Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN

KAJIAN STRATEGIS
REVITALISASI PENDIDIKAN
MENENGAH KEJURUAN
DI JAWA TENGAH

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN,


PENELITIAN DANPENGEMBANGAN DAERAH
PROVINSI JAWA TENGAH
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan laporan kajian strategis
dengan judul: Revitalisasi Pendidikan Menengah Kejuruan di Jawa Tengah.
Kegiatan ini dilatarbelakangi pada kondisi adanya permasalahan mendasar
yang dihadapi Provinsi Jawa Tengah terkait akan lulusan sekolah menengah
kejuruan (SMK) yang belum bisa bersaing dalam dunia kerja. Data BPS (2016)
menunjukkan, jumlah pengangguran di Indonesia per Februari 2016 adalah 7,02
juta orang, dan ironisnya pengangguran terbanyak adalah lulusan SMK, sebesar
9,84%. Angka tersebut meningkat 0,79% dibandingkan Februari 2015. Kajian ini
bertujuan untuk memberikan rumusan kebijakan dan prioritas terkait dengan
percepatan peningkatan kompetensi lulusan SMK.
Revitalisasi pendidikan vokasi (terutama SMK) sangat disarankan
penyusunan kurikulum berdasarkan standar kompetensi kerja industri/usaha yang
selalu berkembang setiap saat sesuai tuntutan pasar, demikian juga bahan ajar
disesuaikan dengan materi uji lembaga sertifikasi yang terlisensi, untuk mengantar
Peningkatan Implementasi Kurikulum yang sinkron dengan DU/DI.
Akhir kata, pada kesempatan ini disampaikan ucapan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu terlaksananya kegiatan ini dan dengan
kerendahan hati memohon maaf apabila ada kekurangan dalam pelaksanaannya.
Semoga hasil kegiatan kajian ini bisa memberikan sumbangan pemikiran untuk
menghasilkan kebijakan pembangunan daerah yang lebih inovatif.

Semarang, 2017
KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN,
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH
PROVINSI JAWA TENGAH

Ir. SUJARWANTO DWIATMOKO, M.Si


Pembina Utama Madya
NIP 19651204 199203 1 012

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................ v

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1


1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2. Kerangka Konseptual .................................................................... 3
1.3. Maksud dan Tujuan ....................................................................... 4
1.4. Hasil yang Diharapkan .................................................................. 5

BAB II REVITALISASI PENDIDIKAN MENENGAH ................................ 6


2.1. Pengertian Revitalisasi .................................................................. 6
2.2. Pendidikan Vokasi melalui Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 8
2.3. Pentingnya Revitalisasi Pendidikan Vokasi .................................. 14

BAB IV PELAKSANAAN KAJIAN .............................................................. 19


3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan................................... ................ 19
3.2. Materi dan Narasumber............................................... .................. 19
3.3. Moderator............................................ .......................................... 19
3.4. Peserta...................................................................... ..................... 19
3.5. Susunan Acara............................................................ ................... 21

BAB IV HASIL PEMBAHASAN ................................................................... 22


4.1. Potret dan Tantangan SMK Di Jawa Tengah ................................ 22
4.2. Revitalisasi Pendidikan Menengah Kejuruan ............................... 24
4.3. Peran Disnakertrans Provinsi Jawa Tengah Dalam Rangka
Melaksanakan Program Revitalisasi SMK .................................... 26

BAB V PENUTUP ........................................................................................... 28


5.1. Simpulan ....................................................................................... 28
5.2. Rekomendasi ................................................................................. 29

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 32

iii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Perkembangan Jumlah Sekolah ................................................ 9
Gambar 2.2 Akreditasi SMK Berdasarkan Program Keahlian ..................... 9
Gambar 2.3 Perbandingan Jumlah yang Mendaftar dan yang Diterima di
SMK 2011-2016 ....................................................................... 10
Gambar 2.4 Perkembangan Jumlah Guru SMK 2014-2016......................... 11
Gambar 2.5 Perbandingan Guru Produktif dan Normatif-Adaptif di SMK . 12
Gambar 2.6 Proyeksi Ekonomi Indonesia pada 2030 .................................. 14

iv
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Persebaran Peserta Didik SMK di 9 Bidang Keahlian ............. 10

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Pendidikan kejuruan adalah suatu bentuk pengembangan bakat,
pendidikan dasar ketrampilan, dan kebiasaan-kebiasaan yang mengarah
pada dunia kerja yang dipandang sebagai latihan ketrampilan (Hamalik,
2001:24). Oleh karena itu peserta didik di Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) disiapkan untuk mandiri dengan ketrampilan dan ilmu yang digeluti
pada bidang tertentu, sesuai dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional Tahun 2003, pasal 3 mengenai tujuan pendidikan nasional dan
penjelasan pasal 15 yang menyebutkan bahwa pendidikan kejuruan
merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik
terutama untuk bekerja di bidang tertentu. Sumberdaya manusia yang
berkualitas sangat dibutuhkan untuk menjawab tantangan global saat ini.
SMK sebagai salah satu lembaga pendidikan menengah formal diyakini
mampu mencetak generasi muda yang berpengetahuan dan berketrampilan,
sehingga siap berkiprah nyata dalam upaya pembangunan.
Berita tentang pengangguran lulusan SMK telah banyak
diperbincangkan. Data BPS (2016) menunjukkan, jumlah pengangguran di
Indonesia per Februari 2016 adalah 7,02 juta orang, dan ironisnya
pengangguran terbanyak adalah lulusan Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK), sebesar 9,84%. Angka tersebut meningkat 0,79% dibandingkan
Februari 2015.
Ini artinya, pada setiap 100 angkatan kerja lulusan SMK, ada sekitar 9
hingga 10 orang yang masih menganggur. Pada sisi lain, tingkat
pengangguran terbuka lulusan SMA hanya 6,95%.
Fakta tersebut diduga terkait dengan manajemen penyelenggaraan
pendidikan SMK, selain karena terbatasnya alokasi anggaran untuk
operasional sekolah sesuai dengan tuntutan kurikulum yang dikaitkan
dengan tuntutan pelaksanaan standar isi, standar proses dan standar
kelulusan.

1
Dugaan lain adalah, tingkat kemampuan bekal ajar siswa yang masuk
ke SMK sebagian besar masih relatif rendah bila dilihat dari prasyarat untuk
mengikuti pembelajaran sesuai dengan program keahlian yang dipilih. Ini
wajar karena rata-rata yang berminat masuk SMK adalah kalangan
menengah ke bawah, harapannya agar mudah mencari kerja.

1.1.1. Pengembangan SMK Bermutu


Sebenarnya terbatasnya anggaran SMK itu bisa diatasi jika terjadi
kerjasama yang erat dengan dunia industri atau dunia usaha. Peran serta
institusi pasangan (dunia usaha dan dunia industri) dalam pelaksanaan
pembelajaran untuk bidang produktif masih relatif rendah, serta optimalisasi
pemanfaatan sumber belajar sesuai dengan tuntutan pelaksanaan standar isi,
standar proses dan standar kelulusan masih relatif rendah.
Menurut Prosser dalam bukunya Vocational Education in a
Democracy (1949), pendidikan kejuruan akan efisien jika lingkungan
dimana siswa dilatih merupakan replika lingkungan dimana nanti ia akan
bekerja. Artinya, tugas-tugas latihan dilakukan dengan cara, alat dan mesin
yang sama seperti yang ditetapkan di tempat kerja. Proses pembinaan
kebiasaan yang efektif pada siswa akan tercapai jika pelatihan diberikan
pada pekerjaan yang nyata (pengalaman sarat nilai).
Dengan kerjasama yang erat dan terjadwal rapi, maka siswa SMK
akan terbiasa berpikir dan bekerja seperti yang diperlukan dalam pekerjaan
itu sendiri. Dengan cara ini, pendidikan kejuruan akan efektif, karena
diharapkan akan dapat memampukan setiap individu memodali minatnya,
pengetahuannya dan keterampilannya pada tingkat yang paling tinggi.
Namun menurut Prosser, minat siswa masuk SMK juga harus menjadi
pertimbangan utama, karena pendidikan kejuruan yang efektif untuk setiap
profesi, jabatan atau pekerjaan hanya dapat diberikan kepada seseorang
yang memerlukannya, yang menginginkannya dan yang mendapat untung
darinya.

