersebut.
Contoh :
Diketahui himpunan semesta S= { 2, 4 , 6 , , 8 ,10 } dan P= {2 , 4 , 8 }.
Gambarlah diagram Venn huimpunan S dan P
Penyelesaian :
26

2.2. Kerangka Konseptual


Belajar matematika merupakan suatu proses aktif bukan belajar dengan
proses pasif. Artinya, kondisi belajar berhubungan dengan hasil yang diharapkan.
Proses belajar ini dapat tercapai jika dalam pelaksanaan proses belajar digunakan
model pembelajaran yang sesuai serta siswa diarahkan pada kegiatan yang
menyenangkan dengan tujuan yang tepat, efektif dan efisien.
Dalam proses belajar mengajar rancangan pengajaran menempati posisi
yang penting karena turut menentukan prestasi belajar yang baik. rendahnya hasil
belajar matematika yang diperoleh siswa mungkin disebabkan oleh rancangan
pengajaran yang disediakan guru tidak menghubungkan yang diajarkan dengan
konsep-konsep yang dipelajari. Hal ini menyebabkan siswa menjadi kesulitan
dalam belajar matematika dan cenderung pasif.
Ada beberapa hal yang bisa menanggulangi hal ini. Salah satunya dengan
mengubah dan memperbaharui proses pembelajaran agar bisa menumbuhkan
minat, motivasi, dan aktivitas belajar matematika siswa yang akan memberikan
hasil belajar yang baik bagi siswa.
Dalam penelitian ini digunakan model pembelajaran Problem Based
Learning (PBL). Model ini pada saat kegiatan pembelajaran siswa dituntut untuk
berperan aktif dalam mempelajari materi maupun diskusi kelompok untuk
mengerjakan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) yang berisi masalah. Dengan
adanya diskusi kelompok siswa dapat menemukan dan membangun sendiri
konsep materi yang dipelajarinya. Sehingga diharapkan melalui model
pembelajaran PBL ini, siswa lebih mudah untuk memahami konsep matematika
sehingga dapat meningkatkan pemahaman konsep matematika siswa.

2.3. Hasil Penelitian yang Relevan


Penelitian yang telah dilakukan oleh Nisa Napiah dkk (2019) dengan
judul “Upaya Peningkatan Pemahaman Konsep Matematika Siswa pada Materi
Himpunan Melalui Penerapan Model Pembelajaran (PBL)” di kelas VII F SMP
Negeri 13 Surakarta Tahun Pelajaran 2017/2018, memperoleh pemahaman
27

konsep siswa meningkat setelah menerapkan model pembelajaran Problem Based


Learning (PBL).
Berdasarkan hasil penelitian di atas, diperoleh bahwa model
pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan pemahaman
konsep matematika siswa. Penelitian tersebut mendukung penelitian yang akan
dilaksanakan oleh peneliti.

2.4. Hipotesis Penelitian


Berdasarkan teori-teori yang telah dideskripsikan dan kerangka berfikir
di atas, maka dirumuskan bahwa pemahaman konsep matematika siswa kelas VII
SMP Negeri 3 Medan akan meningkat dengan menggunakan model pembelajaran
Problem Based Learning berbantuan geogebra.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian


3.1.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 3 Medan yang berlokasi di Jl.
Pelajar No. 69, Teladan Timur, Kec. Medan Kota, Kota Medan, Sumatera Utara
20226.

3.1.2. Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan pada semester ganjil pada Tahun Ajaran
2022/2023.

3.2. Subjek dan Objek Penelitian


3.2.1. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII-B SMP Negeri 3
Medan Tahun Ajaran 2022/2023 yang berjumlah 32 orang.
3.2.2. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah pemahaman konsep matematika siswa dengan
menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning pada materi
himpunan.

3.3. Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action
research), yaitu suatu penelitian tindakan (action research) yang dilakukan oleh
peneliti yang bertindak sebagai guru atau bersama-sama dengan rekan lain untuk
meningkatkan mutu proses pembelajaran di kelasnya melalui suatu tindakan
tertentu dalam suatu siklus. Penelitian ini dilakukan dengan menerapkan model
pembelajaran problem based learning berbantuan geogebra dengan tujuan untuk
meningkatkan pemahaman matematika siswa dalam pembelajaran di kelas.

27
28

3.4. Prosedur Penelitian


Sesuai dengan jenis penelitian ini, yaitu penelitian tindakan kelas, maka
penelitian ini memeliki beberapa tahap, yaitu perencanaan (planning),
pelaksanaan (action), pengamatan (observation) dan refleksi (reflection) yang
merupakan suatu siklus. Tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang
akan dicapai.
Secara lebih rinci, prosedur pelaksanaan penelitian tindakan kelas
menurut Arikunto (2014:137), dapat digambarkan sebagai berikut :

Permasalahan

Perencanaan Perencanaan

Pelaksanaan
SIKLUS Refleksi Refleksi
SIKLUS Pelaksanaan
I II

Pengamatan Pengamatan

Gambar 3.1 Prosedur Penelitian Tindakan Kelas

Berdasarkan gambar 3.1 dapat terlihat bahwa satu siklus terdiri dari
empat tahap. Jika pada siklus pertama penelitian berhasil, maka penelitian
dihentikan, tetapi jika pada siklus pertama indikator keberhasilan belum
sepenuhnya tercapai maka penelitian dilanjutkan ke siklus berikutnya. Begitu
seterusnya sampai hasil penelitian memenuhi indikator keberhasilan.

SIKLUS I
Pelakasanaan penelitian tindakan pada siklus I ini dilakukan dengan
tahapan-tahapan sebagai berikut :
3.4.1. Tahap Permasalahan I
Dalam siklus ini permasalahannya adalah rendahnya kemampuan
pemahaman konsep matematika. Permasalahan diperoleh peneliti dari hasil tes tes
awal siswa, wawancara terhadap guru yang mengampu mata pelajaran
29

matematika. Berdasarkan tes awal yang diberikan, dari 32 siswa, 4 siswa (12,5%)
memiliki tingkat pemahaman konsep matematika dalam kategori “tinggi”, 3 siswa
(9,375%) dalam kategori “cukup”, 2 siswa (6,25%) dalam kategori “rendah” dan
23 siswa (71,875%) dalam kategori “sangat rendah”. Jadi dapat dilihat bahwa
pemahaman konsep matematika siswa masih sangat rendah. Hal ini dapat dilihat
dari kesulitan-kesulitan yang dialami siswa setelah melihat hasil observasi, yaitu :
1) Menyatakan Ulang Konsep
Berdasarkan jawaban siswa dalam tes awal, skor kemampuan siswa dalam
menyatakan ulang konsep adalah 352 dari skor maksimal 512 dengan
persentase 68,75%. Dari hasil yang diperoleh, tingkat kemampuan
pemahaman konsep siswa di kelas VII-B SMP Negeri 3 Medan dalam
menyatakan ulang konsep adalah sangat rendah.
2) Memberikan Contoh dan Non Contoh dari Suatu Konsep
Berdasarkan jawaban siswa dalam tes awal, total skor kemampuan siswa
dalam memberikan contoh dan non contoh dari suatu konsep adalah 349
dari skor maksimal 512 dengan persentase 68,16% . Dari hasil yang
diperoleh, tingkat kemampuan pemahaman konsep siswa di kelas VII-B
SMP Negeri 3 Medan dalam memberikan contoh dan non contoh adalah
sangat rendah.
3) Menyajikan Konsep dalam Berbagai Bentuk Representasi Matematika
Berdasarkan jawaban siswa dalam tes awal, total skor kemampuan siswa
dalam menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika
adalah 246 dari skor maksimal 512 dengan persentase 48,05%. Dari hasil
yang diperoleh, tingkat kemampuan pemahaman konsep siswa di kelas VII-
B SMP Negeri 3 Medan dalam menyajikan konsep dalam berbagai bentuk
representasi matematika adalah sangat rendah.
4) Mengaplikasikan Konsep atau Algoritma dalam Penyelesaian Masalah
Berdasarkan jawaban siswa dalam tes awal, total skor kemampuan siswa
dalam mengaplikasikan konsep atau algoritma dalam penyelesaian masalah
adalah 267 dari skor maksimal 512 dengan persentase 52,15%. Dari hasil
yang diperoleh, tingkat kemampuan pemahaman konsep siswa di kelas VII-
30

B SMP Negeri 3 Medan dalam mengaplikasikan konsep aatau algoritma


dalam penyelesaian masalah adalah sangat rendah.
Secara keseluruhan, tingkat kemampuan pemahaman konsep matematika
siswa pada tes awal adalah sangat rendah dengan nilai rata-rata 59,28 (59,28%)
dan jumlah siswa yang tuntas pada tes awal sebanyak 7 orang (21,875%) dan yang
tidak tuntas sebanyak 25 orang (78,125%). Sehingga dapat disimpulkan, bahwa
kemampuan pemahaman konsep matematika siswa adalah sangat rendah.
Berdasarkan permasalahan tersebut maka peneliti menyusun suatu
perencanaan penelitian tindakan kelas untuk mengatasinya.

