Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

PADA TN.P DENGAN DIAGNOSA MEDIS “ANEMIA” DI PUSKESMAS UJUNGLOE

PEMBIMBING

ASRUL AB, S.KEP,NS,M.KES

OLEH :

NAMA : FITRIYAH MURSYIDAH

NIM : A.18.10.022

KELAS : A (keperawatan)

STIKES PANRITA HUSADA BULUKUMBA

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan rahmat dan karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP ini tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima kasih yang kepada dosen pembimbing
Pengantar s1. Keperawatan terselesaikan tepat pada waktunya. Tidak lupa pula kami mengucapkan terima
kasih kepada teman-teman yang lain atas segala bantuan dan dukungannya.
Kami menyadari ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kamimengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun untuk makalah ini. Akhir kata, kami berharap semoga dapat bermanfaat
bagi kita semua. Amin.
KONSEP LANSIA

A. Pengertian Lansia
Lansia merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan
kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai
oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis
(Effendi, 2009).
Lansia adalah seseorang yang telah berusia >60 tahun dan tidak berdaya mencari nafkah sendiri
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari (Ratnawati, 2017).
Kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa lansia adalah seseorang yang telah berusia > 60
tahun, mengalami penurunan kemampuan beradaptasi, dan tidak berdaya untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari seorang diri.
b. Klasifikasi Lansia
Klasifikasi lansia menurut Burnside dalam Nugroho (2012) :
1) Young old (usia 60-69 tahun)
2) Middle age old (usia 70-79 tahun)
3) Old-old (usia 80-89 tahun)
4) Very old-old (usia 90 tahun ke atas)
B. Karakteristik Lansia
Karakteristik lansia menurut Ratnawati (2017); Darmojo & Martono (2006) yaitu :
1) Usia
Menurut UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia, lansia adalah seseorang yang telah
mencapai usia diatas 60 tahun (Ratnawati, 2017).
2) Jenis kelamin
Data Kemenkes RI (2015), lansia didominasi oleh jenis kelamin perempuan. Artinya, ini
menunjukkan bahwa harapan hidup yang paling tinggi adalah perempuan (Ratnawati, 2017).
3) Status pernikahan
Berdasarkan Badan Pusat Statistik RI SUPAS 2015, penduduk lansia ditilik dari status
perkawinannya sebagian besar berstatus kawin (60 %) dan cerai mati (37 %). Adapun
perinciannya yaitu lansia perempuan yang berstatus cerai mati sekitar 56,04 % dari keseluruhan yang
cerai mati, dan lansia laki-laki yang berstatus kawin ada 82,84 %. Hal ini disebabkan usia harapan
hidup perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan usia harapan hidup laki-laki, sehingga presentase
lansia perempuan yang berstatus cerai mati lebih banyak dan lansia laki-laki yang bercerai umumnya
kawin lagi (Ratnawati, 2017).
4) Pekerjaan
Mengacu pada konsep active ageing WHO, lanjut usia sehat berkualitas adalah proses penuaan yang
tetap sehat secara fisik, sosial dan mental sehingga dapat tetap sejahtera sepanjang hidup dan tetap
berpartisipasi dalam rangka meningkatkan kualitas hidup sebagai anggota masyarakat. Berdasarkan
data Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI 2016 sumber dana lansia sebagian besar pekerjaan/usaha
(46,7%), pensiun (8,5%) dan (3,8%) adalah tabungan, saudara atau jaminan sosial (Ratnawati, 2017).
5) Pendidikan terakhir
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Darmojo menunjukkan bahwa pekerjaan lansia terbanyak
sebagai tenaga terlatih dan sangat sedikit yang bekerja sebagai tenaga professional. Dengan kemajuan
pendidikan diharapkan akan menjadi lebih baik (Darmojo & Martono, 2006).

6) Kondisi kesehatan
Angka kesakitan, menurut Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI (2016) merupakan salah satu
indikator yang digunakan untuk mengukur derajat kesehatan penduduk. Semakin rendah angka
kesakitan menunjukkan derajat kesehatan penduduk yang semakin baik.

