Anda di halaman 1dari 16

LOGBOOK

GANGGUAN SISTEM
PERSYARAFAN
FORMAT KONTRAK BELAJAR KMB SISTEM PERSYARAFAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SOL (SPACE OCCUPYING LESION)

Periode : 2022/2023
Unit :
Preseptee ;
Preseptor Akademik :

No. Kompetensi Elemen Kompetensi Tanggal Paraf Paraf Paraf


Pencapaian mahasiswa Preceptor Preceptor
Akademik Klinik
1 Memahami dan Pengkajian:
menerapkan asuhan 1. Wawancara
keperawatan pasien a. Identitas klien
dengan gangguan Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
sistem persyarafan pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan MRS,
(SOL/ Space nomor register, dan diagnosis medis.
Occupying Lesion) b. Keluhan utama
Kelemahan: apakah ada nyeri kepala serta apakah klien penurunan
kesadaran
c. Data riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Demam, anoreksi dan malaise peninggian tekanan intrakranial serta
gejala nerologik fokal.
2) Riwayat penyakit dahulu
Pernah, atau tidak menderita infeksi telinga (otitis media,mastoiditis) atau
infeksi paru – paru (bronkiektaksis, abses paru, empiema), jantung
(endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit).
- Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, parestesia, timbul kejang, gangguan penglihatan.
Tanda :Penurunan status mental dan kesadaran. Kehilangan memori, sulit
dalam keputusan,afasia, mata : pupil unisokor (peningkatan TIK),

2
nistagmus, kejang umum lokal.
- Nyeri / kenyamanan
Gejala : Sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan, leher /
pungung kaku.
Tanda : Tampak terus terjaga, menangis / mengeluh.
- Pernapasan
Gejala : Adanya riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda : Peningkatan kerja pernapasan (episode awal).
- Keamanan
Gejala : adanya riwayat ISPA / infeksi lain meliputi : mastoiditis, telinga
tengah, sinus abses gigi, infeksi pelvis, abdomen atau kulit, fungsi lumbal,
pembedahan, fraktur pada tengkorak / cedera kepala
3) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi atau diabetes
melitus
4) Riwayat psikososial dan spiritual
Perubahan kepribadian dan perilaku klien, perubahan mental, kesulitan
mengambil keputusan, kecemasan dan ketakutan hopitalisasi, diagnostic
test dan prosedur pembedahan, adanya perubahan peran.

2. Pemeriksaan fisik
1. Kepala
Pasien pernah mengalami bentuk kepala normocephalik.
2. Mata
Penurunan pengelihatan, hilangnya ketajaman atau diplopia.
3. Hidung
Mengeluh bau yang tidak biasanya, pada lobus frontal.
4. Mulut
Ketidakmampuan sensasi (parathesia atau anasthesia).
5. Dada
- Inspeksi : Bentuk simetris dan pernafasan tidak teratur

3
- Palpasi : Tidak adanya massa dan benjolan.
- Perkusi : Nyeri tidak ada, bunyi jantung lup-dup.
- Auskultasi: Pada pernafasan biasanya suara terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan
6. Abdomen
Mual dan muntah terjadi akibat peningkatan tekanan intrakranial
sehingga menekan pusat muntah pada otak. Gejala mual dan muntah ini
biasanya akan diikuti dengan penurunan nafsu makan pada pasien.
Kondisi mulut bersih dan mukosa lembab.
7. Ekstremitas
Pada klien biasanya didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh

3. Pemeriksaan Penunjang
a. CT Scan : memberi informasi spesifik mengenal jumlah, ukuran, kepadatan,
jejastumor, dan meluasnya edema serebral sekunder serta memberi informasi
tentang sistem vaskuler.
b. MRI : membantu dalam mendeteksi jejas yang kecil dan tumor didalam
batang otak dan daerah hiposisis, dimana tulang menggangu dalam
gambaran yang menggunakan CT Scan.
c. Biopsi stereotaktik : dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan
untuk memberi dasar pengobatan seta informasi prognosi.
d. Angiografi : memberi gambaran pembuluh darah serebal dan letak tumor.
e. Elektroensefalografi (EEG) : mendeteksi gelombang otak abnormal pada
daerah yangditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi
lobus temporal padawaktu kejang (Doenges, 2000)