3.4.2. Perencanaan Tindakan I


Kesulitan-kesulitan siswa yang didapati dari hasil tes ini digunakan
sebagai dasar untuk membuat rencana tindakan I. Berdasarkan permasalahan
tersebut, disusunlah suatu perencanaan untuk mengatasinya yaitu:
1. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang berisikan langkah-
langkah kegiatan dalam pembelajaran yang menggunakan model
pembelajaran problem based learning.
2. Mempersiapkan sarana pendukung, yaitu bahan ajar dan LKPD yang sesuai
dengan materi ajar.
3. Mempersiapkan instrumen penelitian yaitu : tes untuk menguji pemahaman
konsep matematika dan lembar pengamatan untuk mengamati situasi dan
kondisi kegiatan pembelajaran
4. Peneliti berdiskusi dengan guru bidang studi matematika kelas VII SMP
Negeri 3 Medan untuk menentukan kelompok heterogen sesuai dengan
kemampuan dan latar belakang siswa

3.4.3. Pelaksanaan Tindakan I


Tindakan yang dilakukan pada tahap ini adalah kegiatan belajar
mengajar, di mana peneliti berperan sebagai guru dan fasilitator. Kegiatan yang
dilakukan dalam tahap ini adalah :
1. Kegiatan belajar yang dilakukan merupakan pengembangan dari skenario
pembelajaran yang disusun dengan penggunaan model pembelajaran
31

problem based learning. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru,
sedangkan guru mata pelajaran matematika kelas VII-B SMP Negeri 3
Medan bertindak sebagai observer yang memberikan masuka selama
pembelajaran berlangsung.
2. Memberikan LKPD yang sudah disiapkan oleh peneliti kepada siswa.
3. Meminta siswa untuk mengerjakan permasalahan yang terdapat pada
LKPD.
4. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan tanya jawab
tentang soal yang diberikan ataupun materi yang bersangkutan dengan
soal.
5. Pada akhir tindakan, peneliti memberikan tes kepada siswa untuk melihat
hasil pemahaman konsep matematika yang dicapai siswa setelah
pemberian tindakan I.

3.4.4. Pengamatan I
Tahap pengamatan atau observasi ini dilakukan bersamaan dengan
pelaksanaan tindakan. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru yang diamati
dan guru mata pelajaran matematika di SMP Negeri 3 Medan sebagai pengamat
(observator). Adapun yang diamatinya adalah proses belajar mengajar yang
berlangsung dan keaktifan siswa. Setelah selesai melakukan observasi, peneliti
berdiskusi dengan guru untuk memperoleh balikan untuk memperbaiki
penyelenggaraan tindakan. Hasil dari observasi bisa berupa data kuallitatif
maupun data kuantitatif.

3.4.5. Refleksi I
Pada tahap refleksi ini, peneliti melakukan perenungan untuk mengkaji
seluruh tindakan yang telah dilakukan berdasarkan data-data yang diperoleh dari
instrumen penelitian. Pada tahap ini, peneliti akan mengidentifikasi kembali
permasalahan apa yang timbul dan bagaimana cara untuk mengatasinya. Hasil
refleksi ini menjadi acuan untuk memberikan tindakan-tindakan apa yang
diperlukan untuk mengatasi permasalahan tersebut di siklus selanjutnya.
32

SIKLUS II
Pada siklus II diadakan perencanaan kembali dengan mengacu pada hasil
refleksi pada siklus I. Siklus II merupakan hasil kesatuan dari kegiatan
perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan, analisis, serta refleksi seperti
yang dilakukan pada siklus I. Banyaknya pertemuan dalam satu siklus tergantung
dari materi pelajaran yang dibawakan peneliti.
Dari setiap tes yang diberikan, diharapkan ada pertambahan nilai rata-
rata yang diperoleh siswa tetapi jika hasil tes pada siklus I tidak mencapai nilai
rata-rata yang ditetapkan, maka dilakukan kaji tindak terhadap masalah tersebut
untuk diperbaiki pada siklus berikutnya yaitu siklus II. Jika nilai rata-rata untuk
setiap tes yang diberikan sesuai dengan apa yang ditetapkan maka dapat dikatakan
aktivitas dan pemahaman konsep matematika siswa meningkat pada pokok
bahasan himpunan dengan model pembelajaran problem based learning.

3.5. Instrumen Pengumpulan Data


Alat yang digunakan dalam mengumpulkan data pada penelitian ini
adalah tes dan lembar observasi kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran.
Salah satu metode yang digunakan untuk mengetahui pemahaman konsep
matematika siswa adalah melalui tes. Pemberian tes dilakukan sebanyak 3 kali,
yaitu tes awal, tes siklus I dan tes siklus II. Tes siklus I dan tes siklus II diberikan
setelah pemberian tindakan pada siswa kelas VII-B SMP N 3 Medan. Tes
pemahaman konsep diberikan berbentuk uraian yang terdiri dari 3 soal. Pemilihan
tes dalam bentuk uraian, ini dilakukan peneliti agar indikator-indikator dari
pemahaman konsep matematika lebih tampak.

3.5.1. Tes Pemahaman Konsep Matematika


Tes kemampuan pemahaman konsep dilakukan untuk mengetahui
peningkatan pemahaman konsep matematik siswa. Tes pemahaman konsep ini
disusun berbentuk uraian yang terdiri dari 5 soal pada siklus I dan 3 soal pada
siklus II. Pemberian skor dalam mengukur pemahaman menggunakan skala bebas
bergantung pada besarnya bobot butir soal tersebut. Jadi pemberian skor
bergantung pada kesukaran pertanyanan pada soal.
33

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Tes Pemahaman Konsep Matematika


Nomor Soal
Indikator Pemahaman Konsep
Siklus 1 Siklus 2
Kemampuan menyatakan ulang 1a, 1b 1a
konsep dan bahasannya sendiri 2a, 4a 2a
Kemampuan memberi contoh
1c, 1d 1b
dan non contoh dari suatu
2b, 2c 1c
konsep
Kemampuan menyajikan konsep
3 2b
dalam berbagai bentuk
4b 3a
representasi matematika
Kemampuan mengaplikasikan
5a 3b
konsep atau algoritma dalam
5b 3c
penyelesaian masalah

Untuk memberikan skor tes pemahaman konsep dalam penelitian ini, maka
diperlukan panduan penskoran kemampuan pemahaman konsep matematika
sebagai berikut :
Tabel 3.2 Panduan Penskoran Tes Kemampuan Pemahaman Konsep
Matematika
Aspek yang Dinilai Skor Keterangan
0 Tidak ada jawaban sama sekali
1 Menyatakan ulang konsep tetapi salah
Menyatakan ulang konsep dengan
Kemampuan 2
lengkap tapi sebagian tidak benar
menyatakan ulang
Menyatakan ulang konsep dengan benar
sebuah konsep 3
tetapi tidak lengkap
Menyatakan ulang konsep dengan benar
4
dan lengkap
0 Tidak ada jawaban sama sekali
1 Menuliskan contoh dan bukan contoh
tetapi salah
2 Menuliskan contoh dan bukan contoh
Kemampuan memberi
dengan lengkap tapi sebagian tidak benar
contoh dan non contoh
3 Menuliskan contoh dan bukan contoh
dengan benar tetapi tidak lengkap
4 Menuliskan contoh dan bukan contoh
dengan benar dan lengkap
Kemampuan 0 Tidak ada jawaban sama sekali
34

1 Menuliskan konsep kedalam berbagai


bentuk representasi matematika tetapi
salah
2 Menuliskan konsep kedalam berbagai
menyajikan konsep bentuk representasi matematika dengan
dalam berbagai bentuk lengkap tapi sebagian tidak benar
representasi 3 Menuliskan konsep kedalam berbagai
matematika bentuk representasi matematika dengan
benar tetapi tidak lengkap
4 Menuliskan konsep kedalam berbagai
bentuk representasi matematika dengan
benar dan lengkap
0 Tidak ada jawaban sama sekali
1 Menuliskan konsep ke penyelesaian
masalah tetapi salah
Kemampuan 2 Menuliskan konsep ke penyelesaian
mengaplikasikan masalah dengan lengkap tapi sebagian
konsep atau algoritma tidak benar
dalam penyelesaian 3 Menuliskan konsep ke penyelesaian
masalah masalah dengan benar tetapi tidak
lengkap
4 Menuliskan konsep ke penyelesaian
masalah dengan benar dan lengkap
Setelah pemberian tindakan masing-masing diberikan di kelas VII SMP Negeri 3
Medan. Tes yang dibuat divalidasi oleh dua validator yang diminta tanggapannya
terhadap perangkat tes tersebut. Validator diminta menemukan setiap butir soal
dalam kategori valid, valid dengan perbaikan, atau tidak valid. Setelah butir soal
selesai divalidasi, soal yang valid atau yang telah direvisi dijadikan soal yang
digunakan untuk menganalisis kesulitan belajar siswa dalam memahami materi
Hompunan kelas VII SMP Negeri 3 Medan.

3.5.2. Lembar Observasi Kemampuan Guru dalam Mengelola


Pembelajaran
Untuk memperoleh data tentang kemampuan guru dalam mengelola

pembelajaran, digunakan instrumen berupa lembar penilaian terhadap pengelolaan

pembelajaran dengan menggunakan perangkat pembelajaran yang berorientasi

pada pembelajaran matematika realistik (PMR). Dalam pengamatan, pengamat

menuliskan kategori-kategori skor yang muncul dengan menggunakan tanda cek


35

( ) pada baris dan kolom yang tersedia. Penilaian terdiri dari 5 kriteria yaitu,

tidak baik (nilai 1), kurang baik (nilai 2), cukup baik (nilai 3), baik (4), sangat

baik (5).

Aktivitas guru yang diamati adalah sebagai berikut:

(1) Kegiatan pendahuluan, meliputi:

(a) memotivasi/mengkomunikasikan tujuan pembelajaran;

(b) menghubungkan pelajaran hari ini dengan pelajaran sebelumnya atau

membahas pekerjaan rumah (PR).

