Anda di halaman 1dari 61

MAKALAH METODOLOGI KEPERAWATAN

TEKNIK DAN PROSEDUR PEMERIKSAAN FISIK HEAD TO TOE DAN


PERSIAPAN PASIEN UNTUK PEMERIKSAAN PENUNJANG

DOSEN PENGAMPU : Ns. Rosmi Eni, M. Kep

DISUSUN OLEH:

1. Cindy Yulian 21334033


2. Dini Santia 21334043
3. Hanifah Fitriazzah Devi 2133406

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2022

i
Kata Pengantar

Puji syukur kepada Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunia Nya
yang telah memberikan nikmat sehat kepada kita semua yang dapat
menyelesaikan Panduan Pemeriksaan Fisik Head To To dan pemeriksaan
penunjang Keperawatan ini. Teriring sholawat dan salam kepada Baginda kami
Nabi Besar Muhammad SAW, sang penyembuh hati dan obatnya, pemberi
kesehatan badan dan mengobatinya, menjadi cahaya mata hati dan sinarnya dan
semoga engkau memberikan kelancaran dan keselamatan.

Panduan pemeriksaan fisk head to to keperawatan ini dibuat bertujuan


untuk memeriksa kesehatan menyeluruh, memenuhi kopentensi mahasiswa, mata
ajar Metodologi Keperawatan dalam mendokumentasikan asuhan keperawatan
dan juga menambah wawasan bagi penulis dan juga pembaca.

Kami mengucapkan terima kasih banyak kepada seluruh sivitas jurusan


Psikologi dan Kesehatan dan umumnya sivitas Universitas Negeri Padang serta
berbagai pihak yang telah membantu penyusunan panduan ini, baik dalam bentuk
materi maupun non materi yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu. Harapan
kami bagi semua pihak terutama pengurus keperawatan masukan, saran yang
membangun guna kesempurnaan buku panduan ini.

Buku panduan ini dapat digunakan sebagai acuan dalam pengembangan


materi praktik labor keperawatan dasar bagi mahasiswa.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Padang, Juni 2022

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................4
A. Latar belakang........................................................................................................4
B. Rumusan masalah...................................................................................................5
C. Tujuan penulisan....................................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................7
A. Pemeriksaan fisik Head To Toe..............................................................................7
B. Tujuan pemeriksaan fisik Head To Toe..................................................................8
C. Manfaat pemeriksaan fisik Head To Toe................................................................8
D. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan fisik Head To Toe................8
E. Jenis-jenis pemeriksaan fisik Head To Toe............................................................9
F. Persiapan pemeriksaan fisik Head To Toe............................................................16
G. Prosedur pemeriksaan fisik Head To Toe.............................................................18
H. Pemeriksaan kepala dan leher...............................................................................19
I. Pemeriksaan integument dan kuku.......................................................................25
J. Pemeriksaan thoraks.........................................................................................25
K. Pemeriksaan abdomen..........................................................................................34
L. Pemeriksaan musculoskeletal...............................................................................39
M. Pemeriksaan neurologis........................................................................................40
N. Pemeriksaan genetalia dan anus...........................................................................47
O. Contoh pemeriksaan fisik Head To Toe...............................................................50
BAB III PENUTUP..........................................................................................................63
A. Kesimpulan..........................................................................................................63
B. Saran....................................................................................................................64
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................65

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pendidikan keperawatan di Indonesia sekarang sudah berada pada


jenjang mulai dari Diploma sampai pendidikan doktor Keperawatan dan
malah sampai profesor. Masing-masing jenjang pendidikan mempunyai
kompetensi yang berbeda. Pendidikan diploma, pendidikan vokasi yang
dibekali ilmu berupa keterampilan dalam merawat dan melakukan
berbagai prosedur dalam merawat klien (Munawaroh at al, 2019)
Pemeriksaan fisik (Head to Toe) adalah pemeriksaan fisik tubuh
mulai dari ujung rambut sampai ke ujung kaki secara keseluruhan atau
hanya beberapa bagian saja yang dianggap perlu oleh perawat yang
bersangkutan sebagai pelengkap data dalam memberikan asuhan
keperawatan. Pemeriksaan fisik menggunakan pendekatan inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi (Hidayat, 2021)..
Asuhan keperawatan merupakan suatu proses dalam kegiatan
praktik keperawatan untuk memenuhi kebutuhan klien dalam mencapai
atau mempertahankan keadaan biologis, psikologis, sosial dan spiritual
yang optimal, mulai dari tahap pengkajian, identifikasi diagnosis
keperawatan, penentuan rencana keperawatan, serta evaluasi tindakan
keperawatan. Tindakan keperawatan dalam penerapan proses keperawatan
merupakan salah satu wujud tanggung jawab perawat terhadap klien,
sehingga akan meningkatkan kualitas layanan keperawatan yang bermutu
baik secara mandiri, observasi, maupun kolaboratif (Debora, 2017).
Pemeriksaan fisik head to to dan pemeriksaan penunjang menjadi
alat kuat bagi perawat untuk mendeteksi masalah dan perumusan diagnosis
serta tindakan keperawatan yang akan diberikan pada klien. Perawat dalam
bekerja diberbagai tempat, mencari informasi tentang status kesehatan
klien. Pemeriksaan fisik keperawatan pada prinsipnya dikembangkan
berdasarkan model keperawatan yang berfokus pada respon yang
ditimbulkan pasien akibat adanya masalah kesehatan atau dengan kata lain

4
pemeriksaan fisik keperawatan harus mencerminkan diagnosa fisik yang
secara umum perawat dapat membuat tindakan untuk mengatasinya.

B. Tujuan penulisan

1. Untuk mengetahui pemeriksaan fisik Head To Toe


2. Untuk mengetahui tujuan pemeriksaan fisik Head To Toe
3. Untuk mengetahui manfaat pemeriksaan fisik Head To Toe
4. Untuk mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan
fisik Head To Toe
5. Untuk mengetahui jenis pemeriksaan fisik Head To Toe
6. Untuk mengetahui persiapan pemeriksaan Head To Toe
7. Untuk mengetahui prosedur Tindakan pemeriksaan fisik Head To Toe
8. Untuk mengetahui pemeriksaan kepala dan leher
9. Untuk mengetahui pemeriksaan integument dan kuku
10. Untuk mengetahui pemeriksaan thoraks
11. Untuk mengetahui pemeriksaan abdomen
12. Untuk mengetahui pemeriksaan musculoskeletal
13. Untuk mengetahui pemeriksaan neurologis
14. Untuk mengetahui pemeriksaan genetalia dan anus
15. Untuk mengetahui contoh pemeriksaan fisik Head To Toe

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pemeriksaan fisik Head To Toe

Pemeriksaan fisik head to to merupakan peninjauan dari ujung


rambut sampai ujung kaki (head to toe) pada setiap sistem tubuh yang
memberikan informasi objektif tentang klien dan memungkinkan kita
sebagai seorang perawat untuk membuat penilaian klinis. Pemeriksaan
fisik dilakukan pada klien secara keseluruhan atau hanya bagian tertentu
yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematis dan
komprehensif, memastikan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan
masalah dan merencanakan tindakan keperawatan yang tepat bagi klien.
(Dewi Sartika, 2010).
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh untuk menentukan
adanya kelainan- kelainan dari suatu sistem atau suatu organ tubuh dengan
cara melihat (inspeksi), meraba (palpasi), mengetuk (perkusi) dan
mendengarkan (auskultasi). (Raylene M Rospond,2009; Terj D. Lyrawati,
2009).
Pemeriksaan fisik adalah metode pengumpulan data yang
sistematik dengan memakai indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
dan rasa untuk mendeteksi masalah kesehatan klien. Untuk pemeriksaan
fisik perawat menggunakan teknik inspeksi, auskultasi, palpasi, dan
perkusi (Craven & Hirnle, 2000; Potter & Perry, 1997; Kozier et al.,
1995).
Pemeriksaan fisik dalam keperawatan digunakan untuk
mendapatkan data objektif dari riwayat keperawatan klien. Pemeriksaan
fisik sebaiknya dilakukan bersamaan dengan wawancara. Fokus
pengkajian fisik keperawatan adalah pada kemampuan fungsional klien.
Misalnya, klien mengalami gangguan sistem muskuloskeletal, maka
perawat mengkaji apakah gangguan tersebut mempengaruhi klien dalam
melaksanakan kegiatan sehari-hari atau tidak.

6
B. Tujuan pemeriksaan fisik Head To Toe

Secara umum, pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan:


1. Untuk mengumpulkan data dasar tentang kesehatan klien.
2. Untuk menambah, mengkonfirmasi, atau menyangkal data yang
diperoleh dalam riwayat keperawatan.
3. Untuk mengkonfirmasi dan mengidentifikasi diagnosa keperawatan.
4. Untuk membuat penilaian klinis tentang perubahan status kesehatan
klien dan penatalaksanaan.
5. Untuk mengevaluasi hasil fisiologis dari asuhan keperawatan.

C. Manfaat pemeriksaan fisik Head To Toe

Pemeriksaan fisik memiliki manfaat bagi perawat sendiri, maupun


bagi profesi kesehatan lain, di antaranya:
1. Sebagai data dasar membantu perawat dalam menegakkan diagnosis
keperawatan.
2. Sebagai data kesehatan yang di alami klien.
3. Sebagai dasar untuk menentukan intervensi keperawatan yang tepat.
4. Sebagai data untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan.

D. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan fisik Head To


Toe

1. Selalu meminta kesediaan/izin pada pasien untuk setiap pemeriksaan


(informed consent).
2. Jagalah privasi pasien.
3. Pemeriksaan harus seksama dan sistematis.
4. Jelaskan apa yang akan dilakukan sebelum pemeriksaan (tujuan,
kegunaan, cara dan bagian yang akan diperiksa).
5. Beri instruksi spesifik yang jelas.
6. Berbicaralah yang komunikatif (kalau perlu gunakan bahasa daerah
setempat).
7. Ajaklah klien untuk bekerja sama dalam pemeriksaan.
8. Perhatikanlah ekpresi/bahasa non verbal dari klien.

7
9. Jangan menyakiti klien.

E. Tekhnis yang diperlukan dalam pemeriksaan fisik Head To Toe

1. Inspeksi
Merupakan metode atau proses observasi pemeriksaan pasien
dengan melihat langsung seluruh tubuh pasien atau hanya bagian
tertentu yang diperlukan dengan menggunakan mata (“sense of sign”)
baik melalui mata telanjang atau alat bantu penerangan (lampu) untuk
mendeteksi tanda-tanda fisik seperti warna kulit, bentuk, posisi, ukuran
dan lainnya dari tubuh klien, tidak terburu-buru sepanjang
pemeriksaan fisik dilakukan. Inspeksi juga menggunakan indera
pendengaran dan penciuman untuk mengetahui lebih lanjut, lebih jelas
dan lebih memvalidasi apa yang dilihat oleh mata dan dikaitkan
dengan suara atau bau dari pasien. Semua indera tersebut akan
membantu membuat keputusan diagnosa keperawatan dan selanjutnya
membuat intervensi keperawatan, kemudian seterusnya sesuai dengan
langkah-langkah proses keperawatan.