2
1.1.2. Mutu Guru
Karena sistem pendidikan di SMK berlainan dengan di SMA, maka
sistem pendidikan calon guru SMK juga mestinya lain dengan guru SMA.
Karenanya, pelatihan bagi guru SMK juga harus khusus, dan sumber yang
dapat dipercaya untuk mengetahui isi pelatihan pada suatu okupasi tertentu
adalah dari pengalaman para ahli okupasi tersebut, karena setiap pekerjaan
mempunyai ciri-ciri isi (body of content) yang berbeda-beda antara satu
dengan yang lain.
Guru harus memiliki keterampilan pula untuk menyampaikan metode
pengajaran dengan menekankan hubungan pribadi dengan peserta didik
yang erat agar dapat mempertimbangkan sifat-sifat peserta didik tersebut.
Dengan hubungan pribadi ini akan terjalin komunikasi, karena selama
ini mereka dikenal sebagai ―anak bandel‖ dan sebagian lagi dicap hanya
suka berkelahi. Stigma ini harus dihapus, dan pemerintah harus mulai serius
untuk memikirkan pendirian SMK-SMK yang bermutu. Mereka harus
dilengkapi sarana laboratorium dan bengkel yang memenuhi syarat untuk
mengembangkan kreativitasnya.
Demikian pula, kurikulum harus dirancang agar kreativitas dan
kapasitasnya berkembang. SMK harus diorientasikan ke dunia kerja yang
kreatif, meski tak menutup kemungkinan ada yang ingin melanjutkan ke
perguruan tinggi. Jangan sampai ada SMK ―sastra‖, yakni hanya teori-teori
belaka yang diajarkan, tanpa praktek yang memadai. Kata Prosser,
pendidikan kejuruan memerlukan biaya tertentu dan jika tidak terpenuhi
maka pendidikan kejuruan tidak boleh dipaksakan beroperas

1.2. KERANGKA KONSEPTUAL


Dari latar belakang masalah tersebut, mestinya mulai saat ini ada
aturan yang ketat bahwa untuk mendirikan SMK harus memenuhi syarat
kelengkapan bengkel, laboratorium, kurikulum, guru yang berpengalaman,
dan yang tak kalah penting adalah jalinan dengan dunia industri.
Kata Gardner (2006) untuk menghadapi tantangan global yang kuat
harus dipenuhi antara lain adalah creative mind. Jika seseorang tidak

3
memiliki kreativitas dan daya cipta yang kuat, ia akan mudah ―dikalahkan‖
oleh mesin dan komputer. Karenanya, pelatihan untuk membangkitkan
peserta didik untuk mengembangkan rasa ingin tahu, kepekaan terhadap
tantangan baru, kepekaan terhadap persoalan baru, kepercayaan terhadap
diri sendiri, kesediaan untuk dialog, serta keberanian untuk mengambil
risiko, dst, amat diperlukan di SMK.
Kenyataan bahwa lulusan SMK dan lulusan akademi/perguruan tinggi
mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan, menunjukkan
pentingnya dunia pendidikan mengantisipasi munculnya pola-pola baru di
pasar kerja. Pengembangan hubungan yang lebih ―kooperatif‖ antara dunia
pendidikan dan dunia kerja seperti perusahaan dan sebagainya, penting
untuk dipikirkan lebih jauh.

1.3. MAKSUD DAN TUJUAN


1.3.1. Maksud
Kegiatan kajian strategis dilaksanakan untuk mendapatkan masukan
dari akademisi dan praktisi sebagai bahan perumusan kebijakan dan
prioritas terkait dengan percepatan peningkatan kompetensi lulusan SMK.
1.3.2. Tujuan
Tujuan dilaksanakan kegiatan kajian strategis, adalah untuk
mendapatkan masukan terhadap penyelesaian permasalahan pendidikan di
Jawa Tengah, yaitu:
1. Mendapatkan masukan bagi pengembangan SMK dalam meningkatkan
mutu lulusan
2. Memberikan masukan bagi stakeholder bidang pendidikan dalam
meningkatkan progam pengembangan bagi SMK di Jawa Tengah.

1.4. KELUARAN YANG DIHARAPKAN


Keluaran yang diharapkan dari kegiatan ini adalah sebagai berikut:
1. Teridentifikasinya para pihak yang relevan menjadi kelompok sasaran
program pengembangan SMK yang bermutu di Jawa Tengah;

4
2. Teridentifikasinya sejumlah kegiatan yang perlu dilakukan dalam
rangka pengembangan program SMK yang bermutu di Jawa Tengah:
3. Tersusunnya program pengembangan SMK yang bermutu di Jawa
Tengah.

5
BAB II
REVITALISASI PENDIDIKAN MENENGAH

2.1. PENGERTIAN REVITALISASI


Sementara dalam kamus besar Bahasa Indonesia, Revitalisasi berarti
proses, cara, dan perbuatan menghidupkan kembali suatu hal yang
sebelumnya kurang terberdaya. Sebenarnya revitalisasi berarti menjadikan
sesuatu atau perbuatan menjadi vital. Sedangkan kata vital mempunyai arti
sangat penting atau perlu sekali (untuk kehidupan dan sebagainya).
Pengertian melalui bahasa lainnya revitalisasi bisa berarti proses, cara, dan
atau perbuatan untuk menghidupkan atau menggiatkan kembali berbagai
program kegiatan apapun. Atau lebih jelas revitalisasi itu adalah
membangkitkan kembali vitalitas. Jadi, pengertian revitalisasi ini secara
umum adalah usaha-usaha untuk menjadikan sesuatu itu menjadi penting
dan perlu sekali.
Berbagai macam pengertian lain tentang revitalisasi dari banyak
kalangan muncul sedemikian rupa. Bisa dimungkinkan satu sama yang lain
bertentangan. Dalam khazanah dinamika keilmuan kontemporer, hal itu
wajar terjadi, karena pada prinsipnya tidak akan ada definisi yang definitif.
Artinya batasan pengertian terhadap suatu istilah tertentu, sulit -untuk tidak
mengatakan mustahil- akan dapat menggambarkan istilah itu secara utuh
dan menyeluruh.
Bahkan ada yang dengan nada serius, mengasumsikan bahwa istilah
revitalisasi hanya bisa digunakan untuk masalah dan bidang tertentu, yaitu
dalam hal upaya untuk menghidupkan kembali kawasan mati, yang pada
masa silam pernah hidup, atau mengendalikan, dan mengembangkan
kawasan untuk menemukan kembali potensi yang dimiliki atau pernah
dimiliki atau seharusnya dimiliki oleh sebuah kota baik dari segi sosio-
kultural, sosio-ekonomi, segi fisik alam lingkungan, sehingga diharapkan
dapat memberikan peningkatan kualitas lingkungan kota yang pada akhirnya
berdampak pada kualitas hidup dari penghuninya.