(2) Kegiatan inti, meliputi:

(a) memberikan/menjelaskan masalah matematika;

(b) mengarahkan siswa untuk memahami masalah, menemukan jawaban, dan

cara menjawab;

(c) mengamati aktivitas siswa dalam menyelesaikan masalah secara

bergantian;

(d) mengoptimalkan interaksi siswa;

(e) mendorong siswa untuk membandingkan jawaban dengan teman (ketika

diskusi kelompok dan diskusi kelas);

(f) memimpin diskusi kelas/menguasai kelas;

(g) menghargai pendapat siswa;

(h) mengarahkan siswa untuk menemukan sendiri dan menarik kesimpulan

tentang konsep/prinsip/definisi/teorema/rumus/prosedur matematika;

(i) mendorong siswa untuk mau bertanya, mengeluarkan pendapat atau

menjawab pertanyaan.
36

(3) Kegiatan penutup, meliputi:

(a) menegaskan hal-hal penting yang berkaitan dengan pembelajaran;

(b) memberikan latihan mandiri/PR/menutup pelajaran.

(4) Pengelolaan waktu.

(5) Pengkondisian suasana kelas, yang meliputi antusiasme siswa dan guru.

3.6. Teknik Analisis Data


Teknik analisis data pada penelitian ini adalah menggunakan metode
analisis deskriftif kuantitatif kualitatif, dengan tujuan untuk mengetahui
kecenderungan peningkatan kemampuan pemahaman konsep siswa dalam
kegiatan belajar mengajar tahapan-tahapan sebagai berikut :

3.6.1. Pencapaian Hasil Tes Kemampuan Pemahaman Konsep


Data hasil tes kemampuan pemahaman konsep siswa dianalisis bertujuan
untuk melihat tingkat pemahaman konsep siswa setelah pelaksanaan model
pembelajaran problem based learning. Untuk menentukan kriteria kemampuan
pemahaman konsep matematika siswa berpedoman pada kriteria yaitu : “Sangat
Rendah, Rendah, Cukup, Tinggi dan Sangat Tinggi”, sedangkan penentuan
standar minimal kemampuan pemahaman konsep matematika siswa berpedoman
pada Kriteria Ketuntasan Minimal 70 (untuk rentang nilai 0-100). Berdasarkan
pandangan tersebut hasil posttes kemampuan pemahaman konsep matematika
siswa pada akhir pelaksanaan pembelajaran dapat disajikan dalam interval kriteria
sebagai berikut :
Tabel 3.3 Kriteria Tingkat Pemahaman Konsep Matematika
Rentang Skor Total Tingkat Pemahaman Konsep
90 ≤ ST ≤100 Sangat Tinggi
80 ≤ ST <90 Tinggi
70 ≤ ST < 80 Cukup
60 ≤ ST <70 Rendah
ST <60 Sangat Rendah
37

Data-data yang akan dianalisis adalah soal untuk mengukur kemampuan


pemahaman konsep siswa. Soal ini berisi tentang materi untuk mengukur
pemahaman konsep siswa yang meliputi analisis, sintesis dan evaluasi. Hasil dari
tes tersebut berupa skor. Adanya peningkatan pemahaman konsep siswa dilihat
dari adanya peningkatan pemahaman pada tiap indikator pemahaman konsep dan
peningkatan skor untuk tiap siklusnya.

3.6.2. Pencapaian Hasil Pengamatan Kemampuan Guru Mengelola


Pembelajaran
Data pengamatan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran
dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dengan rerata skor.
Pendeskripsian rerata skor adalah sebagai berikut.
1,00  Tingkat Kemampuan Guru < 1,80 : berarti “Tidak baik”
1,80  Tingkat Kemampuan Guru < 2,80 : berarti “Kurang baik”
2,80  Tingkat Kemampuan Guru < 3,40 : berarti “Cukup baik”
3,40  Tingkat Kemampuan Guru < 4,20 : berarti “Baik”
4,20  Tingkat Kemampuan Guru  5,00 : berarti “Sangat baik”
Guru dikatakan mampu mengelola pembelajaran apabila tingkat
kemampuan guru untuk tiap RPP mencapai kriteria minimal cukup baik.

3.7. Indikator Keberhasilan


Dalam hal ini yang menjadi indikator keberhasilan ada atau tidaknya
peningkatan pemahaman konsep matematika siswa diketahui dari :
1. Meningkatnya pemahaman konsep matematika siswa, yaitu meningkatnya
skor untuk setiap indikator pemahaman konsep.
2. Hasil tes kemampuan pemahaman konsep (ketuntasan belajar) siswa
meningkat di setiap siklusnya.
3. Hasil observasi kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran minimal
termasuk baik dalam kriteria rata-rata hasil penelitian observasi.
Bila indikator keberhasilan di atas tercapai maka pembelajaran yang
dilaksanakan peneliti dapat dikatakan berhasil. Tetapi jika indikatornya belum
38

tercapai maka pengajaran yang dilaksanakan peneliti belum berhasil dan


dilanjutkan ke siklus berikutnya.

3.8. Menarik Kesimpulan


Meningkatkan kemampuan pemahaman konsep siswa berarti menaikkan
kemampuan pemahaman konsep matematika siswa menjadi lebih tinggi dari
siklus I ke siklus II. Agar peningkatan pemahaman konsep matematika tersebut
dikategorikan baik maka hasil tes tersebut mencapai kriteria ketuntasan minimal,
yaitu terdapat 85% dari jumlah siswa. Diadopsi dari Trianto (2011:241)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian


Hasil penelitian yang akan diuraikan meliputi hasil tes dan non tes, baik
pada siklus I dan siklus II. Hasil tes berupa peniaian kemampuan pemahaman
konsep matematika siswa pada materi koordinat kartesius. Sedangkan, hasil non
tes berupa hasil lembar observasi kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran problem based learning.

4.1.1. Permasalahan I
Sebelum memberikan tindakan terhadap siswa, diawal observasi
diberikan tes awal pada siswa. Tujuan diberikan tes awal tersebut ialah untuk
mengetahui sejauh mana kemampuan pemahaman konsep matematika siswa
tersebut. berikut ini letak kesulitan yang dialami siswa pada setiap indikator :
1) Menyatakan Ulang Konsep
Berdasarkan jawaban siswa dalam tes awal, skor kemampuan siswa dalam
menyatakan ulang konsep adalah 352 dari skor maksimal 512 dengan
persentase 68,75%. Dari hasil yang diperoleh, tingkat kemampuan
pemahaman konsep siswa di kelas VII-B SMP Negeri 3 Medan dalam
menyatakan ulang konsep adalah sangat rendah.
2) Memberikan Contoh dan Non Contoh dari Suatu Konsep
Berdasarkan jawaban siswa dalam tes awal, total skor kemampuan siswa
dalam memberikan contoh dan non contoh dari suatu konsep adalah 349
dari skor maksimal 512 dengan persentase 68,16% . Dari hasil yang
diperoleh, tingkat kemampuan pemahaman konsep siswa di kelas VII-B
SMP Negeri 3 Medan dalam memberikan contoh dan non contoh adalah
sangat rendah.
3) Menyajikan Konsep dalam Berbagai Bentuk Representasi Matematika
Berdasarkan jawaban siswa dalam tes awal, total skor kemampuan siswa
dalam menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika
adalah 246 dari skor maksimal 512 dengan persentase 48,05%. Dari hasil

39
40

yang diperoleh, tingkat kemampuan pemahaman konsep siswa di kelas VII-


B SMP Negeri 3 Medan dalam menyajikan konsep dalam berbagai bentuk
representasi matematika adalah sangat rendah.
4) Mengaplikasikan Konsep atau Algoritma dalam Penyelesaian Masalah
Berdasarkan jawaban siswa dalam tes awal, total skor kemampuan siswa
dalam mengaplikasikan konsep atau algoritma dalam penyelesaian masalah
adalah 267 dari skor maksimal 512 dengan persentase 52,15%. Dari hasil
yang diperoleh, tingkat kemampuan pemahaman konsep siswa di kelas VII-
B SMP Negeri 3 Medan dalam mengaplikasikan konsep aatau algoritma
dalam penyelesaian masalah adalah sangat rendah.
Secara keseluruhan, tingkat kemampuan pemahaman konsep matematika
siswa pada tes awal adalah sangat rendah dengan nilai rata-rata 59,28 (59,28%)
dan jumlah siswa yang tuntas pada tes awal sebanyak 7 orang (21,875%) dan yang
tidak tuntas sebanyak 25 orang (78,125%). Sehingga dapat disimpulkan, bahwa
kemampuan pemahaman konsep matematika siswa adalah sangat rendah. Hasil
jawaban siswa yang diberikan pada tes awal dapat dideskripsikan tingkat
pemahaman konsep siswa sebagai berikut :
Tabel 4.1 Deskripsi Tes Awal pada Tingkat Pemahaman Konsep
Tingkat Rata-Rata
Banyak Persentase
Interval Nilai Pemahaman Kemampuan
Siswa Siswa
Konsep Siswa
90 ≤ x<100 Sangat Tinggi 0 0%
80 ≤ x< 90 Tinggi 4 12,500% 59,28 %
70 ≤ x <80 Cukup 3 9,375% (Sangat
60 ≤ x<70 Rendah 2 6,250% Rendah)
¿ 60 Sangat Rendah 23 71,875%

4.1.2. Siklus I
Pelaksanaan penelitian tindakan pada siklus I ini dilakukan dengan
tahapan-tahapan seperti dijelaskan berikut :
4.1.2.1. Perencanaan Tindakan I
41

Perencanaan tindakan dilakukan dalam upaya mengatasi kesulitan siswa


seperti pada permasalahan sebelumnya dengan menggunakan model pembelajaran
problem based learning. Langkah-langkah alternatif pemecahan (perencanaan
tindakan) yang dilakukan peneliti dalam tahap perencanaan tindakan I adalah :
1. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang berisikan langkah-
langkah kegiatan dalam pembelajaran yang menggunakan model
pembelajaran problem based learning.
2. Mempersiapkan sarana pendukung, yaitu bahan tayang, bahan ajar, dan
LKPD yang sesuai dengan materi ajar.
3. Mempersiapkan instrumen penelitian yaitu : tes untuk menguji pemahaman
konsep matematika dan lembar pengamatan untuk mengamati situasi dan
kondisi kegiatan pembelajaran
4. Peneliti membagi peserta didik menjadi beberapa kelompok heterogen sesuai
dengan kemampuan dan latar belakang siswa