4. Masalah Keperawatan
a. Resiko Perfusi jaringan serebral tidak efektif, ditandai dengan:
 DO :
1) Gangguan status mental

4
2) Perubahan perilaku
3) Perubahan respon motoric
4) Perubahan reaksi pupil
5) Kesulitan menelan
6) Kelemahan atau paralisis ekstremitas
7) Abnormalitas bicara
 Faktor yang berhubungan:
1) Gangguan afinitas Hb oksigen
2) Penurunan konsentrasi Hb
3) Hypervolemia
4) Hipoventilasi
5) Gangguan transport O2
6) Gangguan aliran arteri dan vena

Tujuan & Kriteria Hasil: setelah dilakukan tindakan keperawatan


diharapkan klien memiliki tekanan intrakranial ≤ 15 mmHg, tekanan arteri
rata – rata (MAP) ≥ 70 mmHg, tekanan perfusi serebral (CPP) ≥ 50 mmHg,
pengkajian neurologis dan TTV sesuai dengan hasil pemeriksaan awal atau
lebih baik, tidak ada manifestasi dari peningktan TIK dan/atau herniasi, dan
suhu tubuh ≤ 38,5oC

Intervensi:
Manajemen peningkatan TIK
1) Identifikasi penyebab peningkatan TIK
2) Monitor status neurologis, MAP, CVP, PAP, ICP
3) Monitor status pernafasan, monitor CSS
Pemantauan TIK
1) Monitor peningkatan TTV, pernafasan, penurunan fungsi jantung
2) Posisikan kepala sedikit ditinggikan
3) Beri trombolitik intravena, antikoagulan, antitrombosit, antihipertensi

b. Gangguan komunikasi verbal, ditandai dengan:

5
Definisi: penurunan, perlambatan, atau ketiadaan kemampuan untuk
menerima, memproses, mengirim, dan/atau menggunakan sistem simbol.

Gejala dan tanda mayor


Subjektif: -
Objektif:
1. Tidak mampu berbicara atau mendengar
2. Menunjukkan respon tidak sesuai

Gejala dan tanda minor


Subjektif: -
Objektif:
1. Afasia
2. Disfasia
3. Apraksia
4. Disleksia
5. Disatria
6. Afonia
7. Dislalia
8. Pelo
9. Gagap
10. Tidak ada kontak mata
11. Sulit memahami komunikasi
12. Sulit mempertahankan komunikasi
13. Sulit menggunakan ekspresi wajah atau tubuh
14. Tidak mampu menggunakan ekspresi wajah atau tubuh
15. Sulit menyusun kalimat
16. Verbalisasi tidak tepat
17. Sulit mengungkapkan kata-kata
18. Disorientasi orang, ruang, waktu
19. Defisit penglihatan
20. Delusi

Tujuan & Kriteria Hasil: Setelah dilakukan tindakan keperawatan

6
diharapkan kemampuan bicara klien dapat kembali normal, dengan kriteria
hasil: kemampuan bicara meningkat, kontak mata meningkat, dan afasia
menurun.

Intervensi:
Promosi Komuniksi: Defisit Bicara
Observasi
1) Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas, volume, dan diksi bicara
2) Monitor proses kognitif, anatomis, dan fisiologis yang berkaitan dengan
bicara (mis. memori, pendengaran, dan bahasa)
3) Monitor frustrasi, marah, depresi, atau hal lain yang mengganggu bicara
4) Identifikasi perilaku emosional dan fisik sebagai bentuk komunikasi

