Anda di halaman 1dari 5

Anggota Kelompok:

1. Alya Novita Sari


2. Diah Ayu Purwaningsih
3. Evi Dwi Herlunawati

Sejarah peradaban Islam tidak lepas dari riwayat kemajuan yang dicapai
Dinasti Bani Umayyah (661–750) dan Bani Abbasiyah (750–1517). Kedua wangsa
tersebut membawa umat Islam ke dalam masa keemasan, yakni ketika sains, ilmu
pengetahuan, seni dan budaya berkembang dengan sangat pesatnya. Berkaca dari
masa lalu, menurut Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga
Yogyakarta Prof Al Makin, kunci kegemilangan mereka adalah pada daya adaptasi
dan bertahan hidup (survival).
Dia mengatakan pemerintahan yang berlangsung pada kedua dinasti tersebut
bersikap terbuka. Mereka menyerap dari banyak peradaban besar yang muncul
sebelumnya, semisal Yunani, Romawi, Persia, atau India.
“Kemajuan dari dua dinasti yang diunggulunggulkan pada masa keemasan tersebut
sebetulnya adalah karena sikap akomodatif terhadap unsur non- Arab,” ujar guru
besar ilmu filsafat itu, ebagaimana dikutip dari dokumentasi Harian Republika.
Utamanya karena sikap akomodatif mereka terhadap unsur-unsur non-Arab, seperti
tradisi Persia, Romawi, India, dan lain-lain. Maksudnya, keduanya Daulah Umayyah
dan Abbasiyah mengadopsi, mengadaptasi, dan melakukan harmonisasi budaya
peradaban-peradaban yang jauh lebih besar (daripada Arab) sebelum Islam.
Semuanya lantas diharmoniskan ke dalam tradisi Arab dan utamanya Islam.
Al Makin menjelaskan, ada banyak filsuf Muslim pada era Abbasiyah,
misalnya Al Kindi, Al Farabi, Ibnu Miskawaih, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, dan
sebagainya.
Mereka semuanya mempunyai buku yang ada benang merahnya dengan
(pemikiran) para filsuf Yunani. Sebutlah Plato, yang menulis Politeiadalam bahasa
Latin artinya Republik. Karya itu diterjemahkan ke dalam bahasa Arab menjadi
Siyasah atau sering juga disebut Madinah.
Intinya, menurut Al Makin, para pemikir dan filsuf Muslim pada zaman
keemasan itu turut mendorong kemajuan ilmu pengetahuan. Mereka tidak meman
dang filsafat Yunani, misalnya, hanya untuk orang Yunani.
“Mereka mengambil dan mempelajarinya, mendiskusikannya. Geliat filsafat itu tidak
berhenti. Dan, itulah kunci kemajuan ilmu pengetahuan dalam peradaban Islam.,”

1. Daulah Abbasiyah atau Bani Abbasiyah merupakan kekhalifahan Islam ketiga


yang berkuasa antara 750-1258.
Selain menjadi kekhalifahan yang paling lama memerintah, yaitu selama lima
abad, Abbasiyah juga berhasil menjadikan dunia Islam sebagai pusat pengetahuan
dunia.
Dinasti Abbasiyah resmi berdiri setelah memenangkan revolusi atas
Kekhalifan Bani Umayyah pada tahun 750.
Pendiri Dinasti Abbasiyah yang sekaligus menjadi khalifah pertamanya adalah
Abdullah As-Saffah bin Ali bin Abdullah bin Al-Abbas, atau lebih dikenal dengan
Abdul Abbas As-Saffah.Latar belakang berdirinya Daulah Abbasiyah tidak
terlepas dari berbagai masalah yang mewarnai pemerintahan Bani Umayyah.
Sejak awal berdirinya Dinasti Umayyah (Sunni), kelompok Muslim Syiah telah
memberontak karena merasa hak mereka terhadap kekuasaan dirampok oleh
Muawiyah (pendiri Bani Umayyah) dan keturunannya.
Begitu pula dengan kelompok Khawarij, yang juga merasa bahwa hak politik
tidak dapat dimonopoli oleh keturunan tertentu, tetapi hak setiap Muslim.
Masalah itu terus memburuk hingga pada pertengahan abad ke-8, banyak umat
yang tidak lagi mendukung Bani Umayyah, yang dinilai korup, sekuler, dan
memihak sebagian kelompok.
Kelompok lain yang sangat membenci kekuasaan Dinasti Umayyah adalah
Mawalli, yaitu orang-orang Muslim non-Arab.