6
Dalam frame ini secara utuh menggambarkan bahwa motif pentingnya
melakukan revitalisasi, adalah karena banyak hal:
1. Penurunan Vitalitas Ekonomi Kawasan Perkotaan
a. Ekonomi kawasan tidak stabil
b. Pertumbuhan kawasan yang menurun
c. Produktifitas Kawasan Menurun
d. Dis-ekonomi Kawasan
e. Nilai Properti Negatif (Rendah)
2. Meluasnya Kantong-Kantong Kumuh Yang Terisolir
a. Tidak terjangkau secara spasial
b. Pelayanan prasarana sarana yang terputus
c. Kegiatan ekonomi, sosial dan budaya yang terisolir
3. Prasarana Dan Sarana Tidak Memadai
a. Penurunan kondisi dan pelayanan prasarana (jalan/jembatan, air
bersih, drainase sanitasi, persampahan)
b. Penurunan kondisi dan pelayanan sarana (pasar, ruang untuk
industri, ruang ekonomi formal dan informal, fasilitas budaya dan
sosial, sarana transportasi)
4. Degradasi Kualitas Lingkungan
a. Kerusakan ekologi perkotaan
b. Kerusakan amenitas kawasan
5. Kerusakan Bentuk Dan Ruang Kota Tradisi Lokal
a. Destruksi diri-sendiri
b. Destruksi akibat Kreasi Baru
6. Pudarnya Tradisi Sosial Dan Budaya Setempat Dan Kesadaran Publik
a. Pudarnya tradisi
b. Lemahnya kesadaran publik

Penataan dan revitalisasi kawasan diarahkan untuk memberdayakan


daerah dalam usaha menghidupkan kembali aktivitas perkotaan dan vitalitas
kawasan untuk mewujudkan kawasan yang layak huni (livable), mempunyai

7
daya saing pertumbuhan dan stabilitas ekonomi lokal, berkeadilan sosial,
berwawasan budaya serta terintegrasi dalam kesatuan sistem kota.
Target revitalisasi ini, biasanya mencegah terjadinya penurunan
produksi ekonomi melalui penciptaan usaha lapangan kerja dan pendapatan
ekonomi daerah, meningkatkan stabilitas ekonomi kawasan dengan upaya
mengembangkan daerah usaha dan pemasaran serta keterikatan dengan
kegiatan lain, meningkatkan daya saing ekonomi kawasan dengan mengatasi
berbagai permasalahan lingkungan dan sarana prasarana yang ada, seperti
meningkatkan pelayanan sarana prasarana di kawasan kumuh,
mengembangkan amenitas kawasan, mengkonservasi aset warisan budaya
kawasan lama, mendorong partisipasi komunitas investor dan pemerintah
lokal dalam revitalisasi kawasan.
Kawasan yang direvitalisasi biasanya adalah :
1. Kawasan mati seperti tidak mampu merawat, tidak mampu
memanajemen pertumbuhan, kepemilikan majemuk, nilai properti
negatif, rendahnya intervensi publik, menyebabkan, rendahnya investasi
oleh masyarakat, pindahnya penduduk, pindahnya kegiatan usaha,
hilangnya peran terpusat, kawasan Hidup tapi Kacau, pertumbuhan
ekonomi tdk terkendali, nilai properti tinggi, namun menyebabkan
penghancuran secara kreatif terhadap aktifitas tradisional, pembangunan
tidak kontekstual, dan penghancuran nilai-nilai lama.
2. Kawasan hidup tapi kurang terkendali. Yang termasuk kawasan ini
diantaranya kegiatan cukup hidup, namun kurang kontrol, terjadinya
pergeseran fungsi dan nilai lama yg signifikan, dan pergeseran setting
tradisionalnya.

2.2. PENDIDIKAN VOKASI MELALUI SEKOLAH MENENGAH


KEJURUAN (SMK)
Sesuai dengan UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal
15, keberadaan SMK dirancang untuk mempersiapkan lulusannya bekerja di
bidang tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan menengah kejuruan
ditujukan untuk menghasilkan lulusan yang siap kerja, baik bekerja secara

8
mandiri maupun bekerja pada industri tertentu. SMK dituntut mampu
menghasilkan lulusan sebagaimana yang diharapkan oleh sekolah,
masyarakat, dan DU/DI. Tenaga kerja yang dibutuhkan adalah tenaga kerja
yang memiliki kompetensi kerja sesuai dengan bidangnya, memiliki
kemampuan adaptasi, dan daya saing yang tinggi.
Dalam kurun waktu 2009-2014 telah dibangun sekitar 3.000 SMK
baru dan hingga awal tahun 2016, jumlah SMK di Indonesia sudah
mencapai 13.167 sekolah (3.349 SMK Negeri dan 9.818 SMK Swasta)
seperti dijelaskan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1.
Perkembangan Jumlah Sekolah
(Direktorat SMK, 2016)

Dari Gambar 2.1 bisa dilihat bahwa 75% dari SMK yang ada berada
dalam tata kelola pihak swasta. Hanya 3,349 yang berstatus negeri. Hal ini
berakibat pada lemahnya pengawasan kualitas pembelajaran di SMK
swasta. Belum lagi jumlah peserta didik di SMK swasta biasanya kurang
dari 200 orang sehingga pemberian dana BOS tidak bisa efektif dalam
menjalankan operasional sekolah.
Dari jumlah sekolah di atas, akreditasi dilakukan berdasarkan program
keahlian, seperti bisa dilihat dalam Gambar 2.2.

9
Gambar 2.2
Akreditasi SMK Berdasarkan Program Keahlian
(Direktorat SMK, 2016)

Masih ada 15.550 program keahlian yang belum diakreditasi,


sedangkan 270 program keahlian yang masih harus diperbaiki untuk bisa
memperoleh akreditasi.
Animo peserta didik yang mendaftar di SMK semakin meningkat
setiap tahunnya (lihat Gambar 2.3). Hal ini menunjukkan bahwa penerimaan
masyarakat terhadap SMK semakin baik.
Dari gambar 2.3 bisa dilihat ada pertambahan sekitat 250.000
pendaftar tiap tahunnya, tetapi pertambahan peserta didik yang dapat
ditampung rata-rata hanya sebesar 200.000 peserta didik. Hal ini terjadi
karena keterbatasan jumlah sekolah, ruang kelas, dan tenaga pengajar,
sehingga tidak semua pendaftar bisa diterima di SMK. Akses dan
ketersebaran satuan pendidikan SMK masih menjadi masalah yang harus
segera diselesaikan.
Dari jumlah peserta didik yang ada, mereka tersebar di 9 program
keahlian SMK, seperti terlihat dalam Tabel 2.1.

10
Gambar 2.3
Perbandingan Jumlah yang Mendaftar dan yang Diterima
di SMK 2011-2016 (Direktorat SMK, 2016)

Tabel 2.1
Persebaran Peserta Didik SMK di 9 Bidang Keahlian

Dari 9 bidang keahlian yang ada, mayoritas peserta didik berasal dari
program bisnis dan manajemen. Sementara itu, peminat untuk 3 program
keahlian prioritas Presiden Joko Widodo relatif kecil, yaitu untuk pariwisata
sebesar 6,48%, agribisnis dan agroteknologi sebesar 4,21%, dan perikanan
dan kelautan sebesar 1,28%. Kecilnya peminat untuk ketiga program
keahlian tersebut secara umum terkait dengan kebijakan prioritas
pembangunan di masa lalu, yaitu ketika anggapan bahwa seakan-akan hanya

11
industri manufakturing yang dapat membawa kemakmuran bagi bangsa
Indonesia, padahal industri pariwisata serta agrobisnis dan agroteknologi
juga berpotensi. Selanjutnya secara spesifik terkait dengan program
perikanan dan kelautan terjadi perubahan paradigma tentang laut, dari laut
sebagai pemisah pulau menjadi laut sebagai penghubung pulau sekaligus
tempat keberadaan sumber daya alam. Kebijakan pembangunan nasional di
masa lalu tersebut ditindaklanjuti dengan pengembangan program-program
keahlian di SMK dan kebijakan operasional pembukaan program-program
tersebut di SMK-SMK yang ada.
Sebanding dengan meningkatnya jumlah peserta didik SMK,
penyediaan tenaga pengajar juga makin ditingkatkan untuk memenuhi
kondisi mengajar yang efektif. Namun, sesuai dengan banyaknya jumlah
sekolah swasta, mayoritas guru SMK mengajar di SMK swasta. Peningkatan
jumlah tenaga pengajar SMK bisa dilihat dalam Gambar 2.4.

