Anda di halaman 1dari 7

RE-KONSTRUKSI AKUNTABILITAS ANGGARAN DESA: STUDI KRITIS

PENGELOLAAN DANA DESA DI KAB. TORAJA UTARA.

A. Pendahuluan

Perencanaan Akuntabilitas merupakan salah satu prinsip tata kelola pemerintahan

yang memiliki arti penting untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap

serangkaian aktivitas/program yang dirancang dan dijalankan oleh pemerintah bagi

kepentingan masyarakat. Akuntabilitas memiliki pengertian yang cukup luas meliputi

pertanggungjawaban, penyajian, pelaporan, dan pengungkapan seluruh kegiatan agen

terhadap prinsipal (Mardiasmo, 2009). Termasuk dalam pengertian tersebut, akuntabilitas

memiliki peran penting untuk menekan penyimpangan dan penyalahgunaan sumber daya bagi

kepentingan publik.

Akuntabilitas dapat digolongkan menjadi lima dimensi diantaranya: akuntabilitas

hukum dan kejujuran, akuntabilitas manajerial, akuntabilitas program, akuntabilitas kebijakan

dan akuntabilitas finansial (Rasul, 2002). Secara khusus, seiring dengan digulirkannya

Permendagri No. 113/2014 Pasal 9 Ayat 2 tentang pendapatan desa yang berasal dari

kelompok transfer yaitu jenis dana desa (Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, 2014) di

tahun 2015, maka salah satu kewajiban administratif pemerintah desa adalah melaksanakan

akuntabilitas pengelolaan keuangan desa. Hal ini tidak terlepas dari besaran dana desa yang

dikucurkan dari tahun ke tahun yang mengalami kenaikan cukup signifikan hingga mencapai

total triliunan rupiah atau sejumlah ratusan juta di setiap desa. Di tahun 2018, jumlah desa

yang menerima alokasi transfer dana desa mencapai lebih dari 60.000 desa dengan total

nominal dana desa yang dicairkan senilai kurang lebih 60 Triliun Rupiah (kemenkeu.go.id,

2018).
Di kabupaten Toraja Utara, Peraturan daerah Nomor 3 tahun 2014 yang membahas

mengenai pemerintahan Lembang mengemukakan bahwa Desa ialah Desa dan desa adat atau

yang disebut dengan Lembang, selanjutnya disebut Lembang adalah kesatuan masyarakat

hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan hak asal – usul dan/atau hak

tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Pemberian Anggaran Dana Lembang (ADL) harus menganut prinsip akuntabel,

transparansi, serta partisipasi maupun efisiensi menjadi hal yang sangat penting. Pengelolaan

ADL oleh lembang pada hakekatnya harus mengacu kepada inti dari pengelolaan keuangan

daerah untuk pembiayaan kegiatan pemerintahan lembang baik kegiatan pemerintahan

maupun pemberdayaan masyarakat.

Sistem pertanggung jawaban anggaran dana lembang dan pada umumnya anggaran

dana desa saat ini masih menggunakan Laporan Keuangan (LK) sebagai dokumen

pertanggung jawaban anggaran. permasalahannya adalah Laporan keuangan adalah dokumen

yang dapat disetir oleh apparat pengelola keuangan. Dalam artian bahwa, laporan keuangan

tidaklah mencerminkan realitas yang sesungguhnya. Laporan keuangan memungkinan

lahirnya perilaku oppurtunistik apparat lembang untuk menyelewangkan anggaran tanpa

diketahui oleh masyarakat. Karena itu, banyak sekali kasus korupsi di Indonesia khususnya

Kepala Desa meskipun setiap tahun Desa tersebut telah membuat Lapora Keuangan sebagai

Dokumen Pertanggung Jawaban Anggaran.

Oleh karena itu, akuntabilitas pengelolaan anggaran dana lembang (ADL) tidak hanya

pada dokumen pertanggungjawaban (Laporan Keuangan) tapi yang paling penting adalah

sikap atau perilaku penyelenggara desa yang harus Akuntabel. Akan tetapi, lingkungan

pemerintahan yang koruptif di Indonesia seringkali “memaksa” aktor penyelenggara

pemerintahan desa untuk melakukan perbuatan fraud.


