Anda di halaman 1dari 5

Nama: Faiz Kharir Alluthfi

Kelas: TA21A
Mata Kuliah: Dasar-Dasar Pendidikan

1. Jelaskan secara singkat Riwayat Hidup Ki Hajar Dewantara !


Ki Hajar Dewantara lahir di Yogyakarta pada 2 Mei 1889. Beliau memiliki
nama asli Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Beliau lahir dan besar di
lingkungan keluarga keraton. Ki Hajar Dewantara memiliki pribadi yang
keras tapi lembut dengan sosok yang sederhana. Ki Hajar Dewantara adalah
tokoh peletak dasar Pendidikan.
Kiprah Ki Hajar Dewantara bersekolah di sekolah Belanda ELS. Setelah lulus
beliau melanjutkan sekolah ke STOVIA (Sekolah Kedokteran Bumi Putera) di
Jakarta, tetapi tidak sampai selesai Karena ia sakit. Kemudian bekerja sebagai
wartawan dibeberapa surat kabar antara lain sedyotomo, Midden Java, De
Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara. Pada
masanya, beliau terkenal sebagai penulis yang handal. Tulisan-tulisan yang
dibuat oleh beliau sangat komunikatif, tajam dan patriotic sehingga mampu
membangkitkan semangat anticolonial bagi para pembacanya.
Ki Hajar Dewantara masih aktif menulis. Namun, tema tulisannya beralih dari
nuansa politik ke Pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan.
Tulisan-tulisan itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar Pendidikan nasional
bagi bangsa Indonesia. Ki Hajar Dewantara pernah menjabat sebagai Menteri
Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama. Nama Ki Hajar
Dewantara tidak hanya dijadikan sebagai bapak Pendidikan yang tanggal
lahirnya dijadikan sebagai hari Pendidikan nasional pada 2 Mei tetapi juga
ditetapkan menjadi Pahlawan Pergerakan Nasional melalui surat keputusan
Presiden RI No. 305 tahun 1959, Pada Tanggal 28 November 1959.
Penghargaan lain yang diterima oleh beliau adalah gelar Honoris Causa dari
Universitas Gadjah Mada pada tahun 1957. Ki Hajar Dewantara meninggal
pada 28 April 1959 dan dimakamkan di Yogyakarta.
2. Bagaimana maksud dengan asas Pendidikan “Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing
Madya mangun Karso, Tut Wuri Handayani” ?

Ing Ngarso Sung Tulodo memiliki arti bahwa seorang guru di depan harus
mampu menjadi contoh bagi anak didiknyya, baik sikap maupun pola
pikirnya. Guru harus memberikan teladan yang baik bagi anak didiknya agar
anak akan memiliki periaku yang baik pula. Pada tahapan ini guru masih
menjadi pemegang peran yang cukup kuat dalam pembelajaran.

Ing Madyo Mangun Karso berarti bila guru berada di antara anak didiknya,
maka guru tersebut harus mampu memberikan inspirasi dan motivasi bagi
anak didik hingga anak didik diharapkan bisa lebih maju dalam belajar.
Inspirasi dan motivasi yang diberikan guru dapat memberikan semangat dan
memacu anak didik untuk lebih giat karena merasa diperhatikan dan selalu
mendapat pikiran -pikiran positif dari gurunya. Pada tahap ini anak didik
terlebih dahulu menguasai materi pembelajaran untuk kemudian mampu
mengemukakan pendapat dan berdiskusi antar teman.

Tut Wuri Handayani memiliki arti bahwa guru di belakang anak didik
diharapkan mau memberikan kepercayaan dalam melaksanakan tugasnya
dengan baik. Semboyan ini diwujudkan dengan pemberian tugas maupun
belajar secara mandiri.

3. Jelaskan maksud dari aliran-aliran Pendidikan nativisme, empirisme dan


konvergensi !