4.1.2.2. Pelaksanaan Tindakan I


Pemberian tindakan I dilaksanakan oleh peneliti yang bertindak sebagai
guru dalam kegiatan belajar mengajar sesuai dengan rencana yang telah disusun.
Pada tahap perencanaan tindakan I, pembelajaran dilakukan dengan menerapkan
model pembelajaran problem based learning pada materi himpunan. Pelaksanaan
tindakan dilakukan dalam waktu 2 ×40 menit atau 2 jam pelajaran pada
pertemuan pertama dan 3 × 40 menit atau 3 jam pelajaran pada pertemuan kedua.
Pertemuan pertama dilaksanakan pada 08 September 2022 dihadiri 32
siswa dan pertemuan kedua dilaksanakan pada 09 September 2022 dihadiri 32
siswa. Kegiatan belajar mengajar yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Pertemuan Pertama
A. Kegitan Pendahuluan
 Orientasi:
1. Guru masuk ke kelas.
2. Guru memberi salam dan meminta seorang peserta didik untuk
memimpin doa. (religius)
3. Guru memeriksa kehadiran dan menanyakan kabar peserta didik.
(disiplin)
42

 Apersepsi:
4. Guru menanyakan dan mengingatkan kembali materi bilangan yang telah
mereka pelajari pada pertemuan sebelumnya kepada peserta didik,
“Masih ingatkah kalian mengenai materi bilangan yang kita pelajari
sebelumnya? Dapatkah kalian menyebutkan bilangan-bilangan ganjil
antara 1-10 ?”.
 Motivasi:
5. Guru memotivasi peserta didik dengan menyampaikan manfaat himpunan
dalam kehidupan sehari-hari.
B. Kegiatan Inti
 Fase 1 : Mengorientasikan peserta didik kepada masalah
Mengamati:
1. Guru menampilkan masalah kehidupan sehari-hari yang berkaitan
dengan materi himpunan (Bahan Tayang 1: Slide 2) dan peserta didik
memperhatikan masalah tersebut.
Menanya:
2. Peserta didik menanya terkait masalah yang ditampilkan.
Jika tidak ada yang bertanya, guru mengajukan pertanyaan seperti:
“Apa yang dapat kita ketahui dari permasalahan tersebut?”
“Dapatkah kita menyajikan nama-nama di kelas tersebut berdasarkan
abjadnya?”
3. Guru menyampaikan bahwa beberapa pertanyaan terakhir dari
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sebelumnya akan terjawab setelah
mereka menguasai materi pokok himpunan.
4. Guru memberitahukan definisi “himpunan” dengan menampilkan
contohnya di bahan tayang dan mengatakan bahwa “himpunan adalah
kumpulan objek yang memiliki sifat yang dapat didefinisikan dengan
jelas”
5. Guru memberikan contoh anggota dan bukan anggota himpunan.
 Fase 2 : Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar
1. Guru mengelompokkan peserta didik ke dalam kelompok-kelompok
diskusi dengan mempertimbangkan heterogenitas kemampuan akademik
dan gender.
Kegiatan Literasi:
43

2. Guru membagikan bahan ajar kepada tiap kelompok dan meminta peserta
didik untuk memahami bahan ajar halaman 3-13, serta menanyakan jika
ada yang tidak dipahami.
3. Guru membagikan LKPD I kepada setiap kelompok dan meminta peserta
didik menuliskan nama anggota kelompoknya.
4. Guru meminta peserta didik membaca dan memahami LKPD I dan
mengamati permasalahan pada LKPD I.
Critical Thinking:
5. Guru meminta peserta didik mendiskusikan permasalahan pada LKPD I
dan menuliskan informasi yang mereka peroleh pada permasalahan
tersebut.
 Fase 3 : Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok
Collaboration:
Menalar:
1. Dengan diskusi kelompok, peserta didik menalar memecahkan masalah
pada permasalahan LKPD I. (gotong royong/bekerjasama)
Mengumpulkan informasi:
2. Dengan diskusi kelompok, peserta didik mengumpulkan informasi untuk
menemukan langkah-langkah memecahkan masalah matematika secara
kreatif pada LKPD I.
3. Selama peserta didik bekerja dalam kelompok, guru berkeliling untuk
memeriksa aktivitas peserta didik dan memberikan bantuan jika
diperlukan.
4. Setelah memastikan bahwa setiap kelompok berhasil menyelesaikan
permasalahan pada LKPD I dan setiap individu tidak mengalami
kesulitan, guru meminta peserta didik untuk menuliskan kesimpulan
yang mereka peroleh pada LKPD I.
 Fase 4 : Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Communication:
Mengkomunikasikan:
1. Guru meminta salah satu perwakilan dari kelompok untuk menyajikan
hasil diskusi mengenai permasalahan yang ada pada LKPD I. (tanggung
jawab)
2. Guru meminta tiap kelompok lain untuk memberikan apresiasi dan
tanggapan pada hasil kerja kelompok penyaji.
44

“Tiap kelompok harus memberikan pertanyaan ataupun tanggapan


kepada kelompok penyaji”.

 Fase 5 : Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah


Creativity:
1. Guru mengarahkan peserta didik untuk mendiskusikan jawaban-jawaban
tersebut dan menentukan jawaban yang tepat.
2. Guru memberikan latihan mandiri kepada peserta didik. (mandiri)
C. Kegiatan Penutup
1. Guru mengarahkan semua peserta didik pada poin-poin penting mengenai
permasalahan yang telah dibahas agar diperoleh kesimpulan.
2. Guru memberikan apresiasi kepada peserta didik karena terlibat aktif pada
saat proses pembelajaran berlangsung.
3. Guru menginformasikan peserta didik untuk mempelajari materi selanjutnya.
4. Guru meminta peserta didik untuk memimpin doa penutup dan mengakhiri
kegiatan belajar dengan salam. (religius)

2. Pertemuan Kedua
A. Kegiatan Pendahuluan
 Orientasi:
1. Guru masuk ke kelas.
2. Guru memberi salam dan meminta seorang peserta didik untuk
memimpin doa. (religius)
3. Guru memeriksa kehadiran dan menanyakan kabar peserta didik.
(disiplin)
 Apersepsi:
4. Guru menanyakan dan mengingatkan kembali materi bilangan yang telah
mereka pelajari pada pertemuan sebelumnya kepada peserta didik,
“Masih ingatkah kalian konsep himpunan yang kita pelajari sebelumnya?
Dapatkah kalian menyebutkan kumpulan negara di Asia Tenggara”.
 Motivasi:
5. Guru memotivasi peserta didik dengan menyampaikan manfaat himpunan
dalam kehidupan sehari-hari.
B. Kegiatan Inti
45

 Fase 1 : Mengorientasikan peserta didik kepada masalah


Mengamati:
1. Guru menampilkan masalah kehidupan sehari-hari yang berkaitan
dengan materi himpunan (Bahan Tayang 2: Slide 2) dan peserta didik
memperhatikan masalah tersebut.
Menanya:
2. Peserta didik menanya terkait masalah yang ditampilkan.
Jika tidak ada yang bertanya, guru mengajukan pertanyaan seperti:
“Apa yang dapat kita ketahui dari permasalahan tersebut?”
“Dapatkah kita menyajikan nama-nama di kelas tersebut berdasarkan
abjadnya?”
“Bagaimana cara menyatakannya dalam bentuk symbol matematika?”
3. Guru menyampaikan bahwa beberapa pertanyaan terakhir dari
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sebelumnya akan terjawab setelah
mereka menguasai materi pokok himpunan.
4. Guru menjelaskan penyajian himpunan.
 Fase 2 : Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar
1. Guru mengelompokkan peserta didik ke dalam kelompok-kelompok
diskusi dengan mempertimbangkan heterogenitas kemampuan akademik
dan gender.
Kegiatan Literasi:
2. Guru membagikan bahan ajar kepada tiap kelompok dan meminta peserta
didik untuk memahami bahan ajar halaman 3-13, serta menanyakan jika
ada yang tidak dipahami.
3. Guru membagikan LKPD II kepada setiap kelompok dan meminta
peserta didik menuliskan nama anggota kelompoknya.
4. Guru meminta peserta didik membaca dan memahami LKPD II dan
mengamati permasalahan pada LKPD II.
Critical Thinking:
5. Guru meminta peserta didik mendiskusikan permasalahan pada LKPD II
dan menuliskan informasi yang mereka peroleh pada permasalahan
tersebut.
 Fase 3 : Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok
Collaboration:
Menalar:
46

1. Dengan diskusi kelompok, peserta didik menalar memecahkan masalah


pada permasalahan LKPD II. (gotong royong/bekerjasama)
Mengumpulkan informasi:
2. Dengan diskusi kelompok, peserta didik mengumpulkan informasi untuk
menemukan langkah-langkah memecahkan masalah matematika secara
kreatif pada LKPD II.
3. Selama peserta didik bekerja dalam kelompok, guru berkeliling untuk
memeriksa aktivitas peserta didik dan memberikan bantuan jika
diperlukan.
4. Setelah memastikan bahwa setiap kelompok berhasil menyelesaikan
permasalahan pada LKPD II dan setiap individu tidak mengalami
kesulitan, guru meminta peserta didik untuk menuliskan kesimpulan
yang mereka peroleh pada LKPD II.
 Fase 4 : Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Communication:
Mengkomunikasikan:
1. Guru meminta salah satu perwakilan dari kelompok untuk menyajikan
hasil diskusi mengenai permasalahan yang ada pada LKPD II. (tanggung
jawab)
2. Guru meminta tiap kelompok lain untuk memberikan apresiasi dan
tanggapan pada hasil kerja kelompok penyaji.
“Tiap kelompok harus memberikan pertanyaan ataupun tanggapan
kepada kelompok penyaji”.
 Fase 5 : Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Creativity:
1. Guru mengarahkan peserta didik untuk mendiskusikan jawaban-jawaban
tersebut dan menentukan jawaban yang tepat.
2. Guru memberikan latihan mandiri kepada peserta didik. (mandiri)
C. Kegiatan Penutup
1. Guru mengarahkan semua peserta didik pada poin-poin penting mengenai
permasalahan yang telah dibahas agar diperoleh kesimpulan.
2. Guru memberikan apresiasi kepada peserta didik karena terlibat aktif pada
saat proses pembelajaran berlangsung.
3. Guru menginformasikan peserta didik untuk mempelajari materi selanjutnya.
47

