Diusulkan oleh:
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2016
i
HALAMAN PENGESAHAN
1. Judul Karya Tulis : PA LANA: Paket Alat Sederhana dalam Penerapan
Sinkronisasi Estrus dan Inseminasi Buatan di Sentra
Peternakan Rakyat untuk Peningkatan Populasi Sapi Bali
2. Sub Tema Karya : Teknologi: Inovasi Teknologi Tepat Guna dalam
Mewujudkan Indonesia Emas Tahun
3. Peserta
a. Ketua Kelompok :
Nama : Syahrizal Nasution
NIM : 200110130284
Jurusan : Peternakan
b. Anggota Kelompok 1 :
Nama : Fazri Shodiq S
NIM : 200110140198
Jurusan : Peternakan
a. Anggota Kelompok 2 :
Nama : Annisa Nurahmah
NIM : 200110140172
Jurusan : Peternakan
4. Dosen Pembimbing
Nama : Dr. H. Iman Hernaman, Ir. M.Si
NIP : 19680615 199601 1 001
Wakil Dekan I
Fakultas Peternakan
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
PA LANA (PAKET ALAT SEDERHANA) DALAM
PENERAPAN SINKRONISASI ESTRUS DAN INSEMINASI
BUATAN DI SENTRA PETERNAKAN RAKYAT UNTUK
PENINGKATAN POPULASI SAPI BALI
ABSTRAK :
vi
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Uraian diatas mendorong penulis untuk membuat karya tulis yang berjudul
“Pa LANA: Paket Alat Sederhana dalam Penerapan Sinkronisasi Estrus dan
Inseminasi Buatan di Sentra Peternakan Rakyat Untuk Peningkatan Populasi
Kerbau di Kabupaten Pandeglang”. Penerapan ini diharapkan memberikan
dampak positif untuk peternakan di Kabupaten Pandeglang. Penerapan
sinkronisasi estrus dan inseminasi buatan ini dikoordinasikan didalam program
sentra peternakan rakyat yang digulirkan pemerintah saat ini yang didalamnya
melibatkan berbagai pihak. Sehingga dengan diterapkannya teknologi sinkronisasi
estrus dan inseminasi buatan dapat mempercepat peningkatan populasi kerbau.
Selain itu, penggunaan alat yang sederhana dalam sinkronisasi estrus dan
inseminasi buatan diharapkan dapat memudahkan peternak dalam melakukan
kegiatan ini. Akhirnya dapat berguna untuk penyedian kebutuhan daging di
Kabupaten Pandeglang.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sinkronisasi Estrus (Birahi)
Berahi yaitu suatu periode fisiologis pada hewan betina yang bersedia
menerima pejantan untuk kopulasi. Siklus berahi dibagi menjadi dua fase yang
dapat dibedakan dengan jelas yaitu fase folikular dan fase luteal (Sonjaya, 2006).
Fase folikuler ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan folikel yang
berlangsung selama 3-4 hari (Gordon, 1996). Sebanyak satu atau dua folikel besar
menghasilkan estrogen yang dapat menekan pertumbuhan folikel kecil lainya
(Jainudeen dan Hafez, 1993). Fase luteal ditandai dengan pematangan korpus
luteum (CL) yang menghasilkan progesteron dengan konsentrasi yang mencapai
puncak pada hari ke 6 setelah ovulasi. Estrogen yang telah mencapai kadar
maksimal maka akan menyebabkan umpan balik positif terhadap hipotalamus dan
hipofisa sehingga sekresi LH mencapai kadar yang maksimal (Maidaswar, 2007).
Siklus berahi pada setiap hewan berbeda antara satu sama lain tergantung
dari bangsa, umur, dan spesies. Terdapat sedikit perbedaan antara sapi dara
dengan sapi yang telah beranak. Sapi dara menjadi berahi sekali dalam 20 hari,
dengan variasi 18-22 hari. Sapi yang telah beranak rata-rata menjadi berahi sekali
dalam 21-22 hari, dengan variasi 18-24 hari (Gomes,1978). Performans
reproduktivitas yang tinggi pada sapi ditandai dengan aktivitas ovarium dan
perkawinan kembali kurang dari 2 bulan sesudah melahirkan (Talib dkk, 2002).
Aktivitas ovarium pada sapi betina biasanya muncul beberapa minggu setelah
melahirkan, tergantung oleh kondisi tubuh induk selama menyusui (laktasi).
Siklus berahi pada sapi berkisar antara 18-22 hari (Partodiharjo, 1992). Interval
antara timbulnya satu periode berahi ke permulaan periode berikutnya disebut
sebagai suatu siklus berahi. Siklus berahi pada dasarnya dibagi menjadi 4 fase
atau periode yaitu proestrus, estrus, meteestrus, dan diestrus (Hafez, 2000;
Marawali, dkk., 2001; Sonjaya, 2006).
Pada sapi yang tidak bunting, satu siklus berahi yang normal terjadi setiap
18-24 hari. Peternakan dengan deteksi yang sempurna (excellent), rata-rata
panjang siklus akan kurang dari 25 hari, jika bertambah diatas 30 hari, perlu
perhatian mengenai deteksi berahi yang jelas, nutrisi rendah, dan penyakit. Sapi
betina yang melebihi panjang siklus biasanya betina yang telah beranak atau
adanya gangguan pada sistem reproduksinya (Toelihere, 2002).
Sapi Bali (Bos Sondaicus) adalah sapi asli Indonesia hasil penjinakan
(domestikasi) banteng liar. Para ahli meyakini bahwa penjinakan tersebut telah
dilakukan sejak akhir abad ke 19 di Bali sehingga sapi jenis ini dinamakan sapi
Bali. Bangsa sapi Bali memiliki klasifikasi taksonomi menurut (Williamson dan
Payne, 1993) sebagai berikut; Phylum: Chordata, Sub-phylum: Vertebrata, Class:
Mamalia, Ordo: Artiodactyla, Sub-ordo: Ruminantia, Family: Bovidae, Genus:
Bos, Species: Bos sondaicus.
Ciri-ciri fisik Sapi Bali antara lain berukuran sedang, berdada dalam, serta
berbulu pendek, halus dan licin. Warna bulu merah bata dan coklat tua dimana
pada waktu lahir, baik jantan maupun betina berwarna merah bata dengan bagian
warna terang yang khas pada bagian belakang kaki. Warna bulu menjadi coklat
tua sampai hitam pada saat mencapai dewasa dimana warna pada jantan lebih
gelap daripada betina. Warna hitam menghilang dan warna bulu merah bata
kembali lagi jika sapi jantan dikebiri. Bibir, kaki dan ekor berwarna hitam dan
kaki putih dari lutut ke bawah, dan ditemukan warna putih di bawah paha dan
bagian oval putih yang amat jelas pada bagian pantat. Pada punggung ditemukan
garis hitam di sepanjang garis punggung (garis belut). Kepala lebar dan pendek
dengan puncak kepala yang datar, telinga berukuran sedang dan berdiri. Tanduk
jantan besar, tumbuh ke samping dan kemudian ke atas dan runcing (Wiliamson
and Payne, 1993).
II
METODE PENULISAN
3.1 Metode Studi Literatur
Metode penulisan yang digunakan dalam karya tulis ini adalah studi pustaka
atau studi literatur. Studi pustaka dilakukan untuk memperoleh sumber literatur,
informasi, dan data. Studi pustaka diperoleh dari sumber data sekunder yaitu
jurnal dan buku. Studi pustaka dilakukan selama penulisan karya tulis ini dan
dilakukan oleh setiap anggota. Analisis yang dilakukan dengan menjawab
masalah yang ada dengan sumber literatur untuk memberikan manfaat sehingga
tujuan penulisan dapat tercapai. Langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Menetapkan Masalah
Menetapkan masalah yaitu: 1) Masalah rendahnya populasi sapi penghasil
daging untuk pemenuhan kebutuhan manusia. Masalah ini diselesaikan dengan
peningkatan populasi sapi bali. Peningkatan ini dilakukan dengan penerapan
sinkronisasi estrus dan inseminasi buatan dengan paket alat yang sederhana. Sapi
bali dipilih karena memiliki keunggulan dibandingkan sapi lainnya. Penerapan ini
didukung oleh program pemerintah yaitu Sentra Peternakan Rakyat. Tujuanya
memenuhi kebutuhan daging untuk mempersiapkan sumber daya manusia unggul
sehingga bonus demografi yang terjadi dapat dimanfaatkan secara optimum.
2. Mengumpulkan Data
Melakukan pencarian sumber literatur, informasi, dan data mengenai kajian
yang sudah diteliti atau ditulis oleh penulis lain yang berhubungan dengan
gagasan karya tulis ilmiah ini.
3. Mengolah Data
Data yang diperoleh diolah untuk ditulis pada bagian tinjauan pustaka dan
pendukung dalam pemabahasan dalam karya tulis ilmiah ini.
4. Menganalisis Data
Data yang sudah diperolah dan diolah ditulis dalam karya tulis ilmiah ini
sehingga dapat menginterpretasikan gagasan.
5. Memberikan Kesimpulan
Setelah menyelesaikan pembahasan, melakukan penarikan kesimpulan
untuk menjawab masalah pada karya tulis ilmiah ini. Akhirnya diberikan saran
dan rekomendasi untuk langkah penerapan gagasan.
Mendata Kebutuhan
Menyiapkan alat dan bahan Membuat prototype
Prototype
Metode dalam pembuatan prototype dari karya tulis ini meliputi lngkah-
langkah sebagai berikut:
3. Membuat prototype alat yang sederhana dan bahan yang digunakan dalam
sinkronisasi dan inseminasi buatan dan miniatur lainnya.
IV
Indonesia adalah salah satu negara dengan jumlah penduduk yang terus
meningkat sehingga membutuhkan ketersediaan pangan yang memiliki gizi baik
yang berasal dari hewani ataupun nabati, salah satunya adalah daging. Daging
yang banyak dikonsumsi masyarakat umumnya berasal dari ternak unggas (ayam)
dan ternak ruminansia misalnya sapi potong. Kebutuhan daging nasional
khususnya sapi potong dipenuhi dari dua sumber yaitu produksi dalam negeri dan
luar negeri (impor). Konsumsi daging sapi untuk tahun 2016 mencapai 2,85 kg
pertahun perkapita penduduk, mengalami kenaikan 10% dari tahun sebelumnya.
Berati diperlukan ketersediaan daging 738,025 ton atau setara dengan 4.341.323
ekor sapi hidup. Sapi lokal hanya mampu memasok sebanyak 469.235 ton daging
atau setara dengan 2,760.000 ekor sapi (62%). Berarti memerlukan pasokan dari
impor sebanyak 268,790 ton atau setara dengan 1.581.117 ekor sapi (38%).
Apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya maka devisit daging mengalami
kenaikan sebesar 12%. Dari jumlah pasokan impor tersebut bisa dibagi dua, yaitu
impor sapi bakalan sebanyak 800.000 ekor dan dalam bentuk daging beku, setara
dengan 781.117 ekor sapi (ASOHI, 2016).
Sapi Bali (Bos sondaicus) adalah sapi asli Indonesia hasil penjinakan
(domestikasi) banteng liar. Para ahli meyakini bahwa penjinakan tersebut telah
dilakukan sejak akhir abad ke-19 di Bali sehingga sapi jenis ini dinamakan Sapi
Bali. Penamaan Sapi Bali oleh masyarakat luas diduga berkembang seiring
dengan kemajuan budidaya sapi tersebut di pulau Bali. Pendapat tersebut
dikemukakan oleh Pane (1991) bahwa banteng liar awalnya hanya dijinakkan di
Jawa dan Bali, namun dalam perkembangannya ternyata sapi hasil penjinakan
banteng tersebut hanya berkembang baik di pulau Bali dan tidak banyak
dikembangkan di pulau Jawa. Sapi Bali (Bos sondaicus) sebagai plasma nutfah
ternak potong Indonesia merupakan jenis sapi yang paling populer dipelihara oleh
kalangan peternak, khususnya di provinsi Sulawesi Selatan. Lokasi penyebaran
sapi Bali saat ini telah meluas hampir ke seluruh wilayah Indonesia. Jumlah sapi
Bali terbesar adalah Sulawesi, NTB dan NTT (Guntoro, 2002).
1. Vaginal spongial
2. Vagina Buatan
Alat pemasuk ini dibuat dari palaron yang dibentuk untuk memudahkan
memasukkan vaginal spongial kedalam saluran reproduksi sapi betina. Alat
pemasuk ini dilengkapi dengan batang pendorong yang memudahkan proses
pemsukan vaginal spongial.
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Sinkronisasi estrus dan inseminasi buatan dapat diterapkan pada sapi bali di
Indonesia. Sinkronisasi estrus akan menghasilkan birahi pada sapi bali secara
serentak. Sehingga dapat dilakukan inseminasi buatan secara bersamaan.
Penerapan ini dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak didalam program
sentra peternakan rakyat. Keterlibatan berbagai pihak diharapkan dapat
meningkatkan keberhasilan penerapan sinkronisasi estrus dan inseminasi buatan.
5.2 Rekomendasi
Ketua
Nama : Syahrizal Nasution
Tempat, Tangal Lahir : Medan, 10 Januari 1995
Semester :7
Email : syahrizalnast@gmail.com
Pemakalah Seminar Ilmiah
Nama Pertemuan Waktu dan
No. Judul Artikel Ilmiah
Ilmiah/Seminar Tempat
1 AAAP 17th Animal Glove Detector Capacitance 22 agustus 2016,
Science Congress Based-Tiren Cichken as Meat Fukuoka, Jepang
Safety Solution in Indonesia
Anggota 1
Nama : Fazri Shodiq S
Tempat, Tangal Lahir :
Semester :5
No. Tel/Hp :
Anggota 2
Nama : Annisa Nurahmah
Tempat, Tangal Lahir :
Semester :
No. Tel/Hp :
SURAT PERNYATAAN PESERTA