Teori Nativisme meyakini bahwa proses perkembangan manusia ditentukan


oleh adanya faktor-faktor bawaan sejak lahir. Faktor bawaan tersebut meliputi
sifatsifat fisik dan psikologis serta juga kemampuan yang berupa bakat,
intelegensi, dan lain-lain yang diwariskan secara genetis. Faktor bawaan inilah
yang dipercaya akan menentukan hasil perkembangan anak di kemudian hari.
Apabila anak itu memiliki pembawaan yang cerdas, pintar pula anak itu kelak.
Sebaliknya, apabila anak itu pembawaannya kurang cerdas, rendah pula
prestasi akademiknya.

Teori empirisme bertolak belakang dengan teori nativisme, karena


mengabaikan adanya pengaruh dari faktor bakat atau potensi bawaan dalam
proses pendidikan. Maka itu, teori ini menekankan ke pentingnya
pengalaman, lingkungan, dan pendidikan dalam proses perkembangan anak.
Doktrin teori empirisme paling terkenal ialah “tabula rasa” yang berarti bahwa
manusia dilahirkan seperti kertas putih bersih, masih kosong. Peran pendidik
sangat penting dalam membentuk anak.

Teori konvergensi bisa dibilang merupakan gabungan dari teori nativisme


dan empirisme. Teori ini menggabungkan unsur bakat dan lingkungan atau
pendidikan. Kedua unsur tersebut dinilai saling memiliki pengaruh dalam
proses perkembangan anak. Teori konvergensi dipelopori oleh seorang ahli
pendidikan asal Jerman, William Stern (1871-1938). Menurut dia, anak yang
dilahirkan ke dunia sudah disertai dengan pembawaan baik maupun buruk.

4. Bagaimana keluarga dapat mempengaruhi perkembangan seorang anak ?

Keberhasilan tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh faktor lingkungan,


mulai dari lingkungan keluarga hingga masyarakat luas. Peran keluarga
utamanya orangtua sangat penting dalam membentuk lingkungan keluarga
yang harmonis, penuh kasih sayang, dan pengertian. Peran keluarga utamanya
orangtua sangat penting. Lingkungan paparan pertama dan tersering bagi
anak-anak adalah keluarga. Pembentukan karakter dan proses tumbuh
kembang pertama kali dimulai dari sini. Anak-anak harus dipersiapkan sedini
mungkin untuk menjadi penentu kehidupannya nanti. Harus dipersiapkan
untuk bisa membuat keputusan sendiri dan tumbuh menjadi pribadi yang
kompeten di masyarakat. Proses ini dapat didapatkan sedini mungkin
tergantung pada lingkungan tempat tinggal anak dibesarkan.

5. Bagaimana sekolah dapat mempengaruhi perkembangan peserta didik ?

Semenjak usia 6 hingga 7 tahun, anak-anak mulai memasuki lingkungan di


luar keluarganya yaitu sekolah. Orang tua harus menyadari pentingnya
pengaruh lingkungan terhadap pendidikan anak. Oleh sebab itu, mereka harus
cermat memilih sekolah yang tepat dengan lingkungan pendidikan yang baik.
Pilihlah sekolah yang menerapkan nilai-nilai yang sama dengan yang Anda
anut di rumah, misalnya sekolah berlandaskan agama untuk memperkuat nilai
agama yang telah Anda tumbuhkan sejak dini. Perhatikan keadaan sekolah,
pilihlah lingkungan sekolah yang bersih, aman, dan kondusif, karena hal ini
penting bagi keselamatan buah hati Anda. Yang terakhir perhatikan kualitas
para pengajar, bisa dari riwayat pendidikan mereka atau mutu lulusan dari
sekolah tersebut.
6. Apa yang dimaksud dengan Pendidikan karakter? Bagaimana pemerintah
mengimpelementasikan Pendidikan karakter dalam pelaksanaan pembelajaran?

