Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK

PERCOBAAN III
PENENTUAN KONSENTRASI CMC SURFAKTAN

Disusun Oleh:
Kelompok 5

Anggota Kelompok :
Della Kusuma Wati 24030120140131
Erin Dian Riski Wijaya 24030120120024
Alisa Fasya Damaris S. 24030120140059

Asisten :
Zumrotul Ulya
24030118120050

LABORATORIUM KIMIA FISIK


DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2022
LEMBAR PENGESAHAN
PERCOBAAN III
PENENTUAN KONSENTRASI CMC SURFAKTAN

Semarang, 25 Februari 2022

Praktikan

Della Kusuma Wati Erin Dian Riski W. Alisa Fasya Damaris S.


24030120140131 24030120120024 24030120140059

Mengetahui,
Asisten

Zumrotul Ulya
24030118120050

Laporan PKF P3 “Penentuan Konsentrasi CMC Surfaktan ii


DAFTAR ISI

COVER……………………………………………………………………………i
LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………...ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….iii
DAFTAR GAMBAR…………………………….………………………………v
ABSTRAK…………………………………………………………………...…..vi
PERCOBAAN
I. TUJUAN PERCOBAAN.......................................................................1
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Koloid…………………………………………….…………………1
II.2 Surfaktan………………………………………….………………....2
II.3 Misel………………………………………………………………...4
II.4 CMC…………………………………………………………………4
II.5 Detergensi dan Deterjensi ………………………………………….5
II.6 Sabun………………………………………………………………..5
II.7 Tegangan Permukaan……………………………………………….6
II.8 Kekeruhan …………………………………………………………..6
II.9 Turbidimetri, Turbidimeter, Turbiditas……………………………...6
II.10 Analisis Bahan………………………………………………………7
III. METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Alat………………………………………………………………….8
III.2 Bahan………………………………………………………………..8
III.3 Skema Kerja…………………………………………………………8
IV. DATA PENGAMATAN
IV.1 Pengukuran Tegangan Permukaan dengan Metode Pipa Kapiler….12
IV.2 Pengukuran Tegangan Permukaan dengan Metode Turbiditas…12
V. HIPOTESIS………………………………………………………….13
VI. PEMBAHASAN
VI.1 Perilaku Surfaktan…………………………………………………14
VI.2 Pengukuran Tegangan Permukaan…………………………………15

Laporan PKF P3 “Penentuan Konsentrasi CMC Surfaktan iii


VI.3 Pengukuran Turbiditas……………………………………………18
VII. PENUTUP
VII.1 Kesimpulan………………………………………………………..21
VII.2 Penutup……………………………………………………………21
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..22
LAMPIRAN PERHITUNGAN...........................................................................24
RESUME VIDEO……………………………………………………………...27

Laporan PKF P3 “Penentuan Konsentrasi CMC Surfaktan iv


DAFTAR GAMBAR

Gambar1. 1 Struktur Sodium Lauryl Sulfate..........................................................14


Gambar1. 2 Struktur Surfaktan di dalam Air.........................................................15

Gambar 2. 1 Grafik Konsentrasi Surfaktan Vs Tegangan Permukaan Air………17

Gambar 3. 1 Grafik Konsentrasi Vs Turbiditas………………………………….19

Laporan PKF P3 “Penentuan Konsentrasi CMC Surfaktan v


Laporan PKF P3 “Penentuan Konsentrasi CMC Surfaktan vi
ABSTRAK
Telah dilakukan percobaan 3 ini dengan judul “Penentuan Konsentrasi
CMC Surfaktan” yang memiliki tujuan untuk mengukur nilai konsentrasi misel
kritis (CMC) dari berbagai surfaktan. Percobaan ini menggunakan metode kapiler
dan turbidimetri. Metode kapiler adalah metode yang digunakan untuk
menentukan tegangan permukaan dengan cara memasukan cairan ke dalam pipa
kapiler (Waluyo & Sabarman, 2019), sedangkan metode turbidimetri ialah analisa
yang didasarkan hamburan cahaya (Khopkar, 1984). Prinsip yang digunakan pada
percobaan ini ialah gaya tarik menarik permukaan molekul dan penyerapan serta
hamburan cahaya oleh molekul koloid. Pada percobaan ini dihasilkan Hubungan
konsentrasi terhadap tegangan permukaan adalah tegangan permukaan akan
berbanding terbalik dengan konsentrasi. Sedangkan hubungan konsentrasi
terhadap nilai turbiditas adalah nilai turbiditas akan berbanding lurus dengan
konsentrasi. Nilai CMC pada percobaan ini diperoleh pada konsentrasi 2,3 g/L.
Kata kunci : Pipa kapiler, Tegangan permukaan, CMC, Surfaktan, Turbidimetri

Laporan PKF P3 “Penentuan Konsentrasi CMC Surfaktan vii


PERCOBAAN III
PENENTUAN KONSENTRASI CMC SURFAKTAN

I. TUJUAN PERCOBAAN
I.1 Mengukur nilai konsentrasi misel kritis (CMC) dari berbagai
surfaktan.

II. TINJAUAN PUSTAKA


II.1 Koloid
III.1.1 Penjelasan
Koloid sejenis merupakan peristiwa dimana terdapat
suatu air akan menjadi keruh dikarenakan adanya humus,
silica, tanah liat dan virus (Patar, 2010). Sistem koloid yang
ada dibagi menjadi dua kelompok, yaitu sistem koloid
terdispersi dan sistem koloid pendispersi (Mose, 2014).
III.1.2 Sifat
Dalam air zat koloid akan lebih stabil jika dala air.
Jika terjadi suatu perubahan dalam puncak serapan dari
koloid partikel maka akan mempengaruhi kestabilannya,
maka jika panjang gelombang yang bergesar besar maka
terjadi rendahnya kestabilan koloid (Rachmawati, 2009).
Partikel koloid memiliki gerak Brown yang
bergerak secara cepat, tak berarah dan lurus. Semakin
kecil partikel koloid, maka kecepatan partikel koloid akan
semakin cepat. Selain gerak Brown, partikel koloid
memiliki efek tyndall yang berarti bahwa partikel koloid
dapat menghamburkan cahaya. Kemudian, partikel koloid
memiliki muatan yang dapat bergerak di dalam medan
listrik. Gerakan partikel koloid pada medan listrik
dinamakan elektroforesis (Sumardjo, 2006).
III.1.3 Jenis-jenis

