DISUSUN OLEH:
i
Kata Pengantar
Puji syukur kepada Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunia Nya
yang telah memberikan nikmat sehat kepada kita semua yang dapat
menyelesaikan Panduan Pemeriksaan Fisik Head To To dan pemeriksaan
penunjang Keperawatan ini. Teriring sholawat dan salam kepada Baginda kami
Nabi Besar Muhammad SAW, sang penyembuh hati dan obatnya, pemberi
kesehatan badan dan mengobatinya, menjadi cahaya mata hati dan sinarnya dan
semoga engkau memberikan kelancaran dan keselamatan.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................4
A. Latar belakang........................................................................................................4
B. Rumusan masalah...................................................................................................5
C. Tujuan penulisan....................................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................7
A. Pemeriksaan fisik Head To Toe..............................................................................7
B. Tujuan pemeriksaan fisik Head To Toe..................................................................8
C. Manfaat pemeriksaan fisik Head To Toe................................................................8
D. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan fisik Head To Toe................8
E. Jenis-jenis pemeriksaan fisik Head To Toe............................................................9
F. Persiapan pemeriksaan fisik Head To Toe............................................................16
G. Prosedur pemeriksaan fisik Head To Toe.............................................................18
H. Pemeriksaan kepala dan leher...............................................................................19
I. Pemeriksaan integument dan kuku.......................................................................25
J. Pemeriksaan thoraks.........................................................................................25
K. Pemeriksaan abdomen..........................................................................................34
L. Pemeriksaan musculoskeletal...............................................................................39
M. Pemeriksaan neurologis........................................................................................40
N. Pemeriksaan genetalia dan anus...........................................................................47
O. Contoh pemeriksaan fisik Head To Toe...............................................................50
BAB III PENUTUP..........................................................................................................63
A. Kesimpulan..........................................................................................................63
B. Saran....................................................................................................................64
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................65
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
4
pemeriksaan fisik keperawatan harus mencerminkan diagnosa fisik yang
secara umum perawat dapat membuat tindakan untuk mengatasinya.
B. Tujuan penulisan
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
B. Tujuan pemeriksaan fisik Head To Toe
7
9. Jangan menyakiti klien.
1. Inspeksi
Merupakan metode atau proses observasi pemeriksaan pasien
dengan melihat langsung seluruh tubuh pasien atau hanya bagian
tertentu yang diperlukan dengan menggunakan mata (“sense of sign”)
baik melalui mata telanjang atau alat bantu penerangan (lampu) untuk
mendeteksi tanda-tanda fisik seperti warna kulit, bentuk, posisi, ukuran
dan lainnya dari tubuh klien, tidak terburu-buru sepanjang
pemeriksaan fisik dilakukan. Inspeksi juga menggunakan indera
pendengaran dan penciuman untuk mengetahui lebih lanjut, lebih jelas
dan lebih memvalidasi apa yang dilihat oleh mata dan dikaitkan
dengan suara atau bau dari pasien. Semua indera tersebut akan
membantu membuat keputusan diagnosa keperawatan dan selanjutnya
membuat intervensi keperawatan, kemudian seterusnya sesuai dengan
langkah-langkah proses keperawatan.
8
untuk mengumpulkan data, misalnya metode palpasi ini dapat
digunakan untuk mendeteksi suhu tubuh (temperatur), adanya getaran,
pergerakan, keelastisan, bentuk, kelembaban, penonjolan, kosistensi
dan ukuran.
a. Palpasi Ringan
Palpasi ringan dapat menilai adanya nyeri tekan, defans
muscular, dan massa pada organ-organ superfisial.
Caranya: meletakkan telapak tangan dengan jari-jari yang rapat dan
rata pada satu/dua tangan digunakan secara simultan. Tangan
diletakkan pada area yang dipalpasi, jari-jari ditekan kebawah
perlahan-lahan sampai ada hasil yang diharapkan.
b. Palpasi dalam (bimanual)
Caranya: misalnya untuk merasakan isi abdomen,
dilakukan dua tangan. Satu tangan untuk merasakan bagian yang
dipalpasi, tangan lainnya untuk menekan ke bawah. Dengan posisi
rileks, jari-jari tangan kedua diletakkan melekat pada jari-jari
pertama.
Cara pemeriksaan :
9
Lakukan palpasi secara hati-hati apabila diduga adanya fraktur
tulang.
Hindari tekanan yang berlebihan pada pembuluh darah.
Rasakan dengan seksama kelainan organ/jaringan, adanya
nodul, tumor bergerak/tidak dengan konsistensi padat/kenyal,
bersifat kasar/lembut, ukurannya dan ada/tidaknya getaran/
trill, serta rasa nyeri raba / tekan.
Catatlah hasil pemeriksaan yang didapat.
3. Perkusi
Perkusi adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan
memukul/mengetuk untuk mendengarkan bunyi getaran/ gelombang
suara yang dihantarkan kepermukaan tubuh dari bagian tubuh yang
diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan ketokan jari atau tangan pada
permukaan tubuh. Perjalanan getaran/ gelombang suara tergantung
oleh kepadatan media yang dilalui. Derajat bunyi disebut dengan
resonansi. Karakter bunyi yang dihasilkan dapat menentukan lokasi,
ukuran, bentuk, dan kepadatan struktur di bawah kulit. Sifat
gelombang suara yaitu semakin banyak jaringan, semakin lemah
hantarannya dan udara/ gas paling resonan.
Cara pemeriksaan :
10
2) Metode tidak langsung dengan cara sebagai berikut : Jari
tengah tangan kiri di letakkan dengan lembut di atas
permukaan tubuh, ujung jari tengah dari tangan kanan, untuk
mengetuk persendian, pukulan harus cepat dengan
menggunakan kekuatan pergelangan tangan, dan lengan tidak
bergerak dan pergelangan tangan rilek, berikan tenaga pukulan
yang sama pada setiap area tubuh yang diperiksa.
f. Bandingkan atau perhatikan bunyi yang dihasilkan oleh perkusi.
1) Bunyi timpani mempunyai intensitas keras, nada tinggi, waktu
agak lama dan kualitas seperti drum (lambung).
2) Bunyi resonan mempunyai intensitas menengah, nada rendah,
waktu lama, kualitas bergema (paru normal).
3) Bunyi hipersonar mempunyai intensitas amat keras, waktu
lebih lama, kualitas ledakan (empisema paru).
4) Bunyi pekak mempunyai intensitas lembut sampai menengah,
nada tinggi, waktu agak lama kualitas seperti petir (hati).
4. Auskultasi
Auskultasi adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara
mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya
menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal- hal yang
didengarkan adalah: bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus.
Penilaian pemeriksaan auskultasi meliputi:
Frekuensi yaitu menghitung jumlah getaran permenit.
Durasi yaitu lama bunyi yang terdengar.
Intensitas bunyi yaitu ukuran kuat/ lemahnya suara.
Kualitas yaitu warna nada/ variasi suara.
a. Bunyi jantung
Waktu mendengar, pemeriksa harus memusatkan pikiran
pada sifat, karakteristik dan intensitas bunyi jantung. Penilaian
dilakukan berurutan dan sendiri-sendiri mulai dari bunyi jantung I,
11
bunyi jantung II, sistole dan diastole. Yang digolongkan dalam
bunyi jantung ialah: Bunyi-bunyi jantung I, II, III, IV, Opening
snap, irama derap, dan klik.
Bunyi jantung I, II merupakan bunyi jantung normal. Bunyi
jantung III juga normal bila terdengar sampai umur 20 tahunan.
Bunyi jantung IV, opening snap, irama derap dan klik ditemukan
sebagai keadaan yang patologik. Pada kasus-kasus patologik
tertentu dapat pula terdengar kelainan bunyi jantung I, II, III.
Bunyi jantung dapat didengar dengan menempatkan telinga
langsung di atas dada penderita. Dengan stetoskop, auskultasi
mudah, sopan dan bunyi terdengar lebih keras. Stetoskop untuk
orang dewasa tidak dapat dipakai pada anak.
Dianjurkan memakai stetoskop dengan panjang selang
sekitar 30 cm dan diameter bagian dalam selang kira-kira 1/8 inci.
Ada 2 macam stetoskop yaitu berbentuk sungkup dan diafragma.
