KAJIAN STRATEGIS
REVITALISASI PENDIDIKAN
MENENGAH KEJURUAN
DI JAWA TENGAH
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan laporan kajian strategis
dengan judul: Revitalisasi Pendidikan Menengah Kejuruan di Jawa Tengah.
Kegiatan ini dilatarbelakangi pada kondisi adanya permasalahan mendasar
yang dihadapi Provinsi Jawa Tengah terkait akan lulusan sekolah menengah
kejuruan (SMK) yang belum bisa bersaing dalam dunia kerja. Data BPS (2016)
menunjukkan, jumlah pengangguran di Indonesia per Februari 2016 adalah 7,02
juta orang, dan ironisnya pengangguran terbanyak adalah lulusan SMK, sebesar
9,84%. Angka tersebut meningkat 0,79% dibandingkan Februari 2015. Kajian ini
bertujuan untuk memberikan rumusan kebijakan dan prioritas terkait dengan
percepatan peningkatan kompetensi lulusan SMK.
Revitalisasi pendidikan vokasi (terutama SMK) sangat disarankan
penyusunan kurikulum berdasarkan standar kompetensi kerja industri/usaha yang
selalu berkembang setiap saat sesuai tuntutan pasar, demikian juga bahan ajar
disesuaikan dengan materi uji lembaga sertifikasi yang terlisensi, untuk mengantar
Peningkatan Implementasi Kurikulum yang sinkron dengan DU/DI.
Akhir kata, pada kesempatan ini disampaikan ucapan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu terlaksananya kegiatan ini dan dengan
kerendahan hati memohon maaf apabila ada kekurangan dalam pelaksanaannya.
Semoga hasil kegiatan kajian ini bisa memberikan sumbangan pemikiran untuk
menghasilkan kebijakan pembangunan daerah yang lebih inovatif.
Semarang, 2017
KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN,
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH
PROVINSI JAWA TENGAH
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................ v
iii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Perkembangan Jumlah Sekolah ................................................ 9
Gambar 2.2 Akreditasi SMK Berdasarkan Program Keahlian ..................... 9
Gambar 2.3 Perbandingan Jumlah yang Mendaftar dan yang Diterima di
SMK 2011-2016 ....................................................................... 10
Gambar 2.4 Perkembangan Jumlah Guru SMK 2014-2016......................... 11
Gambar 2.5 Perbandingan Guru Produktif dan Normatif-Adaptif di SMK . 12
Gambar 2.6 Proyeksi Ekonomi Indonesia pada 2030 .................................. 14
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Persebaran Peserta Didik SMK di 9 Bidang Keahlian ............. 10
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
Dugaan lain adalah, tingkat kemampuan bekal ajar siswa yang masuk
ke SMK sebagian besar masih relatif rendah bila dilihat dari prasyarat untuk
mengikuti pembelajaran sesuai dengan program keahlian yang dipilih. Ini
wajar karena rata-rata yang berminat masuk SMK adalah kalangan
menengah ke bawah, harapannya agar mudah mencari kerja.
2
1.1.2. Mutu Guru
Karena sistem pendidikan di SMK berlainan dengan di SMA, maka
sistem pendidikan calon guru SMK juga mestinya lain dengan guru SMA.
Karenanya, pelatihan bagi guru SMK juga harus khusus, dan sumber yang
dapat dipercaya untuk mengetahui isi pelatihan pada suatu okupasi tertentu
adalah dari pengalaman para ahli okupasi tersebut, karena setiap pekerjaan
mempunyai ciri-ciri isi (body of content) yang berbeda-beda antara satu
dengan yang lain.
Guru harus memiliki keterampilan pula untuk menyampaikan metode
pengajaran dengan menekankan hubungan pribadi dengan peserta didik
yang erat agar dapat mempertimbangkan sifat-sifat peserta didik tersebut.
Dengan hubungan pribadi ini akan terjalin komunikasi, karena selama
ini mereka dikenal sebagai ―anak bandel‖ dan sebagian lagi dicap hanya
suka berkelahi. Stigma ini harus dihapus, dan pemerintah harus mulai serius
untuk memikirkan pendirian SMK-SMK yang bermutu. Mereka harus
dilengkapi sarana laboratorium dan bengkel yang memenuhi syarat untuk
mengembangkan kreativitasnya.