Laporan PKF P3 “Penentuan Konsentrasi CMC Surfaktan 1


Berikut adalah jenis-jenis koloid berdasarkan fase
terdispersi dan medium pendispersinya.
Fase Medium Nama Contoh
Terdispersi Pendispersi Koloid
Gas Gas - -
Gas Cair Busa, buih Busa sabun, krim
Gas Padat Busa padat Batu apung
Cair Gas Aerosol cair Kabut, awan
Cair Cair Emulsi Susu
Cair Padat Emulsi padat Keju, mentega
Padat Gas Aerosol padat Asap, debu
Padat Cair Sol Cat, kanji, tinta
Padat Padat Sol padat Intan, alloy
(Basri S. , 1996)
II.2 Surfaktan
II.2.1 Pengertian
Surfaktan atau surface active merupakan suatu zat
aktif permukaan yang memiliki dua gugus berbeda, yaitu
gugus hidrofil (polar) dan gugus hidrofob (nonpolar).
Surfaktan digunakan untuk menurunkan tegangan
permukaan, tegangan antar muka, meningkatkan
kestabilan partikel yang terdispersi (Atkins & De Paula,
2011).
II.2.2 Klasifikasi
Berdasarkan muatan pada surfaktan, terdapat
empat golongan surfaktan, yaitu :
1. Surfaktan Anionik
Surfaktan anionik merupakan surfaktan yang alkilnya
terikat pada suatu anion. Contohnya surfaktan anionik
diantaranya linier alkilbenzen sulfonat (LAS).
2. Surfaktan Kationik

Laporan PKF P3 “Penentuan Konsentrasi CMC Surfaktan 2


Surfaktan kationik merupakan surfaktan yang alkilnya
terikat pada suatu kation. Contohnya garam alkil
trimethil ammonium.
3. Surfaktan Nonionik
Surfaktan nonionik merupakan surfaktan yang alkilnya
tidak memiliki muatan. Contohnya ester gliserol asam
lemak,.
4. Surfaktan Amfoter
Surfaktan amfoter merupakan surfaktan yang alkilnya
bermuatan positif dan negative. Contohnya surfaktan
yang mengandung asam amino, betain, fosfobetain.
(Rosen & Kunjappu, 2012)
II.2.3 Karakterisasi
a. Struktur amphipatik, molekul surfaktan terdiri dari
grup – grup yang melawan kecenderungan suatu daya
larut.
b. Daya larut, surfaktan mampu terlarut paling tidak
menjadi satu fase pada liquid
c. Adsorpsi pada permukaan, pada keadaan setimbang
konsentrasi larutan surfaktan pada fase permukaan
lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi pada
keseluruhan larutan
d. Orientasi pada permukaan, molekul dan ion surfaktan
akan membentuk suatu monolayer pada fase
permukaan
e. Formasi misel, pembentukan misel atau aregrat
molekul terjadi ketika konsentrasi larutan surfaktan
pada keseluruhan larutan mencapai nilai CMC
f. Kegunaan, larutan surfaktan digunakan untuk
menurunkan tegangan permukaan, bahan
penggumpal, emulsifier, dan bahan penitrasi

Laporan PKF P3 “Penentuan Konsentrasi CMC Surfaktan 3


(Raghavan, 2009)
II.3 Misel
Misel merupakan partikel koloid yang memiliki ukuran
berkisar 5-100 nm. Misel tersusun atas amfifil atau bahan aktif
permukaan (surfaktan), dimana sebagian besar kepala merupakan
kelompok-hidrofilik dan ekor hidrofobik (Oerlemans, 2010).
Proses pembentukan misel disebut juga miselisasi (Nurisa,
2013). Miselisasi terjadi karena adanya interaksi hidrofobik,
dimana interaksi hidrofobik akan menolak atau menjauhkan ekor
hidrokarbon dari surfaktan terhadap air, dan akan menghasilkan
agregasi, sedangkan grup kepala yang hidrofilik akan tetap
berkontak langsung dengan air (Amran, 2008).
II.4 CMC
II.4.1 Pengertian
CMC yang memiliki rumus molekul C8H16NaO8
merupakan salah satu larutan polielektrolit yang memiliki
gugus ammonia. CMC ini adalah senyawa turunan daru
selulosa yang dipergunakan pada sektor pangan.
Penggunaan CMC pada sektor pangan dapat digunakan
pada produksi es krim, saus, keju, pasta dan minuman
(Silsia, Efendi, & Timotius, 2018).
CMC memiliki sifat biodegradable, serta senyawa
ini berbentuk padatan bubuk tak berwarna, tak berbau dan
tak beracun. Selain itu, CMC tidak dapat larut pada pelarut
organik, namun larut pada air (Agustriono & Hasanah).
II.4.2 Faktor yang Mempengaruhi CMC dalam Larutan
Berair
Berikut adalah faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi CMC dalam larutan berair :
- Saat satu atom C berkurang dari struktur CMC,
maka nilai CMC akan menjadi dua kalinya.

Laporan PKF P3 “Penentuan Konsentrasi CMC Surfaktan 4


- Adanya gugus aromatic pada struktur CMC akan
memperbesar nilai CMC dan kelarutannya.
- Penurunan nilai CMC surfaktan ion dapat
dilakukan dengan menambahkan garam.
- Nilai CMC juga akan menurun apabila konsentrasi
ion lawan semakin besar.
(Duncan, 2010)
II.5 Deterjen dan Deterjensi
II.5.1 Deterjen
Deterjen merupakan suatu surfaktan yang terdiri
dari berbagai campuran bahan yang biasanya digunakan
untuk pembersih. Secara khusus, deterjen merupakan
surface active agent antara minyak dan air yang mampu
menghilangkan kotoran dengan cara emulsi (Apriyani,
2017).
II.5.2 Deterjensi
Deterjensi merupakan kemampuan deterjen untuk
mengangkat kotoran atau noda pada permukaan karena
memiliki gugus hidrofilik dan hidrofobik yang berlawanan
(Apriyani, 2017).
II.6 Sabun
Sabun merupakan senyawa dengan komponen utama yaitu
alkali yang berupa natrim atau kalium dan asam lemak
monokarboksilat memiliki rantai panjang dari minyak hewani
ataupun nabati baik berfasa padat ataupun cair serta dapat
mengeluarkan busa (Harnawi, 2004).
Struktur sabun tersusun atas bagian kepala dan ekor, dimana
bagian kepala ini bersifat hidrofilik (polar) oleh karena itu dapat
larut pada pelarut air sedangkan bagian ekor tersusun atas rantai
hidrogen yang bersifat hidrofobik (non polar) oleh karena itu dapat
untuk larut pada pelarut organik (Harnawi, 2004).