Sungkup lebih baik menangkap bunyi dan bising jantung bernada
rendah, diafragma untuk bunyi bernada tinggi. Dalam proses
auskultasi yang lebih penting dari stetoskop ialah pemeriksa. Ia
harus mengetahui fisiologi dan patofisiologi kardiovaskuler
sehingga dapat menentukan di mana mendengar dan bagaimana
menginterpretasi bunyi dan bising jantung.
Tempat-tempat di permukaan dada dengan intensitas, bunyi
jantung paling kuat tidak selalu sesuai dengan lokasi anatomik
katup-katup. Daerah katup mitral, lokalisasinya pada sela iga V
kiri, katup pulmonal pada sela iga II kiri. Daerah katup aorta di sela
iga II kanan dan katup trikuspid pada peralihan korpus sterni ke
processus xiphoideus.
b. Suara nafas
Suara tidak normal yang dapat diauskultasi pada nafas
adalah :
12
1) Rales: suara yang dihasilkan dari eksudat lengket saat saluran-
saluran halus pernafasan mengembang pada inspirasi (rales
halus, sedang, kasar). Misalnya pada klien pneumonia, TBC.
2) Ronchi: nada rendah dan sangat kasar terdengar baik saat
inspirasi maupun saat ekspirasi. Ciri khas ronchi adalah akan
hilang bila klien batuk. Misalnya pada edema paru.
3) Wheezing: bunyi yang terdengar “ngiii….k”. bisa dijumpai
pada fase inspirasi maupun ekspirasi. Misalnya pada bronchitis
akut, asma.
4) Pleura Friction Rub; bunyi yang terdengar “kering” seperti
suara gosokan amplas pada kayu. Misalnya pada klien dengan
peradangan pleura.
Cara pemeriksaan :
13
Untuk mendengarkan bising usus, auskultasi dilakukan
pada keempat kuadran abdomen. Dengarkan peristaltik ususnya
selama satu menit penuh. Bising usus normalnya 5- 30 kali/menit.
Jika kurang dari itu atau tidak ada sama sekali kemungkinan ada
peristaltik ileus, konstipasi, peritonitis, atau obstruksi. Jika
peristaltik usus terdengar lebih dari normal kemungkinan klien
sedang mengalami diare.
Dalam melakukan pemeriksaan fisik, ada dua prinsip yang
harus kita perhatikan, yaitu:
1) Kontrol infeksi, meliputi mencuci tangan, memasang sarung
tangan steril, memasang masker, dan membantu klien
mengenakan baju periksa jika ada. Karena pada era sekarang
penyakit infeksi juga semakin banyak, maka kita harus bisa
membatasi penyebarannya dengan melakukan kontrol infeksi
ini.
2) Kontrol lingkungan yaitu memastikan ruangan dalam keadaan
nyaman, hangat, dan cukup penerangan untuk melakukan
pemeriksaan fisik baik bagi klien maupun bagi pemeriksa itu
sendiri. Misalnya: menutup pintu/jendala atau skerem untuk
menjaga privacy klien, komunikasi (penjelasan prosedur),
privacy dan kenyamanan klien, sistematis dan konsisten (head
to toe, dari eksternal ke internal, dari normal ke abnormal),
berada di sisi kanan klien (bila memungkinkan), efisiensi, dan
dokumentasi.
14
penyakit yang dapat menyebar melalui sekret/darah dan untuk
mencegah kontaminasi-silang.
Tindakan Pencegahan Baku (Standart Precautions) untuk
pencegahan Infeksi:
a. Cuci tangan dengan seksama sebelum memulai pemeriksaan dan
setelah pemeriksaan selesai.
b. Jika terdapat luka teriris, abrasi atau lesi lainnya, pakailah sarung
tangan untuk melindungi pasien.
c. Pakailah sarung tangan secara rutin jika terdapat kemungkinan
kontak dengan cairan tubuh selama pemeriksaan oral, pemeriksaan
lesi kulit, dan mengumpulkan sampel.
d. Ketika kontak dengan permukaan atau peralatan yang
terkontaminasi, gantilah sarung tangan ketika berganti kerja atau
prosedur.
e. Jika memakai sarung tangan, cucilah tangan segera setelah sarung
tangan dilepas dari pasien ke pasien yang lain.
f. Pakai masker dan perlindungan mata/wajah dan baju lab untuk
melindungi kulit, membran mukosa dan pakaian.
g. Ikuti prosedur klinik atau institusi untuk perawatan rutin.
h. Beri label yang jelas semua wadah peralatan agar dapat berhati-hati
dan waspada terhadap cairan tubuh.
2. Menyiapkan alat
Alat-alat yang diperlukan untuk pemeriksaan fisik komprehensif
yang dilakukan oleh seorang dokter umum meliputi
a. Pena cahaya atau senter digunakan untuk cek kulit dan respon
pupil terhadap cahaya dan untuk sumber cahaya tangensial
menerangi dada dan abdomen dari sisi samping.
b. Penggaris atau meteran, lebih disukai jika menggunakan satuan
centimeter, untuk mengukur ukuran mola atau abnormalitas kulit
lainnya, abdomen, tinggi fundus dan keliling tangan.
15
c. Sarung tangan dan masker atau kaca mata pelindung/goggles
sesuai aturan Centers for Disease Control (CDC) untuk situasi
tertentu.
d. Otoskop dan oftalmoskop untuk memeriksa telinga dan mata (jika
otoskop tidak dilengkapi dengan spekulum pendek, maka
diperlukan spekulum nasal).
e. Depresor lidah untuk menggerakkan atau menahan lidah pada saat
memeriksa orofaring.
f. Stetoskop (dengan bel dan diafragma) untuk auskultasi paru-paru,
jantung dan saluran cerna.
g. Palu reflex untuk menguji reflex tendon.
h. Beberapa benda untuk menguji saraf cranial (misalnya uang logam,
peniti, kancing dll).
i. Thermometer untuk mengetahui temperature.
j. Sfigmomanometer untuk mengetahui tekanan darah.
k. Jam dengan jarum penunjuk detik atau jam digital untuk
menghitung kecepatan detak jantung (nadi) dan pernafasan.
l. Skala untuk mengukur tinggi dan berat badan
3. Menyiapkan tempat dan kondisi ruangan
Ruang pemeriksaan yang terpisah atau daerah dengan tirai
pembatas harus disediakan untuk menjamin privacy dan kerahasiaan
(confidentiality). Ruangan tersebut harus cukup hangat. Pencahayaan
yang baik dan lingkungan yang tenang merupakan hal yang penting,
walaupun kadang-kadang hal ini sulit diperoleh. Usaha untuk
memperoleh efek pencahayaan yang optimal dari sinar matahari atau
sumber cahaya artificial juga penting. Jika lampu berfluoresensi di atas
kepala merupakan sumber cahaya yang tersedia, maka pencahayaan
tangensial atau samping juga harus digunakan. Sinar fluoresens
menghilangkan semua bayangan permukaan, hal yang memang baik
jika anda bekerja di meja tulis, tapi akan menghalangi kemampuan
anda memvisualisasi karakteristik permukaan tubuh. Dengan
menggunakan sumber cahaya tangensial akan dapat diperoleh
16
pandangan anatomi tubuh yang lebih baik misalnya untuk melihat
adanya benjolan, pulsasi atau lesi kulit. Pena cahaya, lampu yang bisa
ditekuk tangkainya, atau senter merupakan alat-alat yang paling sering
digunakan untuk memvisualisasi tubuh.
Prosedur :
Jelaskan pada pasien maksud dan tujuan tindakan yang akan dilakukan
Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan sesuai dengan pemeriksaan. Jangan
lupa universal precaution!
Pastikan lingkungan sekitar pasien aman dan pasien merasa nyaman
Posisi pasien sebaiknya duduk, kepala tegak lurus
17
Catat hasil pemeriksaan dengan jelas dan tepat.