Gambar 2.4
Perkembangan Jumlah Guru SMK 2014-2016
(Direktorat SMK, 2016)

Namun, meningkatnya guru SMK tidak sebanding dengan


meningkatnya kualitas guru yang kompeten dalam mengajar. Hanya 22%
guru SMK yang berkualifikasi guru kelompok mata pelajaran bidang
produktif (biasa disebut Guru Produktif). Guru Produktif adalah guru yang

12
mempunyai sertifikat kompetensi yang sesuai dengan jurusan yang
diajarkan. Misalkan guru yang mengajar welding harus mempunyai
sertifikat yang menyatakan kompetensinya dalam bidang welding. Sertifikat
kompetensi sesuai dengan kejuruan ini yang menjamin bahwa guru bisa
dalam mengajar kompetensi sesuai dengan jurusan tempat dia berada.
Sertifikasi juga bisa menjamin bahwa kompetensi guru sesuai dengan
standar yang berlaku di kalangan profesional.

Gambar 2.5
Perbandingan Guru Produktif dan Normatif-Adaptif di SMK
(Direktorat SMK, 2016)

Mayoritas guru SMK berasal dari guru kelompok mata pelajaran


bidang normatif dan adaptif (biasa juga disebut Guru Normatif dan Guru
Adaptif). Guru Normatif dan Guru Adaptif merupakan guru yang mengajar
kewarganegaraan, matematika, bahasa, dan lainnya yang tidak relevan
dengan program kejuruan. Hal ini menyebabkan kurangnya guru dan tenaga
pendidik yang benar-benar mempunyai kompetensi untuk mengajarkan
bidang keahlian. Jika hal ini terus berlanjut, peserta didik SMK tidak benar-
benar mendapatkan pengajaran yang sesuai dengan program kompetensi.
Selain ketersediaan guru/instruktur, kompetensi guru juga diragukan.
Banyak Guru Produktif yang tidak mutakhir (up to date) dalam
perkembangan teknologi yang dipakai dalam program keahliannya sehingga

13
memengaruhi proses belajar-mengajar yang juga berpengaruh pada
kompetensi peserta didik. Misalnya, guru tidak mengetahui cara
penggunaan mesin atau alat terbaru dalam bidang welding. Akibatnya, dia
hanya bisa mengajarkan cara penggunaan mesin lama. Hal ini membuat
peserta didik tidak bisa memenuhi kebutuhan dunia kerja sehingga kalah
saing dengan tenaga kerja lain.
Atas dasar itu, perlu ada pelatihan secara berkala bagi guru/instruktur
yang mengajar di bidang pendidikan vokasi dari dunia usaha dan dunia
industri. Selain untuk mengasah kompetensi, pelatihan ini berguna untuk
membuat guru tetap up to date dengan perkembangan dunia usaha dan dunia
industri sesuai dengan program keahliannya.

2.3. PENTINGNYA REVITALISASI PENDIDIKAN VOKASI


Dalam kaitan dengan efisiensi eksternal, peran dan fungsi pendidikan
vokasi harus memiliki dampak dan pengaruh terhadap peningkatan kualitas
hidup dan produktivitas kehidupan masyarakat di berbagai bidang
kehidupan. Lembaga pendidikan, baik formal, nonformal, dan informal,
dituntut mampu menyiapkan sumber daya manusia yang kompeten,
berkarakter, dan profesional untuk memberikan daya dorong dan daya
dukung terhadap kegiatan pembangunan di berbagai sektor usaha dan
industri.
Secara pragmatis, pendidikan vokasi harus mampu menyiapkan
lulusan yang siap bekerja secara profesional dan/atau mampu berwirausaha
untuk menggerakkan pembangunan bangsa menuju masyarakat yang adil,
makmur, dan sejahtera. Lulusan berbagai lembaga pendidikan akan menjadi
angkatan kerja yang siap memasuki pasar tenaga kerja untuk mendukung
proses pembangunan dan sekaligus memenuhi kebutuhan hidup dan
kehidupannya. Ada 6 (enam) urgensi dilakukan revitalisasi pendidikan
vokasi, yaitu sebagai berikut.

14
1. Amanah Nawacita dan SDGs 2030
Nawacita 6 menyatakan bahwa ―..kami akan membangun sejumlah
Science dan Techno Park di daerah-daerah, politeknik dan SMK-SMK
dengan prasarana dan sarana dengan teknologi terkini...‖
Sementara itu, Sustainable Development Goals 2030 menyatakan
bahwa ―By 2030, substantially increase the number of youth and adults
who have relevant skills, including technical and vocational skills, for
employment, decent jobs and entrepreneurship...‖ (pada 2030 terjadi
peningkatan pemuda dan orang dewasa yang memiliki keterampilan
relevan termasuk keterampilan vokasi dan teknikal untuk bekerja dan
berwirausaha).
2. Pemenuhan 58 Juta Tenaga Kerja Terampil Sampai 2030
Ekonomi Indonesia dengan peluang bisnisnya yang besar membutuhkan
tenaga kerja dengan keterampilan dan sikap kerja yang tepat.
Perekonomian Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dengan
kondisi yang relatif stabil. Pada tahun 2030, Indonesia berpotensi untuk
menjadi negara ke-7 dengan tingkat ekonomi terbesar di dunia. Ini
merupakan loncatan yang signifikan dari posisinya di peringkat ke-16
pada tahun 2012. Dalam jangka waktu 15 tahun ke depan, akan terjadi
lonjakan kebutuhan tenaga kerja dari 55 juta pada saat ini menjadi 113
juta pada tahun 2030. Peluang bisnis sebesar 1.8 triliun US Dollar—
antara lain di bidang jasa, pertanian, dan perikanan—juga
diproyeksikan akan tercipta (McKinsey, 2012). Oleh sebab itu,
tersedianya sumberdaya manusia (tenaga kerja) dalam jumlah memadai
dan dengan keterampilan yang tepat bisa membuat Indonesia menjadi
tempat yang menarik bagi investasi yang bisa menggerakkan
pembangunan (lihat juga Gambar. 2,6)

15
Gambar 2.6
Proyeksi Ekonomi Indonesia pada 2030

3. Persaingan di Tingkat Regional dan Global


Dalam lingkup regional adanya kesepakatan Masyarakat Ekonomi
ASEAN (ASEAN Economic Community) memberikan kemungkinan
adanya lapangan kerja terbuka sampai tahun 2025, yaitu sebesar 14 juta
lapangan kerja.Selain itu, terdapat 20 jenis kompetensi yang dapat
dimasuki para lulusan pendidikan vokasi. Kedua puluh kompetensi
yang dimaksud adalah pariwisata, manufaktur/mekatronika/elektro,
pertanian/ perikanan/perkebunan, konstruksi, bisnis dan perdagangan,
industri kreatif, food and beverage, otomotif, welding, kimia industri,
akuntansi, kewirausahaan, building/complex engineering,
entertainment, sound and lighting engineering, pelayaran niaga,
keperawatan: caregiver/babysitter, instruktur bahasa Inggris/Jepang/
Korea/Jerman/Prancis/Belanda, surveyor, massage & spa.
Dalam lingkup global diperkirakan akan terjadi 23% penurunan usia
kerja di Eropa dalam rentang waktu antara 2010 sampai 2050 yang
disebabkan oleh ageing society. Penuruan penduduk usia kerja di Eropa
ini membuka peluang kerja yang cukup besar bagi tenaga kerja
Indonesia.
4. Menyiapkan Generasi Emas 2045
Pada tahun 2045, lebih dari 60% penduduk Indonesia akan tergolong
usia muda. Pada sekitar tahun 2040 akan ditemukan sekitar 195 juta