Laporan PKF P3 “Penentuan Konsentrasi CMC Surfaktan 5


II.7 Tegangan Permukaan
Tegangan permukaan merupakan salah satu gaya yang
ditimbulkan karena adanya sentuhan antara benda dengan
permukaan zat cair (Waluyo & Sabarman, 2019). Hal tersebut
dapat terjadi karena adanya interaksi tarik menarik partikel sejenis
yang terdapat pada zat cair (Indamiati & Ernawati, 2008).
Tegangan permukaan dapat ditentukan dengan dua metode,
yaitu metode kenaikan kapiler dan metode tersiometer Du-Nouy.
Metode kenaikan kapiler dilakukan dengan cara memasukan cairan
ke dalam pipa kapiler dan dilihat ketinggian cairan tersebut.
Kekurangan metode kenaikan kapiler ialah tidak bisa untuk
mengukur tegangan antar muka (Waluyo & Sabarman, 2019).
II.8 Kekeruhan
Kekeruhan merupakan suatu keadaan dimana transparansi
zat cair berkuranf dikarenakan adanya zat lain yang terlarut.
Kekeruhan pada air dapat terjadi karena adanya penurunan zat
padat baik yang tersuspensi maupun koloid. Koloid penyebab
kekeruhan ini bermuatan stabil sehingga sulit untuk dihilangkan.
Kekeruhan merupakan sifat opstis dari suatu larutan, yaitu
hamburan dan adsorpsi cahaya yang melaluinya (Faisal, Harmadi,
& Puryanti, 2016)
II.9 Turbidimetri, Turbidimeter, Turbiditas
Turbidimetri merupakan analisis kuantitatif yang didasarkan
pada pengukuran kekeruhan atau turbidan dari suatu larutan karena
adanya adanya partikel padat dalam larutan setelah sinar melewati
suatu larutan yang mengandung partikel tersuspensi. Hal ini berarti
turbidimetri adalah analisa yang didasarkan hamburan cahaya
(Khopkar, 1984). Turbidimeter merupakan alat yang berfungsi
untuk mengukur kekeruhan pada air atau suatu larutan. Turbiditas
merupakan sifat optik karena adanya dispersi sinar dan dapat

Laporan PKF P3 “Penentuan Konsentrasi CMC Surfaktan 6


dinyatakan sebagai perbandingan sinar yang dipantulkan terhadap
sinar yang datang (Khopkar, 1984).
II.10 Analisa Bahan
II.10.1 Surfaktan
 Sifat Fisika : Dapat melarutkan lemak, sukar
terdegradasi oleh bakteri pengurai dan tidak dapat
dipengaruhi kesadahan air.
 Sifat Kimia : Merupakan garam alkali sulfat atau
sulfoniat, tidak dapat bereaksi dengan ion Ca 2+ dan
Mg2+, serta merupakan campuran zat kimia yang
dapat menarik zat pengotor.
(Soraya, 2012)
II.10.2 SLS
 Sifat Fisika : Berbentuk serbuk putih dengan berat
molekul 290-310 g/mol dan memiliki densitas 1,025
g/cm3.
 Sifat Kimia : Merupakan surfaktan anionic yang
memiliki pH pada 9-10.
(Basri S. , 1996)
II.10.3 Aquades
 Sifat Fisika : massa molar 18,02 g/mol, berwujud
cair, tak berwarna, tak berbau, titik didih 100 oC dan
titik beku 0oC (Basri, 1996).
 Sifat Kimia : berikatan secara kovalen, memiliki pH
= 7 (netral) dan air sebagai pelarut yang baik (Basri,
1996).

Laporan PKF P3 “Penentuan Konsentrasi CMC Surfaktan 7


III. METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Alat
III.1.1 Gelas ukur
III.1.2 Erlenmeyer
III.1.3 Turbidimeter
III.1.4 Pipet tetes
III.1.5 Pipa kapiler
III.1.6 Penggaris
III.1.7 Pengaduk
III.1.8 Termometer
III.1.9 Alat pengukur tegangan
III.1.10 Corong gelas

III.2 Bahan
III.2.1 SLS (Sodium laurel sulfat)
III.2.2 Aquades
III.2.3 Sabun

III.3 Skema Kerja


III.3.1 Pengukuran Tegangan Permukaan
- Akuades - 2 g/L SLS

Akuades 100 mL 2 g/L SLS


Alat pengukur tegangan Alat pengukur tegangan
permukaan permukaan
- Pengukuran temperatur awal - Catat tinggi SLS dalam kapiler
- Pencatatan h air pada kapiler dan temperatur

- Perhitungan tegangan - Perhitungan tegangan permukaan

permukaan
Hasil
Hasil

Laporan PKF P3 “Penentuan Konsentrasi CMC Surfaktan 8


- 2,1 g/L SLS - 2,2 g/L SLS

2,1 g/L SLS 2,2 g/L SLS


Alat pengukur tegangan Alat pengukur tegangan
permukaan permukaan
- Catat tinggi SLS dalam kapiler - Catat tinggi SLS dalam kapiler
dan temperatur dan temperatur
- Perhitungan tegangan - Perhitungan tegangan permukaan
permukaan
Hasil
Hasil

- 2,4 g/L SLS


- 2,3 g/L SLS
2 g/L SLS
2 g/L SLS
Alat pengukur tegangan
Alat pengukur tegangan
permukaan
permukaan
- Catat tinggi SLS dalam kapiler
- Catat tinggi SLS dalam kapiler
dan temperatur
dan temperatur
- Perhitungan tegangan permukaan
- Perhitungan tegangan
permukaan Hasil

Hasil

- 2,5 g/L SLS


2 g/L SLS
Alat pengukur tegangan
permukaan

- Catat tinggi SLS dalam kapiler dan temperatur


- Perhitungan tegangan permukaan

Laporan PKF P3 “Penentuan Konsentrasi CMC Surfaktan 9


Hasil

III.3.2 Pengukuran Turbiditas


- Larutan surfaktan 2 g/L - Larutan surfaktan 2,1 g/L

Larutan Surfaktan 2 g/L Larutan Surfaktan 2,1 g/L


Turbidimeter Turbidimeter
- Nyalakan alat - Nyalakan alat
- Pemasukan gelas berisi - Pemasukan gelas berisi surfaktan
surfaktan ke dalam turbidimeter ke dalam turbidimeter
- Atur alat dengan kondisi filter - Atur alat dengan kondisi filter
gelap dan cermin terbuka gelap dan cermin terbuka
- Atur skala hingga larutan - Atur skala hingga larutan menjadi
menjadi kering (terlihat bulatan) kering (terlihat bulatan)
- Catat skala yang didapat - Catat skala yang didapat
Hasil Hasil

- Larutan Surfaktan 2,2 g/L - Larutan Surfaktan 2,3 g/L

Larutan Surfaktan 2,2 g/L Larutan Surfaktan 2,3 g/L


Turbidimeter Turbidimeter
- Nyalakan alat - Nyalakan alat
- Pemasukan gelas berisi - Pemasukan gelas berisi surfaktan
surfaktan ke dalam turbidimeter ke dalam turbidimeter
- Atur alat dengan kondisi filter - Atur alat dengan kondisi filter
gelap dan cermin terbuka gelap dan cermin terbuka
- Atur skala hingga larutan - Atur skala hingga larutan menjadi
menjadi kering (terlihat bulatan) kering (terlihat bulatan)
- Catat skala yang didapat - Catat skala yang didapat
Hasil Hasil