Paradigma terkait akuntabilitas perlu di Rekontstruksi. Prinsip – prinsip akuntabilitas

perlu ditinjau kembali untuk melahirkan akuntabilitas yang reflektif. Dalam artian bahwa

akuntabilitas bukan hanya norma positif (lahir dari aturan), tapi akuntabilitas adalah nilai yang

melekat pada aktor penyelanggaran anggaran dana lembang. Pada dasarnya, hal ini bukan

sesuatu yang mustahil dilakukan. Karena di kabupaten toraja utara, setiap lembang terbentuk

dari Kawasan adat yang sudah ada sebelumnya. Dalam artian bahwa pada setiap lembang

terdapat nilai dan kearifan lokal yang dapat diintenralisasi oleh para aktor untuk

menumbuhkan nilai akuntabilitas pada dirinya sendiri. dengan demikian, maka akuntabilitas

pengelolaan dana lembang tidak hanya pada tataran dokumen tapi juga pada tataran sikap dan

perbuatan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang dijelaskan sebelumnya, maka rumusan

masalah atau focus penelitian dalam proposal ini adalah bagaimana rekonstruksi

akuntabilitas aktor penyelenggar pemerintah lembang berbasis pada nilai dan kearifan

lokal adat toraja?

C. Metode Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan dengan menggunakan paradigma kritis. Dalam

penelitian ini, peneliti menggunakan paradigma kritis. Paradigma kritis pada umumnya

selalu melihat dalam konteks yang luas, tidak hanya pada sebuah level saja namun juga

mengekspolrasi level lain yang ikut berperan dalam sebuah perisitiwa. Paradigma

merupakan suatu sistem dasar keyakinan seseorang yang mengandung berbagai asumsi

filosofis meliputi ontologis, epistemlogis, metodologis, dan aksiologis. Secara ontologis,

paradigma kritis memandang realitas yang teramati sebagai realitas semu yang telah
terbentuk oleh proses sejarah dan kekuatan sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Secara

epistemologis hubungan peneliti dengan yang diteliti selalu dijembatani oleh nilai-nilai

tertentu, serta pemahaman suatu realitas merupakan value mediated findings. Dalam

konteks akuntabilitas, paradigma kritis diperlukan untuk mengungkap realitas semu yang

tersembunyi dibawah permukaan. Akuntabilitas adalah konsep Akuntansi yang memiliki

realitas terselubung sebagaimana yang diungkapkan oleh banyak peneliti. Karena itu,

realitas ini perlu diungkap agar dapat dilakukan rekonstruksi yang betul – betul dapat

mencerminkan makna dari akuntabilitas yang sesungguhnya.

Adapun untuk analisis data, penelitian ini akan menggunakan metode etnografi.

Pendekatan etnografis dalam penelitian sosial telah digunakan dalam aneka disiplin

keilmuan dan bidang terapan. Metode ini diterapkan dengan membuat 12 langkah

penelitian yaitu; (1) menetapkan informan; (2) mewawancarai informan; (3) membuat

catatan etnografis; (4) mengajukan pertanyaan deskriptif; (5) menganalisis hasil

wawancara; (6) mengajukan analisis domain; (7) mengajukan pertanyaan structural; (8)

membuat analisis taksonomi; (9) mengajukan pertanyaan kontras; (10) membuat analisis

komponen; (11) menemukan tema tema budaya; (12) menulis laporan etnografi. Penelitian

ini, dilaksanakan di Kabupaten Toraja Utara. Informan penelitian ini adalah pemerintah

lembang dan beberapa pejabat terkait di Pemerintah Daerah. Wawancara akan dilakukan

dengan tekhnik wawancara tidak terstruktur untuk menggali informasi sedalam mungkin

dari narasumber (informan).