1. Kepala
a. Inspeksi
2. Pemeriksaan mata
18
3) Kelopak mata (ada / tidak) : lesi, edema, peradangan, benjolan,
ptosis (seperti mengantuk)
4) Tarik kelopak mata bagian bawah dan amati konjungtiva (pucat
/ tidak), sklera (kuning / tidak), dan adakah peradangan pada
konjungtiva (warna kemerahan)
5) Pupil : bagaimana reflek pupil terhadap cahaya (baik / tidak),
besar pupil kanan-kiri (sama / tidak), pupil mengecil / melebar
6) Kornea dan iris : peradangan (ada / tidak), bagaimana gerakan
bola mata (normal / tidak)
7) Lakukan test ketajaman penglihatan. Periksa visus Okuli
Dekstra (OD) dan Okuli Sinistra (OS)
Dengan grafik alfabet Snellen di jarak 5 – 6 meter. 5/5 atau
6/6 = normal
1/ 60 = (Normal) Mampu melihat dengan hitung jari
1/300 = (Normal) Mampu melihat dengan lambaian tangan
1/ ~ = (Normal) Mampu melihat gelap dan terang
0 = Tidak mampu melihat
8) Ukur tekanan bola mata (TIO) pasien dengan menggunakan
tonometer. Nilai normal tekanan intra okuli 11 – 21 mmHg
(rata – rata 16 ± 2,5 mmHg)
3. Pemeriksaan telinga
19
b) Dengan arloji dengan jarak 30 cm
20
membandingkan hantaran tulang orang diperiksa
dengan pemeriksa yang pendengarannya normal. Syarat
utama dilakukannya pemeriksaan ini adalah pemeriksa
harus dipastikan terlebih dahulu memiliki pendengaran
yang normal.
Dalam persiapan pasien, instruksikan pada pasien
untuk memberikan isyarat ketika dia tidak merasakan
getaran dari garpu tala. Vibrasikan Garpu tala, letakkan
tangkai garpu tala pada Processus Mastoideus O. P.
sampai pasien tidak merasakan getaran lagi. Setelah
pasien tidak merasakan getaran, segera pindahkan garpu
tala ke area Processus Mastoideus O. P. pemeriksa yang
memiliki pendengaran normal. Bila pemeriksa masih
dapat mendengar/ merasakan getaran, maka
pemeriksaan Schwabach memendek. Bila pemeriksa
tidak mendengar maka pemeriksaan diulang dengan
cara sebaliknya. Ketika dilakukan pemeriksaan
sebaliknya, bila pasien masih merasakan getaran, maka
pemeriksaan Schwabach mengalami perpanjangan.
21
4. Pemeriksaan hidung
a. Inspeksi
1) Bentuk tulang hidung dan posisi septum nasi (adakah
pembengkokan / tidak)
2) Lubang hidung, kalau perlu gunakan spekulum hidung dan
sumber cahaya yang kuat yang diarahkan dengan lampu
kepala :
a) Ada sekret / tidak
b) Ada sumbatan / tidak
c) Ada inflamasi / tidak
d) Selaput lendir : kering / basah / lembab
5. Pemeriksaan mulut
a. Inspeksi
1) Bibir pasien : sianosis / tidak, kering / basah, ada luka / tidak,
sumbing / tidak
2) Gusi dan gigi. Anjurkan pasien untuk membuka mulut :
a) Normal / tidak (apa kelainannya)
b) Sisa – sisa makanan (ada / tidak)
c) Ada caries / tidak (jelaskan lebarnya, keadaanya, sejak
kapan)
d) Ada karang gigi / tidak (jelaskan banyaknya, lokasinya)
e) Ada perdarahan / tidak
f) Ada abses / tidak (jelaskan penyebabnya, lokasinya)
3) Lidah : normal / tidak, kebersihan (bercak putih / bersih /
kotor), warna merata / tidak
4) Rongga mulut. Kalau perlu tekan dengan menggunakan spatel
lidah yang telah dibalut dengan kasa :
a) Bau nafas (berbau / tidak)
b) Ada peradangan / tidak, Ada luka / tidak
22
c) Perhatikan Uvula (simetris / tidak), Tonsil (radang / tidak,
besar / tidak), Selaput lendir (kering / basah), Ada benda
asing / tidak
6. Pemeriksaan leher
23
1. Amati kebersihan kulit pasien. Amati adanya kelainan pada kulit
seperti : Eritema, papula, vesikula, pustule, ulkus, crusta, excoriasi,
fissure, cicatrix, ptechie, hematoma, naevus pigmentosus, vititigo,
tattoo, hemangioma, spider nevi, lichenifikasi, striae, anemi, sianosis,
icterus
2. Amati adanya Clubbing Fingers
3. Periksa kehangatan, kelembaban, dan tekstur kulit
4. Amati turgor kulit dengan cara mencubit perut atau punggung tangan,
kondisi normal jika bekas cubitan kembali kurang dari 3 detik
5. Amati pengisian darah kapiler / capillary Refill Time (CRT) dengan
cara menekan ujung jari. Kondisi normal Jika warnanya kulit kembali
kurang dari 3 detik.
J. Pemeriksaan thoraks
Jelaskan pada pasien maksud dan tujuan tindakan yang akan dilakukan
Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan sesuai dengan pemeriksaan.
Jangan lupa universal precaution!
Pastikan lingkungan sekitar pasien aman dan pasien merasa nyaman
Atur posisi pasien (pasien diatur tergantung pada tahap pemeriksaan
dan kondisinya). Pasien dapat diatur pada posisi duduk atau terlentang,
dan pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien
Catat hasil pemeriksaan dengan jelas dan tepat
1. Paru
a. Inspeksi
1) Posisi pasien duduk
2) Perhatikan secara keseluruhan :
a) Bentuk thorax : normal / ada kelainan
b) Ukuran dinding dada, kesimetrisan
c) Keadaan kulit, ada luka atau tidak
d) Klavikula, fossa supra dan infraklavikula, lokasi costa dan
intercosta pada kedua sisi
e) Ada bendungan vena atau tidak
24
f) Pemeriksaan dari belakang perhatikan bentuk atau jalannya
vertebra, bentuk scapula
25
2) Untuk memeriksa gerakan diafragma dan sensasi rasa nyeri
dada
a) Letakan kedua telapak tangan pemeriksa dengan
merenggangkan jari-jari pada dinding dada depan bagian
bawah pasien. Kedua ujung ibu jari pemeriksa bertemu di
ujung costa depan bagian bawah
b) Pasien diminta bernapas dalam dan kuat
c) Gerakan diafragma normal bila costa depan bagian bawah
terangkat pada waktu inspirasi
d) Tentukan daerah asal nyeri (jika ada). Dengan
menggunakan ujung ibu jari tangan kanan tekanlah dengan
perlahan costa atau ICS dari luar menuju tempat asal nyeri
e) Rasa nyeri akan bertambah akibat tekanan ibu jari. Nyeri
dapat disebabkan fraktur tulang iga, fibrosis otot antar iga,
pleuritis local dan iritasi akar syaraf
3) Palpasi posisi costa
a) Lakukan palpasi dengan memakai jari telunjuk dan jari
tengah tangan kanan
b) Palpasi mulai dari fossa suprasternalis ke bawah sepanjang
sternum
c) Carilah bagian yang paling menonjol (angulus lodovisi)
kira- kira 5 cm dibawah fossa suprasternalis yaitu sudut
pertemuan antara manubrium sterni dan korpus sterni
dimana ujung costa kedua melekat.
d) Dari angulus lodovisi, tentukan pula letak costa pertama
kearah superior dan untuk costa ketiga dan seterusnya
kearah inferior.
4) Palpasi Vertebra
a) Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau
dipinggang sambil menundukkan kepala dan pemeriksa
dibelakang pasien
26
b) Pemeriksa melakukan palpasi dengan jari tangan kedua dan
ketiga sepanjang tulang belakang bagian atas (leher bawah)
c) Rasakanlah bagian yang paling menonjol pada leher bagian
bawah (prosesus spinosus servikalis ketujuh)
d) Dari prosesus servikalis spinosus ketujuh (C7), kearah
superior yaitu prosesus spinosus servikalis keenam dan
seterusnya. Bila kearah inferior yaitu prosesus spinosus
thorakalis pertama, kedua dan seterusnya.
5) Palpasi getaran suara paru (Traktil / Vokal Fremitus)
a) Posisi pasien duduk dan pemeriksa dibelakang pasien
b) Letakkan kedua telapak tangan pemeriksa pada punggung
pasien
c) Untuk menilai getaran suara (VOKAL FREMITUS), Minta
pasien mengucapkan kata-kata seperti “1-2-3” atau “tujuh
puluh tujuh” berulang- ulang
d) Perhatikan intensitas getaran suara sambil telapak tangan
digeser ke bawah, bandingkan getarannya dan bandingkan
kanan dan kiri. Jika lebih bergetar : terjadi pemadatan
dinding dada, jika getaran kurang : pneumothorax.
e) Normal getaran kedua sisi sama, kecuali apeks kanan
karena letaknya dekat dengan bronkus
c. Perkusi
1) Perkusi paru-paru
a) Posisi pasien terlentang. Lakukan perkusi paru-paru
anterior. Perkusi mulai dari supraklavikula ke bawah pada
setiap spasium intercosta sampai batas atas abdomen.