4. Guru meminta peserta didik untuk memimpin doa penutup dan mengakhiri
kegiatan belajar dengan salam. (religius)

4.1.2.3. Pengamatan I
Data yang diperoleh selama pelaksanaan siklus I kemudian dianalisis
sehingga diperoleh :
 Tes Pemahaman Konsep I
Dari hasil tes pemahaman konsep matematika siklus I yang diberikan
kepada 32 orang siswa, diperoleh rata-rata 69,30 atau 69,30 % dengan jumlah
siswa yang memperoleh nilai ketuntasan belajar lebih besar atau sama dengan
70 sebanyak 20 orang (62,5 %) dan yang tidak mencapai ketuntasan belajar
ialah 12 orang (37,5%).
Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.2
Tabel 4.2 Persentase Pemahaman Konsep Matematika Siswa Siklus I
Tingkat Rata-Rata
Banyak Persentase
Interval Nilai Pemahaman Kemampuan
Siswa Siswa
Konsep Siswa
90 ≤ x<100 Sangat Tinggi 3 9,375%
80 ≤ x< 90 Tinggi 5 15,625%
69,30 %
70 ≤ x <80 Cukup 12 37,500%
(Rendah)
60 ≤ x<70 Rendah 7 21,875%
¿ 60 Sangat Rendah 5 15,625%
Berdasarkan tes pemahaman konsep matematika I yang memuat
empat indikator pemahaman konsep matematika, diperoleh sebagai berikut :
1) Menyatakan Ulang Konsep
Berdasarkan jawaban siswa dalam tes kemampuan pemahaman konsep I,
total skor kemampuan siswa dalam menyatakan ulang konsep adalah 434
dari skor maksimal 512 dengan persentase 84,77%. Dari hasil yang
diperoleh, tingkat kemampuan pemahaman konsep siswa di kelas VII-B
SMP Negeri 3 Medan dalam menyatakan ulang konsep adalah tinggi.
2) Memberikan Contoh dan Non Contoh dari Suatu Konsep
48

Berdasarkan jawaban siswa dalam tes kemampuan pemahaman konsep I,


total skor kemampuan siswa dalam memberikan contoh dan non contoh
dari suatu konsep adalah 412 dari skor maksimal 512 dengan persentase
80,47%. Dari hasil yang diperoleh, tingkat kemampuan pemahaman
konsep siswa di kelas VII-B SMP Negeri 3 Medan dalam memberikan
contoh dan non contoh adalah tinggi.
3) Menyajikan Konsep dalam Berbagai Bentuk Representasi Matematika
Berdasarkan jawaban siswa dalam tes kemampuan pemahaman konsep I,
total skor kemampuan siswa dalam menyajikan konsep dalam berbagai
bentuk representasi matematika adalah 175 dari skor maksimal 256
dengan persentase 68,36%. Dari hasil yang diperoleh, tingkat
kemampuan pemahaman konsep siswa di kelas VII-B SMP Negeri 3
Medan dalam menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi
matematika adalah rendah.
4) Mengaplikasikan Konsep atau Algoritma dalam Penyelesaian Masalah
Berdasarkan jawaban siswa dalam tes kemampuan pemahaman konsep I,
total skor kemampuan siswa dalam mengaplikasikan konsep atau
algoritma dalam penyelesaian masalah adalah 183 dari skor maksimal
256 dengan persentase 71,41%. Dari hasil yang diperoleh, tingkat
kemampuan pemahaman konsep siswa di kelas VII-B SMP Negeri 3
Medan dalam mengaplikasikan konsep aatau algoritma dalam
penyelesaian masalah adalah cukup.

 Pengamatan Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran


Pengamatan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran
dilakukan oleh mahasiswa sejurusan yang hadir dalam mengamati proses
pembelajaran yang dilakukan peneliti selama penelitian. Hasil dari
pengamatan yang dilakukan oleh pengamat dilakukan setiap pertemuan
kemudian dirata-rata kan dan disesuaikan dengan kategori yang didapatkan.
Hasil pengamatan dapat dilihat sebagai berikut :
1) Pada pertemuan pertemuan pertama siklus I setelah dilakukan penilaian,
kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran mendapat kriteria
49

kurang baik yaitu dengan nilai 2,5. Pada pertemuan ini guru tidak baik
dalam mengoptimalkan interaksi siswa dalam bekerja yang merupakan
dari bagian kegiatan inti. Sedangkan bagian yang lainnya mendapat
kriteria kurang baik dan baik.
2) Pada pertemuan pertemuan kedua siklus II setelah dilakukan penilaian,
kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran mendapat kriteria
kurang baik yaitu dengan nilai 2,56. Pada pertemuan ini guru tidak baik
dalam mengamati cara siswa siswa dalam menyelesaiakan soal yang
merupakan dari bagian kegiatan inti. Sedangkan bagian yang lainnya
mendapat kriteria kurang baik dan baik.
Setelah dirata-ratakan, hasil pengamatan pada siklus I menunjukkan
bahwa tingkat kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran kurang baik
yaitu dengan rerata skor 2,53. Perolehan ini akan jadi bahan perbaikan untuk
kedepannya.

4.1.2.4. Refleksi I
Adapun hasil penelitian yang diperoleh pada pelaksanaan siklus I adalah
sebagai berikut :
1. Peneliti belum maksimal dalam memberikan instruksi maupun motivasi
selama proses pembelajaran.
2. Hanya beberapa siswa yang memberikan pendapatnya saat diskusi
kelompok sedangkan yang lainnya hanya mendengarkan saja.
3. Guru belum mampu mengkondisikan siswa dalam proses pembelajaran.
4. Masih banyak siswa yang kesulitan dalam mengerjakan tes kemampuan
pemahaman konsep. Hal tersebut terlihat dari hasil tes di mana masih
banyak siswa yang belum mencapai kriteria ketuntasan kemampuan
pemahaman konsep.
Disamping kegagalan yang terjadi selama pembelajaran, ternyata
diperoleh peningkatan pemahaman konsep siswa didalam menyelesaiakan soal-
soal setelah diterapkannya model problem based learning selama proses
pembelajaran berlangsung.
50

Selain itu, kemampuan guru dalam mengelola kelas selama pembelajaran


belum maksimal yang dilihat dari pencapaian hasil pengamatan kemampuan guru
mengelola pembelajaran yaitu 2,53 dengan kategori kurang baik.

4.1.3. Permasalahan II
Berdasarkan analisis data dari tes kemampuan pemahaman konsep
matematika siswa I dan hasil pencapaian kemampuan guru mengelola
pembelajaran, maka masalah yang akan diatasi pada pelaksanaan siklus II adalah
sebagai berikut :
1) Siswa masih kesulitan dalam memahami konsep. Hal tersebut dapat
diperhatikan dari hasil tes kemampuan pemahaman konsep siswa I.
2) Guru belum mampu maksimal dalam pemberian bimbingan dan motivasi
dalam pembelajaran.
3) Guru belum maksimal dalam mengelola pelaksanaan pembelajaran dan belum
maksimal dalam menggunakan waktu yang efisien sesuai dengan rencana
pelaksanaan pembelajaran.

4.1.4. Siklus II
Berikut ini ialah deskripsi hasil penelitian kemampuan pemahaman
konsep matematika siswa dengan model problem based learning di siklus II :
4.1.4.1. Perencanaan Tindakan II
Pada tahap ini guru membuat perencanaan tindakan (alternatif
pemecahan) terhadap permasalahan atau kesulitan yang dialami siswa adalah
sebagi berikut :
1) Guru memberikan masalah-masalah kontekstual yang lebih bervariasi dan
membantu siswa untuk memahaminya serta memberikan latihan soal kepada
siswa.
2) Guru mengarahkan siswa untuk tetap fokus pada pembelajaran.
3) Guru memotivasi dan membantu siswa untuk memahami masalah pada soal.
4) Guru lebih memantau siswa, memberikan penjelasan dan memperhatikan tiap
catatan siswa
51

5) Lebih mengarahkan siswa untuk mengajari teman satu kelompok dengan


menegaskan kepada siswa pentingnya bekerja sama dalam kelompok
6) Guru menyatakan akan memberikan nilai tambah bagi siswa yang
berpartisipasi dalam kelas, seperti memberikan pertanyaan, menjawab
pertanyaan, dan ikut menyimpulkan materi diakhir pertemuan.