KONSEP MEDIS

1. DEFINISI
Anemia adalah penurunan kadar hemoglobin(HB) ,hematokrit atau hitung eritrosit (red cell
count)berakibat pada penurunan kapasitas pengangkutan oksigeen oleh darah.tetapi harus di ingat
pada keadaan tertentu dimana ketiga parameter tersebut tidak sejalan dengan massa
eritrosit,seperti pada dehidrasi,perdarahan akut,dan kehamilan.oleh karena itu dalam diagnosis
anemia tidak cukup hanya sampai pada label anemia tetapi harus dapat di tatapkan penyakit dasar
yang menyebabkan anemia tersebut.
Hemoglobin atau sel darah merah (RBC)rendah mengakibatkan kemampuan darah untuk
membawa oksigen jadi berkurang.ini mungkin terkait dengan hilangnya darah,kerusakan pada sel
darah merah dalam kaitan dengan perubahan atau kerusakan hemoglobin (hemolisis)kekurangan
gizi(zat besi,vitamin B12,asam folat)ketiadaan produksi RBC,atau kegagalan sumsum
tulang.beberapa pasien mempunyai sejarah keluarga anemia dalam kaitan dengan trasmisi
genetik sepertithalassemia atau sel sabit.
2. ETIOLOGI
Anemia pada lanjut usia dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, antara lain
genetik,defesiensi vitamin,defesiensi besi,dan penyakit lain.penyebab anemia yang paling umum
pada lanjut usia adalah penyakit kronik,termasuk inflamasi kronik,keganasan dan infeksi kronik,

Ada beberapa jenis anemia sesuai dengan penyebabnya


a. Anemia Pasca Pendarahan Terjadi sebagai akibat perdarahan yang massif seperti
kecelakaan,
operasi dan persalinan dengan perdarahan atau yang menahun seperti  pada penyakit cacingan.  
b.Anemia Defisiensi Terjadi karena kekurangan bahan baku pembuat sel darah.
c.Anemia Hemolitik Terjadi penghancuran (hemolisis) eritrosit yang berlebihan karena :
1)Factor Intrasel Misalnya talasemia, hemoglobinopati (talasemia HbE, sickle cell anemia),
sferositas, defisiensi enzim eritrosit (G6PD,  piruvatkinase, alutation reduktase).
2)Factor Ekstrasel Karena intoksikasi, infeksi (malaria), imunologis (inkompatibilitas golongan
darah, reaksi hemolitik pada transfuse darah).
d.Anemia Aplastik Disebabkan terhentinya pembuatan sel darah sum sum tulang (kerusakan
sumsum tulang).
3. PATOFISIOLOGI
Ada beberapa mekanisme yang mendasari terjadinya anemia pada lansia,
yaitu:
a. Penurunan kinerja sumsum tulang: sumsum tulang, meskipun sepanjang hidup selalu dinamis
dalam memproduksi sel darah merah dan mereplikasi diri {self-replication) untuk menunjang
fungsinya, sumsum tulang tetap saja melalui periode penurunan fungsi secara fisiologis ke tahap
yang dimana periode ini disebut tahap inovulasi sumsum tulang. Pada tahap ini yang mencolok
ialah penurunan daya replikasi sumsum tulang sehingga baik stroma sumsum tulang yang
digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan sel-sel induk maupun kecepatan diferensiasi
sel-sel progenitor untuk mencapai maturitas, akan menurun. Dampak globalnya ialah terjadi
penurunan sintesis sel darah merah. Hal inilah yang mendasari betapa mudahnya seorang usila
terkena onset anemia.
b. Penyakit kronis yang mendasari: adanya penyakit kronis pada seorang usia
lanjut, mempercepat dimulainya anemia. Di samping itu, dalam beberapa
penelitian dikatakan bahwa faktor pembekuan menurun seiring usia, juga
13itera imunitas tubuh yang kian menurun, sehingga mempersulit terjadinya
suatu tahap penyembuhan. Penyakit kronis, yang notabenenya adalah onset
perdarahan, akan sulit disembuhkan pada kondisi usila dengan gangguan
pembekuan dan imunitas. Perdarahan yang terjadi semakin lama, semakin
kronis. Anemia yang terjadi biasanya ialah anemia defisiensi besi akibat
perdarahan kronis.
c. Penurunan sintesis eritropoietin: kemampuan ginjal dalam berbagai
fungsinya akan terus menurun seiring proses penuaan, termasuk
kemampuannya dalam mensintesis eritropoietin. Kompensasi tubuh hanya
mampu menghasilkan 10 % eritropoietin apabila ginjal tidak
memproduksinya. Kekurangan eritropoietin yang merupakan pertumbuhan
sel darah merah, mengakibatkan progenitor eritroid tidak berdiferensiasi
menjadi sel darah merah. Kekurangan sel darah merah mengakibatkan
kekurangan hemoglobin, sehingga terjadi anemia,
d. Proses autoimun: kadangkala ada proses autoimun yang mendasari
terjadinya anemia. Sel-sel parietal lambung yang akibat proses autoimun
mengalami atrofi, mengakibatkan lambung menjadi tipis dengan infiltrasi
sel plasma dan Iimfosit, sehingga berdampak pada penurunan cadangan di
parietal lambung. Dimana yang menurun di parietal lambung ini
mengakibatkan ileum sedikit menyerap vitamin B 12. Dampaknya terjadi
anemia megaloblastik (anemia pemisiosa).
e. Kurang intake: pada usia lanjut, penurunan nafsu makan secara fisiologis
akan terjadi. Apabila sampai ke periode tersebut, meskipun sedikit
berpengaruh terhadap kurangnya intake atau asupan, ini masih
dipertimbangkan karena diet yang buruk tidak jarang mengakibatkan
anemia, terutama anemia defisiensi besi. Anemia yang disebabkan akibat
kurang nafsu makan sehingga kurang asupan, akan memperburuk
percepatan tingginya nafsu makan lagi karena anemia sendiri tidak hanya
akibat dari kurang nafsu makan, tetapi juga sebagai penyebab kurangnya
nafsu makan. (Yuni, 2019
4. MANISFESTASI KLINIS
Karena system organ dapat terkena, maka pada anemia dapat menimbulkan manifestasi klinis
yang luas tergantung pada kecepatan timbulnya anemia, usia, mekanisme kompensasi, tingakat
aktivitasnya, keadaan penyakit yang mendasarinya dan beratnya anemia. Secara umum gejala
anemia adalah :
a.Hb menurun (< 10 g/dL), thrombosis / trombositopenia, pansitopenia  
b.Penurunan BB, kelemahan
c.Takikardi, TD menurun, penurunan kapiler lambat, ekstremitas dingin,  palpitasi, kulit pucat.
d.Mudah lelah, sering istirahat, nafas pendek, proses menghisap yang  buruk (bayi).
e.Sakit kepala, pusing, kunang  kunang, peka rangsang.

5. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan
mengganti darah yang hilang. Penatalaksanaan anemia berdasarkan
penyebabnya,yaitu:
1.Anemiapadalansia
Hampir semua orang tua dengan anemia gizi hams diobati, karena pengobatan biasanya
sederhana dan costeffective. Satu-satunya pengecualian mungkin pasien yang sangat sakit di
akhir hidup dan mereka yang menolak intervensi. Untuk anemia defisiensi besi, dosis biasa
adalah pengganti besi sulfat, 325 mg (65 mg besi elemental) per hari, atau glukonat besi, 325 mg
(38 mg besi elemental) per hari. Terapi besi dosis rendah, dengan 15 mg besi elemental per hari
sebagai glukonat besi cair, efektif mengoreksi hemoglobin dan konsentrasi feritin dengan efek
samping gastrointestinal kurang dari besi yang lebih tinggi dosisnya. Bagi orang-orang yang
gagal untuk merespon terapi besi oral, pengobatan parenteral dengan dekstran besi atau sukrosa
besi biasanya dilakukan. Terapi oral dosis tinggi (cyanocobalamin, 1 sampai 2 mg per hari) untuk
mengobati kekurangan vitamin B12 efektif dan ditoleransi dengan baik. Kekurangan folat hams
diperlakukan dengan asam folat, 1 mg per hari.
Pengobatan anemia penyakit kronis, anemia penyakit ginjal kronis, dan anemia dijelaskan lebih
sulit. Pengobatan awal dan lebih sering adalah
untuk memperbaiki gangguan yang mendasarinya. Optimalnya pengelolaan
penyakit kronis akan meminimalkan peradangan dan mengurangi penekanan
sumsum tulang. Dua pilihan untuk mengobati anemia berat adalah transfusi
darah dan agen erythropoiesis stimulating, keduanya memiliki keterbatasan
yang signifikan. Transfusi darah memberikan bantuan langsung dari gejala
lunum, termasuk dyspnea, kelelahan, dan pusing. Risiko transfusi meliputi
volume overload, kelebihan zat besi, infeksi, dan reaksi akut. Agen
eritropoiesis-merangsang telah disetujui untuk pengobatan anemia penyakit
kronis dalam situasi terbatas, tetapi penggunaannya masih kontroversial.
6. KOMPLIKASI
Menurut kriteria Badan Kesehatan Dunia (WHO), seseorang sudah
mengalami anemia dapat mengelami komplikasi antara lain :
1. Gagal jantimg
2. Kejang dan parestesia (perasaan yang menyimpang seperti rasa
terbakar, Kesemutan)
3. Kurangnya konsentrasi
4. Daya tahan tubuh yang berkurang

Anda mungkin juga menyukai