Anda di halaman 1dari 44

Pengaruh Westernisasi Terhadap Masyarakat Indonesia

Dalam Bidang Pendidikan

Disusun oleh:

Fakhri Fadlurrohman Riyanto

PESANTREN UMAR BIN KHOTTOB PLUS (UBK PLUS)

Tahun Ajaran 2022-2023


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanya milik Allah l, sholawat dan salam selalu
tercurah kepada baginda kita nabi besar Muhammad ‫ﷺ‬. Berkat limpahan rahmat
dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul
Pengaruh Westernisasi Terhadap Masyarakat Indonesia Dalam Bidang
Pendidikan.

Karya ilmiah ini dapat terselesaikan tidak lepas karena bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak yang tulus dan sabar memberikan sumbangan baik
berupa materi pembahasan, ide dan juga bantuan lainnya yang tidak dapat
dijelaskan satu per satu.

Karya ilmiah ini disusun agar pembaca dapat memperluas wawasan


mengenai pengaruh westernisasi di Indonesia kepada masyarakat dalam bidang
pendidikan dan dampak bagi Indonesia yang penulis sajikan dari berbagai sumber
informasi dan referensi lainnya.

Penulis sadar bahwa karya ilmiah ini memiliki banyak kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Untuk itu, kepada ustadz Saefullah Abu Bakar selaku
guru pembimbing, penulis meminta perbaikan pembuatan karya ilmiah penulis di
masa yang akan datang dan penulis mengharapkan kritik dan saran dari guru
pembimbing dan para pembaca.

Bogor, 27 Oktober 2022

Fakhri Fadhlurrohman Riyanto

i
Daftar Isi

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................

BAB I..............................................................................................................................................

1.1. Latar Belakang..............................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah.........................................................................................1

1.3. Tujuan Penelitian..........................................................................................1

1.4. Manfaat Penelitian........................................................................................2

BAB II.............................................................................................................................................

2.1. Pengaruh Westernisasi..................................................................................3

2.1.1. Masyarakat.............................................................................................3

2.1.2. Pendidikan............................................................................................11

2.2. Dampak Westernisasi..................................................................................15

2.2.1. Masyarakat...........................................................................................15

2.2.2. Pendidikan............................................................................................22

BAB III.........................................................................................................................................

3.1. Kesimpulan.................................................................................................37

3.2. Saran............................................................................................................37

Daftar Pustaka...............................................................................................................................

ii
iii
BAB I
Pendahuluan

1.1. Latar Belakang


Pengaruh budaya barat atau yang dikenal dengan istilah “westernisasi” telah
terlihat jelas dewasa ini. Pola kehidupan masyarakat semakin lama semakin
hanyut dalam pola modern dengan berkiblat kepada sistem budaya barat yang
dianggap sebagai kebudayaan modern atau sebagai alternatif budaya masa kini.

Westernisasi merupakan salah satu penyebab dari perubahan zaman tersebut.


Westernisasi merupakan sebuah pengaruh budaya barat terhadap kehidupan
masyarakat Indonesia khususnya dalam bidang pendidikan.

Lalu bagaimana pengaruh dan dampak dari westernisasi tersebut kepada


masyarakat Indonesia khususnya dalam bidang pendidikan? Hal tersebut yang
akan dibahas dan dikaji lebih lanjut dalam karya ilmiah ini.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana pengaruh westernisasi terhadap masyarakat dan pendidikan di
Indonesia?

2. Bagaimana dampak westernisasi terhadap masyarakat dan pendidikan di


Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian


1. Mengetahui pengaruh westernisasi pada masyarakat dan pendidikan Indonesia.

2. Mengetahui dampak westernisasi pada masyarakat dan pendidikan Indonesia.

1
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak
yang membutuhkan baik secara teoritis maupun praktis, diantarnya:

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan


mengenai westernisasi, terutama pada masyarakat dan pendidikan di Indonesia
saat ini yang sudah berasimilasi dengan westernisasi.

2. Manfaat praktis

A. Bagi penulis: Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana yang bermanfaat
dalam mengimplementasikan pengetahuan penulis tentang westernisasi, terutama
pada masyarakat dan pendidikan di Indonesia.

B. Bagi guru: Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam


pengembangan teori mengenai westernisasi dalam lingkup pendidikan serta
menjadi sumber dan referensi dalam permasalahan di sekolah.

C. Bagi murid: Penelitian ini diharapkan dapat membantu murid dalam


memahami tentang westernisasi serta membuka wawasan murid terhadap
lingkungan mengenai pengaruh dan dampak dari westernisasi di Indonesia.

2
BAB II
Isi

2.1. Pengaruh Westernisasi


2.1.1. Masyarakat
Salah satu faktor yang memengaruhi munculnya westernisasi di Indonesia
biasanya disebabkan oleh faktor informasi yang datang melalui audiovisual dan
interaksi sosial terutama di pusat industri dan wisata. Kemajuan besar di bidang
komunikasi mengantarkan pada era informasi global yang berarti bahwa tidak ada
negara di dunia yang telah mengisolasi diri dari era informasi.1

Akibat tuntutan zaman yang segala aspek kehidupan pun berubah.


Westernisasi telah membawa perubahan salah satunya sektor ekonomi dan sistem
sosial budaya masyarakat. Akan tetapi yang sangat mengkhawatirkan adalah
perubahan sistem sosial budaya yang cenderung kebarat-baratan atau
westernisasi.2

Pengaruh tersebut terjadi pada masyarakat saat ini dalam berbagai bidang
kehidupan di antaranya, yaitu;

1. Pengaruh ilmu dan teknologi

Ilmu pengetahuan dan teknologi memegang peranan penting dalam


kehidupan saat ini. Negara yang ahli dalam ilmu pengetahuan dan teknologi akan
maju dan berkembang dan seiring waktu perkembangan ilmu pengetahuan pun
terjadi di berbagai sektor industri, yaitu; pertanian, pertambangan, ekonomi,
kesehatan, dan lain-lain.3

Ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia barat berkembang begitu pesat


sehingga terkadang jauh dari nilai manfaat dan kegunaan pada nilai kemanusiaan
1
Suharni Suharni, Westernisasi Sebagai Problema Pendidikan Era Modern, Jurnal Al-Ijtimaiyyah,
vol. 1, 2015.
2
Ibid.
3
Ibid.

3
dan lingkungan, contohnya industri pertambangan yang dengan sengaja
mengabaikan kerusakan lingkungan pertambangan dan mencemari lingkungan
sekitar, jika limbah tambang tidak kelola dengan baik dan benar.4

Temuan teknologi juga memengaruhi Indonesia untuk tidak dikatakan


lamban dan buntu dalam teknologi. Akibatnya, Indonesia mulai mengejar
ketertinggalan pada bidang ilmu dan teknologi serta melepaskan label terbelakang
dari dunia barat yang terkadang mengabaikan nilai-nilai fundamental Islam.5

2. Berkembangnya kebudayaan asing dalam masyarakat

Tumbuh dan berkembangnya kebudayaan telah menjadi kebiasaan kepada


manusia dengan alam dan lingkungan. Maka dari itu kebudayaan berubah seiring
perkembangan zaman. Adanya perbedaan budaya antar suku dan negara juga
memengaruhi masuknya budaya asing, terutama antara budaya asing dengan
budaya Islam. Salah satu perbedaannya terletak pada sistem nilai dan sikap
terhadap kehidupan per individu.6

Tujuan negara-negara barat melakukan westernisasi terhadap negara-


negara yang mayoritas penduduknya Islam adalah untuk mengubah sikap dan
konsep kehidupan umat Islam, terutama di Indonesia sesuai dengan keinginan
mereka.7

Oleh karena itu, upaya westernisasi oleh negara-negara barat ini ditandai
sebagai salah satu upaya barat untuk menghancurkan prinsip-prinsip fundamental
umat Islam, yang akan terjebak dalam mentalitas dan kehidupan barat. Seiring
berkembangnya pemikiran barat dalam jiwa umat Islam, nilai-nilai budaya Islam
akan menjadi hampa dan kering dalam jiwa umat Islam. Pola budaya barat yang
terlihat dalam kehidupan umat Islam terlihat jelas dalam kehidupan saat ini.

4
Ibid.
5
Ibid.
6
Yosepin Aprilianto, “Dampak Masuknya Budaya Barat Terhadap Masyarakat Indonesia”
(2017).
7
Ibid.

4
Setidaknya ini bisa dilihat di film, drama, acara TV, surat kabar, radio, dan dunia
lain yang mengabaikan nilai-nilai Islam.8

Pola lain yang paling terpengaruh oleh westernisasi adalah munculnya


konsep kebebasan tanpa batas dalam segala aspek kehidupan. Pemahaman ini
mulai menyerang pemuda dan pemudi Islam serta mengarahkan mereka untuk
melakukan pergaulan bebas tanpa batas, clubbing dan penggunaan pakaian yang
jauh dari nilai-nilai Islam sudah menjadi kebiasaan dalam kehidupan mereka,
apalagi sudah memiliki taraf hidup yang metropolis.9

Berikut pengaruh westernisasi dalam kebudayaan masyarakat:

1. Pengaruh positif:

A. Mendorong pertumbuhan ekonomi

Ketika barang maupun jasa banyak diminati dalam suatu kelompok


masyarakat, maka pemilik usaha akan bekerja lebih keras guna menghasilkan
barang-barang tersebut. Pada akhirnya, siklus ini akan menciptakan siklus
pembelian dan penjualan yang lebih cepat dan mendorong pertumbuhan
ekonomi.10

B. Meningkatkan kreativitas dan inovasi

Konsumen biasanya tertarik pada produk baru yang cenderung lebih


inovatif. Hal ini yang akan mendorong pemilik usaha terus menawarkan barang
atau jasa baru yang lebih menarik. Kreativitas akan terus meningkat dengan
banyaknya penelitian yang dilakukan.11

C. Penurunan biaya produksi

8
Ibid.
9
Ibid.
10
Louise Gaille. “15 Consumerism Pros and Cons” https://vittana.org/15-consumerism-pros-and-
cons
11
Ibid.