Terapeutik
1) Gunakan metode komunikasi alternatif (mis. menulis, mata berkedip,
papan komunikasi dengan gambar dan huruf, isyarat tangan, dan
komputer)
2) Monitor status neurologis, MAP, CVP, PAP, ICP
3) Monitor status pernafasan, monitor CSS
4) Sesuaikan gaya komunikasi dengan kebutuhan, mis: bersin di depan
pasien, dengarkan dengan seksama, tunjukkan satu gagasan atau
perikiran sekaligus, bicarakan dengan perlahan sambil menghindari
teriakan, gunakan komunikasi tertentu, atau meminta bantuan keluarga
untuk memahami ucapan pasien)
5) Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bantuan
6) Ulangi apa yang disampaikan pasien
7) Berikan dukungan psikologis
8) Gunakan juru bicara, jika perlu
Edukasi
1) Anjurkan berbicara perlahan
2) Ajarkan pasien dan keluarga proses kognitif, anatomis, dan fisiologis
yang berhubungan dengan kemampuan berbicara

7
Kolaborasi
1) Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis

Pemantauan TIK
1) Monitor peningkatan TTV, pernafasan, penurunan fungsi jantung
2) Posisikan kepala sedikit ditinggikan
3) Beri trombolitik intravena, antikoagulan, antitrombosit, antihipertensi

Pemantauan Neurologis
Observasi
1) Monitor ukuran, bentuk, kesimetrisan, dan reaktifitas pupil
2) Monitor tingkat kesadaran (ml. menggunakan Skala Koma Glasgow)
3) Monitor tingkat orientasi
4) Monitor ingatan terakhir, rentang perhatian, memori masa lalu, mood,
dan perilaku
5) Monitor tanda-tanda vital
6) Monitor status pemapasan: Analisa Gas Darah, oksimetri nadi,
kedalaman napas, pola
7) napas, dan usaha napas
8) Monitor parameter he modinamika invasif, jika perlu
9) Monitor IP (Intracranial Pressum) dan PP (Cerebral Perfusion Pressure)
10) Monitor refleks kornea
11) Monitor batuk dan refleks muntah
12) Monitor irama otot, gerakan motor, gaya berjalan, dan propnosepsi
13) Monitor kekuatan pegangan
14) Monitor adanya tremor
15) Monitor kesimetrisan wajah
16) Monitor gangguan visual: diplopia, nistagmus, pemotongan bidang
visual, penglihatan kabur, dan ketajaman penglihatan
17) Monitor keluhan sakit kepala
18) Monitor karakteristik bicara: kelancaran, kehadiran afasia, atau kesulitan
mencari kata
19) Monitor diskriminasi tajam / tumpul atau panas / dingin
20) Monitor parestesi (mati rasa dan kesemutan)

8
21) Monitor pola berkeringat
22) Monitor respons Babinski
23) Monitor respons Cusbing
24) Monitor balutan kraniotomi atau laminektomi terhadap adanya crainase
25) Monitor respons terhadap pengobatan

Terapeutik
1) Tingkatkan frekuensi pemantauan neurologis, jika perlu
2) Hindari aktivitas yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial
3) Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
4) Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

c. Ansietas, ditandai dengan:


Definisi: Kondisi emosi dan pengalaman subjektif individu terhadap objek
yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang menungkinkan
individu melakukan tindakan untuk menhadapi ancaman

Gejala dan tanda mayor


Subjektif:
1. Merasa bingung
2. Merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang di hadapi
3. Sulit berkonsentrasi
Objektif:
1. Tampak gelisah
2. Tampak tegang
3. Sulit tidur

Gejala dan tanda minor


Subjektif: -

9
1. Mengeluh pusing
2. Anoreksia
3. Palpitasi
4. Merasa tidak berdaya
Objektif:
1. Frekuensi napas meningkat
2. Frekuensi nadi meningkat
3. Tekanan darah meningkat
4. Diafouresis
5. Tremor
6. Muka tampak pucat
7. Suara bergetar
8. Kontak mata buruk
9. Sering berkemih
10. Berorientasi pada masalalu

Tujuan & Kriteria Hasil: Setelah dilakukan tindakan keperawatan


diharapkan verbalisasi khawatir akibat kondisi yang di hadapi menurun,
keluhan pusing menurun, palpitasi menurun, frekuensi pernafasan menurun,
tekanan darah menurun dan frekuensi nadi menurun.