16
penduduk dalam usia produktif sehingga terjadi peningkatan yang pada
tahun 2015 berjumlah 170 juta orang. Penduduk usia produktif tersebut
agar dapat menjadi tenaga terampil perlu dibekali dengan keterampilan
abad 21. Pendidikan vokasi tidak boleh gagal, karena kegagalan
penyiapan tenaga terampil melalui pendidikan vokasi akan
menyebabkan permasalahan secara ekonomi dan menambah angka
pengangguran di Indonesia.
5. Memperbaiki Struktur Tenaga Kerja
Nawacita 5 Kabinet Kerja Jokowi—Jusuf Kalla adalah ―meningkatkan
kualitas hidup manusia‖, akan diwujudkan dalam bentuk peningkatan
kualitas pendidikan dan pelatihan dengan program ―Indonesia Pintar‖
dan ―Wajib Belajar 12 Tahun‖ bebas pungutan. Momentum menjadikan
pembelajaran 12 tahun sebagai wajib belajar berimplikasi kepada
perubahan struktur tenaga kerja. Perubahan dimaksud mendorong
perwujudan tenaga kerja Indonesia yang berpendidikan minimal
SMA/SMK.
Apabila pada tahun 2015 tenaga kerja Indonesia didominasi oleh
lulusan di bawah Sekolah Dasar (45,1%) pada pada tahun 2030
diperkirakan lulusan SD atau di bawahnya akan menjadi berkurang
menjadi 21,7%. Perubahan latar belakang lulusan yang bekerja yang
berasal dari tingkat SMA adalah dari 16,4% pada tahun 2015 menjadi
18,5% pada tahun 2030; dan untuk lulusan SMK dari 9,8% pada tahun
2015 menjadi 22,8% pada tahun 2030.
6. Meningkatkan Mutu, Relevansi, dan Efisiensi
Data statistik menunjukkan bahwa
• dari 7,56 juta total pengangguran terbuka, 20,76% berpendidikan
SMK (BPS, 2015);
• hanya 22,3% guru SMK yang mengajar sesuai bidang keterampilan
(Guru Produktif); dan
• pendidikan vokasi belum link-and-match dengan DUDI (dunia
usaha/industri).

17
Di samping itu, fakta menunjukkan bahwa pendidikan vokasi belum
link-and-match dengan DUDI (dunia usaha/industri). Fakta tersebut
diduga karena dalam beberapa dekade terakhir SMK dikelola dan
ditangani oleh pemerintah daerah kabupaten/kota. Revitalisasi
pendidikan vokasi dapat memanfaatkan momentum Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang menegaskan
bahwa pengelolaan SMK dikoordinasikan oleh pemerintah daerah
provinsi. Pengalihan kewenangan ini diperkirakan dapat menajamkan
ketepatan pemenuhan supply-demand tenaga kerja lintas
kabupaten/kota.

18
BAB III
PELAKSANAAN KAJIAN

3.1. WAKTU DAN TEMPAT


Kegiatan Kajian StrategisRevitalisasi Pendidikan Menengah Kejuruan
di Jawa Tengahdilaksanakan pada hari Selasa, tanggal 25 April 2017
bertempat di Ruang Seminar Prayogasala UPP Iptekin Bappeda Provinsi
Jawa Tengah jalan Imam Bonjol 190 Semarang.

3.2. MATERI DAN NARASUMBER


1. Revitalisasi Pendidikan Menengah Kejuruan di Jawa Tengah olehDrs.
Bagus Surjanto, M.Pd (Kabid Pembinaan SMK Dinas P dan K Prov.
Jateng).
2. Revitalisasi Pendidikan Menengah Kejuruan di Jawa Tengah oleh Bp.
Hertoto Basuki (BKSP/Dewan Riset Daerah Provinsi Jawa Tengah)
3. Peran Disnakertrans Provinsi Jawa Tengahdalam rangka melaksanakan
program Revitalisasi SMK olehIr. Esti Triany Listiawati, M.Si (Kabid
Pelatihan Kerja dan Produktivitas Disnakertrans Prov. Jateng).

3.3. MODERATOR
Moderator pada acara kajian ini adalah Prof. Dr. Daniel D. Kameo,
MA (Anggota Dewan Riset Daerah Provinsi Jawa Tengah).

3.4. PESERTA
Peserta kegiatan, adalah dari berbagai unsur yang terkait dengan
pemecahan permasalahan yang akan dikaji. Peserta kajian sebanyak 54
(lima puluh empat) orang :
1. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah;
2. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Semarang;
3. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Salatiga;
4. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Jepara;
5. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kendal;

19
6. Ketua Badan Koordinasi Sertifikasi Profesi (BKSP) Prov. Jawa Tengah;
7. Ketua APPI Jawa Tengah (Assosiasi Profesi Penjualan Indonesia);
8. Ketua APTI Jawa Tengah (Assosiasi Profesi Telematika Indonesia);
9. Ketua ITO Cabang Jawa Tengah (Ikatan Teknisi Otomotif);
10. Ketua ASITA (Assosiasi Perjalanan Wisata);
11. Ketua PHRI (Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia);
12. Ketua APEI Jawa Tengah (Asosiasi Profesi Elektrikal Indonesia);
13. Ketua PATELKI (Persatuan Ahli Teknologi Laboratorium Ina);
14. Ketua Asmindo (Asosiasi Permebelan dan Kerajinan Indonesia);
15. Ketua Yabortan (Yayasan Obor Tani);
16. Ketua CEFED (Center For Furniture Design And Development);
17. Ketua PIKA (Pendidikan Ilmu Perkayuan);
18. Ketua Balai Pelatihan Pendidikan Kejuruan Jawa Tengah;
19. Ketua APINDO Jawa Tengah;
20. Ketua IAPA (Asosiasi Administratif Profesional Indonesia);
21. Direktur LSP Pariwisata Cabang Jawa Tengah;
22. Direktur LSP ITO Jawa Tengah;
23. Direktur LSP UDINUS;
24. Direktur LSP TAV;
25. Direktur Garmindo Plus;
26. Direktur LSP Koperasi;
27. Direktur LSP Batik;
28. Direktur LSP MIKA;
29. Direktur LSP Pariwisata Perwakilan Jawa Tengah;
30. Direktur LSP APSI;
31. Direktur LSP FURNIKO;
32. Direktur LSP PIP;
33. Direktur LSP POLIMARIN;
34. Direktur LSP Escrin;
35. Direktur LSP TELAPI;
36. Kepala Sekolah SMK N 1 Semarang;
37. Kepala Sekolah SMK N 2 Semarang;

20
38. Kepala Sekolah SMK N 6 Semarang;
39. Kepala Sekolah SMK N 7 Semarang;
40. Kepala Sekolah SMK Theresiana Semarang;
41. Kepala Sekolah SMK 17 Agustus 1945 Semarang;
42. Kepala Sekolah SMK Jawa Tengah;
43. Kepala Sekolah SMK N 4 Kendal;
44. Kepala Sekolah SMK Islam Al. Hikmah Mayong Jepara;
45. Kepala Sekolah SMK Islam Jepara;
46. Kepala Sekolah SMK Futuhiyyah Mranggen;
47. Kepala Sekolah SMK N 2 Salatiga ;
48. Kepala Sekolah SMK N 1 Bawen;
49. Kepala Prodi S2 Pendidikan Kejuruan Pascasarjana UNNES;
50. Ketua dan Anggota Dewan Riset Daerah (DRD) Provinsi Jawa Tengah;
51. Para Kepala Bidang Bappeda Provinsi Jawa Tengah;
52. Kepala UPP Iptekin Bappeda Provinsi Jawa Tengah;
53. Koordinator Perencanaan Bappeda Provinsi Jawa Tengah;
54. Para Fungsional Bappeda Provinsi Jawa Tengah.