5
Karena minat pada barang semakin tinggi dan jumlah produksi barang
juga semakin meningkat. Maka semakin banyak jumlah produksi, semakin rendah
pula biaya yang dibutuhkan. Ini juga berdampak pada harga barang yang nanti
dibeli oleh konsumen menjadi lebih rendah.12

D. Mendorong banyaknya pekerja lepas dan wirausaha

Semakin banyak barang yang dibutuhkan, semakin banyak pula tenaga


kerja yang harus memproduksi barang. Oleh karena itu, konsumerisme juga
mendorong pekerja lepas dan wirausaha dalam membuat barang demi memenuhi
kebutuhan masyarakat yang konsumerisme. Di lain sisi agar bisa memenuhi
kebutuhan konsumtif, seseorang juga harus mendapatkan penghasilan tambahan.
Salah satunya menjadi pekerja lepas atau berwirausaha.13

E. Konsumen diberikan banyak pilihan

Konsumen saat ini diberikan lebih banyak pilihan produk oleh produsen,
sehingga konsumen dapat menemukan banyak pilihan daripada sebelumnya
beberapa kategori produk, seperti rasa minuman atau makanan baru dan banyak
lagi.14

2. Pengaruh negatif:

A. Peningkatan permintaan yang berlebihan

Peningkatan permintaan memang bisa membawa dampak yang positif bagi


siklus perekonomian. Namun segala sesuatu yang berlebihan tidaklah baik.
Peningkatan permintaan yang terlalu drastis apabila tidak bisa diimbangi dengan

12
Ibid.
13
Ibid.
14
Ibid.

6
ketersediaan sumber daya dan jumlah penawaran akan mengakibatkan kelangkaan
produk.15

B. Masalah kesehatan

Gaya hidup konsumtif juga dapat mengakibatkan masalah kesehatan. Hal


ini dikarenakan stres akibat bekerja keras atau akibat tekanan untuk terus
memenuhi keinginan yang tidak ada batasnya. Kesehatan psikologis juga bisa
terpengaruh jika keinginan seseorang tidak terpenuhi, yang bisa berdampak pada
depresi.16

C. Gaya hidup konsumtif

Dampak buruk gaya hidup konsumtif berikutnya adalah tidak terpenuhinya


kebutuhan. Perilaku konsumtif mengarahkan seseorang untuk memenuhi
keinginan, bukan kebutuhan. Bukanlah cerita yang asing ketika ada seseorang
yang mengorbankan kebutuhan penting seperti makan, kesehatan dan lain
sebagainya hanya untuk memenuhi keinginan semata.17

D. Mengacuhkan nilai spiritual

Kekayaan materi adalah faktor penentu apakah suatu masyarakat sudah


maju atau tidak. Meski bagus untuk kemajuan, tetapi gaya hidup konsumtif sering
kali mengakibatkan nilai-nilai spiritual semakin dikesampingkan.18

E. Ketidakseimbangan ekologis

15
Amitabh Shukla. “The Effects of Consumerism” https://www.paggu.com/business/world-
economy/the-effects-of-consumerism/
16
Ibid.
17
Ibid.
18
Ibid.

7
Untuk bisa memenuhi gaya hidup konsumtif, maka produksi juga harus
lebih intensif. Sayangnya, akan ada banyak habitat yang rusak demi menciptakan
lebih banyak produk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.19

19
Ibid.

8
3. Lunturnya budaya Indonesia akibat pengaruh globalisasi

Pada zaman modern seperti sekarang ini, westernisasi dan globalisasi


bukanlah istilah yang asing lagi bagi kita, hal tersebut seperti sudah mendarah
daging karena setiap aktivitas, makanan, pakaian dan gaya hidup kita sudah
terpengaruh oleh peradaban global.20

Kehadiran teknologi informasi dan teknologi komunikasi mempercepat


akselerasi proses globalisasi. Globalisasi menyentuh seluruh aspek penting
kehidupan serta menciptakan berbagai tantangan dan permasalahan baru yang
harus dijawab serta dipecahkan dalam upaya memanfaatkan globalisasi untuk
kepentingan kehidupan.21

Globalisasi sendiri merupakan sebuah istilah yang muncul sekitar 30 tahun


yang lalu, dan mulai populer baru sekitar 10 tahun terakhir. Sebagai istilah,
globalisasi dan westernisasi begitu mudah diterima atau dikenal masyarakat
seluruh dunia.22

Pada awalnya proses perkembangan globalisasi dan westernisasi ditandai


kemajuan bidang teknologi informasi dan komunikasi. Bidang tersebut
merupakan penggerak globalisasi. Dari kemajuan bidang ini kemudian
memengaruhi sektor-sektor lain dalam kehidupan, seperti bidang politik,
ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain. Hal ini akan terjadi interaksi antar
masyarakat dunia secara luas, yang akhirnya akan saling memengaruhi satu sama
lain, terutama pada kebudayaan daerah, seperti kebudayaan gotong royong,
menjenguk tetangga sakit dan lain-lain akan luntur.23

Globalisasi juga berpengaruh terhadap pemuda dalam kehidupan sehari-


hari, seperti budaya berpakaian yang kebarat-baratan, gaya rambut yang di cat
berwarna cara berbahasa yang disadur dengan bahasa asing dan sebagainya.

20
Dewi Sutria, “Implementasi Metode Batu Pijar Dalam Pembelajaran Matematika Untuk
Meningkatkan Aktifitas Dan Hasil Belajar Siswa Sd Negeri 47 Kota Jambi,” Jurnal Pesona Dasar
7, no. 2 (2019): 1–9.
21
Ibid.
22
Ibid.
23
Ibid.

9
Bagi Indonesia, proses globalisasi telah begitu terasa sejak awal
dilaksanakan pembangunan. Dengan kembalinya tenaga ahli Indonesia yang
menjalankan studi di luar negeri dan datangnya tenaga ahli dari negara asing,
proses globalisasi yang berupa pemikiran atau sistem nilai kehidupan mulai
diadopsi dan dilaksanakan sesuai dengan kondisi di Indonesia. 24

Globalisasi secara fisik ditandai dengan perkembangan kota-kota yang


menjadi bagian dari jaringan kota dunia. Hal ini dapat dilihat dari infrastruktur
telekomunikasi, jaringan transportasi, perusahaan-perusahaan yang berskala
internasional serta cabang-cabangnya.25 Berikut pengaruh globalisasi bagi bangsa
Indonesia, yaitu:

1. Pengaruh positif:

A. Perubahan tata nilai dan sikap

Dengan adanya globalisasi dalam budaya dapat menimbulkan pergeseran


nilai dan sikap masyarakat yang semula irasional menjadi rasional.26

B. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi

Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi masyarakat


menjadi lebih mudah dalam beraktivitas serta mendorong untuk berpikir lebih
maju.27

C. Tingkat kehidupan yang mumpuni

Terbukanya industri yang memproduksi alat- alat komunikasi dan


transportasi yang canggih ialah salah satu usaha dalam mengurangi pengangguran
serta meningkatkan taraf hidup masyarakat.28

D. Pengaruh pada bidang sosial budaya


24
Ibid.
25
Ibid.
26
Ibid.
27
Ibid.
28
Ibid.

10
Tingkatkan pendidikan menimpa tata nilai sosial budaya, metode hidup,
pola pikir yang baik ataupun ilmu pengetahuan serta teknologi dari bangsa lain
yang sudah maju dan tingkatkan etos kerja yang besar, suka bekerja keras,
disiplin, memiliki jiwa kemandirian, rasional, sportif, serta lain sebagainya.29

2. Pengaruh negatif:

A. Pola hidup konsumtif

Perkembangan industri yang pesat membuat penyediaan barang kebutuhan


masyarakat melimpah. Dengan begitu masyarakat mudah tertarik untuk
mengonsumsi barang dengan banyak opsi yang ada.30

B. Sikap individualisme

Masyarakat saat ini merasa dimudahkan dengan teknologi maju yang


membuat mereka merasa sudah tidak lagi memerlukan orang lain dalam
beraktivitas, tetapi kadang mereka lupa bahwa mereka adalah makhluk sosial.31

C. Kesenjangan sosial

Apabila dalam suatu komunitas masyarakat hanya ada sebagian orang


yang dapat mengikuti arus globalisasi, maka ini akan memperdalam jurang
pemisah antara individu dengan individu lain yang stagnan. Hal ini menimbulkan
kesenjangan sosial.32

2.1.2. Pendidikan
Pendidikan dalam arti luas adalah proses yang berkaitan dengan upaya
untuk mengembangkan pada diri seseorang mengenai tiga aspek dalam
kehidupannya, yakni pandangan hidup, sikap hidup dan keterampilan hidup.

29
Ibid.
30
Ibid.
31
Ibid.
32
Ibid.

11
Upaya untuk mengembangkan ketiga aspek tersebut bisa dilaksanakan di sekolah,
luar sekolah dan keluarga.33

Dengan mendasarkan pada konsep pendidikan tersebut di atas, maka


sesungguhnya pendidikan merupakan pembudayaan atau enkulturasi suatu proses
untuk menjadikan seseorang mampu hidup dalam suatu budaya tertentu.
Konsekuensi dari pernyataan di atas adalah praktik pendidikan harus sesuai
dengan budaya masyarakat yang nanti akan menimbulkan penyimpangan yang
dapat muncul dalam berbagai bentuk guncangan kehidupan individu dan
masyarakat.34

Berikut ini adalah efek dari pengaruh globalisasi pada bidang pendidikan:

1. McDonaldisasi

Dewasa ini masyarakat global dilanda dengan apa yang disebut


McDonaldisasi35 yang mana hampir dalam segala sendi kehidupan menerapkan
prinsip restoran cepat saji, konsekuensi nyata dari McDonaldisasi adalah
hilangnya banyak lapangan pekerjaan yang membutuhkan tenaga fisik manusia
dan mesin yang menggantikannya manusia dengan alasan lebih menghemat biaya
serta munculnya ekonomi berbasis pengetahuan.36

Dalam dunia pendidikan, McDonaldisasi mulai diterapkan sebagai


landasan rasionalisasi di zaman global ini. Pada prinsipnya Ritzer mengagas
rasionalisasi bertujuan atau rasional instrumen Durkheim.37

33
Firqiyah Nur Mufida and Inayatul Hidayati, “PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP
PENDIDIKAN INDONESIA” (2010): 5–7.
34
Ibid.
35
McDonaldisasi: Istilah yang dipakai oleh sosiolog George Ritzer dalam bukunya, The
McDonaldization of Society (1993). Ia menjelaskan bahwa McDonaldisasi terjadi ketika
suatu budaya memiliki ciri-ciri restoran makanan cepat saji.
36
Ibid.
37
Nur Mufida and Hidayati, “PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP PENDIDIKAN
INDONESIA.”