Demikian pula, kurikulum harus dirancang agar kreativitas dan
kapasitasnya berkembang. SMK harus diorientasikan ke dunia kerja yang
kreatif, meski tak menutup kemungkinan ada yang ingin melanjutkan ke
perguruan tinggi. Jangan sampai ada SMK ―sastra‖, yakni hanya teori-teori
belaka yang diajarkan, tanpa praktek yang memadai. Kata Prosser,
pendidikan kejuruan memerlukan biaya tertentu dan jika tidak terpenuhi
maka pendidikan kejuruan tidak boleh dipaksakan beroperas
3
memiliki kreativitas dan daya cipta yang kuat, ia akan mudah ―dikalahkan‖
oleh mesin dan komputer. Karenanya, pelatihan untuk membangkitkan
peserta didik untuk mengembangkan rasa ingin tahu, kepekaan terhadap
tantangan baru, kepekaan terhadap persoalan baru, kepercayaan terhadap
diri sendiri, kesediaan untuk dialog, serta keberanian untuk mengambil
risiko, dst, amat diperlukan di SMK.
Kenyataan bahwa lulusan SMK dan lulusan akademi/perguruan tinggi
mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan, menunjukkan
pentingnya dunia pendidikan mengantisipasi munculnya pola-pola baru di
pasar kerja. Pengembangan hubungan yang lebih ―kooperatif‖ antara dunia
pendidikan dan dunia kerja seperti perusahaan dan sebagainya, penting
untuk dipikirkan lebih jauh.
4
2. Teridentifikasinya sejumlah kegiatan yang perlu dilakukan dalam
rangka pengembangan program SMK yang bermutu di Jawa Tengah:
3. Tersusunnya program pengembangan SMK yang bermutu di Jawa
Tengah.
5
BAB II
REVITALISASI PENDIDIKAN MENENGAH
6
Dalam frame ini secara utuh menggambarkan bahwa motif pentingnya
melakukan revitalisasi, adalah karena banyak hal:
1. Penurunan Vitalitas Ekonomi Kawasan Perkotaan
a. Ekonomi kawasan tidak stabil
b. Pertumbuhan kawasan yang menurun
c. Produktifitas Kawasan Menurun
d. Dis-ekonomi Kawasan
e. Nilai Properti Negatif (Rendah)
2. Meluasnya Kantong-Kantong Kumuh Yang Terisolir
a. Tidak terjangkau secara spasial
b. Pelayanan prasarana sarana yang terputus
c. Kegiatan ekonomi, sosial dan budaya yang terisolir
3. Prasarana Dan Sarana Tidak Memadai
a. Penurunan kondisi dan pelayanan prasarana (jalan/jembatan, air
bersih, drainase sanitasi, persampahan)
b. Penurunan kondisi dan pelayanan sarana (pasar, ruang untuk
industri, ruang ekonomi formal dan informal, fasilitas budaya dan
sosial, sarana transportasi)
4. Degradasi Kualitas Lingkungan
a. Kerusakan ekologi perkotaan
b. Kerusakan amenitas kawasan
5. Kerusakan Bentuk Dan Ruang Kota Tradisi Lokal
a. Destruksi diri-sendiri
b. Destruksi akibat Kreasi Baru
6. Pudarnya Tradisi Sosial Dan Budaya Setempat Dan Kesadaran Publik
a. Pudarnya tradisi
b. Lemahnya kesadaran publik
7
daya saing pertumbuhan dan stabilitas ekonomi lokal, berkeadilan sosial,
berwawasan budaya serta terintegrasi dalam kesatuan sistem kota.
Target revitalisasi ini, biasanya mencegah terjadinya penurunan
produksi ekonomi melalui penciptaan usaha lapangan kerja dan pendapatan
ekonomi daerah, meningkatkan stabilitas ekonomi kawasan dengan upaya
mengembangkan daerah usaha dan pemasaran serta keterikatan dengan
kegiatan lain, meningkatkan daya saing ekonomi kawasan dengan mengatasi
berbagai permasalahan lingkungan dan sarana prasarana yang ada, seperti
meningkatkan pelayanan sarana prasarana di kawasan kumuh,
mengembangkan amenitas kawasan, mengkonservasi aset warisan budaya
kawasan lama, mendorong partisipasi komunitas investor dan pemerintah
lokal dalam revitalisasi kawasan.