Bandingkan sisi kanan dan kiri
b) Posisi pasien duduk. Mintalah pasien untuk mengangkat
kedua lengan untuk melakukan perkusi aksila dari atas
kebawah di kanan dan kiri
27
c) Lakukan perkusi paru-paru posterior. Perkusi mulai dari
supraskapula ke bawah sampai batas atas abdomen.
Bandingkan sisi kanan dan kiri
d) Batas paru
Atas : Supraskapularis (seluas 3-4 jari di pundak)
Bawah : Setinggi vertebra torakal X di garis skapula
Kiri : ICS VII – VIII
Kanan : ICS IV – V
2) Suara perkusi
a) Paru-paru normal: resonan (“dug dug dug”)
b) Tumor paru: pekak/dullness (“bleg bleg bleg”) → bagian
padat lebih banyak dari bagian udara
c) Pneumothoraks: hiperresonan (“deng deng deng”) → udara
lebih banyak dari padat
d) Daerah yang berongga: timpani (“dang dang dang”)
e) Jaringan padat (jantung, hati): pekak/datar
Teknik perkusi
d. Auskultasi
1) Posisi pasien duduk. Pemeriksa menghadap ke pasien
2) Auskultasi paru-paru
a) Minta pasien bernafas secara normal dan mulai auskultasi
dengan pertama kali meletakkan diafragma stetoskop pada
trakea, dengar bunyi nafas secara teliti, serta bandingkan
sisi kanan dan kiri
b) Dengarkan suara nafas :
Bronchial / tubular : pada trachea/leher
28
Bronco Vesikuler : pada daerah percabangan bronkus
trachea ( sekitar sternum)
Vesikuler : pada semua lapang paru
c) Dengarkan ada tidaknya suara tambahan nafas :
Rales : bunyi merintik halus, tidak hilang setelah klien
disuruh batuk
Ronchi : nada rendah, sangat kasar, akibat dari
terkumpulnya mucus pada trachea/bronkus besar.
Terdengar pada fase inspirasi dan ekspirasi. Suara
menghilang setelah klien batuk
Wheezing : bunyi ngiiikkkk…..ngiiikkkk. terjadi karena
eksudat lengket tertiup aliran udara atau penyempitan
bronkus. Terdengar pada fase inspirasi dan ekspirasi
Pleural friction rub : bunyi yang terdengar “kering”
seperti suara gosokan amplas pada kayu
2. Precordium
a. Inspeksi dan palpasi
1) Posisi telentang dengan kepala diangkat 30-40 derajat
2) Letakkan tangan pada ruang intercostae II (area aorta dan
pulmonal), lalu amati ada tidaknya pulsasi. Normalnya tidak
ada
3) Geser tangan ke ruang intercostae V parasternal sinister (area
ventrikel kanan/tricuspid). Amati adanya pulsasi (getaran),
normalnya tidak ada
29
4) Dari area tricuspid, geser tangan ke area midclavicula sinister
(area apical/point of maximal impulse)
5) Tentukan letak ictus cordis di ICS V garis midklavikula kiri.
Untuk mempertajam getaran gunakan jari ke-2 dan ke-3 tangan
kanan
6) Ictus cordis disebabkan karena denyutan dinding thorax karena
pukulan pada ventrikel kiri, normalnya berada ICS V
midclavicula
sinister sebesar 1 cm
b. Perkusi
1) Untuk memeriksa batas jantung
a) ICS II (area aorta pada sebelah kanan dan pulmonal pada
sebelah kiri)
b) ICS V Mid Sternalis kiri (area katup trikuspid atau
ventrikel kanan)
c) ICS V Mid Clavikula kiri (area katup mitral)
d) Untuk mengetahui batas, ukuran dan bentuk jantung secara
kasar. Batas-batas jantung normal adalah :
Batas atas : ICS II Mid sternalis
Batas bawah : ICS V
Batas Kiri : ICS V Midclavikula Kiri
Batas Kanan: ICS IV MidSternalis Kanan
c. Auskultasi
1) Dengarkan BJ I pada :
ICS V garis midsternalis kiri (area katup trikuspid)
30
ICS V garis midklavicula kiri (area katup mitral): terdengar
LUB lebih keras akibat penutupan katub mitral dan
trikuspid
2) Dengarkan BJ II pada :
ICS II garis sternalis kanan (area katup aorta)
ICS II garis sternalis kiri (area katup pulmonal): terdengar
DUB akibat penutupan katup aorta dan pulmonal.
3) Dengarkan adanya suara tambahan (BJ III) pada fase sistolik-
diastolik, BJ III terdengar setelah BJ II dengan jarak cukup
jauh tapi tidak melebihi separuh dari fase diastolic
4) BJ III normal pada anak dan dewasa muda
5) BJ III pada decompensasi kiri disebut Gallop Rhythm, yaitu
suara yang timbul akibat getaran derasnya pengisian diastolic
dari atrium kiri ke ventrikel kiri yang sudah membesar
6) Dengarkan adanya Murmur (bising jantung), yaitu suara
tambahan pada fase sistolik, diastolic, maupun keduanya yang
disebabkan karena adanya fibrasi/getaran dalam jantung atau
pembuluh darah besar yang disebabkan karena arus turbulensi
darah. Derajat murmur :
I : hampir tidak terdengar
II : Lemah
III : Agak keras
IV : Keras
V : sangat keras
VI : masih terdengar jelas ketika stetoskop diangkat sedikit
3. Daerah ketiak dan payudara
a. Inspeksi
1) Ukuran payudara, bentuk, kesimetrisan, dan adakah
pembengkakan. Normalnya melingkar dan simetris dengan
ukuran kecil, sedang atau besar.
2) Kulit payudara, warna, lesi, vaskularisasi,oedema.
31
3) Areola : Adakah perubahan warna, pada wanita hamil lebih
gelap.
4) Putting : Adakah cairan yang keluar, ulkus, pembengkakan
5) Adakah pembesaran pada kelenjar limfe axillar dan clavikula
b. Palpasi
1) Adakah nyeri, adakah nyeri tekan, dan kekenyalan
2) Adakah benjolan massa atau tidak
K. Pemeriksaan abdomen
Jelaskan pada pasien maksud dan tujuan tindakan yang akan dilakukan
Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan sesuai dengan pemeriksaan.
Jangan lupa universal precaution!
Pastikan lingkungan sekitar pasien aman dan pasien merasa nyaman
Posisi pasien terlentang, pemeriksa berada di sebelah kanan pasien
Lakukan setiap tahapan dari sisi/lokasi yang tidak nyeri dahulu (sesuai
keluhan / data subjek pasien)
Catat hasil pemeriksaan dengan jelas dan tepat
1. Inspeksi
a. Permukaan perut
1) Perhatikan kulit perut : apakah tegang, licin, tipis (bila ada
pembesaran organ dalam perut) atau kasar, keriput (bila
32
mengalami distensi). Apakah terdapat luka jahit atau luka
bakar.
2) Perhatikan warna kulit perut : apakah kuning / tidak (pada
pasien ikterus), apakah tampak pelebaran pembuluh darah vena
/ tidak
3) Perhatikan adanya striae (tanda peregangan pada ibu hamil)
b. Bentuk perut
1) Perhatikan : kesimetrisan (baik pada orang yang gemuk/kurus).