Intervensi :
Reduksi ansietas
Observasi

1) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis. kondisi, waktu, stresor)


2) Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
3) Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)

Terapeutik
1) Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
2) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan

10
3) Pahami situasi yang membuat ansietas dengarkan dengan penah
perhatian
4) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
5) Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan
6) Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
7) Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan datang

Edukasi
1) Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
2) Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan, dan
prognosis
3) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
4) Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai kebutuhan
5) Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
6) Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
7) Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
8) Latih teknik relaksasi

Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian obat anlansietas, jika perlu

11
Patofisiologi

12
INFORMASI TAMBAHAN
 Pengertian

SOL (Space Occupying Lesion) merupakan generalisasi masalah mengenai adanya lesi
pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Terdapat beberapa penyebab yang
dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio serebri, hematoma, infark, abses otak
dan tumor pada intracranial (Smeltzer & Bare, 2013).

Tumor otak adalah lesi oleh karena ada desakan ruang baik jinak/ganas yang tumbuh di
otak, meningen dan tengkorak. Tumor otak merupakan salah satu tumor susunan saraf
pusat, baik ganas maupun tidak. Tumor ganas disusunan saraf pusat adalah semua proses
neoplastik yang terdapat dalam intracranial atau dalam kanalis spinalis, yang mempunyai
sebagian atau seluruh sifat-sifat proses ganas spesifik seperti yang berasal dari sel-sel saraf
di meaningen otak, termasuk juga tumor yang berasal dari sel penunjang (Neuroglia), sel
epitel pembuluh darah dan selaput otak. (Fransisca, 2008).

 PEMERIKSAAN GCS
Glasgow Coma Scale sudah digunakan secara luas untuk menentukan tingkat kesadaran
penderita. Glasgow Coma Scale meliputi :
a. Eye/Mata
Spontan membuka mata 4
Membuka mata dengan perintah (suara) 3
Membuka mata dengan rangsang nyeri 2
Tidak membuka mata dengan rangsang apapun 1
b. Verbal
Berorientasi baik 5
Disorientasi 4
Bisa membentuk kata tapi tidak bisa membentuk kalimat 3
Bisa mengeluarkan suara yang tidak memiliki arti 2
Tidak bersuara 1
c. Motorik
Menurut perintah 6
Dapat melokalisir rangsang nyeri 5

13
Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak (withdrawal) 4
Menjauhi rangsang nyeri 3
Ekstensi spontan 2
Tak ada gerakan 1
Kriteria : kesadaran baik/normal : GCS 15 Koma : GCS < 7

 Tingkat Kesadaran Kualitatif :


a. Compos mentis
Yaitu sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun terhadap lingkungannya. Klien
dapat menjawab pertanyaan pemeriksa dengan baik.
b. Apatis
Keadaan di mana klien tampak segan dan acuk tak acuh terhadap lingkungannya.
c. Delirium
Yaitu penurunan kesadaran disertai kekacauan motorik dan siklus tidur bangun yang
terganggu. Klien tampak gaduh gelisah, kacau, disorientasi dan meronta-ronta.
d. Somnolen (letergia, obtundasi, hipersomnia)
Yaitu keadaan mengantuk yang masih dapat pulih bila dirangsang, tetapi bila rangsang
berhenti, klien akan tertidur kembali.
e. Sopor (stupor)
Keadaan mengantuk yang dalam, klien masih dapat dibangunkan dengan rangsang
yang kuat, misalnya rangsang nyeri, tetapi klien tidak terbangun sempurna dan tidak
dapat memberikan jawaban verbal yang baik.
f. Semi-koma (koma ringan)
Yaitu penurunan kesadaran yang tidak memberikan respons terhadap rangsang verbal,
dan tidak dapat dibangunkan sama sekali, tetapi refleks (kornea, pupil) masih baik.
Respons terhadap rangsang nyeri tidak adekuat.
g. Koma
Yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak ada gerakan spontan dan tidak
ada respons terhadap rangsang nyeri.