12
Namun Ritzer mengadopsi restoran cepat saji sebagai efisiensi,
kemudahan diperhitungkan, diprediksi dan dikontrol melalui teknologi dan
irasional rasionalitas (Ritzer, 201238; Abercrombie dkk, 201039).

Dalam dunia pendidikan tidak ada salahnya menerapkan McDonaldisasi


selama tidak menghancurkan esensi pendidikan itu sendiri, misalnya
menggunakan media pembelajaran mengiakan media komputerisasi selama
prinsip media pembelajaran diutamakan dan mampu membantu peserta didik
untuk meningkatkan kualitasnya sebagai manusia adalah hal yang baik, akan
tetapi jika jatuh pada fitur-fitur yang disediakan teknologi tersebut dengan
mengorbankan arti pendidikan itu sendiri adalah hal yang sangat
membahayakan.40

2. Moralitas Global

Barry Smart (2011: 102041) mengatakan “bagi Durkheim, moralitas selalu


terhubung dengan masyarakat, moralitas menjadi mungkin dikarenakan oleh
masyarakat”. Dari pandangan Durkheim justru menimbulkan masalah besar,
Durkheim hampir sama dengan pandangan umum dari segi epistemologi.

Pada era global ini yang menjadi salah satu etika yang sesuai adalah etika
objektif Ayn Rand, di mana akal budi adalah tolok ukur moral yang mampu
berpikir adalah kualitas primer manusia. Ayn Rand terpengaruh oleh Hegel dan
Kant dalam kontribusi kedua filosof tersebut sangat tampak.42

38
Ritzer, G.. Teori Sosiologi: dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern
(Kedelapan ed.). (S. Pasaribu, Widada, & E. Adinugraha, Penerj.) Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
2012
39
Abercrombie, N., Hill, S., & Turner, B. S. Kamus Sosiologi. (D. Noviyani, E. Adinugraha, &
Widada, Penerj.) Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
40
Nur Mufida and Hidayati, “PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP PENDIDIKAN
INDONESIA.”
41
Smart, B. Sosiologi, Moralitas dan Etika: Tentang Kebersamaan Dengan Yang Lain. Dalam G.
Ritzer, & B. Smart, Hand Book Teori Sosial (I. Muttaqien, D. S. Widowatie, & Waluyati, Penerj.,
hal. 1016-1038). Bandung: Nusa Media, 2011.
42
Ibid.

13
Terutama pada asumsi Ayn Rand (2003: 2443) mengenai “Tiga nilai utama
etika objektif yang merupakan sarana bagi dan realisasi secara bersama dari nilai
tertinggi seseorang adalah akal, budi, tujuan, harga diri bersama tiga kebajikan
padanya: rasionalitas, produktivitas dan kebanggaan”. Jika moralitas menjadi
mungkin dikarenakan oleh masyarakat. Maka individu menjadi irasional dan apa-
apa yang dipandang baik oleh masyarakat belum tentu baik dan apa-apa yang
dibenarkan oleh masyarakat juga belum tentu benar.

Era global bisa menjadi era yang mencerai-beraikan umat manusia dan
tentu saja menuntut individu untuk menjaga satu-satunya kualitas untuk dapat
dikatakan manusia, yaitu berpikir.44

Maka sejalan pula dengan hakikat tujuan pendidikan, yaitu memanusiakan


manusia, di mana manusia mempertahankan kualitas primernya sekecil apa pun
dengan semampunya demi mempertahankan peradaban manusia. Pendidikan
karakter bisa menjadi solusi dalam moralitas global dengan berlandaskan pada
prinsip moral demi menjaga kelangsungan hidup umat manusia dengan
berpatokan kebenaran moral yang jelas.45

3. Pendidikan sebagai alat perubahan

Pendidikan dalam arti luas ialah proses yang berkaitan dengan upaya
dalam mengembangkan pada diri seseorang mengenai tiga aspek dalam
kehidupannya, yakni pandangan hidup, sikap hidup dan keterampilan hidup.
Upaya untuk mengembangkan ketiga aspek tersebut bisa dilaksanakan di sekolah,
luar sekolah dan keluarga.46

43
Rand, A. Kebajikan Sang Diri: Konsep Baru Ego. (A. Asnawi, Penerj.) Yogyakarta: Ikon
Teraliteria, 2000.
44
Nur Mufida and Hidayati, “PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP PENDIDIKAN
INDONESIA.” hlm. 7
45
Ibid.
46
Ibid.

14
Menurut (Suryanto, 200647) “Ketika mendefinisikan hakikat pendidikan,
maka pendidikan merupakan suatu proses bagi manusia dalam mengenali diri
sendiri dengan segenap potensi yang dimilikinya serta memahami realitas yang
dihadapinya. Konsep pendidikan seperti itu mengacu pada pendidikan hadap
masalah”.

Konsep “pendidikan hadap masalah”48 dalam kerangka filosofisnya


mengikuti pola pendidikan kritis, di mana lebih menekankan keterlibatan aktif
peserta didik. Apabila mengacu pada sistem pendidik nasional di Indonesia, maka
pendidikan yang diterapkan saat ini masih jauh dari nilai-nilai pendidikan kritis.

Proses pendidikan tidak berlangsung dalam suasana yang steril dan


vakum, melainkan proses pendidikan akan senantiasa berinteraksi dengan
lingkungan baik itu sosial, budaya, politik, ekonomi dan agama. Oleh karenanya,
dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan, guru dan para pemegang
kebijakan di bidang pendidikan. Mereka harus senantiasa mengkaji dan
memahami perkembangan masyarakat.49

Menurut (Tilaar, 200350) “Saat ini banyak masalah yang akan dihadapi
oleh masyarakat Indonesia sebagai konsekuensi adanya perubahan-perubahan
sosial yang cepat pada masa mendatang. Oleh karena itu, arah serta konsep
kebijakan pendidikan nasional perlu mendapatkan perubahan dalam kebijakan
pendidikan, sehingga pendidikan mampu menjadikan dirinya sebagai bagian dari
proses perubahan”.

47
Suyanto, Dinamika Pendidikan Nasional dalam Percaturan Dunia Global, Jakarta: PSAP
Muhammadiyah, 2006.
48
Pendidikan hadap masalah: Metode pendidikan yang menjawab panggilan manusia untuk
menjadi subjek, di mana muatan pendidikan harus dapat disesuaikan dengan permasalahan-
permasalahan yang muncul.
49
Ibid.
50
Tilaar, H.AR, Kekuasaan dan Pendidikan Suatu Tinjauan dan Perspektif Studi Kultural, Jakarta:
Indonesia Terra, 2003.

15
2.2. Dampak Westernisasi
2.2.1. Masyarakat
Pengaruh arus globalisasi saat ini terjadi di setiap negara. Pengaruh ini
menyebabkan dampak luas di masyarakat pada setiap negara. Kemajuan ilmu dan
teknologi yang semakin maju menyebabkan perubahan budaya pada setiap
bangsa, arus asimilasi budaya akibat globalisasi ini setidaknya menyebabkan
banyak dampak negatif dan positif bagi agama dan budaya suatu bangsa
khususnya di Indonesia.51 Antara lain dampak negatif yang di timbulkan adalah:

1. Keraguan terhadap syariat Islam

Pengaruh westernisasi yang telah tumbuh lama di Indonesia sangat terasa


khususnya di bidang hukum. Hal ini disebabkan penjajahan dan kolonialisme
yang dilakukan oleh negara barat dalam segala bidang di masa lalu, sehingga
dampaknya masih terasa hingga saat ini. Dinamika yang muncul pada masyarakat
Indonesia yang mayoritas penduduk beragama Islam adalah keraguan dalam
menerapkan hukum syariat Islam. Dampak pengaruh penjajahan dari orang-orang
Eropa ini mengakibatkan berubahnya pola pikir bangsa Indonesia terhadap
penerapan hukum, bahkan sebagian masyarakat menganggap hukum syariat
adalah hukum usang yang tidak layak diterapkan lagi di masa sekarang ini.52

Hasilnya adalah pengadopsian hukum penjajah dalam masyarakat Islam


yang dianggap lebih modern dan terkini atau disebut hukum positif53 Indonesia.

Jika pun terdapat beberapa daerah di wilayah Indonesia seperti Aceh yang
berusaha menerapkan hukum syariat harus mengacu dan mengikuti aturan-aturan
hukum positif yang berlaku sekarang ini. Hal ini terjadi karena pengaruh
westernisasi di bidang hukum yang cukup mengakar dalam masyarakat Indonesia
dewasa ini.54

51
Suharni, Westernisasi Sebagai Problema Pendidikan Era Modern, vol. 1, p. .
52
Ibid.
53
Hukum positif (KBBI): Hukum yang sedang berlaku
54
Suharni, Westernisasi Sebagai Problema Pendidikan Era Modern, vol. 1, p. .

16
2. Akidah umat Islam yang rusak

Tidak dapat dipungkiri bahwa pengaruh westernisasi menyebabkan


rusaknya akidah dan moral masyarakat khususnya pada kalangan remaja.
Pengaruh dunia hiburan dewasa ini sangat membahayakan kalangan remaja,
musik-musik dengan lirik-lirik yang mengundang syahwat dilantunkan dengan
bebas tanpa sensor dan pengawasan yang ketat dari pemerintah. Penyediaan
panggung hiburan setiap pagi dan malam oleh lembaga penyiaran menyebabkan
terjadinya konsentrasi masa yang sangat besar, baik laki dan perempuan tanpa ada
pembatas. Maka tidak heran sering terjadi pelecehan seksual dan tindakan
kriminal lainnya ketika acara berlangsung atau sesudahnya.55

Hal di atas terjadi dengan menjiplak budaya barat dalam mengadakan


konser hiburan di negara mereka, padahal dalam Islam sangat tegas melarang
kegiatan yang tidak bermanfaat seperti ini, sebagaimana diutarakan oleh
Muhammad (198856) bahwa ”Mendengarkan nyanyian dan musik tidak terdapat
manfaatnya bagi jiwa dan tidak mengandung maslahat,57 bahkan faktor merusak
lebih besar daripada manfaatnya, nyanyian dan musik terhadap jiwa ibarat arak
terhadap badan yang membuat orang mabuk. Bahkan mabuk karena nyanyian dan
musik lebih besar efek yang ditimbulkan daripada mabuk karena arak itu sendiri.”