3.5. SUSUNAN ACARA

WAKTU ACARA KETERANGAN


08.30 – 09.00 Registrasi Peserta Panitia
09.00 – 09.10 Menyanyikan Lagu Indonesia Raya Panitia
dan Pembacaan Doa
09.10 – 09.20 Sambutan Pembukaan Kepala Bappeda Prov. Jateng
09.20 – 09.30 Pengantar Paparan sekaligus Ketua DRD Prov. Jateng
Memandu Diskusi
09.30 – 10.15 Revitalisasi Pendidikan Menengah Kepala Dinas Pendidikan dan
Kejuruan di Jawa Tengah Kebudayaan Prov. Jateng
10.15 – 11.00 Revitalisasi Pendidikan Menengah Bp. Hertoto Basuki
Kejuruan di Jawa Tengah (DRD Prov. Jateng)
11.00 – 11.45 Revitalisasi Pendidikan Menengah Kepala Disnakertrans Prov.
Kejuruan di Jawa Tengah Jateng
11.45 – 13.00 Diskusi Ketua DRD Prov. Jateng
13.00 - selesai Penutup Ketua DRD Prov. Jateng

21
BAB IV
HASIL PEMBAHASAN

4.1. POTRET DAN TANTANGAN SMK DI JAWA TENGAH


Berdasarkan Undang-Undang nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, terdapat perubahan kewenangan Pemerintah dalam
bidang Pendidikan. Kewenangan yang berubah diantaranya kewenangan
konkuren Provinsi pada pendidikan menengah dan sekolah luar biasa dan
kewenangan konkuren Kabupaten/Kota pada PAUD, SD/SMP dan
pendidikan masyarakat. Gambaran pendidikan menengah kejuruan di
Provinsi Jawa Tengah terdiri dari 1.568 SMK,730.989 Siswa, dan 105 jenis
kompetensi.10.888 guru (22% guru produktif), peralatan 30% belum
mampu memenuhi kebutuhan.Dari gambaran tersebut, masih terdapat
tantangan yang dihadapi Pemerintah Provinsi diantaranya peralatan
praktikum di SMK masih tertinggal dengan kondisi peralatan Industri saat
ini.Dalam hal pembelajaran, pendidikan menengah kejuruan masih dominan
teori (60% teori dan 40% praktik) dan sedikit melibatkan Industri.Kondisi
seharusnya pembelajaran pendidikan menengah kejuruan harus terdiri dari
60% praktik dan 40% teori.Lulusan SMK yg menganggur masih banyak,
akibat pergeseran kebutuhan ataupun karakteristik industri.Dengan adanya
vokasi membuat jumlah smk semakin meningkat.
Berdasarkan Inpres Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) dalam rangka Peningkatan Kualitas dan Daya
Saing Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia, terdapat tugas Gubernur
untuk Memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk mendapatkan
layanan pendidikan SMK yang bermutu sesuai dengan potensi wilayahnya
masing-masing; Menyediakan pendidik, tenaga kependidikan, sarana dan
prasarana SMK yang memadai dan berkualitas; Melakukan penataan
kelembagaan SMK yang meliputi program kejuruan yang dibuka dan lokasi
SMK; dan Mengembangkan SMK unggulan sesuai potensi wilayah masing-
masing. Sehingga langkah-langkah yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan
Dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah, diantaranya :

22
1. Membuat peta jalan pengembangan SMK.
2. Menyempurnakan dan menyelaraskan kurikulum SMK dengan
kompetensi sesuai kebutuhan pengguna lulusan (link and match).
3. Meningkatkan jumlah dan kompetensi bagi pendidik dan tenaga
kependidikan SMK.
4. Meningkatkan kerja sama dengan Kementerian/Lembaga, Pemerintah
Daerah, dan dunia usaha/industri.
5. Meningkatkan akses, sertifikasi lulusan SMK dan akreditasi SMK.
6. Membentuk Kelompok Kerja Pengembangan SMK.

Sesuai dengan Visi Gubernur yaitu masyarakat yang semakin


sejahtera, kebijakan pelaksanaan pendidikan vokasi di Jawa Tengah
diarahkan pada pengentasan kemiskinan, menurunkan dan mengurangi
angka pengangguran, dan peningkatan daya saing daerah. Sehingga strategi
yang dilakukan untuk mewujudkan kebijakan tersebut, diantaranya :
1. Strategi pemenuhan pendidik produktif SMK, dilakukan melalui
Pendidikan Sistem Ganda (PSG) yaitu guru-guru SMK normatif dan
adaptif dilatih selama 1 tahun untuk memiliki kompetensi ganda
sehingga memiliki sertifikat mengajar mata pelajaran produktif.
2. Strategi pemenuhan sarana dan prasarana, melalui pemenuhan sarpras
(bengkel dan alat) melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) penugasan,
pengadaan Unit Sekolah Baru (USB) dan Unit Gedung Baru (UGB)
serta rehabilitasi melalui APBN, dan peningkatan mutu sarpras melalui
dukungan kerjasama DU/DI dan stakeholders/peran serta masyarakat.
3. Strategi pembiayaan SMK melalui BOS APBN 1,4 juta/siswa/tahun;
BOP APBD 140 ribu/siswa/tahun; peran serta masyarakat dan dunia
usaha/industri.
4. Strategi pembinaan kelembagaan SMK.
5. Strategi penyelarasan kurikulum SMK dengan industri, melalui
Kerjasama SMK dengan industri melalui kurikulum kelas industri,
pemagangan atau praktik kerja industri, pemagangan guru pada
industri; Penyiapan lulusan melalui uji kompetensi keahlian sertifikat

23
uji kompetensi; Proses pembelajaran produktif sesuai standar industri;
Pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan sesuai standar industri.
6. Strategi kerjasama antara SMK dengan DU/DI dengan menyediakan
SDM terampil yang dibutuhkan dunia usaha/industri, kemudian DU/DI
menyediakan tempat untuk peningkatan kompetensi (magang/praktik
industri dan pelatih/mentor/praktisi dan menggunakan lulusan SMK
untuk bekerja pada industri.
7. Strategi sertifikasi lulusan SMK, melalui pembentukan Tempat Uji
Kompetensi (TUK) di SMK, penguatan Lembaga Sertifikasi Profesi
(LSP) P1 di SMK untuk proses uji sertifikasi, koordinasi dengan BSNP
(Badan Nasional Sertifikasi Profesi) dan BKSP (Badan Koordinasi
Sertifikasi Profesi) dan memperluas jejaring LSP P1 untuk fasilitasi uji
kompetensi keahlian SMK.

4.2. REVITALISASI PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN


Dalam Paradigma Baru mengenai Perdagangan Dunia Tahun 2015-
2020 terdapat peluang dan tantangan dalam menghadapi persaingan global.
Salah satunya adalah kebutuhan akan sumber daya manusia global yang
memiliki daya saing dalam hal kecepatan, inovasi dan kreatifitas, berbasis
kualitas, berorientasi pelanggan dan kepentingan, siklus waktu yang pendek,
pentingnya intangible asset dan menggugah nasionalisme baru. Sehingga
tantangan yang harus dihadapi Indonesia adalah bagaimana membangun
manajemen birokrasi, regulasi dan infrastruktur, pendidikan SDM serta
masyarakat tradisional.Dengan peluang bonus demografi yang dihadapi saat
ini, diperlukan kontribusi dari semua pihak untuk memperkuat karakter anak
bangsa melalui membangun kompetensi SDM dan membangun moral ke-
Indonesiaan.Kedua fokus ini bertujuan untuk mendukung pembangunan
NKRI berkelanjutan pada semua lini kehidupan berbangsa dan bernegara.
SMK merupakan bagian terpadu dari sistem pendidikan nasional yang
berperan penting dalam persiapan dan perkembangan sumber daya manusia
(SDM), mengantar masyarakat terampil dan mandiri dalam wirausaha dan
mempersiapkan SDM dalam dunia usaha dan dunia industri (DU/DI). Jawa

24
Tengah memiliki SMK Negeri sebanyak 237 dan Swasta sebanyak 1326
sekolah, dengan jumlah guru tidak tetap SMA/SMK dan tenaga
kependidikan non-PNS atau PTT mencapai 15.318 ribu orang, terdiri atas
7.768 GTT dan 7.550 PTT.
Secara umum, masalah yang dihadapi dalam pendidikan vokasi di
Indonesia adalah pemahaman sistem kompetensi yang masih ada perbedaan
pada pembuat kebijakan, perkembangan teknologi industri lebih cepat
menyesuaikan dari dunia pendidikan, industri sangat terbatas untuk bisa
berperan dalam pendidikan vokasi, pendidikan kurang mengikuti kebutuhan
SDM dalam pertumbuhan investasi (terutama teknologi), dan insiden Skill
Mismatch (sebagai contoh, banyak sarjana yang bekerja tidak sesuai dengan
bidang). Untuk itu, diperlukan sebuah strategi untuk meningkatkan
kompetensi SDM yang dapat dilakukan melalui :
1. Harmonisasi regulasi.
2. Pengembangkan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dan
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) sesuai dengan
kebutuhan industri sebagai pengguna.
3. Memperkuat Lembaga Diklat untuk menyediakan pelatihan berbasis
kompetensi (CBT).
4. Memperkuat Lembaga Sertifikasi dalam mengembangkan sertifikasi
kompetensi (CBA).