Langkah-langkah pemeriksaan fisik head to toe ::

a. Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri.


b. Bagian tubuh yang diperiksa harus terbuka (diupayakan pasien
membuka sendiri pakaiannya. Sebaiknya pakaian tidak dibuka
sekaligus, namun dibuka seperlunya untuk pemeriksaan sedangkan
bagian lain ditutupi selimut).
c. Bandingkan bagian tubuh yang berlawanan (kesimetrisan) dan
abnormalitas. Contoh : mata kuning (ikterus), terdapat struma di
leher, kulit kebiruan (sianosis), dan lain-lain.
d. Catat hasilnya.
2. Palpasi
Merupakan metode pemeriksaan fisik pasien dengan
menggunakan “sense of touch”. Palpasi adalah suatu tindakan
pemeriksaan yang dilakukan dengan menggunakan indera peraba
seperti jari atau tangan sebagai instrumen yang sensitif digunakan

8
untuk mengumpulkan data, misalnya metode palpasi ini dapat
digunakan untuk mendeteksi suhu tubuh (temperatur), adanya getaran,
pergerakan, keelastisan, bentuk, kelembaban, penonjolan, kosistensi
dan ukuran.

Teknik palpasi dibagi menjadi dua :

a. Palpasi Ringan
Palpasi ringan dapat menilai adanya nyeri tekan, defans
muscular, dan massa pada organ-organ superfisial.
Caranya: meletakkan telapak tangan dengan jari-jari yang rapat dan
rata pada satu/dua tangan digunakan secara simultan. Tangan
diletakkan pada area yang dipalpasi, jari-jari ditekan kebawah
perlahan-lahan sampai ada hasil yang diharapkan.
b. Palpasi dalam (bimanual)
Caranya: misalnya untuk merasakan isi abdomen,
dilakukan dua tangan. Satu tangan untuk merasakan bagian yang
dipalpasi, tangan lainnya untuk menekan ke bawah. Dengan posisi
rileks, jari-jari tangan kedua diletakkan melekat pada jari-jari
pertama.

Cara pemeriksaan :

 Posisi pasien bisa tidur, duduk atau berdiri.


 Pastikan pasien dalam keadaan rileks dengan posisi yang
nyaman.
 Kuku jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan
kering.
 Minta pasien untuk menarik napas dalam agar meningkatkan
relaksasi otot.
 Lakukan palpasi dengan sentuhan perlahan-lahan dengan
tekanan ringan.
 Palpasi daerah yang dicurigai, adanya nyeri tekan menandakan
kelainan.

9
 Lakukan palpasi secara hati-hati apabila diduga adanya fraktur
tulang.
 Hindari tekanan yang berlebihan pada pembuluh darah.
 Rasakan dengan seksama kelainan organ/jaringan, adanya
nodul, tumor bergerak/tidak dengan konsistensi padat/kenyal,
bersifat kasar/lembut, ukurannya dan ada/tidaknya getaran/
trill, serta rasa nyeri raba / tekan.
 Catatlah hasil pemeriksaan yang didapat.
3. Perkusi
Perkusi adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan
memukul/mengetuk untuk mendengarkan bunyi getaran/ gelombang
suara yang dihantarkan kepermukaan tubuh dari bagian tubuh yang
diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan ketokan jari atau tangan pada
permukaan tubuh. Perjalanan getaran/ gelombang suara tergantung
oleh kepadatan media yang dilalui. Derajat bunyi disebut dengan
resonansi. Karakter bunyi yang dihasilkan dapat menentukan lokasi,
ukuran, bentuk, dan kepadatan struktur di bawah kulit. Sifat
gelombang suara yaitu semakin banyak jaringan, semakin lemah
hantarannya dan udara/ gas paling resonan.

Cara pemeriksaan :

a. Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri tergantung bagian


yang akan diperiksa.
b. Pastikan pasien dalam keadaan rilex.
c. Minta pasien untuk menarik napas dalam agar meningkatkan
relaksasi otot.
d. Kuku jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan kering.
e. Lakukan perkusi secara seksama dan sistematis yaitu dengan:
1) Metode langsung yaitu mengetukkan jari tangan langsung ke
bagian tubuh yang akan diperiksa dengan menggunakan 1 atau
2 ujung jari.

10
2) Metode tidak langsung dengan cara sebagai berikut : Jari
tengah tangan kiri di letakkan dengan lembut di atas
permukaan tubuh, ujung jari tengah dari tangan kanan, untuk
mengetuk persendian, pukulan harus cepat dengan
menggunakan kekuatan pergelangan tangan, dan lengan tidak
bergerak dan pergelangan tangan rilek, berikan tenaga pukulan
yang sama pada setiap area tubuh yang diperiksa.
f. Bandingkan atau perhatikan bunyi yang dihasilkan oleh perkusi.
1) Bunyi timpani mempunyai intensitas keras, nada tinggi, waktu
agak lama dan kualitas seperti drum (lambung).
2) Bunyi resonan mempunyai intensitas menengah, nada rendah,
waktu lama, kualitas bergema (paru normal).
3) Bunyi hipersonar mempunyai intensitas amat keras, waktu
lebih lama, kualitas ledakan (empisema paru).
4) Bunyi pekak mempunyai intensitas lembut sampai menengah,
nada tinggi, waktu agak lama kualitas seperti petir (hati).
4. Auskultasi
Auskultasi adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara
mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya
menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal- hal yang
didengarkan adalah: bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus.
Penilaian pemeriksaan auskultasi meliputi:
 Frekuensi yaitu menghitung jumlah getaran permenit.
 Durasi yaitu lama bunyi yang terdengar.
 Intensitas bunyi yaitu ukuran kuat/ lemahnya suara.
 Kualitas yaitu warna nada/ variasi suara.

a. Bunyi jantung
Waktu mendengar, pemeriksa harus memusatkan pikiran
pada sifat, karakteristik dan intensitas bunyi jantung. Penilaian
dilakukan berurutan dan sendiri-sendiri mulai dari bunyi jantung I,

11
bunyi jantung II, sistole dan diastole. Yang digolongkan dalam
bunyi jantung ialah: Bunyi-bunyi jantung I, II, III, IV, Opening
snap, irama derap, dan klik.
Bunyi jantung I, II merupakan bunyi jantung normal. Bunyi
jantung III juga normal bila terdengar sampai umur 20 tahunan.
Bunyi jantung IV, opening snap, irama derap dan klik ditemukan
sebagai keadaan yang patologik. Pada kasus-kasus patologik
tertentu dapat pula terdengar kelainan bunyi jantung I, II, III.
Bunyi jantung dapat didengar dengan menempatkan telinga
langsung di atas dada penderita. Dengan stetoskop, auskultasi
mudah, sopan dan bunyi terdengar lebih keras. Stetoskop untuk
orang dewasa tidak dapat dipakai pada anak.
Dianjurkan memakai stetoskop dengan panjang selang
sekitar 30 cm dan diameter bagian dalam selang kira-kira 1/8 inci.
Ada 2 macam stetoskop yaitu berbentuk sungkup dan diafragma.
Sungkup lebih baik menangkap bunyi dan bising jantung bernada
rendah, diafragma untuk bunyi bernada tinggi. Dalam proses
auskultasi yang lebih penting dari stetoskop ialah pemeriksa. Ia
harus mengetahui fisiologi dan patofisiologi kardiovaskuler
sehingga dapat menentukan di mana mendengar dan bagaimana
menginterpretasi bunyi dan bising jantung.
Tempat-tempat di permukaan dada dengan intensitas, bunyi
jantung paling kuat tidak selalu sesuai dengan lokasi anatomik
katup-katup. Daerah katup mitral, lokalisasinya pada sela iga V
kiri, katup pulmonal pada sela iga II kiri. Daerah katup aorta di sela
iga II kanan dan katup trikuspid pada peralihan korpus sterni ke
processus xiphoideus.
b. Suara nafas
Suara tidak normal yang dapat diauskultasi pada nafas
adalah :

12
1) Rales: suara yang dihasilkan dari eksudat lengket saat saluran-
saluran halus pernafasan mengembang pada inspirasi (rales
halus, sedang, kasar). Misalnya pada klien pneumonia, TBC.
2) Ronchi: nada rendah dan sangat kasar terdengar baik saat
inspirasi maupun saat ekspirasi. Ciri khas ronchi adalah akan
hilang bila klien batuk. Misalnya pada edema paru.
3) Wheezing: bunyi yang terdengar “ngiii….k”. bisa dijumpai
pada fase inspirasi maupun ekspirasi. Misalnya pada bronchitis
akut, asma.
4) Pleura Friction Rub; bunyi yang terdengar “kering” seperti
suara gosokan amplas pada kayu. Misalnya pada klien dengan
peradangan pleura.

Cara pemeriksaan :

1) Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri tergantung bagian


yang diperiksa dan bagian tubuh yang diperiksa harus terbuka.
2) Pastikan pasien dalam keadaan rilek dengan posisi yang
nyaman.
3) Pastikan stetoskop sudah terpasang baik dan tidak bocor antara
bagian kepala, selang dan telinga.
4) Pasanglah ujung stetoskop bagian telinga ke lubang telinga
pemeriksa sesuai arah (harus tepat untuk telinga kanan dan
kiri), untuk menghasilkan hasil pemeriksaan yang baik.
5) Hangatkan dulu kepala stetoskop dengan cara menempelkan
pada telapak tangan pemeriksa.
6) Tempelkan kepala stetoskop pada bagian tubuh pasien yang
akan diperiksa.
7) Gunakanlah bel stetoskop untuk mendengarkan bunyi bernada
rendah pada tekanan ringan yaitu pada bunyi jantung dan
vaskuler dan gunakan diafragma untuk bunyi bernada tinggi
seperti bunyi usus dan paru.
c. Bising usus

13
Untuk mendengarkan bising usus, auskultasi dilakukan
pada keempat kuadran abdomen. Dengarkan peristaltik ususnya
selama satu menit penuh. Bising usus normalnya 5- 30 kali/menit.
Jika kurang dari itu atau tidak ada sama sekali kemungkinan ada
peristaltik ileus, konstipasi, peritonitis, atau obstruksi. Jika
peristaltik usus terdengar lebih dari normal kemungkinan klien
sedang mengalami diare.
Dalam melakukan pemeriksaan fisik, ada dua prinsip yang
harus kita perhatikan, yaitu:
1) Kontrol infeksi, meliputi mencuci tangan, memasang sarung
tangan steril, memasang masker, dan membantu klien
mengenakan baju periksa jika ada. Karena pada era sekarang
penyakit infeksi juga semakin banyak, maka kita harus bisa
membatasi penyebarannya dengan melakukan kontrol infeksi
ini.
2) Kontrol lingkungan yaitu memastikan ruangan dalam keadaan
nyaman, hangat, dan cukup penerangan untuk melakukan
pemeriksaan fisik baik bagi klien maupun bagi pemeriksa itu
sendiri. Misalnya: menutup pintu/jendala atau skerem untuk
menjaga privacy klien, komunikasi (penjelasan prosedur),
privacy dan kenyamanan klien, sistematis dan konsisten (head
to toe, dari eksternal ke internal, dari normal ke abnormal),
berada di sisi kanan klien (bila memungkinkan), efisiensi, dan
dokumentasi.