3. Adanya kehidupan masyarakat yang individualis

Pada zaman era globalisasi sekarang ini kehidupan yang bersifat


individualis telah mengakar dan menjadi tradisi dalam jiwa umat Islam, terutama
di Indonesia, terutama dalam pergaulan remaja generasi masa kini dan
kenyataannya mereka bebas tanpa menghiraukan norma-norma agama, minum-
minuman keras, pergi ke diskotek dan dalam kehidupan sehari-hari tidak
menghiraukan norma sosial serta bersifat mementingkan diri sendiri dan akhirnya

55
Ibid.
56
Muhammad bin Jameel Zeeno. Bimbingan Islam untuk Pribadi dan Masyarakat: Arab Saudi,
1988, h. 130
57
Maslahat (KBBI): Sesuatu yang mendatangkan kebaikan, keselamatan dan sebagainya; faedah;
guna

17
tenggelam dalam kemewahan hidup, kesombongan, huru-hara karena
menganggap kehidupan dunia adalah kehidupan indah dan kekal selama-lamanya.
Disisi lain, mereka juga tidak menghiraukan masyarakat yang hidup di bawah
kemiskinan dan sebegitu egois mereka yang telah hilang kasih sayang sebagai
sesama umat dan warga Indonesia di zaman sekarang ini.58

4. Adanya pemikiran masyarakat yang diwarnai oleh Sekularisasi

Persepsi masyarakat tentang kebahagiaan dan kesuksesan hanya dilihat


dari materi semata telah menggeser pemahaman qana’ah,59 kesederhanaan, sifat
tolong menolong dan kebersamaan sebagaimana yang telah diajarkan dalam
Islam, sehingga penyimpangan persepsi ini menyebabkan orang-orang
menghalalkan berbagai cara dalam memenuhi kebutuhan hidup di dunia dan
menganggap agama hanya untuk akhirat semata.60

Hal ini telah menggerogoti pada bidang pendidikan, misalnya pemisahan


ilmu-ilmu yang di gagas oleh para pemikir barat telah menyebabkan terpisahnya
antara ilmu yang dikelompokkan dengan ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu sains
yang terlepas dari nilai-nilai keagamaan, sehingga akibat dari pemisahan ini
terjadi ketidakseimbangan masyarakat dalam memperoleh ilmu secara utuh.61

Maka lahirlah para ilmuan di bidang sains yang melakukan penemuan-


penemuan baru tanpa batas dengan tidak menghiraukan nilai-nilai agama, seperti
penemuan di bidang militer untuk melakukan pembunuhan manusia secara massal
dan banyak penemuan pada bidang lainya yang merusak lingkungan serta alam.

Di samping itu ada beberapa dampak negatif yang timbul akibat dari
westernisasi dan ada juga membawa dampak positif yang sangat baik bagi negara
Indonesia, antara lain adalah umat Islam di Indonesia yang telah sadar atas
ketertinggalannya dalam bidang teknologi sehingga akan berusaha untuk

58
Suharni, Westernisasi Sebagai Problema Pendidikan Era Modern, vol. 1, p. .
59
Qana’ah atau Kanaah (KBBI): Rela menerima yang diberikan kepadanya oleh orang tua, atasan,
ataupun oleh Allah
60
Suharni, Westernisasi Sebagai Problema Pendidikan Era Modern, vol. 1, p. .
61
Ibid.

18
mengejar ketertinggalan itu. Kemudian pengaruh westernisasi dalam umat Islam
telah mengaktifkan kembali para dai untuk lebih giat dalam berdakwah kepada
umat Islam dan menyebarkan serta memperdalam agama Islam kepada
masyarakat luas dengan cara pengabdian, kajian-kajian, dan seminar-seminar
lainnya.62

5. Adanya budaya hedonisme

Salah satu dampak westernisasi, yaitu budaya hedonisme. Hedonisme


pada prinsipnya merupakan pandangan hidup yang menganggap bahwa tujuan
hidup yang paling utama, yaitu kesenangan dan kenikmatan. Budaya hedonisme
ini pun didukung dengan keberadaan tempat-tempat hasil dari produk
westernisasi, seperti restoran cepat saji, pusat perbelanjaan/mal, kafe, klub dan
lain-lainya yang cenderung menjual barang ataupun jasa dengan harga yang relatif
mahal.63

Menurut Larasti (201864) “Budaya hedonisme menyebabkan masyarakat


untuk tidak keberatan dalam menghabiskan uangnya hanya demi mendapatkan
kepuasan dan kesenangan semata”.

6. Dampak globalisasi pada cara berpikir masyarakat:

A. Solidaritas dunia maya

Banyak negara reformasi terjadi karena keterbukaan informasi yang


mereka dapatkan dari internet. Melalui teknologi informasi juga masyarakat di
belahan dunia mana pun bisa saling berhubungan, bertukar informasi dan juga
membangun apa yang disebut sebagai solidaritas dunia maya. The Network
Society sebagaimana pernah dikemukakan oleh Manuel Castells (2000:8665)

62
Ibid.
63
Larasati, D. Pengaruh dan Eksistensi Hallyu (KoreanWave) versus Westernisasi di Indonesia.
Jurnal Hubungan Internasional, 2018
64
Ibid.
65
Castells, Manuel, The Network Society, Cambridge: Polity Press, 2000.

19
membuka peluang bagi terciptanya jaringan aktivis global di semua bidang
termasuk di antaranya bidang hak asasi manusia.66

Sekarang ini menjadi sangat jamak di mana para aktivis di seluruh dunia
mampu berkoordinasi satu sama lain untuk memperjuangkan suatu isu dan
gagasan-gagasan tertentu. Ini dimungkinkan karena kemajuan dibidang
telekomunikasi dan transportasi. Dalam kondisi semacam ini, teknologi informasi
mampu mempromosikan demokratisasi politik dan sosial dalam skala luas.
Dengan kata lain globalisasi turut mempromosikan terbentuknya jaringan para
aktivis sosial dibidang HAM, kebebasan sipil, gender, perlindungan terhadap
anak, lingkungan, dan lain-lain.67

Sebagai contoh efektivitas kelompok solidaritas dunia maya ini dalam


bidang penegakan HAM, globalisasi memungkinkan tindakan-tindakan bersama
di mana suatu negara tidak bisa lagi bersembunyi dibalik yurisdiksinya. Demikian
pula sebuah Negara nasional bisa dikucilkan kapan saja ketika mereka melakukan
pelanggaran berat. Hal ini bisa dilakukan melalui embargo ekonomi ataupun
politik. Keterbukaan ini tercipta karena era globalisasi membuka peluang bagi
munculnya cara berpikir untuk menyelesaikan masalah-masalah secara global
pula, melakukan peran-peran global meski bukan melalui sebuah lembaga
negara.68

Selain kelompok solidaritas yang menyerukan isu-isu yang positif,


globalisasi juga memberikan jalan terbentuknya kelompok solidaritas dunia maya
yang bersifat negatif, seperti jaringan terorisme yang menghimpun orang-orang
karena kesamaan cara berpikir dan kepentingan. Budi Winarno mengemukakan,
“kelompok-kelompok Islam radikal dapat dikategorikan kelompok ini.” (Winarno,
2014:17869)

66
Khanisa, Dilema Kebebasan Dunia Maya: Kajian Dari Sudut Pandang Negara Cyber-
Freedom’S Dilemma: Country’S Point of View, n.d.,
http://widyariset.pusbindiklat.lipi.go.id/index.php/widyariset/article/view/17.
67
Ibid.
68
Ibid.
69
Winarno, Budi, Dinamika Isu-isu Global Kontemporer. Jakarta: Center of Academic Publisihing
Service, 2014

20
B. Gerakan Perempuan Transnasional

Kekerasan yang secara khusus berkaitan dengan gender terhadap kaum


perempuan telah menjadi politik transnasional70 kaum perempuan. Dalam era
globalisasi boleh dikatakan bahwa secara global peran perempuan masih tetap
didiskriminasikan dan dimarginalkan. “Mereka memegang hanya 1 persen dari
kekayaan dan sumber daya dunia, kurang dari 10 persen yang menjadi kepala
negara dan menteri kabinet, mayoritas pengungsi, buta huruf dan miskin”.
(Winarno, 2014:37271) Sementara itu perempuan juga menjadi pusat ketahanan
sosial dan materi keluarga serta masyarakat. Perempuan juga menjadi garda depan
gerakan lingkungan, perdamaian, pribumi, nasionalis, serta gerakan sosial dan
kritis lainnya. Pada dasarnya gerakan perempuan transnasional ini terlahir dari
kondisi kemiskinan, keterbelakangan ilmu pengetahuan dan kurangnya akses
perempuan dunia ketiga, yang secara ironis mendorong terjadinya migrasi luar
biasa para perempuan tersebut. Mereka tidak hanya menjadi buruh murah,
melainkan juga dijadikan budak seks dan korban kekerasan seksual di negara-
negara maju. (Winarno, 2014:37672) Oleh karenanya peran perempuan dalam era
globalisasi saat ini sangat banyak. Mereka mencoba meraih kesetaraan dalam
berbagai bidang meski hal itu membutuhkan perjuangan yang keras bagi
perempuan.