Pembesaran perut secara simetris disebabkan penimbunan
cairan di rongga peritonium, penimbunan udara di dalam usus
dan orang terlampau gemuk. Pembesaran perut asimetris
ditemukan pada kehamilan, tumor di dalam rongga perut,
tumor ovarium atau kandung kencing. Pembesaran setempat :
dijumpai pada pembesaran hepar, limpa, ginjal, kandung
empedu, dan tumor pada organ-organ tersebut
c. Gerakan dinding perut
1) Minta pasien untuk nafas dalam dan perhatikan gerakan perut
saat inspirasi dan ekspirasi. Normal perut mengempis pada
ekspirasi dan mengembang pada inspirasi. Pada kelumpuhan
diafragma terdapat gerakan dinding perut yang berlawanan
2) Amati adanya gerakan peristaltik. Pada orang yang sangat
kurus kadang peristaltik normal terlihat
2. Auskultasi
a. Sumber suara abdomen : suara dari struktur vaskuler, dan
peristaltik usus
b. Dengarkan di setiap kuadran dengan stetoskop selama 1 menit dan
perhatikan : intensitas, frekuensi, dan nada. Normal frekuensi
peristaltik 5-35 x/menit
c. Dengarkan suara vaskuler dari : aorta (di epigastrium), arteri
hepatika (di hipokondrium kanan), arteri lienalis : di hipokondrium
kiri
3. Perkusi
33
a. Dengan perkusi abdomen dapat ditentukan : pembesaran organ,
adanya udara bebas, cairan bebas di dalam rongga perut
b. Perhatikan bunyi dan resistensinya. Lakukan pada tiap kuadran
untuk memperkirakan distribusi suara timpani dan redup
1) Biasanya suara timpani yang dominan karena adanya gas pada
saluran pencernaan
2) Cairan dan feses memberikan suara redup
3) Perkusi di daerah epigastrium dan hipokondrium kiri
menimbulkan timpani
c. Perkusi hepar
1) Lakukan perkusi pada garis midklavikula kanan, mulai dari
bawah umbilikus (di daerah suara timpani) ke atas, sampai
terdengar suara pekak yang merupakan batas bawah hepar
2) Lakukan perkusi dari daerah paru ke bawah untuk menentukan
batas atas hepar yaitu dari perpindahan suara resonan sampai
pekak
d. Perkusi limpa
Pekak limpa seringkali ditemukan diantara ICS 9 dan ICS 11 di
garis aksila anterior kiri
4. Palpasi
a. Tahap awal palpasi dengan menggunakan satu tangan. Letakkan
tangan kanan di atas perut, telapak tangan dan jari-jari menekan
dinding perut dengan tekanan ringan. Dengan perlahan, rasakan di
tiap kuadran
b. Rasakan : adanya ketegangan otot atau tidak, nyeri tekan atau tidak
c. Tahap berikutnya lakukan palpasi dalam untuk memeriksa massa
di abdomen
d. Rasakan konsistensinya : apakah padat keras (seperti tulang), padat
kenyal (seperti meraba hidung), lunak (seperti pangkal pertemuan
jempol dan telunjuk), atau kista (ditekan mudah berpindah seperti
balon berisi air, berisi cairan
34
e. Jika dirasakan adanya massa, maka ukuran massa ditentukan
dengan meteran / jangka sorong panjang, lebar, tebal (kalau tidak
ada peralatan, bisa dengan ukuran jari penderita)
f. Palpasi hepar
1) Letakkan tangan kiri pemeriksa di belakang pasien, menyangga
costa ke 11 dan costa ke 12 sebelah kanan pasien dengan posisi
sejajar. Anjurkan pasien menekuk kakinya. Pasien dalam
keadaan rileks
2) Tempatkan tangan kanan pemeriksa pada abdomen pasien
sebelah kanan bawah, dengan ujung jari ditempatkan di batas
bawah daerah redup hepar. Dengan posisi jari tangan mengarah
ke atas.
3) Anjurkan pasien menarik nafas. Pada akhir inspirasi, lakukan
perabaan pada hepar dengan cara : tangan naik mengikuti irama
nafas dan gembungan perut kemudian tekan secara lembut dan
dalam. Normal hepar tidak teraba
g. Palpasi limpa
1) Palpasi lien dimulai dari hipogastrium ke hipokondrium kiri
2) Dengan teknik palpasi bimanual : letakkan telapak tangan
kanan pemeriksa di daerah hipokondrium kiri pasien, dengan
jari-jari mengarah ke samping atas. Tangan kiri pemeriksa
diletakkan dipinggang kiri pasien. Dengan tangan kanan
pemeriksa menekan sambil menggerakkan tangan itu sedikit
demi sedikit ke bawah tulang-tulang iga. Pasien diminta
menarik nafas dalam, dan penekanan dilakukan pada puncak
inspirasi. Tangan kiri pemeriksa merupakan landasan bagi
tekanan yang dilakukan oleh tangan kanan
3) Dengan palpasi bimanual ini kita memeriksa tepi, konsistensi
dan permukaan lien yang membesar. Normal limpa tidak
teraba. Hati-hati terjadi rupture lien.
h. Palpasi ginjal
35
Dengan teknik bimanual : tangan kiri mengangkat ginjal ke
anterior pada area lumbal posterior, tangan kanan diletakan
pada bawah arcus costae, kemudian lakukan palpasi dan
deskripsikan adakah nyeri tekan, bentuk dan ukuran. Normal
ginjal tidak teraba
i. Palpasi pada titik Mc. Burney
L. Pemeriksaan musculoskeletal
Jelaskan pada pasien maksud dan tujuan tindakan yang akan dilakukan
36
Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan sesuai dengan pemeriksaan.
Jangan lupa universal precaution!
Pastikan lingkungan sekitar pasien aman dan pasien merasa nyaman
Atur posisi pasien (pasien diatur tergantung pada tahap pemeriksaan
dan kondisinya). Pasien dapat diatur pada posisi duduk atau terlentang,
dan pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien
Lakukan setiap tahapan dari sisi / lokasi yang tidak nyeri dahulu
(sesuai keluhan / data subjek pasien)
Catat hasil pemeriksaan dengan jelas dan tepat
1. Inspeksi
a. Perhatikan :
1) Penampilan umum, gaya jalan, ketegapan, cara bergerak,
simetris tubuh dan extremitas (bandingkan sisi yang satu
dengan yang lain → ekstemitas atas / bawah, kanan/ kiri).
Adanya perasaan tidak nyaman, pincang, atau nyeri saat
berjalan
2) Kelumpuhan badan dan atau anggota gerak. Adanya fraktur
atau tidak
3) Warna kulit pada ekstremitas (kemerahan / kebiruan /
hiperpigmentasi)
4) Periksa adanya benjolan / pembengkakan pada ekstremitas.
Adanya atrofi / hipertrofi otot, struktur tulang dan otot. Amati
otot kemungkinan adanya kontraksi abnormal dan tremor
2. Palpasi
a. Palpasi pada setiap ekstremitas dan rasakan :
1) Kekuatan / kualitas nadi perifer
2) Adanya nyeri tekan atau tidak
3) Adanya krepitasi atau tidak
4) Konsistensi otot (lembek / keras)
M. Pemeriksaan neurologis
Jelaskan pada pasien maksud dan tujuan tindakan yang akan dilakukan
37
Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan sesuai dengan pemeriksaan.
Jangan lupa universal precaution!
Pastikan lingkungan sekitar pasien aman dan pasien merasa nyaman
Atur posisi pasien (pasien diatur tergantung pada tahap pemeriksaan
dan kondisinya). Pasien dapat diatur pada posisi duduk atau terlentang,
dan pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien
Lakukan setiap tahapan dari sisi/lokasi yang tidak nyeri dahulu (sesuai
keluhan / data subjek pasien)
Catat hasil pemeriksaan dengan jelas dan tepat
38
(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka
mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (misalnya menekan kuku
jari)
(1) : tidak ada respon
2) Menilai Respon Verbal (V)
(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau (sering bertanya
berulang-ulang), disorientasi(orang, tempat, dan waktu)
(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata
masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat)
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon
3) Menilai Respon Motorik (M)
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan
stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau
tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi
kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang
nyeri)
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya
extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki
extensi saat diberi rangsang nyeri)
(1) : tidak ada respon
2. Pemeriksaan nervus cranialis
39
III Oculomotorius Kaji delapan pergerakan mata dan reaksi
serta akomodasi pupil terhadap cahaya
IV Troclearis Kaji delapan pergerakan mata
V Trigeminus a. Sentuhkan kapas secara perlahan
pada kornea untuk menguji reflex
kornea
b. Minta klien menutup mata, kemudian
sentuhkan kapas, jarum, dan klip
kertas secara bergantian pada kulit
wajah klien
c. Kaji kemampuan klien mengatupkan
gigi
VI Abdusens Kaji arah tatapan klien
VII Facialis a. Minta klien untuk tersenyum,
mengembungkan pipi, menaikkan dan
menurunkan alis mata, kemudian
perhatikan kesimetrisannya
b. Minta klien untuk mengidentifikasi
rasa manis dan asin di bagian depan
dan pinggir lidah
VIII Kaji kemampuan klien untuk mendengarkan
Vestibulococlearis kata yang diucapkan pemeriksa
IX a. Minta klien untuk mengidentifikasi
Glossopharingeus rasa asam, asin, dan manis pada
bagian posterior lidah
b. Gunakan spatel lidah untuk
memeriksa reflek gags
c. Minta klien untuk menggerakkan
lidahnya
X Vagus a. Minta klien untuk mengucapkan kata
“ah” dan observasi pergerakan palate,
40
dan faring
b. Gunakan spatel lidah untuk
memeriksa reflex gags
c. Kaji adanya suara parau ketika klien
berbicara
XI Accesorius Minta klien untuk mengangkat bahu dan
memallingkan wajah ke sisi yang ditahan
oleh tangan anda secara pasif
XII Hipoglossus Minta klien untuk menjulurkan lidah sejajar
garis tengah tubuh, kemudian
menggerakkannya ke kanan dank e kiri
41
c. Reflek Brachioradialis
Posisi : dapat dilakukan dengan duduk. Lengan bawah rileks di
pangkuan pasien.