2. 1.Al-Saffah AH 132-136 atau AD 749-754


2. Al-Mansur AH 136-158 atau AD 754-775
3. Al-Mahdi AH 158-169 atau AD 775-785
4. Al-Hadi AH 169-170 atau AD 785-786
5. Harun Al-Rashid AH 170-193 atau AD 786-809
6. Al-Amin AH 193-198 atau AD 809-813
7. Al-Ma'mun AH 198-218 atau AD 813-833
8. Al-Mu'tasim AH 218-227 atau AD 833-842
9. Al-Wathiq AH 227-232 atau AD 842-847
10. Al-Mutawakkil AH 232-247 atau AD 847-861
11. Al-Muntasir AH 247-248 atau AD 861-862
12. Al-Musta'in AH 248-252 atau AD 862-866
13. Al-Mu'tazz AH 252-255 atau AD 866-869
14. Al-Muhtadi AH 255-256 atau AD 869-870
15. Al-Mu'tamid AH 256-279 atau AD 870-892
16. Al-Mu'tadid AH 279-289 atau AD 892-902
17. Al-Muktafi AH 289-295 atau AD 902-908
18. Al-Muqtadir AH 295-320 atau AD 908-932
19. Al-Qahir AH 320-322 atau AD 932-934
20. Al-Radi AH 322-329 atau AD 934-940
21. Al-Muttaqi AH 329-333 atau AD 940-944
22. Al-Mustakfi AH 333-334 atau AD 944-946
23. Al-Muti' AH 334-363 atau AD 946-974
24. Al-Ta'i' AH 363-381 atau AD 974-991
25. Al-Qadir AH 381-422 atau AD 991-1031
26. Al-Qa'im AH 422-467 atau AD 1031-1075
27. Al-Muqtadi AH 467-487 atau AD 1075-1094
28. Al-Mustazhir AH 487-512 atau AD 1094-1118
29. Al-Mustarshid AH 512-529 atau AD 1118-1135
30. Al-Rashid AH 529-530 atau AD 1135-1136
31. Al-Muqtafi AH 530-555 atau AD 1136-1160
32. Al-Mustanjid AH 555-566 atau AD 1160-1170
33. Al-Mustadi' AH 566-575 atau AD 1170-1180
34. Al-Nasir AH 575-622 atau AD 1180-1225
35. Al-Zahir AH 622-623 atau AD 1225-1226
36. Al-Mustansir AH 623-640 atau AD 1226-1242
37. Al-Musta'sim AH 640-656 atau AD 1242-1258.

3. 1. Jamsyid Giatsuddin Al Kasyi


Jamsyid Giatsuddin Al Kasyi adalah seorang profesor dalam bidang
Matematika sekaligus Astronomi di Universitas Samarkand, Uzbekistasn.
Menurut Repository Digital dari Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya,
ilmuwan yang hidup pada abad ke-7 ini memiliki peran besar dalam ilmu
pengetahuan masa kini khususnya ilmu Matematika.
Jamsyid disebut sebagai peletak dasar aritmatika atau ilmu hitung yang
dilakukan atas dasar slide. Penemuan inilah yang dianggap sebagai penemuan
ilmiah penting dalam Matematika.

2. Al Khwarizmi
Al Khwarizmi dikenal sebagai ilmuwan muslim lain yang berjasa bagi
ilmu matematika. Ilmuwan yang bernama lengkap Abu Ja'far Muhammad bin
Musa Al-Khwarizmi ini menuliskan pemikirannya dalam sebuah buku yang
menjadi dasar pengembangan aljabar dan algoritma matematika.
Buku yang dimaksud adalah Hisab al-jabr wa al-Muqabala (The
Compendious Book on Calculation by Completion and Balancing). Dalam
bukunya ini, Al-Khwarizmi mengenalkan beragam ilmu matematika.
Mulai dari bilangan asli, cara berhitung matematika sederhana atau teori
algoritma (penjumlahan, pengurangan, pembagian, dan perkalian) hingga
penyelesaian persamaan linear dan kuadrat.

3. Al Farabi
Al Farabi atau Abu Nashr adalah seorang filosof muslim pertama yang
menyelaraskan Islam dengan filsafat Yunani. Berkat kecerdasannya dalam
pemikiran filsafat, ia mendapat julukan Guru atau Master Kedua (al-mu'allim at
thani) setelah Aristoteles.
Sebagaimana yang dinukil dari tulisan Siti Nutlaela dalam bukunya Mulut
yang Terkunci: 50 Kisah Haru Para Sahabat Nabi, karya Al Farabi di bidang
filsafatnya yang terkenal adalah Al-Madinah Al-Fadhilah. Karya tersebut
berisikan seputar pencapaian kebahagiaan melalui kehidupan berpolitik.
Selain filsafat, ternyata ia juga menguasai ilmu di bidang musik. Bahkan,
Al Farabi disebut sebagai orang pertama yang meletakkan dasar-dasar tentang not
musik.
Karyanya di bidang musik adalah Kitab Al-Musiqi Al Kabir (Buku Besar
Musik) yang menjadi rujukan penting bagi perkembangan musik klasik barat.
4. Jabir Ibnu Hayyan
Ilmuwan muslim masa Abbasiyah selanjutnya adalah Jabir Ibnu Hayyan.
Ilmuwan kelahiran tahun 721 M ini melahirkan sebuah buku berjudul al Kimya
yang menjadi rujukan dalam pengembangan bidang Kimia. Karya-karya di bidang
ilmu kimia dari Jabir bahkan telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di
Eropa hingga kemudian diserap oleh ilmu kimia modern. Dalam karyanya, ia
mengenalkan sejumlah teori dan konsep kimia seperti materi dan zat murni hingga
proses kimiawi.
Salah satu penemuannya yang paling terkenal adalah konsep besi dan
logam. Jabir melakukan penelitian yang menemukan senyawa kimia yang dapat
mencegah besi dan logam berkarat.

5. Ibnu Sina
Terakhir, ada Ibnu Sina yang dikenal sebagai The Father of Farmacology
(Bapak Farmakologi) dan Al-Syekh al-Rais al-Thibb (Mahaguru Kedokteran).
Tidak mengherankan sebab, salah satu karyanya yang terkenal yakni, Al-Qanun fi
al- Thibb (The Canon of Medicine) sudah diterjemahkan dalam 15 bahasa dunia.
Berkat kecerdasannya, Ibnu Sina menjadi dokter pertama yang
memperkenalkan eksperimen dan hitungan cermat berbagai jenis penyakit
menular berikut dengan cara-cara menjinakkannya. Selain itu, ilmuwan muslim
kelahiran Iran ini pula yang memperkenalkan teknik karantina sebagai upaya
membatasi penularan virus pertama kalinya.

Anda mungkin juga menyukai