C. Dampak globalisasi pada ideologi

Ideologi memiliki sejarah yang panjang dan kompleks, yang tampak dalam
karya beberapa ilmuwan dalam ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Secara deskriptif
ideologi diistilahkan sebagai “cara berpikir, sistem kepercayaan, praktik-praktik
simbolik yang berhubungan dengan tindakan sosial dan politik.” (John B.
Thompson, 2014:1473) penggunaan istilah ini merupakan konsepsi yang netral

70
Transnasional (KBBI): Berkenaan dengan perluasan atau keluar dari batas-batas negara
71
Winarno, Budi, Dinamika Isu-isu Global Kontemporer, Jakarta: Center of Academic Publisihing
Service, 2014
72
Ibid.
73
Thompson, John B, Analisis Ideologi Dunia; Kritik Wacana Ideologi-ideologi Dunia,
Yogyakarta: IRCiSoD, 2014.

21
tentang ideologi, tidak ada upaya pada basis konsepsi ini untuk memisahkan
antara jenis-jenis tindakan dengan ideologi tersebut. Sedangkan istilah ideologi
secara kritis menunjukkan bahwa, “Ideologi secara mendasar berhubungan dengan
proses pembenaran hubungan kekuasaan yang tidak simetris dan berhubungan
dengan pembenaran sebuah dominasi”. (Thompson, 2014:1574)

7. Krisis pangan dunia

Salah satu ancaman globalisasi terhadap ekonomi adalah masalah


kelangkaan pangan. Ancaman krisis pangan termasuk dipengaruhi oleh intervensi
lembaga keuangan multilateral saat krisis di negara-negara berkembang, termasuk
Indonesia. Atas saran dana moneter internasional, anggaran dan subsidi pertanian
dipangkas serta budidaya pertanian diarahkan pada komoditas perkebunan
penghasil devisa untuk membayar hutang, sementara itu alokasi untuk investasi di
sektor industri seperti teknologi informasi dan manufaktur mengalami
peningkatan. Kondisi ini semakin parah dengan swastanisasi air yang menjadi
pelopor bank dunia (Samhadi, 2006: 3775).

Dalam konteks liberalisme pasar yang berpengaruh terhadap ketersediaan


pangan dan pemerintah diharapkan bijaksana dalam mekanisme impor dan ekspor
produk pangan. Impor dapat dilakukan dengan orientasi pemenuhan kebutuhan
domestik dan dilaksanakan pada skema birokrasi yang sehat. Adapun ekspor
diharapkan berorientasi pada keuntungan dan kesejahteraan petani.76

74
Ibid.
75
Samhadi, Sri Hartati, Menunggu Revolusi Kedua, Kompas, Edisi 6 Desember 2006
76
Ibid.

22
2.2.2. Pendidikan
Perkembangan dunia pendidikan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari
pengaruh perkembangan globalisasi, di mana ilmu pengetahuan dan teknologi
berkembang pesat. Era pasar bebas juga merupakan tantangan bagi dunia
pendidikan Indonesia, karena terbuka peluang lembaga pendidikan dan tenaga
pendidik dari mancanegara masuk ke Indonesia. Untuk menghadapi pasar global
maka kebijakan pendidikan nasional harus dapat meningkatkan mutu pendidikan,
baik akademik maupun non-akademik, dan memperbaiki manajemen pendidikan
agar lebih produktif dan efisien serta memberikan akses seluas-luasnya bagi
masyarakat untuk mendapatkan pendidikan.77

Lemahnya bangsa Indonesia dalam mencetak SDM yang berkualitas dan


bermoral yang dipersiapkan untuk terlibat dan berkiprah dalam kancah
globalisasi, menimbulkan dampak positif dan negatif dari pengaruh globalisasi
terhadap dunia pendidikan Indonesia dijelaskan dalam poin-poin berikut:

1. Dampak Positif :

A. Pengajaran interaktif dengan multimedia

Kemajuan teknologi akibat pesatnya arus globalisasi, mengubah pola


pengajaran pada dunia pendidikan. Pengajaran yang bersifat klasikal berubah
menjadi pengajaran yang berbasis teknologi baru seperti internet dan komputer.
Jika dibandingkan dengan zaman dahulu, guru menulis dengan sebatang kapur
dan sesekali membuat gambar sederhana atau menggunakan suara-suara dan
sarana sederhana lainnya untuk mengkomunikasikan pengetahuan dan informasi.
Sekarang sudah ada komputer, sehingga tulisan, film, suara, musik dan gambar
hidup dapat digabung menjadi suatu proses komunikasi.78

77
Herita Dewi. “Paradigma Analisis Kebijakan Pendidikan”
https://sumbarprov.go.id/home/news/8276-paradigma-analisis-kebijakan-pendidikan
78
Ibid.

23
B. Perubahan corak pendidikan

Longgarnya kekuatan kontrol pendidikan oleh negara. Tuntutan untuk


berkompetisi dan tekanan institusi global seperti IMF dan World Bank membuat
dunia politik dan pembuat kebijakan harus berkompromi untuk melakukan
perubahan. Lahirnya UUD 1945 yang telah diamendemen, UU Sisdiknas, dan PP
19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP79) setidaknya telah
membawa perubahan paradigma pendidikan dari sentralisasi menjadi
desentralisasi. Sekolah-sekolah atau satuan pendidikan berhak mengatur
kurikulumnya sendiri yang dianggap sesuai dengan karakteristik sekolahnya.
Kemudahan dalam mengakses informasi dalam dunia pendidikan, teknologi hasil
dari melambungnya globalisasi seperti internet dapat membantu siswa untuk
mengakses berbagai informasi dan ilmu pengetahuan serta berbagi riset antar
siswa terutama dengan mereka yang berjauhan tempat tinggalnya.80

Pembelajaran berorientasi kepada siswa dahulu pada kurikulum


didasarkan pada tingkat kemajuan sang guru, tetapi kurikulum sekarang
didasarkan pada tingkat kemajuan siswa. KBK yang dicanangkan pemerintah
tahun 2004 merupakan langkah awal pemerintah dalam mengikutsertakan secara
aktif siswa terhadap pelajaran di kelas yang kemudian disusul dengan KTSP yang
didasarkan pada tingkat satuan pendidikan.81

Bila pendapat di atas dianalisis dan disintesiskan, maka wujud pergeseran


paradigma pendidikan tersebut meliputi sebagai berikut:

1. Dari sentralisasi menuju desentralisasi kebijakan pendidikan

Dengan UU dan Peraturan Pemerintah mengenai otonomi daerah,


Kabupaten/Kota dan DPRD Kabupaten/Kota diberi wewenang membuat
Peraturan-peraturan Daerah mengenai pendidikan tingkat Kabupaten/Kota.
Dengan desentralisasi manajemen pendidikan tersebut. Dinas Pendidikan tingkat
Kabupaten/Kota sebagai perangkat pemerintah Kabupaten/Kota yang otonom
79
Standar Nasional Pendidikan (SNP) adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh
wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
80
Ibid.
81
Ibid

24
dapat membuat kebijakan pendidikan masing-masing sesuai wewenang yang
dilimpahkan kepada pemerintah Kabupaten/Kota dalam bidang pendidikan.
Bahkan dalam pengelolaan pendidikan pada tingkat Kabupaten/Kota, setiap
sekolah juga diberi peluang untuk membuat kebijakan sekolah (school policy)
masing-masing atas dasar konsep manajemen berbasis sekolah dan pendidikan
berbasis masyarakat.82

Dengan demikian, sebagian perubahan dan kemajuan pendidikan tingkat


Kabupaten/Kota sangat bergantung pada kemampuan mengembangkan kebijakan
pendidikan dari masing-masing Kepala Dinas Pendidikan tingkat
Kabupaten/Kota.
Desentralisasi manajemen pendidikan tersebut, dilaksanakan sejalan dengan
proses demokratisasi, sebagai proses distribusi tugas dan tanggung jawab dari
Depdiknas sampai di unit-unit satuan pendidikan. Iklim dan suasana mekanisme
demokratis tumbuh dan berkembang pada seluruh tingkat dan jalur pengelolaan
pendidikan, termasuk di sekolah-sekolah dan di dalam kelas-kelas. Oleh karena
itu, tidak heran jika sering ada terjadi unjuk rasa baik dari para guru, siswa, orang
tua siswa serta masyarakat yang menuntut perbaikan kebijakan sekolah yang tidak
sesuai harapan.83

2. Kebijakan yang top down menuju kebijakan yang bottom up

Sebelum otonomi, pendekatan pengembangan dan pembinaan pendidikan


dilakukan dengan mekanisme pendekatan top down approach.84 Berbagai
kebijakan pengembangan/pembinaan pendidikan hampir seluruhnya ditentukan
oleh Depdikbud dan dalam hal khusus provinsi ditentukan oleh Kanwil
Depdikbud dan dalam hal khusus Kabupaten/Kota ditentukan oleh
Kakandepdikbud untuk dilaksanakan oleh seluruh jajaran pelaksana di wilayah,
termasuk di sekolah-sekolah. Lain halnya dalam era reformasi yang sebagian

82
Ibid.
83
Ibid.
84
Kebijakan top down: Keputusan kebijakan yang dibentuk oleh para pejabat pemerintah (pusat)
dan implementasi kebijakan yang dilakukan tersentralistis dilaksanakan oleh administrator atau
birokrat pada level bawahnya.