Cara : ketukan pada tendon otot brakioradialis (sisi ibu jari
pada lengan bawah) sekitar 10 cm proksimal pergelangan
tangan. Posisi lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi.
Respons : flexi pada lengan bawah dan supinasi pada siku dan
tangan
d. Reflek Patella
Posisi : dapat dilakukan dengan duduk atau berbaring
terlentang
Cara : ketukan pada tendon patella Respon : plantar fleksi kaki
e. Reflek Glabela
Cara : Ketukkan hammer pada glabela atau sekitar daerah
supraorbitalis
Respon : Kontraksi singkat kedua otot orbikularis okuli
f. Reflek Rahang Bawah (Jaw Reflex)
Cara : Klien disuruh membuka mulutnya sedikit dan telunjuk
pemeriksa ditempatkan melintang di dagu. Setelah itu telunjuk
diketok dengan hammer
Respon : kontraksi otot masseter sehingga mulut merapat /
menutup
g. Reflek Achiles
Posisi: pasien duduk, kaki menggantung di tepi meja
Identifikasi tendon: tungkai difleksikan pada pinggul dan lutut
Cara : ketukan hammer pada tendon achilles
Respon : plantar fleksi kaki
4. Pemeriksaan reflek patologis
a. Reflek Babinski
Pesien diposisikan berbaring supinasi dengan kedua kaki
diluruskan.
42
Tangan kiri pemeriksa memegang pergelangan kaki pasien agar
kaki tetap pada tempatnya.
Lakukan penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior
ke anterior
Respon : posisitf apabila terdapat gerakan dorsofleksi ibu jari
kaki dan pengembangan jari kaki lainnya
b. Tanda Kernig
Posisikan pasien untuk tidur terlentang
Fleksikan sendi panggul tegak lurus (90°)dengan tubuh,
tungkai atas dan bawah pada posisi tegak lurus pula
Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut
sampai membentuk sudut lebih dari 135° terhadap paha
Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari
sudut 135°, karena nyeri atau spasme otot hamstring / nyeri
sepanjang
N.Ischiadicus, sehingga panggul ikut fleksi dan juga bila terjadi
fleksi involuter pada lutut kontralateral maka dikatakan Kernig
sign positif.
c. Reflek Brudzinski
Pasien berbaring dalam sikap terlentang, tangan kanan
ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring,
tangan pemeriksa yang satu lagi ditempatkan didada pasien
untuk mencegah diangkatnya badan kemudian kepala pasien
difleksikan sehingga dagu menyentuh dada.
Brudzinski positif bila gerakan fleksi kepala disusul dengan
gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul kedua tungkai secara
reflektorik.
d. Reflek Chaddok
Penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar maleolus
lateralis dari posterior ke anterior
Amati ada tidaknya gerakan dorsofleksi ibu jari, disertai
mekarnya (funning) jari-jari kaki lainnya.
43
e. Reflek Schaeffer
Menekan tendon achilles.
Amati ada tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari kaki, disertai
mekarnya (funning) jari-jari kaki lainnya
f. Reflek Oppenheim
Pengurutan dengan cepat krista anterior tibia dari proksiml ke
distal
Amati ada tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari kaki, disertai
mekarnya (funning) jari-jari kaki lainnya
g. Reflek Gordon
Menekan pada musculus gastrocnemius (otot betis)
Amati ada tidaknya gerakan dorsofleksi ibu jari kaki, disertai
mekarnya (funning) jari-jari kaki lainnya.
h. Reflek Gonda
Menekan (memfleksikan) jari kaki ke-4, lalu melepaskannya
dengan cepat.
Amati ada tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari kaki, disertai
mekarnya (funning) jari-jari kaki lainnya.
i. Reflek Bing
Berikan rangsang tusuk pada kulit yang menutupi
metatarsal ke lima. Dikatakan positif bila terdapat gerakan
dorsofleksi ibu jari kaki yang dapat disertai dengan gerak
mekarnya jari-jari lain (Funning).
44
Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan sesuai dengan pemeriksaan.
Jangan lupa universal precaution!
Keterlibatan perawat dalam melakukan pengkajian tingkat mahir
(pengkajian alat kelamin bagian dalam) bergantung pada
kebijaksanaan/peraturan di tempat perawat bekerja
Pastikan lingkungan sekitar pasien aman dan pasien merasa nyaman
Posisi pasien litotomi, pemeriksa berada di sebelah bawah pasien (pada
pasien wanita). Posisi pasien dapat terlentang dan berdiri (pada pasien
pria). Pastikan untuk menutupi (dengan selimut) bagian yang tidak di
amati
Untuk pemeriksaan anus, posisi pasien (pria/wanita) adalah posisi sims
Beri kesempatan kepada pasien untuk mengosongkan kandung kemih
sebelum pengkajian dimulai. Bila diperlukan urine untuk spesimen
laboratorium, siapkan tabung/wadah untuk menampung
Catat hasil pemeriksaan dengan jelas dan tepat
1. Pria
a. Inspeksi rambut pubis: perhatikan penyebaran, pola pertumbuhan,
dan kebersihannya
b. Inspeksi kulit dan ukuran penis: adakah lesi, pembengkakan atau
benjolan, dan adanya kelainan lain yang tampak pada batang penis
c. Inspeksi kepala penis untuk melihat meatus uretra: apakah ada
cairan yang keluar, adakah lesi/oedema/inflamasi atau tidak,
lubang uretra normalnya terletak di tengah kepala penis
d. Pada yang belum di sirkumsisi, tarik prepusium untuk melihat
kepala penis dan meatus uretra (secara normal prepusium
seharusnya dapat ditarik dengan mudah). Bila pasien merasa malu,
penis dapat dibuka oleh pasien sendiri. Pada kepala penis akan
tampak sedikit smegma (kerak) putih kekuningan seperti keju. Bila
pasien telah disirkumsisi, kepala penis terlihat kemerahan dan
dalam keadaan kering tanpa smegma
45
e. Inspeksi skrotum dan perhatikan: ukuran, bentuk, kesimetrisan,
warna (normal hiperpigmentasi), adanya lesi/edema atau tidak
f. Palpasi permukaan kulit skrotum: adakah benjolan atau tidak.
Normalnya teraba longgar dan kasar. Skrotum kontraksi pada suhu
dingin dan relaks pada suhu hangat
g. Palpasi skrotum dan testis dengan menggunakan jempol dan tiga
jari pertama. Palpasi tiap testis dan perhatikan ukuran, konsistensi,
bentuk, dan kelicinannya. Testis normalnya teraba lunak, elastis,
licin, tidak ada benjolan atau massa, berukuran sekitar 2-4 cm, dan
testis kiri lebih rendah dibanding testis kanan
h. Lakukan palpasi penis untuk mengetahui: adanya nyeri tekan atau
tidak, adanya benjolan pada batang penis, dan kemungkinan
adanya cairan kental yang keluar
i. Inspeksi anus: adakah hemoroid/kutil/herpes/benjolan atau tidak,
perhatikan kebersihan
j. Palpasi anus dan rektum dengan jari (menggunakan sarung tangan
dan beri pelumas), perhatikan: adakah nyeri tekan atau tidak,
adakah cairan/darah yang keluar, raba dinding rektum (adakah
benjolan/ polip atau tidak), raba kelenjar prostat (apakah
mengalami hiperplasia atau tidak)
2. Wanita
a. Inspeksi rambut pubis: penyebaran, pola pertumbuhan, dan
kebersihannya
b. Inspeksi labia mayora dan bagian dalam (klitoris, labia minora,
orifisium uretra, orifisium vaginal) dengan cara buka lebar ke arah
lateral labia mayora dengan jari-jari dari satu tangan, perhatikan:
labia simetris atau tidak, warna mukus membran normal merah
muda, adakah iritasi/inflamasi atau tidak, keluaran sekret (warna
putih/kuning, berbau/tidak), dan amati adanya polip/benjolan atau
tidak
c. Inspeksi perineum: normal kulit perineal lebih gelap, halus, dan
bersih
46
d. Inspeksi anus: adakah hemoroid/kutil/herpes/benjolan atau tidak,
perhatikan kebersihan
e. Palpasi anus dan rektum dengan jari (menggunakan sarung tangan
dan beri pelumas), perhatikan: adakah nyeri tekan atau tidak,
adakah cairan/darah yang keluar, raba dinding rektum (adakah
benjolan/ polip atau tidak), raba kelenjar prostat (apakah
mengalami hiperplasia atau tidak).