- Larutan Surfaktan 2,4 g/L - Larutan Surfaktan 2,5 g/L

Laporan PKF P3 “Penentuan Konsentrasi CMC Surfaktan 10


Larutan Surfaktan 2,4 g/L Larutan Surfaktan 2,5 g/L
Turbidimeter Turbidimeter
- Nyalakan alat - Nyalakan alat
- Pemasukan gelas berisi - Pemasukan gelas berisi surfaktan
surfaktan ke dalam turbidimeter ke dalam turbidimeter
- Atur alat dengan kondisi filter - Atur alat dengan kondisi filter
gelap dan cermin terbuka gelap dan cermin terbuka
- Atur skala hingga larutan - Atur skala hingga larutan menjadi
menjadi kering (terlihat bulatan) kering (terlihat bulatan)
- Catat skala yang didapat - Catat skala yang didapat
Hasil Hasil

IV. DATA PENGAMATAN

Laporan PKF P3 “Penentuan Konsentrasi CMC Surfaktan 11


IV.1 Pengukuran Tegangan Permukaan dengan Metode Pipa
Kapiler
No Sampel hp (cm) hk (cm) h (cm) Suhu (T) ɤ (dyne/cm3)
1. Air 1,4 2,3 0,9 28 72,2
2. Surfaktan 2 g/L 1,4 2,2 0,8 28 65,7822
3. Surfaktan 2,1 g/L 1,7 2,3 0,6 28 49,3366
4. Surfaktan 2,2 g/L 1,9 2,4 0,5 28 41,1138
5. Surfaktan 2,3 g/L 2 2,3 0,3 28 24,6683
6. Surfaktan 2,4 g/L 2,2 2,5 0,3 28 24,6683
7. Surfaktan 2,5 g/L 2,1 2,4 0,3 28 24,6683

IV.2 Pengukuran Tegangan Permukaan dengan Metode Turbiditas


Surfaktan Turbiditas (NTU)
2 g/L 40
2,1 g/L 45
2,2 g/L 50
2,3 g/L 63
2,4 g/L 75
2,5 g/L 84

V. HIPOTESIS

Laporan PKF P3 “Penentuan Konsentrasi CMC Surfaktan 12


Pada percobaan 3 ini dengan judul “Penentuan Konsentrasi CMC
Surfaktan” yang memiliki tujuan untuk mengukur nilai konsentrasi
misel kritis (CMC) dari berbagai surfaktan. Percobaan ini
menggunakan metode kapiler dan turbidimetri. Metode kapiler adalah
metode yang digunakan untuk menentukan tegangan permukaan
dengan cara memasukan cairan ke dalam pipa kapiler (Waluyo &
Sabarman, 2019), sedangkan metode turbidimetri ialah analisa yang
didasarkan hamburan cahaya (Khopkar, 1984). Prinsip yang
digunakan pada percobaan ini ialah gaya tarik menarik permukaan
molekul dan penyerapan serta hamburan cahaya oleh molekul koloid.
Pada percobaan ini diharapkan dihasilkan konsentrasi surfaktan yang
tinggi akan mengakibatkan tegangan permukaan yang kecil dari
metode kapiler. Sedangkan, pada metode turbiditas akan menunjukkan
hasil semakin tinggi konsentrasi, maka kekeruhan semakin tinggi.

VI. PEMBAHASAN

Laporan PKF P3 “Penentuan Konsentrasi CMC Surfaktan 13


Telah dilakukan percobaan 3 ini dengan judul “Penentuan
Konsentrasi CMC Surfaktan” yang memiliki tujuan untuk mengukur
nilai konsentrasi misel kritis (CMC) dari berbagai surfaktan.
Percobaan ini menggunakan metode kapiler dan turbidimetri. Metode
kapiler adalah metode yang digunakan untuk menentukan tegangan
permukaan dengan cara memasukan cairan ke dalam pipa kapiler
(Waluyo & Sabarman, 2019), sedangkan metode turbidimetri ialah
analisa yang didasarkan hamburan cahaya (Khopkar, 1984). Prinsip
yang digunakan pada percobaan ini ialah gaya tarik menarik
permukaan molekul dan penyerapan serta hamburan cahaya oleh
molekul koloid
VI.1 Perilaku Surfaktan
Pada percobaan ini digunakan sodium lauryl sulfat (SLS).
SLS adalah surfaktan yang memiliki fungsi pembersih dan
menghasilkan buih. Senyawa ini memiliki bentuk serbuk putih
dengan berat molekul 290-310 g/mol dan memiliki densitas
1,025 g/cm3. Selain itu, SLS merupakan surfaktan anionic yang
memiliki pH pada 9-10 (Basri S. , 1996). Berikut adalah struktur
dari SLS.

Na+

Gambar1. 1 Struktur Sodium Lauryl Sulfate


(Soraya, 2012)
Surfaktan atau surface active merupakan suatu zat aktif
permukaan yang memiliki dua gugus berbeda, yaitu gugus
hidrofil dan gugus hidrofob. Gugus hidrofilik berada pada
bagian kepala dan bersifat polar sedangkan gugus hidrofobik
berada pada bagian ekor dan bersifat non polar. Pada umumnya,
surfaktan digunakan untuk menurunkan tegangan permukaan,

Laporan PKF P3 “Penentuan Konsentrasi CMC Surfaktan 14


tegangan antar muka, meningkatkan kestabilan partikel yang
terdispersi (Atkins & De Paula, 2011).
Apabila surfaktan berada di dalam air, gugus penyuka air
(hidrofil) akan mempengaruhi lebih banyak sifat kimia fisik zat
permukaan (Duncan, 2010). Sedangkan, gugus nonpolar
(hidrofobik) akan menjenuhi air. Selain itu, surfaktan akan
melepaskan ikatan hidrogen pada permukaan air dengan
menaruh gugus hidrofil (kepala) pada permukaan dan gugus
hidrofob (ekor) akan menjauhi permukaan yang akan
menyebabkan menurunnya tegangan permukaan air. Sifat gugus
hidrofobik surfaktan akan selalu kontak dengan permukaan air,
sedangkan gugus hidrofobik akan memiliki sedikit interaksi
dengan air (Raghavan, 2009). Berikut adalah strukturnya :

Gambar1. 2 Struktur Surfaktan di dalam Air


(Oerlemans, 2010)