Kawasan yang direvitalisasi biasanya adalah :
1. Kawasan mati seperti tidak mampu merawat, tidak mampu
memanajemen pertumbuhan, kepemilikan majemuk, nilai properti
negatif, rendahnya intervensi publik, menyebabkan, rendahnya investasi
oleh masyarakat, pindahnya penduduk, pindahnya kegiatan usaha,
hilangnya peran terpusat, kawasan Hidup tapi Kacau, pertumbuhan
ekonomi tdk terkendali, nilai properti tinggi, namun menyebabkan
penghancuran secara kreatif terhadap aktifitas tradisional, pembangunan
tidak kontekstual, dan penghancuran nilai-nilai lama.
2. Kawasan hidup tapi kurang terkendali. Yang termasuk kawasan ini
diantaranya kegiatan cukup hidup, namun kurang kontrol, terjadinya
pergeseran fungsi dan nilai lama yg signifikan, dan pergeseran setting
tradisionalnya.
8
mandiri maupun bekerja pada industri tertentu. SMK dituntut mampu
menghasilkan lulusan sebagaimana yang diharapkan oleh sekolah,
masyarakat, dan DU/DI. Tenaga kerja yang dibutuhkan adalah tenaga kerja
yang memiliki kompetensi kerja sesuai dengan bidangnya, memiliki
kemampuan adaptasi, dan daya saing yang tinggi.
Dalam kurun waktu 2009-2014 telah dibangun sekitar 3.000 SMK
baru dan hingga awal tahun 2016, jumlah SMK di Indonesia sudah
mencapai 13.167 sekolah (3.349 SMK Negeri dan 9.818 SMK Swasta)
seperti dijelaskan pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1.
Perkembangan Jumlah Sekolah
(Direktorat SMK, 2016)
Dari Gambar 2.1 bisa dilihat bahwa 75% dari SMK yang ada berada
dalam tata kelola pihak swasta. Hanya 3,349 yang berstatus negeri. Hal ini
berakibat pada lemahnya pengawasan kualitas pembelajaran di SMK
swasta. Belum lagi jumlah peserta didik di SMK swasta biasanya kurang
dari 200 orang sehingga pemberian dana BOS tidak bisa efektif dalam
menjalankan operasional sekolah.
Dari jumlah sekolah di atas, akreditasi dilakukan berdasarkan program
keahlian, seperti bisa dilihat dalam Gambar 2.2.
9
Gambar 2.2
Akreditasi SMK Berdasarkan Program Keahlian
(Direktorat SMK, 2016)
10
Gambar 2.3
Perbandingan Jumlah yang Mendaftar dan yang Diterima
di SMK 2011-2016 (Direktorat SMK, 2016)
Tabel 2.1
Persebaran Peserta Didik SMK di 9 Bidang Keahlian
Dari 9 bidang keahlian yang ada, mayoritas peserta didik berasal dari
program bisnis dan manajemen. Sementara itu, peminat untuk 3 program
keahlian prioritas Presiden Joko Widodo relatif kecil, yaitu untuk pariwisata
sebesar 6,48%, agribisnis dan agroteknologi sebesar 4,21%, dan perikanan
dan kelautan sebesar 1,28%. Kecilnya peminat untuk ketiga program
keahlian tersebut secara umum terkait dengan kebijakan prioritas
pembangunan di masa lalu, yaitu ketika anggapan bahwa seakan-akan hanya
11
industri manufakturing yang dapat membawa kemakmuran bagi bangsa
Indonesia, padahal industri pariwisata serta agrobisnis dan agroteknologi
juga berpotensi. Selanjutnya secara spesifik terkait dengan program
perikanan dan kelautan terjadi perubahan paradigma tentang laut, dari laut
sebagai pemisah pulau menjadi laut sebagai penghubung pulau sekaligus
tempat keberadaan sumber daya alam. Kebijakan pembangunan nasional di
masa lalu tersebut ditindaklanjuti dengan pengembangan program-program
keahlian di SMK dan kebijakan operasional pembukaan program-program
tersebut di SMK-SMK yang ada.
Sebanding dengan meningkatnya jumlah peserta didik SMK,
penyediaan tenaga pengajar juga makin ditingkatkan untuk memenuhi
kondisi mengajar yang efektif. Namun, sesuai dengan banyaknya jumlah
sekolah swasta, mayoritas guru SMK mengajar di SMK swasta. Peningkatan
jumlah tenaga pengajar SMK bisa dilihat dalam Gambar 2.4.