25
besar upaya pengembangan pendidikan dilakukan dengan orientasi pendekatan
bottom up approach.85

Pendekatan bottom up harus terjadi dalam pengambilan keputusan di


setiap level instansi, misalnya sekolah, Dinas Kabupaten/Kota, yayasan
penyelenggara pendidikan, dan sebagainya. Berbagai aspirasi dan kebutuhan yang
menjadi kepentingan umum sesuai kondisi, potensi dan prospek sekolah yang
diakomodasi oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota sesuai wewenang dan
tanggung jawabnya serta hal-hal lainnya yang menjadi wewenang dan tanggung
jawab Dinas Provinsi diselesaikan pada tingkat Depdiknas.86

Oleh karenanya, tidak heran bila sering terjadi unjuk rasa dari para guru,
siswa, orang tua siswa, dan masyarakat menuntut perbaikan kebijakan pendidikan
yang tidak sesuai dengan harapan mereka dan berbagai aspirasi yang baik sudah
seyogyanya diterima oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota untuk ditindaklanjuti.87

3. Orientasi pengembangan yang parsial menuju orientasi pengembangan yang


holistik

Sebelum otonomi, orientasi pengembangan bersifat parsial. Misalnya,


pendidikan lebih ditekankan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi
menciptakan stabilitas politik dan teknologi. Pendidikan juga terlalu menekankan
segi kognitif, sedangkan segi spiritual, emosional, sosial, fisik dan seni kurang
mendapatkan tekanan (Paul Suparno, 2003:9888). Akibatnya anak didik kurang
berkembang secara menyeluruh. Dalam pembelajaran yang ditekankan
hanya untuk tahu, sedangkan unsur pendidikan yang lain adalah melakukan, 
hidup bersama, menjadi itu kurang menonjol. Kesadaran akan hidup bersama
kurang mendapat tekanan, dengan akibat anak didik lebih suka mementingkan
hidupnya sendiri. Selain itu, pendekatan dan pengajaran di sekolah kebanyakan
terpisah-pisah dan kurang terintegritas. Setiap mata pelajaran berdiri sendiri,
85
Kebijakan bottom up: Keputusan kebijakan berdasarkan masukan dari rakyat dan kemudian
disusun serta direalisasikan oleh pemerintah.
86
Ibid.
87
Ibid.
88
Paul Suparno. Miskonsepsi & Perubahan Konsep Fisika Grasindo. Jakarta, 2005.

26
seakan tidak ada kaitan dengan pelajaran lain. Berbeda dengan itu, setelah
reformasi orientasi pengembangan bersifat holistik. Pendidikan diarahkan untuk
pengembangan kesadaran untuk bersatu dalam kemajemukan budaya, menjunjung
tinggi nilai moral, kemanusiaan dan agama, kesadaran kreatif, produktif, dan
kesadaran hukum.89  

Menurut Paul Suparno (2003:10090) ”Pendidikan holistik dipengaruhi oleh


pandangan filsafat holisme dengan cirinya adalah keterkaitan (connectedness),
keutuhan (wholeness) dan proses menjadi (being)”.

4. Peran pemerintah yang dominan menuju meningkatnya peran serta masyarakat


secara kualitatif dan kuantitatif.

         Sebelum otonomi, peran pemerintah sangat dominan. Hampir semua aspek
dari pendidikan diputuskan kebijakan dan perencanaannya di tingkat Pusat,
sehingga daerah terkondisikan lebih hanya sebagai pelaksana (Sumarno,
2001:391). Pendidikan yang dikelola tanpa mengembangkan kemampuan
kreativitas masyarakat malah cenderung meniadakan partisipasi masyarakat di
dalam pengelolaan pendidikan. Lembaga pendidikan terisolasi dan tanggung
jawab sepenuhnya ada pada pemerintah pusat. Sedangkan masyarakat tidak
mempunyai wewenang untuk mengontrol jalannya pendidikan. Selain itu, dengan
sendirinya orang tua dan masyarakat sebagai konstituen dari sistem pendidikan
nasional yang terpenting, telah kehilangan peranannya dan tanggung jawabnya.
Mereka termasuk peserta didik telah menjadi korban, yaitu sebagai obyek dari
sistem yang otoriter (Tilaar, 1999:11392). Sesudah otonomi, ada perluasan peluang
bagi peran serta masyarakat dalam pendidikan baik secara kualitatif maupun
kuantitatif.

89
Herita Dewi. “Paradigma Analisis Kebijakan Pendidikan”
https://sumbarprov.go.id/home/news/8276-paradigma-analisis-kebijakan-pendidikan
90
Paul Suparno. Miskonsepsi & Perubahan Konsep Fisika Grasindo. Jakarta, 2005.
91
Sumarno. Kromatografi Teori Dasar, hal 30-34, Bagian Kimia Farmasi, Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada 2001.
92
Tilaar H.AR. Beberapa Agenda reformasi Pendidikan Nasional, Tera Indonesia, Jakarta, 1999.

27
5. Dari lemahnya peran institusi non sekolah menuju pemberdayaan institusi
masyarakat.

Sebelum era otonomi, peran institusi non sekolah sangat lemah. Dalam era
otonomi, masyarakat diberdayakan dengan segenap institusi sosial yang ada di
dalamnya, terutama institusi yang dilekatkan dengan fungsi mendidik generasi
penerus bangsa. Berbagai institusi kemasyarakatan harus ditingkatkan wawasan,
sikap, kemampuan, dan komitmennya sehingga dapat berperan serta secara aktif
dan bertanggung jawab dalam pendidikan. Institusi pendidikan tradisional seperti
pesantren, keluarga, lembaga adat serta berbagai wadah organisasi pemuda,
bahkan partai politik harus diberdayakan sehingga dapat mengembangkan fungsi
pendidikan dengan lebih baik dan menjadi bagian dari pendidikan nasional.93

Demikian juga, ada upaya peningkatan partisipasi dunia usaha/industri dan


sektor swasta dalam pendidikan karena sebagai pengguna sudah semestinya dunia
usaha juga ikut bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan. Dalam
upaya pemberdayaan masyarakat, perlu dilakukan pembenahan sebagai kebijakan
dasar, yaitu pengembangan kesadaran tunggal dalam kemajemukan,
pengembangan kebijakan sosial, pengayaan berkelanjutan dan pengembangan
kebijakan afirmatif.94(affirmative policy95)

6. Birokrasi yang berlebihan menuju debirokratisasi

          Sebelum otonomi, berbagai kegiatan pengembangan dan pembinaan diatur


dan dikontrol oleh pejabat-pejabat (birokrat-birokrat) melalui prosedur dan aturan-
aturan yang ketat, bahkan sebagiannya sangat ketat dan kaku. Hal ini
memengaruhi pengelolaan sebagian sekolah-sekolah, dalam iklim birokrasi
berlebihan. Dalam kondisi yang demikian, tidak jarang ditemukan adanya ”kasus
birokrasi yang berlebihan dari sebagian pejabat birokrat yang menggunakan

93
Ibid.
94
Ibid.
95
Affirmative policy atau Kebijakan afirmatif: Kebijakan yang diambil yang bertujuan agar
kelompok/golongan tertentu gender ataupun profesi memperoleh peluang yang setara dengan
kelompok/golongan lain dalam bidang yang sama.

28
kekuasaan berlebihan dalam pembinaan guru, siswa, dan pihak-pihak lainnya.
Keadaan ini telah mematikan prakarsa, daya cipta, dan karya inovatif di sekolah-
sekolah.96

Dalam era reformasi, terjadi proses debirokratisasi dengan jalan


memperpendek jalur birokrasi dalam penyelesaian masalah-masalah pendidikan
secara profesional, bukan atas dasar kekuasaan atau peraturan belaka. Hal ini
sesuai dengan prinsip profesionalisme dalam pendidikan dan juga pelimpahan
wewenang dan tanggung jawab dalam desentralisasi. Di samping itu juga
dilakukan deregulasi, dalam arti pengurangan aturan-aturan kebijakan pendidikan
yang tidak sesuai dengan kondisi, potensi, dan prospek sekolah, dan kepentingan
masyarakat (stakeholders) untuk berpartisipasi terhadap sekolah dalam bentuk
gagasan penyempurnaan kurikulum, peningkatan mutu guru, dana dan
prasarana/sarana untuk sekolah.97

7. Dari manajemen tertutup menjadi manajemen terbuka

Pada era reformasi, manajemen pendidikan menerapkan manajemen


terbuka dari hasil pembuatan kebijakan. Pelaksanaan kebijakan sampai pada
evaluasi, bahkan pada perbaikan kebijakan. Seluruh sumber daya yang digunakan
dalam pendidikan dipertanggungjawabkan secara terbuka kepada seluruh
kelompok masyarakat dan selanjutnya terbuka untuk menerima kritikan perbaikan
bila ditemukan hal-hal yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.98

C. Mendorong siswa untuk menciptakan karya inovatif

Perkembangan IPTEK pada era globalisasi bagi sebuah instansi


pendidikan seyogyanya bisa dimanfaatkan untuk mendorong siswa-siswanya agar
bisa menciptakan suatu karya yang inovatif. Sistem pembelajaran tradisional
hanya bersifat satu arah agaknya dapat menghambat perkembangan siswa. Oleh
96
Ibid.
97
Ibid.
98
Ibid.

29
karena itu diperlukan metode pembelajaran baru seperti metode student centered
learning99 yang nantinya bisa merangsang daya pikir siswa dan juga
meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar.100

2. Dampak Negatif:

A. Komersialisasi pendidikan

Era globalisasi mengancam kemurnian dalam pendidikan. Banyak


didirikan sekolah-sekolah dengan tujuan utama sebagai media bisnis. John
Micklethwait menggambarkan sebuah kisah tentang persaingan bisnis yang mulai
merambah dunia pendidikan dalam bukunya A Future Perfect: the Challenge and
Hidden Promise of Globalization “bahwa tibanya perusahaan pendidikan
menandai pendekatan kembali ke masa depan. Perusahaan-perusahaan ini harus
membuktikan bahwa mereka memberikan hasil, bukan hanya bagi murid, tapi
juga pemegang saham". (John Micklethwait, 2007:166101)

Di Indonesia, gerbang komersialisasi pendidikan, khususnya pendidikan


perguruan tinggi sudah bergulir sejak bergabungnya Indonesia menjadi salah satu
anggota dari World Trade Organization (WTO). Semenjak itu kepentingan
pemerintah disesuaikan dengan kepentingan WHO. Misalnya pada tahun 2009
lahir Undang-undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) yang meregulasi
tentang bentuk badan hukum lembaga pendidikan formal yang berbasis pada
otonomi kampus dan nirlaba. UU BHP ini membuat lembaga pendidikan dikelola
seperti perusahaan untuk keuntungan semaksimal mungkin. UU BHP cenderung
memperkecil kemungkinan negara, bahkan menghilangkan kewajiban negara
untuk mencerdaskan generasi muda dan menyediakan fasilitas pendidikan yang
berkualitas. Komersialisasi pendidikan berdampak semakin berkurangnya peran
negara dan adanya otonomi kampus. Otonomi kampus menjadikan universitas
99
Student centered learning: Metode pembelajaran yang menempatkan peran siswa sebagai subjek
pembelajaran dan guru hanya sebagai fasilitator.
100
Qonita Amini et al., “Pengaruh Globalisasi Terhadap Siswa Sekolah Dasar,” Jurnal Pendidikan
dan Dakwah 2, no. 3 (2020): 375–385, https://ejournal.stitpn.ac.id/index.php/pandawa.
101
John Micklethwait. A Future Perfect: the Challenge and Hidden Promise of Globalization.
2007

