Anda di halaman 1dari 3

NAMA : Rafi Selitoga

NPM : 5210711043

PRODI : TEKNIK ELEKTRO

Masa Depan yang Lebih Cerah di Industri Surya

PLTS adalah singkatan dari Pembangkit Listrik tenaga Surya. PLTS merupakan sistem
pembangkit listrik yang energinya bersumber dari radiasi matahari, melalui konversi sel
fotovoltaik. Sistem fotovoltaik dapat mengubah radiasi yang berasal dari sinar matahari
menjadi listrik. Photovoltaic (PV) adalah teknologi yang mengubah sinar matahari (radiasi
matahari) menjadi listrik arus searah (DC). Di dalam photovoltaic terdapat semikonduktor
yang mengubah energi matahari menjadi muatan listrik. Ketika matahari mengenai
semikonduktor dalam sel PV, elektron dibebaskan dan membentuk arus listrik..

➢ Potensi Solar Industry


Sektor Industri merupakan pengguna energi terbesar kedua setelah sektor rumah
tangga, yaitu 35% dari total permintaan energi. Dengan potensi energi surya yang
melimpah dan meningkatnya kebutuhan energi khususnya pada sektor industri
tersebut, merupakan peluang bagi sektor industri untuk mengembangkan pembangkit
listrik tenaga surya sehingga dapat meningkatkan daya saing suatu industri. Tahun
2050 diproyeksikan permintaan energi listrik pada sektor industri di Indonesia akan
mencapai kisaran 660 TWh atau 10 kali dari penggunaan tahun 2015 yang lalu.
Sedangkan tarif listrik PLN pada sektor ini cenderung terus meningkat, sehingga
pemanfaatan energi terbarukan di sektor industri memiliki peran yang strategis
menuju modern sustainable energy services atau layanan energi berkelanjutan yang
lebih modern dan mempunyai peluang untuk meningkatkan keuntungan finansial serta
meningkatkan daya saing. Caranya adalah dengan pemilihan sumber energi
terbarukan yang potensial, semakin murah harga energinya dan pola penggunaan
energi yang lebih efisien. Salah satunya dengan mengimplementasikan teknologi
PLTS Atap (PV Rooftop) pada sektor industri.

Ada dua kemungkinan mekanisme jual beli listrik antara PLTS Atap di sektor
Industri dengan jaringan utilitas, yaitu dengan mekanisme net-metering dan net-
billing. Net-metering adalah pengurangan tagihan listrik utilitas dengan
memperhitungkan selisih energi yang yang dijual ke jaringan (ekspor) yang
berasal dari PLTS-Atap dengan listrik yang diambil dari jaringan utilitas (impor).
Net metering memungkinkan konsumen listrik untuk menghasilkan listrik untuk
digunakan sendiri. Setiap energi listrik yang dihasilkan dari PLTS-Atap nya yang
tidak dikonsumsi sendiri, dapat langsung diekspor ke jaringan utilitas dan
dikonsumsi oleh pelanggan lainnya. Perjanjian kontrak jual beli listrik pada
mekanisme ini berlaku sampai kurun waktu tertentu yang disepakati (misalkan 20
tahun), dimana harga ekspor listrik dari PLTS- Atap sama dengan harga impor
yang diambil dari listrik utilitas. Berbeda dengan mekanisme net-metering,
penetapan kontrak jual beli pada mekanisme net-billing harga listrik yang berasal
dari PLTS Atap diasumsikan flat selama masa kontrak jual beli listrik tersebut.
Jika pada net-metering perhitungan akumulasi kelebihan energi listrik dikalkulasi
pada bulan berikutnya dalam bentuk kWh, sementara pada net-billing dalam
bentuk rupiah.

Studi yang telah kami lakukan menunjukkan bahwa penggunaan PLTS Atap pada
industri dengan mekanisme net-metering mampu mengurangi biaya penggunaan
energi listrik sebesar 16% dari total kebutuhan listrik pada suatu industri, lebih
besar jika dibandingkan dengan mekanisme net-billing dengan asumsi tarif listrik
yang terus meningkat sebesar 3% setiap tahun.

➢ Permasalahan yang dihadapi


Yang perlu diperhatikan dalam penggunaan PLTS adalah bahwa sumber energi
surya bersifat intermiten (atau tidak tersedia secara terus menerus). Dengan demikian
hal ini akan mempengaruhi jumlah pasokan listrik yang dapat dihasilkan. Selain
karena faktor tidak adanya sinar matahari pada saat malam hari, faktor lain yang
mempengaruhi intermiten ini diantaranya adalah keberadaan awan (cuaca berawan)
yang dapat menghalangi pancaran sinar matahari ke panel surya fotovoltaik. Adanya
penghalang dari bayangan pepohonan, bangunan ataupun pengaruh objek lainnya di
sekitar panel surya fotovoltaik juga sangat berpengaruh pada muatan listrik yang
dihasilkan oleh PLTS atap.
Faktor-faktor tersebut di atas menyebabkan listrik tidak dapat diproduksi oleh sel
surya selama efek bayangan (shading) itu terjadi.

➢ Peluang kedepan
Implementasi PLTS Atap di sektor Industri berpeluang meningkatkan efisiensi biaya
penggunaan energi di Indonesia. Saat ini implementasi PLTS Atap di sektor Industri
sudah mulai diinisiasi di beberapa negara. Pabrik semen Lafarge - Holcim Rashadiya
merencanakan pemenuhan seperempat energi-nya dari pembangkit tenaga surya yang
beroperasi pada Juli 2017. Studi pemanfaatan PLTS Atap di Industri makanan juga
telah dilakukan di Melbourne Australia tahun 2016, yang bertujuan untuk
menurunkan emisi karbon secara signifikan dan mengurangi 39% konsumsi energi
dengan memasang 100 kWp panel surya.

Sudah saatnya pelaku Industri di Indonesia mulai dari kelas menengah sampai besar
bersiap membuat rencana alternatif un meningkatkan keuntungan finansial jangka
panjang dan membangun citra positif pelaku industri serta berpartisipasi aktif dalam
program yang telah dicanangkan dunia yaitu Sustainable Development Goal (SDG) 7,
yaitu menjamin akses energi yang terjangkau, handal, berkelanjutan dan modern
untuk semua.

Anda mungkin juga menyukai