Anda di halaman 1dari 3

Nama: Ahmad Mushawwir Alfikri NIM: 2018-11-233

Kelas: Perencanaan Sistem Tenaga Listrik (C)

Jawaban UTS PSTL

1. Penting untuk mempelajari sumber energi primer yang tersedia, pilihan teknologi, tren biaya,
dampak lingkungan, dan berbagai aspek lainnya, karena hal tersebut merupakan konten atau
variabel yang mempengaruhi perencanaan tenaga listrik. Perencana harus memahami sistem
penyediaan dan pemanfaatan energi secara keseluruhan untuk menghasilkan perencanaan tenaga
listrik yang detail, andal, dan mampu diterapkan.

Contoh sederhana, misalkan PLTB (angin) merupakan sistem kelistrikan berbasis EBT yang akhir ini
cukup dilirik oleh para perencana tenaga listrik. Anggaplah pihak penyelenggara memiliki biaya yang
cukup untuk membeli PLTB dengan teknologi terbaik. Namun karena wilayah tempat pembangunan
PLTB tersebut merupakan wilayah dengan intensitas angin yang rendah atau dengan kecepatan
angin yang dibawah standar, maka perencanaan pembangkit PLTB ini tidak mampu diterapkan, dan
memiliki keandalan yang rendah. Ditambah lagi, pembangunan PLTB memerlukan pondasi yang kuat
sehingga tentunya diperlukan AMDAL terhadap wilayah tersebut.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

2. a. Econometric Regression Analysis Model (Simple-E)

Kelebihan:

- Dapat bekerja dengan data yang lebih sedikit dibandingkan pada End-Use Electricity Model

- Menggunakan variabel ekonomi yang sudah lazim, seperti GDP dan Populasi

- Jenis data dapat diambil dari banyak aspek dengan sumber yang mudah dijangkau

- Analisis yang sederhana dan bersifat makro

- Metode analisis berdasar pada teori statistik yang baik (pondasi metode yang kuat)

Kekurangan:

- Model ini tidak memperhatikan pengaruh sturktur teknologi atau aspek teknis pada
perhitungan konsumsi beban (load demand)

- Model ini memiliki sifat yang lebih agregat dibandingkan dengan End-Use Electricity Model

b. End-Use Electricity Model

Kelebihan:

- Analisis yang lebih detail

- Memperhitungkan intensitas energi yang digunakan dari kuantitas energi yang dihasilkan
- Memperhatikan pengaruh struktur teknologi atau aspek teknis pada perhitungan konsumsi
beban (load demand)

Kekurangan:

- Memerlukan data yang banyak karena analsis yang lebih detail

- Proses pengumpulan data yang lebih rumit

Contoh Kasus: Ketika kita ingin melakukan demand forcasting yang sederhana, kita bisa
menggunakan analisis Econometric Regression Model. Dengan cukup menggunakan dua variabel
data yaitu GDP dengan Populasi kita bisa mendapatkan plot demand forcasting, tapi dengan hasil
yang sangat kasar. Tentunya kita perlu variabel tambahan seperti estimasi pemakaian beban
diperiode sebelumnya, jumlah pelanggan, penjualan PLN, atau variabel lainnya. Dan keunggulan dari
model ini adalah variabel tersebut memiliki sumber data yang mudah dijangkau, serta analisisnya
memiliki gaya “statistik” yang sangat umum dengan metode yang sudah terbukti. Namun Metode ini
tidak memperhitungkan setiap perubahan yang terjadi dari aspek teknis atau segi teknologi. Padahal
kita ketahui bahwa setiap perubahan teknologi yang digunakan, berdampak pada jumlah permintaan
listrik. Dan perubahan teknologi terjadi di semua sektor, meliputi residensial, industrial, dan
komersial. Tentunya ini memerlukan model analisis yang lebih mendetail.

Untuk itu digunakan model analisis End-Use Electricity yang memiliki persyaratan analisis yaitu
menggunakan data yang terkini atau penggunaan terakhir (end-use) dari masing-masing konsumen,
dan analisis ini memiliki gaya yang memperhatikan aspek teknis, sehingga mengasilkan demand
forcasting yang sesuai pada ragam klasifikasi beban yang digunakan pada periode sebelumnya
hingga sekarang. Hasil analisis lebih mendetail, tidak sekasar pada metode econometric.

Ketika kita membuat demand forcasting dengan metode econometric berdasar pada GDP dan
jumlah penduduk, kemungkinan besar kita mendapatkan hasil kenaikan yang linear. Sedangkan jika
kita membuat demand forcasting dengan metode end-use berdasarkan penggunaan lampu ballast
dan lampu LED, maka mungkin data yang akan kita dapatkan adalah kenaikan yang lebih landai
(tidak linear) dan dilain sisi mendapatkan penurunan. Karena terdapat pertambahan beban lampu
LED dan pengurangan beban lampu ballast, karena orang beralih dari lampu ballast ke lampu LED
karena efisiensinya yang lebih tinggi, tidak menghasilkan panas, dan hal lainnya. Aspek teknis ini lah
yang tidak dapat dijangkau oleh metode econometric secara detail.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