VI.2 Pengukuran Tegangan Permukaan


Tujuan percobaan ini untuk menentukan konsentrasi misel
kritis (CMC) surfaktan SLS melalui metode pipa kapiler. Pada
percobaan ini prinsip yang digunakan adalah tegangan
permukaan, dimana tegangan permukaan adalah salah satu gaya
yang ditimbulkan karena adanya sentuhan antara benda dengan
permukaan zat cair (Waluyo & Sabarman, 2019).
Proses yang dilakukan dalam percobaan ini yaitu dengan
membuat larutan SLS dengan berbagai variasi konsentrasi yaitu

Laporan PKF P3 “Penentuan Konsentrasi CMC Surfaktan 15


dengan menimbang menggunakan neraca analitik terlebih
dahulu. Dilakukan pembuatan larutan SLS dengan berbagai
variasi konsentrasi bertujuan agar mengetahui pengaruh
konsentrasi terhadap tegangan permukaan. Setelah penimbangan
dilakukan pengukuran tegangan permukaan aquades, dimana
tegangan permukaan aquades ini berperan sebagai pengontrol
dan pengukuran tegangan permukaan aquades ini diawali
dengan pengukuran suhu aquades sesuai dengan suhu ruang lalu
dilakukan pengukuran dengan pipa kapiler yang diberikan
mistar agar dapat mengukur tingginya. Selanjutnya dilakukan
pengukuran tegangan permukaan SLS yaitu dengan melarutkan
SLS yang sudah ditimbang, lalu dilakukan pengadukan secara
perlahan dengan putaran yang searah, hal ini dilakukan agar
tidak menimbulkan busa. Setelah SLS larut dengan sempurna,
dilanjutkan dengan mengukur tegangan permukaan SLS dan
usahakan agar tinggi tegangan permukaannya sama dengan
tinggi tegangan permukaan aquades yang sudah diukur
sebelumnya. Kemudian langkah ini kita ulangi lagi pada larutan
SLS dengan variasi konsentrasi lainnya. Setelah itu kita
celupkan pipa kapiler pada permukaan yang nantinya akan kita
pakai sebagai tinggi permukaan, tinggi permukaan bisa dibuat 0
cm jika sulit menyesuaikan 0 cm bisa dicelup pipa kapiler pada
0,4 cm. Setelah dicelupkan air akan naik ke pipa kapiler
kemudian ketinggian air yang masuk ke dalam pipa kapiler
tersebut diukur dan dicatat sebagai tinggi pipa kapiler.

Laporan PKF P3 “Penentuan Konsentrasi CMC Surfaktan 16


Grafik Konsentrasi Surfaktan Vs Tegangan
Permukaan

Tegangan Permukaan (dyne/cm3)


70
60
50
40
30
20
10
0
1.9 2 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6

Konsentrasi Surfaktan (g/L)

Gambar 2. 1 Grafik Konsentrasi Surfaktan Vs Tegangan


Permukaan Air

Berdasarkan grafik diatas bisa diketahui bahwa hubungan


konsentrasi terhadap tegangan permukaan adalah terdapat
tegangan permukaan yang turun dan konstan seiring dengan
meningkatnya konsentrasi, hal ini berarti tidak sesuai dengan
literatur yang menyatakan bahwa hubungan konsentrasi
terhadap tegangan permukaan adalah tegangan permukaan akan
berbanding terbalik dengan konsentrasi, dimana semakin tinggi
konsentrasi maka tegangan permukaannya semakin menurun,
hal ini terjadi karena semakin tinggi konsentrasi maka gerak
partikel akan semakin sempit oleh karena itu energi kinetic antar
partikel menjadi semakin kecil (Khopkar, 1984). Hasil grafik
tersebut tidak sesuai dengan literatur karena terdapat banyaknya
lapisan busa pada bagian atas larutan oleh karena itu
mempersulit pengamatan tinggi surfaktan. Selain itu
berdasarkan grafik tersebut juga diketahui bahwa nilai CMC
diperoleh pada grafik yang berbelok tajam yaitu pada
konsentrasi 2,3 g/L. Sedangkan berdasarkan literatur nilai CMC

Laporan PKF P3 “Penentuan Konsentrasi CMC Surfaktan 17


SLS adalah 8,39 mol/dm3 atau 2,42 g/L (Duncan, 2010). CMC
yang diperoleh berdasarkan grafik dengan literatur itu berbeda
terjadi karena diperkirakan adanya perbedaan kualitas alat yang
digunakan dimana pada percobaan ini alat yang digunakan
dilaboratorium sudah tua, selain itu juga karena perbedaan
konsentrasi SLS yang digunakan, adanya perbedaan konsentrasi
SLS yg diperkirakan karena konsentrasi SLS yang digunakan
pada percobaan ini sudah menurun akibat SLS yang digunakan
hanya disimpan dalam plastik biasa yang dapat menyerap udara
luar dan SLS sendiri bersifat higroskopis sehingga apabila
terkena udara luar maka SLS jadi mengandung air oleh karena
itu konsentrasinya menjadi lebih rendah.
VI.3 Pengukuran Turbiditas
Percobaan ini dilakukan dengan tujuan menentukan
besarnya konsentrasi CMC larutan surfaktan SLS dengan
metode turbidimetri. Prinsip turbidimetri adalah absorpsi dan
penghamburan cahaya oleh molekul koloid, sedangkan prinsip
alat turbidimeter yaitu sinar yang datang menyentuh suatu
partikel akan diteruskan dan dipantulkan (Underwood, Kippeny,
& Rosenthal, 2001).
Percobaan diawali dengan melakukan penimbangan SLS
dan dilanjutkan dengan pengenceran menjadi beberapa variasi
konsentrasi. Pengenceran dilakukan dengan tujuan untuk
membandingkan pengaruh besarnya konsentrasi terhadap
turbiditas. Kemudian alat turbidimeter dinyalakan, dan larutan
surfaktan dimasukkan ke dalam gelas, selanjutnya gelas yang
berisi larutan surfaktan dimasukkan ke dalam tempat
pengukuran sampel yang ada pada turbidimeter. Alat
turbidimeter diatur hingga kondisi filter yang gelap dan
cerminnya terbuka, selanjutnya skala diatur sampai larutan
terang dan kemudian nilai turbiditasnya dicatat.

Laporan PKF P3 “Penentuan Konsentrasi CMC Surfaktan 18


Pengukuran turbiditas SLS (Sodium Lauryl Sulfate)
dilakukan dari yang berkonsentrasi rendah hingga konsentrasi
tinggi yaitu dari 2 g/L hingga 2,5 g/L dengan tujuan agar tidak
ada interfereni atau gangguan pada konsentrasi sehingga dapat
mempengaruhi hasil akhir. Pengukuran turbiditas dimulai dari
konsentrasi 2 g/L dengan turbiditas 40 NTU, konsentrasi 2,1 g/L
dengan turbiditas 45 g/L, konsentrasi 2,2 g/L dengan turbiditas
50 NTU, konsentrasi 2,3 g/L dengan turbiditas 63 NTU,
konsentrasi 2,4 g/L dengan turbiditas 75 NTU dan konsentrasi
2,5 g/L dengan turbiditas 84 NTU. Berdasarkan data yang
diperoleh, dapat dibuat grafik hubungan antara konsentrasi
surfaktan dengan turbiditas sehingga diperoleh nilai CMC.