 Pemeriksaan Saraf Kranial


a. Saraf 1 (olfaktorius)
Teknik pemeriksaan dimulai dengan mata klien ditutup dan pada saat yang sama satu
lubang hidung ditutup, klien diminta membedakan zat aromatis lemah seperti vanili,
cologne dan cengkeh (Mutaqin, 2011).
b. Saraf II (optikus)
Pemeriksaan saraf optikus meliputi tes ketajaman penglihatan, tes lapang pandang dan
tes fundus (Mutaqin, 2011).
c. Saraf III (okulomotor), IV (troklearis), VI (abdusen)
Pemeriksaan saraf okulomotor, troklearis dan abdusen meliputi pemeriksaan fungsi
dan reaksi pupil, observasi bentuk dan ukuran pupil, perbandingan pupil kanan dan
kiri, pemeriksaan refleks pupil, pemeriksaan gerakan bolamata volunter dan involunter
(Mutaqin, 2011).

14
d. Saraf V (trigeminus)
Pemeriksaan fungsi saraf trigeminus meliputi pemeriksaan fungsi motorik saraf
trigeminus, pemeriksaan fungsi saraf sensorik trigeminus dan pemeriksaan refleks
trigeminal (Mutaqin, 2011).
e. Saraf VII
Teknik pemeriksaan saraf fasialis adalah dengan menginspeksi adanya asimetri wajah,
kemudian lakukan tes kekuatan otot dengan meminta klien memandang keatas dan
mengerutkan dahi, selanjutnya klien disuruh menutup kedua matanya dengan kuat dan
bandingkan seberapa dalam bulu mata terbenam dan kemudian mencoba memaksa
kedua mata klien untuk terbuka (Mutaqin, 2011).
f. Saraf VIII (vestibulokoklearis/saraf akustikus)
Perawat dapat memeriksa fungsi vestibular dimulai dengan mengkaji adanya keluhan
pusing, gangguan pendengaran. Pemeriksaan vestibular dapat dengan pemeriksaan
pendengaran dengan garputala (Mutaqin, 2011)
g. Saraf IX dan X (glosofaringeus dan vagus)
Langkah pertama evaluasi saraf glosofaringeus dan vagus adalah pemeriksaan palatum
mole. Palatum mole harus simetris dan tidak boleh miring kesatu sisi. Kalau klien
mengucapkan “ah”, palatum mole harus terangkat secara simetris. Reflek menelan
diperiksa dengan memperhatikan reaksi wajah klien waktu minum segelas air
(Mutaqin, 2011).
h. Saraf XI (asesorius)
Fungsi saraf asesorius dapat dinilai dengan memperhatikan adanya atrofi
sternokleidomastoideus dan trapezius dan dengan menilai kekuatan otot tersebut.
Untuk menguji kekuatan otot sternokleidomastoideus, klien diminta untuk memutar
kepala ke arah satu bahu dan berusaha melawan usaha pemeriksa untuk menggerakkan
kepala ke arah bahu yang berlawanan. Kekuatan otot sternokleidomastoideus pada sisi
yang berlawanan dapat dievaluasi dengan mengulang tes ini pada sisi yang berlawanan
(Mutaqin, 2011).
i. Saraf XII (hipoglosus)
Pada pemeriksaan klien disuruh menjulurkan lidahnya yang mana yang akan
berdeviasi kearah sisi yang lemah (terkena) jika terdapat lesi upper atau lower motor
neuron unilateral. Lessi upper motor neuron dari saraf hipoglosus biasanya bilateral
dan menyebabkan imobil dan kecil. Kombinasi lesi upper motor neuron bilateral dari
saraf IX,X, XII disebut kelumpuhan pseudobulber. Lesi lower motor neuron dari saraf
XII menyebabkan fasikulasi atrofi dan kelumpuhan serta disartria jika lesinya bilateral
(Mutaqin, 2011)

15
 Penatalaksanaan
Jika diduga ada tumor intrakranial, maka pemeriksaan noninvasif seperti CT dan
MRI) Gangguan lain mungkin dapat disingkirkan dengan, EEG, pemindaian
radionuklida, angiogram, atau pungsi lumbal. Biopsi stereotaktik dapat
mengonfirmasi diagnosis tumor otak dan membantu merencanakan terapi yang
tepat. Teknik pencitraan tiga dimensi akan membatu melokalisasi tumor di otak dan
dapat membantu rencana reseksi. Pemindaian PET juga berguna untuk mempelajari
efek biokimia dan fisiologis dari tumor

16

Anda mungkin juga menyukai