Asuhan keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas pasien
Nama :
Umur :
Agama :
Jenis kelamin :
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan :
Suku bangsa : Indonesia
Alamat :
Tanggal masuk :
Tanggal pengkajian :
No MR :
Diagnose medis : Hipertensi
b. Identitas penanggung jawab
Nama :
Umur :
Hubungan dengan pasien : Suami
Pekerjaan : Pensiun
Alamat :
2. Status Kesehatan
a. Status Kesehatan saat ini
47
1) Keluhan utama
Pasien megeluh tidak bisa tidur pada malam hari
dan sering terbangun di malam hari, susah untuk tidur juga
pada siang hari. Juga mengalami sakit kepala dan sering
mengantuk pada pagi hari, dan jika terbangun pada malam
hari tidak bisa tidur Kembali dan sudah dialami selama 3
hari.
2) Provocative/palliative
a) Apa penyebabnya : Hipertensi.
b) Hal-hal yang memperbaiki keadaan : Jika pasien
berjalan-jalan sampai Lelah pada sore hari maka pasien
dapat tidur.
3) Quantity/quality
a) Bagaimana dirasakan : Pasien merasa Lelah.
b) Bagaimana dilihat : Pasien tampak gelisah, lesu,
kehitaman di daerah sekitar mata, sering menguap atau
mengantuk.
4) Region/Severity
Pasien mengatakan akibat tidak bisa tidur merasa
sangat mengantuk dan tidak dapat mengurus rumah seperti
biasanya.
5) Time/waktu
Pada saat malam hari tidak bisa tidur dan pada siang
hari pun tidak bisa tidur
b. Status Kesehatan dahulu
1) Penyakit yang pernah dialami
Pasien mengatakan dirinya tidak mempunyai
penyakit yang lain hanya mengalami hipertensi.
2) Pengobatan atau Tindakan yang dilakukan
Tidak pernah berobat ke rumah sakit maupun klinik.
3) Pernah dirawat/dioperasi
Pasien tidak pernah dirawat di rumah sakit
48
4) Alergi
Pasien mengatakan dirinya tidak ada alergi.
5) Imunisasi
Pasien mengatakan dirinya mendapatkan imunisasi
lengkap sewaktu masih kecil.
c. Riwayat penyakit keluarga
1) Orang tua
Pasien mengatakan ibunya menderita hipertensi.
2) Saudara kandung
Pasien mengatakan semua anggota keluarganya
sehat tidak ada yang menderita penyakit yang serius.
3) Penyakit keturunan yang ada
Pasien mengatakan keluarganya mempunyai
penyakit keturunan yaitu penyakit hipertensi. Pasien
mengatakan orang tua perempuan yang mengalami
penyakit hipertensi.
4) Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarganya
yang mengalami gangguan jiwa.
5) Anggota keluarga yang meningga
Pasien mengatakan ayahnya telah meninggal dunia.
6) Penyebab meninggal
Ayah pasien meninggal dikarenakan menjadi
korban tabrak lari,
3. Pola kebiasaan sehari-hari
a. Pola makan dan minum
1) Frekuensi makan / hari : 3 kali sehari
2) Nafsu / selera makan : Selera makan baik
3) Nyeri ulu hati : Tidak ada nyeri ulu
hati
4) Alergi : Tidak ada
49
5) Mual dan muntah : Tidak ada mual dan
muntah
6) Waktu pemberian makanan : Pagi, siang, sore
7) Jumlah dan jenis makanan : Sesuai porsi, nasi,
lauk, sayur dan buah
8) Waktu pemberian cairan / minum : Saat setelah makan
saja
9) Masalah makanan dan minuman (kesulitan mengunyah,
menelan : Normal, tidak ada masalah
makanan dan minuman
b. Perawatan diri / personal hygiene
1) Kebersihan tubuh : Tubuh tampak bersih
2) Kebersihan gigi dan mulut : Gigi tampak sedikit
kuning dan kurang bersih
3) Kebersihan kuku kaki dan tangan : Kuku dan kaki
tangan pendek dan bersih
c. Pola kegiatan / aktivitas
1) Uraian aktivitas pasien mandi, makan, eliminasi, ganti
pakaian di lakukan secara mandiri, Sebagian atau total.
Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara
mandiri, seperti mandi, makan, eliminasi, ganti pakaian.
2) Uraian aktivitas ibadah pasien selama dirawat/sakit
d. Pola eliminasi
1) BAB
a) Pola BAB : teratur 1x / hari
b) Karakter feses : Keras
c) Riwayat perdarahan : Tidak ada Riwayat
perdarahan
d) BAB terakhir : Pagi hari sebelum dilakukan
pengkajian
e) Diare : Tidak ada diare
50
f) Penggunaan laksatif : Tidak ada penggunaan
laksatif
2) BAK
a) Pola BAK : 5-6x / hari
b) Karakter urine : Kuning
jernih
c) Nyeri / rasa terbakar / kesulitan BAK : Tidak ada
rasa nyeri / kesulitan
d) Riwayat penyakit ginjal : Tidak ada
e) Penggunaan diuretic : Tidak ada
penggunaan diuretic
f) Upaya mengatasi masalah : Tidak ada upaya
mengatasi masalah
e. Mekanisme koping
1) Adaptif
Pasien mau bicara dengan orang lain, melalui
Teknik relaksasi, dan mau menyampaikan masalah kepada
keluarganya.
2) Maladaptive
Pasien tidak meminum alcohol, tidak berjalan
berlebihan, tidak menghindar, dan tidak menciderai diri
sendiri.