30
layaknya perusahaan yang bebas mencari sumber keuangan mandiri. Akhirnya
berbagai perguruan tinggi negeri (PTN) membuka pintu masuk seluas-luasnya
bagi calon mahasiswa. Hal ini diterapkan oleh perguruan tinggi sebagai sarana
penyerapan anggaran dari biaya masuk calon mahasiswa baru. Kebijakan ini
membuat universitas lebih mengedepankan kuantitas dari pada kualitas.102

B. Pengaruh dunia maya

Dunia maya selain sebagai sarana untuk mengakses informasi dengan


mudah juga dapat memberikan dampak negatif bagi siswa. Terdapat pula, aneka
macam materi yang berpengaruh negatif bertebaran di internet. Misalnya:
pornografi, kebencian, rasisme, kejahatan, kekerasan, dan sejenisnya. Berita yang
bersifat pelecehan seperti paedofil dan pelecehan seksual pun mudah diakses oleh
siapa pun, termasuk siswa. Barang-barang seperti alkohol, narkoba dan banyak
ditawarkan melalui internet. Digitalisasi pada berbagai aspek bidang merupakan
sebuah hal yang dilematik, di satu sisi hal tersebut menjadikan berbagai aktivitas
dapat dilakukan dengan efektif dan efisien. Pada sisi lain digitalisasi
memungkinkan gangguan-gangguan teknis terjadi dengan lebih mudah dengan
tingkat kerusakan yang lebih fatal. Cyber crime dan cyber warfare merupakan
beberapa terminologi yang biasa dilekatkan pada gangguan-gangguan melalui
dunia maya. Seperti yang sebelumnya dijabarkan pada kerangka konseptual,
kejahatan siber lebih berkaitan dengan aspek ekonomi, sedangkan perang siber
lebih berkaitan dengan militer-politik.103 Jeffrey Carr (2011104) menambahkan
pengertian mengenai kejahatan siber dan perang siber berkenaan dengan skala
ruang lingkup kedua termin tersebut.

Kejahatan siber mempunyai lingkup lebih kecil dan menjadi dapur uji
coba persenjataan yang akan digunakan pada perang siber. Ancaman dari dunia

102
Ali Fikri, “Pengaruh Globalisasi Dan Era Disrupsi Terhadap Pendidikan Dan Nilai-Nilai
Keislaman,” Sukma: Jurnal Pendidikan 3, no. 1 (2019): 117–136.
103
Ibid.
104
Jeffrey Carr. Inside Cyber Warfare: Mapping the Cyber Underworld. 2011

31
maya dianggap begitu membahayakan sehingga pada hari ini keamanan siber
menjadi pilihan wajib bagi setiap negara untuk dikembangkan.105

Dunia maya, bahkan sering dianggap sebagai wilayah pertahanan kelima


selain darat, perairan, udara, dan antariksa. Penguasaan teknologi informasi
menjadi sebuah kekuatan besar yang kemudian memunculkan kelompok-
kelompok gerilya yang menantang pemegang otoritas bermodalkan ilmu
pengetahuan dan perangkat teknologi yang dimilikinya.106

C. Ketergantungan

Mesin-mesin penggerak globalisasi seperti komputer dan internet dapat


menyebabkan kecanduan pada diri siswa ataupun guru. Sehingga guru ataupun
siswa terkesan tak bersemangat dalam proses belajar mengajar tanpa bantuan alat-
alat tersebut.107

D. Menurunnya kualitas moral siswa

Dampak buruk dari adanya globalisasi bagi dunia pendidikan adalah


menurunnya kualitas moral para siswa. Informasi di internet yang dapat diakses
secara leluasa sangat rawan dalam memengaruhi moral siswa, sebagai contoh
situs-situs yang berbau pornografi, serta adanya foto dan video yang tidak pantas
sangat mudah diakses dan merajalela di media sosial tanpa adanya filter. Adanya
konten-konten yang tidak baik tersebut bisa memengaruhi perilaku siswa baik
secara langsung maupun tidak langsung. Maka dari itu, agar moral siswa tidak
semakin rusak, perlu dikontrol serta perhatian dari orang tua siswa, guru dan
negara.108

105
Khanisa, Dilema Kebebasan Dunia Maya: Kajian Dari Sudut Pandang Negara Cyber-
Freedom’S Dilemma: Country’S Point of View.
106
Ibid.
107
Fikri, “Pengaruh Globalisasi Dan Era Disrupsi Terhadap Pendidikan Dan Nilai-Nilai
Keislaman.”
108
Ibid.

32
E. Meningkatnya kesenjangan sosial

Dampak buruk selanjutnya adalah meningkatnya kesenjangan sosial di


masyarakat. Metode pendidikan berbasis teknologi bisa menjadi kesempatan bagi
sebuah negara untuk meningkatkan pendidikannya, namun nyatanya kemajuan
teknologi dan informasi di dunia pendidikan perlu dibarengi dengan kesiapan
mental dan modal yang tentunya tidak sedikit. Di beberapa negara di dunia
khususnya negara berkembang, perkembangan teknologi hanya bisa dinikmati
sekolah-sekolah di wilayah perkotaan, sementara sekolah yang berada di wilayah
pedalaman terus tertinggal karena sulitnya akses dan kurangnya modal. Akibatnya
kesenjangan sosial di bidang pendidikan tidak dapat dibendung lagi.109

F. Tergerusnya kebudayaan lokal

Arus globalisasi yang sangat pesat juga bisa menggerus kebudayaan lokal
di sebuah negara. Perkembangan teknologi memungkinkan kontak budaya terjadi
melalui media massa, akibatnya pengaruh luar negeri dapat masuk dengan leluasa
ke sebuah negara.110

Pengaruh globalisasi dalam bidang pendidikan yang dikuasai dan


digerakkan oleh negara-negara maju bisa menjadi masalah bagi negara-negara
berkembang, tidak terkecuali bagi Indonesia yang memiliki beberapa pulau yang
masuk dalam kategori pulau terbesar di dunia. Akibat dari arus globalisasi ini,
budaya di Indonesia dikhawatirkan akan hilang karena pudarnya rasa
nasionalisme, berkurangnya sifat kekeluargaan, serta gaya hidup masyarakat yang
kebarat-baratan.111

Sebagai contoh dapat kita lihat dari gejala-gejala yang muncul dalam
kehidupan sehari-hari, remaja-remaja di Indonesia banyak yang berdandan meniru
selebriti Korea maupun Amerika. Remaja ini mengenakan pakaian yang tidak
pantas serta tidak sesuai dengan kebudayaan yang ada di Indonesia.112
109
Ibid.
110
Ibid.
111
Ibid.
112
Ibid.

33
G. Munculnya tradisi serba cepat dan instan

Dampak buruk globalisasi selanjutnya dalam dunia pendidikan adalah


munculnya tradisi serba cepat dan instan. Sikap arus globalisasi yang tidak tepat
bisa menjadikan pendidikan kehilangan orientasi idealnya, yaitu proses
pembelajaran. Orientasi pendidikan yang awalnya menekankan pada proses telah
berubah ke ranah pencapaian hasil. Akibatnya banyak orang yang hanya
menekankan pada hasil akhir ketika menempuh sebuah pendidikan, bahkan kini
semakin maraknya jual beli ijazah palsu karena banyak orang yang ingin cepat
mendapatkan keuntungan secara cepat dan instan. Tentu hal ini bisa menjadi
masalah yang besar dan merugikan negara jika tidak segera ditangani dengan
cepat. Globalisasi di dunia pendidikan perlu disikapi dengan bijak agar nantinya
tidak salah arah.113

H. Paradigma pendidikan nasional yang sekuler

Diakui atau tidak, sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini
adalah sistem pendidikan yang sekuler. Hal ini dapat terlihat antara lain pada UU
Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Bab VI tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan
bagian kesatu (umum) pasal 15 yang berbunyi: Jenis pendidikan mencakup
pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, advokasi, keagamaan, dan
khusus. Dari pasal ini tampak jelas adanya dikotomi pendidikan, yaitu pembagian
atas pendidikan agama dan pendidikan umum. Sistem pendidikan dikotomi
semacam ini terbukti telah gagal melahirkan manusia yang saleh sekaligus mampu
menjawab tantangan perkembangan melalui penguasaan sains dan teknologi
secara kelembagaan.114

Sekularisasi pendidikan tampak pada pendidikan agama melalui madrasah,


institusi agama, dan pesantren yang dikelola oleh Departemen Agama; sementara

Ibid.
113

Kalbin Salim, “Pengaruh Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan,” University Teknologi


114

Malaysia, no. January (2014): 1–11, https://www.researchgate.net/publication/271205216.

34
pendidikan umum melalui sekolah dasar, sekolah menengah, kejuruan dan
perguruan tinggi umum dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional. Terdapat
kesan yang sangat kuat bahwa pengembangan ilmu-ilmu kehidupan dilakukan
oleh Depdiknas dan dipandang sebagai tidak berhubungan dengan agama.
Pembentukan karakter siswa yang merupakan bagian terpenting dari proses
pendidikan justru kurang tergarap secara serius. Agama ditempatkan sekadar salah
satu aspek yang perannya sangat minimal, bukan menjadi landasan seluruh
aspek.115

Pendidikan yang sekuler ini memang bisa melahirkan orang yang


menguasai sains-teknologi melalui pendidikan umum yang diikutinya. Akan
tetapi, pendidikan semacam itu terbukti gagal membentuk kepribadian peserta
didik dan penguasaan ilmu agama. Banyak lulusan pendidikan umum yang buta
agama dan rapuh kepribadiannya. Sebaliknya, mereka yang belajar di lingkungan
pendidikan agama memang menguasai ilmu agama dan kepribadiannya pun
bagus, tetapi buta terhadap sains dan teknologi116.