Gambar 2.4
Perkembangan Jumlah Guru SMK 2014-2016
(Direktorat SMK, 2016)
12
mempunyai sertifikat kompetensi yang sesuai dengan jurusan yang
diajarkan. Misalkan guru yang mengajar welding harus mempunyai
sertifikat yang menyatakan kompetensinya dalam bidang welding. Sertifikat
kompetensi sesuai dengan kejuruan ini yang menjamin bahwa guru bisa
dalam mengajar kompetensi sesuai dengan jurusan tempat dia berada.
Sertifikasi juga bisa menjamin bahwa kompetensi guru sesuai dengan
standar yang berlaku di kalangan profesional.
Gambar 2.5
Perbandingan Guru Produktif dan Normatif-Adaptif di SMK
(Direktorat SMK, 2016)
13
memengaruhi proses belajar-mengajar yang juga berpengaruh pada
kompetensi peserta didik. Misalnya, guru tidak mengetahui cara
penggunaan mesin atau alat terbaru dalam bidang welding. Akibatnya, dia
hanya bisa mengajarkan cara penggunaan mesin lama. Hal ini membuat
peserta didik tidak bisa memenuhi kebutuhan dunia kerja sehingga kalah
saing dengan tenaga kerja lain.
Atas dasar itu, perlu ada pelatihan secara berkala bagi guru/instruktur
yang mengajar di bidang pendidikan vokasi dari dunia usaha dan dunia
industri. Selain untuk mengasah kompetensi, pelatihan ini berguna untuk
membuat guru tetap up to date dengan perkembangan dunia usaha dan dunia
industri sesuai dengan program keahliannya.
14
1. Amanah Nawacita dan SDGs 2030
Nawacita 6 menyatakan bahwa ―..kami akan membangun sejumlah
Science dan Techno Park di daerah-daerah, politeknik dan SMK-SMK
dengan prasarana dan sarana dengan teknologi terkini...‖
Sementara itu, Sustainable Development Goals 2030 menyatakan
bahwa ―By 2030, substantially increase the number of youth and adults
who have relevant skills, including technical and vocational skills, for
employment, decent jobs and entrepreneurship...‖ (pada 2030 terjadi
peningkatan pemuda dan orang dewasa yang memiliki keterampilan
relevan termasuk keterampilan vokasi dan teknikal untuk bekerja dan
berwirausaha).
2. Pemenuhan 58 Juta Tenaga Kerja Terampil Sampai 2030
Ekonomi Indonesia dengan peluang bisnisnya yang besar membutuhkan
tenaga kerja dengan keterampilan dan sikap kerja yang tepat.
Perekonomian Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dengan
kondisi yang relatif stabil. Pada tahun 2030, Indonesia berpotensi untuk
menjadi negara ke-7 dengan tingkat ekonomi terbesar di dunia. Ini
merupakan loncatan yang signifikan dari posisinya di peringkat ke-16
pada tahun 2012. Dalam jangka waktu 15 tahun ke depan, akan terjadi
lonjakan kebutuhan tenaga kerja dari 55 juta pada saat ini menjadi 113
juta pada tahun 2030. Peluang bisnis sebesar 1.8 triliun US Dollar—
antara lain di bidang jasa, pertanian, dan perikanan—juga
diproyeksikan akan tercipta (McKinsey, 2012). Oleh sebab itu,
tersedianya sumberdaya manusia (tenaga kerja) dalam jumlah memadai
dan dengan keterampilan yang tepat bisa membuat Indonesia menjadi
tempat yang menarik bagi investasi yang bisa menggerakkan
pembangunan (lihat juga Gambar. 2,6)
15
Gambar 2.6
Proyeksi Ekonomi Indonesia pada 2030
16
penduduk dalam usia produktif sehingga terjadi peningkatan yang pada
tahun 2015 berjumlah 170 juta orang. Penduduk usia produktif tersebut
agar dapat menjadi tenaga terampil perlu dibekali dengan keterampilan
abad 21. Pendidikan vokasi tidak boleh gagal, karena kegagalan
penyiapan tenaga terampil melalui pendidikan vokasi akan
menyebabkan permasalahan secara ekonomi dan menambah angka
pengangguran di Indonesia.