4. Data pengkajian
a. Keadaan umum
51
1) Kepala dan rambut
a) Bentuk : Normal, simetris kiri dan kanan,
tidak ada benjolan
b) Ubun-ubun : Tertutup dan keras
c) Kulit kepala : Bersih, tidak ada masalah
2) Rambut
a) Penyebaran dan keadaan rambut : Bagus, penyebaran
merata, keadaan normal
b) Bau : Tidak berbau
c) Warna kulit : Normal,
berwarna hitam
3) Wajah
a) Warna kulit : Normal, sawo matang
b) Struktur wajah : Normal, simetris, tidak ada kelainan
4) Mata
a) Kelengkapan dan kesimetrisan : Normal, mata
lengkap dan simetris
b) Palpebra : Normal,
tidak ada adaptosis, tidak ada oedema, tidak ada tanda-
tanda radang
c) Konjungtiva dan sklera : Konjungtiva
anemis, sklera tidak
d) Pupil : Isokor,
kontraksi pupil (+/+), reflek cahaya (+)
e) Cornea dan iris : Pengapuran
katarak (-), oedema (-), tidak ada tanda-tanda radang
f) Visus : Klien dapat melihat
lambaian tangan dalam jarak satu meter
g) Tekanan bola mata : Tekanan bola mata
normal kanan dan kiri
5) Hidung
52
a) Tulang hidung dan posisi septumnasi : Normal,
tulang hidung simetris, posisi septumnasi simetris
b) Lubang hidung :
Normal, bersih, tidak ada sumbatan
c) Cuping hidung :
Normal, tidak ada pernapasan cuping hidung
6) Telinga
a) Bentuk telinga : Normal, daun telinga
simetris kiri dan kanan
b) Ukuran telinga : Normal, sama besar,
simetris kanan dan kiri
c) Lubang telinga : Normal, lubang
telinga paten
d) Ketajaman pendengaran : Baik, tidak ada gangguan
7) Mulut dan faring
a) Keadaan bibir : Kering, bentuk bibir
simetris
b) Keadaan gusi dan gigi : Gigi tampak bersih, gusi
tidak ada perdarahan
c) Keadaan lidah : Lidah bersih, tidak ada
stomatitis
d) Orofaring : Normal, tidak ada tanda-
tanda peradangan, mampu menelam dengan baik
8) Leher
a) Posisi trachea : Media normal
b) Thyroid : Tidak ada pembesaran
kelenjar thyroid
c) Suara : Terdengar dengan cukup
jelas
d) Kelenjar limfe : Tidak ada pembengkakan
kelenjar getah bening
53
e) Vena jugularis : Tidak ada distensi vena
jugularis
f) Denyut nadi karotis : Teraba jelas dan regular
9) Pemeriksaan integument
a) Kebersihan : Kulit bersih dan berminyak
b) Kehangatan : Kulit terasa hangat (dalam
keadaan normal)
c) Warna : Normal, warna kulit sawo
matang
d) Turgor : Normal, turgor kembali
e) Kelembaban : Terasa lembab
f) Kelainan pada kulit : Tidak ada kelainan
10) Pemeriksaan thoraks/dada
a) Inspeksi : Bentuk normal
b) Pernafasan : 24x/I, irama teratur dan
reguler
c) Tanda kesulitan bernafas : Tidak ada tanda kesulitan
bernafas
11) Pemeriksaan paru
a) Palapsi getaran suara : Fremitustaktil seimbang kiri
dan kanan
b) Perkusi : Terdengar bunyi resonan
c) Auskultasi : Suara nafas normal, suara
ucapan jelas, suara tambahan tidak ada terdengar
12) Pemeriksaan jantung
a) Inspeksi : Ictuscordis tidak tampak
b) Palpasi : Ictuscordis (PMI) padaics
midclaviculasinistra teratur
c) Perkusi : Batas jantung intercostal 4-5
d) Auskultasi : Bunyi jantung di dapat 1 dan 2 tunggal,
lupdup (normal), murmur tidak ada, frekuensi 80x/i
13) Pemeriksaan abdomen
54
a) Inspeksi : Bnetuk abdomen normal, simetris,
tidak tampak massa/benjolan, bayangan pembuluh
darah tidak tampak
b) Auskultasi : Peristaltik 8x/i, tidak ada suara tambahan
c) Palpasi : Tanda nyeri tekan tidak ada, tidak
teraba massa/benjolan, tidak ada tanda ascites, tidak ada
pembengkakan hepar
d) Perkusi : Suara abdomen timpani, ascites (-)
14) Pemeriksaan kelamin dan daerah sekitarnya
a) Genetalia : Tidak dilakukan
pemeriksaan
b) Anus dan perinium : Tidak dilakuakan
pemeriksaan
15) Pemeriksaan musculoskeletal/ekstremitas
a) Kesimetrisan otot : Normal simetris
b) Pemeriksaan oedema : Tidak ada
oedema
c) Kekuatan otot : Normal,
tidak ada gangguan
d) Kelanin pada ekstremitas dan kuku : Ekstremitas
hangat, tidak ada clubbing finger
16) Pemeriksaan neurologi
a) Tingkat kesadaran :GCS 15
b) Meningeal sign : kaku kuduk (-), kernig (-),
babinsky (-), brudzinky (-)
c) Nervus cranialis
Nervus olfaktorius/N 1 : Dapat
membedakan bau-bauan
Nervus optikus/N 2 : Penglihatan
noemal, tidak kabur
Nervus okulomotoris/N 3, Trochlearis/N 4,
Abdusen/N 6 : Tidak ada
55
gangguan mengangkat kelompak mata, pupil isokor,
Gerakan bola mata normal
Nervus trigeminus/N 5 : Tidak
mengalami paralis pada otot wajah, reflek kornea
baik
Nervus fasialis/N 7 : Wajah
simetris, tidak ada kelainan pada saraf wajah,
persepsi pengecapan dalam batas normal
Nervus vestibulocochlearis/N 8 : Tidak ada
dilakukan pemeriksaan
Nervus glossopharingeus/N 9, Vagus/N 10
: Kemampuan
menelan baik, palatum sedikit terangkat dan letak
uvula relative ditengah saat mengatakan “aa”, ada
refleks terdesak
Nervus asesorisus/N 11 : Tidak ada
atrofi otot termocleidomastoideus dan trapesius
Nervus hipoglossus/N 12 : Lidah
simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak
ada fasikulasi indra pengecapan normal
17) Fungsi motoric
a) Cara berjalan : Pasien berjalan normal
b) Rombergtest : Mampu menggerakan tangan
dengan mata tertutup, dapat berdiri tegak dengan satu
kaki tetapi sebentar
c) Pronasi-supinasi : Klien dapat menelentangkan dan
menelungkupkan telapak tangan
18) Fungsi sensorik
a) Identifikasi sentuhan ringan : Klien dapat
mengidentifikasi sentuhan kapas tanpa melihat
b) Tes tajam-tumpul : Klien dapat membedakan
sentuhan tajam tumpul
56
c) Tes panas dingin : Klien dapat membedakan
sensasi panas dan dingin
d) Streognosustest : Klien dapat
mengidentifikasi benda yang diletakkan pada telapan
tangan
e) Graphestesiatest : Klien dapat merasakn
tulisan yang dibuat pada telapak tangan
f) Membedakan dua titik : Klien dapat
membedakan dua titik
g) Topognosistest : Klien dapat
mengidentifikasi lokasi sentuhan
19) Refleks
a) Bisep : Tidak dilakukan pemeriksaan
b) Trisep : Tidak dilakukan pemeriksaan
c) Brachioradialis : Tidak dilakukan pemeriksaan
d) Patellar : Tidak dilakukan pemeriksaan
e) Tendonachiles : Tidak dilakukan pemeriksaan
f) Plantar : Tidak dilakukan pemeriksaan
5. Data psikologi
a. Persepsi tentang penyakitnya
Pasien mengatakan pasrah akan penyakitnya dan ia
bersyukur selama penyakitnya tidak terlalu serius.
b. Konsep diri
1) Gambaran diri
Pasien mengatakan dirinya menyukai bentuk
tubuhnya kecuali pada bagian karena pasien merasa bagian
kakinya terlalu kecil sehingga ukuran kakinya hampir
seukuran dengan anaknya.
2) Ideal diri
Pasien mengatakan ingin bekerja lagi sehingga
dapat membentuk keadan ekonomi keluarganya.
3) Harga diri
57
Pasien mengatakan baik-baik saja selama tidak ada
yang merendahkan anggota keluarganya.
4) Peran diri
Pasien mengatakan bahwa ia ibu dari 5 orang anak
dan nenek dari 7 orang cucu.
5) Identitas diri
Pasien mengatakan sebelumnya bekerja sebagai
tukang cuci dan sekarang menjadi ibu rumah tangga dan
merawat cucu-cucunya.
c. Keadaan emosi
Keadaan emosi pasien stabil tetapi perhatiannya terpecah-
pecah akibat dari kurang tidur.
d. Hubungan social
1) Orang yang berarti
Suami, anak, dan cucu.
2) Hubungan dengan keluarga
Pasien mengatakan hubungan dirinya dengan
keluarganya baik-baik saja dan mereka saling mengunjungi
jika ada hari libur.
3) Hubungan dengan orang lain
Pasien mengatakan hubungannya dengan
tetangganya baik.
4) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Tidak ada hambatan yang berarti.
6. Data spiritual
a. Nilai dan keyakinan : Pasien mengatakan dirinya
mempunyai nilai dan keyakinan yang kuat tentang agama yang
dianutnya
b. Kegiatan ibadah : Pasien mengatakan selalu tepat
waktu dan selalu mengikuti pengajian di lingkungannya.
58
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
59
Pemeriksaan fisik memiliki banyak manfaat, baik bagi perawat
sendiri, maupun bagi profesi kesehatan lain, di antaranya:
Sebagai data untuk membantu perawat dalam menegakkan diagnose
keperawatan.
Mengetahui masalah kesehatan yang di alami klien.
Sebagai dasar untuk memilih intervensi keperawatan yang tepat.
Sebagai data untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan
B. Saran
60
DAFTAR PUSTAKA
Malisa, N., Damayanti, D., Perdani, Z. P., Darmayanti, D., Matongka, Y. H.,
Suwarto, T., ... & Nompo, R. S. (2021). Proses Keperawatan dan
Pemeriksaan Fisik. Yayasan Kita Menulis.
61