4.1.4.2. Pelaksanaan Tindakan II


Terdapat perbedaan variasi tindakan antara siklus I dan I. pada siklus II,
pembelajaran tetap dilaksanakan secara berkelompok tetapi tiap-tiap siswa dalam
tiap kelompok mendapatkan 1 (satu) rangkap LKPD. Dengan cara tersebut, siswa
akan lebih aktif dalam pembelajaran. Dalam siklus II ini juga LKPD
yangdigunakan lebih memuat indikator 3 dan indikator 4 yaitu menyajikan konsep
dalam berbagai bentuk representasi matematika dan mengaplikasikan konsep atau
algoritma dalam penyelesaian masalah. Pada tahap perencanaan tindakan II,
pembelajaran dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran problem based
learning pada materi himpunan. Pelaksanaan tindakan dilakukan dalam waktu
2 ×40 menit atau 2 jam pelajaran pada pertemuan pertama dan 3 × 40 menit atau 3
jam pelajaran pada pertemuan kedua.
Pertemuan pertama dilaksanakan pada 15 September 2022 dihadiri 32
siswa dan pertemuan kedua dilaksanakan pada 16 September 2022 dihadiri 32
siswa. Kegiatan belajar mengajar yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Pertemuan Pertama
A. Kegiatan Pendahuluan
 Orientasi:
1. Guru masuk ke kelas.
2. Guru memberi salam dan meminta seorang peserta didik untuk
memimpin doa. (religius)
3. Guru memeriksa kehadiran dan menanyakan kabar peserta didik.
(disiplin)
 Apersepsi:
4. Guru menanyakan dan mengingatkan kembali materi bilangan yang telah
mereka pelajari pada pertemuan sebelumnya kepada peserta didik,
“Masih ingatkah kalian mengenai materi bilangan yang kita pelajari
52

sebelumnya? Dapatkah kalian menyebutkan bilangan-bilangan ganjil


antara 1-10? Dapatkan kalian menyebutkan symbol untuk bilangan-
bilangan ganjil?”
 Motivasi:
5. Guru memotivasi peserta didik dengan menyampaikan manfaat himpunan
dalam kehidupan sehari-hari.
B. Kegiatan Inti
 Fase 1 : Mengorientasikan peserta didik kepada masalah
Mengamati:
1. Guru menampilkan masalah kehidupan sehari-hari yang berkaitan
dengan materi himpunan (Bahan Tayang 3: Slide 2) dan peserta didik
memperhatikan masalah tersebut.
Menanya:
2. Peserta didik menanya terkait masalah yang ditampilkan.
Jika tidak ada yang bertanya, guru mengajukan pertanyaan seperti:
“Apa yang dapat kita ketahui dari permasalahan tersebut?”
“Dapatkah kita menyajikan nama-nama di kelas tersebut berdasarkan
abjadnya?”
3. Guru menyampaikan bahwa beberapa pertanyaan terakhir dari
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sebelumnya akan terjawab setelah
mereka menguasai materi pokok himpunan.
4. Guru memberitahukan definisi “himpunan kosong dan himpunan nol”
dengan menampilkan contohnya di bahan tayang dan mengatakan bahwa
“himpunan adalah kumpulan objek yang memiliki sifat yang dapat
didefinisikan dengan jelas”
5. Guru memberikan himpunan kosong dan himpunan nol.
 Fase 2 : Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar
1. Guru mengelompokkan peserta didik ke dalam kelompok-kelompok
diskusi dengan mempertimbangkan heterogenitas kemampuan akademik
dan gender.
Kegiatan Literasi:
2. Guru membagikan bahan ajar kepada tiap kelompok dan meminta peserta
didik untuk memahami bahan ajar halaman 3-13, serta menanyakan jika
ada yang tidak dipahami.
53

3. Guru membagikan LKPD III kepada setiap kelompok dan meminta


peserta didik menuliskan nama anggota kelompoknya.
4. Guru meminta peserta didik membaca dan memahami LKPD III dan
mengamati permasalahan pada LKPD III.
Critical Thinking:
5. Guru meminta peserta didik mendiskusikan permasalahan pada LKPD III
dan menuliskan informasi yang mereka peroleh pada permasalahan
tersebut.
 Fase 3 : Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok
Collaboration:
Menalar:
1. Dengan diskusi kelompok, peserta didik menalar memecahkan masalah
pada permasalahan LKPD III. (gotong royong/bekerjasama)
Mengumpulkan informasi:
2. Dengan diskusi kelompok, peserta didik mengumpulkan informasi untuk
menemukan langkah-langkah memecahkan masalah matematika secara
kreatif pada LKPD III.
3. Selama peserta didik bekerja dalam kelompok, guru berkeliling untuk
memeriksa aktivitas peserta didik dan memberikan bantuan jika
diperlukan.
4. Setelah memastikan bahwa setiap kelompok berhasil menyelesaikan
permasalahan pada LKPD III dan setiap individu tidak mengalami
kesulitan, guru meminta peserta didik untuk menuliskan kesimpulan
yang mereka peroleh pada LKPD III.
 Fase 4 : Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Communication:
Mengkomunikasikan:
1. Guru meminta salah satu perwakilan dari kelompok untuk menyajikan
hasil diskusi mengenai permasalahan yang ada pada LKPD III.
(tanggung jawab)
2. Guru meminta tiap kelompok lain untuk memberikan apresiasi dan
tanggapan pada hasil kerja kelompok penyaji.
“Tiap kelompok harus memberikan pertanyaan ataupun tanggapan
kepada kelompok penyaji”.
 Fase 5 : Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
54

Creativity:
1. Guru mengarahkan peserta didik untuk mendiskusikan jawaban-jawaban
tersebut dan menentukan jawaban yang tepat.
2. Guru memberikan latihan mandiri kepada peserta didik. (mandiri)
C. Kegiatan Penutup
1. Guru mengarahkan semua peserta didik pada poin-poin penting mengenai
permasalahan yang telah dibahas agar diperoleh kesimpulan.
2. Guru memberikan apresiasi kepada peserta didik karena terlibat aktif pada
saat proses pembelajaran berlangsung.
3. Guru menginformasikan peserta didik untuk mempelajari materi selanjutnya.
4. Guru meminta peserta didik untuk memimpin doa penutup dan mengakhiri
kegiatan belajar dengan salam. (religius)

2. Pertemuan Kedua
A. Kegiatan Pendahuluan
 Orientasi:
1. Guru masuk ke kelas.
2. Guru memberi salam dan meminta seorang peserta didik untuk
memimpin doa. (religius)
3. Guru memeriksa kehadiran dan menanyakan kabar peserta didik.
(disiplin)
 Apersepsi:
4. Guru menanyakan dan mengingatkan kembali materi bilangan yang telah
mereka pelajari pada pertemuan sebelumnya kepada peserta didik,
“Masih ingatkah kalian konsep himpunan yang kita pelajari sebelumnya?
Dapatkah kalian menyebutkan kumpulan negara di Asia Tenggara?
Dapatkah kalian menyebutkan semesta dari kumpulan negara di Asia
Tenggara?”
 Motivasi:
5. Guru memotivasi peserta didik dengan menyampaikan manfaat himpunan
dalam kehidupan sehari-hari.
B. Kegiatan Inti
 Fase 1 : Mengorientasikan peserta didik kepada masalah
Mengamati:
55

1. Guru menampilkan masalah kehidupan sehari-hari yang berkaitan


dengan materi himpunan (Bahan Tayang 4: Slide 2) dan peserta didik
memperhatikan masalah tersebut.
Menanya:
2. Peserta didik menanya terkait masalah yang ditampilkan.
Jika tidak ada yang bertanya, guru mengajukan pertanyaan seperti:
“Apa yang dapat kita ketahui dari permasalahan tersebut?”
“Dapatkah kita menyajikan nama-nama di kelas tersebut berdasarkan
abjadnya?”
“Bagaimana cara menyatakannya dalam bentuk symbol matematika?”
3. Guru menyampaikan bahwa beberapa pertanyaan terakhir dari
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sebelumnya akan terjawab setelah
mereka menguasai materi pokok himpunan.
4. Guru memberitahukan definisi “himpunan semesta dan diagram Venn”
dengan menampilkan contohnya di bahan tayang dan mengatakan bahwa
“himpunan adalah kumpulan objek yang memiliki sifat yang dapat
didefinisikan dengan jelas”
5. Guru menjelaskan penyajian himpunan dalam bentuk diagram Venn.
 Fase 2 : Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar
1. Guru mengelompokkan peserta didik ke dalam kelompok-kelompok
diskusi dengan mempertimbangkan heterogenitas kemampuan akademik
dan gender.
Kegiatan Literasi:
2. Guru membagikan bahan ajar kepada tiap kelompok dan meminta peserta
didik untuk memahami bahan ajar halaman 3-13, serta menanyakan jika
ada yang tidak dipahami.
3. Guru membagikan LKPD IV kepada setiap kelompok dan meminta
peserta didik menuliskan nama anggota kelompoknya.
4. Guru meminta peserta didik membaca dan memahami LKPD IV dan
mengamati permasalahan pada LKPD IV.
Critical Thinking:
5. Guru meminta peserta didik mendiskusikan permasalahan pada LKPD
IV dan menuliskan informasi yang mereka peroleh pada permasalahan
tersebut.
 Fase 3 : Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok
56