3. EENS (Excpected energy not supplied/serve) merupakan indeks keandalan berdasarkan


perhitungan perkiraan energi yang tidak tersuplai. Jika suatu perusahaan listrik memiliki sistem
kelistrikan dengan nilai EENS yang tinggi disebabkan besarnya energi yang tidak mampu disuplai
sistem, maka ini merupakan penalti ekonomi bagi perusahaan listrik tersebut, karena dalam sudut
pandang ekonomi, perusahaan tersebut gagal menjual produknya yaitu energi listrik kepada
pelanggan, enegi listrik tidak disuplai ke pelanggan, dan perusahaan berpotensi kehilangan
pendapatan. Ringkasnya, EENS bernilai besar terjadi ketika permintaan (beban) tinggi sedangkan
produksi energi listrik rendah. Ini merupakan kerugian, terlebih pada saat melakukan optimasi biaya
sistem untuk mereduksi indeks EENS, yang tentunya memerlukan tambahan biaya untuk
peningkatan keandalan sistem. Sehingga hal ini terlihat seperti kerugian diatas kerugian.

Untuk itu diperlukan perencanaan yang baik sejak awal dengan memperkirakan EENS sekecil
mungkin, agar kerugian beruntun tersebut dapat dihindari atau diminimalkan.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

4. Hal ini terjadi tentutnya didasari dengan adanya evaluasi. Setiap perbaruan dan perbaikan RUPTL
dilatar belakangi oleh evaluasi dari berbagai sektor, dilatar belakangi oleh peninjauan kembali
terhadap kesesuaian RUPTL sebelumnya (yang telah berjalan) dengan realitas yang terjadi.
Pertimbangannya meliputi perkembangan teknologi, kondisi ekonomi, pertumbuhan penduduk,
pertambahan konsumsi listrik (pertambahan beban), tuntutan kebijakan/regulasi, kondisi sosial,
serta faktor-faktor lain yang tidak terduga (seperti Pandemi Covid-19).

Kita bisa menilai bahwa terjadi revisi analisis dan perhitungan yang melatarbelakangi kepututsan
pada RUPTL, sehingga terjadi penurunan target kapasitas pembangkit terpasang yaitu dari 56,4 GW
menjadi 40,6 GW. Nilai yang akhirnya menurun ini bisa terjadi akibat adanya kendala seperti ketidak
tersediaan biaya, teknologi, SDM atau tenaga kerja, kondisi sosial (seperti penentangan penduduk
terhadap pembuatan pembangkit), faktor tak terdugia seperti Pandemi Covid-19 yang menjadi
penghalang dalam melaksanakan perancangan sistem tenaga listrik, serta bisa juga terjadi karena
kesalahan estimasi pertambahan beban.

Dilain sisi, pada RUPTL terbaru meliputi pangsa EBT yang lebih besar yaitu sebelumnya bernilai
29,6% menjadi 51,6%. Kita bisa berasumsi, hal ini terjadi karena adanya tuntutan kebijakan/regulasi
serta perkembangan teknologi, yang pada zaman ini membuat EBT menjadi trend basis
pembangkitan tenaga listrik. Perkembangan yang baik pada Photovoltaic Cell, Wind Turbine, Fuel
Cell, dan teknik pembangkitan listrik lainnya, serta respon yang baik dari pengguna, berdampak pada
menurunnya harga-harga barang tersebut di pasar global. Pengguna menyambut baik EBT ini karena
slogan “energi bersih” dan hal-hal lainnya yang menjanjikan perbaikan dampak buruk dari
pembangkit konvensional. Melihat negara-negara lain mengikuti trend ini, maka Indonesia juga tidak
kehilangan andil dalam menghidupkan EBT pada sistem kelistrikannya. Keuntungan lainnya adalah
Pembangkit EBT ini bisa menjadi lapangan pekerjaan baru mengingat bertambahnya jumlah
penduduk. Sisa yang menjadi PR bagi kita adalah bagaimana menyusun dengan baik strategi transisi
energi, serta mengedukasi masyarakat tentang EBT sehingga RUPTL ini dapat terealisasi dengan
mudah karena kontribusi dari berbagai kalangan, baik itu warga umum, akademisi, dan politisi.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

5. Valley Filling adalah salah satu metode DSM dengan tujuan mengatur Load Shape dengan
meningkatkan Load Factor. Load Factor ditingkatkan dengan mendorong konsumsi listrik selama
periode off-peak atau saat periode tidak sibuk dan bukan pada periode beban puncak. Dengan
begitu, variabilitas beban dapat dikurangi, ketajaman beban puncak dapat diredam, pemerataan
beban dapat dicapai, dan Load Factor yang dihasilkan bisa mencapai angka 1. Karena Load Factor
merupakan rasio antara konsumsi rata-rata per jam tahunan dengan konsumsi puncak maksimum
per jam tahunan. Konsumsi/permintaan listrik yang cenderung konstan akan menghasilkan plot
beban yang cenderung rata dan memberikan Load Factor yang mendekati 1.

Anda mungkin juga menyukai