Pendidikan karakter adalah suatu sistem pendidikan yang bertujuan untuk


menanamkan nilai-nilai karakter tertentu kepada peserta didik yang di
dalamnya terdapat komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, serta
tindakan untuk melakukan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter (character
education) sangat erat hubungannya dengan pendidikan moral dimana
tujuannya adalah untuk membentuk dan melatih kemampuan individu secara
terus-menerus guna penyempurnaan diri kearah hidup yang lebih baik.
Pelaksanaan pendidikan karakter dalam pembelajaran dapat dilakukan dengan
pengenalan nilai-nilai, pengintegrasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku
peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran baik yang berlangsung
di dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran.

7. Sebutkan dua permasalahan Pendidikan di Indonesia? Dan bagaimana


solusinya ?

Masalah pertama adalah bahwa pendidikan, khususnya di Indonesia,


menghasilkan “manusia robot”. Kami katakan demikian karena pendidikan
yang diberikan ternyata berat sebelah, dengan kata lain tidak seimbang.
Pendidikan ternyata mengorbankan keutuhan, kurang seimbang antara belajar
yang berpikir (kognitif) dan perilaku belajar yang merasa (afektif). Jadi unsur
integrasi cenderung semakin hilang, yang terjadi adalah disintegrasi. Padahal
belajar tidak hanya berpikir. Sebab ketika orang sedang belajar, maka orang
yang sedang belajar tersebut melakukan berbagai macam kegiatan, seperti
mengamati, membandingkan, meragukan, menyukai, semangat, dan
sebagainya. Hal yang sering disinyalir ialah pendidikan sering kali
dipraktikkan sebagai sederetan instruksi dari guru kepada murid. Apalagi
dengan istilah yang sekarang sering digembar-gemborkan sebagai
“pendidikan yang menciptakan manusia siap pakai". Dan “siap pakai” di sini
berarti menghasilkan tenaga-tenaga yang dibutuhkan dalam pengembangan
dan persaingan bidang industri dan teknologi. Memperhatikan secara kritis hal
tersebut, akan nampak bahwa dalam hal ini manusia dipandang sama seperti
bahan atau komponen pendukung industri. Itu berarti, lembaga pendidikan
diharapkan mampu menjadi lembaga produksi sebagai penghasil bahan atau
komponen dengan kualitas tertentu yang dituntut pasar. Kenyataan ini
nampaknya justru disambut dengan antusias oleh banyak lembaga pendidikan.
Yang kedua, dari model pendidikan yang demikian maka manusia yang
dihasilkan pendidikan ini hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan
bukannya bersikap kritis terhadap zamannya. Manusia sebagai objek (yang
adalah wujud dari dehumanisasi) merupakan fenomena yang justru bertolak
belakang dengan visi humanisasi, menyebabkan manusia tercerabut dari akar-
akar budayanya (seperti di dunia Timur/Asia). Bukankah kita telah sama-sama
melihat bagaimana kaum muda zaman ini begitu gandrung dengan hal-hal
yang berbau Barat? Oleh karena itu strategi pendidikan di Indonesia harus
terlebur dalam “strategi kebudayaan Asia”, sebab Asia kini telah berkembang
sebagai salah satu kawasan penentu yang strategis dalam bidang ekonomi,
sosial, budaya bahkan politik internasional. Bukan bermaksud anti-Barat
kalau hal ini penulis kemukakan. Melainkan justru hendak mengajak kita
semua untuk melihat kenyataan ini sebagai sebuah tantangan bagi dunia
pendidikan kita. Mampukah kita menjadikan lembaga pendidikan sebagai
sarana interaksi kultural untuk membentuk manusia yang sadar akan tradisi
dan kebudayaan serta keberadaan masyarakatnya sekaligus juga mampu
menerima dan menghargai keberadaan tradisi, budaya dan situasi masyarakat
lain? Dalam hal ini, makna pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara menjadi
sangat relevan untuk direnungkan.

Anda mungkin juga menyukai