Gambar 3. 1 Grafik Konsentrasi Vs Turbiditas

Berdasarkan grafik tersebut, diperoleh nilai CMC pada


konsentrasi 2,2 g/L, sedangkan pada literatur nilai CMC pada
SLS sebesar 8,39x10-3 mol/dm3 atau 2,42 g/L (Holmberg, 2002).
Hasil yang diperoleh pada percobaan ini kurang sesuai dengan
literatur disebabkan karena alat turbidimeter yang digunakan
merupakan alat yang sudah lama dan telah mengalami

Laporan PKF P3 “Penentuan Konsentrasi CMC Surfaktan 19


modifikasi lampu sehingga dapat mempengaruhi nilai CMC
yang dihasilkan. Pengukuran turbiditas didasarkan pada
pengukuran intensitas cahaya yang dihamburkan oleh zat
tersuspensi dalam air dengan melewatkan seberkas cahaya ke
dalam air pada ketebalan tertentu. Banyaknya sinar yang
dihamburkan oleh zat tersuspensi diukur dan dinyatakan sebagai
kekeruhan.
Berdasarkan grafik, diperoleh hubungan antara konsentrasi
dengan turbiditas adalah berbanding lurus. Semakin tinggi
konsentrasi larutan surfaktan maka semakin tinggi pula nilai
turbiditas yang dihgasilkan. Hal tersebut disebabkan karena
adanya penghamburan cahaya pada sistem koloid. Semakin
tinggi konsentrasi, cahaya yang diserap dan dihamburkan
semakin banyak dan menyebabkan turbiditas semakin tinggi
(Gritter, 1991).

Laporan PKF P3 “Penentuan Konsentrasi CMC Surfaktan 20


VII. PENUTUP
VII.1 Kesimpulan
VII.2.1 Hubungan konsentrasi terhadap tegangan permukaan
adalah tegangan permukaan akan berbanding terbalik
dengan konsentrasi. Sedangkan hubungan konsentrasi
terhadap nilai turbiditas adalah nilai turbiditas akan
berbanding lurus dengan konsentrasi. Nilai CMC pada
percobaan ini diperoleh pada konsentrasi 2,3 g/L.
VII.2 Saran
VII.2.1 Sebaiknya praktikan menggunakan pengaduk otomatis
yang bisa diatur kecepatannya atau magnetic stirrer agar
tidak menimbulkan busa sehingga hasil pengukuran
tegangan permukaan diperoleh akurat.
VII.2.2 Sebaiknya praktikan menggunakan SLS yang pro
analisis agar konsentrasi SLS yang digunakan pada
praktikum adalah konsentrasi SLS yang stabil.

Laporan PKF P3 “Penentuan Konsentrasi CMC Surfaktan 21


DAFTAR PUSTAKA

Agustriono, F. R., & Hasanah, A. N. (n.d.). PEMANFAATAN LIMBAH


SEBAGAI BAHAN BAKU SINTESIS KARBOKSIMETIL
SELULOSA : REVIEW. Farmaka , 87-94.
Amran, A. (2008). Pengaruh Garam-Garam Nitrat Terhadap Konsentrasi
Miselisasi Kritis (Cmc, Critical Micellization Concentration) Saponin.
Jurnal Sainstek UNP , 11(1), 69–73.
Apriyani, N. (2017). Penurunan kadar surfaktan dan sulfat dalam limbah laundry.
Media Ilmiah Teknik Lingkungan (MITL) , 2(1), 37-44.
Atkins, P., & De Paula, J. (2011). Physical chemistry for the life sciences. USA:
Oxford University Press.
Basri, S. (1996). Kamus Kimia. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Duncan. (2010). Colloid Chemistry. New York: John Willey and Sons Inc.
Faisal, M., Harmadi, H., & Puryanti, D. (2016). Perancangan Sistem Monitoring
Tingkat Kekeruhan Air Secara Realtime Menggunakan Sensor TSD-10.
Jurnal Ilmu Fisika Universitas Andalas , 8(1), 9-16.
Harnawi, T. (2004). Studi Pembuatan Sabun Cair dengan Bahan Baku Minyak
Goreng Hasil Reproseing. Malang: Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Brawijaya .
Indamiati, & Ernawati, F. U. (2008). Perancangan Alat Ukur Tegangan
Permukaan dengan Induksi Elektromagnetik. JURNAL FISIKA DAN
APLIKASINYA , 1-4.
Khopkar. (1984). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
Laurier. (2000). Surfactants Fundamentals & Analysis. Cambridge: RSC
Paperbacks.
Mose, Y. (2014). Penerapan model Pembelajaran Predict-Observe-Explain (POE)
pada materi koloid untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan
keterampilan proses sains siswa. 1-4.
Nurisa, I. M. (2013). Kimia koloid dan antar muka misel.
Oerlemans, C. B. (2010). Polymeric micelles in anticancer therapy: Targeting,
imaging and triggered release. Pharmaceutical Research , 27(12), 2569–
2589.
Patar, H. D. (2010). "Evaluasi Pemakaian Koagulan untuk Menentukan
Kekeruhan Air Baku pada Mini Trestment Cibeureum PSDM Kota
Bandung. Bandung.
Rachmawati, I. B. (2009). PENGARUH pH PADA PROSES KOAGULASI
DENGAN KOAGULAN ALUMINUM SULFAT DAN FERRI
KLORIDA. Indonesian Journal of Urban and Environmental
Technology , 40.

Laporan PKF P3 “Penentuan Konsentrasi CMC Surfaktan 22


Raghavan, S. (2009). Distinct character of surfactant gels: a smooth progression
from micelles to fibrillar networks . Langmuir , 25(15), 8382-8385.
Rosen, M., & Kunjappu, J. (2012). Surfactants and interfacial phenomena. John
Wiley & Sons.
Silsia, D., Efendi, Z., & Timotius, F. (2018). KARAKTERISASI
KARBOKSIMETIL SELULOSA (CMC) DARI PELEPAH KELAPA
SAWIT. Jurnal Argoindustri , 53-61.
Soraya, S. S. (2012). Penurunan Konsentrasi Surfactan pada Limbah
Detergen dengan Proses Photokatalitik Sinar UV. Jurnal Teknik Kimia ,
4(1), 260-264.
Sumardjo, D. (2006). Pengantar KImia. Jakarta: Kedokteran EGC.
Waluyo, A. F., & Sabarman, H. (2019). FABRIKASI FIBER POLYVINYL
ALCOHOL (PVA) DENGAN ELEKTROSPINING. GRAVITY , Vol. 5
No. 1.