5. Memperbaiki Struktur Tenaga Kerja
Nawacita 5 Kabinet Kerja Jokowi—Jusuf Kalla adalah ―meningkatkan
kualitas hidup manusia‖, akan diwujudkan dalam bentuk peningkatan
kualitas pendidikan dan pelatihan dengan program ―Indonesia Pintar‖
dan ―Wajib Belajar 12 Tahun‖ bebas pungutan. Momentum menjadikan
pembelajaran 12 tahun sebagai wajib belajar berimplikasi kepada
perubahan struktur tenaga kerja. Perubahan dimaksud mendorong
perwujudan tenaga kerja Indonesia yang berpendidikan minimal
SMA/SMK.
Apabila pada tahun 2015 tenaga kerja Indonesia didominasi oleh
lulusan di bawah Sekolah Dasar (45,1%) pada pada tahun 2030
diperkirakan lulusan SD atau di bawahnya akan menjadi berkurang
menjadi 21,7%. Perubahan latar belakang lulusan yang bekerja yang
berasal dari tingkat SMA adalah dari 16,4% pada tahun 2015 menjadi
18,5% pada tahun 2030; dan untuk lulusan SMK dari 9,8% pada tahun
2015 menjadi 22,8% pada tahun 2030.
6. Meningkatkan Mutu, Relevansi, dan Efisiensi
Data statistik menunjukkan bahwa
• dari 7,56 juta total pengangguran terbuka, 20,76% berpendidikan
SMK (BPS, 2015);
• hanya 22,3% guru SMK yang mengajar sesuai bidang keterampilan
(Guru Produktif); dan
• pendidikan vokasi belum link-and-match dengan DUDI (dunia
usaha/industri).
17
Di samping itu, fakta menunjukkan bahwa pendidikan vokasi belum
link-and-match dengan DUDI (dunia usaha/industri). Fakta tersebut
diduga karena dalam beberapa dekade terakhir SMK dikelola dan
ditangani oleh pemerintah daerah kabupaten/kota. Revitalisasi
pendidikan vokasi dapat memanfaatkan momentum Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang menegaskan
bahwa pengelolaan SMK dikoordinasikan oleh pemerintah daerah
provinsi. Pengalihan kewenangan ini diperkirakan dapat menajamkan
ketepatan pemenuhan supply-demand tenaga kerja lintas
kabupaten/kota.
18
BAB III
PELAKSANAAN KAJIAN
3.3. MODERATOR
Moderator pada acara kajian ini adalah Prof. Dr. Daniel D. Kameo,
MA (Anggota Dewan Riset Daerah Provinsi Jawa Tengah).
3.4. PESERTA
Peserta kegiatan, adalah dari berbagai unsur yang terkait dengan
pemecahan permasalahan yang akan dikaji. Peserta kajian sebanyak 54
(lima puluh empat) orang :
1. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah;
2. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Semarang;
3. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Salatiga;
4. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Jepara;
5. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kendal;
19
6. Ketua Badan Koordinasi Sertifikasi Profesi (BKSP) Prov. Jawa Tengah;
7. Ketua APPI Jawa Tengah (Assosiasi Profesi Penjualan Indonesia);
8. Ketua APTI Jawa Tengah (Assosiasi Profesi Telematika Indonesia);
9. Ketua ITO Cabang Jawa Tengah (Ikatan Teknisi Otomotif);
10. Ketua ASITA (Assosiasi Perjalanan Wisata);
11. Ketua PHRI (Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia);
12. Ketua APEI Jawa Tengah (Asosiasi Profesi Elektrikal Indonesia);
13. Ketua PATELKI (Persatuan Ahli Teknologi Laboratorium Ina);
14. Ketua Asmindo (Asosiasi Permebelan dan Kerajinan Indonesia);
15. Ketua Yabortan (Yayasan Obor Tani);
16. Ketua CEFED (Center For Furniture Design And Development);
17. Ketua PIKA (Pendidikan Ilmu Perkayuan);
18. Ketua Balai Pelatihan Pendidikan Kejuruan Jawa Tengah;
19. Ketua APINDO Jawa Tengah;
20. Ketua IAPA (Asosiasi Administratif Profesional Indonesia);
21. Direktur LSP Pariwisata Cabang Jawa Tengah;
22. Direktur LSP ITO Jawa Tengah;
23. Direktur LSP UDINUS;
24. Direktur LSP TAV;