F. Persiapan pemeriksaan fisik Head To Toe

Agar interaksi pasien berlangsung efisien dan lancar, penting bagi


pemeriksa untuk melakukan persiapan sebelumnya. Hal-hal penting pada
persiapan ini meliputi hal-hal berikut:
1. Menjamin keamanan pasien
Selama pemeriksaan fisik, lakukan langkah-langkah untuk
menjamin keamanan pasien dan pemeriksa sendiri terhadap transmisi

14
penyakit yang dapat menyebar melalui sekret/darah dan untuk
mencegah kontaminasi-silang.
Tindakan Pencegahan Baku (Standart Precautions) untuk
pencegahan Infeksi:
a. Cuci tangan dengan seksama sebelum memulai pemeriksaan dan
setelah pemeriksaan selesai.
b. Jika terdapat luka teriris, abrasi atau lesi lainnya, pakailah sarung
tangan untuk melindungi pasien.
c. Pakailah sarung tangan secara rutin jika terdapat kemungkinan
kontak dengan cairan tubuh selama pemeriksaan oral, pemeriksaan
lesi kulit, dan mengumpulkan sampel.
d. Ketika kontak dengan permukaan atau peralatan yang
terkontaminasi, gantilah sarung tangan ketika berganti kerja atau
prosedur.
e. Jika memakai sarung tangan, cucilah tangan segera setelah sarung
tangan dilepas dari pasien ke pasien yang lain.
f. Pakai masker dan perlindungan mata/wajah dan baju lab untuk
melindungi kulit, membran mukosa dan pakaian.
g. Ikuti prosedur klinik atau institusi untuk perawatan rutin.
h. Beri label yang jelas semua wadah peralatan agar dapat berhati-hati
dan waspada terhadap cairan tubuh.
2. Menyiapkan alat
Alat-alat yang diperlukan untuk pemeriksaan fisik komprehensif
yang dilakukan oleh seorang dokter umum meliputi
a. Pena cahaya atau senter digunakan untuk cek kulit dan respon
pupil terhadap cahaya dan untuk sumber cahaya tangensial
menerangi dada dan abdomen dari sisi samping.
b. Penggaris atau meteran, lebih disukai jika menggunakan satuan
centimeter, untuk mengukur ukuran mola atau abnormalitas kulit
lainnya, abdomen, tinggi fundus dan keliling tangan.

15
c. Sarung tangan dan masker atau kaca mata pelindung/goggles
sesuai aturan Centers for Disease Control (CDC) untuk situasi
tertentu.
d. Otoskop dan oftalmoskop untuk memeriksa telinga dan mata (jika
otoskop tidak dilengkapi dengan spekulum pendek, maka
diperlukan spekulum nasal).
e. Depresor lidah untuk menggerakkan atau menahan lidah pada saat
memeriksa orofaring.
f. Stetoskop (dengan bel dan diafragma) untuk auskultasi paru-paru,
jantung dan saluran cerna.
g. Palu reflex untuk menguji reflex tendon.
h. Beberapa benda untuk menguji saraf cranial (misalnya uang logam,
peniti, kancing dll).
i. Thermometer untuk mengetahui temperature.
j. Sfigmomanometer untuk mengetahui tekanan darah.
k. Jam dengan jarum penunjuk detik atau jam digital untuk
menghitung kecepatan detak jantung (nadi) dan pernafasan.
l. Skala untuk mengukur tinggi dan berat badan
3. Menyiapkan tempat dan kondisi ruangan
Ruang pemeriksaan yang terpisah atau daerah dengan tirai
pembatas harus disediakan untuk menjamin privacy dan kerahasiaan
(confidentiality). Ruangan tersebut harus cukup hangat. Pencahayaan
yang baik dan lingkungan yang tenang merupakan hal yang penting,
walaupun kadang-kadang hal ini sulit diperoleh. Usaha untuk
memperoleh efek pencahayaan yang optimal dari sinar matahari atau
sumber cahaya artificial juga penting. Jika lampu berfluoresensi di atas
kepala merupakan sumber cahaya yang tersedia, maka pencahayaan
tangensial atau samping juga harus digunakan. Sinar fluoresens
menghilangkan semua bayangan permukaan, hal yang memang baik
jika anda bekerja di meja tulis, tapi akan menghalangi kemampuan
anda memvisualisasi karakteristik permukaan tubuh. Dengan
menggunakan sumber cahaya tangensial akan dapat diperoleh

16
pandangan anatomi tubuh yang lebih baik misalnya untuk melihat
adanya benjolan, pulsasi atau lesi kulit. Pena cahaya, lampu yang bisa
ditekuk tangkainya, atau senter merupakan alat-alat yang paling sering
digunakan untuk memvisualisasi tubuh.

G. Prosedur pemeriksaan fisik Head To Toe

1. Pemeriksaan Keadaan Umum


Diamati pada saat pertama kali bertemu dengan pasien Yang utama
diamati: jenis kelamin, perkiraan umur, status gizi, cara
berdiri/berbaring dan mobilitas, pakaian, kebersihan, kesadaran,
keadaan sakit (berat, ringan, atau tidak tampak sakit), status gizi
(gemuk, normal, kurus), keadaan khusus seperti anemis, sesak nafas,
sianosis, ikterik dan kondisi psikologis.
2. Ukur tinggi dan berat badan
Penilaian adanya perubahan berat badan terakhir.
3. Pemeriksaan tanda-tanda vital
Tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu tubuh.
4. Pemeriksaan Kepala dan leher
5. Integumen dan kuku.
6. Pemeriksaan Thorak
7. Pemeriksaan Abdomen
8. Pemeriksaan Ekstremitas
9. Pemeriksaan khusus meliputi payudara, urogenital, ujud kelainan kulit
dan lain-lain

H. Pemeriksaan kepala dan leher

Prosedur :

 Jelaskan pada pasien maksud dan tujuan tindakan yang akan dilakukan
 Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan sesuai dengan pemeriksaan. Jangan
lupa universal precaution!
 Pastikan lingkungan sekitar pasien aman dan pasien merasa nyaman
 Posisi pasien sebaiknya duduk, kepala tegak lurus

17
 Catat hasil pemeriksaan dengan jelas dan tepat.
1. Kepala
a. Inspeksi

1) Bentuk kepala (bulat / lonjong / benjol, besar / kecil, simetris /


tidak)

2) Posisi kepala terhadap tubuh (tegak lurus dan digaris tengah


tubuh / tidak)
3) Kulit kepala (ada luka / tidak, bersih / kotor, berbau / tidak, ada
ketombe / tidak, ada kutu / tidak)
4) Rambut pasien
 Penyebaran / pertumbuhan (rata / tidak)
 Keadaan rambut (rontok, pecah-pecah, kusam)
 Warna rambut (hitam, merah, beruban, atau menggunakan
cat rambut)
 Bau rambut (berbau / tidak). Bila berbau apa penyebabnya.
5) Wajah pasien
 Warna kulit wajah (pucat, kemerahan, kebiruan)
 Struktur wajah (simetris / tidak, ada luka / tidak, ada ruam
dan pembengkakan / tidak, ada kesan sembab / tidak, ada
kelumpuhan otot-otot fasialis / tidak)
b. Palpasi
1) Ubun-ubun (datar / cekung / cembung)
2) Raba dan rasakan (ada / tidak) : nyeri tekan, benjolan, tumor
3) Palpasi apakah ubun-ubun sudah menutup / belum

2. Pemeriksaan mata

a. Inspeksi dan palpasi


1) Kelengkapan dan kesimetrisan mata kiri dan kanan pasien
(lengkap / tidak, simetris / tidak)
2) Alis mata dan bulu mata : pertumbuhan (lebat / rontok), posisi
(simetris / tidak)

18
3) Kelopak mata (ada / tidak) : lesi, edema, peradangan, benjolan,
ptosis (seperti mengantuk)
4) Tarik kelopak mata bagian bawah dan amati konjungtiva (pucat
/ tidak), sklera (kuning / tidak), dan adakah peradangan pada
konjungtiva (warna kemerahan)
5) Pupil : bagaimana reflek pupil terhadap cahaya (baik / tidak),
besar pupil kanan-kiri (sama / tidak), pupil mengecil / melebar
6) Kornea dan iris : peradangan (ada / tidak), bagaimana gerakan
bola mata (normal / tidak)
7) Lakukan test ketajaman penglihatan. Periksa visus Okuli
Dekstra (OD) dan Okuli Sinistra (OS)
 Dengan grafik alfabet Snellen di jarak 5 – 6 meter. 5/5 atau
6/6 = normal
 1/ 60 = (Normal) Mampu melihat dengan hitung jari
 1/300 = (Normal) Mampu melihat dengan lambaian tangan
 1/ ~ = (Normal) Mampu melihat gelap dan terang
 0 = Tidak mampu melihat
8) Ukur tekanan bola mata (TIO) pasien dengan menggunakan
tonometer. Nilai normal tekanan intra okuli 11 – 21 mmHg
(rata – rata 16 ± 2,5 mmHg)

3. Pemeriksaan telinga

a. Inspeksi dan palpasi


1) Telinga : bentuk (simetris / tidak), ukuran (lebar / sedang /
kecil), nyeri (ada / tidak)
2) Lubang telinga, kalau perlu gunakan otoskop (periksa ada /
tidak) : serumen, benda asing, perdarahan
3) Membran telinga (utuh / tidak)
4) Kalau perlu lakukan test ketajaman pendengaran. Periksa
telinga kanan dan kiri
a) Dengan bisikan pada jarak 4,5 – 6 m dalam ruang kedap
suara.

19
b) Dengan arloji dengan jarak 30 cm

c) Dengan garpu tala:


 Pemeriksaan Rinne
Pemeriksaan Rinne merupakan pemeriksaan
pendengaran menggunakan garpu tala untuk
membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran
melalui tulang pada telinga yang diperiksa.
Vibrasikan garpu tala, letakkan garpu tala pada
mastoid kanan pasien, anjurkan pasien untuk memberi
tahu sewaktu tidak merasakan getaran lagi. Angkat
garpu tala dan pegang di depan telinga kanan pasien,
anjurkan pasien untuk memberi tahu apakah masih
mendengar suara getaran atau tidak. Normalnya suara
getaran masih dapat didengar karena konduksi udara
lebih baik daripada konduksi tulang.
 Pemeriksaan Weber
Pemeriksaan Weber merupakan pemeriksaan
pendengaran menggunakan garpu tala untuk
membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan
telinga kanan.
Vibrasikan garpu tala, letakkan garpu tala di tengah-
tengah puncak kepala pasien. Tanya pasien tentang
telinga yang mendengar suara getaran lebih keras.
Normalnya kedua telinga dapat mendengar secara
seimbang sehingga getaran dirasakan ditengah-tengah
kepala.
 Pemeriksaan Schwabach
Pemeriksaan Schwabach merupakan pemeriksaan
pendengaran menggunakan garpu tala untuk

20
membandingkan hantaran tulang orang diperiksa
dengan pemeriksa yang pendengarannya normal. Syarat
utama dilakukannya pemeriksaan ini adalah pemeriksa
harus dipastikan terlebih dahulu memiliki pendengaran
yang normal.
Dalam persiapan pasien, instruksikan pada pasien
untuk memberikan isyarat ketika dia tidak merasakan
getaran dari garpu tala. Vibrasikan Garpu tala, letakkan
tangkai garpu tala pada Processus Mastoideus O. P.
sampai pasien tidak merasakan getaran lagi. Setelah
pasien tidak merasakan getaran, segera pindahkan garpu
tala ke area Processus Mastoideus O. P. pemeriksa yang
memiliki pendengaran normal. Bila pemeriksa masih
dapat mendengar/ merasakan getaran, maka
pemeriksaan Schwabach memendek. Bila pemeriksa
tidak mendengar maka pemeriksaan diulang dengan
cara sebaliknya. Ketika dilakukan pemeriksaan
sebaliknya, bila pasien masih merasakan getaran, maka
pemeriksaan Schwabach mengalami perpanjangan.