Laporan PKF P3 “Penentuan Konsentrasi CMC Surfaktan 23


LAMPIRAN PERHITUNGAN

1. Perhitungan Penimbangan SLS


Diketahui :
Volume larutan SLS = 100 mL = 0,1 L
a. 2 g/L
2g x
=
1 L 0,1 L
x = 2 g/L × 0,1 L
x = 0,2 g
b. 2,1 g/L
2,1 g x
=
1 L 0,1 L
x = 2,1 g/L × 0,1 L
x = 0,21 g

c. 2,2 g/L
2,2 g x
=
1 L 0,1 L
x = 2,2 g/L × 0,1 L
x = 0,22 g
d. 2,3 g/L
2,3 g x
=
1 L 0,1 L
x = 2,3 g/L × 0,1 L
x = 0,23 g
e. 2,4 g/L
2,4 g x
=
1 L 0,1 L
x = 2,4 g/L × 0,1 L
x = 0,24 g
f. 2,5 g/L

Laporan PKF P3 “Penentuan Konsentrasi CMC Surfaktan 24


2,5 g x
=
1 L 0,1 L
x = 2,5 g/L × 0,1 L
x = 0,25 g

2. Perhitungan Tegangan Permukaan Larutan SLS


Diketahui :
ρair = 1 g/cm3
ρsurfaktan = 1,025 g/cm3
γair = 72,2 dyne/cm3
hair = hk – hp
= 2,3 cm – 1,4 cm
= 0,9 cm
γ air ρ air × h air
=
γ surfaktan ρ surfaktan × h surfaktan
γ air × ρ surfaktan × h surfaktan
γ surfaktan=
ρ air ×h air

a. Larutan SLS 2 g/L

3 3
72,2 dyne /cm ×1,025 g/cm × 0,8 cm 3
γ SLS= 3
=65,7822 dyne/cm
1 g /cm ×0,9 cm

b. Larutan SLS 2,1 g/L

3 3
72,2 dyne /cm ×1,025 g/cm × 0,6 cm 3
γ SLS= 3
=49,3366 dyne/cm
1 g /cm ×0,9 cm

c. Larutan SLS 2,2 g/L


72,2 dyne /cm3 ×1,025 g/cm 3 × 0,5 cm 3
γ SLS= 3
=41,1138 dyne /cm
1 g /cm ×0,9 cm
d. Larutan SLS 2,3 g/L

3 3
72,2 dyne /cm ×1,025 g/cm × 0,3 cm 3
γ SLS= 3
=24,6683 dyne /cm
1 g /cm ×0,9 cm

Laporan PKF P3 “Penentuan Konsentrasi CMC Surfaktan 25


e. Larutan SLS 2,4 g/L

3 3
72,2 dyne /cm ×1,025 g/cm × 0,3 cm 3
γ SLS= 3
=24,6683 dyne /cm
1 g /cm ×0,9 cm

f. Larutan SLS 2,5 g/L

3 3
72,2 dyne /cm ×1,025 g/cm × 0,3 cm 3
γ SLS= 3
=24,6683 dyne /cm
1 g /cm ×0,9 cm

Laporan PKF P3 “Penentuan Konsentrasi CMC Surfaktan 26


Nama : Della Kusuma Wati
NIM : 24030120140131
Kelompok :5

RESUME VIDEO PERCOBAAN 3


Percobaan 3 berjudul “Penentuan Konsentrasi CMC Surfaktan” dengan
alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah neraca analitik, gelas beker,
tabung turbidimeter dan turbidimeternya, gelas ukur, pipet tetes, petridish, pipa
kapiler, penggaris, pengaduk, dan spatula. Bahan yang digunakan adalah SLS dan
aquadest.

Percobaan diawali dengan pembuatan larutan SLS dalam berbagai


konsentrasi dari 2 mg/L sampai 2,5 mg/L, agar tidak terlalu banyak maka dibuat
larutan dalam 100 mL aquadest sehingga dibutuhkan 0,2 gram SLS, begitu juga
dengan konsentrasi lainnya. Kemudian dilakukan penimbangan SLS sebanyak 0,2
gram menggunakan neraca analitik. Sebelum mengukur tegangan permukaan
SLS, terlebih dahulu dilakukan pengukuran tegangan permukaan aquadest yang
nantinya digunakan sebagai control. Volume aquadest yang digunakan sebanyak
100 mL yang dimasukkan dalam gelas ukur dan kemudian dituangkan dalam
gelas beker untuk diukur tegangan permukaannnya menggunakan pipa kapiler
yang dipasangi dengan penggaris dengan tujuan untuk mempermudah pengukuran
tingginya. Ujung pipa kapiler harus sejajar dengan angka nol pada penggaris.
Langkah selanjutnya adalah pengukuran tegangan permukaan larutan SLS,
sebanyak 0,2 gram SLS dilarutkan dalam 100 mL aquadest kemudian diaduk
secara perlahan dengan putaran yang searah agar tidak menimbulkan busa. Setelah
larut sempurna, kemjudian diukur tegangan permukaan larutan SLS dan usahakan
ketinggian permukaan larutan SLS sama dengan ketinggian permukaan
aquadestnya, begitu pula dengan larutan SLS dengan konsentrasi yang berbeda.
Kemudian pipa kapiler dicelupkan pada permukaan yang nantinya digunakan
sebagai ketinggian permukaan. Tinggi permukaan bisa dibuat 0 cm, akan tetapi

Laporan PKF P3 “Penentuan Konsentrasi CMC Surfaktan 27


jika kesulitan untuk menyesuaikan maka bisa menggunakan pipa kapiler dengan
cara dicelupkan pada 0,4 cm. Air akan naik ke dalam pipa kapiler dan kemudian
dicatat sebagai tinggi kapiler.

Proses selanjutnya adalah penentuan CMC menggunakan metode


turbidimetri. Larutan SLS sebanyak 2 mg/L yang sudah dibuat tadi dituangkan
dalam tabung turbidimeter sampai pada tanda batas yang ada pada tabung
turbidimeter dengan cara dekantir yaitu menuangkan larutan melalui pengaduk.
Selanjutnya alat turbidimeter dinyalakan, lalu larutan SLS dimasukkan dalam
turbidimeter dan amati perubahan yang terjadi. Hentikan ketika terjadi perubahan
dari terang hingga titik hitam sudah tidak teramati lagi. Ulangi proses yang sama
dengan berbagai konsentrasi yang sudah dibuat.