25. Direktur Garmindo Plus;
26. Direktur LSP Koperasi;
27. Direktur LSP Batik;
28. Direktur LSP MIKA;
29. Direktur LSP Pariwisata Perwakilan Jawa Tengah;
30. Direktur LSP APSI;
31. Direktur LSP FURNIKO;
32. Direktur LSP PIP;
33. Direktur LSP POLIMARIN;
34. Direktur LSP Escrin;
35. Direktur LSP TELAPI;
36. Kepala Sekolah SMK N 1 Semarang;
37. Kepala Sekolah SMK N 2 Semarang;
20
38. Kepala Sekolah SMK N 6 Semarang;
39. Kepala Sekolah SMK N 7 Semarang;
40. Kepala Sekolah SMK Theresiana Semarang;
41. Kepala Sekolah SMK 17 Agustus 1945 Semarang;
42. Kepala Sekolah SMK Jawa Tengah;
43. Kepala Sekolah SMK N 4 Kendal;
44. Kepala Sekolah SMK Islam Al. Hikmah Mayong Jepara;
45. Kepala Sekolah SMK Islam Jepara;
46. Kepala Sekolah SMK Futuhiyyah Mranggen;
47. Kepala Sekolah SMK N 2 Salatiga ;
48. Kepala Sekolah SMK N 1 Bawen;
49. Kepala Prodi S2 Pendidikan Kejuruan Pascasarjana UNNES;
50. Ketua dan Anggota Dewan Riset Daerah (DRD) Provinsi Jawa Tengah;
51. Para Kepala Bidang Bappeda Provinsi Jawa Tengah;
52. Kepala UPP Iptekin Bappeda Provinsi Jawa Tengah;
53. Koordinator Perencanaan Bappeda Provinsi Jawa Tengah;
54. Para Fungsional Bappeda Provinsi Jawa Tengah.
21
BAB IV
HASIL PEMBAHASAN
22
1. Membuat peta jalan pengembangan SMK.
2. Menyempurnakan dan menyelaraskan kurikulum SMK dengan
kompetensi sesuai kebutuhan pengguna lulusan (link and match).
3. Meningkatkan jumlah dan kompetensi bagi pendidik dan tenaga
kependidikan SMK.
4. Meningkatkan kerja sama dengan Kementerian/Lembaga, Pemerintah
Daerah, dan dunia usaha/industri.
5. Meningkatkan akses, sertifikasi lulusan SMK dan akreditasi SMK.
6. Membentuk Kelompok Kerja Pengembangan SMK.
23
uji kompetensi; Proses pembelajaran produktif sesuai standar industri;
Pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan sesuai standar industri.
6. Strategi kerjasama antara SMK dengan DU/DI dengan menyediakan
SDM terampil yang dibutuhkan dunia usaha/industri, kemudian DU/DI
menyediakan tempat untuk peningkatan kompetensi (magang/praktik
industri dan pelatih/mentor/praktisi dan menggunakan lulusan SMK
untuk bekerja pada industri.
7. Strategi sertifikasi lulusan SMK, melalui pembentukan Tempat Uji
Kompetensi (TUK) di SMK, penguatan Lembaga Sertifikasi Profesi
(LSP) P1 di SMK untuk proses uji sertifikasi, koordinasi dengan BSNP
(Badan Nasional Sertifikasi Profesi) dan BKSP (Badan Koordinasi
Sertifikasi Profesi) dan memperluas jejaring LSP P1 untuk fasilitasi uji
kompetensi keahlian SMK.
24
Tengah memiliki SMK Negeri sebanyak 237 dan Swasta sebanyak 1326
sekolah, dengan jumlah guru tidak tetap SMA/SMK dan tenaga
kependidikan non-PNS atau PTT mencapai 15.318 ribu orang, terdiri atas
7.768 GTT dan 7.550 PTT.
Secara umum, masalah yang dihadapi dalam pendidikan vokasi di
Indonesia adalah pemahaman sistem kompetensi yang masih ada perbedaan
pada pembuat kebijakan, perkembangan teknologi industri lebih cepat
menyesuaikan dari dunia pendidikan, industri sangat terbatas untuk bisa
berperan dalam pendidikan vokasi, pendidikan kurang mengikuti kebutuhan
SDM dalam pertumbuhan investasi (terutama teknologi), dan insiden Skill
Mismatch (sebagai contoh, banyak sarjana yang bekerja tidak sesuai dengan
bidang). Untuk itu, diperlukan sebuah strategi untuk meningkatkan
kompetensi SDM yang dapat dilakukan melalui :
1. Harmonisasi regulasi.
2. Pengembangkan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dan
Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) sesuai dengan
kebutuhan industri sebagai pengguna.