Collaboration:
Menalar:
1. Dengan diskusi kelompok, peserta didik menalar memecahkan masalah
pada permasalahan LKPD IV. (gotong royong/bekerjasama)
Mengumpulkan informasi:
2. Dengan diskusi kelompok, peserta didik mengumpulkan informasi untuk
menemukan langkah-langkah memecahkan masalah matematika secara
kreatif pada LKPD IV.
3. Selama peserta didik bekerja dalam kelompok, guru berkeliling untuk
memeriksa aktivitas peserta didik dan memberikan bantuan jika
diperlukan.
4. Setelah memastikan bahwa setiap kelompok berhasil menyelesaikan
permasalahan pada LKPD IV dan setiap individu tidak mengalami
kesulitan, guru meminta peserta didik untuk menuliskan kesimpulan
yang mereka peroleh pada LKPD IV.
 Fase 4 : Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Communication:
Mengkomunikasikan:
1. Guru meminta salah satu perwakilan dari kelompok untuk menyajikan
hasil diskusi mengenai permasalahan yang ada pada LKPD IV.
(tanggung jawab)
2. Guru meminta tiap kelompok lain untuk memberikan apresiasi dan
tanggapan pada hasil kerja kelompok penyaji.
“Tiap kelompok harus memberikan pertanyaan ataupun tanggapan
kepada kelompok penyaji”.
 Fase 5 : Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Creativity:
1. Guru mengarahkan peserta didik untuk mendiskusikan jawaban-jawaban
tersebut dan menentukan jawaban yang tepat.
2. Guru memberikan latihan mandiri kepada peserta didik. (mandiri)
C. Kegiatan Penutup
1. Guru mengarahkan semua peserta didik pada poin-poin penting mengenai
permasalahan yang telah dibahas agar diperoleh kesimpulan.
2. Guru memberikan apresiasi kepada peserta didik karena terlibat aktif pada
saat proses pembelajaran berlangsung.
57

3. Guru menginformasikan peserta didik untuk mempelajari materi selanjutnya.


4. Guru meminta peserta didik untuk memimpin doa penutup dan mengakhiri
kegiatan belajar dengan salam. (religius)

4.1.4.3. Pengamatan II
Data yang diperoleh selama pelaksanaan siklus II kemudian dianalisis
sehingga diperoleh :
 Tes Pemahaman Konsep II
Dari hasil tes pemahaman konsep matematika siklus II yang
diberikan kepada 32 orang siswa, diperoleh rata-rata 77,81 atau
77,81%dengan jumlah siswa yang memperoleh nilai ketuntasan belajar lebih
besar atau sama dengan 70 sebanyak 25 orang (78,125%) dan yang tidak
mencapai ketuntasan belajar ialah 7 orang (21,875%).
Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.4
Tabel 4.4 Persentase Pemahaman Konsep Matematika Siswa Siklus II
Tingkat Rata-Rata
Banyak Persentase
Interval Nilai Pemahaman Kemampuan
Siswa Siswa
Konsep Siswa
90 ≤ x<100 Sangat Tinggi 5 15,625%
80 ≤ x< 90 Tinggi 12 37,500%
77,81%
70 ≤ x <80 Cukup 8 25,000%
(Cukup)
60 ≤ x<70 Rendah 5 15,625%
¿ 60 Sangat Rendah 2 6,250%
Berdasarkan tes pemahaman konsep matematika I yang memuat
empat indikator pemahaman konsep matematika, diperoleh sebagai berikut :
1) Menyatakan Ulang Konsep
Berdasarkan jawaban siswa dalam tes kemampuan pemahaman konsep I,
total skor kemampuan siswa dalam menyatakan ulang konsep adalah 228
dari skor maksimal 256 dengan persentase 89,06%. Dari hasil yang
diperoleh, tingkat kemampuan pemahaman konsep siswa di kelas VII-B
SMP Negeri 3 Medan dalam menyatakan ulang konsep adalah tinggi.
2) Memberikan Contoh dan Non Contoh dari Suatu Konsep
58

Berdasarkan jawaban siswa dalam tes kemampuan pemahaman konsep I,


total skor kemampuan siswa dalam memberikan contoh dan non contoh
dari suatu konsep adalah 216 dari skor maksimal 256 dengan persentase
84,38%. Dari hasil yang diperoleh, tingkat kemampuan pemahaman
konsep siswa di kelas VII-B SMP Negeri 3 Medan dalam memberikan
contoh dan non contoh adalah tinggi.
3) Menyajikan Konsep dalam Berbagai Bentuk Representasi Matematika
Berdasarkan jawaban siswa dalam tes kemampuan pemahaman konsep I,
total skor kemampuan siswa dalam menyajikan konsep dalam berbagai
bentuk representasi matematika adalah 182 dari skor maksimal 256
dengan persentase 71,09%. Dari hasil yang diperoleh, tingkat
kemampuan pemahaman konsep siswa di kelas VII-B SMP Negeri 3
Medan dalam menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi
matematika adalah cukup.
4) Mengaplikasikan Konsep atau Algoritma dalam Penyelesaian Masalah
Berdasarkan jawaban siswa dalam tes kemampuan pemahaman konsep I,
total skor kemampuan siswa dalam mengaplikasikan konsep atau
algoritma dalam penyelesaian masalah adalah 201 dari skor maksimal
256 dengan persentase 78,52%. Dari hasil yang diperoleh, tingkat
kemampuan pemahaman konsep siswa di kelas VII-B SMP Negeri 3
Medan dalam mengaplikasikan konsep aatau algoritma dalam
penyelesaian masalah adalah cukup.

 Pengamatan Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran II


Pengamatan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran
dilakukan oleh mahasiswa sejurusan yang hadir dalam mengamati proses
pembelajaran yang dilakukan peneliti selama penelitian. Hasil dari
pengamatan yang dilakukan oleh pengamat dilakukan setiap pertemuan
kemudian dirata-rata kan dan disesuaikan dengan kategori yang didapatkan.
Hasil pengamatan dapat dilihat sebagai berikut :
1) Pada pertemuan pertemuan pertama siklus II setelah dilakukan penilaian,
kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran mendapat kriteria
59

cukup baik yaitu dengan nilai 3,25. Pada pertemuan ini guru melakukan
semua yang meliputi kegiatan pendahuluan, inti, penutup, pengelolaan
waktu, dan pengkondisian suasana kelas dengan kriteria cukup baik dan
baik.
2) Pada pertemuan kedua pertama siklus II setelah dilakukan penilaian,
kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran mendapat kriteria baik
yaitu dengan nilai 3,62. Pada pertemuan ini guru melakukan semua yang
meliputi kegiatan pendahuluan, inti, penutup, pengelolaan waktu, dan
pengkondisian suasana kelas dengan kriteria cukup baik dan baik.
Setelah dirata-ratakan, hasil pengamatan pada siklus II menunjukkan
bahwa tingkat kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran baik yaitu
dengan rata-rata skor 3,43.

4.1.4.4. Refleksi II
Berdasarkan hasil pengamatan kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran dan tes pemahaman konsep matematika II, berikut ini diuraikan
keberhasilan dan kegagalan dalam pelaksanaan tindakan pada siklus II, yaitu :
1) Hasil pengamatan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran
matematika dengan model problem based learning pada siklus II ini berada
pada kategori baik. Artinya peneliti telah mapu menerapkan model
pembelajaran problem based learning dengan maksimal dalam proses
pembelajaran. Hal ini didasarakan pada hasil pengamatan kemampuan guru
dalam mengelola pembelajaran yang menunjukkan peningkatan dengan
semakin baiknya proses pembelajaran yang dilakukan.
2) Tes pemahaman konsep matematika II menunjukkan bahwa dari 32 orang
siswa yang mengikuti tes, 25 orang (78,125%) diantaranya mencapai
ketuntasan belajar, yaitu mencapai nilai lebih besar atau sama dengan 70.
Namun, 7 orang (21,875%) tidak mencapai syarat ketuntasan belajar. Hal ini
menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam memahami materi koordinat
katesius sudah baik.

4.2. Pembahasan Hasil Penelitian


60

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemahaman


konsep matematika siswa pada materi koordinat kartesius dengan menerapkan
model pembelajaran problem based learning telah meningkatkan kemampuan
pemahaman konsep matematika siswa.
Pada tes awal, sebelum diberi tindakan perolehan tingkat kemampuan
pemahaman konsep siswa dilihat dari setiap indikator diperoleh bahwa pada
indikator pertama, kedua, ketiga maupun keempat diperoleh tingkat kemampuan
siswa rendah dengan nilai 68,75 pada indikator pertama, 68,16 pada indikator
kedua, 48,05 pada indikator ketiga, dan 52,15 pada indikator keempat.
Setelah guru memberikan tindakan, diperoleh bahwa tingkat tingkat
kemampuan siswa pada tiap indikator mengalami peningkatan. Pada indikator
pertama menjadi 84,77 di siklus I dan 89,06 di siklus II. Pada indikator kedua
menjadi 80,47 di siklus I dan 84,38 di siklus II. Pada indikator ketiga menjadi
68,36 di siklus I dan 71,09 di siklus II. Pada indikator keempat menjadi 71,48 di
siklus I dan 78,52 di siklus II. Peningkatan tersebut dapat dilihat pada diagram
4.1.
90
80
70
60
50 Tes Awal
40 Siklus I
30 Siklus II
20
10
0
Indikator Indikator Indikator Indikator
Pertama Kedua Ketiga Keempat

Gambar 4.1. Diagram Nilai Kemampuan Pemahaman Konsep


Matematika Siswa Setiap Indikator

Diagram menunjukkan bahwa nilai kemampuan pemahaman konsep


matematika sertiap ndikator siswa mengalami peningkatan dengan menggunakan
model pembelajaran problem based learning.
Sebelum diberi tindakan, peneliti terlebih dahulu memberikan tes awal
untuk melihat kemampuan awal siswa dan letak kesulitan yang dihadapi siswa.
61

Rata-rata nilai kemampuan pemahaman konsep matematika siswa pada tes awal
adalah 59,28. Setelah mengetahui kemampuan pemahaman konsep matematika
siswa pada tes awal, guru melakukan tindakan yang dapat meningkatakan
pemahaman konsep matematika siswa, yaitu dengan menerapakan model
pembelajaran problem based learning. Rata-rata kemampuan pemahaman konsep
matematika menjadi 69,30 pada siklus I dengan kategori rendah. Pada siklus I
diperoleh bahwa kemampuan siswa pada indikator ketiga yaitu menyajikan
konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika dalam kategori rendah dan
indikator keempat yaitu mengaplikasikan konsep atau algoritma dalam
penyelesaian masalah dalam kategori cukup.
Berdasarkan hasil pada siklus I, dilalukan perbaikan tindakan di siklus II
yaitu dengan membagi LKPD satu untuk setiap orang dan LKPD yang diberikan
lebih memuat permasalahan mengenai menyajikan konsep dalam berbagai bentuk
representasi matematika dan mengaplikasikan konsep atau algoritma dalam
penyelesaian masalah. Rata-rata kemampuan pemahaman konsep matematika
menjadi 77,81 pada siklus II dengan kategori cukup. Peningkatan kemampuan
pemahaman konsep matematika siswa dapat dilihat pada diagram 4.2.