Laporan PKF P3 “Penentuan Konsentrasi CMC Surfaktan 28


Nama : Alisa Siregar
NIM : 24030120140059
Kelompok :5

Resume Video P3
Percobaan 3 ini berjudul penentuan konsentrasi CMC surfaktan. Alat-alat
yang digunakan pada percobaan ini adalah neraca analitik, gelas beker, tabung
turbidimeter dan turbidimeternya, gelas ukur, pipet tetes, petridish, pipa kapiler,
penggaris, pengaduk, dan spatula. Sedangkan untuk bahan yang digunakan adalah
aquades dan SLS.
Berikut langkah kerja yang dilakukan pada percobaan ini adalah pertama
kita akan membuat larutan dengan berbagai konsentrasi yaitu 2 sampai 2,5
miligram/liter agar lebih mudah dan tidak terlalu banyak kita membuat larutan
dalam 100 ml aquades jadi untuk membuat larutan 2 miligram/liter kita
membutuhkan 0,2 gram SLS begitu juga larutan dengan konsentrasi lainnya.
Langkah awal untuk membuat larutan SLS yang kita lakukan adalah menimbang
SlS sebanyak 0,2 gram dengan neraca analitik. Setelah itu dilakukan pengukuran
tegangan permukaan aquades, dimana tegangan permukaan aquades ini berperan
sebagai pengontrol, volume aquades yg digunakan sebesar 100 ml yang diukur
dengan gelas diukur lalu dituang ke gelas beker dan ukur tegangan permukaan
aquades ini dilakukan dengan pipa kapiler yang diberikan mistar agar dapat
mengukur tingginya. Untuk pipa kapiler harus sejajar dengan garis 0 pada
penggaris. Selanjutnya dilakukan pengukuran tegangan permukaan SLS yaitu
langkahnya kurang lebih sama dengan pengukuran tegangan permukaan aquades
dimana dengan melarutkan 0,2 gram SLS yang sudah ditimbang, lalu dilakukan
pengadukan secara perlahan dengan putaran yang searah, hal ini dilakukan agar
tidak menimbulkan busa. Setelah SLS larut dengan sempurna, dilanjutkan dengan
mengukur tegangan permukaan SLS dan usahakan agar tinggi tegangan
permukaannya sama dengan tinggi tegangan permukaan aquades yang sudah

Laporan PKF P3 “Penentuan Konsentrasi CMC Surfaktan 29


diukur sebelumnya. Begitu juga dengan larutan SLS dengan konsentrasi yang
berbeda dan langkah ini kita ulangi lagi pada larutan SLS pada konsentrasi 2,1 -
2,5 miligram/liter. Setelah itu kita celupkan pipa kapiler pada permukaan yang
nantinya akan kita pakai sebagai tinggi permukaan, tinggi permukaan dapat dibuat
0 cm jika sulit menyesuaikan 0 cm bisa dicelupkan pipa kapiler pada 0,4 cm.
Setelah dicelupkan air akan naik ke pipa kapiler kemudian ketinggian air yang
masuk ke dalam pipa kapiler tersebut diukur dan dicatat sebagai tinggi pipa
kapiler.
Selanjutnya menentukan cmc dengan menggunakan metode turbidimetri
yaitu dengan larutan 2 miligram/liter yang telah dibuat tadi, dituang ke dalam
tabung turbidimeter sampai batas yang terdapat pada tabung dengan cara dekantir
yaitu penuangan larutan melalui pengaduk. Alat turbidimeter dinyalakan terlebih
dahulu lalu masukan larutan SLS ke dalam alat lalu amati perubahan yang terjadi
dan hentikan saat terdapat peruabahan dari mulai terang sampai titik hitam tidak
teramati lagi lalu ulangi dengan langkah yg sama untuk konsentrasi 2,1-2,5
miligram/liter.

Laporan PKF P3 “Penentuan Konsentrasi CMC Surfaktan 30


Nama : Erin Dian Riski Wijaya
NIM : 24030120120024
Kelompok :5

Resume Video P3 “Penentuan Konsentrasi CMC Surfaktan”

- Alat : Neraca analitik, Gelas beker, tabung turbidimeter, Turbidimeter,


gelas ukur, pipet tetes, pipa kapiler, penggaris, pengaduk, dan spatula.
- Bahan : Aquades dan SLS (Sodium Lauryl Sulfat)
- Cara kerja :
Perlakuan yang pertama yaitu membuat larutan SLS dengan
konsentrasi yang bervariasi. Konsentrasi SLS yang dibuat adalah 2 mg/L;
2,1 mg/L; 2,2 mg/L; 2,3 mg/L; 2,4 mg/L dan 2,5 mg/L. Membuat larutan
tersebut dengan cara melarutkan 0,2 gram SLS ke dalam 100 mL aquades,
sehingga akan didapatkan larutan SLS dengan konsentrasi 2 mg/L. begitu
juga untuk konsentrasi lainnya.
Kemudian, mengukur tegangan permukaan aquades 100 mL yang
berfungsi sebagai kontrol. Ukur dengan pipa kapiler yang sudah dipasangi
penggaris untuk memudahkan pengukuran tingginya. Pipa kapiler harus
sejajar dengan garis nol pada penggaris. Setelah itu, melakukan
pengukuran tegangan permukaan SLS dengan cara melarutkan SLS ke
dalam air dan diaduk secara perlahan agar tidak menyebabkan
terbentuknya busa. Larutan SLS tersebut, kemudian diukur tegangan
permukaannya.
Cara yang dilakukan untuk mengukur tegangan permukaan yaitu
dengan mencelupkan pipa kapiler pada permukaan yang akan digunakan
sebagai tinggi permukaan yang dapat dibuat pada ketinggian 0 cm.
Apabila 0 cm terlalu susah, dapat dibuat pada ketinggian 0,4 cm.
Kemudian, air akan naik ke dalam pipa kapiler. Air yang naik akan diukur
sebagai tinggi pipa kapiler.

Laporan PKF P3 “Penentuan Konsentrasi CMC Surfaktan 31


Langkah selanjutnya ialah menentukan CMC dengan metode
turbidimetri. Larutan yang digunakan ialah larutan SLS pada konsentrasi 2
mg/L hingga 2,5 mg/L. larutan tersebut dituang ke dalam turbidimeter
dengan didekantir sampai tanda batas. Alat turbidimeter dinyalakan
terlebih dahulu lalu masukan larutan SLS ke dalam alat lalu amati
perubahan yang terjadi dan hentikan saat terdapat peruabahan dari mulai
terang sampai titik hitam tidak teramati lagi lalu ulangi dengan langkah yg
sama untuk konsentrasi 2,1-2,5 miligram/liter.

Laporan PKF P3 “Penentuan Konsentrasi CMC Surfaktan 32

Anda mungkin juga menyukai