Untuk mewujudkan strategi tersebut, terdapat solusi percepatan dalam


revitalisasi pendidikan menengah kejuruan dengan :
1. Menyongsong perubahan atau perkembangan IPTEK, Inovasi industri
dan Investasi.
2. Melakukan penajaman pendidikan berbasis kompetensi.
3. 20% orang guru di setiap SMK harus memahami sistem sertifikasi
kompetensi (Guru Produktif).
4. Persiapan anak magang bersama trainer (expert industri atau guru yang
lulus uji industri).
5. Penguatan standar kompetensi.

25
6. Pembentukan tempat uji kompetensi.

4.3. PERAN DISNAKERTRANS PROVINSI JAWA TENGAH DALAM


RANGKA MELAKSANAKAN PROGRAM REVITALISASI SMK
Kondisi ketenagakerjaan dalam era globalisasi MEA, Indonesia
menghadapi terbukanya arus perdagangan barang dan jasa dan pasar tenaga
kerja.Dalam kaitannya dengan pasar tenaga kerja, pendidikan vokasi
Indonesia menghadapi tantangan terjadinya gap antara DU/DI dengan SMK.
Dalam menghadapi persaingan global, Dunia Usaha/Dunia Industri sangat
membutuhkan pekerja dengan standar kualifikasi tinggi, sedangkan kondisi
yang ada adalah masih tingginya tingkat pengangguran SMK akibat
rendahnya keterserapan tenaga kerja lulusan SMK. Berdasarkan Perpres
Nomor 9 Tahun 2016, Kementrian Ketenagakerjaan memiliki tugas dalam
merevitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) diantaranya adalah :
1. Menyusun proyeksi kebutuhan tenaga kerja lulusan SMK yg meliputi
tingkat kompetensi, jenis, jumlah, lokasi dan waktu.
2. Memberikan kemudahan bagi siswa SMK untuk praktek di BLK.
3. Melakukan revitalisasi BLK yang meliputi infrastruktur, sarpras,
program pelatihan dan sertifikasi.
4. Mempercepat penyelesaian standar kompetensi kerja nasional.

Untuk mendukung tugas dari Kementrian Ketenagakerjaan, strategi


yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Provinsi Jawa
Tengah dalam merevitalisasi pendidikan menengah kejuruan antara lain :
1. Memberikan kemudahan bagi siswa SMK untuk praktek di BLK
melalui reorientasi BLK, melakukan rebranding BLK, meningkatkan
jejaring dan kerjasama antara BLK, LSP dan pengguna tenaga kerja
termasuk SMK, dan menyiapkan SKKNI, program dan modul
pelatihan.
2. Revitalisasi BLK melalui penyiapan program pelatihan (mengacu
kepada kualifikasi kerja, okupasi dan klaster), mengadakan dan
memperbarui sarana dan prasaranapelatihan (peralatan, mesin,

26
workshop termasuk lab. bahasa), meningkatkan kompetensi instruktur
dan tenaga kepelatihan, sertifikasi kompetensi instruktur dan tenaga
kepelatihan, dan memperbaiki sistem manajemen pelatihan secara terus
menerus utamanya PBM.
3. Melaksanakan harmonisasi standarisasi kompetensi dengan
menyediakan 700 SKKNI, menyediakan program pelatihan dari
berbagai kejuruan dan tingkatan, menyediakan modul pelatihan berbasis
kompetensi, desiminasi penerapan SKKNI dan KKNI di Lembaga
Pendidikan, Lembaga Pelatihan, Asprof, Asosiasi Perusahaan dan
memfasilitasi penyusunan draf SKKNI, program maupun modul
pelatihan.
4. Melakukan percepatan sertifikasi melalui program pendidikan dan
pelatihan yang disesuaikan dengan skema sertifikasi, mempersiapkan
infrastruktur (LSP, Asesor, TUK, MUK dan manajemen pengelolaan),
memfasilitasi sertifikasi kompetensi lulusan, melayani advokasi/
konsultasi dan pendampingan pembentukan LSP 1, melakukan
kerjasama dengan LSP terbentuk dalam pelaksanaan sertifikasi lulusan
maupun SDM diklat, memfasilitasi penyiapan Assesor kompetensi, dan
meningkatkan pelayanan sertifikasi lulusan melalui TUK BLK.
5. Program pemagangan secara terpadu antara pelatihan di LPK dengan
bekerja langsung di bawah bimbingan dan pengawasan instruktur yang
berpengalaman di perusahaan dalam rangka menguasai ketrampilan dan
keahlian tertentu.

27
BAB V
PENUTUP

Kajian strategis berhasil memunculkan beberapa simpulan dan rumusan


rekomendasi yang ditarik berdasarkan temuan empiris dan pemahaman konseptual
dari narasumber dan peserta diskusi sebagai berikut:

5.1. SIMPULAN
1. Angka pengangguran tinggi dari SMK itu bukan karena proses
pembelajaran dan kurikulum yang keliru, atau kualitas SDM guru yang
rendah, melainkan dikarenakan adanya politik upah murah, sistem kerja
kontrak outsourching, dan MOU yang dijalin antara SMK dengan
perusahaan atau industri itu hanya kamuflase untuk menyerap tenaga
kerja murah.
2. Inpres nomor 09 tahun 2016  Kementrian Perindustrian langsung
membuat Permen Nomor 03 Januari 2017 tentang pedoman pembinaan
dan pengembangan sekolah menengah kejuruan berbasis kompetensi
yang link and match dengan industri (namun masih tumpang tindih
dengan kegiatan kementrian pendidikan  perlu sinkronisasi untuk
perbaikan pendidikan SMK
3. Perindustrianharus terlibat secara aktif karena mereka memiliki banyak
program sesuai dengan Permen Nomor 03/tahun 2017 yang bisa
menjembatani percepatan pendidikan SMK, diantaranya mereka
mempunyai anggaran yang dalam Permen dikatakan bahwa pensiunan
dari dunia industri bisa menjadi guru di SMK
4. Sinkronisasi kurikulum perlu diwujudnyatakan sesuai dengan kondisi
yang ada (contoh saat terjadi relokasi pabrik garmen, perlu disusun
kurikulum yang berbicara tentang garmen dengan lebih intens daripada
tentang tata busana)
5. Perlu kejelasan/dibuat peraturan yang mengatur tentang prakerin dalam
dunia industri oleh siswa SMK
6. Perlunya uji kompetensi terhadap guru SMK

28
7. Masih banyaknya kebijakan yang tidak holistik
8. Perlu adanya tambahan sertifikat soft skill bagi lulusan smk, mengingat
masalah sertifikasi ini menjadi sebuah keutamaan untuk kedepan dalam
bersaing dengan negara-negara tetangga, (CAFTA)
9. Perlunya sinergi antar dinas, dan juga kab/kota agar program
pelaksanaan dapat berjalan denganbaik, misal penggunaan BLK, bila
mungkin ada SMK yang masih belum terfasilitasi.
10. Program revitalisasi dari Kementrian Pendidikan salah satu pilot
project-nya ada di SMK di Provinsi Jawa Tengah. Revitalisasi ini
merupakan pembaharuan segala aspek termasuk sarana prasarana. Dari
seluruh Indonesia ada 48 SMK yang direvitalisasi dan salah satunya ada
di Jawa Tengah.

