Anda di halaman 1dari 3

MUTIARA AYU WINATA

F13.2021.00047

Model Ekuitas Merek


Meskipun pemasar berpandangan serupa mengenai prinsip dasar penetapan merek, sejumlah
model ekuitas merek menawarkan beberapa perspektif berbeda sebagai berikut:

1.) Penilai Aset Merek (Brand Asset Valuator/BAV)


Menurut BAV, terdapat lima komponen ekuitas merek, yaitu:

1. Diferensiasi: mengukur tingkat sejauh di mana merek dianggap berbeda dari merek
lain.Saat ekuitas merek yang kuat sudah tercapai maka suatu perusahaan dapat
melakukan differesiasi merek/ brand extension dengan memakai merek yang sama,
contohnya adalah lifebouy, orang mengenal lifebouy sebagai produk sabun mandi,
namun sekarang muncul lifebouy shampo. Hal ini dapat dianalisa sebagai strategi
pemasaran untuk berebut pangsa pasar shampo dengan memakai merek “lifebouy”yang
sudah dikenal dan mapan dalam pangsa pasar sabun mandi. PT Unilever sebagai
produsen merek lifebouy menyadari manfaat dari kuatnya ekuitas merek lifebouy,
sehingga daripada mengeluarkan merek lain, lebih baik menggunakan merek lifebouy
sebagai produk shampo baru sehingga akan menghemat biaya promosi untuk merek
baru.
2. Energi: mengukur arti momentum merek.
3. Relevansi: mengukur cakupan daya tarik merek.
4. Harga diri: mengukur seberapa baik merek dihargai dan dihormati.
5. Pengetahuan: mengukur kadar keintiman konsumen dengan merek.

2.) Model BRANDZ


Model yang diciptakan konsultan riset pemasaran Millward Brown dan WPP ini menggunakan
figur Piramid BrandDynamics untuk tingkat keterikatan konsumen terhadap merek. Menurut
model ini, pembangunan merek mengikuti sederet langkah yang berurutan, masing-masing
tergantung pada keberhasilan pencapaian langkah sebelumnya. Konsumen “yang terikat”, yang
berada di puncak piramid, membangun hubungan yang lebih kuat dengan merek dan
menghabiskan lebih banyak untuk merek tersebut dibandingkan konsumen yang berada pada
tingkat lebih rendah. Namun justru pada tingkat lebih rendah, ditemukan lebih banyak
konsumen.. Tantangan bagi pemasar adalah mengembangkan kegiatan dan program yang
membantu konsumen bergerak menaiki piramid.
3.) Model AAKER
Model yang diciptakan mantan profesor pemasaran dari UC Barkeley, David Aaker ini
memandang bahwa ekuitas merek sebagai kesadaran merek (brand awareness), loyalitas
merek, dan asosiasi merek, yang bersama-sama menambah atau mengurangi nilai yang
diberikan sebuah produk atau jasa. Manajemen merek dimulai dengan mengembangkan
identitas merek, yaitu sekumpulan asosiasi merek unik yang mewakili tujuan dan janji merek
kepada pelanggan, sebuah citra merek yang aspirasional.

Identitas merek biasanya terdiri dari 8 hingga 12 elemen yang mewakili konsep, seperti lingkup
produk, atribut produk, kualitas/nilai, kegunaan, pengguna, negara asal, atribut organisasional,
kepribadian merek, dan simbol. Identitas harus menunjukkan diferensiasi pada beberapa
dimensi, menyiratkan kesamaan pada yang lain, beresonansi dengan pelanggan, menggerakkan
program pembangunan merek, merefleksikan budaya dan strategi bisnis, serta kredib

Kredibilitas dapat dibangun dari bukti-bukti, aset, program, inisiatif strategis, atau investasi
pada aset/program baru/program revitalisasi. Yang akan menggerakkan program pembangunan
merek paling penting adalah elemen identitas inti. Sedangkan elemen identitas tambahan
lainnya hanya sebagai pemberi tekstur dan panduan.