RINNE WEBER SCHWABACH HASIL


Positif Tidak ada Sama dengan Normal
lateralisasi pemeriksa
Negativ Lateralisasi ke Memanjang Tuli
e telinga yang konduktif
sakit
Positif Laterisasi ke memendek Tuli
telinga yang sensori
sehat neural
Catatan: pada tuli konduktif <30dB, RINNE BISA MASIH
POSITIF

21
4. Pemeriksaan hidung

a. Inspeksi
1) Bentuk tulang hidung dan posisi septum nasi (adakah
pembengkokan / tidak)
2) Lubang hidung, kalau perlu gunakan spekulum hidung dan
sumber cahaya yang kuat yang diarahkan dengan lampu
kepala :
a) Ada sekret / tidak
b) Ada sumbatan / tidak
c) Ada inflamasi / tidak
d) Selaput lendir : kering / basah / lembab

5. Pemeriksaan mulut

a. Inspeksi
1) Bibir pasien : sianosis / tidak, kering / basah, ada luka / tidak,
sumbing / tidak
2) Gusi dan gigi. Anjurkan pasien untuk membuka mulut :
a) Normal / tidak (apa kelainannya)
b) Sisa – sisa makanan (ada / tidak)
c) Ada caries / tidak (jelaskan lebarnya, keadaanya, sejak
kapan)
d) Ada karang gigi / tidak (jelaskan banyaknya, lokasinya)
e) Ada perdarahan / tidak
f) Ada abses / tidak (jelaskan penyebabnya, lokasinya)
3) Lidah : normal / tidak, kebersihan (bercak putih / bersih /
kotor), warna merata / tidak
4) Rongga mulut. Kalau perlu tekan dengan menggunakan spatel
lidah yang telah dibalut dengan kasa :
a) Bau nafas (berbau / tidak)
b) Ada peradangan / tidak, Ada luka / tidak

22
c) Perhatikan Uvula (simetris / tidak), Tonsil (radang / tidak,
besar / tidak), Selaput lendir (kering / basah), Ada benda
asing / tidak

6. Pemeriksaan leher

a. Inspeksi dan palpasi


1) Bentuk leher (simetris / tidak). Periksa (ada / tidak) : lesi,
peradangan, massa
2) Periksa kemampuan pergerakan leher secara antefleksi-
dorsifleksi, rotasi kanan-kiri, lateral fleksi kanan-kiri
3) Ada pembesaran kelenjar tiroid / tidak. Letakkan tangan
pemeriksa pada leher pasien, palpasi pada fossa suprasternal
dengan jari telunjuk dan jari tengah, pasien diminta untuk
menelan. Bila teraba kelenjar tiroid, tentukan menurut bentuk,
ukuran, konsistensi, dan permukaannya.
4) Ada pembesaran kelenjar limfe / tidak (terutama pada leher,
submandibula, dan sekitar telinga)
5) Ada pembesaran vena jugularis / tidak. Nilai normal Jugular
Venous Pressure (JVP) adalah 2 – 5 cmHg
6) Kaji kemampuan menelan pasien dengan kepala sedikit
mendongak
7) Perhatikan adakah perubahan suara dan cari penyebabnya

Pemeriksaan Jugular Venous Pressure (JVP)

I. Pemeriksaan integument dan kuku

23
1. Amati kebersihan kulit pasien. Amati adanya kelainan pada kulit
seperti : Eritema, papula, vesikula, pustule, ulkus, crusta, excoriasi,
fissure, cicatrix, ptechie, hematoma, naevus pigmentosus, vititigo,
tattoo, hemangioma, spider nevi, lichenifikasi, striae, anemi, sianosis,
icterus
2. Amati adanya Clubbing Fingers
3. Periksa kehangatan, kelembaban, dan tekstur kulit
4. Amati turgor kulit dengan cara mencubit perut atau punggung tangan,
kondisi normal jika bekas cubitan kembali kurang dari 3 detik
5. Amati pengisian darah kapiler / capillary Refill Time (CRT) dengan
cara menekan ujung jari. Kondisi normal Jika warnanya kulit kembali
kurang dari 3 detik.

J. Pemeriksaan thoraks

Jelaskan pada pasien maksud dan tujuan tindakan yang akan dilakukan
Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan sesuai dengan pemeriksaan.
Jangan lupa universal precaution!
Pastikan lingkungan sekitar pasien aman dan pasien merasa nyaman
Atur posisi pasien (pasien diatur tergantung pada tahap pemeriksaan
dan kondisinya). Pasien dapat diatur pada posisi duduk atau terlentang,
dan pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien
Catat hasil pemeriksaan dengan jelas dan tepat

1. Paru
a. Inspeksi
1) Posisi pasien duduk
2) Perhatikan secara keseluruhan :
a) Bentuk thorax : normal / ada kelainan
b) Ukuran dinding dada, kesimetrisan
c) Keadaan kulit, ada luka atau tidak
d) Klavikula, fossa supra dan infraklavikula, lokasi costa dan
intercosta pada kedua sisi
e) Ada bendungan vena atau tidak

24
f) Pemeriksaan dari belakang perhatikan bentuk atau jalannya
vertebra, bentuk scapula

3) Amati pernafasan pasien


a) Frekuensi pernafasan, dan gangguan frekuensi pernafasan;
 Takipnea : frekuensi pernafasan yang jumlahnya
meningkat di atas frekuensi pernafasan normal
 Bradipnea : frekuensi pernafasan yang jumlahnya
menurun di bawah frekuensi pernafasan normal
b) Ada tidaknya penggunaan otot bantu pernafasan (tanda
sesak nafas) : Retraksi intercosta, Retraksi suprasternal,
pernafasan cuping hidung (pada bayi)
c) Adanya nyeri dada
d) Adanya batuk atau tidak. Suara batuk produktif atau kering.
Sputum mengandung darah / tidak
e) Amati adanya gangguan irama pernafasan :
 Pernafasan Cheyne-Stokes : siklus pernafasan yang
amplitudonya mula-mula dangkal, makin naik
kemudian semakin menurun dan berhenti. Lalu
pernafasan dimulai lagi dengan siklus yang baru
 Pernafasan Biot : Pernafasan yang amplitudonya rata
dan disertai apnea
 Pernafasan Kussmaul : Pernafasan yang jumlah dan
kedalamannya meningkat dan sering melebihi
20x/menit.
b. Palpasi
1) Posisi pasien terlentang

25
2) Untuk memeriksa gerakan diafragma dan sensasi rasa nyeri
dada
a) Letakan kedua telapak tangan pemeriksa dengan
merenggangkan jari-jari pada dinding dada depan bagian
bawah pasien. Kedua ujung ibu jari pemeriksa bertemu di
ujung costa depan bagian bawah
b) Pasien diminta bernapas dalam dan kuat
c) Gerakan diafragma normal bila costa depan bagian bawah
terangkat pada waktu inspirasi
d) Tentukan daerah asal nyeri (jika ada). Dengan
menggunakan ujung ibu jari tangan kanan tekanlah dengan
perlahan costa atau ICS dari luar menuju tempat asal nyeri
e) Rasa nyeri akan bertambah akibat tekanan ibu jari. Nyeri
dapat disebabkan fraktur tulang iga, fibrosis otot antar iga,
pleuritis local dan iritasi akar syaraf
3) Palpasi posisi costa
a) Lakukan palpasi dengan memakai jari telunjuk dan jari
tengah tangan kanan
b) Palpasi mulai dari fossa suprasternalis ke bawah sepanjang
sternum
c) Carilah bagian yang paling menonjol (angulus lodovisi)
kira- kira 5 cm dibawah fossa suprasternalis yaitu sudut
pertemuan antara manubrium sterni dan korpus sterni
dimana ujung costa kedua melekat.
d) Dari angulus lodovisi, tentukan pula letak costa pertama
kearah superior dan untuk costa ketiga dan seterusnya
kearah inferior.
4) Palpasi Vertebra
a) Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau
dipinggang sambil menundukkan kepala dan pemeriksa
dibelakang pasien

26
b) Pemeriksa melakukan palpasi dengan jari tangan kedua dan
ketiga sepanjang tulang belakang bagian atas (leher bawah)
c) Rasakanlah bagian yang paling menonjol pada leher bagian
bawah (prosesus spinosus servikalis ketujuh)
d) Dari prosesus servikalis spinosus ketujuh (C7), kearah
superior yaitu prosesus spinosus servikalis keenam dan
seterusnya. Bila kearah inferior yaitu prosesus spinosus
thorakalis pertama, kedua dan seterusnya.
5) Palpasi getaran suara paru (Traktil / Vokal Fremitus)
a) Posisi pasien duduk dan pemeriksa dibelakang pasien
b) Letakkan kedua telapak tangan pemeriksa pada punggung
pasien
c) Untuk menilai getaran suara (VOKAL FREMITUS), Minta
pasien mengucapkan kata-kata seperti “1-2-3” atau “tujuh
puluh tujuh” berulang- ulang
d) Perhatikan intensitas getaran suara sambil telapak tangan
digeser ke bawah, bandingkan getarannya dan bandingkan
kanan dan kiri. Jika lebih bergetar : terjadi pemadatan
dinding dada, jika getaran kurang : pneumothorax.
e) Normal getaran kedua sisi sama, kecuali apeks kanan
karena letaknya dekat dengan bronkus
c. Perkusi
1) Perkusi paru-paru
a) Posisi pasien terlentang. Lakukan perkusi paru-paru
anterior. Perkusi mulai dari supraklavikula ke bawah pada
setiap spasium intercosta sampai batas atas abdomen.
Bandingkan sisi kanan dan kiri
b) Posisi pasien duduk. Mintalah pasien untuk mengangkat
kedua lengan untuk melakukan perkusi aksila dari atas
kebawah di kanan dan kiri

27
c) Lakukan perkusi paru-paru posterior. Perkusi mulai dari
supraskapula ke bawah sampai batas atas abdomen.
Bandingkan sisi kanan dan kiri
d) Batas paru
Atas : Supraskapularis (seluas 3-4 jari di pundak)
Bawah : Setinggi vertebra torakal X di garis skapula
Kiri : ICS VII – VIII
Kanan : ICS IV – V
2) Suara perkusi
a) Paru-paru normal: resonan (“dug dug dug”)
b) Tumor paru: pekak/dullness (“bleg bleg bleg”) → bagian
padat lebih banyak dari bagian udara
c) Pneumothoraks: hiperresonan (“deng deng deng”) → udara
lebih banyak dari padat
d) Daerah yang berongga: timpani (“dang dang dang”)
e) Jaringan padat (jantung, hati): pekak/datar

Teknik perkusi
d. Auskultasi
1) Posisi pasien duduk. Pemeriksa menghadap ke pasien
2) Auskultasi paru-paru
a) Minta pasien bernafas secara normal dan mulai auskultasi
dengan pertama kali meletakkan diafragma stetoskop pada
trakea, dengar bunyi nafas secara teliti, serta bandingkan
sisi kanan dan kiri
b) Dengarkan suara nafas :
 Bronchial / tubular : pada trachea/leher

28
 Bronco Vesikuler : pada daerah percabangan bronkus
trachea ( sekitar sternum)
 Vesikuler : pada semua lapang paru
c) Dengarkan ada tidaknya suara tambahan nafas :
 Rales : bunyi merintik halus, tidak hilang setelah klien
disuruh batuk
 Ronchi : nada rendah, sangat kasar, akibat dari
terkumpulnya mucus pada trachea/bronkus besar.
Terdengar pada fase inspirasi dan ekspirasi. Suara
menghilang setelah klien batuk
 Wheezing : bunyi ngiiikkkk…..ngiiikkkk. terjadi karena
eksudat lengket tertiup aliran udara atau penyempitan
bronkus. Terdengar pada fase inspirasi dan ekspirasi
 Pleural friction rub : bunyi yang terdengar “kering”
seperti suara gosokan amplas pada kayu