3. Memperkuat Lembaga Diklat untuk menyediakan pelatihan berbasis
kompetensi (CBT).
4. Memperkuat Lembaga Sertifikasi dalam mengembangkan sertifikasi
kompetensi (CBA).
25
6. Pembentukan tempat uji kompetensi.
26
workshop termasuk lab. bahasa), meningkatkan kompetensi instruktur
dan tenaga kepelatihan, sertifikasi kompetensi instruktur dan tenaga
kepelatihan, dan memperbaiki sistem manajemen pelatihan secara terus
menerus utamanya PBM.
3. Melaksanakan harmonisasi standarisasi kompetensi dengan
menyediakan 700 SKKNI, menyediakan program pelatihan dari
berbagai kejuruan dan tingkatan, menyediakan modul pelatihan berbasis
kompetensi, desiminasi penerapan SKKNI dan KKNI di Lembaga
Pendidikan, Lembaga Pelatihan, Asprof, Asosiasi Perusahaan dan
memfasilitasi penyusunan draf SKKNI, program maupun modul
pelatihan.
4. Melakukan percepatan sertifikasi melalui program pendidikan dan
pelatihan yang disesuaikan dengan skema sertifikasi, mempersiapkan
infrastruktur (LSP, Asesor, TUK, MUK dan manajemen pengelolaan),
memfasilitasi sertifikasi kompetensi lulusan, melayani advokasi/
konsultasi dan pendampingan pembentukan LSP 1, melakukan
kerjasama dengan LSP terbentuk dalam pelaksanaan sertifikasi lulusan
maupun SDM diklat, memfasilitasi penyiapan Assesor kompetensi, dan
meningkatkan pelayanan sertifikasi lulusan melalui TUK BLK.
5. Program pemagangan secara terpadu antara pelatihan di LPK dengan
bekerja langsung di bawah bimbingan dan pengawasan instruktur yang
berpengalaman di perusahaan dalam rangka menguasai ketrampilan dan
keahlian tertentu.
27
BAB V
PENUTUP
5.1. SIMPULAN
1. Angka pengangguran tinggi dari SMK itu bukan karena proses
pembelajaran dan kurikulum yang keliru, atau kualitas SDM guru yang
rendah, melainkan dikarenakan adanya politik upah murah, sistem kerja
kontrak outsourching, dan MOU yang dijalin antara SMK dengan
perusahaan atau industri itu hanya kamuflase untuk menyerap tenaga
kerja murah.
2. Inpres nomor 09 tahun 2016 Kementrian Perindustrian langsung
membuat Permen Nomor 03 Januari 2017 tentang pedoman pembinaan
dan pengembangan sekolah menengah kejuruan berbasis kompetensi
yang link and match dengan industri (namun masih tumpang tindih
dengan kegiatan kementrian pendidikan perlu sinkronisasi untuk
perbaikan pendidikan SMK
3. Perindustrianharus terlibat secara aktif karena mereka memiliki banyak
program sesuai dengan Permen Nomor 03/tahun 2017 yang bisa
menjembatani percepatan pendidikan SMK, diantaranya mereka
mempunyai anggaran yang dalam Permen dikatakan bahwa pensiunan
dari dunia industri bisa menjadi guru di SMK
4. Sinkronisasi kurikulum perlu diwujudnyatakan sesuai dengan kondisi
yang ada (contoh saat terjadi relokasi pabrik garmen, perlu disusun
kurikulum yang berbicara tentang garmen dengan lebih intens daripada
tentang tata busana)
5. Perlu kejelasan/dibuat peraturan yang mengatur tentang prakerin dalam
dunia industri oleh siswa SMK
6. Perlunya uji kompetensi terhadap guru SMK
28
7. Masih banyaknya kebijakan yang tidak holistik
8. Perlu adanya tambahan sertifikat soft skill bagi lulusan smk, mengingat
masalah sertifikasi ini menjadi sebuah keutamaan untuk kedepan dalam
bersaing dengan negara-negara tetangga, (CAFTA)
9. Perlunya sinergi antar dinas, dan juga kab/kota agar program
pelaksanaan dapat berjalan denganbaik, misal penggunaan BLK, bila
mungkin ada SMK yang masih belum terfasilitasi.