Unsur-unsur ekuitas merk menurut Aaker (1991,1995) dan Joachimsthaler (2000), yakni :

• Brands awareness, yaitu kemampuan konsumen untuk mengenali atau mengingat


bahwa sebuah merk merupakan anggota dari kategori produk tertentu
• Perceived Quality, merupakan penilaian konsumen terhadap keunggulan atau
superioritas produk secara keseluruhan. Oleh sebab itu perceived Quality didasarkan
pada evaluasi subyektif konsumen terhadap kualitas produk.
• Brand Associations, yakni segala sesuatu yang terkait dengan memori terhadap sebuah
merk. Brand association berkaitan erat dengan brand image, yang didefenisikan sebagai
serangkaian asosiasi merk dengan makna tertentu. Asosiasi merk memiliki tingkat
kekuatan tertentu dan akan semakinkuat seiring dengan bertambahnya pengalaman
konsumsi atau eksposur merk tertentu.
• Brand loyalty, yakni The attachment that a customer has to a brand” (Aaker, 1991,
p.39).

Sementara itu, model Keller lebih berfokus pada perspektif perilaku konsumen. Ia
mengembangkan ekuitas merk berbasis pelanggan (CBBE= CUSTOMER BASED BRAND
EQUITY). Asumsi pokok model ini adlah bahwa kekuatan sebuah merk terletak pada apa yang
di pelajari, dilihat, dirasakan, dan didengarkan konsumen tentangmerk tersebut sebagai hasil
dari pengalamannya sepanjang waktu (Keller, 2003)

Menurutnya, kunci pokok penciptaan ekuitas merk adalah brand knowledge, Yang terdiri atas
brand awareness dan brand image. Dengan demikian, ekuitas merk baru terbentuk jika
pelanggan mempunyai tingkat awareness dan familiaritas tinggi terhadap sebuah merk dan
memilki asosiasi merk yang kuat, positf dan unik dalam memorinya.
Keller mengajukan proses empat langkah dalam membangu ekuitas merk :

1. Menyusun identitas merk yang tetap


2. Menciptakn makna merk yang sesuai
3. Menstimulasi respon merk yang diharapkan, dan
4. Menjalionrelasi merk yang tetap dengan pelanggan

4) Model Resonansi Merek


Resonansi berarti intensitas atau kedalaman ikatan psikologis yang dimiliki pelanggan dengan
merek, juga tingkat aktivitas yang dihasilkan oleh loyalitas. Model ini memandang
pembangunan merek sebagai sederet langkah yang menapak naik, dari bawah ke atas, yakni:

• Memastikan teridentifikasinya merek oleh pelanggan dan memastikan asosiasi merek


dalam pikiran pelanggan dengan satu kelas produk atau kebutuhan pelanggan tertentu.
• Memastikan tertenamnya arti merek secara total dalam pikiran pelanggan dengan
menghubungkan sejumlah asosiasi merek yang nyata dan tidak nyata secara strategis.
• Mendapatkan respons pelanggan yang tepat dalam hubungannya dengan penilaian dan
perasaan terkait dengan mereka.
• Mengubah respons merek untuk menciptakan hubungan loyalitas yang intens dan aktif
antara pelanggan dan merek.

Menerapkan keempat langkah tersebut berarti membangun sebuah piramid yang terdiri dari
enam “kotak pembangunan merek” dengan pelanggan. Terciptanya ekuitas merek yang
signifikan, mengharuskan pemasar mencapai puncak atau titik tertinggi piramid merek, yang
hanya terjadi apabila kotak bangunan yang tepat terpasang pada tempatnya. Kotak
pembangunan merek tersebut terdiri dari:

1. Keutamaan merek: seberapa sering dan seberapa mudah pelanggan memikirkan merek
dalam berbagai situasi pembelian atau konsumsi.
2. Kinerja merek: seberapa baik produk atau jasa memenuhi kebutuhan fungsional
pelanggan.
3. Pencitraan merek: menggambarkan sifat ekstrinsik produk atau jasa, termasuk cara
dimana merek berusaha memenuhi kebutuhan psikologis atau kebutuhan sosial
pelanggan.
4. Penilaian merek: berfokus pada pendapat dan evaluasi pribadi pelanggan sendiri.
5. Perasaan merek: respons dan reaksi emosional pelanggan terhadap merek.
6. Resonansi merek: mengacu pada sifat hubungan yang dimiliki pelanggan dengan merek
dan sejauh mana mereka merasa sinkron dengan merek.

Anda mungkin juga menyukai