77.81
80 69.3
59.28
60
40
20
0
al I II
ep ep
Aw ons ns
an K K o
pu an an
am am am
em ah ah
sK em em
Te sP sP
Te Te

Gambar 4.2. Diagram Rata-Rata Nilai Kemampuan Pemahaman


Konsep Matematika Siswa

Diagram menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan pemahaman konsep


matematika siswa mengalami peningkatan dengan menggunakan model
pembelajaran problem based learning.
62

Kemampuan guru dalam mengelola pembalajaran juga mengalami


peningkatan dari siklus I ke siklus II. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil
pengamatan kemampuan guru mengelola pembelajaran. Pada siklus I diperoleh
bahwa kemampuan guru sudah kategori kurang baik dengan memperoleh nilai
2,5 pada pertemuan I dan 2,56 pada pertemuan berikutnya. Tingkat kemampuan
guru dari pertemuan pertama ke pertemuan kedua pada siklus I mengalami
peningkatan. Rerata skor yang diperoleh 2,53 dengan kategori kurang baik. Pada
siklus II terlihat peningkatan nilai dari peneliti, dengan memperoleh nilai 3,25
pada pertemuan dan 3,62 pada pertemuan berikutnya. Tingkat kemampuan guru
dari pertemuan pertama ke pertemuan kedua dalam siklus II mengalami
peningkatan. Rerata skor yang diperoleh 3,43 dengan kategori baik. Dapat dilihat
bahwa secara keseluruhan dari pertemuan ke pertemuan berikutnya tingkat
kemampuan guru mengalami peningkatan. Perolehan rerata skor pada siklus I ke
siklus II mengalami peningkatan. Peningkatan yang terjadi dapat diperhatikan
dalam diagram 4.3.
4
3.62
3.5 3.25
3
2.5 2.56
2.5
2 Pertemuan 1
Pertemuan 2
1.5
1
0.5
0
Siklus I Siklus II

Gambar 4.3 Grafik Peningkatan Hasil Pengamatan Kemampuan Guru


dalam Mengelola Pembelajaran

Grafik tersebut menunjukkan adanya peningkatan skor dari hasil


pengamatan kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran problem
based learning selama 2 siklus pada penelitian ini.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tersebut maka model
pembelajaran problem based learning dapat meningkatkan kemampuan
63

pemahaman konsep matematika siswa kelas VII-B SMP Negeri 3 Medan.


Peningkatan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa terlihat dari
peningkatan nilai rata-rata tes yang diberikan, dan peningkatan hasil belajar siswa
dapat dilihat dari peningkatan persentase ketuntasan belajar. Dengan demikian
model pembelajaran ini merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang sudah dilakukan oleh Nisa
Napiah dkk (2019) dengan judul “Upaya Peningkatan Pemahaman Konsep
Matematika Siswa pada Materi Himpunan Melalui Penerapan Model
Pembelajaran PBL”. Uji validitas data pengamatan guru pada penelitian ini
menggunakan teknik triangulasi penyidik. Sedangkan untuk uji validitas data
terhadap instrument tes pemahaman konsep matematika siswa menggunakan uji
validitas isi. Dalam penelitian ini diperoleh yang mencapai skor 2 ada sebanyak
74,19% yang berarti indicator yang telah ditetapkan sudah tercapai yaitu
setidaknya 60% siswa mendapatkan skor 2. Dengan kata lain model problem
based learning berpengaruh dalam peningkatan pemahaman konsep matematika
siswa. Pada penelitian ini diperoleh bahwa pemahaman konsep matematika siswa
meningkat setelah menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning.

4.3. Temuan Penelitian


Pada penelitian ini, peneliti menemukan bahwa komposisi
pengelompokan siswa memiliki peranan penting di dalam pencapaian hasil
pembelajaran. Siswa yang berkelompok dengan temannya yang memiliki
hubungan sosial yang relatif dekat (akrab) akan lebih mudah melakukan kerja tim
sehingga pencapaian pada kelompok tersebut cenderung lebih tinggi dari
pencapaian kelompok yang memiliki hubungan sosial yang kurang dekat.
Walaupun tingkat kebisingan atau keributan di dalam kelas bisa jadi lebih besar
apabila kita mengelompokkan siswa dengan komposisi seperti pengelompokan
tersebut. namun, tingkat hubungan sosial siswa juga patit dijadikan sebagai bahan
pertimbangan komposisi kelompok belajar.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka diperoleh kesimpulan
bahwa kemampuan pemahaman konsep matematika siswa dapat ditingkatkan
dengan model pembelajaran problem based learning. Hal ini dapat dilihat dari :
1. Terdapat peningkatan skor untuk setiap indikator pemahaman konsep dari
siklus I ke siklus II diperoleh kemampuan menyatakan ulang konsep dari
84,77 menjadi 89,06, kemampuan memberikan contoh dan noncontoh dari
80,47 menjadi 84,38, kemampuan menyajikan konsep dalam bentuk
representasi matematika dari 68,36 menjadi 71,09 dan kemampuan
mengaplikasikan konsep dari 71,48 menjadi 78,52.
2. Peningkatan ketuntasan belajar siswa dari siklus I ke siklus II diperoleh dari
69,3 dengan kategori rendah menjadi 77,81 dengan kategori cukup.
3. Hasil observasi kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran meningkat
dari siklus I ke siklus II diperoleh dari 2,53 dengan kategori kurang baik
menjadi 3,43 dengan kategori baik.

5.2 Saran
Adapun beberapa saran yang diujikan sebagai upaya meningkatkan
pemahaman konsep matematika siswa adalah sebagai berikut:
1 Bagi guru, dapat menerapkan model pembelajaran problem based learning
sebagai salah satu alternatif meningkatakan kemampuan kemampuan
menytakan ulang konsep dalam kategori tinggi, kemampuan memberikan
contoh dan nintoh dalam kategori tinggi, kemampuan menyajikan konsep
dalam bentuk represetasi matematika dalam kategori cukup dan kemampuan
mengaplikasikan konsep dalam kategori cukup..
2 Bagi sekolah, dapat menerapkan model pembelajaran problem based learning
sebagai salah satu alternatif pembelajaran untuk meningkatakan kemampuan
pemahaman konsep matematika siswa dalam proses pembelajaran
matematika.

64
65

3 Bagi guru, dapat menerapkan model pembelajaran problem based learning


sebagai salah satu alternatif meningkatkan kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran dalam kategori baik.
66

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M.. (2018). Anak Berkesulitan Belajar : Teori, Diagnosis, dan


Remediasiny. Rineka Cipta : Jakarta.
Arends, Richard. (2013). Belajar untuk Mengajar (Learning to Teach). Salemba
Humanika : Jakarta.
Arikunto, S. (2016). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara : Jakarta.
Dahar, Ratna Wilis. (2006). Teori – Teori Belajar dan Pembelajaran. Erlangga :
Bandung.
Farida, Muhammad dan Bagus. (2015). Geogebra : Media Pembelajaran
matematika Dinamis di Sekolah. Universita PGRI Semarang Press :
Semarang.
Hamalik, Oemar. (2013). Kurikulum dan Pembelajaran. Bumi Aksara : Bandung
Hendriana,Heris, Utari Soemarno. (2014). Penilaian Pembelajaran Matematika.
Refika Aditama : Jakarta.
Herdian.2010. Kemampuan pemahaman matematika.
(http://herdy07.wordpress.com/2010/05/07/kemapuan-pemahaman-
matematika)
Hosnan. (2014). Pendekatan Saintifik dan Konstekstual dalam Pembelajaran
Abad 21. Ghalia Indonesia : Bogor.
Hudojo, Herman. (2016). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran
Matematika. UM Press : Malang.
NCTM. (2000). Principles and Standart for School Mathematis. United State of
http://www.nctm.org/Standards-and-Positions/Principles-and-Standards/.
Ngalimun. 2016. Strategi dan Model Pembelajaran. Aswaja Pressindo :
Yogyakarta.
Rudhito, A.M, & Suryobintoro, A. (2013). Pemanfaatan Program Geogebra dalam
Upaya Meningkatkan Pemahaman pada Pokok Bahasan Segitiga Ditinjau
dari Hasil Belajar Siswa Kelas VII. Seminar Nasional Sains dan
Pendidikan Sains VII. 4, 200.
Ruseffendi,E.T.(2006). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan
Kompetensinya Dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan
CBSA,Tarsito: Bandung.
Syahbana, Ali . (2016). Belajar Menguasai Geogebra (Program Aplikasi
Pembelajaran Matematika. NoerFikri : Palembang.
Simanjorang, M.M. (2007). Pembelajaran Matematika Realistik untuk Topik
Dimensi Tiga Di Kelas X SMA Kampus FKIP Universitas HKBP
Nommensen Pematangsiantar [Tesis]. Surabaya (+62) : Universitas
Negeri Surabaya.
67

TIMSS. (2015). TIMSS 2015International Results in Science.


(TIMSS2015.org/download-center)
Trianto. (2011). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Penerbit
Kencana : Jakarta.
Wardhani, S. (2008). Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP /
MTs untuk Optimalisasi Pencapaian Tujuan. Pusat Pengembangan dan
Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika (PPPTK)
: Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai