Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN TUTORIAL

BLOK 6.B

SKENARIO 3 : SI BAYI BESAR

Tutor : Ulfa Farrah Lisa, S.ST., M.Keb

Kelompok :4
Ketua : Zelma Refma (1810331015)
Sekretaris Papan : Wahda Mandasari (1810332001)
Sekretaris Meja : Putri Endah Febriyanti (1810332015)
Anggota : Marsela Rustam (1810332012)
Karita Aulia Tama (1810333002)
Diana Rizki Amelia (1810333003)
Dyah Maya Nauli (1810333010)
Ernis Nurpriska Laiya (1810339002)
Annisa Nur Al Izza MH (1810332007)

PRODI S1 KEBIDANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2020/2021
MODUL III

SKENARIO 3 : SI BAYI BESAR

Bidan sedang menolong persalinan Ny.Mimi yang berusia 30 tahun,


G3P2A0H2, tapi ia sedang mempersiapkan rujukan karena pembukaan sudah
lengkap sejak 1 jam yang lalu, namun bayi belum juga lahir. Setelah sampai di
rumah sakit, Ny.Mimi ditolong oleh bidan dan dokter, bidan melakukan episiotomi
dan kembali menuntun ibu meneran sampai kepala lahir. Saat mencoba melahirkan
badan bayi, bidan menemukan distosia bahu sehingga ia harus melakukan manuver
Mc.Robert. Akhirnya bayi Ny.Mimi lahir dengan berat 4600 gram.
Setelah memastikan tidak ada janin ke-2, bidan memberikan oksitoksin,
namun setelah 30 menit plasenta belum juga lahir sehingga Bidan mencurigai
terdapatnya plasenta akreta sehingga perlu melakukan manual plasenta. Setelah
plasenta lahir dengan lengkap, dilakukan pemantauan kontraksi uterus dan TTV ibu,
kemudian melakukan penjahitan luka episiotomi. Setelah tindakan selesai, bidan
melanjutkan melakukan pemantauan karena khawatir akan terjadi perdarahan dan
infeksi. Keluarga diminta untuk memberi makanan dan minuman hangat pada ibu
agar tenaganya cepat pulih. Setelah ibu merasa nyaman, kemudian bidan
mendokumentasikan semua asuhan yang diberikannya.
Bagaimanakah saudara menjelaskan skenario diatas?
STEP I

KLARIFIKASI TERMINOLOGI

1. Manuver Mc.Robert adalah posisi setengah duduk dengan hiperfleksi


maksimal pada panggul dengan melibaykan fleksi maksimal pada ibu hingga
abdomen
2. Distosia bahu adalah suatu kondisi kegawatdaruratan dimana bahu janin
gagal lahir sacra sponta setelah lahirnya kepala janin
3. Episiotomy adalah sebuah irisan bedah melalui perineum yang dilakukan
untu memperlebar vagina dengan maksud untuk membantu proses kelahiran
4. Plasenta akreta adalah kondisi dimana pembuluh darah plasenta/ari ari
tumbuh terlalu dalam pada dinding rahim
5. Infeksi adalah masalah kesehatan yang disebabkan oleh organisme spti virus,
parasit
6. Manual plasenta adalah prosedur pelepasan plasenta dari tempat
implementasinya pada dinding uterus dan mengeluarkannya dari kavum uteri
secara manual
STEP II
IDENTIFIKASI MASALAH

1. Mengapa bayi ny. Mimi belum juga lahir sedangkan pembukaan sdah
lengkap sejak 1 jam yang lalu?
2. Berapa lama normalnya setelah pembukaan lengkap bayi harus lahir?
3. Apa indikasi dilakukannya episiotomy?
4. Apa penyebab distosia pada bayi?
5. Bagaimana cara melakukan maneuver Mc.Robert?
6. Disebut apakah kondisi bayi ny.mimi dan apa penyebabnya?
7. Apa penyebab dari plasenta akreta?
8. Bagaimana tatalaksana pelaksanaan manual plasenta?
9. Mengapa bidan memberikan oksitosin pada ibu?
10. Mengapa bidan perlu memerlukan pemantauan terhadap kontraksi uterus dan
ttv ibu?
11. Kenapa keluarga berperan penting dalam pemulihan ibu?
12. Bagaimana asuhan kebidanan yang diberikan bidan terhadap ny. Mimi?
STEP III
ANALISIS MASALAH

1. Mengapa bayi ny. Mimi belum juga lahir sedangkan pembukaan sdah
lengkap sejak 1 jam yang lalu?
- Disebabkan kontraksi kurang baik
- Kandung kemih penuh
- Pembengkakan jalan lahir
- Panggul ibu yang sempit
- Janin yang besar
- Plasenta previa pada ibu
2. Berapa lama normalnya setelah pembukaan lengkap bayi harus lahir?
- Normalnya sekitar 2 jam pada primpara dan 1 jam pada multipara
3. Apa indikasi dilakukannya episiotomy?
- Perineum ibu yang kaku
- Peregangan yang berlebihan yang disebabkan janin yang besar
- Melahirkan janin yang premature
- Persalinan kala II yang lama
- Perineum pendek
- Riwayat episiotomi
4. Apa penyebab distosia pada bayi?
- Riwayat ditosia bahu, diabetes gestasional, macrosomia, peningkatan bb
yang berlebihan
- Panggul ibu sempit
- Riwayat kehamilan sebelumnya
- Kelainan tulang pada ibu
- Lahir lewat waktu
5. Bagaimana cara melakukan maneuver Mc.Robert?
- Melepaskan kaki ibu pada penyangga dan melakukan fleksi sehingga
paha ibu menempel pada abdomen ibu,
- Tindakan ini dapat menyebabkan sacrum mendatar
6. Disebut apakah kondisi bayi ny.mimi dan apa penyebabnya?
- Disebut macrosomia penyebabnya factor genetic, ganggua kesehatan saat
hamil spt diabetes dan obesitas, hipertensi
7. Apa penyebab dari plasenta akreta?
- Kondisi Rahim yang bermasalah spti adanya miom
- Riwayat persalinan SC
- Kondisi lapisan Rahim yang tidak normal spti adanya jaringan parut
8. Bagaimana tatalaksana pelaksanaan manual plasenta?
- Inform consent
- Mempersiapkan donor darah
- Pemasangan infus
- Melakukan anastesi
- Menggunakan posisi litotomi
- Memperhatikan keadaan umum ibu dan memsatikan kandung kemih ibu
kosong
- Mencari tali pusat
- Menyusuri plasenta, Satu tangan lainnya diletakkan di fundus uteri
- Dikikis satu arah
- Apabila plasenta keluar, lalu melihat kelengkapan plasenta /eksplorasi
9. Mengapa bidan memberikan oksitosin pada ibu?
- Berfungsi untuk Rahim berkontraksi, untuk menginduksi/memperkuat
kontraksi persalinan dan untuk mengendalikan perdarahan setelah
melahirkan
- Untuk mengendalikan Rahim ibu ke kondisi septi semula
10. Mengapa bidan perlu memerlukan pemantauan terhadap kontraksi uterus dan
ttv ibu?
- Pemantauan pada kontraksi dan ttv ibu berguna untuk menghindari
komplikasi yang terjadi pada ibu
- Pemantauan kontraksi untuk mencegah atonia uteri yang dapat
mengakibatkan perdarahan

11. Kenapa keluarga berperan penting dalam pemulihan ibu?


- Berperan memberikan emotional support pada ibu sehingga ibu akan
merasa mendapat perhatian dan tidak memikirkan rasa sakit saat
melahirkan
12. Bagaimana asuhan kebidanan yang diberikan bidan terhadap ny. Mimi?
- Bidan memperthatikan kondisi ny mimi dan bayinya
- Memperhatikan tanda tanda dan gejala persalinan
- Mempersiapkan pertolongan persalinan
- Membantu persalinan ny mimi
- Melakukan rujukan, dan pemantauan kondisi ny mimi
- Melakukan episiotomy
- Melakukan pencatatan dan pendokumentasian
- Memberikan kie
STEP IV

SKEMA

Kegawatdaruratan
pada persalinan

KALA I KALA II KALA III KALA IV

Distosia bahu Plasenta akreta Atonia uteri, perdarahan


Partus lama
postpartum, infeksi

Asuhan
Dukungan keluarga
kebidanan

Manual plasenta Rujukan ke RS

Episiotomy Penatalaksanaan

Manuver Mc.robert pendokumentasian


STEP V

LEARNING OBJECTIVE

Kala I : partus lama, inersia uteri, prolapsus tali pusat, tetania uteri,
inkoordinasi his
Kala II : distosia (distosia power, passage, passangger), letak
sungsang
Kala III : retensio plasenta
Kala IV : atonia uteri, rupture uteri, robekan jalan lahir, infeksi
postpartum, gangguan pembekuan darah, inversio uteri

1. Mahasiswa Mampu Menjelaskan pengertian kegawatdaruratan persalinan


2. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Jenis-jenis kegawatdaruratan persalinan
(Kala I, Kala II, Kala III, Kala IV)
3. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Etiologi dan faktor resiko kegawatdaruratan
persalinan
4. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Manifestasi klinis kegawatdaruratan
persalinan
5. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Diagnosa kegawatdaruratan persalinan
6. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Penatalaksanaan awal kegawatdaruratan
persalinan
7. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Rujukan kegawatdaruratan persalinan
8. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Asuhan kebidanan kegawatdaruratan
persalinan
9. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Pendokumentasian kegawatdaruratan
persalinan
STEP VII

SHARING INFORMATION
1. Mahasiswa Mampu Menjelaskan pengertian kegawatdaruratan
persalinan
Kasus kegawatdaruratan obstetri ialah kasus yang apabila tidak segera
ditangani akan berakibat kesakitan yang berat, bahkan kematian ibu dan
janinnya. Kasus ini menjadi penyebab utama kematian ibu, janin dan bayi
baru lahir. Secara umum, terdapat berbagai kasus yang masuk dalam kategori
kegawatdaruratan maternal masa persalinan kala I, II, III dan IV dan
manifestasi klinis kasus kegawatdaruratan tersebut berbeda-beda dalam
rentang yang cukup luas.
2. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Jenis-jenis kegawatdaruratan
persalinan (Kala I, Kala II, Kala III, Kala IV)
1. Kala 1:

A. partus lama
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam
pada primigravida, dan lebih dari 18 jam pada multigravida.
Partus lama atau prolonged labour merupakan istilah yang digunakan
untuk menggambarkan adanya abnormalitas persalinan di kala 1. Sampai saat
ini belum ada konsensus mengenai definisi partus lama. WHO
mendefinisikan partus lama sebagai adanya kontraksi uterus ritmik dan
reguler yang disertai pembukaan serviks dan berlangsung lebih dari 24 jam.
American College of Obstetricians and Gynecologist (ACOG)
mendefinisikan sebagai kala 1 fase laten lebih dari 20 jam pada wanita
nulipara dan lebih dari 14 jam pada perempuan multipara. ACOG
menggunakan batasan pembukaan serviks < 6 cm sebagai acuan fase laten
B. inersia uteri
Inersia uteri adalah his yang kekuatannya tidak adekuat untuk
melakukan pembukaan serviks atau mendorong janin keluar. Ditemukan pada
penderita keadaan umum kurang baik seperti anemia, uterus yang terlalu
teregang serta penderita dengan keadaan emosi yang kurang baik.
C. prolaps tali pusat
Prolaps tali pusat adalah suatu kondisi di mana tali pusar atau tali
pusat bayi berada mendahului kepala bayi di leher rahim (serviks).
Prolaps tali pusat dibagi menjadi dua, yaitu overt prolapse dan occult
prolapse. Tali pusat menumbung atau overt prolaps adalah tali pusat yang
melewati bagian fetus dan keluar dari serviks sehingga dapat terlihat pada
pemeriksaan spekulum karena membran amnion sudah pecah.
Sedangkan occult prolaps atau tali pusat terkemuka adalah kondisi tali
pusat berada di sisi fetus tetapi tidak terlihat keluar serviks karena membran
amnion masih intak.

2. Kala 2 :

A. Distosia
Distosia adalah perlambatan pada saat persalinan atau dikenal dengan
istilah partus macet. Patofisiologi perlambatan atau arrest persalinan ini dapat
terjadi pada kala 1 maupun kala 2. Berdasarkan penyebabnya maka
patofisiologi distosia dapat diklasifikasikan menjadi gangguan kontraksi,
abnormalitas pada janin, dan adanya gangguan pada jalan lahir.
Distosia adalah gangguan persalinan, yang menyebabkan ibu sulit
melahirkan. Jika seorang ibu mengalami distosia, waktu persalinannya akan
panjang dan bahkan, ada yang tidak mengalami kemajuan sama sekali.
Kondisi ini tak hanya berdampak pada janin melainkan ibu juga.
Normalnya, jika ibu hamil sudah pecah ketuban maka dalam waktu enam jam
harus melahirkan, jika tidak maka bisa terjadi infeksi.
Dokter akan memantau pembukaan jalan lahir. Perlu diingat, bahwa
pembukaan 1 ke 3 bisa menghabiskan waktu 8 jam atau lebih. Sementara
pada pembukaan ke-3 hingga seterusnya, harus dipantau perkembangannya
setiap jamnya. Hitungan kasarnya, setiap 1 jam setidaknya harus ada progress
pembukaan 1 cm.
3. Kala 3:

A. Retensio plasenta
Retensi plasenta adalah kondisi tidak keluarnya plasenta dalam waktu
30 menit setelah melahirkan bayi. Retensi plasenta adalah komplikasi langka
yang hanya mempengaruhi sekitar 2 hingga 3 persen dari semua kelahiran
yang terjadi ketika sebagian dari plasenta tertinggal di dalam rahim setelah
kelahiran bayi.
Retensio plasenta akan membuat ibu mengalami perdarahan hebat
setelah persalinan. Jika dokter atau tim medis tidak segera melakukan
penanganan dengan tepat, komplikasi kehamilan ini akan menyebabkan
infeksi yang berujung pada kematian.

4. Kala 4 :

A. Atonia uteri,
Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana lemahnya kontraksi rahim
yang menyebabkan uterus tidak dapat menghentikan perdarahan yang terjadi
dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir.
Atonia uteri atau kegagalan rahim untuk berkontraksi adalah
penyebab paling umum perdarahan postpartum atau perdarahan setelah
persalinan yang menjadi salah satu faktor utama penyebab kematian ibu.
Jika terjadi atonia uteri, perdarahan yang terjadi akan sulit berhenti.
Akibatnya, ibu bisa kehilangan banyak darah. Hal ini ditandai dengan
meningkatnya detak jantung, menurunnya tekanan darah, serta nyeri pada
punggung.
B. Ruptur uteri
Pengertian rahim robek atau yang dalam istilah medis disebut dengan
ruptur uteri adalah kondisi yang terjadi ketika ada robekan pada dinding
rahim.
Sesuai dengan namanya, rupture uteri adalah kondisi yang dapat
membuat seluruh lapisan dinding rahim robek sehingga membahayakan
kesehatan ibu dan bayinya.
Tidak menutup kemungkinan, ruptur uteri bisa mengakibatkan
perdarahan hebat pada ibu dan bayi yang tertahan di dalam rahim.
C. Robekan jalan lahir
1. Tingkat 1
Pada ruptur perineum tingkat 1, robekan sangat kecil dan hanya terjadi di
kulit saja. Area yang robek bisa di sekitar labia (bibir vagina), klitoris,
maupun di dalam vagina. Tanpa perawatan tertentu, ruptur perineum tingkat
1 bisa sembuh dengan cepat.Pada beberapa kasus, ibu yang baru melahirkan
akan merasakan sakit meskipun ruptur perineum hanya tingkat 1, namun
sangat jarang menyebabkan masalah pada jangka panjang.
2. Tingkat 2
Tingkatan ruptur perineum kedua berarti telah mengenai otot perineum dan
juga kulit. Dokter kandungan biasanya akan memberikan jahitan untuk
membantu proses pemulihan. Proses menjahit akan dilakukan di ruang
bersalin, dibantu bius local.
3. Tingkat 3
Pada beberapa persalinan, ruptur perineum mengenai lapsan vagina yang
lebih dalam bahkan mengenai otot yang mengendalikan anus (anal sphincter).
Setidaknya 6% ruptur perineum tingkat 3 bisa terjadi, dan 2% terjadi pada ibu
yang sudah pernah melahirkan sebelumnya.Jika ruptur perineum tingkat 3
terjadi, dokter perlu menjahit setiap lapisan terpisah. Utamanya, harus sangat
hati-hati menjahit otot di sekitar anal sphincter.Proses pemulihan dari ruptur
perineum tingkat 3 sekitar 2-3 minggu. Bahkan hingga beberapa bulan
kemudian, masih akan terasa sensasi tidak nyaman saat bercinta atau buang
air besar.
4. Tingkat 4
Ini adalah tingkatan tertinggi dalam ruptur perineum, namun paling jarang
terjadi. Robekan ini memanjang hingga ke dinding rektum. Biasanya, ruptur
perineum tingkat 3 dan 4 bisa terjadi apabila bahu bayi tersangkut atau ada
prosedur medis seperti vacum atau forsep.Robekan jalan lahir yang sangat
parah juga berpotensi menyebabkan disfungsi dasar panggul. Selain itu, juga
bisa memicu masalah saat buang air.Untuk menangani ruptur perineum,
dokter kandungan akan melihat tingkatannya. Bentuk penanganan yang
paling umum adalah menjahit area yang robek dengan memberikan bius
lokal. Dokter kandungan akan menjahit apabila robekannya lebih dari 2
centimeter.Prosedur jahit ini akan dilakukan di ruangan bersalin, sesaat
setelah proses persalinan rampung. Sama seperti luka jahit lainnya, proses
pemulihan biasanya sekitar 7-10 hari

3. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Etiologi dan faktor resiko


kegawatdaruratan persalinan
4. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Manifestasi klinis kegawatdaruratan
persalinan
Kala I

1) Partus lama

Pembukaan serviks tidak membuka (kurang dari 3 cm), tidak didapatkan


kontraksi uterus Belum inpartu, fase labor Pembukaan serviks tidak melewati
3 cm sesudah 8 jam inpartu Prolonged laten phase Pembukaan serviks tidak
melewati garis waspada partograf :

 Frekuensi dan lamanya kontraksi kurang dari 3 kontraksi per 10 menit


dan kurang dari 40 detik
 Secondary arrest of dilatation atau arrest of descent
 Secondary arrest of dilatation dan bagian terendah dengan caput
terdapat moulase hebat, edema serviks, tanda rupture uteri immenens, fetal
dan maternal distress
 Kelainan presentasi (selain vertex)

Kala II

1) Distosia Bahu
Tanda dan Gejala
American College of Obstetricians and Gynecologist (2002) menyatakan
bahwa penelitian yang dilakukan dengan metode evidence based
menyimpulkan bahwa :
 Sebagian besar kasus distosia bahu tidak dapat diramalkan atau
dicegah.
 Adanya kehamilan yang melebihi 5000 gram atau dugaan berat badan
janin yang dikandung oleh penderita diabetes lebih dari 4500 gram

2) Persalinan letak sungsang


Tanda dan Gejala
 Pemeriksaan abdominal
 Letaknya adalah memanjang.
 Di atas panggul terasa massa lunak dan tidak terasa seperti kepala.
 Pada fundus uteri teraba kepala. Kepala lebih keras dan lebih bulat
dari pada bokong dan kadang-kadang dapat dipantulkan (Ballotement) .
 Auskultasi
 Denyut jantung janin pada umumnya ditemukan sedikit lebih tinggi
dari umbilikus (Sarwono Prawirohardjo, 2007 : 609). Auskultasi denyut
jantung janin dapat terdengar diatas umbilikus jika bokong janin belum
masuk pintu atas panggul. Apabila bokong sudah masuk pintu atas panggul,
denyut jantung janin biasanya terdengar di lokasi yang lebih rendah (Debbie
Holmes dan Philip N. Baker, 2011).
 Pemeriksaan dalam
 Teraba 3 tonjolan tulang yaitu tuber ossis ischii dan ujung os sakrum -
Pada bagian di antara 3 tonjolan tulang tersebut dapat diraba anus.
 Kadang-kadang pada presentasi bokong murni sacrum tertarik ke
bawah dan teraba oleh jari-jari pemeriksa, sehingga dapat dikelirukan dengan
kepala oleh karena tulang yang keras.

Kala III

1) Retensio Plasenta
Tanda dan gejala
 Plasenta belum lahir setelah 30 menit
 Perdarahan segera (P3)
 Uterus berkontraski dan keras
 Tali pusat putus akibat traksi berlebihan
 Inversio uteri akibat tarikan dan
 Perdarahan lanjutan

Kala IV

1. Atonia uteri
 Uterus tidak berkontraksi dan lembek.
 Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang
membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya. Perdarahan
terjadi segera setelah anak lahir . Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia
sangat banyak dan darah tidak merembes.
 Yang sering terjadi pada kondisi ini adalah darah keluar disertai
gumpalan. Hal ini terjadi karena tromboplastin sudah tidak mampu lagi
sebagai anti pembeku darah
 Tanda dan gejala lainnya adalah terjadinya syok, pembekuan darah
pada serviks/posisi telentang akan menghambat aliran darah keluar
 Nadi cepat dan lemah
 Tekanan darah yang rendah
 Pucat
 Keringat/kulit terasa dingin dan lembab
 Pernapasan cepat
 Gelisah, bingung, atau kehilangan kesadaran
2. Robekan jalan lahir
 Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir
 Uterus kontraksi dan keras
 Plasenta lengkap, dengan gejala lain
 Pucat, lemah, dan menggigil

5. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Diagnosa kegawatdaruratan


persalinan
A. Kala I
a. Partus Lama
Sampai saat ini, belum ada konsensus mengenai diagnosis partus lama
sehingga penegakkan diagnosis bergantung dari sumber yang dipakai.
Menurut WHO, partus lama adalah adanya kontraksi uterus ritmik dan
reguler yang disertai pembukaan serviks, berlangsung > 24 jam. American
College of Obstetricians and Gynecologist (ACOG) mendefinisikan
sebagai kala 1 fase laten > 20 jam pada nulipara dan > 14 jam pada
multipara, dengan batasan pembukaan serviks < 6 cm sebagai acuan fase
laten. [1,2]
Anamnesis
Pada anamnesis, keluhan utama yang didapatkan biasanya adalah
tidak adanya kemajuan persalinan. Adanya tanda-tanda bahaya lain juga
perlu ditanyakan, seperti ada-tidaknya pergerakan janin, adanya
perdarahan, atau ketuban pecah.

b. Inersia Uteri
Diagnosis inersia uteri dapat ditegakkan apabila terdapat karakteristik
his yang jarang, yaitu kurang dari tiga kali dalam 10 menit dan durasi
yang pendek yaitu kurang dari 30 detik. Pada pemeriksaan tocography
menunjukkan amplitudo yang rendah, yaitu kurang dari 40 mmHg.
Dominasi kontraksi tetap berada pada fundus dan relaksasi tonus otot
masih normal, yaitu kurang dari 12 mmHg (Lapets, 1991). Pada inersia
uteri, perpanjangan fase persalinan dapat terjadi pada fase laten ataupun
fase aktif. Akan tetapi, untuk mendiagnosis inersia uteri pada fase laten
jauh lebih sulit (Prawirohardjo, 2014).
Untuk mendiagnosis inersia uteri pada persalinan dapat menggunakan
partograf sebagai alat bantu untuk memantau kemajuan persalinan. Pada
partograf WHO, perpanjangan persalinan kala I fase aktif ditunjukkan
dengan pertambahan dilatasi serviks kurang dari 1 cm per jam dan
dievaluasi setiap 4 jam yang dimulai setelah memasuki persalinan fase
aktif yaitu dilatasi serviks 4 cm dan melewati garis waspada pada
partograf WHO (WHO, 2014).

c. Prolaps Tali Pusat


Diagnosis prolaps tali pusat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan
palpasi dalam vagina teraba massa yang berdenyut, dan pada pemeriksaan
inspeksi spekulum terlihat tali pusat prolaps overt. Kejadian prolaps tali
pusat harus dicurigai apabila terjadi bradikardi fetus atau deselerasi
rekuren, khususnya saat proses persalinan setelah ketuban pecah.
Pemeriksaan penunjang USG dapat dilakukan terutama pada kasus
prolaps occult.[6,8]
Anamnesis
Dalam anamnesis prolaps tali pusat, terdapat beberapa faktor risiko
yang harus ditanyakan. Perlu diketahui usia ibu, paritas ibu, bagian
terbawah janin pada riwayat antenatal, ketuban telah pecah atau belum,
usia kehamilan, dan taksiran berat janin. Penting juga untuk mengetahui
hasil USG sebelumnya untuk menjadi pertimbangan risiko ibu.

B. Kala II
Distosia
Diagnosis distosia ditegakkan berdasarkan penghitungan durasi
persalinan. Selain menegakkan diagnosis distosia, kemungkinan
penyebab distosia harus dapat diketahui untuk menentukan rencana tata
laksana.
Anamnesis
Keluhan utama pada pasien dengan distosia adalah persalinan yang macet
atau terhenti. Dikatakan terjadi perlambatan apabila kala 1 fase laten lebih
dari 20 jam pada pasien nulipara dan lebih dari 14 jam pada pasien
multipara, sedangkan perpanjangan kala 1 fase aktif apabila dilatasi
servikal kurang dari 2 cm dalam 4 jam. Didefinisikan distosia pada kala 2
apabila lebih dari 3 jam pada pasien nulipara dan lebih dari 2 jam pada
pasien multipara

C. Kala III
Retensio Plasenta
Diagnosis retensio plasenta ditegakkan apabila terdapat kondisi plasenta
yang belum keluar dalam 30 menit setelah bayi lahir. Tanda-tanda
pelepasan plasenta merupakan tanda yang penting untuk membedakan
antara diagnosis plasenta trapped dengan plasenta adherens atau akreta.
Anamnesis
Gejala utama pasien retensio plasenta adalah tertahannya plasenta dalam
rahim selama lebih dari 30 menit setelah bayi lahir. Selain itu, beberapa
gejala lain seperti demam, perdarahan hebat, nyeri hebat, duh vagina
berbau, dan tampak jaringan pada vagina, juga bisa ditemukan.

D. Kala IV
a. Atonia Uteri
Setelah bayi dan plasenta lahir, ternyata perdarahan masih aktif dan
banyak, bergumpal dan pada saat dipalpasi didapatkan fundus uteri masih
setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek. Perlu
diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri terdiagnosis, maka pada saat itu
juga masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang sudah keluar dari
pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus
diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti.
b. Rupture Uteri
Pada penegakkan diagnosis didapatkan:
Anamnesis
 Adanya riwayat partus yang lama atau macet
 Adanya riwayat partus dengan manipulasi oleh penolong.
 Adanya riwayat multiparitas
 Adanya riwayat operasi pada uterus (misalnya seksio sesaria. enukleasi
mioma atau miomektomi, histerektomi, histeritomi, dan histerorafi.
Gambaran Klinis
Gambaran klinis ruptur uteri didahului oleh gejala-gejala ruptur uteri
yang membakat, yaitu didahului his yang kuat dan terus menerus, rasa
nyeri yang hebat di perut bagian bawah, nyeri waktu ditekan, gelisah,
nadi dan pernapasan cepat. segmen bawah uterus tegang, nyeri pada
perabaan, lingkaran retraksi (Van Bandle Ring) meninggi sampai
mendekati pusat, dan ligamentum rotunda menegang. Pada saat terjadinya
ruptur uteri penderita dapat merasa sangat kesakitan dan seperti ada robek
dalam perutnya. Keadaan umum penderita tidak baik, dapat terjadi
anemia sampai syok (nadi filipormis, pernapasan cepat dangkal, dan
tekanan darah turun).
Pemeriksaan Luar
- Nyeri tekan abdominal
- Perdarahan per vaginam
- Kontraksi uterus biasanya akan hilang
- Pada palpasi bagian janin mudah diraba di bawah dinding perut ibu
atau janin teraba di samping uterus
- Di perut bagian bawah teraba uterus kira-kira sebesar kepala bayi
- Denyut Jantung Janin (DJJ) biasanya negatif (bayi sudah meninggal)
- Terdapat tanda-tanda cairan bebas
- Jika kejadian ruptur uteri telah lama, maka akan timbul gejala-gejala
meteorismus dan defans muskular yang menguat sehingga sulit untuk
meraba bagian-bagian janin.

Pemeriksaan Dalam
Pada ruptur uteri komplit:
- Perdarahan pervaginam disertai perdarahan intra abdomen sehingga
didapatkan tanda cairan bebas dalam abdomen.
- Pada pemeriksaan pervaginal bagian bawah janin tidak teraba lagi
atau teraba tinggi dalam jalan lahir, selain itu kepala atau bagian
terbawah janin dengan mudah dapat didorong ke atas hal ini terjadi
akrena seringkali seluruh atau sebagian janin masuk ke dalam rongga
perut melalui robekan pada uterus.
- Kadang-kadang kita dapat meraba robekan pada dinding rahim dan
jika jari tangan dapat melalui robekan tadi, maka dapat diraba
omentum, usus, dan bagian janin.
- Pada kateterisasi didapat urin berdarah.\
Pada ruptur uteri inkomplit:
- Perdarahan biasanya tidak terlalu banyak, darah berkumpul di bawah
peritoneum atau mengalir keluar melalui vagina.
- Janin umumnya tetap berada dalam uterus.
- Pada kateterisasi didapat urin berdarah.

c. Robekan Jalan Lahir


Apabila terjadi perdarahan yang berlangsung meskipun kontraksi uterus
baik dan tidak didapatkan adanya retensi plasenta maupun adanya sisa
plasenta, kemungkinan telah terjadi perlukaan jalan lahir (Nugroho,
2012). Tanda dan gejala robekan jalan lahir diantaranya adalah
perdarahan, darah segar yang mengalir setelah bayi lahir, uterus
berkontraksi dengan baik, dan plasenta normal. Gejala yang sering terjadi
antara lain pucat, lemah, pasien menggigil. Rukiyah (2010) juga
menjabarkan ciri khas robekan jalan lahir yakni kontraksi uterus kuat,
keras dan mengecil; perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir,
perdarahan ini terus menerus setelah pijatan atau pemberian uterotonika
langsung mengeras tapi perdarahan tidak berkurang. Robekan jalan lahir
harus dapat diminimalkan karena dapat menimbulkan terjadinya syok.

6. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Penatalaksanaan awal


kegawatdaruratan persalinan
7. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Rujukan kegawatdaruratan persalinan
Sistem rujukan pelayanan kegawatdaruratan mengacu pada prinsip utama
kecepatan dan ketepatan tindakan, efisien, efektif dan sesuai dengan kemampuan dan
kewenangan fasilitas pelayanan

