Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH TAUHID

KELOMPOK 10
WASILAH – WASILAH KESYIRIKAN
Dosen Pengampu : Muhammad Ajrin

DISUSUN OLEH :
HALIMATUSHA’DIAH (2010010029)
M. IKHSAN ZARKASI (2106010063)
PARAS AYU INDAH WARDANI (2010010760)

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK INFORMATIKA


FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN SELATAN
MUHAMMAD ARSYAD AL-BANJARI BANJARMASIN
TAHUN 2022

A. Pengertia Syirik

syirik artinya juga penyandaran suatu perbuatan kepada selain Allah SWT. Di mana maknanya, jika
seseorang menganggap bahwa suatu kejadian atau perbuatan dapat terjadi secara mandiri tanpa
campur tangan Allah SWT atau disandarkan kepada zat lain, maka ia sudah jatuh pada dosa syirik.

Allah SWT mengampuni semua dosa yang dilakukan hamba-Nya, kecuali dosa besar seperti syirik.
Dalam Al-Qur'an surat An Nisa ayat 48, Allah SWT berfirman:

ۤ ‫هّٰلل‬ َ ‫اِ َّن هّٰللا َ اَل يَ ْغفِ ُر اَ ْن يُّ ْش َر‬


َ ِ‫ك بِ ٖه َويَ ْغفِ ُر َما ُدوْ نَ ٰذل‬
ِ ‫ك لِ َم ْن يَّ َشٓا ُء ۚ   َو َم ْن يُّ ْش ِر ْك بِا ِ فَقَ ِد ا ْفت َٰـرى اِ ْث ًما ع‬
‫َظ ْي ًما‬

Innallaaha laa yagfiru ay yusyraka bihii wa yagfiru maa duna zaalika limay yasyaa', wa may yusyrik
billaahi fa qadiftaraa isman 'aziimaa.

Artinya: "Sesungguhnya Allah SWT tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala
dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang
mempersekutukan Allah SWT maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar."

Selain itu, siapa pun yang melakukan perbuatan syirik diancam neraka serta dihapuskan amalan
salehnya di masa silam. Dan Allah SWT menyatakan bahwa orang yang melakukan syirik tidak akan
diampuni dosanya, kecuali melakukan taubat nasuha, menyesali tindakan syiriknya, dan tidak
mengulangi lagi perbuatan tersebut.

B. Jenis-Jenis Syirik

Syirik adalah perbuatan, anggapan atau i’tikad yang menyekutukan Allah SWT dengan yang lain,
seakan-akan ada yang maha kuasa di samping Allah SWT. Pengertian syirik dapat dipahami dari
berbagai seginya. Dalam surah an-Nisa ayat 48, dijelaskan bahwa pembagian syirik dibagikan kepada
enam macam, yaitu:
1. Syirik al-Istiqlal, yaitu menetapkan pendirian bahwa Tuhan itu ada dua dan keduanya bebas
bertindak sendiri-sendiri. Seperti syiriknya orang majusi (penyembah api). Menurut mereka Tuhan itu
dua, pertama Ahuramazda, Tuhan dari segala kebaikan dan Ahriman, Tuhan dari segala kejahatan.
2. Syirik at-Tab’id, yaitu menyusun Tuhan terdiri dari beberapa Tuhan, sebagai syiriknya orang Nasrani.
3. Syirik at-Taqrib, yaitu beribadat, memuja kepada yang selain Allah SWT untuk mendekatkan diri
kepada Allah SWT, sebagaimana syiriknya orang Jahiliah zaman dahulu.
4. Syirik at-Taqlid, yaitu memuja, beribadat kepada yang selain Allah SWT karena taqlid (turut-turutan)
kepada orang lain.
5. Syirik al-Asbab, yaitu menyandarkan pengaruh kepada sebab-sebab yang biasa, sebagaimana
syiriknya orang-orang ahli filsafat dan penganut paham naturalis. Mereka berkata bahwa segala
kejadian alam ini tidak ada sangkut-pautnya dengan Tuhan, meskipun Tuhan itu ada. Melainkan adalah
sebab-akibat daripada alam itu sendiri.
6. Syirik al-Aghrad, yaitu beramal bukan karena Allah SWT.
Empat yang pertama di atas, hukumnya ialah kufur menurut ijma’ ulama. Hukum yang keenam
ialah maksiat (durhaka) bukan kafir, menurut ijma’. Adapun hukum syirik yang kelima
mengkehendaki penjelasan.

Barangsiapa yang berkata bahwa sebab-sebab yang biasa itulah yang memberi bekas
menurut tabi’atnya, tidak ada sangkut-paut dengan Allah SWT kafirlah hukumnya. Dan
barangsiapa yang berkata bahwa alam itu memberi bekas karena Tuhan Allah SWT telah
memberikan kekuatan atasnya, orang itu fasiq.

C. Pembagian Syirik Secara Kuantitas dan Kualitas

1) Syirik Uluhiyah
Syirik dalam uluhiyah atau ibadah adalah mempersembahkan satu bentuk ibadah kepada
selain Allah Ta’ala, baik ibadah yang zhahir maupun ibadah hati (batin). Inilah kesyirikan yang
paling banyak tersebar di masyarakat. Macamnya pun sangat beragam, sebanyak bentuk
ibadah kepada Allah Ta’ala. Maka berikut ini kami akan memberikan sebagian contoh dari
macam-macam syirik kepada Allah Ta’ala dalam ibadah.
 Berdoa kepada selain Allah Ta’ala
Berdoa kepada selain Allah Ta’ala termasuk perbuatan syirik besar yang telah dilarang oleh
Orang yang berdoa kepada selain Allah Ta’ala juga termasuk dalam golongan orang-orang
yang zhalim karena telah melakukan kezhaliman terbesar (syirik), sebagaimana firman-Nya:
َ‫ك َواَل يَضُرُّ كَ فَِإ ْن فَ َع ْلتَ فَِإنَّكَ ِإ ًذا ِمنَ الظَّالِ ِمين‬
َ ‫ُون هَّللا ِ َما اَل يَ ْنفَ ُع‬
ِ ‫ع ِم ْن د‬
ُ ‫َواَل تَ ْد‬
“Dan janganlah kamu menyembah (berdoa) kepada apa-apa yang tidak memberi manfa’at dan
tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang
demikian) itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zhalim.”
(Yunus: 106)

Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dalam Kitab Tauhid menyebutkan
ayat di atas pada bab, “Termasuk perbuatan syirik, seorang yang ber- Istighotsah (meminta
tolong ketika musibah) atau berdoa kepada selain Allah.” (Kitabut Tauhid, Bab ke-13)

Para Ulama menjelaskan bahwa doa ada dua bentuk:


1. Pertama: Doa ibadah, seperti shalat, puasa, zakat, haji dan lain-lain. Karena seorang yang
melakukan ibadah-ibadah tersebut berarti ia memohon rahmat dan ampunan kepada Allah Ta’ala
dengan ibadah yang ia lakukan. Bentuk pertama ini apabila dipersembahkan kepada selain Allah
Ta’ala adalah termasuk perbuatan syirik besar (secara mutlak).
2. Kedua: Doa permohonan (tholab), seperti memohon suatu kemanfaatan atau terhindar dari suatu
kemudharatan. Bentuk yang kedua ini apabila dipersembahkan atau diminta kepada selain Allah Ta’ala
termasuk perbuatan syirik besar jika tidak terpenuhi padanya tiga syarat:
a. Permohonan tersebut mampu dikabulkan oleh orang yang diminta
b. Orang tersebut masih hidup
c. Orang tersebut hadir dan atau mampu mendengarkan permohonan kepadanya.
Syarh Tsalatsatil Ushul, Asy-Syaikh Al-‘Utsaimin rahimahullah, dicetak dalam Jami’ Syarah
salatsatil Ushul, hal. 141-142.
Syirik dalam doa adalah:
Isti’anah (minta tolong) kepada selain Allah Ta’ala
Istighotsah (meminta tolong ketika musibah) kepada selain Allah Ta’ala
Isti’adzah (mohon perlindungan) kepada selain Allah Ta’ala
Memohon syafa’at kepada selain Allah Ta’ala.
Contohnya :
1. Berdoa kepada para wali yang sudah meninggal dengan dalih tawassul
Yakni ia menjadikan wali tersebut sebagai perantara untuk berdoa kepada Allah Ta’ala.
Tawassul seperti ini bukanlah tawassul yang sesuai dengan sunnah, bahkan ia termasuk syirik
menurut kesepakatan (ijma’) Ulama.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Barangsiapa menjadikan makhluq
sebagai perantara antara dirinya dengan Allah Ta’ala, sehingga ia berdoa kepada para
perantara tersebut, memohon dan bertawakkal kepada mereka, maka ia kafir berdasarkan
ijma’.” (Al-Mulakhkhosul Fiqhi, Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan, 2/450)

2. Tabarruk (memohon berkah atau mengharapkannya) kepada selain Allah Ta’ala juga termasuk syirik
besar
Perbuatan ini termasuk syirik karena seorang yang melakukannya telah bergantung kepada
selain Allah Ta’ala dalam meraih suatu keberkahan sebagaimana para penyembah berhala
memohon berkah kepada berhala-berhala mereka. Maka seorang yang ber-tabarruk dengan
kuburan para wali atau dengan pohon-pohon dan batu-batuan, sama halnya dengan para
penyembah berhala yang ber-tabarruk dengan Lata, Uzza dan Manat (lihat Al-Irsyad ila
Shahihil I’tiqod, Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan, hal. 74-75).

Sahabat yang mulia, Al-Harits bin ‘Auf Abu Waqid Al-Laitsi radhiyallahu’anhu pernah
menceritakan:
‫أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم لما خرج إلى غزوة حنين مر بشجرة للمشركين كانوا يعلقون عليها أسلحتهم يقال‬
‫ يا رسول هللا اجعل لنا ذات أنواط كما لهم ذات أنواط فقال رسول هللا صلى هللا عليه‬: ‫ فقالوا‬. ‫ ذات أنواط‬: ‫لها‬
‫ ” سبحان هللا هذا كما قال قوم موسى ( اجعل لنا إلها كما لهم آلهة ) والذي نفسي بيده لتركبن سنن من كان‬: ‫وسلم‬
‫“ قبلكم‬
“Bahwa ketika Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam berangkat menuju perang Hunain, beliau
melewati sebuah pohon yang dijadikan tempat menggantungkan senjata-senjata oleh kaum
musyrikin (untuk meminta berkah dari pohon tersebut). Pohon tersebut dinamakan dzatu
amwath, maka kaum muslimin pun berkata, “Wahai Rasulullah, buatkanlah untuk kami dzatu
amwath sebagaimana milik mereka”. Maka Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
“Subhanallah, perkataan kalian sama dengan perkataan kaumnya Musa, “Buatkanlah kami
sesembahan sebagaimana sesembahan mereka”, demi (Allah) yang jiwaku ada di tangan-Nya,
kalian benar-benar akan mengikuti kebiasaan-kebiasaan kaum sebelum kalian”.” (HR. At-
Tirmidzi, no. 2335, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Al-Misykah, no.
5408)

 Menyembelih untuk dipersembahkan kepada selain Allah Ta’ala


Menyembelih untuk selain Allah Ta’ala termasuk perbuatan syirik sebab menyembelih adalah
ibadah yang tidak boleh dipersembahkan kepada selain Allah Ta’ala, sebagaimana firman-Nya:
“Katakanlah: “Sesungguhnya salat, ibadah (sembelihan), hidup dan matiku hanyalah untuk
Allah, Rabb semesta alam”.” (Al-An’am: 162)
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang ayat ini, “Makna ayat ini seperti firman Allah
Ta’ala: “Maka dirikanlah shalat dan sembelihlah qurban karena Rabbmu.” (Al-Kautsar: 2),
yakni, ikhlaskan shalatmu dan sembelihanmu hanya untuk Allah semata.” (Tafsir Ibnu Katsir,
3/381)
Demikian pula termasuk syirik apabila seorang ber-taqarrub kepada selain Allah Ta’ala dengan
mempersembahkan sesajen, apakah bentuk sesajen itu hewan qurban atau selainnya. Dan
biasanya mereka lakukan hal tersebut untuk meminta pertolongan kepada jin. Seperti sesajen
yang sering dipersembahkan kepada jin ratu laut selatan adalah termasuk syirik kepada Allah
Ta’ala yang mengeluarkan pelakunya dari Islam.

 Bernazar untuk selain Allah Ta’ala


Nazar termasuk ibadah, sehingga tidak boleh dipersembahkan kepada selain Allah Ta’ala.
Bahkan Allah Ta’ala telah memuji orang-orang yang beriman karena nazar yang mereka
tunaikan, sebagaimana firman-Nya:
‫يُوفُونَ بِالنَّ ْذ ِر‬
“Mereka menunaikan nazar.” (Al-Insan: 7))
Asy-Syaikh Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Allah Ta’ala telah memuji orang-orang yang
beriman karena telah menunaikan nazar mereka dan menjadikan hal tersebut sebagai sebab
masuknya mereka ke dalam surga. Dan suatu amalan yang bisa menjadi sebab masuknya
seseorang ke dalam surga adalah ibadah, maka mempersembahkan ibadah tersebut kepada
selain Allah Ta’ala adalah syirik.” (Al-Qoulul Mufid, 1/317)

 Syirik dalam Cinta


Fenomena syirik dalam cinta telah dijelaskan Allah Ta’ala dalam al-Qur’an:
ِ ‫اس َم ْن يَتَّ ِخ ُذ ِم ْن دُو ِن هَّللا ِ َأ ْندَادًا ي ُِحبُّونَهُ ْم َكحُبِّ هَّللا ِ َوالَّ ِذينَ آ َمنُوا َأ َش ُّد حُ بًّا هَّلِل‬
ِ َّ‫َو ِمنَ الن‬
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah,
mereka mencintainya, sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang
beriman sangat kuat cintanya kepada Allah.” (Al-Baqarah: 165))
Asy-Syaikh Al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan, “Cinta kepada Allah Ta’ala ada empat
tingkatan:
Pertama: Seorang mencintai Allah melebihi selain-Nya. Inilah tauhid
Kedua: Seorang mencintai Allah seperti mencintai selain-Nya. Ini adalah syirik
Ketiga: Seorang mencintai selain Allah melebihi cintanya kepada Allah. Ini lebih besar dosa
kesyirikannya dari yang sebelumnya
Keempat: Seorang mencintai selain Allah Ta’ala dan tidak ada sedikit pun kecintaan kepada
Allah dalam hatinya. Ini lebih besar lagi dosa kesyirikannya dan lebih jelek lagi.” (Al-Qaulul
Mufid, 1/200-201)

 Takut kepada selain Allah Ta’ala


Takut kepada selain Allah Ta’ala terbagi menjadi tiga bentuk:
1. Pertama : Takut yang tersembunyi (dalam hati manusia), yakni takut dari suatu kemampuan khusus
yang mereka yakini dimiliki oleh selain Allah Ta’ala, padahal kemampuan tersebut hanya dimiliki oleh
Allah Ta’ala. Seperti keyakinan para penyembah kubur bahwa wali-wali yang mereka sembah memiliki
kemampuan untuk menimpakan bahaya kepada mereka atau menghilangkannya dari mereka.
Bahkan mereka berani bersumpah bohong atas nama Allah, tetapi tidak berani bersumpah
bohong atas nama wali karena takut kepada wali tersebut. Maka takut seperti ini adalah
termasuk perbuatan syirik kepada Allah Ta’ala. Firman Allah Ta’ala:
ِ ُ‫فَاَل تَخَافُوهُ ْم َوخَ اف‬
َ‫ون ِإ ْن ُك ْنتُ ْم ُمْؤ ِمنِين‬
“Maka janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar
orang yang beriman.” (Ali Imran: 175)
2. Kedua: Takut karena sebab-sebab yang dapat dirasakan atau dilihat oleh panca indera, seperti takut
kepada pencuri atau musuh. Takut seperti ini tidaklah termasuk syirik, dengan syarat tidak
mengantarkan seseorang untuk meninggalkan perintah Allah Ta’ala.
3. Ketiga: Takut yang sifatnya tabiat, seperti takut dari binatang buas, takut terbakar, takut tenggelam
dan lain-lain. Takut seperti ini juga tidak termasuk bentuk syirik kepada Allah Ta’ala atau maksiat
kepada-Nya.
(lihat Syarh Tsalatsatil Ushul, Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah, dicetak dalam Jami’ Syarah
Tsalatsatil Ushul, hal. 129-130)

 Harap kepada selain Allah Ta’ala


Yaitu apabila seorang mengharap kepada selain Allah Ta’ala disertai dengan merendahkan diri
dan ketundukan maka termasuk syirik, sebab hal tersebut termasuk ibadah yang tidak boleh
dipersembahkan kepada selain Allah Ta’ala (lihat Syarh Tsalatsatil Ushul, Asy-Syaikh
Al-‘Utsaimin rahimahullah, dicetak dalam Jami’ Syarah Tsalatsatil Ushul, hal. 143).

 Tawakkal kepada selain Allah Ta’ala


Allah Ta’ala telah memerintahkan orang-orang yang beriman untuk selalu bertawakkal kepada-
Nya, sebagaimana dalam firman-Nya:
ْ ُ‫َو َعلَى هَّللا ِ فَت ََو َّكل‬
َ‫وا ِإن ُكنتُم ُّمْؤ ِمنِين‬
“Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakal, jika kamu benar-benar orang yang
beriman.” (Al-Maidah: 23))
Asy-Syaikh Sulaiman bin Abdullah rahimahullah berkata, “Dalam ayat ini terdapat dalil bahwa
tawakkal kepada Allah adalah ibadah dan hukumnya wajib, maka mempersembahkannya
kepada selain Allah Ta’ala adalah syirik.” (Taysirul ‘Azizil Hamid, hal. 497)
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah berkata, “Tawakkal kepada Allah, serta
benarnya penyandaran dan ketergantungan hati kepada-Nya adalah puncak pengamalan
tauhid.” (Fathul Majid, hal. 60)

 Taat kepada selain Allah dalam perkara maksiat kepada-Nya


Allah Ta’ala berfirman:
‫واحداً الَّ إله ِإالَّ هُ َو‬ ِ ً ‫ُوا ِإلَـها‬ ْ ‫ُون هَّللا ِ َو ْال َم ِسي َح ا ْبنَ َمرْ يَ َم َو َما ُأ ِمر‬
ْ ‫ُوا ِإالَّ لِيَ ْعبُد‬ ِ ‫وا َأحْ بَـا َرهُ ْم َو ُر ْهبَـانَهُ ْم َأرْ بَابا ً ّمن د‬
ْ ‫اتخ ُذ‬
َ‫ُسب َْحـانَهُ َع َّما يُ ْش ِر ُكون‬
“Mereka menjadikan ulama dan ahli ibadah mereka sebagai tuhan selain Allah, dan (juga
mereka mempertuhankan) Al Masih putra Maryam; padahal mereka hanya disuruh
menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia.
Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (At-Taubah: 31)).

Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata, “Tafsir ayat ini telah jelas,
yaitu tentang ketaatan kepada ulama dan kepada ahli-ahli ibadah dalam perkara maksiat
kepada Allah. Jadi, bukanlah maksud ayat ini mereka berdoa kepada ulama dan kepada ahli-
ahli ibadah tersebut. Dan hal ini sebagaimana yang ditafsirkan oleh Rasulullah
shallallahu’alaihi wa sallam kepada ‘Adi bin Hatim. “ (Ad-Durarus Saniyyah, 2/70)
 Syirik dalam Niat: Riya’ dan Sum’ah
Riya’ adalah seorang yang memperlihatkan ibadahnya kepada orang lain demi mendapat
pujian. Termasuk juga dalam makna ini adalah sum’ah, yakni seorang memperdengarkan atau
menceritakan amalannya kepada orang lain demi mendapat pujian.

Berdasarkan tingkatannya, riya’ terbagi dua:


1. Pertama: Syirik besar, apabila seorang beribadah dengan niat semata-mata untuk mempertontonkan
amalannya demi mendapat pujian, tidak ada sedikitpun dalam hatinya niat karena Allah. Hal ini seperti
syiriknya orang-orang munafik yang disebutkan oleh Allah Ta’ala:
‫اس َواَل يَ ْذ ُكرُونَ هَّللا َ ِإاَّل قَلِياًل‬
َ َّ‫صاَل ِة قَا ُموا ُك َسالَى ي َُراءُونَ الن‬
َّ ‫َوِإ َذا قَا ُموا ِإلَى ال‬
“Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud
riya’ (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit
sekali.” (An-Nisa’: 142)

2. Kedua: Syirik kecil, apabila seorang beribadah karena Allah namun niatnya tercampuri dengan riya’,
maka yang seperti ini termasuk syirik kecil yang menyebabkan tertolaknya ibadah seseorang. Nabi
shallallahu’alaihi wa sallam telah memperingatkan:
‫إن أخوف ما أخاف عليكم الشرك األصغر قالوا وما الشرك األصغر يا رسول هللا قال الرياء يقول هللا عز و جل‬
‫لهم يوم القيامة إذا جزى الناس بأعمالهم اذهبوا إلى الذين كنتم تراؤون في الدنيا فانظروا هل تجدون عندهم جزاء‬
“Sesungguhnya yang paling aku takuti menimpa kalian adalah syirik kecil”, para sahabat
bertanya, “apa yang dimaksud syirik kecil itu wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “(Syirik kecil
itu) riya’, Allah ‘Azza wa Jalla berfirman pada hari kiamat kepada mereka (orang-orang yang
riya’ dalam beramal), yaitu ketika Allah Ta’ala telah membalas amal-amal manusia, (maka
Allah katakan kepada mereka), “pergilah kalian kepada orang-orang yang dahulu kalian
perlihatkan (riya’) amalan-amalan kalian ketika di dunia, maka lihatlah apakah kalian akan
mendapatkan balasan (kebaikan) dari mereka?!” (HR. Ahmad, dihasankan Asy-Syaikh Syu’aib
al-Arnauth, no. 23680 dan dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shohihut Targhib, no. 32)

 Syirik dalam Niat: Beramal karena dunia


Bentuk yang kedua dari syirik dalam niat adalah seorang yang beribadah karena dunia, seperti
karena harta, pangkat, status sosial, wanita, kehormatan, dan lain-lain.

Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah menyebutkan salah satu bab dalam
Kitabut Tauhid, “Termasuk kesyirikan, seorang yang beramal karena dunia”, kemudian beliau
menyebutkan firman Allah Ta’ala:
ِ ‫ْس لَهُ ْم فِى‬
‫اآلخ َر ِة‬ َ ‫ف ِإلَ ْي ِه ْم َأ ْع َمالَهُ ْم فِيهَا َوهُ ْم فِيهَا الَ يُبْخَ سُونَ ُأوْ لَـِئ‬
َ ‫ك الَّ ِذينَ لَي‬ ّ ‫َمن َكانَ ي ُِري ُد ْال َحيَواةَ ال ُّد ْنيَا َو ِزينَتَهَا نُ َو‬
ْ ُ‫ُوا فِيهَا َوبَا ِط ٌل َّما َكان‬
َ‫وا يَ ْع َملُون‬ ْ ‫صنَع‬ َ ‫ِإالَّ النَّا ُر َو َحبِطَ َما‬

“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan
kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu
tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan
lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah
mereka kerjakan?” (Hud: 15, 16).)

Diperkecualikan dalam masalah ini, amalan-amalan tertentu yang diizinkan oleh Allah Ta’ala
untuk seorang berniat karena Allah dan juga berniat untuk mendapatkan ganjaran dari Allah di
dunia. Yakni yang disebutkan dalam nash tentang amalan tertentu, seperti berjihad karena
Allah dan juga untuk mendapatkan ghanimah, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
‫من قتل قتيال فله سلبه‬
“Barangsiapa yang membunuh musuh (di medan jihad), maka harta orang tersebut menjadi
miliknya.” (HR. Malik dalam Al-Muwattho’, no. 1656, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani
rahimahullah dalam tahqiq kitab Al-Ayat Al-Bayyinat karya al-Imam Al-Alusi rahimahullah, hal.
56)
Contoh lain, seorang yang menyambung silaturrahim karena Allah dan juga untuk
mendapatkan keluasan rezeki. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
‫من سره أن يبسط له في رزقه وأن ينسأ له في أثره فليصل رحمه‬
“Barangsiapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia
menyambung kekerabatan.” (HR. Al-Bukhari, no. 5639)

Hal ini diperkecualikan karena telah disebutkan ganjaran-ganjaran tersebut dalam nash,
adapun yang tidak disebutkan dalam nash maka tidak boleh. Namun tentunya, jika niat
seseorang ikhlas hanya karena Allah semata dalam beramal, itu yang lebih utama.
Asy-Syaikh Hafiz al-Hakami rahimahullah berkata,

1. (Pertama): Apabila faktor pendorong dalam beramal adalah niat karena Allah dan kehidupan akhirat
(surga Allah), selamat dari riya’ dan sesuai dengan petunjuk syari’at maka itulah amal shalih yang
diterima (tauhid).
2. (Kedua): Apabila faktor pendorong dalam beramal adalah niat selain karena Allah maka termasuk
kemunafikan besar (syirik besar), sama saja apakah seorang beramal karena kedudukan,
kepemimpinan dan mengejar dunia, maupun seorang yang beramal demi menjaga keselamatan jiwa
dan hartanya, dan selainnya.” (Ma’arijul Qabul, 2/493)
3. (Ketiga): Apabila faktor pendorong dalam beramal adalah niat karena Allah dan surga-Nya namun
dimasuki oleh riya’ dalam menghiasi dan membaguskannya, maka inilah yang dinamakan oleh
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dengan syirik kecil.” (Ma’arijul Qabul, 2/494)

2) . Syirik Rububiyyah
Syirik jenis ini berupa menyekutukan Allah dalam rububiyah-Nya. Artinya, seseorang meyakini
ada rabb selain Allah yang mencipta dan mengatur alam semesta, memberi rezeki,memberi
manfaat dan madharat, menghidupkan dan mematikan, dan lain sebagainya. Jika ada
keyakinan seperti itu dalam diri seorang manusia, berarti ia telah berbuat syirik dalam
rububiyah-Nya. Keyakinan seperti itu sanggup menghilangkan ashlul iman yang ada pada
dirinya.
Maka ketika belajar ada tiga hal yang harus kita pahami, yakni :
 Rukun Syahadat
 Syarat-syarat Syahadat
 Pembatal-pembatal Syahadat
Sebagaimana ketiganya juga ada pada rukun ibadah yang lain, misalnya shalat, disana akan
kita temukan :
 Rukun Shalat
 Syarat-syarat Shalat
 Hal-hal yang membatalkan Shalat.

 Rukun Syahadat
Adapun rukun itu ada dua, yakni:
A. Rukun an-nafyu, artinya menafikan atau meniadakan.
Ketika mengingkarkan kalimat syahadat, kedua rukun ini wajib ada dan menyertai, karena jika
hilang hilang salah satu rukunnya maka tidak akan sah syahadatnya. Misal orang
mengucapkan syahadat, “Aku bersaksi bahwa Allah adalah Tuhanku, dan aku bersaksi bahwa
Allah adalah Tuahnku satu-satunya,” maka ikrar syahadat seperti ini tidak sah, karena salah
satu rukun tidak terpenuhi yakni “tidak menafikan tuhan-tuhan selain Allah”.
Adapun yang wajib dinafikan dengan kalimat syahadat tersebut menurut ahlul ilmi ada empat
perkara, yakni:
1. (Al-Alihah) artinya sesembahan
Dalam istilah syar’i alihah berarti sesuatu yang dapat memberikan manfaat dan menolak
madharat pada diri kita. Misal ada seseorang yang memelihara keris atau jimat atau benda lain
di rumahnya, dengan adanya benda itu ia meyakni bahwa penghuni rumah akan selamat dari
gangguan ini, dari bahaya itu, atau mudah mendapatkan rezeki, dan lain sebagainya. Dengan
semua itu, berarti telah menjadikan keris atau benda yang lain itu sebagai al-alihaat, dan itulah
kesyirikannya.

2. (Ath-Thawaghit) artinya thaghur-thaghut (adalah segala sesuatu yang melampaui Allah sehingga dia
disembah di samping Allah.
Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab dalam kitab yang beliau susunan, yakni Majmu’
Tauhid! beliau menjelaskan bahwa dedengkot thaghut itu ada lima :
 Iblis
 Setiap penguasa yang merubah hukum Allah
 Orang yang berhukum dengan selain hukum Allah
 Orang yang mengaku mengetahui hal-hal yang ghaib
 Sesuatu yang disembah selain Allah dan ia ridha dengan penyembahan tersebut.

3. Al-Arbab (tuhan pengatur atau yang mengatur)


Al-Arbab adalah seorang yang memberi fatwa kepadamu yang bertentangan dengan Allah,
kemudian kamu mengikutinya. Maka seseorang yang membuat hukum selain hukum Allah
kemudian kamu mengikutinya dan seorang yang mengejar kamu lalu kamu mengikutinya dan
yang tidak sesuai dengan hukum Allah kemudian kamu menaatinya, ketahuilah bahwa semua
itu adalah arbab. Jadi, kyai-kyai, para muballigh, para ulama, para ustadz dan murabbiyang
bertentangan dengan hukum Allah kemudian diikuti murid-muridnya itu telah menjadikan
mereka sebagai arbab (Tuhan).

Imam Abu Daud meriwayatkan dalam kitab sunan-Nya bab kitabul adab dengan sanad shahih
bahwa beliau berkata :
“Yang berdaulat (memilki kekuasaan tertinggi) adalah Allah.”
Sedangkan demokrasi itu merampas kedaulatan Allah Azza wa jalla lalu menyerahkan kepada
rakyat. Lalu dengan berbekal kekuasaan itu, rakyat pun memilih wakil-wakilnya menjadi
anggota DPR/MPR itu adalah arbab (tuhan-tuhan palsu). Karena tasyri’ atau membuat undang-
undang itu adalah hak Allah.
“Keputusan itu hanyalah milik Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah
selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Yusuf
[12] : 40)

4.(Al-Andad) artinya tandingan


Andad berarti tandingan-tandingan. Mengenai ia, yakni yang tertera dalam (Al-Qur’an Surah
At-Taubat ayat 24) yang artinya : “ Katakanlah, jika bapa-bapakmu, anak-anakmu, saudara-
saudaramu, istri-istrimu,keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan perdagangan yang
kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu
cintai dati pada Allah dan rasulnya serta berjihad dijalannya, maka tunggulah sampai Allah
memberikan keputusan nya, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.”

B. Rukun al-itsbat, artinya mengitsbatkan atau menetapkan .....(meniadakan)...... (menetapkan) rukun


itsbat (menetapkan) juga terdiri dari empat perkara yang harus dipenuhi oleh orang yang mengucap
kalimat laa ilaha illallaah, di antaranya adalah :
a. Al-Qashdu/ an-niyyah wa ath-thalab li wajhillah, semua bentuk tujuan dan ibadah hanya kepada
Allah.
b. Al-Mahabbah (cinta)
c. Al-Khauf (takut)
d.Ar- Raja’ (mengharap), dan lain-lain

3). Syirik ’ubudiyah


yaitu keyakinan adanya tujuan sembahan selain Allah. Atau melaksanakan ibadah bukan
karena Allah, melainkan karena faktor lain. Misalnya seorang shalat karena malu kepada
atasan atau mertua, bukan semata karena Allah. Sarannya, jika motivasi awalnya demikian
sebaiknya niatnya diluruskan kembali, yaitu shalat karena Allah. Jika niatnya belum diluruskan,
shalatnya tidak memiliki pahala. Terhadap kondisi ini Allah Swt berfirman: ”Padahal mereka
hanya diperintah menyembah Allah, dengan mentaati-Nya semata-mata karena menjalankan
agama.” (Q.S. al-Bayyinah/98: 5).
Seolah Allah mengatakan ”tak perlulah shalat jika bukan karenaNya, toh tak ada pahalanya.
Jangankah pahala, justru dosa yang ada, yaitu dosa syirik”.
Sebagai agama monoteisme murni (pure monoteism), Islam sangat mencela faham
kemusyrikan dengan segala bentuknya. Kuatnya celaan ini sehingga menjadikannya sebuah
dosa yang tak terampunkan, sebagaimana maksud ayat yang artinya: ”Allah mengampuni
segala dosa kecuali dosa syirik” (Q.S. an-Nisa’/4: 115).

Wallahu A’la wa A’lam.

https://abuzuhriy.wordpress.com/2010/07/07/waspadailah-bentuk-bentuk-syirik/amp/
https://www.bola.com/ragam/read/4710853/macam-macam-syirik-dalam-islam-yang-wajib-
dihindari-umat-muslim?page=3
https://www.ilmusaudara.com/2016/06/pengertian-syirik-macam-macam-syirik.html?m=1
https://waspada.id/al-bayan/tauhid-islam-menolak-kemusyrikan/

Anda mungkin juga menyukai