Lokasi suara nafas

2. Precordium
a. Inspeksi dan palpasi
1) Posisi telentang dengan kepala diangkat 30-40 derajat
2) Letakkan tangan pada ruang intercostae II (area aorta dan
pulmonal), lalu amati ada tidaknya pulsasi. Normalnya tidak
ada
3) Geser tangan ke ruang intercostae V parasternal sinister (area
ventrikel kanan/tricuspid). Amati adanya pulsasi (getaran),
normalnya tidak ada

29
4) Dari area tricuspid, geser tangan ke area midclavicula sinister
(area apical/point of maximal impulse)
5) Tentukan letak ictus cordis di ICS V garis midklavikula kiri.
Untuk mempertajam getaran gunakan jari ke-2 dan ke-3 tangan
kanan
6) Ictus cordis disebabkan karena denyutan dinding thorax karena
pukulan pada ventrikel kiri, normalnya berada ICS V
midclavicula
sinister sebesar 1 cm

Lokasi PMI (Point Maximal Impulse)

b. Perkusi
1) Untuk memeriksa batas jantung
a) ICS II (area aorta pada sebelah kanan dan pulmonal pada
sebelah kiri)
b) ICS V Mid Sternalis kiri (area katup trikuspid atau
ventrikel kanan)
c) ICS V Mid Clavikula kiri (area katup mitral)
d) Untuk mengetahui batas, ukuran dan bentuk jantung secara
kasar. Batas-batas jantung normal adalah :
Batas atas : ICS II Mid sternalis
Batas bawah : ICS V
Batas Kiri : ICS V Midclavikula Kiri
Batas Kanan: ICS IV MidSternalis Kanan
c. Auskultasi
1) Dengarkan BJ I pada :
 ICS V garis midsternalis kiri (area katup trikuspid)

30
 ICS V garis midklavicula kiri (area katup mitral): terdengar
LUB lebih keras akibat penutupan katub mitral dan
trikuspid
2) Dengarkan BJ II pada :
 ICS II garis sternalis kanan (area katup aorta)
 ICS II garis sternalis kiri (area katup pulmonal): terdengar
DUB akibat penutupan katup aorta dan pulmonal.
3) Dengarkan adanya suara tambahan (BJ III) pada fase sistolik-
diastolik, BJ III terdengar setelah BJ II dengan jarak cukup
jauh tapi tidak melebihi separuh dari fase diastolic
4) BJ III normal pada anak dan dewasa muda
5) BJ III pada decompensasi kiri disebut Gallop Rhythm, yaitu
suara yang timbul akibat getaran derasnya pengisian diastolic
dari atrium kiri ke ventrikel kiri yang sudah membesar
6) Dengarkan adanya Murmur (bising jantung), yaitu suara
tambahan pada fase sistolik, diastolic, maupun keduanya yang
disebabkan karena adanya fibrasi/getaran dalam jantung atau
pembuluh darah besar yang disebabkan karena arus turbulensi
darah. Derajat murmur :
 I : hampir tidak terdengar
 II : Lemah
 III : Agak keras
 IV : Keras
 V : sangat keras
 VI : masih terdengar jelas ketika stetoskop diangkat sedikit
3. Daerah ketiak dan payudara
a. Inspeksi
1) Ukuran payudara, bentuk, kesimetrisan, dan adakah
pembengkakan. Normalnya melingkar dan simetris dengan
ukuran kecil, sedang atau besar.
2) Kulit payudara, warna, lesi, vaskularisasi,oedema.

31
3) Areola : Adakah perubahan warna, pada wanita hamil lebih
gelap.
4) Putting : Adakah cairan yang keluar, ulkus, pembengkakan
5) Adakah pembesaran pada kelenjar limfe axillar dan clavikula
b. Palpasi
1) Adakah nyeri, adakah nyeri tekan, dan kekenyalan
2) Adakah benjolan massa atau tidak

K. Pemeriksaan abdomen

 Jelaskan pada pasien maksud dan tujuan tindakan yang akan dilakukan
 Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan sesuai dengan pemeriksaan.
Jangan lupa universal precaution!
 Pastikan lingkungan sekitar pasien aman dan pasien merasa nyaman
 Posisi pasien terlentang, pemeriksa berada di sebelah kanan pasien
 Lakukan setiap tahapan dari sisi/lokasi yang tidak nyeri dahulu (sesuai
keluhan / data subjek pasien)
 Catat hasil pemeriksaan dengan jelas dan tepat

Empat kuadran abdomen Sembilan kuadran abdomen

1. Inspeksi
a. Permukaan perut
1) Perhatikan kulit perut : apakah tegang, licin, tipis (bila ada
pembesaran organ dalam perut) atau kasar, keriput (bila

32
mengalami distensi). Apakah terdapat luka jahit atau luka
bakar.
2) Perhatikan warna kulit perut : apakah kuning / tidak (pada
pasien ikterus), apakah tampak pelebaran pembuluh darah vena
/ tidak
3) Perhatikan adanya striae (tanda peregangan pada ibu hamil)
b. Bentuk perut
1) Perhatikan : kesimetrisan (baik pada orang yang gemuk/kurus).
Pembesaran perut secara simetris disebabkan penimbunan
cairan di rongga peritonium, penimbunan udara di dalam usus
dan orang terlampau gemuk. Pembesaran perut asimetris
ditemukan pada kehamilan, tumor di dalam rongga perut,
tumor ovarium atau kandung kencing. Pembesaran setempat :
dijumpai pada pembesaran hepar, limpa, ginjal, kandung
empedu, dan tumor pada organ-organ tersebut
c. Gerakan dinding perut
1) Minta pasien untuk nafas dalam dan perhatikan gerakan perut
saat inspirasi dan ekspirasi. Normal perut mengempis pada
ekspirasi dan mengembang pada inspirasi. Pada kelumpuhan
diafragma terdapat gerakan dinding perut yang berlawanan
2) Amati adanya gerakan peristaltik. Pada orang yang sangat
kurus kadang peristaltik normal terlihat
2. Auskultasi
a. Sumber suara abdomen : suara dari struktur vaskuler, dan
peristaltik usus
b. Dengarkan di setiap kuadran dengan stetoskop selama 1 menit dan
perhatikan : intensitas, frekuensi, dan nada. Normal frekuensi
peristaltik 5-35 x/menit
c. Dengarkan suara vaskuler dari : aorta (di epigastrium), arteri
hepatika (di hipokondrium kanan), arteri lienalis : di hipokondrium
kiri
3. Perkusi

33
a. Dengan perkusi abdomen dapat ditentukan : pembesaran organ,
adanya udara bebas, cairan bebas di dalam rongga perut
b. Perhatikan bunyi dan resistensinya. Lakukan pada tiap kuadran
untuk memperkirakan distribusi suara timpani dan redup
1) Biasanya suara timpani yang dominan karena adanya gas pada
saluran pencernaan
2) Cairan dan feses memberikan suara redup
3) Perkusi di daerah epigastrium dan hipokondrium kiri
menimbulkan timpani
c. Perkusi hepar
1) Lakukan perkusi pada garis midklavikula kanan, mulai dari
bawah umbilikus (di daerah suara timpani) ke atas, sampai
terdengar suara pekak yang merupakan batas bawah hepar
2) Lakukan perkusi dari daerah paru ke bawah untuk menentukan
batas atas hepar yaitu dari perpindahan suara resonan sampai
pekak
d. Perkusi limpa
 Pekak limpa seringkali ditemukan diantara ICS 9 dan ICS 11 di
garis aksila anterior kiri
4. Palpasi
a. Tahap awal palpasi dengan menggunakan satu tangan. Letakkan
tangan kanan di atas perut, telapak tangan dan jari-jari menekan
dinding perut dengan tekanan ringan. Dengan perlahan, rasakan di
tiap kuadran
b. Rasakan : adanya ketegangan otot atau tidak, nyeri tekan atau tidak
c. Tahap berikutnya lakukan palpasi dalam untuk memeriksa massa
di abdomen
d. Rasakan konsistensinya : apakah padat keras (seperti tulang), padat
kenyal (seperti meraba hidung), lunak (seperti pangkal pertemuan
jempol dan telunjuk), atau kista (ditekan mudah berpindah seperti
balon berisi air, berisi cairan

34
e. Jika dirasakan adanya massa, maka ukuran massa ditentukan
dengan meteran / jangka sorong panjang, lebar, tebal (kalau tidak
ada peralatan, bisa dengan ukuran jari penderita)
f. Palpasi hepar
1) Letakkan tangan kiri pemeriksa di belakang pasien, menyangga
costa ke 11 dan costa ke 12 sebelah kanan pasien dengan posisi
sejajar. Anjurkan pasien menekuk kakinya. Pasien dalam
keadaan rileks
2) Tempatkan tangan kanan pemeriksa pada abdomen pasien
sebelah kanan bawah, dengan ujung jari ditempatkan di batas
bawah daerah redup hepar. Dengan posisi jari tangan mengarah
ke atas.
3) Anjurkan pasien menarik nafas. Pada akhir inspirasi, lakukan
perabaan pada hepar dengan cara : tangan naik mengikuti irama
nafas dan gembungan perut kemudian tekan secara lembut dan
dalam. Normal hepar tidak teraba
g. Palpasi limpa
1) Palpasi lien dimulai dari hipogastrium ke hipokondrium kiri
2) Dengan teknik palpasi bimanual : letakkan telapak tangan
kanan pemeriksa di daerah hipokondrium kiri pasien, dengan
jari-jari mengarah ke samping atas. Tangan kiri pemeriksa
diletakkan dipinggang kiri pasien. Dengan tangan kanan
pemeriksa menekan sambil menggerakkan tangan itu sedikit
demi sedikit ke bawah tulang-tulang iga. Pasien diminta
menarik nafas dalam, dan penekanan dilakukan pada puncak
inspirasi. Tangan kiri pemeriksa merupakan landasan bagi
tekanan yang dilakukan oleh tangan kanan
3) Dengan palpasi bimanual ini kita memeriksa tepi, konsistensi
dan permukaan lien yang membesar. Normal limpa tidak
teraba. Hati-hati terjadi rupture lien.
h. Palpasi ginjal

35
 Dengan teknik bimanual : tangan kiri mengangkat ginjal ke
anterior pada area lumbal posterior, tangan kanan diletakan
pada bawah arcus costae, kemudian lakukan palpasi dan
deskripsikan adakah nyeri tekan, bentuk dan ukuran. Normal
ginjal tidak teraba
i. Palpasi pada titik Mc. Burney

Titik Mc. Burney


j. Palpasi dan perkusi untuk melihat cairan acitas
1) Atur posisi telentang
2) Letakkan pinggir lateral tangan pada abdomen (linea alba)
3) Tangan pemeriksa diletakkan pada samping dinding abdomen
4) Satu tangan mengetuk dinding abdomen, tangan yang lain
merasakan getaran. Bila ada getaran, berarti ada cairan bebas
pada rongga abdomen
5) Kemudian lakukan perkusi, perkusi dimulai dari bagian tengah
abdomen menuju dinding lateral abdomen. Perubahan suara
dari tympani ke dullness (pekak) merupakan batas cairan pada
abdomen
6) Ubah posisi pasien ke posisi miring (cairan akan pindah ke
bawah). Lakukan perkusi pada kedua bagian lateral abdomen.
Bila terdapat cairan akan didapatkan : daerah sisi lateral
abdomen yang semula pekak akan berubah menjadi tympani,
sedangkan bagian lateral lainnya berubah menjadi pekak.
Keadaan ini disebut shifting dullness.