10. Program revitalisasi dari Kementrian Pendidikan salah satu pilot
project-nya ada di SMK di Provinsi Jawa Tengah. Revitalisasi ini
merupakan pembaharuan segala aspek termasuk sarana prasarana. Dari
seluruh Indonesia ada 48 SMK yang direvitalisasi dan salah satunya ada
di Jawa Tengah.
5.2. REKOMENDASI
1. Pemetaan Kualifikasi Kerja di Jawa Tengah yang berhubungan dengan
SMK, termasuk program investasi industri dari pemerintah provinsi.
2. Harmonisasi mengantar lulusan SMK menjadi SDM yang kompeten di
bidangnya, dengan mulai penyesuaian kurikulum yang sesuai dengan
kebutuhan industri, contoh seperti skema dibawah ini :
KURIKULUM
Link & Match ? SKKNI/INTERNASIONAL/
KHUSUS+KKNI)
(Lembaga Intermediasi)
BAHAN AJAR MATERI UJI
29
3. Diperlukan Guru/Dosen vokasi yang benar - benar menguasai
kompetensi profesionalnya benar - benar memenuhi standar industri,
untuk itu perlu uji kompetensi Guru/Dosen yang memenuhi syarat
kompetensi baik teruji oleh BSNP (mewakili pendidikan) dan untuk
kompetensi profesionalnya teruji oleh BNSP (mewakili industri)
CONTOH
KOMP ETENSI GURU vs KOMP ETENSI INDUSTRI
MEDIASI
BSNP BNSP
ASOSIASI PROFESI
KOMPETENSI LSP
KOMPETENSI SESUAI BIDANG SKKNI
PROFESIONAL KEAHLIAN
SERTIFIKASI
KURIKULUM
ASSESSMEN Skill
KOMPETENSI KOMPETENSI
SOSIAL SESUAI
BIDANGNYA GURU PBM
KOMPETEN Knowledge Attitude
KOMPETENSI ASSESSMEN
KOMPETENSI KOMPETENSI
KEPRIBADIAN
DUNIA KERJA
KOMPETENSI STANDAR
PEDAGOGIK KOMPETENSI GURU
Dasar Hukum :
Dasar Hukum :
- UU No.13 Th.2003 tentang Ketenagakerjaan
- UU No.20 Th.2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
- UU No. 39 Th.2004 tentang Penempatan dan Perlindungan
- UU No. 14 Th.2005 tentang Guru dan Dosen TKI ke Luar Negeri
- PP No. 19 Th. 2005 tentang BSNP - PP No. 23 Th. 2004 tentang BNSP
30
c. Biasanya siswa yang cakap bahkan akan didukung uji
kompetensinya dan diberi kesempatan kerja setelah lulus
31
LINK & MATCH dalam KAJIAN (menyongsong 25 tahun “Sustainable Development Goals”)
Pendidikan
Berbasis Pemagangan
Guru Yang Kompetensi
Kompeten UJI KOMPETENSI
Lulusan
SMK Siap Pakai
TRAINER
BUTUH BUTUH
KEBIJAKAN KEBIJAKAN
SERIUS SERIUS
SDM
DU/DI Kompeten
Bersertifikat
Sistem
Pasar :
Kompetisi
Produksi
MEA 2015
GLOBAL 2020
DOMESTIK
SKPI
BAB III
SERTIFIKAT KOMPETENSI PERMENDIKBUD RI.
Pasal 14 NO. 83 TH. 2013
Ayat 2 ; Sertifikat Kompetensi dapat TENTANG SERTIFIKAT
diterbitkan oleh perguruan tinggi KOMPETENSI
yang pelaksanaan uji
kompetensinya bekerjasama PERMENDIKBUD RI.
dengan organisasi profesi, lembaga NO. 81 TH. 2014
pelatihan, atau lembaga sertifikasi TENTANG SKPI
yang terakreditasi.
32
Dengan demikian untuk pendidikan vokasi (terutama SMK) sangat
disarankan kurikulum berdasarkan standar kompetensi kerja
industri/usaha yang selalu berkembang setiap saat sesuai tuntutan pasar,
demikian juga bahan ajar disesuaikan dengan materi uji lembaga
sertifikasi yang terlisensi, untuk mengantar Peningkatan Implementasi
Kurikulum yang sinkron dengan DU/DI.
33
DAFTAR PUSTAKA
34