5.2. REKOMENDASI
1. Pemetaan Kualifikasi Kerja di Jawa Tengah yang berhubungan dengan
SMK, termasuk program investasi industri dari pemerintah provinsi.
2. Harmonisasi mengantar lulusan SMK menjadi SDM yang kompeten di
bidangnya, dengan mulai penyesuaian kurikulum yang sesuai dengan
kebutuhan industri, contoh seperti skema dibawah ini :

Konsep Link & Match dalam Revitalisasi


PERCEPATAN DALAM PENINGKATAN KOMPETENSI SDM
KADIN/BKSP +
(EDUCATION BASED) INFORMASI PASAR KERJA (COMPETENCY BASED)

KEBUTUHAN KEBUTUHAN SDM KEBUTUHAN


DIKLAT SERTIFIKASI

LEMBAGA DIKLAT ASOSIASI PROFESI

KURIKULUM
Link & Match ? SKKNI/INTERNASIONAL/
KHUSUS+KKNI)
(Lembaga Intermediasi)
BAHAN AJAR MATERI UJI

SARANA & PRASARANA DIKLAT TEMPAT UJI


KOMPETENSI
PROSES BELAJAR

PROSES UJI DI SEKOLAH BNSP


PROSES ASSESMENT
OLEH LSP / PTUK UU NO.1/1987
Harmonisasi UU NO 13/2003
SDM KOMPETEN UU N0 20/2003
PP 23 - 2004
Menjadi usulan KADIN /BKSP kepada
BAPPENAS, DEPDIKNAS, DEPNAKER PASAR KERJA INDUSTRI

29
3. Diperlukan Guru/Dosen vokasi yang benar - benar menguasai
kompetensi profesionalnya benar - benar memenuhi standar industri,
untuk itu perlu uji kompetensi Guru/Dosen yang memenuhi syarat
kompetensi baik teruji oleh BSNP (mewakili pendidikan) dan untuk
kompetensi profesionalnya teruji oleh BNSP (mewakili industri)
CONTOH
KOMP ETENSI GURU vs KOMP ETENSI INDUSTRI
MEDIASI
BSNP BNSP

ASOSIASI PROFESI
KOMPETENSI LSP
KOMPETENSI SESUAI BIDANG SKKNI
PROFESIONAL KEAHLIAN
SERTIFIKASI

KURIKULUM
ASSESSMEN Skill
KOMPETENSI KOMPETENSI
SOSIAL SESUAI
BIDANGNYA GURU PBM
KOMPETEN Knowledge Attitude

KOMPETENSI ASSESSMEN
KOMPETENSI KOMPETENSI
KEPRIBADIAN

DUNIA KERJA
KOMPETENSI STANDAR
PEDAGOGIK KOMPETENSI GURU

Dasar Hukum :
Dasar Hukum :
- UU No.13 Th.2003 tentang Ketenagakerjaan
- UU No.20 Th.2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
- UU No. 39 Th.2004 tentang Penempatan dan Perlindungan
- UU No. 14 Th.2005 tentang Guru dan Dosen TKI ke Luar Negeri
- PP No. 19 Th. 2005 tentang BSNP - PP No. 23 Th. 2004 tentang BNSP

4. Diperlukan persiapan untuk pemagangan siswa agar benar-benar dapat


bermanfaat bagi siswa melalui harmonisasi dengan DU/DI, diperlukan
―Trainer‖ industri disetiap bidang/sektor yang mengantar siswa siap
magang dalam produksi DU/DI (siswa perlu mengetahui dunia kerja,
etos kerja dan attitude/sikap kerja), dengan demikian
a. siswa sudah bisa menjadi ―pekerja magang‖ dan benar-benar dapat
diikutsertakan dalam line produksi/kerja
b. industri/usaha tidak dirugikan/terganggu waktu produksi/kerjanya
dan mutu produksi tetap terjaga dalam kompetisi.

30
c. Biasanya siswa yang cakap bahkan akan didukung uji
kompetensinya dan diberi kesempatan kerja setelah lulus

d. Teaching Factory perlu ditingkatkan perannya dengan melibatkan


industri, perlu ada regulasi khusus dari pemerintah provinsi (sesuai
otonomi daerah) dalam penguatan peran Teaching Factory.

5. Pelaksanaan Link & Match akan benar-benar terjadi apabila


harmonisasi seperti point 2, 3 dan 4 benar diwujudkan. Untuk
mewujudkan hal tersebut diperlukan beberapa peraturan khusus dari
pembuat kebijakan dan kesepakatan dengan pelaku industri sehingga
benar-benar terlaksana seperti contoh gambar dibawah ini:

31
LINK & MATCH dalam KAJIAN (menyongsong 25 tahun “Sustainable Development Goals”)

Pendidikan
Berbasis Pemagangan
Guru Yang Kompetensi
Kompeten UJI KOMPETENSI

Lulusan
SMK Siap Pakai

TRAINER
BUTUH BUTUH
KEBIJAKAN KEBIJAKAN
SERIUS SERIUS
SDM
DU/DI Kompeten
Bersertifikat

Sistem
Pasar :
Kompetisi
Produksi
 MEA 2015
 GLOBAL 2020
 DOMESTIK

6. Perlu ketegasan lembaga yang digunakan untuk uji kompetensi,


sebaiknya lembaga yang diakui oleh pengguna tenaga kerja yang juga
berlaku dalam pasar kerja global. Dengan demikian lulusan SMK
dengan waktu pendidikan 3 tahun setara KKNI level II, sedangkan
pendidikan 4 tahun setara KKNI level III. Dengan demikian ada
kejelasan lulusan SMK bersertifikat kompetensi mempunyai kelayakan
pada level KKNI dan bisa disetarakan pada pasar ASEAN / Global
nantinya.

Lulusan yang dibutuhkan dunia kerja


IJASAH SERTIFIKAT KOMPETENSI
SERTIFIKAT KELULUSAN SERTIFIKAT KOMPETENSI
PENDIDIKAN FORMAL SEBAGAI KERJA NASIONAL DARI BNSP
PENGAKUAN KETUNTASAN STUDI
Pengembangan SEBAGAI PENGAKUAN
BERDASARKAN STANDAR Kompetensi Terpadu KEPEMILIKAN KOMPETENSI
KOMPETENSI LULUSAN PADA SESUAI STANDAR INDUSTRI DAN
BIDANG ILMU YANG DIPELAJARI DIAKUI SECARA NASIONAL
DAN DITEKUNINYA MAUPUN INTERNASIONAL

COMPETENCIES ENSURE & MAINTAIN


DEVELOPMENT COMPETENCIES

SKPI
BAB III
SERTIFIKAT KOMPETENSI  PERMENDIKBUD RI.
Pasal 14 NO. 83 TH. 2013
Ayat 2 ; Sertifikat Kompetensi dapat TENTANG SERTIFIKAT
diterbitkan oleh perguruan tinggi KOMPETENSI
yang pelaksanaan uji
kompetensinya bekerjasama  PERMENDIKBUD RI.
dengan organisasi profesi, lembaga NO. 81 TH. 2014
pelatihan, atau lembaga sertifikasi TENTANG SKPI
yang terakreditasi.

32
Dengan demikian untuk pendidikan vokasi (terutama SMK) sangat
disarankan kurikulum berdasarkan standar kompetensi kerja
industri/usaha yang selalu berkembang setiap saat sesuai tuntutan pasar,
demikian juga bahan ajar disesuaikan dengan materi uji lembaga
sertifikasi yang terlisensi, untuk mengantar Peningkatan Implementasi
Kurikulum yang sinkron dengan DU/DI.

33
DAFTAR PUSTAKA

Biro Pusat Statistik, 2015

Biro Pusat Statistik, 2016

Gardner, J. (Ed.) (2006). Assessment and learning (2006)

Hamalik, Oemar. (2001). Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar


dan Menengah, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.
2015. Rencana Strategis Direktorat Pembinaan SMK 2015 - 2019.
Jakarta.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar


dan Menengah, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.
2016. Revitalisasi Pendidikan Vokasi. Jakarta.

McKinsey Global Institute (September 2012). The Archipelago Economy:


Unleashing Indonesia’s Potential

Prosser, Charles A., Quigley,Thomas, H,. (1949), Vocational Education: in a


Democracy, American Technical Society

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

34

Anda mungkin juga menyukai