L. Pemeriksaan musculoskeletal

Jelaskan pada pasien maksud dan tujuan tindakan yang akan dilakukan

36
Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan sesuai dengan pemeriksaan.
Jangan lupa universal precaution!
Pastikan lingkungan sekitar pasien aman dan pasien merasa nyaman
Atur posisi pasien (pasien diatur tergantung pada tahap pemeriksaan
dan kondisinya). Pasien dapat diatur pada posisi duduk atau terlentang,
dan pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien
Lakukan setiap tahapan dari sisi / lokasi yang tidak nyeri dahulu
(sesuai keluhan / data subjek pasien)
Catat hasil pemeriksaan dengan jelas dan tepat

1. Inspeksi
a. Perhatikan :
1) Penampilan umum, gaya jalan, ketegapan, cara bergerak,
simetris tubuh dan extremitas (bandingkan sisi yang satu
dengan yang lain → ekstemitas atas / bawah, kanan/ kiri).
Adanya perasaan tidak nyaman, pincang, atau nyeri saat
berjalan
2) Kelumpuhan badan dan atau anggota gerak. Adanya fraktur
atau tidak
3) Warna kulit pada ekstremitas (kemerahan / kebiruan /
hiperpigmentasi)
4) Periksa adanya benjolan / pembengkakan pada ekstremitas.
Adanya atrofi / hipertrofi otot, struktur tulang dan otot. Amati
otot kemungkinan adanya kontraksi abnormal dan tremor
2. Palpasi
a. Palpasi pada setiap ekstremitas dan rasakan :
1) Kekuatan / kualitas nadi perifer
2) Adanya nyeri tekan atau tidak
3) Adanya krepitasi atau tidak
4) Konsistensi otot (lembek / keras)

M. Pemeriksaan neurologis

Jelaskan pada pasien maksud dan tujuan tindakan yang akan dilakukan

37
Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan sesuai dengan pemeriksaan.
Jangan lupa universal precaution!
Pastikan lingkungan sekitar pasien aman dan pasien merasa nyaman
Atur posisi pasien (pasien diatur tergantung pada tahap pemeriksaan
dan kondisinya). Pasien dapat diatur pada posisi duduk atau terlentang,
dan pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien
Lakukan setiap tahapan dari sisi/lokasi yang tidak nyeri dahulu (sesuai
keluhan / data subjek pasien)
Catat hasil pemeriksaan dengan jelas dan tepat

1. Pemeriksaan tingkat kesadaran


a. Secara Kualitatif
1) ComposMentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang
keadaan sekelilingnya.
2) Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk
berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
3) Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriakteriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
4) Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun,
respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun
kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan)
tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
5) Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap,
tetapi ada respon terhadap nyeri.
6) Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada
respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea
maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil
terhadap cahaya).
b. Secara Kuantitatif
 Penilaian dengan GCS ( Glasgow Coma Scale )
1) Menilai Respon Membuka Mata (E)

38
(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka
mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (misalnya menekan kuku
jari)
(1) : tidak ada respon
2) Menilai Respon Verbal (V)
(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau (sering bertanya
berulang-ulang), disorientasi(orang, tempat, dan waktu)
(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata
masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat)
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon
3) Menilai Respon Motorik (M)
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan
stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau
tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi
kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang
nyeri)
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya
extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki
extensi saat diberi rangsang nyeri)
(1) : tidak ada respon
2. Pemeriksaan nervus cranialis

Nervus Cara pemeriksaan


I Olfaktorius Minta pasien untuk mengidentifikasi aroma
non iritatif seperti kopi dengan mata tertutup
II Opticus Minta klien membaca bagan Snellen

39
III Oculomotorius Kaji delapan pergerakan mata dan reaksi
serta akomodasi pupil terhadap cahaya
IV Troclearis Kaji delapan pergerakan mata
V Trigeminus a. Sentuhkan kapas secara perlahan
pada kornea untuk menguji reflex
kornea
b. Minta klien menutup mata, kemudian
sentuhkan kapas, jarum, dan klip
kertas secara bergantian pada kulit
wajah klien
c. Kaji kemampuan klien mengatupkan
gigi
VI Abdusens Kaji arah tatapan klien
VII Facialis a. Minta klien untuk tersenyum,
mengembungkan pipi, menaikkan dan
menurunkan alis mata, kemudian
perhatikan kesimetrisannya
b. Minta klien untuk mengidentifikasi
rasa manis dan asin di bagian depan
dan pinggir lidah
VIII Kaji kemampuan klien untuk mendengarkan
Vestibulococlearis kata yang diucapkan pemeriksa
IX a. Minta klien untuk mengidentifikasi
Glossopharingeus rasa asam, asin, dan manis pada
bagian posterior lidah
b. Gunakan spatel lidah untuk
memeriksa reflek gags
c. Minta klien untuk menggerakkan
lidahnya
X Vagus a. Minta klien untuk mengucapkan kata
“ah” dan observasi pergerakan palate,

40
dan faring
b. Gunakan spatel lidah untuk
memeriksa reflex gags
c. Kaji adanya suara parau ketika klien
berbicara
XI Accesorius Minta klien untuk mengangkat bahu dan
memallingkan wajah ke sisi yang ditahan
oleh tangan anda secara pasif
XII Hipoglossus Minta klien untuk menjulurkan lidah sejajar
garis tengah tubuh, kemudian
menggerakkannya ke kanan dank e kiri

3. Pemeriksaan reflek fisiologis


a. Reflek Biseps
 Posisi: dilakukan dengan pasien duduk, dengan membiarkan
lengan untuk beristirahat di pangkuan pasien, atau membentuk
sudut sedikit lebih dari 90 derajat di siku.
 Identifikasi tendon: minta pasien memflexikan di siku
sementara pemeriksa mengamati dan meraba fossa antecubital.
Tendon akan terlihat dan terasa seperti tali tebal.
 Cara: ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada
tendon muskulus biseps, posisi lengan setengah diketuk pada
sendi siku.
 Respon: fleksi lengan pada sendi siku.
b. Reflek Triseps
 Posisi : dilakukan dengan pasien duduk. Dengan perlahan tarik
lengan keluar dari tubuh pasien, sehingga membentuk sudut
kanan di bahu atau lengan bawah menjuntai ke bawah langsung
di siku
 Cara : ketukan pada tendon otot triseps, posisi lengan fleksi
pada sendi siku dan sedikit pronasi
 Respon : ekstensi lengan bawah pada sendi siku

41
c. Reflek Brachioradialis
 Posisi : dapat dilakukan dengan duduk. Lengan bawah rileks di
pangkuan pasien.
 Cara : ketukan pada tendon otot brakioradialis (sisi ibu jari
pada lengan bawah) sekitar 10 cm proksimal pergelangan
tangan. Posisi lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi.
 Respons : flexi pada lengan bawah dan supinasi pada siku dan
tangan
d. Reflek Patella
 Posisi : dapat dilakukan dengan duduk atau berbaring
terlentang
 Cara : ketukan pada tendon patella Respon : plantar fleksi kaki
e. Reflek Glabela
 Cara : Ketukkan hammer pada glabela atau sekitar daerah
supraorbitalis
 Respon : Kontraksi singkat kedua otot orbikularis okuli
f. Reflek Rahang Bawah (Jaw Reflex)
 Cara : Klien disuruh membuka mulutnya sedikit dan telunjuk
pemeriksa ditempatkan melintang di dagu. Setelah itu telunjuk
diketok dengan hammer
 Respon : kontraksi otot masseter sehingga mulut merapat /
menutup
g. Reflek Achiles
 Posisi: pasien duduk, kaki menggantung di tepi meja
 Identifikasi tendon: tungkai difleksikan pada pinggul dan lutut
 Cara : ketukan hammer pada tendon achilles
 Respon : plantar fleksi kaki
4. Pemeriksaan reflek patologis
a. Reflek Babinski
 Pesien diposisikan berbaring supinasi dengan kedua kaki
diluruskan.

42
 Tangan kiri pemeriksa memegang pergelangan kaki pasien agar
kaki tetap pada tempatnya.
 Lakukan penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior
ke anterior
 Respon : posisitf apabila terdapat gerakan dorsofleksi ibu jari
kaki dan pengembangan jari kaki lainnya
b. Tanda Kernig
 Posisikan pasien untuk tidur terlentang
 Fleksikan sendi panggul tegak lurus (90°)dengan tubuh,
tungkai atas dan bawah pada posisi tegak lurus pula
 Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut
sampai membentuk sudut lebih dari 135° terhadap paha
 Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari
sudut 135°, karena nyeri atau spasme otot hamstring / nyeri
sepanjang
 N.Ischiadicus, sehingga panggul ikut fleksi dan juga bila terjadi
fleksi involuter pada lutut kontralateral maka dikatakan Kernig
sign positif.
c. Reflek Brudzinski
 Pasien berbaring dalam sikap terlentang, tangan kanan
ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring,
tangan pemeriksa yang satu lagi ditempatkan didada pasien
untuk mencegah diangkatnya badan kemudian kepala pasien
difleksikan sehingga dagu menyentuh dada.
 Brudzinski positif bila gerakan fleksi kepala disusul dengan
gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul kedua tungkai secara
reflektorik.
d. Reflek Chaddok
 Penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar maleolus
lateralis dari posterior ke anterior
 Amati ada tidaknya gerakan dorsofleksi ibu jari, disertai
mekarnya (funning) jari-jari kaki lainnya.

43
e. Reflek Schaeffer
 Menekan tendon achilles.
 Amati ada tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari kaki, disertai
mekarnya (funning) jari-jari kaki lainnya
f. Reflek Oppenheim
 Pengurutan dengan cepat krista anterior tibia dari proksiml ke
distal
 Amati ada tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari kaki, disertai
mekarnya (funning) jari-jari kaki lainnya
g. Reflek Gordon
 Menekan pada musculus gastrocnemius (otot betis)
 Amati ada tidaknya gerakan dorsofleksi ibu jari kaki, disertai
mekarnya (funning) jari-jari kaki lainnya.
h. Reflek Gonda
 Menekan (memfleksikan) jari kaki ke-4, lalu melepaskannya
dengan cepat.
 Amati ada tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari kaki, disertai
mekarnya (funning) jari-jari kaki lainnya.
i. Reflek Bing
Berikan rangsang tusuk pada kulit yang menutupi
metatarsal ke lima. Dikatakan positif bila terdapat gerakan
dorsofleksi ibu jari kaki yang dapat disertai dengan gerak
mekarnya jari-jari lain (Funning).