Perencanaan Rujukan

1. Komunikasikan rencana merujuk dengan ibu dan keluarganya, karena rujukan


harus medapatkan pesetujuan dari ibu dan/atau keluarganya. Tenaga
kesehatan perlu memberikan kesempatan, apabila situasi memungkinkan,
untuk menjawab pertimbangan dan pertanyaan ibu serta keluarganya.
Beberapa hal yang disampaikan sebaiknya meliputi:
a. Diagnosis dan tindakan medis yang diperlukan
b. Alasan untuk merujuk ibu
c. Risiko yang dapat timbul bila rujukan tidak dilakukan
d. Risiko yang dapat timbul selama rujukan dilakukan
e. Waktu yang tepat untuk merujuk dan durasi yang dibutuhkan Untuk
merujuk
f. Tujuan rujukan
g. Modalitas dan cara transportasi yang digunakan
h. Nama tenaga kesehatan yang akan menemani ibu
i. Jam operasional dan nomer telepon rumah sakit/pusat layanan
kesehatan yang dituju
j. Perkiraan lamanya waktu perawatan
k. Perkiraan biaya dan sistem pembiayaan (termasuk dokumen
kelengkapan untuk Jampersal, Jamkesmas, atau asuransi kesehatan)
l. Petunjuk arah dan cara menuju tujuan rujukan dengan menggunakan
modalitas transportasi lain
m. Pilihan akomodasi untuk keluarga
2. Hubungi pusat layanan kesehatan yang menjadi tujuan rujukan dan
sampaikan kepada tenaga kesehatan yang akan menerima pasien hal-hal
berikut ini:
a. Indikasi rujukan
b. Kondisi ibu dan janin
c. Rencana terkait prosedur teknis rujukan (termasuk kondisi lingkungan
dan
d. cuaca menuju tujuan rujukan)
e. Kesiapan sarana dan prasarana di tujuan rujukan
f. Penatalaksanaan yang sebaiknya dilakukan selama dan sebelum
transportasi, berdasarkan pengalaman-pengalaman rujukan
sebelumnya
3. Hal yang perlu dicatat oleh pusat layanan kesehatan yang akan menerima
pasien adalah:
a. Nama pasien
b. Nama tenaga kesehatan yang merujuk
c. Indikasi rujukan
d. Kondisi ibu dan janin
e. Penatalaksanaan yang telah dilakukan sebelumnya
f. Nama dan profesi tenaga kesehatan yang mendampingi pasien
4. Saat berkomunikasi lewat telepon, pastikan hal-hal tersebut telah dicatat dan
diketahui oleh tenaga kesehatan di pusat layanan kesehatan yang akan
menerima pasien.
5. Lengkapi dan kirimlah berkas-berkas berikut ini (secara langsung ataupun
melalui
6. faksimili) sesegera mungkin:
a. Formulir rujukan pasien (minimal berisi identitas ibu, hasil
pemeriksaan, diagnosis kerja, terapi yang telah diberikan, tujuan
rujukan, serta nama dan tanda tangan tenaga kesehatan yang memberi
pelayanan)
b. Fotokopi rekam medis kunjungan antenatal
c. Fotokopi rekam medis yang berkaitan dengan kondisi saat ini
d. Hasil pemeriksaan penunjang
e. Berkas-berkas lain untuk pembiayaan menggunakan jaminan
kesehatan
7. Pastikan ibu yang dirujuk telah mengenakan gelang identifikasi.
8. Bila terdapat indikasi, pasien dapat dipasang jalur intravena dengan kanul
berukuran 16 atau 18.
9. Mulai penatalaksanaan dan pemberian obat-obatan sesuai indikasi segera
setelah berdiskusi dengan tenaga kesehatan di tujuan rujukan. Semua
resusitasi, penanganan kegawatdaruratan dilakukan sebelum memindahkan
pasien.
10. Periksa kelengkapan alat dan perlengkapan yang akan digunakan Untuk
merujuk, dengan mempertimbangkan juga kemungkinan yang dapat terjadi
selama transportasi.
11. Selalu siap sedia untuk kemungkinan terburuk.
12. Nilai kembali kondisi pasien sebelum merujuk, meliputi:
a. Keadaan umum pasien
b. Tanda vital (Nadi, Tekanan darah, Suhu, Pernafasan)
c. Dilatasi serviks
13. Catat dengan jelas semua hasil pemeriksaan berikut nama tenaga kesehatan
dan jam pemeriksaan terakhir.

8. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Asuhan kebidanan kegawatdaruratan


persalinan
9. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Pendokumentasian kegawatdaruratan
persalinan
Dokumentasi asuhan kebidanan adalah catatan tentang interaksi antara tenaga
kesehatan, pasien, keluarga pasien, dan klinik kesehatan yang mencatat tentang hasil
pemeriksaan, prosedur pengobatan pada pasien dan pendidikan pada pasien dan
respon pasien terhadap semua kegiatan yang telah dilakukan. Metode
pendokumentasian dalam asuhan kebidanan adalah SOAP, yang merupakan salah
satu metode dokumentasian yang ada, SOAP merupakan singkatan dari :

S = Subjektif

      Menggambarkan hasil pengumpulan data klien melalui anamnesa.

O = Objektif

      Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik, laboratorium, tes


diagnostik dan dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung assesment.

A = Assesment

      Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data subjektif


(langkah II, III dan VI)

P = Planning

      Menggambarkan pendokumentasian dari rencana dan evaluasi assesment


(langkah IV, V dan VII).

Alasan Pemakaian Dokumentasi asuhan kebidanan (SOAP)


a. Metode dokumentasi SOAP merupakan perkembangan informasi yang
sistematis mengorganisir penemuan dan kesimpulan seorang bidan menjadi
suatu rencana asuhan.
b. Metode ini merupakan intisari dari proses penatalaksanaan kebidanan untuk
tujuan mengadakan pendokumentasian asuhan.
c. SOAP merupakan urutan- urutan yang dapat membantu bidan dalam
mengorganisasikan pikiran dalam memberikan asuhan yang komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal


dan Neonatal. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Depkes RI Pusat pendidikan Tenaga Kesehatan. Konsep kebidanan,Jakarta.1995


Kemenkes kesehatan republik Indonesia . Asuhan kebidnan kegawatdaruratan
maternal neonatal.2016

Sari, R. D. P. (2015). Ruptur Uteri. JUKE Unila, 5(9), 110-114

Anda mungkin juga menyukai