Proses analisis data dilakukan dengan Teknik interpretatif. Membandingkan

informasi yang diperoleh dengan teori yang digunakan sebagai dasar penelitian. Proses

redusksi data dilakukan sepanjang penelitian berlangung sebagaimana yang dijelaskan oleh

Sugiyono (2007). Proses reduksi data ini bertujuan untuk memberikan gambaran yang

lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan
mencari bila diperlukan. Karena itu, hasil wawancara yang telah direduksi akan dibuatkan

manuskrip sebagai data penelitian. Kemudian peneliti akan menulis laporan penelitian

berdasarkan manuskrip tersebut.

D. Hasil yang diharapkan

Akuntabilitas secara harfiah dalam bahasa inggris biasa disebut dengan

Accountability yang diartikan sebagai yang dapat dipertanggungjawabkan. Akuntabilitas

(Mardiasmo, 2002) adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban,

menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi

tanggungjawab pengambil keputusan kepada pihak yang telah memberi amanah dan hak,

kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban.

Pelaksanaan akuntabilitas dilingkungan instansi pemerintah, dapat diperhatikan

prinsip-prinsip akuntabilitas sebagai berikut: (1) Harus ada komitmen dari pimpinan dan

seluruh staf instansi untuk melakukan pengelolaan pelaksanaan misi agar akuntabel, (2)

Harus merupakan suatu sistem yang dapat menjamin penggunaan sumber-sumber daya

secara konsisten dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, (3) Harus dapat

menunjukkan tingkat pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan, (4) Harus

berorientasi pada pencapaian visi dan misi serta hasil dan manfaat yang diperoleh, (5)

Harus jujur, objektif, transparan, dan inovatif sebagai katalisator perubahan manajemen

instansi pemerintah dalam bentuk pemutakhiran metode dan teknik pengukuran kinerja dan

penyusunan laporan akuntabilitas.

Berdasarkan penjelasan tersebut, akuntabilitas memiliki banyak dimensi yang hanya

dapat diwujudkan jika aktor penyelengara pemerintahan desa memiliki sikap akuntabel
yang melekat. Pada prinsip – prinsip akuntabilitas yang dijelaskan diatas, semuanya itu

harus berangkat dari sikap aktor sebagai individu.

Oleh karena itu, dalam penelitian ini hasil yang diharapkan adalah pertama menggali

realitas akuntabilitas yang selama ini tersembunyi dibalik dokumen laporan keuangan

pemerintah desa sebagai bentuk pertanggung jawaban formal. Realitas semu yang

dimaksud adalah berbagai hal – hal yang disembunyikan dibawah permukaan. Jika

mengacu pada hasil penelitian sebelumnya, realitas semu akuntabilitas seperti pembagian

fee proyek untuk kepala desa yang tidak terungkap pada dokumen laporan keuangan atau

pembuatan bukti transaksi fiktif yang dilakukan oleh pengelola keuangan desa. Realitas

inilah yang banyak tersembunyi pada praktek akuntabilitas pemerintah desa. Kedua, hasil

peneliatin ini diharapkan dapat melahirkan model konstruksi akuntabilitas yang berbasis

pada nilai dan kearifan lokal.

Dalam perspektif budaya, nilai merupakan unsur yang melekat pada seseorang yang

menjadi panduan orang tersebut dalam bertindak pada ruang sosial. Pada umumnya nilai

dikosntruk oleh kebudayaan agar setiap anggota komunitas tersebut dapat berperilaku

berdasasrkan norma yang disepakati oleh masyarakat. selain itu, pada umumnya setiap

kebudayaan menganut nilai – nilai yang bersifat universal. Dalam artian, bahwa nilai ini

juga menjadi nilai yang dapat diterima oleh orang diluar komunitas kebudayaan tersebut.

Masyarakat adat toraja adalah suatu komunitas kebudayaan yang benyak meproduksi nilai

– nilai universal seperti kejujuran, keterbukaan, partisipatif yang dipraktekkan dalam ruang

sosial masyarakat toraja sehari – hari. Mengacu pada konsep akuntabilitas, maka nilai –

nilai tersebut adalah nilai dasar yang menjadi prinsip akuntabilitas. Oleh karena itu, hasil

penelitian ini nantinya akan memberikan suatu konstruk akuntabilitas baru yang bersumber

dari nilai kebudayaan masyarakat toraja utara.

Anda mungkin juga menyukai