N. Pemeriksaan genetalia dan anus

 Jelaskan pada pasien maksud dan tujuan tindakan yang akan


dilakukan. Pemeriksa perlu menyadari bahwa tindakan ini dapat
menimbulkan rasa tidak nyaman atau malu bagi pasien maupun
pemeriksa sendiri. Oleh karena itu, pengkajian dilakukan sesuai
kebutuhan dengan tetap menjaga kesopanan dan harga diri pasien dan
pemeriksa

44
 Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan sesuai dengan pemeriksaan.
Jangan lupa universal precaution!
 Keterlibatan perawat dalam melakukan pengkajian tingkat mahir
(pengkajian alat kelamin bagian dalam) bergantung pada
kebijaksanaan/peraturan di tempat perawat bekerja
 Pastikan lingkungan sekitar pasien aman dan pasien merasa nyaman
 Posisi pasien litotomi, pemeriksa berada di sebelah bawah pasien (pada
pasien wanita). Posisi pasien dapat terlentang dan berdiri (pada pasien
pria). Pastikan untuk menutupi (dengan selimut) bagian yang tidak di
amati
 Untuk pemeriksaan anus, posisi pasien (pria/wanita) adalah posisi sims
 Beri kesempatan kepada pasien untuk mengosongkan kandung kemih
sebelum pengkajian dimulai. Bila diperlukan urine untuk spesimen
laboratorium, siapkan tabung/wadah untuk menampung
 Catat hasil pemeriksaan dengan jelas dan tepat

1. Pria
a. Inspeksi rambut pubis: perhatikan penyebaran, pola pertumbuhan,
dan kebersihannya
b. Inspeksi kulit dan ukuran penis: adakah lesi, pembengkakan atau
benjolan, dan adanya kelainan lain yang tampak pada batang penis
c. Inspeksi kepala penis untuk melihat meatus uretra: apakah ada
cairan yang keluar, adakah lesi/oedema/inflamasi atau tidak,
lubang uretra normalnya terletak di tengah kepala penis
d. Pada yang belum di sirkumsisi, tarik prepusium untuk melihat
kepala penis dan meatus uretra (secara normal prepusium
seharusnya dapat ditarik dengan mudah). Bila pasien merasa malu,
penis dapat dibuka oleh pasien sendiri. Pada kepala penis akan
tampak sedikit smegma (kerak) putih kekuningan seperti keju. Bila
pasien telah disirkumsisi, kepala penis terlihat kemerahan dan
dalam keadaan kering tanpa smegma

45
e. Inspeksi skrotum dan perhatikan: ukuran, bentuk, kesimetrisan,
warna (normal hiperpigmentasi), adanya lesi/edema atau tidak
f. Palpasi permukaan kulit skrotum: adakah benjolan atau tidak.
Normalnya teraba longgar dan kasar. Skrotum kontraksi pada suhu
dingin dan relaks pada suhu hangat
g. Palpasi skrotum dan testis dengan menggunakan jempol dan tiga
jari pertama. Palpasi tiap testis dan perhatikan ukuran, konsistensi,
bentuk, dan kelicinannya. Testis normalnya teraba lunak, elastis,
licin, tidak ada benjolan atau massa, berukuran sekitar 2-4 cm, dan
testis kiri lebih rendah dibanding testis kanan
h. Lakukan palpasi penis untuk mengetahui: adanya nyeri tekan atau
tidak, adanya benjolan pada batang penis, dan kemungkinan
adanya cairan kental yang keluar
i. Inspeksi anus: adakah hemoroid/kutil/herpes/benjolan atau tidak,
perhatikan kebersihan
j. Palpasi anus dan rektum dengan jari (menggunakan sarung tangan
dan beri pelumas), perhatikan: adakah nyeri tekan atau tidak,
adakah cairan/darah yang keluar, raba dinding rektum (adakah
benjolan/ polip atau tidak), raba kelenjar prostat (apakah
mengalami hiperplasia atau tidak)
2. Wanita
a. Inspeksi rambut pubis: penyebaran, pola pertumbuhan, dan
kebersihannya
b. Inspeksi labia mayora dan bagian dalam (klitoris, labia minora,
orifisium uretra, orifisium vaginal) dengan cara buka lebar ke arah
lateral labia mayora dengan jari-jari dari satu tangan, perhatikan:
labia simetris atau tidak, warna mukus membran normal merah
muda, adakah iritasi/inflamasi atau tidak, keluaran sekret (warna
putih/kuning, berbau/tidak), dan amati adanya polip/benjolan atau
tidak
c. Inspeksi perineum: normal kulit perineal lebih gelap, halus, dan
bersih

46
d. Inspeksi anus: adakah hemoroid/kutil/herpes/benjolan atau tidak,
perhatikan kebersihan
e. Palpasi anus dan rektum dengan jari (menggunakan sarung tangan
dan beri pelumas), perhatikan: adakah nyeri tekan atau tidak,
adakah cairan/darah yang keluar, raba dinding rektum (adakah
benjolan/ polip atau tidak), raba kelenjar prostat (apakah
mengalami hiperplasia atau tidak).

O. Contoh pemeriksaan fisik Head To Toe

Asuhan keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas pasien
Nama :
Umur :
Agama :
Jenis kelamin :
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan :
Suku bangsa : Indonesia
Alamat :
Tanggal masuk :
Tanggal pengkajian :
No MR :
Diagnose medis : Hipertensi
b. Identitas penanggung jawab
Nama :
Umur :
Hubungan dengan pasien : Suami
Pekerjaan : Pensiun
Alamat :
2. Status Kesehatan
a. Status Kesehatan saat ini

47
1) Keluhan utama
Pasien megeluh tidak bisa tidur pada malam hari
dan sering terbangun di malam hari, susah untuk tidur juga
pada siang hari. Juga mengalami sakit kepala dan sering
mengantuk pada pagi hari, dan jika terbangun pada malam
hari tidak bisa tidur Kembali dan sudah dialami selama 3
hari.
2) Provocative/palliative
a) Apa penyebabnya : Hipertensi.
b) Hal-hal yang memperbaiki keadaan : Jika pasien
berjalan-jalan sampai Lelah pada sore hari maka pasien
dapat tidur.
3) Quantity/quality
a) Bagaimana dirasakan : Pasien merasa Lelah.
b) Bagaimana dilihat : Pasien tampak gelisah, lesu,
kehitaman di daerah sekitar mata, sering menguap atau
mengantuk.
4) Region/Severity
Pasien mengatakan akibat tidak bisa tidur merasa
sangat mengantuk dan tidak dapat mengurus rumah seperti
biasanya.
5) Time/waktu
Pada saat malam hari tidak bisa tidur dan pada siang
hari pun tidak bisa tidur
b. Status Kesehatan dahulu
1) Penyakit yang pernah dialami
Pasien mengatakan dirinya tidak mempunyai
penyakit yang lain hanya mengalami hipertensi.
2) Pengobatan atau Tindakan yang dilakukan
Tidak pernah berobat ke rumah sakit maupun klinik.
3) Pernah dirawat/dioperasi
Pasien tidak pernah dirawat di rumah sakit

48
4) Alergi
Pasien mengatakan dirinya tidak ada alergi.
5) Imunisasi
Pasien mengatakan dirinya mendapatkan imunisasi
lengkap sewaktu masih kecil.
c. Riwayat penyakit keluarga
1) Orang tua
Pasien mengatakan ibunya menderita hipertensi.
2) Saudara kandung
Pasien mengatakan semua anggota keluarganya
sehat tidak ada yang menderita penyakit yang serius.
3) Penyakit keturunan yang ada
Pasien mengatakan keluarganya mempunyai
penyakit keturunan yaitu penyakit hipertensi. Pasien
mengatakan orang tua perempuan yang mengalami
penyakit hipertensi.
4) Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarganya
yang mengalami gangguan jiwa.
5) Anggota keluarga yang meningga
Pasien mengatakan ayahnya telah meninggal dunia.
6) Penyebab meninggal
Ayah pasien meninggal dikarenakan menjadi
korban tabrak lari,
3. Pola kebiasaan sehari-hari
a. Pola makan dan minum
1) Frekuensi makan / hari : 3 kali sehari
2) Nafsu / selera makan : Selera makan baik
3) Nyeri ulu hati : Tidak ada nyeri ulu
hati
4) Alergi : Tidak ada

49
5) Mual dan muntah : Tidak ada mual dan
muntah
6) Waktu pemberian makanan : Pagi, siang, sore
7) Jumlah dan jenis makanan : Sesuai porsi, nasi,
lauk, sayur dan buah
8) Waktu pemberian cairan / minum : Saat setelah makan
saja
9) Masalah makanan dan minuman (kesulitan mengunyah,
menelan : Normal, tidak ada masalah
makanan dan minuman
b. Perawatan diri / personal hygiene
1) Kebersihan tubuh : Tubuh tampak bersih
2) Kebersihan gigi dan mulut : Gigi tampak sedikit
kuning dan kurang bersih
3) Kebersihan kuku kaki dan tangan : Kuku dan kaki
tangan pendek dan bersih
c. Pola kegiatan / aktivitas
1) Uraian aktivitas pasien mandi, makan, eliminasi, ganti
pakaian di lakukan secara mandiri, Sebagian atau total.
Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara
mandiri, seperti mandi, makan, eliminasi, ganti pakaian.
2) Uraian aktivitas ibadah pasien selama dirawat/sakit
d. Pola eliminasi
1) BAB
a) Pola BAB : teratur 1x / hari
b) Karakter feses : Keras
c) Riwayat perdarahan : Tidak ada Riwayat
perdarahan
d) BAB terakhir : Pagi hari sebelum dilakukan
pengkajian
e) Diare : Tidak ada diare

50
f) Penggunaan laksatif : Tidak ada penggunaan
laksatif
2) BAK
a) Pola BAK : 5-6x / hari
b) Karakter urine : Kuning
jernih
c) Nyeri / rasa terbakar / kesulitan BAK : Tidak ada
rasa nyeri / kesulitan
d) Riwayat penyakit ginjal : Tidak ada
e) Penggunaan diuretic : Tidak ada
penggunaan diuretic
f) Upaya mengatasi masalah : Tidak ada upaya
mengatasi masalah
e. Mekanisme koping
1) Adaptif
Pasien mau bicara dengan orang lain, melalui
Teknik relaksasi, dan mau menyampaikan masalah kepada
keluarganya.
2) Maladaptive
Pasien tidak meminum alcohol, tidak berjalan
berlebihan, tidak menghindar, dan tidak menciderai diri
sendiri.
4. Data pengkajian
a. Keadaan umum

Tingkat kesadaran (GCS) 15


Tanda-tanda vital TD : 180/100 mmHg
S : 36,8 o C
N : 80x/i
RR : 24x/i
Massa tubuh TB : 15 cm
BB : 67 kg
b. Pemeriksaan fisik

51
1) Kepala dan rambut
a) Bentuk : Normal, simetris kiri dan kanan,
tidak ada benjolan
b) Ubun-ubun : Tertutup dan keras
c) Kulit kepala : Bersih, tidak ada masalah
2) Rambut
a) Penyebaran dan keadaan rambut : Bagus, penyebaran
merata, keadaan normal
b) Bau : Tidak berbau
c) Warna kulit : Normal,
berwarna hitam
3) Wajah
a) Warna kulit : Normal, sawo matang
b) Struktur wajah : Normal, simetris, tidak ada kelainan
4) Mata
a) Kelengkapan dan kesimetrisan : Normal, mata
lengkap dan simetris
b) Palpebra : Normal,
tidak ada adaptosis, tidak ada oedema, tidak ada tanda-
tanda radang
c) Konjungtiva dan sklera : Konjungtiva
anemis, sklera tidak
d) Pupil : Isokor,
kontraksi pupil (+/+), reflek cahaya (+)
e) Cornea dan iris : Pengapuran
katarak (-), oedema (-), tidak ada tanda-tanda radang
f) Visus : Klien dapat melihat
lambaian tangan dalam jarak satu meter
g) Tekanan bola mata : Tekanan bola mata
normal kanan dan kiri
5) Hidung