I. Mahalnya Biaya Pendidikan

Pendidikan bermutu itu mahal, itulah kalimat yang sering terlontar di


kalangan masyarakat. Mereka menganggap begitu mahalnya biaya untuk
mengenyam pendidikan yang bermutu. Mahalnya biaya pendidikan dari taman
kanak-kanak (TK) sampai perguruan tinggi membuat masyarakat miskin memiliki
pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang
ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan manajemen berbasis
sekolah (MBS117), di mana Indonesia memaknai ini sebagai upaya untuk
melakukan mobilisasi dana. Karena itu, komite sekolah yang merupakan organ
MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha.118

115
Ibid.
116
Ibid.
117
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS): Pengelolaan satuan pendidikan untuk meningkatkan
mutu pendidikan melalui partisipasi warga sekolah dan masyarakat.
118
Salim, “Pengaruh Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan.”

35
Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas.
Hasilnya, setelah komite sekolah terbentuk, segala pungutan disodorkan kepada
wali murid sesuai keputusan komite sekolah. Namun dalam penggunaan dana,
tidak transparan. Karena komite sekolah adalah orang-orang dekat kepada
sekolah. Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum
Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke
bentuk Badan Hukum yang jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat
besar. Dengan perubahan status itu pemerintah secara mudah dapat melempar
tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada badan hukum yang tidak
jelas.119

J. Kualitas sumber daya manusia yang rendah

Akibat paradigma pendidikan nasional yang sekuler. Kualitas kepribadian


anak-anak di Indonesia semakin memprihatinkan dan dari sisi keahlian pun sangat
jauh, jika dibandingkan dengan negara lain. Pada negara-negara maju. SDM
menjadi prioritas utama dalam pembangunan pendidikan, SDM dipandang
sebagai pilar utama infrastruktur yang mapan di bidang pendidikan. Kondisi ini
berbeda dengan pendidikan di Indonesia yang dihadapkan pada persoalan
penyediaan SDM.120

Adanya ketidakcocokan antara lulusan dari semua jenjang pendidikan


dengan tuntutan masyarakat dalam dunia kerja merupakan satu contoh tugas bagi
dunia pendidikan di Indonesia yang harus segera dibenahi. Pendidikan masih
lebih memperlihatkan ini sebagai suatu beban dibanding sebagai suatu kekuatan
dalam pembangunan pendidikan dan ekonomi negara.121

119
Ibid.
120
Ruma Mubarok, “Dosen Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim
Malang Jl. Gajayana No. 50 Malang 65144 Jurnal El-Hikmah Fakultas Tarbiyah UIN Maliki
Malang 102,” Jurnal el-Hikmah Fakultas Tarbiyah UIN Maliki Malang, no. 50 (1993): 102–128.
121
Ibid.

36
Jika dipandang dari perspektif human capital theory,122 pendidikan Islam
sekarang ini dihadapkan pada persoalan underinvestment dalam modal manusia,
yaitu kurang dikembangkannya seluruh potensi SDM yang sangat dibutuhkan
bagi pembangunan dalam pendidikan dan ekonomi negara. Akibatnya, pendidikan
di Indonesia masih belum menunjukkan timbal balik yang dapat diukur dari
besarnya jumlah lulusan pendidikan yang terserap ke dalam dunia kerja. (Ace
Suryadi dan H.A.R. Tilaar, 1986: 15123)

Perubahan dalam kebudayaan masyarakat merupakan salah satu masalah


SDM di Indonesia saat ini. Menurut Ariel Heryanto (2015124) “Salah satu dampak
dari globalisasi pada perkotaan Indonesia pada kelas menengah adalah berupaya
merumuskan ulang identitas mereka, terutama pada kalangan muda. Mereka
berasal latar belakang yang cukup beragam, namun menyatu dengan ciri-ciri yang
sama, yaitu pendidikan dan kemampuan ekonomi yang tinggi, selera kultural, pola
konsumsi dan ketertarikan pada persoalan nasional dan internasional.125

122
Human captial theory atau teori modal manusia: Sebuah nilai ekonomi dari kemampuan dan
kualitas tenaga kerja yang memengaruhi produktivitas, termasuk pendidikan tinggi, pelatihan
teknis di tempat kerja, kesehatan, dan nilai-nilai lainnya seperti ketepatan waktu.
123
Ace Suryadi, HAR. Tilaar, Analisis Kebijakan Pendidikan: Suatu Pengantar, PT Remaja
Rosdakarya: Bandung. 1993
124
Ariel Heryanto. Identitas dan Kenikmatan: Politik Budaya Layar Indonesia, Kepustakaan
Populer Gramedia. 2015
125
Ibid.

37
BAB III
Penutup

3.1. Kesimpulan
Pengaruh westernisasi terhadap masyarakat dan pendidikan juga berimbas
kepada negara Indonesia saat ini baik dalam sistem dunia pendidikan maupun
kultur masyarakat Indonesia. Hal ini juga tidak terlepas dari peran para agen
perubahan, terutama para pengajar dan masyarakat yang didoktrin secara tidak
langsung oleh agen perubahan barat yang membawa ajarannya ke negara
Indonesia.

Ajaran yang dibawa oleh agen perubahan barat juga memiliki sisi positif
dan negatif. Namun pada kenyataannya lebih banyak membawa sisi negatif,
terutama dalam hal etika dan etiket masyarakat Indonesia.

Tentu hal ini bukan tanpa alasan karena kultur yang dibawa oleh agen
perubahan barat banyak yang tidak sesuai dengan budaya lokal, terutama dalam
hal etika dan etiket yang mana itu krusial dalam budaya di Asia termasuk
Indonesia.

3.2. Saran
Saran dari penulis adalah westernisasi tentu bisa menjadi tolak ukur dalam
menilai bagi negara maupun agen perubahan dalam menjalankan perubahan sosial
kepada masyarakat awam dan pendidikan. Akan tetapi, mereka harus memilah
mana sisi baik dan buruknya serta menerapkan sisi baiknya yang membangun
kualitas SDM Indonesia.

38
Daftar Pustaka
Amini, Qonita, Khofifah Rizkyah, Siti Nuralviah, and Nurvia Urfany. “Pengaruh
Globalisasi Terhadap Siswa Sekolah Dasar.” Jurnal Pendidikan dan Dakwah
2, no. 3 (2020): 375–385. https://ejournal.stitpn.ac.id/index.php/pandawa.

Aprilianto, Yosepin. “Dampak Masuknya Budaya Barat Terhadap Masyarakat


Indonesia” (2017).

Fikri, Ali. “Pengaruh Globalisasi Dan Era Disrupsi Terhadap Pendidikan Dan
Nilai-Nilai Keislaman.” Sukma: Jurnal Pendidikan 3, no. 1 (2019): 117–136.

Khanisa. Dilema Kebebasan Dunia Maya: Kajian Dari Sudut Pandang Negara
Cyber-Freedom’S Dilemma: Country’S Point of View, n.d.
http://widyariset.pusbindiklat.lipi.go.id/index.php/widyariset/article/view/17.

Mubarok, Ruma. “Dosen Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Maulana


Malik Ibrahim Malang Jl. Gajayana No. 50 Malang 65144 Jurnal El-Hikmah
Fakultas Tarbiyah UIN Maliki Malang 102.” Jurnal el-Hikmah Fakultas
Tarbiyah UIN Maliki Malang, no. 50 (1993): 102–128.

Nur Mufida, Firqiyah, and Inayatul Hidayati. “PENGARUH GLOBALISASI


TERHADAP PENDIDIKAN INDONESIA” (2010): 1–10.

Salim, Kalbin. “Pengaruh Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan.” University


Teknologi Malaysia, no. January (2014): 1–11.
https://www.researchgate.net/publication/271205216.

Suharni, Suharni. Westernisasi Sebagai Problema Pendidikan Era Modern.


Jurnal Al-Ijtimaiyyah. Vol. 1, 2015.

Sutria, Dewi. “Implementasi Metode Batu Pijar Dalam Pembelajaran Matematika


Untuk Meningkatkan Aktifitas Dan Hasil Belajar Siswa Sd Negeri 47 Kota
Jambi.” Jurnal Pesona Dasar 7, no. 2 (2019): 1–9.

Hariyono, P. Hubungan Gaya Hidup dan Konformitas dengan Perilaku Konsumtif


pada Remaja. eJournal Psikolog. 2015.

39
Ritzer, G. Teori Sosiologi: dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir
Postmodern (Kedelapan ed.). (S. Pasaribu, Widada, & E. Adinugraha,
Penerj.) Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2012.

Abercrombie, N., Hill, S., & Turner, B. S. Kamus Sosiologi. (D. Noviyani, E.
Adinugraha, & Widada, Penerj.) Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.

Smart, B. Sosiologi, Moralitas dan Etika: Tentang Kebersamaan Dengan Yang


Lain. Dalam G. Ritzer, & B. Smart, Hand Book Teori Sosial (I. Muttaqien,
D. S. Widowatie, & Waluyati, Penerj., hal. 1016-1038). Bandung: Nusa
Media, 2011.
John Micklethwait. A Future Perfect: the Challenge and Hidden Promise of
Globalization. 2007.
Ace Suryadi, HAR. Tilaar, Analisis Kebijakan Pendidikan: Suatu Pengantar, PT
Remaja Rosdakarya: Bandung. 1993.
Ariel Heryanto. Identitas dan Kenikmatan: Politik Budaya Layar Indonesia,
Kepustakaan Populer Gramedia. 2015.
Paul Suparno. Miskonsepsi & Perubahan Konsep Fisika Grasindo. Jakarta, 2005.
Amitabh Shukla. “The Effects of Consumerism”
https://www.paggu.com/business/world-economy/the-effects-of-
consumerism/
Louise Gaille. “15 Consumerism Pros and Cons” https://vittana.org/15-
consumerism-pros-and-cons
Herita Dewi. “Paradigma Analisis Kebijakan Pendidikan”
https://sumbarprov.go.id/home/news/8276-paradigma-analisis-kebijakan-
pendidikan

40

Anda mungkin juga menyukai