52
a) Tulang hidung dan posisi septumnasi : Normal,
tulang hidung simetris, posisi septumnasi simetris
b) Lubang hidung :
Normal, bersih, tidak ada sumbatan
c) Cuping hidung :
Normal, tidak ada pernapasan cuping hidung
6) Telinga
a) Bentuk telinga : Normal, daun telinga
simetris kiri dan kanan
b) Ukuran telinga : Normal, sama besar,
simetris kanan dan kiri
c) Lubang telinga : Normal, lubang
telinga paten
d) Ketajaman pendengaran : Baik, tidak ada gangguan
7) Mulut dan faring
a) Keadaan bibir : Kering, bentuk bibir
simetris
b) Keadaan gusi dan gigi : Gigi tampak bersih, gusi
tidak ada perdarahan
c) Keadaan lidah : Lidah bersih, tidak ada
stomatitis
d) Orofaring : Normal, tidak ada tanda-
tanda peradangan, mampu menelam dengan baik
8) Leher
a) Posisi trachea : Media normal
b) Thyroid : Tidak ada pembesaran
kelenjar thyroid
c) Suara : Terdengar dengan cukup
jelas
d) Kelenjar limfe : Tidak ada pembengkakan
kelenjar getah bening

53
e) Vena jugularis : Tidak ada distensi vena
jugularis
f) Denyut nadi karotis : Teraba jelas dan regular
9) Pemeriksaan integument
a) Kebersihan : Kulit bersih dan berminyak
b) Kehangatan : Kulit terasa hangat (dalam
keadaan normal)
c) Warna : Normal, warna kulit sawo
matang
d) Turgor : Normal, turgor kembali
e) Kelembaban : Terasa lembab
f) Kelainan pada kulit : Tidak ada kelainan
10) Pemeriksaan thoraks/dada
a) Inspeksi : Bentuk normal
b) Pernafasan : 24x/I, irama teratur dan
reguler
c) Tanda kesulitan bernafas : Tidak ada tanda kesulitan
bernafas
11) Pemeriksaan paru
a) Palapsi getaran suara : Fremitustaktil seimbang kiri
dan kanan
b) Perkusi : Terdengar bunyi resonan
c) Auskultasi : Suara nafas normal, suara
ucapan jelas, suara tambahan tidak ada terdengar
12) Pemeriksaan jantung
a) Inspeksi : Ictuscordis tidak tampak
b) Palpasi : Ictuscordis (PMI) padaics
midclaviculasinistra teratur
c) Perkusi : Batas jantung intercostal 4-5
d) Auskultasi : Bunyi jantung di dapat 1 dan 2 tunggal,
lupdup (normal), murmur tidak ada, frekuensi 80x/i
13) Pemeriksaan abdomen

54
a) Inspeksi : Bnetuk abdomen normal, simetris,
tidak tampak massa/benjolan, bayangan pembuluh
darah tidak tampak
b) Auskultasi : Peristaltik 8x/i, tidak ada suara tambahan
c) Palpasi : Tanda nyeri tekan tidak ada, tidak
teraba massa/benjolan, tidak ada tanda ascites, tidak ada
pembengkakan hepar
d) Perkusi : Suara abdomen timpani, ascites (-)
14) Pemeriksaan kelamin dan daerah sekitarnya
a) Genetalia : Tidak dilakukan
pemeriksaan
b) Anus dan perinium : Tidak dilakuakan
pemeriksaan
15) Pemeriksaan musculoskeletal/ekstremitas
a) Kesimetrisan otot : Normal simetris
b) Pemeriksaan oedema : Tidak ada
oedema
c) Kekuatan otot : Normal,
tidak ada gangguan
d) Kelanin pada ekstremitas dan kuku : Ekstremitas
hangat, tidak ada clubbing finger
16) Pemeriksaan neurologi
a) Tingkat kesadaran :GCS 15
b) Meningeal sign : kaku kuduk (-), kernig (-),
babinsky (-), brudzinky (-)
c) Nervus cranialis
 Nervus olfaktorius/N 1 : Dapat
membedakan bau-bauan
 Nervus optikus/N 2 : Penglihatan
noemal, tidak kabur
 Nervus okulomotoris/N 3, Trochlearis/N 4,
Abdusen/N 6 : Tidak ada

55
gangguan mengangkat kelompak mata, pupil isokor,
Gerakan bola mata normal
 Nervus trigeminus/N 5 : Tidak
mengalami paralis pada otot wajah, reflek kornea
baik
 Nervus fasialis/N 7 : Wajah
simetris, tidak ada kelainan pada saraf wajah,
persepsi pengecapan dalam batas normal
 Nervus vestibulocochlearis/N 8 : Tidak ada
dilakukan pemeriksaan
 Nervus glossopharingeus/N 9, Vagus/N 10
: Kemampuan
menelan baik, palatum sedikit terangkat dan letak
uvula relative ditengah saat mengatakan “aa”, ada
refleks terdesak
 Nervus asesorisus/N 11 : Tidak ada
atrofi otot termocleidomastoideus dan trapesius
 Nervus hipoglossus/N 12 : Lidah
simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak
ada fasikulasi indra pengecapan normal
17) Fungsi motoric
a) Cara berjalan : Pasien berjalan normal
b) Rombergtest : Mampu menggerakan tangan
dengan mata tertutup, dapat berdiri tegak dengan satu
kaki tetapi sebentar
c) Pronasi-supinasi : Klien dapat menelentangkan dan
menelungkupkan telapak tangan
18) Fungsi sensorik
a) Identifikasi sentuhan ringan : Klien dapat
mengidentifikasi sentuhan kapas tanpa melihat
b) Tes tajam-tumpul : Klien dapat membedakan
sentuhan tajam tumpul

56
c) Tes panas dingin : Klien dapat membedakan
sensasi panas dan dingin
d) Streognosustest : Klien dapat
mengidentifikasi benda yang diletakkan pada telapan
tangan
e) Graphestesiatest : Klien dapat merasakn
tulisan yang dibuat pada telapak tangan
f) Membedakan dua titik : Klien dapat
membedakan dua titik
g) Topognosistest : Klien dapat
mengidentifikasi lokasi sentuhan
19) Refleks
a) Bisep : Tidak dilakukan pemeriksaan
b) Trisep : Tidak dilakukan pemeriksaan
c) Brachioradialis : Tidak dilakukan pemeriksaan
d) Patellar : Tidak dilakukan pemeriksaan
e) Tendonachiles : Tidak dilakukan pemeriksaan
f) Plantar : Tidak dilakukan pemeriksaan
5. Data psikologi
a. Persepsi tentang penyakitnya
Pasien mengatakan pasrah akan penyakitnya dan ia
bersyukur selama penyakitnya tidak terlalu serius.
b. Konsep diri
1) Gambaran diri
Pasien mengatakan dirinya menyukai bentuk
tubuhnya kecuali pada bagian karena pasien merasa bagian
kakinya terlalu kecil sehingga ukuran kakinya hampir
seukuran dengan anaknya.
2) Ideal diri
Pasien mengatakan ingin bekerja lagi sehingga
dapat membentuk keadan ekonomi keluarganya.
3) Harga diri

57
Pasien mengatakan baik-baik saja selama tidak ada
yang merendahkan anggota keluarganya.
4) Peran diri
Pasien mengatakan bahwa ia ibu dari 5 orang anak
dan nenek dari 7 orang cucu.
5) Identitas diri
Pasien mengatakan sebelumnya bekerja sebagai
tukang cuci dan sekarang menjadi ibu rumah tangga dan
merawat cucu-cucunya.
c. Keadaan emosi
Keadaan emosi pasien stabil tetapi perhatiannya terpecah-
pecah akibat dari kurang tidur.
d. Hubungan social
1) Orang yang berarti
Suami, anak, dan cucu.
2) Hubungan dengan keluarga
Pasien mengatakan hubungan dirinya dengan
keluarganya baik-baik saja dan mereka saling mengunjungi
jika ada hari libur.
3) Hubungan dengan orang lain
Pasien mengatakan hubungannya dengan
tetangganya baik.
4) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Tidak ada hambatan yang berarti.
6. Data spiritual
a. Nilai dan keyakinan : Pasien mengatakan dirinya
mempunyai nilai dan keyakinan yang kuat tentang agama yang
dianutnya
b. Kegiatan ibadah : Pasien mengatakan selalu tepat
waktu dan selalu mengikuti pengajian di lingkungannya.

58
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemeriksaan fisik merupakan peninjauan dari ujung rambut sampai


ujung kaki (head to toe) pada setiap sistem tubuh yang memberikan
informasi objektif tentang klien dan memungkinkan kita sebagai seorang
perawat untuk membuat penilaian klinis.
Pemeriksaan fisik dalam keperawatan digunakan untuk
mendapatkan data objektif dari riwayat keperawatan klien. Pemeriksaan
fisik sebaiknya dilakukan bersamaan dengan wawancara. Fokus
pengkajian fisik keperawatan adalah pada kemampuan fungsional klien.
Misalnya, klien mengalami gangguan sistem muskuloskeletal, maka
perawat mengkaji apakah gangguan tersebut mempengaruhi klien dalam
melaksanakan kegiatan sehari-hari atau tidak.
Secara umum, pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan:
 Untuk mengumpulkan dan memperoleh data dasar tentang kesehatan
klien.
 Untuk menambah, mengkonfirmasi, atau menyangkal data yang
diperoleh dalam riwayat keperawatan.
 Untuk mengkonfirmasi dan mengidentifikasi diagnosa keperawatan.
 Untuk membuat penilaian klinis tentang perubahan status kesehatan
klien dan penatalaksanaan.
 Untuk mengevaluasi hasil fisiologis dari asuhan keperawatan.

59
Pemeriksaan fisik memiliki banyak manfaat, baik bagi perawat
sendiri, maupun bagi profesi kesehatan lain, di antaranya:
 Sebagai data untuk membantu perawat dalam menegakkan diagnose
keperawatan.
 Mengetahui masalah kesehatan yang di alami klien.
 Sebagai dasar untuk memilih intervensi keperawatan yang tepat.
 Sebagai data untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan

B. Saran

Agar pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan baik, maka


perawat harus memahami ilmu pemeriksaan fisik dengan sempurna dan
pemeriksaan fisik ini harus dilakukan secara berurutan, sistematis, dan
dilakukan dengan prosedur yang benar.

60
DAFTAR PUSTAKA

Debora, O. (2017). Proses keperawatan dan pemeriksaan fisik.

Hidayat, A. A. (2021). Praktik Pemeriksaan Fisik untuk Mahasiswa


Keperawatan. Health Books Publishing.

Hidayati, R. (2019). Teknik Pemeriksaan Fisik. Jakad Media Publishing.

Jones, R. M. (2012). Prinsip dan Metode Pemeriksaan Fisik Dasar. Bab ini


meliputi materi yang ditulis pada edisi pertama oleh Jean DeMartinis.

Malisa, N., Damayanti, D., Perdani, Z. P., Darmayanti, D., Matongka, Y. H.,
Suwarto, T., ... & Nompo, R. S. (2021). Proses Keperawatan dan
Pemeriksaan Fisik. Yayasan Kita Menulis.

Munawaroh at al. 2019. Efektifitas Media Audio Visual (Video) Untuk


Meningkatkan Ketrampilan Pemeriksaan Fisik Pada Mahasiswa. Jurnal
Keperawatan Muhammadiah.
http://journal.um-surabaya.ac.id/index.php/JKM

Pranata, L. (2018). Pemeriksaan Fisik.

61

Anda mungkin juga menyukai